KINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI"

Transkripsi

1 KINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI Rudi Hartono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5. Telp Abstrak Pengelolaan dana Program Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) menjadi unit usaha Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA)Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)diarahkan akan menjadi lembaga keuangan mikro yang dimiliki petani dan masyarakat tani di perdesaan. Lembaga ini diharapkan dapat memberikan solusi keterbatasan petani pada akses permodalan. Karena seringkali petani tidak dapat mengakses lembaga perkreditan karena persyaratan agunan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui dampak PUAP terhadap kinerja unit usaha Gapoktan di Wilayah Yogyakarta dan pola pengelolaannya dalam rangka menuju menjadi LKMA. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta dari bulan September 2011 sampai April Sumber data diambil diambil secara purposive dari studi kasus pada Gapoktan terpilih yang menerima dana PUAP yang penggunaannya untuk usahatani padi. Kinerja gapoktan dalam mengelola LKMA dievaluasi dengan menggunakan blako penilaian (skoring) rating gapoktan menuju LKMA dengan mengikuti panduan Program PUAP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja aspek organisasi gapoktan dalam mengelola LKMA secara umum sudah masuk dalam ketegori baik, namun masih terkendala bila akan melakukan ekspansi usaha dengan bekerjasama dengan pihak lain karena belum memiliki badan hukum. Pada aspek pengelolaan LKMA secara umum juga sudah masuk dalam skor indikator baik, namun pembinaan usaha anggota dan pengawasan penyaluran dana masih kurang dilakukan. Sedangkan pada aspek kinerja pengelolaan LKMA semua indikator yang menjadi penilaian dalam aspek ini menunjukkan nilai skor yang tertinggi, terutama karena adanya terobosan pengurus yang membuat tabungan khusus, sehingga pengurus LKMA dapat melakukan pemupukan modal yang berasal dari anggota sendiri. Kemacetan pengembalian pinjaman dapat ditekan dengan adanya upaya gapoktan untuk membuat anggota merasa memiliki dana yang ada di gapoktan melalui pemupukan modal dari anggota sendiri. Kata Kunci : Pengelolaan, gapoktan, swasembada, padi PENDAHULUAN Perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian tidak pernah lepas dari masalah kredit, (Soentoro et al., 1992) mencatat bahwa selama beberapa dekade terakhir pemerintah telah mengucurkan anggaran program bantuan kredit atau modal untuk sektor pertanian, baik yang bersumber dari APBN seperti Kredit Bimas, Kredit Usaha Tani (KUT). Selanjutnya pada satu dasawarsa terakhir ada programkredit Ketahanan Pangan (KKP), Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3), pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA), Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Upaya pemerintah ini tidak lepas dari kenyataan bahwa sebagian besar petani di Indonesia yang lemah dalam permodalan di satu sisi dan pentingnya peranan sektor ini di sisi lain. Ketidakberpihakanperbankankonvensional pada masyarakat miskin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya (1) keharusan adanya agunan (collateral), sesuatu hal yang hampir pasti sulit dimiliki dan disediakan oleh masyarakat miskin, (2) apabila tidak mungkin untuk menyediakan agunan, maka diperlukan orang (pihak ketiga) yang dapat menjadi jaminan, (3) jarak lokasi lembaga bank komersial dengan wilayah perdesaan, sangat tidak memungkinkan kaum miskin untuk hadir ke kantor bank yang seringkali jarak cukup jauh sehingga memerlukan tambahan biaya yang memberatkan (Syukur, 2002). Pada tahun 2008, pemerintah melalui kementerian Pertanian melaksanakan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang berada dalam program pemberdayaan masyarakat. Program PUAP memberikan bantuan modal usaha berupa bantuan langsung masyarakat yang disalurkan langsung ke rekening pengurus Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang berada pada tingkat perdesaan. Pelaksanaan PUAP sampai tahun 2010 telah mencakup desa/gapoktan yang tersebar di 427 kabupaten di 33 propinsi dengan total dana yang telah disalurkan sebesar 2,9 Trilyun (Sumaryanto, 2010).

2 Hasil penelitian Sudaryanto dkk (2009), menunjukkan antara lain 1) kinerja penggunaan dan perkembangan gapoktan sangat beragam dan tergantung dari kondisi awal pembentukan gapoktan, 2) pada beberapa gapoktan, pengelolaan dana dilakukan melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dibentuk khusus tetapi sebagian besar masih dikelola oleh bendahara gapoktan, 3) besarnya dana yang dialokasikan pada petani antar gapoktan sangat bervariasi, tergantung dari juklak dan pengaturan dari tim teknis dari nmasing-masing kabupaten/propinsi, 4) sebagian besar pemanfaatan dana digunakan untuk penyediaan pupuk, benih, bakalan ternak, usaha industri rumah tangga dan pemasaran hasil pertanian dan 5) hanya sebagian kecil gapoktan yang memanfaatkan inovasi teknologi dalam mengembangkan usaha agribisnisnya. Disisi lain, walaupun pemerintah secara nasional telah banyak mengintroduksi berbagai skim pembiayaan untuk sektor pertanian, namun efektivitas dan keberlanjutannya serta peranannya dalam mendorong pengembangan pertanian masih jauh dari yang diharapkan. Pada kenyataannya, sebagian pelaku usaha pertanian masih memiliki tingkat aksesibilitas yang rendah terhadap sumbersumber permodalan. Hal ini terkait dengan berbagai faktor diantaranya karena kegiatan usaha yang tidak bankable, masih kakunya aturan kelembagaan kredit, terbatasnya SDM petani, terbatasnya agunan fisik ataupun pihak-pihak lain yang dapat menjamin (avalis). METODOLOGI Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta dari bulan September 2011 sampai April Sumber data diambil diambil secara purposive dari studi kasus pada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) terpilih yang menerima dana PUAP yang penggunaannya untuk usahatani padi. Untuk pengumpulan data dan informasi di lapangan digunakan metode survey. Selain pertimbangan teknis aspek komoditas, pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan banyaknya skim kredit program yang diintroduksi untuk wilayah tersebut. Total responden yang menjadi sampel adalah sebanyak 30 orang. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data sekunder berupa perkembangan alokasi dan kinerja kredit pada sub sektor tanaman pangan, petunjuk pelaksanaan suatu skim kredit dan lain-lain, baik tingkat pusat maupun pada tingkat propinsi dan kabupaten. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur terhadap pelaku usaha pertanian dan lembaga pembiayaan. Metode pemahaman pedesaan dalam waktu singkat (PRA) juga digunakan untuk menambah pemahaman tentang bekerjanya kelembagaan pembiayaan usaha pertanian di lokasi penelitian. Kinerja gapoktan dalam mengelola LKMA dievaluasi dengan menggunakan blanko penilaian (skoring) rating gapoktan menuju LKMA dengan mengikuti panduan Program PUAP (Kementerian Pertanian, 2010). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit dengan unit analisis petani sasaran kredit digunakan model regresi berganda. Metoda pendugaan yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS), adapun untuk evaluasi model digunakan uji-f dan uji-t. I. Profil Gapoktan HASIL DAN PEMBAHASAN Pada tabel 1 tergambar profil gapoktan pada lokasi penelitian sebelum adanya program PUAP. Jumlah kelompok tani per gapoktan rata-rata antara kelompok dengan jumlah anggota per kelompok tani rata-rata antara orang. Pertemuan anggota kelompok dilakukan setiap bulan untuk membahas agenda dan capaian kerja kelompok sekaligus anggota dapat melakukan pembayaran angsuran pinjaman, simpanan kelompok dan pemberian pinjaman anggota yang telah disetujui. Kegiatan utama usaha gapoktan adalah simpan pinjam. Penyaluran pinjaman dilakukan melalui dua cara yaitu anggota gapoktan mengajukan langsung pada pengurus gapoktan dan penyaluran pinjaman dari gapoktan melalui kelompok tani masing-masing. Manajemen pengelolaan dana gapoktan dilakukan sesuai dengan arahan dari Kementerian Pertanian yaitu harus dipisah dengan keuangan gapoktan baik secara administrasi maupun pengurusnya. Pengurus mempunyai tugas dan fungsi merumuskan kebijakan organisasi dan melaporkan perkembangan dan kemajuan organisasi. Sedangkan pengurus gapoktan berfungsi sebagai pengawas pengelolaan dana PUAP oleh pengurus dalam bentuk LKM-A sesuai dengan AD/ART yang sudah disepakati.

3 Tabel 1. Profil Gapoktan. Uraian Profil Tanggal pembentukan Jumlah kelompok 15 Jumlah anggota (orang) 32 Kegiatan Usaha Pertanian Tan.semusim Pertemuan bulanan Satu kali Kegiatan sosial Arisan Pembukuan Ada Pemupukan modal Ada - Simpanan pokok Ada - Simpanan wajib Ada - Simpanan wajib pinjaman Ada - Simpanan sukarela Tidak Ada - Simpanan khusus Tab. Anak Kegiatan usaha Simpan Pinjam Mekanisme pinjaman Gapoktan dan Kelompok Rata-rata jumlah pinjaman Pembayaran angsuran - Waktu pembayaran Bulanan - Bunga pinjaman 1,2 % Sumber : Data Primer (Diolah), Kinerja Gapoktan dalam Pengelolaan LKMA Klasifikasi gapoktan disusun berdasarkan petunjuk teknis yang disusun oleh Kementerian Pertanian yang menjadi dasar pembianaan organisasi gapoktan lebih lanjut. Adapun kelas kelas gapoktan dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelas Pemula, Madya dan Utama (Kementerian Pertanian, 2010). Gapoktan Pemula merupakan gapoktan yang baru dibentuk oleh tim teknis kabupaten untuk melaksanakan program PUAP. Setelah dilakukan pelatihan pada pengurus dan pengelola gapoktan, maka dilakukan pendampingan oleh penyuluh dan Penyelia Mitra Tani (PMT) dengan maksud agar dana PUAP yang diterima oleh gapoktan dapat dikelola oleh pengurus dengan baik dan dapat dimanfaatkan untuk petani anggota gapoktan. Gapoktan Madya merupakan gapoktan pemula yang dibina dan didampingi secara baik oleh tim teknis kabupaten sehingga dapat meningkatkan keswadayaan dan pemupukan modal. Sedangkan gapoktan Utama adalah gapoktan yang sudah mengelola dan menjaga perguliran dana PUAP serta dana simpanan anggota dalam format usaha simpan pinjam. Target akhir adalah bila program PUAP selesai, maka gapoktan mencapai kelas utama yang dapat secara mandiri mampu mengelola organisasi dan pengelolaan usaha simpan pinjam (LKM-A).

4 Tabel 2. Skoring Pengelolaan LKMA Gapoktan. Keragaan LKM-A Gapoktan Skor Aspek Organisasi - Sudah Mempunyai AD/ART 18 - Ada Pemisahan antara pengurus gapoktan dan LKM-A 15 - Ada Rencana Kerja Gapoktan 10 - Pelaksanaan rapat gapoktan 15 - Penyelenggaraan RAT 15 - Gapoktan sudah Berbadan Hukum 4 Aspek Pengelolaan LKM-A - Penyaluran untuk usaha pertanian 9 - Pembiayaan untuk petani miskin 6 - Pengendalian penyaluran dana 9 - Pencatatan dan pembukuan 15 - Analisa kelayakan usaha anggota 6 - Pelaporan 9 - Pembinaan usaha anggota 4 - Pengawasan pembiayaan 4 - Mekanisme insentif dan sangsi 6 - Sarana dan prasarana LKM-A 15 Aspek Kinerja Pengelolaan LKM-A - Modal Keswadayaan Gapoktan 30 - Simpanan sukarela 15 - Aset yang dikelola 30 - Total pinjaman pada Anggota 30 - Tingkat Pembiayaan bermasalah 30 Jumlah 295 Kelas Gapoktan Utama - Pemula (skor 0-100) - Madya (skor ) - Utama (skor ) Sumber : Data Primer (Diolah), Dari aspek organisasi, kinerja gapoktan dalam mengelola LKM-A mempunyai nilai skor ratarata tinggi. Nilai skor aspek ini didominasi oleh bagian administrasi kelompok dan sudah adanya pemisahan antara antara manajemen gapoktan dan pengelolaan dana PUAP. Hal ini akan mempermudah dalam pengelolaan maupun pengawasannya, namun untuk melakukan kerjasama dengan pihak luar terutama dengan lembaga keuangan lain dalam rangka pemupukan modal maupun kerjasama lainnya masih akan terkendala kerena kelompok belum mempunyai badan hukum, sehingga untuk sementara kelompok masih mengandalkan partisipasi anggota kelompok dalam melakukan pengembangan keuangan kelompok terutama pemupukan modal dengan mengandalkan program tabungan khusus oleh semua anggota kelompok. Tabungan khusus yang dikelola cukup signifikan untuk menambah modal gapoktan yang awalnya hanya berasal dari dana PUAP saja. Pada aspek pengelolaan LKMA, rata-rata mempunyai nilai skor yang baik pada bagian aspek yang dinilai. Penyaluran dana PUAP semuanya dilokasikan untuk usaha pertanian dengan sasaran petani penerima sebagian besar petani miskin. Mekanisme pengendalian penyaluran dana dilakukan dengan berjenjang melalui kelompok tani masing-masing yang dianggap lebih mengetahui kondisi sosial ekonomi anggotanya. Demikian juga dengan proses analisis kelayakan usaha anggota yang akan mengajukan pinjaman juga lebih banyak melibat pengurus kelompok tani masing-masing. Dengan adanya pemisahan yang jelas antara manajemen gapoktan dan manajemen pengelolaan dana PUAP yang ditunjang adanya petugas khusus yang menangani, maka pencatatan dan pembukuan rugi laba keuangan dana PUAP tersusun dengan lengkap. Demikian juga dengan sarana dan prasarana juga sudah cukup memadai dengan mempunyai kantor tersendiri yang dilengkapi dengan komputer dan kelengkapan administrasi slip setoran tabungan, penarikan tabungan, formulir pengajuan pinjaman, kotak tabungan anak dan buku kas.

5 Tabel 3. Karakteristik Perilaku Petani dalam Menabung. Perilaku Menabung Nilai 1. Kepemilikan Tabungan (%) a. Memiliki 100 b. Tidak memiliki 0 2. Lama kegiatan Menabung (tahun) 6,5 3. Tempat Menabung (%) a. Lembaga Formal 25,0 b. Lembaga non Formal 75,0 4. Alasan Menabung a. Persyaratan mudah 0 b. Tempatnya tidak jauh 40,0 c. Bunga menguntungkan 0 d. Lebih aman 50,0 e. Pelayanan baik 10,0 5. Menabung dilakukan setiap a. Minggu 0 b. Bulanan 100 c. Tidak tentu 0 6. Tujuan Menabung a. Dana pengaman 0 b. Tambahan modal 20,0 c. Biaya Sekolah Alasan Tidak Menabung (%) a. Tidak ada dana 100 b. Lebih untung disimpan sendiri 0 c. Jauh dr rumah 0 Sumber: data primer, Pembinaaan usaha anggota dan pengawasan penyaluran dana agar penggunaannya sesuai rencana dan sasaran masih kurang dilakukan. Hal ini merupakan kelemahan yang masih harus diperbaiki agar anggota dapat konsisten memanfaatkan dana yang diperoleh dengan secara efektif dan efisien. Dari aspek kinerja pengelolaan LKMA, semua komponen yang menjadi indikator penilaian mempunyai nilai tertinggi. Hal ini tidak terlepas dari adanya peran aktif pengurus yang selalu mencari terobosan dalam mengatasi permasalahan dalam pengelolaan dan penyaluran dana PUAP untuk anggotanya. Keterbatasan dana PUAP yang dapat disalurkan ke anggota, disiasati dengan dengan menerapkan tabungan anak yang cukup membantu dalam pemupukan modal. Dengan demikian aset yang dikelola yang merupakan dana PUAP ditambah simpanan dan tabungan anak menjadi lebih besar, bahkan melampaui besarnya dana PUAP yang disalurkan. Bertambahnya aset yang dikelola dapat meningkatkan total komulatif penyaluran pinjaman pada anggota. Banyaknya jumlah anggota kelompok pergapoktan pada kasus penelitian di Yogyakarta menyebabkan dana PUAP yang ada di gapoktan sulit diakses oleh anggota untuk mencukupi jumlah pinjaman yang diajukan ke gapoktan. Keadaan ini membuat pengurus gapoktan harus mencari alternatif dalam upaya pemupukan modal untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Setelah melalui beberapa kali musyawarah dengan memperhatikan potensi dan keadaan sosial ekonomi anggotanya, maka dicoba membuat suatu program yang dianggap cukup sederhana dan memungkinkan diikuti oleh seluruh anggotanya. Program tersebut diberi nama Gertus (Gerakan Seratus), gerakan ini maksudnya adalah gerakan menabung Rp. 100 per hari/anak yang melibatkan seluruh anak usia sekolah anggota gapoktan. Jumlah anak usia sekolah yang terlibat dalam program ini sebanyak 653 anak. Pengelolaan dana tabungan anak ini dilakukan langsung oleh pengurus gapoktan dengan cara menempatkan kotak tabungan yang sudah disegel di masing-masing rumah petani sesuai dengan jumlah anak usia sekolah yang ada di rumah petani tersebut. Pengumpulannya dilakukan dengan cara diambil di

6 rumah masing-masing satu bulan sekali oleh pengurus gapoktan dengan sepengetahuan orang tua yang ditandai dengan adanya tanda tangan orang tua setiap kali ada rekap tambahan tabungan. Dalam beberapa kasus langkah ini telah mengurangi biaya transaksi baik untuk nasabah maupun lembaga keuangan (Yaron, 1994). Walau tabungan ini pada mulanya hanya untuk menambah modal gapoktan, namun tabungan ini juga berfungsi sebagai tabungan sekolah yang dapat diambil pada masa ajaran baru sekolah. Ketentuannya, tabungan tersebut dapat diambil maksimal 30 % dari total tabungan masing-masing anggota. Sebagai insentif dari tabungan ini, gapoktan memberikan bunga sebesar 0,5 persen. Upaya yang telah dilakukan oleh gapoktan yang ada di Yogyakarta ini dapat membantu mengatasi kekurangan modal gapoktan karena jumlah anggotanya yang banyak. Hal positif lain yang didapat dari program tabungan anak ini adalah tingkat kemacetan yang relatif rendah. Hal ini disebabkan karena dengan adanya tabungan tadi, maka petani merasa memiliki saham dalam keuangan gapoktan, sehingga ada rasa memilki yang membuat sesama anggota saling mengingatkan bila ada anggota yang menunggak. Kemacetan pengembalian pinjaman dapat ditekan dengan adanya upaya gapoktan untuk membuat anggota merasa memiliki dana yang ada di gapoktan, sehingga adanya anggapan dari beberapa petani yang menganggap dana PUAP adalah dana hibah dari pemerintah yang tidak perlu dikembalikan dengan sendirinya akan hilang, yang ada justru petani berusaha mengembangkan lembaga keuangan ini karena dimanfaatkan multi fungsi untuk usahatani dan memenuhi biaya anak sekolah. Tabel 4. Perkembangan Dana PUAP di Yogyakarta Tahun Uraian Perkembangan Dana PUAP tersalur (Rp) Pengembalian macet (Rp) Persentase macet (%) 4 Sumber: Laporan PUAP BPTP, 2011 (diolah). Dari hasil wawancara dengan petugas PUAP yang ada di BPTP, PMT dan pengurus kelompok tani menyatakan bahwa penyebab kemacetan ini dikarenakan kurangnya penyiapan kelompok tani dalam hal ini gapoktan dalam menerima dana gapoktan. Hal ini diindikasikan dengan kurang jelasnya jenis usaha yang akan dilakukan oleh gapoktan sebelum menerima dana PUAP tersebut. Semestinya sebelum dana dikucurkan ke gapoktan harus ada verifikasi yang lebih detail dan akurat mengenai kapasitas gapoktan dalam membuat rencana usaha yang akan dilakukan bila nanti menerima dana PUAP. Kejadian sewaktu program KUT terjadi lagi, yaitu pemerintah hanya mengejar target realisasi tanpa memperhatikan kesiapan kelompok penerima dengan baik. Walaupun sudah ada PMT yang ditugaskan untuk pemberian bimbingan sebelum dan sesudah kelompok menerima dana PUAP. Upaya yang telah dilakukan PMT yang merupakan petugas kiriman dari pusat masih perlu dioptimalkan lagi untuk mengenal karakter petani dan wilayah kerjanya, sehingga koordinasi PMT dengan penyuluh pertanian lapangan mutlak harus terus dilakukan. Kurangnya bimbingan dari petugas dalam menyiapkan gapoktan untuk menerima dana PUAP tidak sejalan dengan keinginan dari pusat yang selalu mengejar target realisasi, sehingga verifikasi yang telah dilakukan sebagai salah satu syarat cairnya dana PUAP hanya sekedar fakta administrasi yang belum sesuai dengan keadaan di lapangan, sehingga begitu dana masuk ke rekening gapoktan mulai timbul berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan yang timbul adalah mulai terjadinya perdebatan dalam anggota gapoktan tentang penggunaan dan alokasi dana yang sudah diterima. Hal ini semestinya tidak terjadi bila penyiapan gapoktan berjalan baik sebelum gapoktan tersebut menerima dana PUAP. Akibat masalah ini banyak gapoktan meminjamkan dana PUAP kepada anggotanya dengan penggunaan yang kurang tepat, malah banyak digunakan untuk kebutuhan komsumtif sehingga kesulitan dalam pengembaliannya ke gapoktan. Selain masalah kurangnya penyiapan gapoktan sebagai target group dalam menerima dana PUAP, faktor lain yang menyebabkan pengembalian macet adalah adanya anggapan bahwa dana PUAP merupakan dana hibah dari negara pada gapoktan sehingga tidak perlu dikembalikan. Hal ini semestinya tidak perlu terjadi bila sebelum dana cair ada penjelasan dan pembinaan yang baik dari PMT dan Penyuluh tentang kredit program ini, sehingga salah persepsi yang sering timbul dapat dihilangkan. Persepsi seperti ini tidak terlepas dari pengalaman program kredit masa lalu seperti KUT yang terkesan program bagi-bagi uang tanpa sangsi yang jelas dalam pengelolaannya, sehingga sampai saat ini masih menjadi bayang-bayang petani bila menerima program serupa dari pemerintah. Tidak bisa dipungkiri kegagalan program KUT telah menyebabkan moral hazard pada petani selama

7 ini sehingga memerlukan upaya yang lebih matang dan terintegrasi dalam menyiapkan program serupa seperti PUAP. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembalian kredit dianalisis dengan fungsi pengembalian kredit dengan variabel dependen tingkat pengembalian kredit terhadap variabel independen umur ketua kelompok, pendidikan ketua kelompok, jumlah kredit yang disalurkan, total tabungan kelompok, jumlah anggota kelompok, usia kelompok, pengalaman latihan petugas lapang, dummy jenis kelamin petugas lapang dan dummy intensitas pembinaan. Tabel 17. Hasil Analisis Fungsi Pengembalian Kredit. Variabel Koefisien Regresi t Hitung umur ketua kelompok 0,0887* 1,821 pendidikan ketua kelompok 0,3269*** 4,907 jumlah kredit yang disalurkan 0,5184*** 4,606 total tabungan kelompok 0,1896* 2,783 jumlah anggota kelompok 0,0416ns 1,270 usia kelompok 0,03421ns 0,928 pengalaman latihan petugas lapang -0,5765*** -4,672 dummy jenis kelamin petugas lapang 0,0435ns 0,752 dummy intensitas pembinaan 0,3285*** -4,369 Konstanta 0,0000 5,052 R 2 Adjusted 88,69 F-Hitung Keterangan: *** : siginifikan pada taraf 1 % * : signifikan pada taraf 10 % ns : non signifikan 44,14 Untuk mengetahui ketepatan model regresi fungsi pengembalian kredit digunajkan nilai koefisen determinasi yang sudah disesuaikan (R 2 Adjusted), berdasarkan hasil analisis regresi pada tabel 16, diperoleh nilai R 2 adjusted sebesar 88,69. Hal ini berarti variasi dari model dependen (tingkat pengembalian kredit) dapat dijelaskan oleh variabel independen seperti umur ketua kelompok, pendidikan ketua kelompok, jumlah kredit yang disalurkan, total tabungan kelompok, jumlah anggota kelompok, usia kelompok, pengalaman latihan petugas lapang, dummy jenis kelamin petugas lapang dan dummy intensitas pembinaan, sedangkan sisanya 11,31 % variasi dari variabel dependen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti. Untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen digunakan uji F. Berdasarkan data dari tabel 16 dapat diketahui bahwa F-Hitung sebesar 44,14 lebih besar dari F-tabel pada tingkat kesalahan 1 %, artinya variabel independen umur ketua kelompok, pendidikan ketua kelompok, jumlah kredit yang disalurkan, total tabungan kelompok, jumlah anggota kelompok, usia kelompok, pengalaman latihan petugas lapang secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (tingkat pengembalian kredit) pada tingkat kesalahan 1%. Dengan demikian model yang digunakan untuk estimasi fungsi pengembalian kredit cukup memadai. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen digunakan uji t. Berdasarkan data pada tabel 16 dapat diketahui bahwa faktor pendidikan ketua kelompok, jumlah kredit yang disalurkan, pengalaman latihan petugas lapang dan dummy intensitas pembinaan berpengaruh nyata pada tingkat kesalahan 1 %

8 KESIMPULAN Kinerja aspek organisasi gapoktan dalam mengelola LKMA secara umum sudah masuk dalam ketegori baik, namun masih terkendala bila akan melakukan ekspansi usaha dengan bekerjasama dengan pihak lain karena belum memiliki badan hukum. Pada aspek pengelolaan LKMA secara umum juga sudah masuk dalam skor indikator baik, namun pembinaan usaha anggota dan pengawasan penyaluran dana agar penggunaannya sesuai dengan rencana dan sasaran masih kurang dilakukan. Aspek kinerja pengelolaan LKMA semua indikator yang menjadi penilaian dalam aspek ini menunjukkan nilai skor yang tertinggi, terutama karena adanya terobosan pengurus yang membuat tabungan khusus, sehingga pengurus LKMA dapat melakukan pemupukan modal yang berasal dari anggota sendiri. Kemacetan pengembalian pinjaman dapat ditekan dengan adanya upaya gapoktan untuk membuat anggota merasa memiliki dana yang ada di gapoktan melalui pemupukan modal dari anggota sendiri. DAFTAR PUSTAKA Kementerian Pertanian Petunjuk Teknis Pemeringkatan (Rating) Gapoktan PUAP menuju LKMA. Kementerian Pertanian. Jakarta Soentoro, Supriyati, dan Erizal J Sejarah Perkreditan Pertanian Subsektor Tanaman Pangan. Dalam Perkembangan Perkreditan di Indonesia. Andin H. Taryoto, Abunawan M., Soentoro, dan Hermanto (eds.) Monograph Series No. 3. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Sumaryanto Eksistensi Pertanian Skala Kecil dalam Era Persaingan Pasar Global. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. Pusat Analisis Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian tanggal 14 Oktober Syukur, M Analisis Keberlanjutan dan Perilaku Ekonomi Peserta Skim Kredit Rumah Tangga Miskin. Disertasi. Tidak Dipublikasikan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Yaron, Yacob What Makes Rural Finance Institutions Succesful? The World Bank Research Observer, 9(1):

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA GAPOKTAN DAN PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) PADA GAPOKTAN PENERIMA DANA BLM-PUAP DI KOTA BENGKULU

EVALUASI KINERJA GAPOKTAN DAN PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) PADA GAPOKTAN PENERIMA DANA BLM-PUAP DI KOTA BENGKULU EVALUASI KINERJA GAPOKTAN DAN PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) PADA GAPOKTAN PENERIMA DANA BLM-PUAP DI KOTA BENGKULU Andi Ishak dan Umi Pudji Astuti Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan pertanian yang berbasis agribisnis dimasa yang akan datang merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih banyak menghadapi permasalahan diberbagai bidang seperti ekonomi, sosial, hukum, politik dan bidang-bidang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor pertanian sampai saat ini telah banyak dilakukan di Indonesia. Selain sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pendapatan petani, sektor pertanian

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERMODALAN PETANI UNTUK MEMPERKUAT AGRIBISNIS PERDESAAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PERMODALAN PETANI UNTUK MEMPERKUAT AGRIBISNIS PERDESAAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERMODALAN PETANI UNTUK MEMPERKUAT AGRIBISNIS PERDESAAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERMODALAN PETANI UNTUK MEMPERKUAT AGRIBISNIS PERDESAAN Andi Ishak, Dedi Sugandi, dan Umi Pudji Astuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan nasional karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN Tian Mulyaqin, Yati Astuti, dan Dewi Haryani Peneliti, Balai Pengkajian Tekonologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,

Lebih terperinci

VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN

VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN 6.1. Perkembangan Program PUAP Program PUAP berlangsung pada tahun 2008 Kabupaten Cianjur mendapatkan dana PUAP untuk 41 Gapoktan, sedangkan yang mendapatkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bengkulu, Oktober 2010 Penanggung jawab Kegiatan, Dr. Wahyu Wibawa, MP.

KATA PENGANTAR. Bengkulu, Oktober 2010 Penanggung jawab Kegiatan, Dr. Wahyu Wibawa, MP. 1 2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah atas rahmat dan karunia-nya, sehingga Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaaa (PUAP) tahun 2010 ini dapat tersusun

Lebih terperinci

Tim Pendampingan PUAP BPTP Jatim

Tim Pendampingan PUAP BPTP Jatim Workshop Penumbuhan LKM-A pada Gapoktan PUAP di Jawa Timur 29-30 Agustus 2012 Di Hotel Pelangi Malang Oleh: Tim Pendampingan PUAP BPTP Jatim Pendahuluan Menurut definisinya, workshop atau lokakarya bisa

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 3 Januari 2012 hingga 20 Februari 2012 pada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Cibungbulang. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah sebuah proses perubahan sosial yang terencana di bidang pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH. Pada Seminar Nasional MENUJU PENDIRIAN BANK PERTANIAN (IPB International Convention Center, Bogor, 11 Mei 2009)

KEYNOTE SPEECH. Pada Seminar Nasional MENUJU PENDIRIAN BANK PERTANIAN (IPB International Convention Center, Bogor, 11 Mei 2009) KEYNOTE SPEECH Pada Seminar Nasional MENUJU PENDIRIAN BANK PERTANIAN (IPB International Convention Center, Bogor, 11 Mei 2009) Assalaamu alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Gubernur Bank Indonesia Rektor

Lebih terperinci

DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN

DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN Laporan Kinerja DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN Tahun 2014 Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian KEMENTERIAN PERTANIAN KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Direktorat Pembiayaan, Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peran penting mewujudkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Selain itu sektor pertanian memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dan lebih dari separuh penduduk tersebut menggantungkan hidupnya pada sektor

Lebih terperinci

KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN

KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN Sholih Nugroho Hadi, Harun Kurniawan dan Achmad

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN Pengambilan data primer berupa data gapoktan dan kuesioner AHP terhadap pakar dilakukan dari tanggal 16 Maret sampai dengan 29 April 2013. Data gapoktan diambil dari gapoktan penerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%.

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kesejahteraan nasional.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. masalah, mengenai dampak dan kendala-kendala yang dihadapi dalam

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. masalah, mengenai dampak dan kendala-kendala yang dihadapi dalam BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan dan mengacu pada rumusan masalah, mengenai dampak dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pemberdayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian memiliki peran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan suatu program yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja dan pengentasan masyarakat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. PUAP, adalah bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui

III. METODE PENELITIAN. PUAP, adalah bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui 41 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan yang selanjutnya disingkat PUAP, adalah bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP 65 V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan program SPP sejak diselenggarakannya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan, I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan tingginya tingkat kemiskinanberhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Nasution (2008), beberapa masalah pertanian yangdimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, sektor pertanian di Indonesia justru paling tidak dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi masalah utama lambatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

Peran Bank Pertanian dalam Pembiayaan Sektor Pertanian

Peran Bank Pertanian dalam Pembiayaan Sektor Pertanian Peran Bank Pertanian dalam Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh: Dr. Ir. Hasanuddin Ibrahim Sp.I Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian Disampaikan pada Seminar Nasional Menuju Pendirian Bank Pertanian IPB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di pedesaan merupakan salah satu masalah pokok pedesaan yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengelolaan Dana Simpan Pinjam LKM GAPOKTAN Ngudi Raharjo II dalam Memberdayakan Msyarakat.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengelolaan Dana Simpan Pinjam LKM GAPOKTAN Ngudi Raharjo II dalam Memberdayakan Msyarakat. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengelolaan Dana Simpan Pinjam LKM GAPOKTAN Ngudi Raharjo II dalam Memberdayakan Msyarakat. Dalam rangka mensejahterakan hidup masyarakat di Desa Pagerwojo yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Hasil analisis deksriptif (Wangi SP, 2008) memperlihatkan bahwa semakin besar nilai pengajuan dan

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS 7.1. Karakteristik Responden Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 38 responden yang menjadi mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 21 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan ini dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Hal ini disebabkan selain provinsi tersebut adalah target sasaran wilayah program Pengembangan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN Disampaikan Pada Rakornas Gubernur Dan Bupati/Walikota DEPARTEMEN PERTANIAN Jakarta, 31 Januari 2008 1 LATAR BELAKANG Pengembangan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat

Lebih terperinci

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) 28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan satu dari. sekian banyak lembaga keuangan yang terbentuk dari program-program

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan satu dari. sekian banyak lembaga keuangan yang terbentuk dari program-program BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan satu dari sekian banyak lembaga keuangan yang terbentuk dari program-program pemberdayaan masyarakat dalam rangka

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan Sistem Akuntabilitas

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Organisasi merupakan sistem sosial yang mempunyai pola kerja yang teratur yang didirikan oleh manusia dan beranggotakan sekelompok manusia dalam rangka untuk mencapai

Lebih terperinci

VI KERAGAAN PENYALURAN DANA PUAP

VI KERAGAAN PENYALURAN DANA PUAP VI KERAGAAN PENYALURAN DANA PUAP 6.1. Keragaan Penyaluran Dana PUAP Lembaga Keuangan Mikro Agrbisnis Syariah Subur Rejeki (LKMA-S Subur Rejeki) dalam pengelolaan dana BLM-PUAP memiliki fungsi dasar seperti

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS HASIL PELAKSANAAN KELOMPOK USAHA AGRIBISNIS TERPADU (KUAT) DALAM PROGRAM P3T 1

ANALISIS DAN SINTESIS HASIL PELAKSANAAN KELOMPOK USAHA AGRIBISNIS TERPADU (KUAT) DALAM PROGRAM P3T 1 ANALISIS DAN SINTESIS HASIL PELAKSANAAN KELOMPOK USAHA AGRIBISNIS TERPADU (KUAT) DALAM PROGRAM P3T 1 Sugiarto dan Hendiarto Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani 70 Bogor

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KETIDAKLANCARAN PENGEMBALIAN PINJAMAN DANA PUAP PADA PETANI PADI SAWAH

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KETIDAKLANCARAN PENGEMBALIAN PINJAMAN DANA PUAP PADA PETANI PADI SAWAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KETIDAKLANCARAN PENGEMBALIAN PINJAMAN DANA PUAP PADA PETANI PADI SAWAH (Kasus: Desa Paluh Manan Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang) Ir. Yusak Maryunianta,

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN

BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN KETERSEDIAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN Tian Mulyaqin dan Yati Astuti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jl. Ciptayasa KM.01

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Keterbatasan modal merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam usaha, terutama bagi usaha kecil seperti usahatani. Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pemberian kredit pada saat ini telah banyak dilakukan oleh berbagai lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Jenis kredit yang diberikan pun sudah menyesuaikan dengan berbagai

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 68 TAHUN 2008/434.013/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja, pengentasan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Implikasi Grameen Bank di Indonesia Grameen Bank pertama kali direplikasikan di Indonesia pada tahun 1989 di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh Yayasan Karya

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT DAN REPAYMENT CAPACITY

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT DAN REPAYMENT CAPACITY VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT DAN REPAYMENT CAPACITY 7.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian KUR Analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah menyadari peranan usaha kecil terhadap pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah menyadari peranan usaha kecil terhadap pertumbuhan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah menyadari peranan usaha kecil terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia sangat besar, terutama karena kontribusinya dalam Produk Domestik Bruto dan tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak perlu di ragukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak perlu di ragukan lagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya memang dapat dikatakan tidak merata. Terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya memang dapat dikatakan tidak merata. Terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya memang dapat dikatakan tidak merata. Terjadi ketimpangan antara masyarakat kelas atas dan

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT

BUPATI PAKPAK BHARAT BUPATI PAKPAK BHARAT PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN USAHA BAGI MASYARAKAT MELALUI KREDIT NDUMA PAKPAK BHARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KAJIAN PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DALAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI PERDESAAN KABUPATEN WONOSOBO ABSTRAK

KAJIAN PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DALAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI PERDESAAN KABUPATEN WONOSOBO ABSTRAK KAJIAN PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DALAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI PERDESAAN KABUPATEN WONOSOBO Herwinarni E.M. dan Wahyudi Hariyanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH

ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH SKRIPSI FUJI LASMINI H34062960 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan ( PUAP ) Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian

Lebih terperinci

PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi

PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi Oleh : Ade Permana (H34096001), Desy Kartikasari (H34096017), Devi Melianda P (H34096020), Mulyadi(H34096068)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pertumbuhan suatu usaha dipengaruhi dari beberapa aspek diantaranya ketersediaan modal. Sumber dana yang berasal dari pelaku usaha agribisnis sendiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Monitoring Monitoring (pemantauan), yang berasal dari kata Latin memperingatkan, dipandang sebagai teknik manajemen

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN KEPALA DESA JATILOR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN KEPALA DESA JATILOR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG SALINAN PERATURAN KEPALA DESA JATILOR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEGIATAN UNIT USAHA JASA KEUANGAN MIKRO BADAN USAHA MILIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) WAHANA INOVASI VOLUME 5 No.2 JULI-DES 2016 ISSN : 2089-8592 EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) Khairunnisyah Nasution Dosen Fakultas Pertanian UISU, Medan ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA IMPLEMENTASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH

HUBUNGAN ANTARA IMPLEMENTASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH HUBUNGAN ANTARA IMPLEMENTASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH (Suatu Kasus pada Gapoktan Tahan Jaya di Desa Buahdua Kecamatan Buahdua Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dirancang oleh para pakar dan dunia akademis guna membantu upaya

BAB I PENDAHULUAN. yang dirancang oleh para pakar dan dunia akademis guna membantu upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Masyarakat adalah sebuah konsep strategi pembangunan yang dirancang oleh para pakar dan dunia akademis guna membantu upaya pertumbuhan pembangunan yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank Penyaluran kredit merupakan salah satu jasa perbankan yang utama dalam mendukung perputaran ekonomi. Melalui kredit, sektor usaha akan mendapatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN IV.

METODE PENELITIAN IV. IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Lalabata Rilau. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan

Lebih terperinci