pemerintah pusat yang diharapkan segera diwujudkan di kawasan kepulauan Natuna Barat. ILyas sabli
|
|
- Erlin Sutedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 GDN Online, -Natuna, Menilik potensi SDA dan letak geografis, kawasan kepulauan Natuna selayaknya kawasan ini dijadikan pusat perikanan bagian utara Indonesia. Pusat perikanan ini meliputi pusat pelabuhan usaha perikanan tangkap, pusat pengembangan perikanan budidaya dan pusat industri pengolahan hasil perikanan. Hal ini diungkapkan Bupati Natuna Drs H Ilyas Sabli, M.si menjawab Garda Nusantara. Ada beberapa alasan Kepulauan Natuna layak menjadi pusat perikanan, Letak geografis kawasan ini berdekatan dengan Trengganu-Malaysia, Vietnam, Thailand, Singapura dan jalur sutra China, terbukti kapal ikan yang beroperasi di laut Natuna berasal dari Negara-negara tersebut. Alasan kedua sebelum terbentuk kabupaten Natuna hubungan masyarakat kepulauan Natuna barat dengan Negara tetangga sangat erat, ada perdagangan lintas batas khususnya perdagangan hasil tangkapan ikan, hasil ikan budidaya, Hasil bumi maupun ternak. Alasan ketiga hasil perikanan saat ini hanya dinikmati pengusaha perikanan tangkap asal Negara tetangga, sementara nelayan Natuna hanya nelayan tradisonal yang menangkap dengan cara manual Terang Ilyas Sabli. Kondisi ini membuat masyarakat kepulauan Natuna belum merdeka meski Indonesia sudah merdeka 69 tahun yang lalu, merdeka ini dalam pengertian merdeka dari ketidak mampuan memanfaatkan sumber daya alam dan merdeka dari ketertinggalan pembangunan dalam semua sector, Khususnya sector perikanan. Agar masyarakat Natuna bisa menikmati kemerdekaan dan menikmati multiplayer efek dari sumberdaya alam kelautan dan perikanan, maka pusat perikanan menjadi salah satu kebijakan pemerintah pusat yang diharapkan segera diwujudkan di kawasan kepulauan Natuna Barat. ILyas sabli Kawasan Pulau Tiga misalnya sangat layak untuk dijadikan kawasan pengembangan budidaya perikanan, usaha ini sudah ditekuni nelayan dikawasan ini sejak puluhan tahun, hasil budidaya perikanan kawasan ini merupakan primadona dunia untuk kategori ikan kosumsi yang termahal yakni Ikan jenis Napoleon, harga perkilo saat ini mencapai 1 juta di tingkat pembudidaya selain itu, jenis kerapu yang harganya mencapai 150 hingga 200 ribu perkilo juga di budidayakan. Saat ini ratusan nelayan budidaya di Pulau Tiga dan Sedanau Bunguran Barat telah menikmati hasil budidaya mereka, rata -rata kehidupan ekonomi mereka jauh lebih baik, sayangnya ribuan nelayan tradisonal lainnya masih belum menikmati kesejahteraan
2 serupa karena akses modal dan akses ketrampilan belum sepenuhnya menjangkau nelayan tradisonal ini, untuk itulah peran pemerintah daerah dan pemerintah pusat dibutuhkan agar jumlah nelayan tradisonal bisa naik kelas. Nelayan ini butuh regulasi agar kemapuan mereka bisa ditingkatkan baik kemampuan ekonomi maupun kemampuan ketrampilan budidaya. Meski masih dengan cara tradisonal hasil budidaya ini saat ini langsung ditampung oleh kapal dari Hongkong yang dalam satu bulan 2 kali mengunjungi Pulau Tiga dan Sedanau. terang Nato Pengusaha Perikanan di Natuna Meski kapal dari Hongkong rutin mengunjungi kawasan Natuna Barat tetapi di kawasan ini belum memiliki pelabuhan perikanan, wal hasil kapal hongkong hanya bisa berlabuh di tengah laut dan masyarakat pembudidaya yang menjual hasil budidaya mengantar ke kapal masing-masing dengan pompong. Kondisi ini menggelitik Pengamat perikanan propinsi Kepri Dwi Purnomo. kepada Garda Nusantara pria yang sering di sapa Cak Pur ini mengungkapkan keprihatinannya. Kawasan kabupaten Natuna memang memiliki potensi perikanan yang besar sayangnya potensi ini belum menjadi prioritas pembangunan kabupaten Natuna, potensi ini juga belum diperhatikan serius propinsi Kepri apalagi pemerintah pusat, padahal jika pemerintah daerah baik kabupaten maupun propinsi serius saya Yakin pemerintah pusat juga akan serius. Untuk memanfaatkan potensi ini banyak investor yang siap menanamkan modalnya, tetapi mereka ini butuh 3 hal yaitu infrastruktur, perlindungan dan keuntungan. Tegas cak Pur. Yang dimaksud investor butuh infrastruktur itu adalah tersedianya pelabuhan perikanan yang dilengkap, pelabuhan yang mampu mensuplai kebutuhan kapal ikan yang beroperasi di Natuna, kebutuhan itu antara lain Air Tawar, Bahan Bakar Minyak, dan kebutuhan ABK kapal atau Ransum, bagaimana kapal mau berlabuh di Natuna jika kebutuhan mereka tidak tersedia? Harusnya pemerintah sigap menangkap peluang itu. Kemudian yang dimaksud dengan perlindungan maksudnya setiap kapal ikan yang beroperasi di Natuna harus dilindungi keamananya baik melalui perizinan maupun secara fisik ketika beroperasi dilaut, Nelayan kita tidak mampu bersaing di Laut dengan Kapal ikan asing. Kapal ikan asing itu dilindungi oleh angkatan laut negaranya, Malaysia misalnya mereka mengawal kapal ikan yang beroperasi di laut zona ZEEnya, begitu juga Thailand Vietnam bahkan China. Sementara nelayan kita justru mendapat perlakuan terbalik, meraka merasa tidak aman dilautnya sendiri karena ulah segelintir oknum yang bukan melindungi justru memalak mereka di tengah laut. Ini kan ironis tegas Cak Pur bersemangat.
3 Kemudian yang ketiga investor itu butuh untung, tak ada bisnis yang tak mengejar untung, jadi pemerintah harus memberikan kepastian misalnya penetapan pajak yang jelas atas usaha perikanan, kalau perlu diminimalkan, agar keuntungan investor terjamin, juga perizinan yang tidak rumit tanpa pungutan liar.serta regulasi yang konsisten Jika ketiga hal ini terpenuhi saya yakin pengusaha yang bergerak di bidang penangkapan ini akan berbondong-bondong ke Natuna, siapa sih yang tidak mau untung? Coba bayangkan selama ini kapal ikan asing asal Thailand Vietnam, Malaysia, China yang beroperasidi laut Natuna mereka mengandalkaan suplai kebutuhanya dari Negara masing-masing yang jarak cek pointnya diatas 300 mil, itu kan chosnya tinggi, begitu juga ketika mereka sudah mendapatkan hasil ikannya juga harus balik dengan jarak tempuh yang jauh. Nah kalau peluang ini ditangkap pemerintah dengan menyediakan pelabuhan perikanan yang memadai di Natuna maka investor akan lebih memilih berlabuh di Natuna sebagai cek point untuk memenuhi perbekalannya. Begitu juga dengan nelayan asal karimun, Muara baru Jakarta, Tegal jateng, dan Kalbar mereka juga harus mengandalkan suplai perbekalan dari cekpoint masing-masing yang juga jaraknya diatas 300 mil. Kalau potensi ini disikapi dengan benar dan disiapkan regulasi yang baik tentu akan menimbulkan multi efek player secara ekonomi kepada masyarakat Natuna. Jadi alangkah ironinya jika pemerintah Indonesia tidak mau membantu pemerintah dan masyarakat Natuna yang wilayahnya telah membantu Indonesia dari sector Migas. Selain akses permodalan dan sarana serta infrastruktur penunjang lainnya di Nelayan Natuna juga di laut Natuna harus kalah bersaing dengan pencuri ikan yang dilakukan berbagai kapal ikan asing. Kondisi ini sangat merugikan Indonesia sehingga perkiraan kerugian negara "illegal, unreported, and unregulated fishing" (IUU Fishing) dapat mencapai Rp 101 triliun per tahun. "Sebelumnya, estimasi kerugian akibat IUU Fishing per tahun oleh FAO (Organisasi Pertanian dan Pangan Dunia) kurang lebih Rp30 triliun per tahun," kata Sekretaris Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Ida Kusuma Wardhaningsih di Jakarta kepada wartawan. Data yang diumumkan FAO tahun 2001 menyatakan bahwa negara-negara berkembang berpotensi kehilangan 25 persen dari stok sumber daya ikannya akibat dari IUU Fishing. Indonesia pada saat itu memiliki sumber daya ikan hingga sebesar 6,5 juta ton per tahun sehingga perhitungan angka kerugian yang hilang adalah seperempat dari jumlah itu atau sebesar 1,6 juta ton.
4 Jika diasumsikan harga jual ikan di pasar internasional rata-rata 2 dolar AS per kilogram, maka kerugian Indonesia pada saat itu diperkirakan mencapai 3,2 miliar dolar AS atau setara Rp30 triliun ketika itu. Namun pada saat ini, Ditjen PSDKP KKP melakukan kajian yang menyatakan bahwa total kerugian negara per tahun dapat dihitung dari hilangnya potensi sumber daya ikan yang ditangkap secara ilegal dikalikan indeks investasi bidang perikanan di Indonesia ditambah dengan kerugian terkait ketenagakerjaan. Ditjen PSDKP mengemukakan bahwa hasil dari perhitungan tersebut mencapai sekitar Rp101 triliun. Pemerintah dinilai kehilangan nilai ekonomis dari ikan yang dicuri, Pungutan Hasil Perikanan (PHP) yang hilang, subsidi BBM yang dinikmati kapal perikanan yang tidak berhak, Unit Pengolahan Ikan (UPI) kekurangan pasokan bahan baku, sehingga melemahkan upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing produk perikanan, serta mata pencaharian nelayan skala kecil yang kalah bersaing dengan kapal asing. Selain itu, terdapat pula aspek kerugian lainnya yaitu dari aspek ekologis antara lain kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya, yang disebabkan oleh penggunaan alat penangkap ikan dan atau alat bantu penangkapan ikan (API/ABPI) yang tidak ramah lingkungan. "IUU fishing merupakan salah satu penyebab kapasitas UPI yang sudah dibangun hanya termanfaatkan sekitar 30-50," katanya. Di samping itu, ujar Ida, praktek IUU fishing menyebabkan kesulitan bagi otoritas pengelolaan perikanan untuk mendapatkan data potensi sumber daya perikanan yang akurat, untuk mengatur kuota pemanfaatan sumber daya perikanan. Ia juga berpendapat bahwa kerugian lain yang tidak kalah penting adalah menimbulkan citra negatif bangsa Indonesia, karena Indonesia dianggap tidak mampu mengelola sumber daya kelautan dan perikanannya dengan baik. Menurut dia, bila pihaknya telah dapat memiliki data kajian yang riil dan komprehensif, maka tidak tertutup kemungkinan misalnya dilakukan jeda atau moratorium penangkapan ikan sebagaimana telah dilakukan di kehutanan. KKP mengakui kemampuan untuk mengawasi pencurian ikan atau "Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing"/IUU Fishing" di kawasan perairan Republik Indonesia masih terbatas. "Kemampuan pengawasan di laut sangat terbatas dibanding kebutuhan untuk mengawasi daerah rawan IUU Fishing," katanya. Menurut dia, keterbatasan kemampuan untuk mengawasi perairan juga terlihat antara lain dengan masih belum adanya kapal KKP yang bisa beroperasi misalnya di selatan laut Jawa. Ia memaparkan, jumlah kapal yang diperiksa karena dicurigai terlibat IUU Fishing dilaporkan menurun seiring dengan berkurangnya jumlah hari operasi kapal pengawas, padahal kinerja operasi kapal pengawas perikanan terkait
5 erat dengan jumlah hari operasi. Berdasarkan data KKP, ujar dia, sampai dengan tahun 2014 jumlah kapal pengawas perikanan yang dimiliki institusi tersebut adalah sebanyak 27 unit. Ia memaparkan, pada tahun 2012 hari operasional pengawasan adalah sebanyak 180 hari pelayaran, sedangkan pada 2013 hari operasional menurun menjadi 115 hari pelayaran. Sementara jumlah kapal yang diperiksa juga menurun dari unit kapal pada 2012 menjadi kapal. Khusus di Natuna saja, menurut data kejakasaan negri Ranai selama periode 2010 hingga 2014 ratusan kapal ikan asing ditangkap. KIA yang ditangkap di laut Natuna dan diproses hingga pengadilan adhock perikanan, pada tahun 2010 ada 34 KIA, pada tahun 2011 ada 27, tahun 2012 ada 12, Tahun dan hingga juli 2014 sudah 17 KIA yang di tangkap dan diproses hukum, semua Kapal ikan asing ini hasil tangkapan jajaran DKP dan TNI AL terang Bambang Widianto SH Kasipidsus Kejaksaan Negri Ranai di Natuna menjawab Gardanusantara online.com Sedangkan bila dilihat secara terperinci pada 2013, menurut data DKP pusat jumlah kapal ikan asing yang ditahan (tidak hanya sekadar diperiksa) adalah sebanyak 44 unit kapal, sedangkan jumlah kapal ikan indonesia sebanyak 24 unit. Perairan Kalimantan Barat khususnya laut Natuna masih menjadi daya tarik kapalkapal asing untuk melakukan penangkapan ikan secara illegal. Sampai Mei 2013 ini, setidaknya 50 kapal pencuri ikan berhasil ditangkap oleh kapal pengawas Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Para pencuri ikan berasal dari sejumlah negara ASEAN, antaralain Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Indonesia. Direktur Jenderal pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Syahrin Abdurrahman, mengatakan, meski terus ditekan, pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia masih terhitung banyak. Perairan Kalbar merupakan salah satu wilayah pengelolaan perikanan negara yang memiliki potensi sumberdaya ikan cukup tinggi. Wilayah perairan ini termasuk dalam WPP-NRI no 711 yang terdiri dari Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan memiliki total potensi perikanan tangkap sebesar juta ton/ tahun. Potensi inilah yang jadi daya tarik kapalkapal asing, kata Syahrin kepada wartawan. Menurut Syahrin, untuk memerangi pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan terus meningkatkan operasi pengawasan. Selama 2013 ini, kapal pengawas telah menangkap 10 kapal Malaysia, 4 kapal Filipina, 17 kapal Vietnam, dan 19 kapal Indonesia. Pencurian ikan selain membawa kerugian secara ekonomi, juga menyebabkan kerusakan
6 pada lingkungan. Banyak kapal yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan yang merusak terumbu karang, katanya. PSDKP sejak 2005 lalu telah banyak menangkap kapal-kapal pencuri ikan. Tercatat sebanyak 1777 kapal telah ditangkap selama kurun waktu sembilan tahun. Perairan Laut Natuna, Laut China Selatan, dan Selat Karimata adalah gerbang masuk dan keluarnya kapalkapal nelayan asing ke wilayah laut Indonesia untuk melakukan pencurian ikan. Indonesia berbatasan laut teritorial dengan Malaysia dan Singapura, serta berbatasan landas kontinen dengan atau dasar laut dengan Malaysia, Thailand, India, Australia, Papua Nugini dan Vietnam, dan Zona Ekonomi Eksklusif dengan Australia. Luas laut Indonesia mencapai kilometer persegi. Sebagian besar laut Indonesia memiliki potensi ikan yang sangat besar. Luasnya wilayah perairan Indonesia ini menjadi tantangan tersendiri dalam pengawasan sumberdaya perikanan di Indonesia. Selain itu, jumlah kapal pengawas tidak sebanding dengan luasnya wilayah perairan Indonesia. Saat ini kami hanya memiliki 26 kapal pengawas. Ini masih belum memadai. Ke depan kami harap bisa menambah kapal pengawas hingga mencapai 80 kapal, kata Syahrin. Kementerian Kelautan dan Perikanan memprediksi, akibat pencurian ikan, Indonesia mengalami kerugian hingga Rp30 triliun pertahun angka ini lebih kecil disbanding estimasi riil Gardanusantara online yang mencapai 9 Triliun per bulan di laut Natuna saja. Di lapangan ditemukan sejumlah modus pencurian ikan. Tidak jarang ditemukan kapal-kapal pencuri ikan yang menggunakan bendera Indonesia dan mempekerjakan anak buah kapal dari Indonesia. Tujuannya untuk mengelabui petugas. Beranikah Pemerintah Pusat membuat terobosan baru? Mengawasi dan menangkap kapal ikan asing yang melakukan illegal fishing bagus, tetapi membentuk armada penangkap ikan ya ng tangguh dengan kapal diatas 90 GT yang dilengkapi dengan alat tangkap yang sama canggih itu harus. Pemerintah harusnya bukan hanya mengeksploitasi Migas Natuna, tetapi juga harus segera membangun armada kapal penangkap ikan yang tangguh dan professional di Natuna, Armada ini harus bermarkas di Natuna, Jika pencuri ikan di lawan dengan armada kapal penangkap Ikan yang besar dan canggih tentu akan berkurang, memang harus bertindak keras, regulasinya juga harus berani, kalau kapal ikan asing gunakan pukat harimau, kenapa kapal ikan kita juga tidak boleh?, Bisa di buat aturan khusus kapal Ikan Negara boleh, karena hasilnya untuk Negara, sesuai UU 45, tetapi diawasi ketat, harap Dwi Purnomo penasehat Lembaga Kelautan dan Perikanan Nasional Indonesia di Kepri. (red )
7
DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA
DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA Oleh : Dr. Dina Sunyowati,SH.,MHum Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum-Universitas Airlangga Email : dinasunyowati@gmail.com ; dina@fh.unair.ac.id Disampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN Perubahan arah kebijakan pembangunan dari yang berbasis pada sumber daya terestrial ke arah sumber daya berbasis kelautan merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini dipicu
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
3 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut Arafura merupakan salah satu bagian dari perairan laut Indonesia yang terletak di wilayah timur Indonesia yang merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh
Lebih terperinciPENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING
PENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 22 Januari 2015; disetujui: 23 Januari 2015 Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara
Lebih terperinciBAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA
BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA A. Kasus Pencurian Ikan Di Perairan Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif
Lebih terperinciRETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP
RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN PENGELOLAAN DITJEN PSDKP SDKP TAHUN TA. 2018 2017 Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP OUTLINE 1. 2. 3. 4. ISU STRATEGIS IUU
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar ketiga di dunia yang memiliki luas laut mencapai 7.827.087 km 2 dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau. Garis pantainya
Lebih terperinciIUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan
IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan Wilayah perbatasan: a. Internal waters/perairan pedalaman.
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN
LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN O L E H Puteri Hikmawati, SH., MH. Novianti, SH., MH. Dian Cahyaningrum, SH., MH. Prianter Jaya Hairi, S.H., L.LM.
Lebih terperinciPENGERTIAN EKONOMI POLITIK
PENGERTIAN EKONOMI POLITIK CAPORASO DAN LEVINE, 1992 :31 INTERELASI DIANTARA ASPEK, PROSES DAN INSTITUSI POLITIK DENGAN KEGIATAN EKONOMI (PRODUKSI, INVESTASI, PENCIPTAAN HARGA, PERDAGANGAN, KONSUMSI DAN
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perikanan tangkap kini dihadang dengan isu praktik penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau yang disebut IUU (Illegal, Unreported, and
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang merupakan satu kesatuan dan harus dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara Indonesia yang
Lebih terperinci2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP
Lebih terperinciANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN
2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun
Lebih terperinciBAGANISASI DI PERAIRAN PULAU SEBATIK DALAM MENGATASI ILLEGAL FISHING ( Baganisasi in the Sebatik Island Waters on Combating Illegal Fishing)
BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20 No. 2 Edisi April 2012 Hal 205-211 BAGANISASI DI PERAIRAN PULAU SEBATIK DALAM MENGATASI ILLEGAL FISHING ( Baganisasi in the Sebatik Island Waters on Combating Illegal
Lebih terperinciVOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN
VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fenomena penangkapan ikan tidak sesuai ketentuan (illegal fishing), yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini mengenai implementasi kebijakan publik. Penelitian implementasi kebijakan dilakukan atas kegiatan pemerintah dalam mengatasi fenomena penangkapan ikan
Lebih terperinciSejarah Peraturan Perikanan. Indonesia
Sejarah Peraturan Perikanan Indonesia Peranan Hukum Laut dalam Kedaulatan RI Laut Indonesia pada awalnya diatur berdasarkan Ordonansi 1939 tentang Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim yg menetapkan laut
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERTUGAS DALAM OPERASI PENGAMANAN PADA PULAU-PULAU KECIL
Lebih terperinciJurnal Ilmiah. Kebijakan Kementerian Kelautan Indonesia Dalam Kasus Pencurian Ikan Oleh Nelayan Malaysia Di Perairan Natuna Indonesia
Jurnal Ilmiah Kebijakan Kementerian Kelautan Indonesia Dalam Kasus Pencurian Ikan Oleh Nelayan Malaysia Di Perairan Natuna Indonesia Penulis : Fahreza Rizkita Putra Ricky Siregar ABSTRAK Laut Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat
Lebih terperinciMoratorium Perizinan Usaha Perikanan Tangkap
Moratorium Perizinan Usaha Perikanan Tangkap Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan ( KKP ) telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Nomor 56/Permen-KP/2014
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.508 buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000
Lebih terperinci22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014
SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA Senin, 22 September 2014 Asli Palsu 1 2005 2006 Nahkoda Indonesia & Philippina diperintahkan bhw Kapal ini menggunak nama Indonesia ketika
Lebih terperinciPOLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)
POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING) A. Pendahuluan Wilayah perairan Indonesia yang mencapai 72,5% menjadi tantangan besar bagi TNI
Lebih terperinciIndonesia Menuju Poros Maritim Dunia
Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia Indonesia merupakan negara maritim yang besar, kuat, dan makmur. Suatu anugerah yang sangat berharga yang dimiliki oleh bangsa kita. Potensi maritim Indonesia memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berada diantara 2 (dua) samudera yaitu samudera pasifik dan samudera hindia dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau dan wilayah laut yang sangat luas dengan letak geografis yang sangat strategis karena berada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari beberapa pulau besar antara lain Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
Lebih terperinciWARTA. Peng wasan. Edisi IX/ Berita Utama. KKP Pulangkan 228 ABK Asal Vietnam. humas psdkp.
WARTA Peng wasan Edisi IX/ 2016 Berita Utama KKP Pulangkan 228 ABK Asal Vietnam @humaspsdkp humas psdkp humasdjpsdkp@kkp.go.id 7 LENSA KEGIATAN 1 2 3 4 5 Keterangan: 1 - Penandatanganan berita acara serah
Lebih terperinciMAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI
MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI Oleh : Patric Erico Rakandika Nugroho 26010112140040 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 142 TAHUN 2000 (142/2000) TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinci5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.49/MEN/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk masa depan bangsa, sebagai tulang punggung pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan
Lebih terperinciBAB III PENCURIAN IKAN
BAB III PENCURIAN IKAN Pencurian ikan menjadi permasalahan yang sering terjadi di Indonesia. Pencurian ikan menjadi permasalahan terutama di negara-negara yang bersebalahan laut secara langsung ataupun
Lebih terperinciPENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT
PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT Oleh: Rony Megawanto Tekanan terhadap sumber daya perikanan semakin tinggi seiring dengan meningkatkan permintaan pasar (demand) terhadap produk-produk
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek
BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi Strategi adalah istilah yang sering kita dengar untuk berbagai konteks pembicaraan, yang sering diartikan sebagai cara untuk mencapai keinginan tertentu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP
REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian
BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Dalam peningkatan serta pembangunan daya saing daerah dibutuhkan usaha untuk mengoptimalkan potensi setempat. Ini juga berlaku bagi wilayah perbatasan dan tertinggal
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.
161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia luasnya sekitar 7000 km 2 dan memiliki lebih dari 480 jenis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa indonesia adalah negara kepulauan terbesar didunia, yang memliliki kurang lebih 17.480 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, berdasarkan Konvensi Hukum
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb
No.580, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengamanan Perbatasan. Pengerahan Tentara Nasional Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGERAHAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting
Lebih terperinciDIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN,
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORATJENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN Jl. Medan Merdeka Timur No.16 Lt.15 Gd.Mina Bahari II, Jakarta Pusat 10110 Telp (021) 3519070 ext 1524/1526,
Lebih terperinciPETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN
PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN DIREKTORAT PENGAWASAN
Lebih terperinciMENUJU LAUT MASA DEPAN BANGSA
MENUJU LAUT MASA DEPAN BANGSA MENUJU LAUT MASA DEPAN BANGSA MEMILIKI wilayah perairan luas dan mengandung sumber daya perikanan melimpah, Indonesia merupakan surga perikanan dunia. Namun, kekayaan laut
Lebih terperinci4/3/2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017
PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 1 SUMBER PAGU REALISASI % Keterangan APBD (termasuk DAK) Rp. 529,9 M Rp. 7,7 M 14,64 Rencana Pemotongan 5 10% APBN Rp. 15,8 M Rp. 193 juta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona
54 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari apa yang telah tertulis dalam bab pembahasan, dapat disimpulkan bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona ekonomi eksklusif Indonesia yaitu
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN KELAUTAN PASCA PEMILU 2009 DAN WOC
PUSAT KAJIAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERADABAN MARITIM ARAH KEBIJAKAN KELAUTAN PASCA PEMILU 2009 DAN WOC LAPORAN HASIL SEMENTARA SURVEY Suhana (Kepala Riset dan Kebijakan) 5/2/2009 LAUT UNTUK KESEJAHTERAAN
Lebih terperinci4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.81, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Usaha Perikanan Tangkap. Wilayah Pengelolaan Perikanan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar. Secara fisik potensi tersebut berupa perairan nasional seluas 3,1 juta km 2, ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif
Lebih terperinciPembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia
Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Abdul Muthalib Tahar dan Widya Krulinasari Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Illegal fishing merupakan masalah klasik yang sering dihadapi oleh negara yang memiliki banyak pantai karena masalah tersebut sudah ada sejak dulu. Namun hingga
Lebih terperinciKERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN
LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.
Lebih terperinciKEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NASKAH KAPOLRI SEBAGAI KEYNOTE SPEECH PADA RAKORNAS PEMBERANTASAN ILLEGAL, UNREPORTED AND UNREGULATED FISHING TANGGAL 11 JULI 2017 ASSALAMU ALAIKUM Wr. Wb. SALAM
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki luas wilayah dengan jalur laut 12 mil adalah 5 juta km² terdiri dari luas daratan 1,9 juta km², laut territorial 0,3 juta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sendang Biru merupakan salah satu kawasan pesisir yang menjadi prioritas dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa Tmur. Pengembangan
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF REKOMENDASI. ertama, mengingat pengukuran kapal penangkap ikan dilakukan oleh
RINGKASAN EKSEKUTIF REKOMENDASI Berdasarkan dari hasil kajian ini, rekomendasi tentang evaluasi pelaksanaan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) perikanan sebagai berikut:
Lebih terperinciBAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Gambaran Ilustrasi Organisasi 3.1.1 Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Sejak era reformasi bergulir di tengah percaturan politik Indonesia,
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016
RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tertangkap, telah menimbulkan reaksi di antara negara tetangga.
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kebijakan pemerintah yang akan menindak secara tegas nelayan dan kapal asing pencuri ikan yang melakukan pelanggaran di wilayah Indonesia, dengan menenggelamkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesejahteraan adalah mengukur kualitas hidup, yang merefleksikan aspek ekonomi, sosial dan psikologis. Dalam aspek ekonomi, maka kemampuan untuk mencukupi kebutuhan
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. Pencurian minyak dengan modus illegal tapping, illegal drilling dan
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pencurian minyak dengan modus illegal tapping, illegal drilling dan penyelewengan BBM di Indonesia sudah tergolong sebagai kejahatan transnasional dan terorganisir. Hal unik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki pulau terbanyak di dunia. Dengan banyaknya pulau di Indonesia, maka banyak pula masyarakat yang memiliki mata pencaharian
Lebih terperinciKekuatan Asing Masih Kuasai Ekonomi Perikanan Nasional
PUSAT KAJIAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERADABAN MARITIM Kekuatan Asing Masih Kuasai Ekonomi Perikanan Nasional Laporan Ekonomi Perikanan Triwulan I Tahun 2011 Suhana 5/11/2011 Alamat Kontak : Blog : Http://pk2pm.wordpress.com,
Lebih terperinciVIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN
185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya
Lebih terperinciSURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017
SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 NOMOR SP DIPA-32.5-/217 DS6-9464-235-812 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendayagunaan sumber daya kelautan menjanjikan potensi pembangunan ekonomi yang luar biasa. Hal ini dapat dilihat dari potensi yang terkandung dalam eksistensi Indonesia
Lebih terperinciBUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciKebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional
Policy Brief TR 2016 02 Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Nazla Mariza, M.A.; Bambang Wicaksono, M.Si.; Joanna Octavia, M.Sc. Ringkasan Industri perikanan nasional Indonesia
Lebih terperinciKAPAL PENGAWAS PERIKANAN TERTIBKAN RUMPON ILEGAL
WARTA Peng wasan Edisi VI / 2016 Berita Utama KAPAL PENGAWAS PERIKANAN TERTIBKAN RUMPON ILEGAL @humaspsdkp humas psdkp humasdjpsdkp@kkp.go.id 7 LENSA KEGIATAN 1 2 3 4 5 66 Keterangan: 1. Penertiban Empat
Lebih terperinciPENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA
PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA Oleh Staf Ahli Menneg PPN Bidang Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Tertinggal ikhwanuddin@bappenas.go.id
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk di dalamnya agribisnis. Kesepakatan-kesepakatan pada organisasi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/PERMEN-KP/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 15/PERMEN-KP/2016 TENTANG KAPAL PENGANGKUT IKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga,
Lebih terperinciPELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009
PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009 A. UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan 1. Perkembangan UU Perikanan di Indonesia Bangsa
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka memberikan perlindungan kepada nelayan, dengan ini menginstruksikan : Kepada
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.669,2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.13/MEN/2012 TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU
ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : HENNI SEPTA L2D 001 426 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciDIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.322/DJ-PSDKP/2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS VERIFIKASI PENDARATAN IKAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN
Lebih terperinci-1- LAPORAN SINGKAT KOMISI IV DPR RI (BIDANG PERTANIAN, LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, KELAUTAN DAN PERIKANAN, SERTA PANGAN)
-1- LAPORAN SINGKAT KOMISI IV DPR RI (BIDANG PERTANIAN, LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, KELAUTAN DAN PERIKANAN, SERTA PANGAN) Tahun Sidang : 2016-2017 Masa Persidangan : V Rapat Ke- : 09 Jenis Rapat :
Lebih terperinciMASALAH PERBATASAN NKRI
MASALAH PERBATASAN NKRI Disusun oleh: Nama : Muhammad Hasbi NIM : 11.02.7997 Kelompok Jurusan Dosen : A : D3 MI : Kalis Purwanto STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Jl. Ring Road Utara, Condong Catur Yogyakarta ABSTRAK
Lebih terperinci