BAB I PENDAHULUAN I.1.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem proyeksi peta merupakan bagian yang penting dalam sebuah peta karena pemilihan sistem proyeksi peta berpengaruh pada ketelitian koordinat setiap titik di peta. Koordinat setiap titik-titik di permukaan bumi yang ditampilkan di dalam peta diperoleh ketika proses georeferensi. Proses georeferensi harus memperhatikan elipsoid yang akan digunakan dan proyeksi petanya. Pemilihan elipsoid harus didefinisikan saat melakukan georeferensi karena ada beberapa jenis elipsoid dan setiap elipsoid mempunyai nilai parameter yang berbeda sehingga dalam suatu produk peta pendefinisian elipsoid yang digunakan harus seragam. Sebuah peta merupakan gambaran permukaan di bidang datar sedangkan data yang sebenarnya disajikan merupakan informasi permukaan bumi berupa bidang tidak beraturan yang dimodelkan dengan bidang elipsoid. Ada beberapa jenis sistem proyeksi peta. Setiap sistem proyeksi peta memiliki karakteristik yang berbeda. Setiap karakteristik tersebut mempertimbangkan jarak, luas, bentuk atau sudut untuk dipertahankan akurasi datanya. Oleh karena itu, perlu memilih sistem proyeksi peta yang sesuai dengan tujuan dan jenis peta. Pada penelitian ini akan membahas tentang perbandingan dari sistem proyeksi peta Polieder dan UTM pada pembuatan peta skala besar ( > 1:5000). Alasan memilih sistem proyeksi Polieder karena sistem proyeksi ini pernah digunakan di Indonesia dan perubahan jarak dan sudut hampir tidak ada pada daerah yang terletak dalam satu lembar bagian derajat. Selanjutnya, sistem proyeksi UTM merupakan sistem proyeksi yang sering digunakan pada pembuatan berbagai jenis peta di Indonesia. Studi kasus pada penelitian ini yaitu area Selat Sunda pada letak geografis LS LS dan BT BT. Pada proyeksi peta Polieder, area penelitian terletak pada tiga LBD yaitu LBD nomor 33/XXXVI, 34/XXXVI, dan 34/XXXVII. Oleh karena itu, pada proses perhitungan titik-titik poligon perlu dilakukan transformasi koordinat dari ketiga LBD tersebut 1

2 2 menjadi satu LBD supaya semua titik berada dalam satu sistem koordinat. Area Penelitian terletak di zone 48 M pada proyeksi UTM dengan koordinat bujur meridian tengah sebesar Penelitian ini akan membahas tentang perbandingan dari nilai distorsi sudut dan jarak pada peta dengan sistem proyeksi Polieder dan UTM. Parameter yang digunakan untuk membandingkan sistem proyeksi Polieder dan UTM yaitu nilai distorsi sudut berupa konvergensi meridian (γ), koreksi (t-t), dan nilai distorsi jarak berupa faktor skala (k). Perbandingan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, posisi area penelitian yang melalui 3 LBD pada proyeksi Polieder sehingga bisa menimbulkan perambatan kesalahan saat perhitungan transformasi koordinat antar LBD. Akan tetapi, pada proyeksi UTM area penelitian terletak dalam satu zone sehingga tidak perlu melakukan transformasi koordinat. Kedua, jarak area penelitian dengan meridian tengah dan paralel standar pada proyeksi Polieder lebih dekat daripada jarak area penelitian dengan meridian tengah dan meridian standar proyeksi UTM. I.2. Rumusan Masalah Area penelitian tidak berada dalam satu LBD atau melalui tiga LBD pada proyeksi Polieder sedangkan pada proyeksi UTM terletak dalam satu sistem zone. Oleh karena itu, pada proyeksi Polieder perlu melakukan transformasi koordinat sedangkan pada proyeksi UTM tidak perlu melakukan transformasi koordinat. Selanjutnya, posisi area penelitian terhadap meridian tengah dan meridian standar pada proyeksi UTM lebih jauh daripada posisi area penelitian terhadap meridian tengah dan paralel standar proyeksi Polieder sehingga kemungkinan distorsi sudut dan jarak lebih besar pada proyeksi UTM. Berdasarkan permasalahan tersebut maka disusun pertanyaan penelitian: 1. Bagaimana perbandingan besar nilai koreksi konvergensi meridian(γ ), koreksi (t-t), dan faktor skala(k) pada peta yang menggunakan sistem proyeksi Polieder dan sistem proyeksi UTM? 2. Sistem proyeksi mana yang lebih baik digunakan antara proyeksi Polieder dengan proyeksi UTM untuk pembuatan peta skala besar (> 1:5000) pada studi kasus penelitian ini?

3 3 I.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah mengetahui besaran nilai konvergensi merididan(γ ), koreksi (t-t) dan faktor skala (k) pada peta yang bersistem Proyeksi Polieder dan yang bersistem Proyeksi UTM pada titik-titik poligon simulasi di area Selat Sunda. Hasil perhitungan distorsi sudut dan jarak tersebut digunakan sebagai dasar pemilihan sistem proyeksi yang tepat untuk pembuatan peta skala besar (> 1:5000) atau peta teknik di area studi kasus penelitian. I.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu bisa dijadikan sebagai referensi untuk pemilihan sistem proyeksi peta yang tepat untuk pembuatan peta teknik skala besar ( > 1:5000) di area penelitian Selat Sunda. Selain itu, bisa digunakan sebagai referensi ilmu pengetahuan dalam bidang survei rekayasa. I.5. Tinjauan Pustaka Beberapa penelitian sudah ada yang membahas tentang proyeksi peta, Penelitian yang berkaitan dengan tema tersebut misalnya yang sudah dilakukan oleh Akbari (2001), Bayuaaji (2001), dan Koswara (1997). Akbari (2001) mengkaji tentang perubahan luas akibat dari perubahan datum geodetik dari datum Genuk ke datum ID-74 dan perubahan sistem proyeksinya yaitu dari sistem proyeksi peta Polieder ke UTM. Sampel diambil pada zone 49 UTM dengan batas garis lintang LS dan LS. Luasan pada peta Polieder didapat setelah melakukan transformasi koordinat dari datum Genuk ke koordinat Polieder. Luasan pada peta UTM didapat setelah melakukan transformasi datum geodetik dari datum Genuk ke ID-74 dan transformasi koordinat dari ID-74 ke koordinat UTM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih luas untuk areal yang mendekati meridian tepi zone UTM akan semakin besar dan bertanda positif yang berarti luasan pada sistem proyeksi UTM lebih besar dibandingkan luasan pada sistem proyeksi Polieder. Sementara itu selisih luasan untuk areal yang berada di tengah zone UTM mempunyai nilai negatif yang berarti luasan pada sistem proyeksi UTM lebih kecil dibandingkan dengan luasan pada sistem proyeksi Polieder. Penelitian Bayuaji (2001) mengkaji tentang perbedaan antara luasan yang dihitung pada sistem proyeksi TM-3 0 hasil transformasi langsung dari koordinat

4 4 geodetik dengan luasan yang sama pada sistem proyeksi TM-3 0 hasil transformasi tidak langsung dari koordinat UTM. Penelitian ini dilakukan dengan mentransformasikan data persil yang bersistem proyeksi UTM ke dalam sistem koordinat geodetik dan selanjutnya ditransformasikan ke sistem proyeksi TM-3 0. Permasalahannya adalah luas persil hasil transformasi ini akan sama dengan luas persil dalam sistem proyeksi TM-3 0 (hasil transformasi langsung dari koordinat geodetik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara luas yang dihitung pada sistem proyeksi TM-3 0 hasil transformasi langsung dari koordinat geodetik dengan luas yang dihitung pada sistem proyeksi TM-3 0 hasil transformasi tidak langsung dari koordinat UTM. Hal ini ditunjukkan dengan perbedaan luas yang bernilai m 2 untuk setiap sampel. Koswara (1997) meneliti tentang pengaruh reduksi jarak pada pengadaan titik dasar teknik kadastral orde empat dalam sistem proyeksi TM-3 0. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengukuran poligon yang berlokasi di desa Sidoarum, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman Yogyakarta. Koordinat titik-titik poligon dihitung dengan memperhitungkan reduksi dan tanpa memperhitungkan reduksi proyeksi TM-3 0. Hasil penelitian menunjukkan harga koordinat yang dihasilkan dengan memperhitungkan reduksi dan tanpa memperhitungkan reduksi proyeksi TM- 3 0 mempunyai kesalahan linier koordinat lebih kecil dari 1:6000 (memenuhi spesifikasi teknis BPN). Data hasil penelitian yang dilakukan memberikan indikasi bahwa pengabaian reduksi sudut dan jarak tidak berpengaruh terhadap harga koordinat titik-titik dasar teknik orde 4. I.6. Landasan Teori Dalam bab ini diuraikan teori-teori yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini. I.6.1. Elipsoid WGS84 Sistem koordinat WGS84 merupakan sistem referensi terestris (CTRS)(Anam, 2005). EUROCONTROL dan IfEN (1998) menyatakan bahwa origin dan salib sumbu Sistem Koordinat WGS 84 didefinisikan sebagai berikut: 1. pusat massa bumi sebagai origin,

5 5 2. sumbu Z yaitu arah Conventional Terrestrial Pole (CTP) sebagai pergerakan kutub yang didefinisikan oleh BIH, 3. sumbu X yaitu perpotongan bidang meridian referensi WGS84 dengan bidang ekuator CTP (meridian referensi merupakan meridian nol yang didefinisikan oleh BIH), 4. sumbu Y melengkapi sistem koordinat tangan kanan, Earth Centred Earth Fixed (ECEF) orthogonal, diukur pada bidang ekuator CTP dan 90 0 ke timur dari sumbu X. Ilustrasi origin dan salib sumbu sistem koordinat WGS84 bisa dilihat pada gambar I.1. Parameter-parameter utama WGS84 yang menggambarkan bentuk elipsoid bumi dijelaskan pada tabel I.1. Gambar I.1. Definisi sistem koordinat WGS 1984 (EUROCONTROL-ifEN 1998) Tabel I.1. Parameter-parameter utama WGS84 Parameter Nama WGS84 Setengah sumbu panjang A Penggepengan F 1/ Kecepatan sudut rotasi bumi x 10-5 rad s -1 Konstanta gravitasi bumi GM km 3 s -2 Koefisien harnonik potensial gravitasi orde x 10-6

6 6 I.6.2. Metode Gauss Mid Latitude Rapp (1991) menyatakan bahwa Nilai koordinat geodetis suatu titik pada bidang elipsoid dinyatakan dalam bentuk lintang dan bujur. Misalnya, diberikan data koordinat geodetis suatu titik sebagai titik awal, data jarak dan azimut ke titik kedua. Kemudian, perlu menghitung koordinat geodetis titik kedua. Permasalahan ini didefinisikan sebagai direct geodetic problem. Selanjutnya, Inverse geodetic problem didefinisikan sebagai metode untuk menghitung azimut dari titik pertama ke titik kedua, azimut dari titik kedua ke titik petama, dan jarak kedua titik dengan data koordinat titik pertama dan kedua yang sudah diketahui. Pada penelitian ini menggunakan metode Gauss Mid Latitude untuk menghitung azimut awal dan akhir karena jarak kedua titik kurang dari 60 km. Prinsip metode Gauss Mid-Latitude yaitu mengganti segitiga polar di bidang elipsoid dengan sebuah segitiga bola dengan jarijari kelengkungan vertikal utama rata-rata di antara titik-titiknya. Gambar segitiga elipsoid dan segitiga bola bisa dilihat pada gambar I.2. Pada gambar I.2., segitiga sebelah kiri merupakan gambar segitiga di bidang elipsoid dan segitiga sebelah kanan merupakan segitiga di bidang bola. Gambar I.2. Penyelesaian segitiga polar dengan metode Gauss Mid-Lattitude (Rapp 1991) Perhitungan azimut dari titik pertama ke titik kedua (α 12 ) di bidang elipsoid dengan metode Gauss Mid-Lattitude melalui beberapa langkah. Pertama, menghitung lintang rata-rata titik satu dan titik dua (φ m ) dengan asumsi bahwa lintang di bidang elipsoid sama dengan di bidang bola. Kedua, menghitung jari-jari kelengkungan vertikal utama pada lintang rata-rata (N m ), jari-jari kelengkungan meridian (M m ), beda lintang titik satu dan dua pada bidang bola (Δφ ), beda bujur titik satu dan dua pada bidang bola (Δλ ), dan besaran-besaran lain dengan persamaan-persamaan sebagai berikut:

7 7...(I.1)...(I.2)...(I.3)...(I.4)...(I.5)...(I.6)...(I.7)...(I.8)...(I.9)...(I.10)...(I.11)...(I.12) I.6.3. Distorsi Sudut dan Jarak Distorsi sudut pada penelitian ini berupa konvergensi meridian (γ), koreksi (t- T) dan distorsi jarak berupa faktor skala (k). Penjelasan tentang konvergensi meridian, koreksi (t-t), dan faktor skala bisa dilihat pada gambar I.3. dan gambar I.4. - Gambar I.3. Konvergensi meridian dan koreksi (t-t) (Vanicek-Krakiwsky 1982)

8 8 Vanicek dan Krakiwsky (1982) menyatakan bahwa konvergensi meridian (γ) merupakan sudut antara garis singgung dari proyeksi garis meridian dengan y-axis pada bidang proyeksi. Penelitian ini menggunakan sistem proyeksi konform sehingga azimut di bidang elipsoid (α E ) sama dengan azimut di bidang proyeksi (α M ). Azimut di bidang proyeksi yaitu sudut di antara garis singgung dari proyeksi garis meridian dengan garis singgung dari proyeksi garis geodesik. Azimut grid dari proyeksi garis geodesik (T) adalah sudut di antara utara grid (y M -axis) dengan garis singgung proyeksi garis geodesik. Azimut grid tali busur (t) yaitu sudut di antara utara grid dengan tali busur P i P j. Ada beberapa hitungan untuk mengkoreksi distorsi sudut dan jarak sebagai berikut : 1. Azimut grid proyeksi garis geodesik (T) diperoleh dari mengurangi azimut di bidang elipsoid dengan nilai konvergensi meridian. Hal ini bisa dilihat pada gambar I.3....(I.13) Gambar I.4. Reduksi sudut ukuran dan sudut jurusan horisontal (Vanicek- Krakiwsky 1982)

9 9 2. Sesuai dengan gambar I.4. terlihat bahwa untuk memperoleh nilai azimut grid tali busur ij (t ij ) perlu dilakukan pengurangan T ij dengan koreksi (t-t)....(i.14) Sudut jurusan di bidang datar (d P ) diperoleh dari pengurangan sudut jurusan di bidang elipsoid (d E ) dengan koreksi (t-t)....(i.15) 3. Sesuai pada gambar I.4., sudut pada bidang elipsoid perlu dikoreksi supaya memeproleh nilai sudut pada bidang proyeksi dengan persamaan berikut ini...(i.16) 4. Panjang proyeksi garis geodesik diperoleh dengan mengalikan panjang garis geodesik pada bidang elipsoid dengan faktor skala (k)....(i.17) I.6.4. Poligon Basuki (2006) menyatakan bahwa poligon berasal dari kata poli yang berarti banyak dan gonos yang berarti sudut. Namun arti yang sebenarnya adalah rangkaian titik-titik secara berurutan sebagai kerangka dasar pemetaan. Poligon ada bermacam-macam dan dibedakan berdasarkan pada kriteria tertentu. Pada skripsi ini menggunakan jenis poligon terbuka terikat sempurna. Persamaan umum penentuan koordinat suatu titik jika titik tersebut diikatkan ke titik lain yang sudah diketahui koordinatnya sebagai berikut :...(I.18)...(I.19) Basuki (2006) menyatakan sesuai teori kesalahan dalam pengukuran jarak dan sudut, semakin jauh dari titik ikat, kesalahan akan semakin besar. Oleh karena itu agar kesalahan tersebut tidak merambat, akhir dari poligon perlu dikontrol, baik berupa kontrol koordinat maupun kontrol jurusannya (azimutnya). Poligon yang demikian dinamakan poligon terbuka terikat sempurna.

10 10 Gambar I.5. Poligon terbuka terikat sempurna Gambar I.5. merupakan gambar poligon terbuka terikat sempurna. Sudutsudut ukuran dipakai untuk mencari sudut jurusan atau azimut sisi poligon, yang selanjutnya dengan data jarak digunakan untuk mencari koordinat. Maka akan dicari sudut jurusan atau azimut semua sisi poligon terlebih dahulu. Persamaan-persamaan berikut merupakan contoh untuk menghitung azimut sisi-sisi poligon:...(i.20) Atau ( ) ( )...(I.21) Atau secara umum dapat ditulis :...(I.22) Azimut akhir dan azimut awal dihitung dari koordinat titik-titik akhir dan titik-titik awal, pada gambar I.5. titik B,Q dan titik A,P. Azimut awal dan azimut

11 11 akhir suatu poligon terbuka terikat sempurna pada bidang elipsoid dihitung menggunakan metode Gauss s mid latitude yang sudah dijelaskan pada subbab I.6.2. Tetapi, dalam kenyataannya pada perhitungan, ukuran sudut-sudut dihinggapi kesalahan sehingga menjadi :...(I.23) merupakan kesalahan penutup sudut dan dikoreksikan kepada setiap sudut ukuran dengan prinsip sama rata. Untuk mendapatkan syarat sisi poligon yang harus dipenuhi, proyeksikan sisi-sisi poligon tersebut pada sumbu X(menjadi d ) dan pada sumbu Y (menjadi d ) dan...(i.24) dan...(i.25) Jumlah d sin α harus sama dengan selisih absis titik akhir dan awal poligon. Demikian pula, jumlah d cos α harus sama dengan selisih ordinat titik akhir dan awal poligon. Dalam kenyataannya :...(I.26)...(I.27) merupakan kesalahan penutup absis dan merupakan kesalahan penutup ordinat. Kesalahan penutup jarak(linier) dinamakan :...(I.28) Kesalahan dan dikoreksikan pada setiap penambahan absis (d sin α) dan penambahan ordinat (d cos α) dengan perbandingan lurus dengan jarak-jarak sisi poligon atau jika ditulis dengan persamaan matematis sebagai berikut :...(I.29) dan... (I.30)

12 12 Langkah penghitungan koordinat titik-titik poligon secara sistematis adalah sebagai berikut : 1. Jumlahkan sudut-sudut hasil ukuran. Hitung dan dari koordinat 2 titik ikat akhir dan 2 titik ikat awal. Dari perhitungan azimut tersebut digunakan untuk menghitung kesalahan penutup sudut (. Kemudian melakukan koreksi kesalahan penutup sudut ( pada masing-masing sudut hasil ukuran. 2. Menghitung azimut dari setiap sisi poligon dan dimulai dari azimut awal dengan aturan:...(i.31) Apabila peritungannya benar maka azimut akhir akan sama dengan azimut akhir yang dihitung dari nilai koordinat 2 titik ikat di akhir. 3. Sudut azimut yang diperoleh dari langkah 2 di atas digunakan untuk menghitung d sin α dan d cos α. Kemudian melakukan perhitungan selisih antara dan serta dan. Selanjutnya, menghitung fx dan fy serta mengkoreksikan pada masing-masing d sin α dan d cos α sebanding dengan jarak-jaraknya. I.6.5. Proyeksi Peta Proyeksi peta adalah metode penyajian permukaan bumi pada suatu bidang datar dari koordinat geografis pada bola atau koordinat geodetis pada elipsoid. Permukaan bumi fisis tidak teratur sehingga dipilih suatu bidang yang teratur yang mendekati bidang fisis bumi yaitu bidang elipsoid. Bidang tersebut merupakan suatu bidang lengkung yang dapat digunakan sebagai bidang referensi hitungan untuk menyatakan posisi titik-titik di atas permukaan bumi dalam suatu sistem koordinat geodetis, yaitu lintang (φ) dan bujur (λ) (Prihandito, 2010). I Proyeksi Polieder. Prihandito (2010) menyatakan bahwa sistem proyeksi polieder merupakan sistem proyeksi peta yang menggunakan bidang proyeksi berupa kerucut, normal, tangent, dan konform. Bidang kerucut proyeksi ini menyinggung bola bumi (tangent) pada salah satu paralel yang disebut sebagai paralel tengah atau paralel standar. Paralel tengah atau paralel standar diproyeksikan secara ekuidistan sehingga faktor skalanya (k) = 1. Luas area satu lembar bagian derajat proyeksi ini yaitu 20 x 20 (sekitar 37 km x 37 km). Jadi pada proyeksi polieder, bumi dibagi

13 13 dalam jalur-jalur yang dibatasi oleh dua garis paralel dengan beda lintang sebesar 20 atau dengan kata lain tiap jalur selebar 20 diproyeksikan pada kerucut tersendiri. Kerucut-kerucut tersebut menyinggung bola bumi setiap lintang φ = ± 10, ± 30 dan ± 50. Penjelasan tentang proyeksi Polieder dijelaskan pada gambar I.6. Gambar I.6. Proyeksi Polieder (Muryamto,1994) Setiap lembar bagian derajat proyeksi polieder mempunyai sistem koordinat sendiri, dengan ketentuan sebagai berikut : 1. sumbu X : paralel tengah, 2. sumbu Y : meridian tengah, 3. titik nol : perpotongan meridian dan paralel tengah yang disebut pusat lembar bagian derajat (φ 0, λ 0 ), 4. absis X : positif, di sebelah Timur meridian tengah, 5. absis Y : positif, di sebelah Utara paralel tengah. I Transformasi Koordinat Geodetis (φ,λ) ke Koordinat Polieder(X,Y). Muryamto (1994) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum melakukan proses transformasi dari koordinat geodetis ke koordinat Polieder. Pertama, memperhatikan nomor LBD dan koordinat pusat lembar bagian derajat (φ 0,λ 0 ) dari titik yang akan ditransformasi. Kedua, melakukan konversi nilai λ suatu titik dari meridian Greenwich (0 0 ) ke meridian Jakarta ( ). Ketiga, memperhatikan letak φ dan λ titik yang akan ditransformasi (φ terletak di sebelah utara atau selatan ekuator dan λ di sebelah barat atau timur meridian Jakarta). Selanjutnya, memilih elipsoid yang dipakai karena setiap elipsoid mempunyai nilai parameter yang berbeda. Penelitian ini menggunakan elipsoid WGS84.

14 14 Anam (2005) menyatakan bahwa cara menentukan L 0,B 0 dari nomor LBD proyeksi Polieder dan sebaliknya menggunakan Tabel Polieder pada Lampiran A. Angka biasa (1, 2, dst) menunjukkan argumen atau nomor untuk menentukan koordinat bujur dari Jakarta (B jkt = BT). Angka Romawi (I, III, dst) menunjukkan argumen atau nomor menentukan koordinat lintang dari ekuator. Pembagian nomor LBD peta Indonesia skala 1: bisa dilihat pada gambar I.7. Gambar I.7. Penomoran LBD peta Indonesia skala 1: (Muryamto, 1994) Daerah penelitian ini terletak pada LS LS sehingga posisi koordinat pusat lembar bagian derajat (φ 0,λ 0 ) daerah yang diteliti berada di sebelah selatan ekuator. Oleh karena itu, persamaan yang digunakan untuk mencari koordinat (X,Y) pada sistem koordinat Polieder yaitu X = [A] Δλ [C] Δλ Δφ...(I.32) Y = - [B] Δφ - [D] Δλ 2 - [1] [D] Δφ 2 - [2] Δφ 3...(I.33) Pada persamaan (I.32) dan (I.33) terdapat besaran-besaran yang harus dihitung nilainya, penjelasan besaran-besaran tersebut sebagai berikut: [A] = N 0 cos φ 0 sin 1...(I.34) [B] = M 0 sin 1...(I.35) [C] = M 0 sin φ 0 sin (I.36) [D] =... (I.37) [1] = 3 e 2 (1 e 2 )... (I.38) [2] = ( )... (I.39)

15 15 Δφ = (φ φ 0 )...(I.40) Δλ = (λ λ 0 )...(I.41) Pada besaran [A], [B], [C], [D], [1],[2] terdapat besaran,, yang harus dihitung nilainya, sebagai berikut =...(I.42) =...(I.43) =...(I.44) I Transformasi Koordinat dari Satu LBD ke LBD Lain Proyeksi Polieder. Penelitian ini perlu melakukan proses transformasi koordinat dari satu LBD (φ 0,λ 0 ) ke LBD yang berdekatan (φ 0,λ 0 ) karena titik-titik poligon penelitian terletak pada tiga LBD yang berbeda. Muryamto (1994) menyatakan bahwa untuk melakukan transformasi dari satu LBD ke LBD lain dengan pusat LBD yang kedua (φ 0,λ 0 ) terletak di sebelah selatan ekuator maka menggunakan persamaan (I.45) dan (I.46) untuk menghitung transformasinya....(i.45) Y = Y + Q [α] X + [β] Y + [δ] X 2 [δ] Y 2...(I.46) P dan Q merupakan koordinat Polieder dari pusat lembar bagian derajat pertama terhadap pusat lembar bagian derajat kedua yang dihitung dengan persamaan (I.32) dan (I.33). Pada persamaan X dan Y terdapat besaran-besaran yang harus dihitung sebagai berikut [α] = Δλ sin sin 1...(I.47) [β] = ½ (1 - )Δ sin 1...(I.48) [đ] =... (I.49) [δ] = ½ [đ]...(i.50) Δφ =...(I.51) Δλ =...(I.52) I Transformasi Koordinat Polieder(X,Y) ke Koordinat Geodetis (φ,λ). Muryamto(1994) menyatakan bahwa langkah-langkah melakukan transformasi koordinat Polieder ke koordinat Geodetis sebagai berikut:

16 16 1. menentukan nomor lembar bagian derajat titik yang akan ditransormasi sehingga bisa diketahui lintang dan bujur pusat lembar bagian derajat (φ 0,λ 0 ), 2. menentukan letak titik nol bagian derajat di sebelah Utara atau Selatan ekuator, 3. menentukan elipsoid referensi yang dipakai, 4. melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan: a. Jika letak titik nol bagian derajat di sebelah Utara ekuator: Δλ = [A ] X + [C ] X Y... (I.53) Δφ = [B ] Y [D ] X 2... (I.54) b. Jika letak titik nol bagian derajat di sebelah Selatan ekuator: Δλ = [A ] X [C ] X Y... (I.55) Δφ = - [B ] Y [D ] X 2... (I.56) dalam hal ini:... (I.57)... (I.58)... (I.59)... (I.60) Nilai Δφ dan Δλ yang diperoleh dalam satuan detik dan bisa bernilai positif atau negatif sehingga untuk mencari koordinat geodetisnya:... (I.61)... (I.62) I Hitungan Konvergensi Meridian (γ), Koreksi (t T), dan Faktor Skala (k) pada Proyeksi Polieder. Setiap titik yang berada di bidang elipsoid dan diproyeksikan pada bidang datar akan mengalami reduksi atau perbedaan sudut dan jarak antar titik-titik di bidang lengkung dengan di bidang datar. Distorsi sudut dan jarak tersebut berupa konvergensi meridian (γ), koreksi (t T), dan faktor skala (k). Persamaan-persamaan untuk mencari nilai konvergensi meridian (γ), koreksi (t-t), faktor skala (k) sebagai berikut: γ" = Δλ sinφ 0...(I.63) dengan Δλ = λ i λ 0...(I.64)

17 17 (t T) 12 = (X 2 X 1 ) (2Y 1 + Y 2 )... (I.65) (t T) 21 = - (X 2 X 1 ) (Y 1 + 2Y 2 )... (I.66) R 0 =... (I.67) dihitung dengan argumen φ 0 k = (I.68) Penggunaan persamaan (I.63) untuk menghitung konvergensi meridian (γ) karena titik yang akan dihitung nilai konvergensi meridiannya diketahui koordinat geodetisnya. Selanjutnya, perhitungan faktor skala (k) menggunakan persamaan (I.68) dikarenakan koordinat titik-titik yang akan dihitung faktor skalanya dalam sistem koordinat proyeksi peta Polieder. I Proyeksi UTM. Proyeksi UTM merupakan proyeksi peta yang menggunakan bidang proyeksi berupa silinder, transversal dan konform. Gambar proyeksi UTM bisa dilihat pada gambar I.8. Bidang silinder proyeksi ini memotong bola bumi (secant) pada dua buah garis meridian yang dinamakan meridian standar. Pada garis meridian standar besar faktor skalanya (k) = 1. Proyeksi UTM membagi bumi menjadi beberapa zone. Setiap zone mempunyai ukuran 6 0 bujur x 8 0 lintang dan mempunyai meridian tengah sendiri dengan besar faktor skala (k 0 ) = 0,9996. Besar faktor skala (k) bervariasi, yaitu antara meridian tengah ( mt) sampai m sebelah barat (garis grid mt) dan timur (garis grid mt) mempunyai harga dari 0,9996 sampai 1. Di luar batas grid mt dan mt mempunyai faktor skala lebih dari 1. Faktor skala pada meridian tengah adalah yang terkecil kemudian semakin membesar pada arah yang menuju ke meridian standar atau semakin menjauhi meridian tengah (Prihandito, 1989). Gambar I.8. Proyeksi UTM (Prihandito, 2010)

18 18 I Transformasi Koordinat Geodetis (φ,λ) ke Koordinat UTM(X,Y). Area penelitian ini terletak pada zone 48 M yang berada pada bujur BT dan berada pada lintang LS. Muryamto(1994) menyatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan transformasi koordinat geodetis ke koordinat UTM. Pertama, memperhatikan nilai bujur titik yang akan ditransformasikan dari meridian greenwich atau Jakarta. Untuk proyeksi UTM, nilai bujur dihitung dari Meridian Greenwich sehingga untuk Meridian Jakarta harus ditambah dengan Kedua, menentukan zone suatu titik berdasarkan Meridian Tengahnya(B 0 ). Ketiga, memperhatikan letak lintang(φ) titik tersebut di sebelah utara atau selatan ekuator dan bujurnya terletak di sebelah barat atau timur Meridian Tengahnya. Selanjutnya, memperhatikan elipsoid referensi yang dipakai dan ketelitian yang yang diminta untuk menentukan banyaknya desimal dari p. Untuk melakukan transformasi koordinat suatu titik dari sistem koordinat geodetis ke sistem koordinat UTM menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut X = T = [IV] p + [V] p 3 + [B5] p 5...(I.69) Y = U = [I] + [II] p 2 + [III] p 4 + [A6] p 6...(I.70) Penelitian ini terletak di sebelah selatan ekuator dan sebelah timur meridian tengah sehingga untuk menghitung koordinat X dan Y menggunakan persamaan (I.71) dan (I.72) Y = U = m U...(I.71) Selanjutnya, jika titik terletak di sebelah timur Meridian Tengah maka X = T = m + T...(I.72) Persamaan untuk mencari nilai X dan Y tersebut terdapat besaran-besaran yang harus dihitung nilainya terlebih dahulu. Persamaan-persamaan untuk menghitung nilai persamaan-persamaan tersebut sebagai berikut: p = 0,0001 x (λ i B 0 )...(I.73) [I] = k 0. m...(i.74) [II] = k 0. N. sin(φ). cos(φ). sin / 2...(I.75) [III] = k 0. N. sin(φ). Cos 3 (φ). sin (5 tg 2 (φ) + 9. e 2. Cos 2 (φ) + 4. e 4. Cos 4 (φ)...(i.76) [IV] = k 0. N. cos(φ). sin (I.77)

19 19 [V] = k 0. N. cos 3 (φ). sin (1 tg 2 (φ) + e 2. Cos 2 (φ)) / 6...(I.78) [A6] = k 0. N. sin 6 1. sin(φ). cos 5 (φ). ( Tg 2 (φ) + tg 4 (φ) e 2. cos 2 (φ) 330. e 2. sin 2 (φ)) / (I.79) [B5] = k 0. N. cos 5 (φ). sin 5 1. (5 18 tg 2 (φ) + tg 4 (φ) + 14.e 2. cos 2 (φ) 58. e 2. sin 2 (φ)) / (I.80) dalam hal ini m = a(1 e 2 ) [ - (sin(2φ i ) sin(2φ 0 )) + (sin(4φ i sin(4φ 0 )) - (sin(6φ i ) - sin(6φ 0 )) + (sin(8φ i ) sin(8φ 0 )) - (sin(10φ i ) sin(10φ 0 ))]...(I.81) dengan A = B = C = D = E = F =...(I.82)...(I.83)...(I.84)...(I.85)...(I.86)...(I.87) I Transformasi Koordinat UTM(X,Y) ke Koordinat Geodetis (φ,λ). Persamaan untuk menghitung nilai lintang(φ) suatu titik dari koordinat UTM(X,Y) sebagai berikut: ( ) ( )... (I.88) ( )... (I.89)... (I.90)... (I.91)... (I.92)... (I.93)... (I.94)

20 20... (I.95)... (I.96)... (I.97)... (I.98) I Rumus Koreksi Konvergensi Meridian(γ), Koreksi Horisontal(t T), Faktor Skala(k). Setiap bidang lengkung yang diproyeksikan ke bidang datar akan mengalami distorsi baik sudut maupun jaraknya. Contohnya bidang permukaan bumi berupa elipsoid yang diproyeksikan ke bidang datar berupa silinder akan mengalami distorsi berupa konvergensi meridian (γ), koreksi (t-t) dan faktor skala(k). Persamaan yang digunakan untuk menghitung konvergensi meridian (γ), koreksi (t- T) untuk titik di belahan bumi selatan dan faktor skala(k) sebagai berikut: dalam hal ini γ = [XII] p [XIII] p 3 + [C5] p 5... (I.99) (t T) 12 = - (U 2 U 1 ) (2T 1 + T 2 ) [XVIII] x 6, (I.100) (t T) 21 = - (U 1 U 2 ) (T 1 + 2T 2 ) [XVIII] x 6, (I.101) k = k 0 { 1 + [XVIII] q 2 + [XIX] q 4 }... (I.102)... (I.103)... (I.104) [XII] = sin(φ) (I.105) [XIII] = sin(φ). cos 2 (φ). sin 2 1. (1+ 3e 2 cos 2 (φ) + 2e 4 cos 4 (φ)) /3 (I.106) [XVIII] = (1 + e 2.cos 2 (φ)) / (2. k 0 2.N 2 )... (I.107) [XIX] = / (24. k 0 4. N 4 )... (I.108) [C5] = sin(φ). cos 4 (φ). sin 4 1 (2-tg 2 (φ))10 20 /15... (I.109) I.6.6. Bahasa Pemrograman C++ C++ diciptakan oleh Bjarne Stroustrup, Laboratorium Bell, AT&T, pada tahun Bahasa ini bersifat kompatibel dengan bahasa pendahulunya yaitu bahasa C. Pada mulanya C++ disebut a better C. Nama C++ sendiri diberikan oleh Rick Mascitti pada musim paas Adapun tanda ++ berasal dari nama operator penaikan pada bahasa C(Kadir, 1995).

21 21 I Tipe Data. Ada beberapa tipe data pada C++ antara lain: char, int, short, long, float, double, dan long double. Tipe data yang berhubungan dengan bilangan bulat adalah char, int, short, dan long. Sedangkan lainnya berhubungan dengan bilangan pecahan. Ukuran memori dari tipe data berbeda-beda. Hal ini bisa dilihat pada tabel I.2. Tabel I.2. Tipe data pada C++ Tipe data Ukuran Jumlah Digit Jangkauan Nilai Memori Presisi Char 1 byte -128 hingga Int 2 byte hingga Long 4 byte hingga Float 4 byte 3.4 x hingga 3.4 x Double 8 byte 1.7 x hingga 1.7 x long double 10 byte 3.4 x hingga 1.1 x I Operator dan Ungkapan. Kadir (1995) menyatakan bahwa operator merupakan simbol yang biasa dilibatkan dalam program untuk melakukan sesuatu operasi atau manipulasi. Ungkapan (ekspresi) dalam C++ dapat berupa pengenal, konstanta, atau di antara kombinasi elemen di atas dengan operator. Proses hitungan penelitian ini menggunakan bermacam-macam operator meliputi: operator aritmatika, operator penurunan (decrement) dan penaikan (increment), operator bitwise (manipulasi bit), operator majemuk, dan operator relasi. Selain itu, proses perhitungan juga menggunakan fungsi pustaka. Operator aritmatika ada dua jenis yaitu operator binary dan operator unary. Operator binary terdiri dari operator perkalian(*), pembagian(/), modulus(%), penjumlahan(+), dan pengurangan(-). Operator unary ada dua yaitu tanda minus(-) dan tanda plus(+). Operator perkalian(*), pembagian(/), dan modulus(%) mempunyai prioritas yang sama. Operator penjumlahan(+) dan pengurangan(-), keduanya juga mempunyai prioritas yang sama. Jika dalam satu baris terdapat lebih dari satu operator mempunyai prioritas yang sama, maka operator yang terletak di sebelah kiri dalam satu ungkapan yang diutamakan dikerjakan terlebih dahulu. Selanjutnya,

22 22 Operator perkalian(*), pembagian(/), dan modulus(%) lebih dahulu dikerjakan dari pada operator penjumlahan(+) dan pengurangan(-) karena mempunyai prioritas lebih tinggi. Prioritas pengerjaan bisa dirubah dengan menggunakan tanda kurung ( ). Operator penurunan (++) dan penaikan (--) digunakan pada operand bertipe bilangan bulat. Operator penaikan digunakan untuk menaikkan nilai variabel sebesar satu, sedangkan operator penurunan dipakai untuk menurunkan nilai variabel sebesar satu. Penempatan operator terhadap variabel dapat dilakukan di muka atau di belakangnya. Operator bitwise digunakan untuk keperluan memanipulasi data dalam bentuk bit. Ada enam buah operator bitwise dalam C++ yang bisa dilihat pada tabel I.3. Tabel I.3. Operator bitwise Operator Keterangan << Geser bit ke kiri >> Geser bit ke kanan & Bitwise AND (dan) Bitwise OR (atau) ^ Bitwise XOR ~ Bitwise NOT (komplemen) Penggunaan Operator majemuk dimaksudkan untuk memendekkan penulisan operasi penugasan. Daftar seluruh kemungkinan operator kombinasi dalam suatu pernyataan dan pernyataan padanannya bisa dilihat pada tabel I.4. Tabel I.4. Operator majemuk Operator Contoh Keterangan += x += 2; x = x + 2; -= x -= 2; x = x 2; *= x *= 2; x = x * 2; /= x /= 2; x = x / 2; %= x %= 2; x = x % 2; <<= x <<= 2; x = x << 2; >>= x >>= 2; x = x >> 2;

23 23 &= x &= 2; x = x & 2; = x = 2; x = x 2; ^= x ^= 2; x = x ^ 2; Operator relasi digunakan untuk membandingkan dua buah nilai. Keseluruhan operator relasi pada C++ bisa dilihat pada tabel I.5. Tabel I.5. Operator relasi Operator Keterangan = = Sama dengan (bukan penugasan)!= Tidak sama dengan > Lebih dari < Kurang dari >= Lebih dari atau sama dengan <= Kurang dari atau sama dengan Fungsi-fungsi pustaka berfungsi untuk melaksanakan perhitugan aritmatika (akar kuadrat, eksponensial, logaritma alamiah dan sebagainya), konversi data, pemrograman grafis. Beberapa fungsi pustaka yang digunakan pada penelitian ini bisa dilihat pada tabel I.6. Tabel I.6. Fungsi pustaka Fungsi pustaka Kaidah File header Kegunaan atan() double atan math.h Untuk memperoleh nilai arc tangent dari argumen x. cos() double cos math.h complex.h Untuk memperoleh nilai cosinus dari x. pow() double pow math.h Untuk menghasilkan x y complex.h sin() double sin math.h Untuk memperoleh sinus dari x complex.h sqrt() double sqrt math.h complex.h Menghasilkan akar dari x

24 24 tan() double tan math.h complex.h Untuk menghasilkan tangent dari x I Operasi Dasar Masukan dan Keluaran. Operasi dasar masukan cin digunakan untuk membaca data dari standart input atau menggunakan keyboard yang diletakkan ke sebuah variabel. Manfaat adanya fasilitas pemasukan data dari keyboard adalah memungkinkan untuk membuat program yang bisa membaca data yang berubah-ubah. Fasilitas cin ini memudahkan pengguna karena pengguna cukup mengkompilasi program ini sekali saja dan menjalankannya berkali-kali untuk melakukan konversi nilai yang berbeda-beda (Kadir,1995). Pemakaian cout digunakan untuk menampilkan data atau meletakkan suatu informasi ke standart output. Pengaturan tampilan data menggunakan manipulator. Pada penelitian ini menggunakan beberapa manipulator yang bisa dilihat pada tabel I.7. Tabel I.7. Manipulator Manipulator Keterangan Endl Menyisipkan newline dan mengirimkan isi penyangga keluaran ke piranti keluaran. setw(int n) Mengatur lebar field untuk suatu nilai sebesar n karakter. setprecision(int n) Menyetel presisi bilangan pecahan sebesar n digit. setiosflags(long f) Menyetel format yang ditentukan oleh f. Pemakaian setiosflags digunakan untuk mengontrol sejumlah tanda format seperti pada tampilan di tabel I.8. Tabel I.8. Tanda format untuk tampilan setiosflags yang digunakan pada penelitian ini Nama Tanda Format Keterangan ios::left Menyetel rata kiri terhadap lebar field yang diatur melalui setw(). ios::fixed Memformat keluaran dalam bentuk notasi desimal.

25 25 I Pernyatan Dasar. Ada beberapa pernyataan dasar yang digunakan dalam perhitungan pada penelitian ini antara lain: pernyataan ungkapan, pernyataan deklarasi atau definisi, pernyataan majemuk, pernyataan berkondisi, pernyataan pengulangan. Pernyataan ungkapan merupakan ungkapan untuk penugasan nilai terhadap variabel atau pemanggilan fungsi dan diakhiri titik koma(;). Pernyataan deklarasi atau definisi digunakan untuk memperkenalkan nama variabel beserta tipe datanya. Pernyataan majemuk merupakan sejumalah pernyataan yang berada di kurung kurawal. Pernyataan kondisi yang digunakan yaitu pernyataan if dan pernyataan else. Pernyataan if terdiri dari kondisi dan pernyataan. Kondisi digunakan untuk menentukan pengambilan keputusan. Pernyataan dapat berupa sebuah pernyataan ataupun pernyataan majemuk. Bagian ini dijalankan hanya kalau kondisi bernilai benar. Pernyataan else selalu bersama pernyataan if atau tidak pernah berdiri sendiri. Pernyataan for merupakan salah satu pernyataan pengulangan yang disediakan pada C++. Pernyataan for berguna untuk mengulang pengeksekusian terhadap satu atau sejumlah pernyataan. Penjelasan dan contoh setiap pernyataan bisa dilihat pada tabel I.9. (Kadir,1995). Tabel I.9. Penjelasan dan contoh dari pernyataan dasar. Macam Pernyataan Susunan Contoh Pernyataan Ungkapan Ungkapan; bil = 3; Pernyataan deklarasi tipe_data nama_variabel; int bil; atau definisi Pernyataan Majemuk { pernyataan1; pernyataan2; { bil = 3; bil++; Pernyataan Berkondisi Pernyataan Pengulangan (for) } if(kondisi) pernyataan1; else pernyataan2; for(ungkapan1; ungkapan2; ungkapan3) pernyataan; } if(bil % 2) cout << bil ganjil << endl; else cout << bil genap << endl; for(abjad = A ; abjad <= Z ; abjad++) cout << abjad;

26 26 I Pengenalan Array. Array adalah kumpulan data bertipe sama yang menggunakan nama sama. Antara satu variabel dengan variabel lain di dalam array dibedakan berdasarkan subscript. Sebuah subscript berupa bilangan di dalam kurung siku. Array ada bermacam-macam, antara lain: array berdimensi satu, array berdimensi dua, dan array berdimensi banyak. Pendefinisian array terdiri dari tipe data elemen array, nama array, dan jumlah elemen array. Contoh mendefinisikan array seperti berikut: float suhu[5]; Setelah didefinisikan, elemen array dapat diakses dengan bentuk seperti berikut: nama_array[subscript] I Fungsi. Kadir(1995) menyatakan fungsi merupakan sejumlah pernyataan yang dikemas dalam sebuah nama. Nama ini selanjutnya dapat dipanggil beberapa kali di beberapa tempat dalam program. Fungsi menerima masukan yang disebut argumen atau parameter. Masukan ini selanjutnya diproses oleh fungsi. Hasil akhir fungsi disebut nilai balik(return value). Sebuah fungsi bisa dipanggil jika sudah dideklarasikan. Deklarasi fungsi dikenal dengan sebutan prototipe fungsi. Prototipe fungsi terdiri dari: nama fungsi, tipe nilai balik fungsi, jumlah, tipe argumen, dan diakhiri dengan titik koma(;). Kegunaan dari prototipe fungsi yaitu untuk menjamin tipe argumen yang dilewatkan pada pemanggialan fungsi benar-benar sesuai. Sebuah fungsi juga harus didefinisikan supaya bisa dipanggil dalam program. Khusus untuk fungsi yang disediakan sistem, definisinya sudah ada dalam dalam pustaka yang akan digabungkan dengan program ketika proses linking. Ada fungsi yang tidak perlu memiliki nilai balik. Fungsi ini digunakan untuk menampilkan suatu keterangan saja. Pada fungsi ini, tipe nilai balik fungsi yang diperlukan adalah void. Pada fungsi tanpa nilai bali, tidak ada pernyataan return. Tetapi, penggunaan return secara eksplisit juga diperbolehkan.

27 27 I.7 Hipotesis Posisi area penelitian terhadap meridian tengah dan meridian standar pada proyeksi UTM lebih jauh daripada posisi area penelitian terhadap meridian tengah dan paralel standar proyeksi Polieder. Hal ini menyebabkan kemungkinan distorsi sudut dan jarak lebih besar pada proyeksi UTM. Akan tetapi, pada proyeksi UTM seluruh area penelitian terletak dalam satu zone sehingga tidak perlu melakukan transformasi koordinat dan tidak terjadi perambatan kesalahan. Pada proyeksi Polieder, cakupan area penelitian terletak dalam tiga LBD sehingga perlu melakukan transformasi koordinat antar LBD. Berdasarkan letak area penelitian pada sistem koordinat peta Polieder dan UTM, hipotesis penelitian yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah Proyeksi Polieder lebih tepat digunakan untuk pemetaan skala besar ( > 1:5000) di area penelitian ini daripada menggunakan proyeksi UTM. Selanjutnya, hipotesis operasional dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut: 1. Hipotesis awal (H0) : Nilai konvergensi meridian (γ), koreksi (t-t), dan faktor skala (k) setiap titik-titik poligon simulasi pada sistem proyeksi Polieder lebih besar dari pada sistem proyeksi UTM. Oleh karena itu, pergeseran titik-titik poligon simulasi sebelum dan setelah dikoreksi dengan konvergensi meridian, koreksi (t-t), dan faktor skala (k) pada sudut dan jaraknya lebih besar pada sistem proyeksi Polieder daripada sistem proyeksi UTM. 2. Hipotesis alternatif (Ha) : Nilai konvergensi meridian (γ), koreksi (t-t), dan faktor skala (k) setiap titik-titik poligon simulasi pada sistem proyeksi Polieder lebih kecil dari pada sistem proyeksi UTM. Oleh karena itu, pergeseran titik-titik poligon simulasi sebelum dan setelah dikoreksi dengan konvergensi meridian, koreksi (t-t), dan faktor skala (k) pada sudut dan jaraknya lebih kecil pada sistem proyeksi Polieder daripada sistem proyeksi UTM.

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) TEKNIS PENGUKURAN DAN PEMETAAN KOTA Surabaya, 9 24 Agustus 2004 Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT

Lebih terperinci

OPERATOR DAN UNGKAPAN

OPERATOR DAN UNGKAPAN 1 OPERATOR DAN UNGKAPAN OPERATOR Operator merupakan simbol yang biasa dilibatkan dalam program untuk melakukan suatu operasi atau manipulasi, misalnya untuk : Menjumlahkan dua buah nilai Memberikan nilai

Lebih terperinci

Bab ini memperkenalkan mengenai proyeksi silinder secara umum dan macam proyeksi silinder yang dipakai di Indonesia.

Bab ini memperkenalkan mengenai proyeksi silinder secara umum dan macam proyeksi silinder yang dipakai di Indonesia. BAB 7 PENDAHULUAN Diskripsi singkat : Proyeksi Silinder bila bidang proyeksinya adalah silinder, artinya semua titik di atas permukaan bumi diproyeksikan pada bidang silinder yang kemudian didatarkan.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat BAB II DASAR TEORI Pada bab II ini akan dibahas dasar teori mengenai sistem referensi koordinat, sistem koordinat dan proyeksi peta, yang terkait dengan masalah penentuan posisi geodetik. Selain itu akan

Lebih terperinci

Bab 2. Dasar-Dasar Pemrograman C

Bab 2. Dasar-Dasar Pemrograman C Bab 2. Dasar-Dasar Pemrograman C Konsep Pemrograman Politeknik Elektronika Negeri Surabaya 2006 Overview Tipe Data Standar (Standart Data Type) Aturan Pendefinisian Identifier Variabel Mendeklarasikan

Lebih terperinci

Modul 13. Proyeksi Peta MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN. Modul Pengertian Proyeksi Peta

Modul 13. Proyeksi Peta MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN. Modul Pengertian Proyeksi Peta MODUL KULIAH Modul 13-1 Modul 13 Proyeksi Peta 13.1 Pengertian Proyeksi Peta Persoalan ditemui dalam upaya menggambarkan garis yang nampak lurus pada muka lengkungan bumi ke bidang datar peta. Bila cakupan

Lebih terperinci

Tipe Data dan Variabel. Dosen Pengampu Muhammad Zidny Naf an, M.Kom

Tipe Data dan Variabel. Dosen Pengampu Muhammad Zidny Naf an, M.Kom Tipe Data dan Variabel Dosen Pengampu Muhammad Zidny Naf an, M.Kom Format Pseudocode Lengkap Judul program/algoritma PROGRAM Euclidean Program untuk mencari GCD dari dua buah bilangan bulat positif m dan

Lebih terperinci

3. Elemen Dasar C++ S. Indriani S. L., M.T L.,

3. Elemen Dasar C++ S. Indriani S. L., M.T L., 3. Elemen Dasar C++ S. Indrianii L., M.T Himpunan karakter Suatu pengenal berupa satu atau beberapa karakter Huruf A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z a b c d e f g h i j k l m n o p q

Lebih terperinci

OPERATOR & UNGKAPAN. Contoh operator : a + b Simbol + merupakan operator untuk melakukan operasi penjumlahan dari kedua operandnya ( yaitu a dan b ).

OPERATOR & UNGKAPAN. Contoh operator : a + b Simbol + merupakan operator untuk melakukan operasi penjumlahan dari kedua operandnya ( yaitu a dan b ). OPERATOR & UNGKAPAN 3.1 PENGERTIAN OPERATOR DAN UNGKAPAN atau tanda operasi adalah suatu tanda atau simbol yang biasa dilibatkan dalam program untuk melakukan suatu operasi atau manipulasi. Operasi atau

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 3 DASAR PEMROGRAMAN C

PRAKTIKUM 3 DASAR PEMROGRAMAN C PRAKTIKUM 3 DASAR PEMROGRAMAN C A. TUJUAN 1. Menjelaskan tentang beberapa tipe data dasar (jenis dan jangkauannya) 2. Menjelaskan tentang Variabel 3. Menjelaskan tentang konstanta 4. Menjelaskan tentang

Lebih terperinci

SEKILAS JENIS-JENIS OPERATOR OPERATOR PENUGASAN OPERATOR ARITMATIKA OPERATOR MAJEMUK

SEKILAS JENIS-JENIS OPERATOR OPERATOR PENUGASAN OPERATOR ARITMATIKA OPERATOR MAJEMUK Pemrograman Dasar SEKILAS JENIS-JENIS OPERATOR OPERATOR PENUGASAN OPERATOR ARITMATIKA OPERATOR MAJEMUK Operator dan Operand Operator merupakan simbol yang biasa dilibatkan dalam program untuk melakukan

Lebih terperinci

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA Proyeksi Peta dan Skala Peta 1. Pengertian Proyeksi peta ialah cara pemindahan lintang/ bujur yang terdapat pada lengkung permukaan bumi ke bidang datar. Ada beberapa ketentuan

Lebih terperinci

Akan diperhatikan tipe data dari masing-masing operand dalam ungkapan dan secara otomatis akan dilakukan.

Akan diperhatikan tipe data dari masing-masing operand dalam ungkapan dan secara otomatis akan dilakukan. Materi Dasar 1 (Arie) - 1 Konversi Tipe Data Akan diperhatikan tipe data dari masing-masing operand dalam ungkapan dan secara otomatis akan dilakukan. Prioritas : Tipe Data long double double float long

Lebih terperinci

BAB IV. OPERATOR DAN STATEMENT

BAB IV. OPERATOR DAN STATEMENT BAB IV. OPERATOR DAN STATEMENT A. Pengantar Operator Operator merupakan simbol yang biasa dilibatkan dalam program untuk melakukan suatu operasi atau manipulasi, misalnya untuk: - menjumlahkan dua nilai

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 3 DASAR PEMROGRAMAN C

PRAKTIKUM 3 DASAR PEMROGRAMAN C PRAKTIKUM 3 DASAR PEMROGRAMAN C A. TUJUAN 1. Menjelaskan tentang beberapa tipe data dasar (jenis dan jangkauannya) 2. Menjelaskan tentang Variabel 3. Menjelaskan tentang konstanta 4. Menjelaskan tentang

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH MENULISKAN PROGRAM DALAM TURBO C++

LANGKAH-LANGKAH MENULISKAN PROGRAM DALAM TURBO C++ I.PENDAHULUAN 1. 1. ALGORITMA Algoritma adalah urutan aksi-aksi yang dinyatakan dengan jelas dan tidak rancu untuk memecahkan suatu masalah dalam rentang waktu tertentu. Setiap aksi harus dapat dikerjakan

Lebih terperinci

elemen Dasar Bahasa Pemrograman C

elemen Dasar Bahasa Pemrograman C Elemen-elemen elemen Dasar Bahasa Pemrograman C Algoritma dan Pemrograman Tahar Agastani Teknik Informatika UIN - 2008 Identifier : Elemen Dasar C Nama pengenal (identifier) adalah nama-nama yang ditentukan

Lebih terperinci

MATERI/BAHAN PRAKTIKUM PENDAHULUAN DAN PENGENALAN (IDENTIFIER)

MATERI/BAHAN PRAKTIKUM PENDAHULUAN DAN PENGENALAN (IDENTIFIER) MATERI/BAHAN PRAKTIKUM PENDAHULUAN DAN PENGENALAN (IDENTIFIER) I. TUJUAN 1. Mahasiswa mengenal struktur bahasa pemrograman C dan C++ 2. Mahasiswa mengenal perintah-perintah dasar C dan C++ 3. Mahasiswa

Lebih terperinci

Keg. Pembelajaran 3 : Operator dalam Bahasa C++

Keg. Pembelajaran 3 : Operator dalam Bahasa C++ Keg. Pembelajaran 3 : Operator dalam Bahasa C++ 1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah mempelajari materi kegiatan pembelajaran ini mahasiswa akan dapat : 1) Mengenal operator dalam bahasa pemrograman

Lebih terperinci

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal

Lebih terperinci

Struktur Data adalah : suatu koleksi atau kelompok data yang dapat dikarakteristikan oleh organisasi serta operasi yang didefinisikan terhadapnya.

Struktur Data adalah : suatu koleksi atau kelompok data yang dapat dikarakteristikan oleh organisasi serta operasi yang didefinisikan terhadapnya. Pertemuan 1 STRUKTUR DATA Struktur Data adalah : suatu koleksi atau kelompok data yang dapat dikarakteristikan oleh organisasi serta operasi yang didefinisikan terhadapnya. Pemakaian Struktur Data yang

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat Geosentrik Sistem Koordinat Toposentrik Sistem Koordinat

Lebih terperinci

PSEUDOCODE TIPE DATA, VARIABEL, DAN OPERATOR

PSEUDOCODE TIPE DATA, VARIABEL, DAN OPERATOR 1 PSEUDOCODE TIPE DATA, VARIABEL, DAN OPERATOR Siti Mukaromah, S.Kom TEKNIK PENYAJIAN ALGORITMA Teknik Tulisan Structure English Pseudocode Teknik Gambar Structure Chart HIPO Flowchart 2 PSEUDOCODE Kode

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita. DAFTAR PUSTAKA 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita. 2. Abidin, Hasanuddin Z.(2002). Survey Dengan GPS. Cetakan Kedua. Jakarta : Pradnya Paramita. 3. Krakiwsky, E.J.

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR PEMROGRAMAN C

BAB II DASAR-DASAR PEMROGRAMAN C BAB II DASAR-DASAR PEMROGRAMAN C Tujuan : 1. Menjelaskan tentang beberapa tipe data dasar (jenis dan jangkauannya) 2. Menjelaskan tentang Variabel 3. Menjelaskan tentang konstanta 4. Menjelaskan tentang

Lebih terperinci

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012 Sistem Proyeksi Peta Arif Basofi PENS 2012 Tujuan Sistem Proyeksi Peta Jenis Proyeksi Peta Pemilihan Proyeksi Peta UTM (Universal Transverse Mercator) Sistem Proyeksi Peta Bentuk bumi berupa ruang 3D yg

Lebih terperinci

Data bisa dinyatakan dalam bentuk konstanta atau variabel.

Data bisa dinyatakan dalam bentuk konstanta atau variabel. Dasar Pemrograman C Objectives Menjelaskan tentang beberapa tipe data dasar Menjelaskan tentang Variabel Menjelaskan tentang konstanta Menjelaskan tentang berbagai jenis operator dan pemakaiannya Menjelaskan

Lebih terperinci

By. Y. Morsa Said RAMBE

By. Y. Morsa Said RAMBE By. Y. Morsa Said RAMBE Sistem Koordinat Sistem koordinat adalah sekumpulan aturan yang menentukan bagaimana koordinatkoordinat yang bersangkutan merepresentasikan titik-titik. Jenis sistem koordinat:

Lebih terperinci

PERTEMUAN II Tipe Data, Variabel, Konstanta, Operator

PERTEMUAN II Tipe Data, Variabel, Konstanta, Operator PERTEMUAN II Tipe Data, Variabel, Konstanta, Operator 1. Tipe Data Dasar 2. Pengertian Variabel 3. Pengertian Konstanta 4. Operator Penugasan 5. Operator Operasi Bit 6. Operator Logika Pertemuan II ELEMEN

Lebih terperinci

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus 31/03/2015 8:34 Susunan Lapisan Bumi Inside eartth Datum geodetik atau referensi permukaan atau georeferensi adalah parameter sebagai acuan untuk mendefinisikan

Lebih terperinci

OPERASI DASAR MASUKAN DAN KELUARAN

OPERASI DASAR MASUKAN DAN KELUARAN 1 OPERASI DASAR MASUKAN DAN KELUARAN COUT Pemakaian cout digunakan untuk meletakkan suatu informasi ke standard output (normalnya berupa layar). Untuk menampilkan tulisan C++ diikuti dengan ganti baris

Lebih terperinci

Achmad Solichin.

Achmad Solichin. Pemrograman Bahasa C dengan Turbo C Sh-001@plasa.com Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit),

Lebih terperinci

DASAR PEMROGRAMAN C BAB III 3.1 PENGENAL / IDENTIFIER

DASAR PEMROGRAMAN C BAB III 3.1 PENGENAL / IDENTIFIER 1 BAB III DASAR PEMROGRAMAN C 3.1 PENGENAL / IDENTIFIER Pengenal (identifier) merupakan nama yang biasa digunakan untuk variable, kontanta, fungsi atau obyek yang lain, yang didefenisikan oleh pembuat

Lebih terperinci

OPERATOR BAHASA C. Obyektif : 4. Mengetahui macam-macam operator dalam Bahasa C. 5. Mengetahui dan dapat menggunakan format pada tiap tipe data..

OPERATOR BAHASA C. Obyektif : 4. Mengetahui macam-macam operator dalam Bahasa C. 5. Mengetahui dan dapat menggunakan format pada tiap tipe data.. OPERATOR BAHASA C Obyektif : 4. Mengetahui macam-macam operator dalam Bahasa C. 5. Mengetahui dan dapat menggunakan format pada tiap tipe data.. Operator adalah suatu tanda atau simbol yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Tipe Data dan Operator

Tipe Data dan Operator Tipe Data dan Operator Dasar Algoritma dan Pemrogrman Eka Maulana, ST, MT, MEng. Klasifikasi Tipe Data 1 Tipe Data Tipe data adalah jenis data yang dapat diolah oleh komputer untuk memenuhi kebutuhan dalam

Lebih terperinci

Operator Aritmatika MODUL III OPERATOR

Operator Aritmatika MODUL III OPERATOR MODUL III OPERATOR Operator merupakan simbol yang biasa dilibatkan dalam program untuk melakukan suatu operasi atau manipulasi. Sebagaian operator C++ tergolong sebagai operator binary, yaitu operator

Lebih terperinci

PEMROGRAMAN BERORIENTASI OBJEK. Operator. Budhi Irawan, S.Si, M.T

PEMROGRAMAN BERORIENTASI OBJEK. Operator. Budhi Irawan, S.Si, M.T PEMROGRAMAN BERORIENTASI OBJEK Operator Budhi Irawan, S.Si, M.T OPERATOR Operator adalah tanda yang digunakan untuk melakukan operasi operasi tertentu didalam program. Dengan adanya operator maka dapat

Lebih terperinci

Struktur Data adalah : suatu koleksi atau kelompok data yang dapat dikarakteristikan oleh organisasi serta operasi yang didefinisikan terhadapnya.

Struktur Data adalah : suatu koleksi atau kelompok data yang dapat dikarakteristikan oleh organisasi serta operasi yang didefinisikan terhadapnya. Pertemuan 1 STRUKTUR DATA Struktur Data adalah : suatu koleksi atau kelompok data yang dapat dikarakteristikan oleh organisasi serta operasi yang didefinisikan terhadapnya. Pemakaian Struktur Data yang

Lebih terperinci

Algoritma Pemrograman. Fery Updi,M.Kom

Algoritma Pemrograman. Fery Updi,M.Kom Algoritma Pemrograman Fery Updi,M.Kom 1 Kompetensi Detail Mampu menjelaskan Prinsip-prinsip Algoritma Mampu menjelaskan Konsep Bahasa Pemrograman Mampu membuat Flowchart dan Pseudocode Mampu menjelaskan

Lebih terperinci

Ekspresi, Pernyataan & Operasi Aritmetika/Logika

Ekspresi, Pernyataan & Operasi Aritmetika/Logika Ekspresi, Pernyataan & Operasi Aritmetika/Logika Ekspresi (expression) Pernyataan (statements) Operator Penugasan (assignment) Operator Aritmetika Operator Relasional Operator Logika Operator Bitwise 1

Lebih terperinci

FUNGSI. tipe Tipe nilai yang dihasilkan oleh fungsi. Jika tidak dinyatakan, hasil fungsi dianggap bilangan bulat (int)

FUNGSI. tipe Tipe nilai yang dihasilkan oleh fungsi. Jika tidak dinyatakan, hasil fungsi dianggap bilangan bulat (int) 1 FUNGSI Sebuah fungsi berisi sejumlah pernyataan yang dikemas dalam sebuah nama. Nama ini selanjutnya dapat dipanggil beberapa kali di beberapa tempat dalam program. Tujuan pembuatan fungsi adalah : 1.

Lebih terperinci

Pertemuan 04. Pemrograman Dasar 2012

Pertemuan 04. Pemrograman Dasar 2012 Pertemuan 04 Pemrograman Dasar 2012 1 Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa akan mampu : Memahami tentang proses sederhana (simple process) berupa pemanggilan metode (fungsi) dan ekspresi serta

Lebih terperinci

Struktur Data adalah : suatu koleksi atau kelompok data yang dapat dikarakteristikan oleh organisasi serta operasi yang didefinisikan terhadapnya.

Struktur Data adalah : suatu koleksi atau kelompok data yang dapat dikarakteristikan oleh organisasi serta operasi yang didefinisikan terhadapnya. Pertemuan 1 STRUKTUR DATA Struktur Data adalah : suatu koleksi atau kelompok data yang dapat dikarakteristikan oleh organisasi serta operasi yang didefinisikan terhadapnya. Pemakaian Struktur Data yang

Lebih terperinci

Dasar Pemrograman Mikrokontroler dengan Bahasa C

Dasar Pemrograman Mikrokontroler dengan Bahasa C Dasar Pemrograman Mikrokontroler dengan Bahasa C Pokok Bahasan: 1. Penggunaan Fungsi (Using Functions) 2. Penanaman bahasa rakitan di dalam Program 'C' Tujuan Belajar: Setelah mempelajari dalam bab ini,

Lebih terperinci

Proyeksi Peta. Tujuan

Proyeksi Peta. Tujuan Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Setelah menyelesaikan bab ini, anda diharapkan dapat: Memahami tentang bentuk permukaan bumi Memahami proyeksi dari peta bumi (3D) ke peta topografi

Lebih terperinci

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI Geoid dan ellipsoida merupakan bidang 2 yang sangat penting didalam Geodesi. Karena masing 2 bidang tersebut merupakan bentuk bumi dalam pengertian fisik dan dalarn pengertian

Lebih terperinci

Struktur Bahasa C dan C++

Struktur Bahasa C dan C++ Elemen Program Struktur Bahasa C dan C++ Bahasa C merupakan bahasa pendahulu dari bahasa C++. Pencipta C adalah Brian W. Kernighan dan Dennis M. Ritchie pada sekitar tahun 1972. C adalah bahasa pemrograman

Lebih terperinci

Tipe Data dan Operator. Ekohariadi FT Unesa

Tipe Data dan Operator. Ekohariadi FT Unesa Tipe Data dan Operator Ekohariadi FT Unesa Tipe Data Tipe data variabel adalah penting sebab ia menentukan operasi yang diijinkan dan rentang nilai yang disimpan. C++ menentukan beberapa tipe data, dan

Lebih terperinci

Dasar-dasar Pemrograman C DASAR PEMROGRAMAN & ALGORITMA

Dasar-dasar Pemrograman C DASAR PEMROGRAMAN & ALGORITMA Dasar-dasar Pemrograman C DASAR PEMROGRAMAN & ALGORITMA TUJUAN Menjelaskan tentang beberapa tipe data dasar Menjelaskan tentang Variabel Menjelaskan tentang konstanta Menjelaskan tentang berbagai jenis

Lebih terperinci

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2015

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2015 Sistem Proyeksi Peta Arif Basofi PENS 2015 Contents 1 Proyeksi Peta 2 Jenis Proyeksi Peta 3 Pemilihan Proyeksi Peta 4 Sistem Proyeksi Peta Indonesia Proyeksi Peta Peta : representasi dua-dimesional dari

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM. MODUL I - VIII Modul penuntun dan bahan praktikum matakuliah algoritma dan pemograman

MODUL PRAKTIKUM. MODUL I - VIII Modul penuntun dan bahan praktikum matakuliah algoritma dan pemograman I - VIII Modul penuntun dan bahan praktikum matakuliah algoritma dan pemograman Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Maritim Raja Ali Haji ALGORITMA DAN PEMOGRAMAN I. ALGORITMA II. BAHASA

Lebih terperinci

K NSEP E P D A D SA S R

K NSEP E P D A D SA S R Mata Kuliah : Sistem Informasi Geografis (SIG) Perikanan. Kode MK : M10A.125 SKS :2 (1-1) KONSEP DASAR DATA GEOSPASIAL OLEH SYAWALUDIN A. HRP, SPi, MSc SISTEM KOORDINAT DATA SPASIAL SUB POKOK BAHASAN 1

Lebih terperinci

Dasar Pemrograman Java

Dasar Pemrograman Java Dasar Pemrograman Java Tessy Badriyah, SKom. MT. http://lecturer.eepis-its.edu/~tessy Tujuan Pembelajaran Penggunaan Komentar dalam program Memahami perbedaan identifier yang valid dan yang tidak valid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah memiliki arti penting bagi kelangsungan hidup manusia, baik sebagai faktor produksi dan barang konsumsi maupun sebagai ruang ( space ) tempat melakukan kegiatan.

Lebih terperinci

Tipe Data Dasar. Data bisa dinyatakan dalam bentuk konstanta atau variabel.

Tipe Data Dasar. Data bisa dinyatakan dalam bentuk konstanta atau variabel. Dasar Pemrograman C Objectives Menjelaskan tentang beberapa tipe data dasar Menjelaskan tentang Variabel Menjelaskan tentang konstanta Menjelaskan tentang berbagai jenis operator dan pemakaiannya Menjelaskan

Lebih terperinci

PENGENALAN BAHASA C. A. Struktur Kode Program dalam Bahasa C Secara garis besar, suatu kode program dalam bahasa C memiliki struktur umum seperti ini:

PENGENALAN BAHASA C. A. Struktur Kode Program dalam Bahasa C Secara garis besar, suatu kode program dalam bahasa C memiliki struktur umum seperti ini: PENGENALAN BAHASA C A. Struktur Kode Program dalam Bahasa C Secara garis besar, suatu kode program dalam bahasa C memiliki struktur umum seperti ini: Kebanyakan pemrogram jarang memberikan keterangan/

Lebih terperinci

MODUL I PENDAHULUAN & PENGENALAN TURBO C++

MODUL I PENDAHULUAN & PENGENALAN TURBO C++ MODUL I PENDAHULUAN & PENGENALAN TURBO C++ 1. TUJUAN Mahasiswa dapat mengenal pemograman C++, sejarahnya dan mahasiswa dapat memahami konsep-konsep dari Turbo C++. 2. TEORI DASAR PENDAHULUAN A. ALGORITMA

Lebih terperinci

BAB 4 PENGENALAN BAHASA C

BAB 4 PENGENALAN BAHASA C Bab 4 Pengenalan Bahasa C 35 BAB 4 PENGENALAN BAHASA C TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mengetahui sejarah perkembangan bahasa C. 2. Mengerti struktur program bahasa C. 3. Mengerti konsep tipe data, variabel, & operator

Lebih terperinci

Tipe Data, Identifier, Operator dan Control Statement

Tipe Data, Identifier, Operator dan Control Statement Kurikulum Qt { Basic OOP } Chapter 2 Tipe Data, Identifier, Operator dan Control Statement. Agenda Tipe data dan identifier Tipe data bahasa C++ Variabel dan Konstanta Statement Operator dan Ekspresi Control

Lebih terperinci

Pertemuan 04. Pemrograman Dasar 2012

Pertemuan 04. Pemrograman Dasar 2012 Pertemuan 04 Pemrograman Dasar 2012 1 Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa akan mampu : Memahami tentang proses sederhana (simple process) berupa pemanggilan procedure (fungsi) dan ekspresi serta

Lebih terperinci

VI. FUNGSI. Fungsi Main ( ) Fungsi a ( ) Fungsi b ( ) Fungsi c ( ) Fungsi c1 ( ) Fungsi c2 ( ) Fungsi c3 ( ) Bentuk umumnya :

VI. FUNGSI. Fungsi Main ( ) Fungsi a ( ) Fungsi b ( ) Fungsi c ( ) Fungsi c1 ( ) Fungsi c2 ( ) Fungsi c3 ( ) Bentuk umumnya : VI. FUNGSI 6.1. FUNGSI Fungsi adalah sekumpulan perintah operasi program yang dapat menerima argumen input dan dapat memberikan hasil output yang dapat berupa nilai ataupun sebuah hasil operasi. Hasil

Lebih terperinci

DASAR PEMROGRAMAN. PENGANTAR BAHASA C ( Sejarah, Struktur Pemrograman, Tipe Data, Operator ) Djoko Soerjanto, M.Kom

DASAR PEMROGRAMAN. PENGANTAR BAHASA C ( Sejarah, Struktur Pemrograman, Tipe Data, Operator ) Djoko Soerjanto, M.Kom DASAR PEMROGRAMAN PENGANTAR BAHASA C ( Sejarah, Struktur Pemrograman, Tipe Data, Operator ) Djoko Soerjanto, M.Kom https://www.facebook.com/groups/dasarpemrogramanc TUJUAN Mengenal sejarah, struktur, sintaks

Lebih terperinci

P 4 Bab 3 : Dasar Pemrograman C

P 4 Bab 3 : Dasar Pemrograman C Kampus II, Jl. Jembatan Merah, Nomor.C. Gejayan, Yogyakarta, Telp: (0), Fax (0) 00 P Bab : Dasar Pemrograman C. Tujuan Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami identifier, keyword, variable, tipe data,

Lebih terperinci

Input dan Output. cout << Hello World\n ; atau. cout << Hello World << \n ;

Input dan Output. cout << Hello World\n ; atau. cout << Hello World << \n ; cout Dengan menggunakan cout programmer dapat meletakkan suatu informasi kestandard output (berupa layar). Biasanya objek ini diikuti dengan ganti baris atau newline, seperti contoh berikut Pada contoh

Lebih terperinci

VARIABEL, TIPE DATA DAN EKSPRESI Bab 2

VARIABEL, TIPE DATA DAN EKSPRESI Bab 2 VARIABEL, TIPE DATA DAN EKSPRESI Bab 2 2.1 IDENTIFIER Indentifier adalah nama yang diberikan untuk nama objek, nama fungsi, nama variable, dll ( sifatnya case sensitive ). Identifier pada C++ terdiri dari

Lebih terperinci

Ekspresi, Pernyataan & Operasi Aritmetika/Logika

Ekspresi, Pernyataan & Operasi Aritmetika/Logika Ekspresi, Pernyataan & Operasi Aritmetika/Logika Ekspresi(expression) Pernyataan (statements) Operator Penugasan (assignment) Operator Aritmetika Operator Relasional Operator Logika Operator Bitwise 1

Lebih terperinci

IV. OPERATOR DAN STATEMENT I/O

IV. OPERATOR DAN STATEMENT I/O IV. OPERATOR DAN STATEMENT I/O 4.1 OPERATOR Operator adalah simbol yang biasa dilibatkan dalam program untuk melakukan sesuatu operasi atau manipulasi. 4.1.1 OPERATOR PENUGASAN Operator Penugasan (Assignment

Lebih terperinci

Turbo C adalah tool yang dipakai untuk membuat code program dalam bahasa C ataupun C++. Berikut adalah jendela utama Turbo C

Turbo C adalah tool yang dipakai untuk membuat code program dalam bahasa C ataupun C++. Berikut adalah jendela utama Turbo C 1. Pendahuluan Lingkungan Turbo C++ 4.5 Turbo C++ 4.5 adalah tool yang dipakai untuk membuat code program dalam bahasa C ataupun C++. Berikut adalah jendela utama Turbo C++ 4.5. 1 2 3 4 1 : Menu Utama

Lebih terperinci

PENGANTAR BAHASA C++

PENGANTAR BAHASA C++ PENGANTAR BAHASA C++ SEJARAH SINGKAT BAHASA C Program C merupakan bahasa komputer yang sangat singkat & tidak memiliki kepanjangan. Bahasa ini diciptakan oleh Dennis Ritchie sekitar tahun 1972. Hingga

Lebih terperinci

Tipe Data Dasar. Berdasarkan jenisnya, data dapat dibagi menjadi lima kelompok dinamakan tipe data dasar, yaitu:

Tipe Data Dasar. Berdasarkan jenisnya, data dapat dibagi menjadi lima kelompok dinamakan tipe data dasar, yaitu: Dasar Pemrograman C Objectives Menjelaskan tentang beberapa tipe data dasar Menjelaskan tentang Variabel Menjelaskan tentang konstanta Menjelaskan tentang berbagai jenis operator dan pemakaiannya Menjelaskan

Lebih terperinci

Struktur Dasar Bahasa C Tipe Data Dalam bahasa C terdapat lima tipe data dasar, yaitu :

Struktur Dasar Bahasa C Tipe Data Dalam bahasa C terdapat lima tipe data dasar, yaitu : 1 Struktur Dasar Bahasa C Tipe Data Dalam bahasa C terdapat lima tipe data dasar, yaitu : Contoh Program : { int x; float y; char z; double w; clrscr(); /* untuk membersihkan layar */ x = 10; /* variable

Lebih terperinci

METODE PENGUKURAN TRIANGULASI

METODE PENGUKURAN TRIANGULASI METODE PENGUKURAN TRIANGULASI Triangulasi adalah proses mencari koordinat dari sebuah titik dengan cara menghitung panjang sisi segitiga yang berhadapan dengan titik tersebut, dan ukuran kedua sudut antara

Lebih terperinci

BAB 3. OPERATOR DALAM BHS C

BAB 3. OPERATOR DALAM BHS C BAB. OPERATOR DALAM BHS C. Assigment Operator Operator Assigment digunakan untuk memberikan nilai ke suatu variabel. Operator yang digunakan adalah opertor = A = 5; (memberi nilai 5 ke dalam variabel A)

Lebih terperinci

Can be accessed on:

Can be accessed on: Pertemuan 5 Pembuatan Peta Can be accessed on: http://haryono_putro.staff.gunadarma.ac.id/ Pendahuluan Pada umumnya peta adalah sarana guna memperoleh gambaran data ilmiah yang terdapat di atas permukaan

Lebih terperinci

MODUL 2 OPERATOR DAN OPERASI KONDISI

MODUL 2 OPERATOR DAN OPERASI KONDISI A. Tujuan Praktikum : MODUL 2 OPERATOR DAN OPERASI KONDISI Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu : 1. Menjelaskan tentang fungsi operator 2. Menjelaskan tentang fungsi operasi kondisi

Lebih terperinci

STRUKTUR DASAR PEMROGRAMAN

STRUKTUR DASAR PEMROGRAMAN STRUKTUR DASAR PEMROGRAMAN P E N G E N A L A N P R O G R A M S T U D I Institut Teknologi Sumatera 15/09/2017 PENGANTAR PROGRAM STUDI 1 TUJUAN KULIAH Subtopik Input Proses Output dalam program Deklarasi

Lebih terperinci

A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Mengenal berbagai macam bentuk operator 2. Memahami penggunaan berbagai macam jenis operator yang ada di Java

A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Mengenal berbagai macam bentuk operator 2. Memahami penggunaan berbagai macam jenis operator yang ada di Java PRAKTIKUM 3 OPERATOR A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Mengenal berbagai macam bentuk operator 2. Memahami penggunaan berbagai macam jenis operator yang ada di Java B. DASAR TEORI Operator dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

Algoritma dan Struktur Data I 2014

Algoritma dan Struktur Data I 2014 OPERATOR PADA C++ Operator merupakan simbol atau karakter yang biasa dilibatkan dalam program untuk melakukan sesuatu operasi atau manipulasi, seperti penjumlahan, pengurangan dan lain-lain. Operator dapat

Lebih terperinci

Algoritma & Pemrograman #3

Algoritma & Pemrograman #3 Algoritma & Pemrograman #3 by antonius rachmat c, s.kom, m.cs Tentukan nama variabel yang benar : 1. 9kepala 2. _nilaimax 3. data nilai 4. _4445 5. a_b Review: Deklarasi Identifier Variabel Bentuk umum:

Lebih terperinci

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE LAPORAN PENENTUAN ARAH KIBLAT MASJID SYUHADA PERUMAHAN BEJI PERMAI, DEPOK PT. Mahakarya Geo Survey DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 2 DAFTAR TABEL... 2 1. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

SURVEYING (CIV 104) PERTEMUAN 2 : SISTEM SATUAN, ARAH DAN MENENTUKAN POSISI DALAM SURVEYING

SURVEYING (CIV 104) PERTEMUAN 2 : SISTEM SATUAN, ARAH DAN MENENTUKAN POSISI DALAM SURVEYING SURVEYING (CIV 104) PERTEMUAN 2 : SISTEM SATUAN, ARAH DAN MENENTUKAN POSISI DALAM SURVEYING UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 Sistem satuan

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LABSHEET ALGORITMA DAN STRUKTUR DATA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LABSHEET ALGORITMA DAN STRUKTUR DATA Hal 1 dari 8 A. KOMPETENSI 1. Memahami jenis-jenis operator dalam C++ 2. Memahami operator assignment yang digunakan dalam C++ 3. Mampu menggunakan operator aritmatika 4. Mampu menggunakan operator relasional

Lebih terperinci

Pertemuan 4 OPERATOR DAN STATEMEN I/O

Pertemuan 4 OPERATOR DAN STATEMEN I/O Pertemuan 4 OPERATOR DAN STATEMEN I/O 4.1 OPERATOR Operator adalah symbol yang biasa dilibatkan dalam program untuk melakukan sesuatu operasi atau manipulasi. 4.1.1 OPERATOR PENUGASAN Operator Penugasan

Lebih terperinci

KONSEP GEODESI UNTUK DATA SPASIAL

KONSEP GEODESI UNTUK DATA SPASIAL BAB VI KONSEP GEODESI UNTUK DATA SPASIAL 6.1. PENDAHULUAN Objek memiliki properties geometric (seperti jalan, sungai, batas-batas pulau, dll) yang disebut sebagai objek spasial, dalam SIG objek-objek tersebut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK TENTANG ARAH KIBLAT. A. Penentuan Arah Kiblat Pemikiran Saadoeddin Djambek

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK TENTANG ARAH KIBLAT. A. Penentuan Arah Kiblat Pemikiran Saadoeddin Djambek BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK TENTANG ARAH KIBLAT A. Penentuan Arah Kiblat Pemikiran Saadoeddin Djambek Sebagian ahli Falak menyatakan bahwa arah kiblat adalah jarak terdekat, berupa garis

Lebih terperinci

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM DASAR ALGORITMA DAN PEMROGRAMAN

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM DASAR ALGORITMA DAN PEMROGRAMAN BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM DASAR ALGORITMA DAN PEMROGRAMAN BUKU PETUNJUK LABORATORIUM KOMPUTASI DAN JARINGAN JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PERATURAN PRAKTIKUM PERATURAN

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM ALGORITMA DAN PEMROGRAMAN

MODUL PRAKTIKUM ALGORITMA DAN PEMROGRAMAN MODUL PRAKTIKUM ALGORITMA DAN PEMROGRAMAN PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM 45 BEKASI 2015 1 Peraturan : 1. Mahasiswa harus berpakaian rapi dalam mengikuti praktikum. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

Bab 3. Decision 1 (Pengambilan Keputusan)

Bab 3. Decision 1 (Pengambilan Keputusan) Bab 3. Decision 1 (Pengambilan Keputusan) Konsep Pemrograman Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Overview Kondisi & Operator Kondisi Operator Relasi Operator Logika Prioritas Operator Relasi & Logika

Lebih terperinci

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( )

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( ) TATA KOORDINAT BENDA LANGIT Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah (4201412051) 2. Winda Yulia Sari (4201412094) 3. Yoga Pratama (42014120) 1 bintang-bintang nampak beredar dilangit karena bumi berotasi. Jika

Lebih terperinci

MODUL. Operator. Modul Praktikum C++ Dasar Pemrograman Komputer JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

MODUL. Operator. Modul Praktikum C++ Dasar Pemrograman Komputer JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK MODUL 2 Operator Modul Praktikum C++ Dasar Pemrograman Komputer Semester Genap 2017/2018 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK MODUL 2 OPERATOR A. Tujuan Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa

Lebih terperinci

MODUL IV OPERASI DASAR MASUKAN DAN KELUARAN

MODUL IV OPERASI DASAR MASUKAN DAN KELUARAN MODUL IV OPERASI DASAR MASUKAN DAN KELUARAN Perintah Keluaran Perintah standar output yang disediakan Borland C++ diantaranya adalah: cout() printf() puts() putchar() Fungsi cout() Fungsi cout() merupakan

Lebih terperinci

MATERI 2 JENIS-JENIS DATA SEDERHANA & INPUT/OUTPUT DATA

MATERI 2 JENIS-JENIS DATA SEDERHANA & INPUT/OUTPUT DATA MATERI 2 JENIS-JENIS DATA SEDERHANA & INPUT/OUTPUT DATA Kata-Kata Cadangan Kata-kata cadangan (reserved words) adalah kata-kata yang sudah didefinisikan oleh Pascal yang mempunyai maksud tertentu. Kata-kata

Lebih terperinci

A. TUJUAN 1. Menjelaskan tentang prinsip dasar fungsi. 2. Menjelaskan tentang.parameter formal dan parameter aktual

A. TUJUAN 1. Menjelaskan tentang prinsip dasar fungsi. 2. Menjelaskan tentang.parameter formal dan parameter aktual Praktikum 7 FUNGSI 1 A. TUJUAN 1. Menjelaskan tentang prinsip dasar fungsi. 2. Menjelaskan tentang.parameter formal dan parameter aktual B. DASAR TEORI Fungsi adalah suatu bagian dari program yang dirancang

Lebih terperinci

Pemrograman Berbasis Objek Operator dan Assignment

Pemrograman Berbasis Objek Operator dan Assignment Operator dan Assignment Macam-macam macam Operator Arithmetic Op. : + - * / % Relational Op. : > >= < >>> Conditional

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DATA

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DATA LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DATA Nama : Sarifudin Kelas / NIM : IK-1B / 3.34.11.1.22 Pengampu : Sukamto, S.Kom;M.T Jobs ke : 02 Pokok Bahasan : Operator Bahasa Java PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM ALGORITMA DAN STRUKTUR DATA PERTEMUAN 1

MODUL PRAKTIKUM ALGORITMA DAN STRUKTUR DATA PERTEMUAN 1 MODUL PRAKTIKUM ALGORITMA DAN STRUKTUR DATA PERTEMUAN 1 Disusun oleh : Tim Asisten JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2011 0 A. Pengantar

Lebih terperinci

MATEMATIKA DASAR TAHUN 1987

MATEMATIKA DASAR TAHUN 1987 MATEMATIKA DASAR TAHUN 987 MD-87-0 Garis singgung pada kurva y di titik potong nya dengan sumbu yang absisnya positif mempunyai gradien 0 MD-87-0 Titik potong garis y + dengan parabola y + ialah P (5,

Lebih terperinci