BAB II RITUS-RITUS DAUR HIDUP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II RITUS-RITUS DAUR HIDUP"

Transkripsi

1 BAB II RITUS-RITUS DAUR HIDUP 2.1 Teori Van Gennep Van Gennep (1960) observed that important role transitions generally consist of three phases: 1) separation, in which a person disengages from a social role or status, 2) transition, in which the person adapts and changes to fit new roles, and the self. 3) incorporation, in which the person integrates the new role or status into Van Gennep (1960) mengamati bahwa transisi peran penting umumnya terdiri dari tiga fase: 1) pemisahan, di mana seseorang tidak terlibat dari peran atau status sosial, 2) transisi, di mana seseorang beradaptasi dan perubahan agar sesuai dengan peran baru, dan 3 ) penggabungan, dimana orang tersebut mengintegrasikan peran baru atau status ke dalam diri.( Van Gennep dalam Dhavamony (1995: ) beranggapan bahwa ritual-ritual yang berhubungan dengan perpindahan orang-orang dan kelompokkelompok dalam wilayah dan perpindahan menuju status baru, misalnya karena kehamilan dan kelahiran, pada waktu inisiasi, masa pertunagan dan perkawinan, dan dalam upacara-upacara pemakaman, juga dalam ritual-ritual dalam peralihan 22

2 musim dan fase-fase bulan, masa-masa tanam dan buah pertama serta panen, saat pentahbisan dan pelantikan, semuanya itu menyajikan tatanan yang sama. Pertama ada pemisahan dari yang keadaan yang lama atau situasi sosial sebelumnya, kemudian suatu masa marginal dan akhirnya tahap penyatuan kepada kondisi yang baru atau penyatuan kembali dengan kondisi yang lama. Van gennep dalam Dhavomony (1995:179) menjelaskan bahwa semua kebudayaan memiliki suatu kelompok ritual yang memperingati masa peralihan individu dari suatu status sosial ke status sosial yang lain. Dalam setiap ritual penerimaan ada tiga tahap : perpisahan, peralihan, dan penggabungan. Pada tahap pemisahan, individu dipisahkan dari satu tempat atau kelompok atau status; dalam tahap peralihan, ia disucikan dan menjadi subjek dari prosedur-prosedur perubahan; sedangkan pada masa penggabungan ia secara resmi ditempatkan ke pada suatu tempat, kelompok atau status baru. Tujuan pelaksanaan ritual itu biasanya untuk mencegah perubahan yang tidak diinginkan. Kadang terget dari pelaksanaan ritual itu adalah suatu aspek hakikat bukan manusia, kadang manusiawi; kadang individu; atau suatu kelompok. Perubahan yang dimaksud kadang merupakan perubahan yang kecil, suatu koreksi yang akan memulihkan keseimbangan dan status quo, melestarikan gerakan sistem ikatan-ikatan, misalnya ritual pernikahan; kadang menyangkut perubahan sistem yang radikal, tercapainya level keseimbangan yang baru, atau bahkan kualitas baru dalam organisasi, misalnya ritual masuk sekolah atau kenaikan pangkat. 23

3 Ritual sebagai kontrol sosial bermaksud mengontrol perilaku dan kesejahteraan individu demi dirinya sendiri sebagai individu ataupun individu bayangan. Hal itu semua dimaksudkan untuk mengontrol, secara konservatif, perilaku, keadaan hati, perasaan dan nilai-nilai dalam kelompok demi komunitas secara keseluruhan. Selanjutnya, ritus merupakan suatu kegiatan, biasanya dalam bidang keagamaan, yang bersifat seremonial dan bertata. Ritus terbagi menjadi tiga golongan besar, yaitu: 1. Ritus peralihan, umumnya mengubah status sosial seseorang, misalnya: pernikahan, pembabtisan, atau wisuda. 2. Ritus peribadatan, di mana suatu komunitas berhimpun untuk beribadah bersama-sama, misalnya: umat Muslim shalat berjamaah, umat Yahudi di sinagoga dan umat Kristen menghadiri Misa. 3. Ritus devosi pribadi, di mana seseorang melakukan ibadah pribadi, termasuk berdoa dan berziarah, misalnya Muslim dan Muslimah menunaikan ibadah haji ( Pelaksanaan ritus bagi orang Jepang pada umumnya dilakukan secara Budha. 2.2 Daur Hidup Menurut Masyarakat Jepang Daur hidup dalam masyarakat Jepang disebut Tsuka Girei. Tsuka yang artinya bertahap atau tahapan sedangkan Girei artinya upacara atau perayaan, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian dari Tsuka Girei adalah 24

4 perayaan-;perayaan yang dilakukan secara bertahap mulai dari proses kelahiran sampai menjadi dewa. Daur hidup dalam masyarakat Jepang berhubungan dengan pandangan akan roh orang Jepang, yaitu pandangan tradisional yang di pengaruhi oleh Shinto dan Budha. Tsuboi, Yobumi dalam Situmorang (2000 : 30) mengatakan adalah suatu kepercayaan dalam kerangka agama Budha yang disesuaikan dengan kondisi alam Jepang. Tsuboi menjelaskan pemikiran-pemikiran Yanagita Kunio ( ) yang mengatakan bahwa manusia memiliki roh, dan roh tersebut masuk kedalam tubuh manusia pada waktu lahir dan meninggalkan tubuh manusia pada waktu meninggal. Roh itu mengalami proses perjalanan seperti arah jarum jam terbalik. Dalam setiap kondisi, roh tersebut mengalami perubahan, perubahan tersebut adalah perubahan dari kekotoran menuju kesucian dengan bantuan acara-acara dan persembahan (kuyo). Proses perjalanan roh manusia tersebut dimulai pada masa kelahiran. Pada waktu seseorang lahir penuh dengan kekotoran, yaitu karena darah ibu yang melahirkan masih berada diseluruh badan seseorang tersebut, karena berada dalam kondisi kekotoran tersebut, maka rohnya berada dalam keadaan labil. Keadaan ini akan berlangsung sampai seseorang tersebut dewasa. Keadaan labil ini akan akan berlangsung selama seseorang tersebut masih dalam keadaan kekotoran, kondisi tersebut baru akan semakin berkurang dengan adanya acaraacara daur hidup. Dalam teorinya Van Gennep dalam Situmorang (2000 : 30) dikatakan Li Rites de passadge atau dalam bahasa Jepang disebut Tsuka Girei. 25

5 Adapun acara yang dilakukan yaitu seperti acara-acara menuju kedewasaan yang disebut Shussan (acara kelahiran), Nazuke Iwai (pemberian nama) Okuizome (pemberian makan pertama) yaitu setelah anak berusia seratus hari, Hattanjou (ulang tahun pertama) di sini dilakukan pemilihan masa depan anak, Shichigosan (acara 3 tahun, 5 tahun, 7 tahun) yaitu acara untuk mendatangi kuil pada tanggal 15 November bagi anak umur 3, 5 dan 7 tahun, dan acara kedewasaan (20 tahun) pada tanggal 15 Januari bagi semua anak yang berusia 20 tahun pada tahun tersebut (Situmorang, Hamzon, 2000 : 31) Setelah masa kekotoran berlalu seseorang tersebut memasuki kehidupan perkawinan. Pada masa ini, roh seseorang tersebut berada dalam keadaan stabil. Kemudian ada acara khusus setelah memasuki kehidupan dalam pernikahan misalnya, Yakudoshi yaitu acara bagi orang yang memasuki usia bahaya pada tahun tersebut, misalnya usia 42 pada laki-laki dan usia 33 bagi wanita. Toshi Iwai bagi orang yang berusia 66 tahun (Gareki), usia 70 tahun (Kouki), usia 88 (Maiju), dan usia 99 (Hakuju) (Suzuki dalam Situmorang, 2000 : 32) Menurut Situmorang, Hamzon (2000 : 28) masyarakat Jepang berkepercayaan majemuk. Mereka menyembah banyak dewa atau tuhan. Sistem kepercayaan Jepang hanya bersifat dasar saja, yaitu hanya yang bersifat praktis dalam kehidupan sehari- hari. Menurut Situmorang, Hamzon (2006 : 42-43) dalam kepercayaan tradisional Jepang dibedakan antara roh alam dan roh manusia. Roh manusia dibedakan antara roh orang hidup dan roh orang mati. Roh manusia disebut juga 26

6 dengan roh orang hidup, sedangkan roh alam disebut juga dengan animisme dimana semua roh-roh di atas dipercaya memiliki kekuatan misterius. Menurut Suzuki, Iwayumi dalam situmorang (2000 : 29) mengatakan bahwa pandangan hidup dan mati orang Jepang berada dalam suatu circle (lingkaran). Manusia semenjak lahir hingga menikah berada dalam posisi tidak tenang, atau berada dalam posisi kekotoran. Oleh karena itu perlu diadakan upacara selamatan (ritus) supaya mereka beroleh selamat. Upacara-upacara tersebut misalnya, upacara sushan, okuizome, hattanjo, shichigosan, dan sebagainya. Dalam acara okuizome, atau makan pertama diadakan juga mono erabi, yaitu memilih benda-benda yang dibuat sebagai simbol masa depan. Jika si anak memilih benda tersebut, diramalkan bahwa masa depan si anak sesuai dengan benda yang dipilih tersebut. Oleh karena itu kepercayaan masyarakat Jepang masih kental dengan unsur-unsur tahayul. Menurut Sasaki dalam Situmorang (2006 : 45), dalam kepercayaan masyarakat Jepang, yang tercemar itu adalah mayat, kelahiran dan keluar darah. Oleh karena itu ibu yang sedang melahirkan juga karena mengeluarkan darah maka berada dalam kondisi tercemar. Menurut Hori Ichiro dalam Situmorang (2006 : 40) mengatakan bahwa agama-agama rakyat Jepang sebagai Folk Belief adalah kepercayaan yang sudah ada sebelum agama-agama melembaga masuk ke Jepang. Agama-agama rakyat yang belum melembaga yang ada di Jepang primitive tersebut adalah agama Proto Shinto. Shinto adalah suatu kepercayaan tradisional yang lahir di Jepang. Kalau kita melihat dari huruf kanjinya, dapat kita terjemahkan menjadi suatu cara 27

7 kehidupan bertuhan. Shin adalah Tuhan atau Dewa, kemudian To adalah jalan, atau dapat diterjemahkan sebagai konsep cara ber Tuhan. Oleh karena itu dalam kepercayaan masyarakat Jepang jumlah Kami (dewa) sangat banyak 2.3 Daur Hidup Menurut Masyarakat Batak Toba Kebiasaan-kebiasaan suku Batak Toba yaitu berupa upacara adat dimulai dari masa dalam kandungan, kelahiran, penyapihan, penyakit, malapetaka, hingga kematian. Peralihan dari setiap tingkat hidup ditandai dengan pelaksanaan suatu upacara adat khusus. Upacara adat dilakukan agar terhindar dari bahaya/celaka yang akan menimpa, memperoleh berkat, kesehatan dan keselamatan. Inilah salah satu prinsip yang terdapat di balik pelaksanaan setiap upacara adat suku Batak Toba (Merliana, 2010) Dalam upacara adat Batak tampak sekali perasaan komunal berdasarkan prinsip DALIHAN NA TOLU, dan kalau tidak berdasarkan adat Dalihan Na Tolu bukanlah upacara adat Batak. Pihak pengundang, baik suami maupun isteri, dinamai suhut, dinamai hal itu sisada hasuhuton sehingga untuk membedakan disebutlah tuan rumah itu suhut tangkas (baca: suhut takkas) atau suhut sihabolonan. Pasif saja peranan suhut dalam mengatur acara-acara. Ia hanya diberi kesempatan mangampu (baca: mangappu), yaitu mengucapkan terima kasih kepada para hadirin sebelum berakhir upacara itu. Yang mewakilinya terhadap dongan sabutuha dinamai suhut paidua. Dalam pesta adat yang diadakan di rumah, dia itu boleh saudara semarga yang masih turunan satu kakek dengan tuan rumah, sedang dalam pesta kawin atau upacara kematian biasanya yang lebih jauh lagi hubungan darahnya dengan tuan rumah. Sahabat karib dari tuan rumah, yang 28

8 bukan kerabat semarga, tidak boleh mewakili tuan rumah dalam upacara adat Batak, baik ke dalam maupun ke luar ialah dongan sabutuha (dongan tubu) Dalam pesta adat di rumah hanya satu pihak pengundang, yaitu tuan rumah. Pihak mertua tidak hanya mengajak dongan sabutuha dari pihaknya untuk menyertainya, tetapi selalu turut juga boru dari pihaknya. Di rumah tempat upacara itu dilakukan duduk di atas tikar dua pihak berhadap-hadapan. Pada satu baris panjang duduk suhut, diapit oleh dongan sabutuha serta boru dari pihaknya. Dihadapan mereka ini duduk berderet pihak mertua tadi yang juga diapit oleh dongan sabutuha dari pihaknya, kesemuanya merupakan hula-hula dari tuan rumah, dan selain itu lagi boru dari pihak mertua tersebut. Dalam pesta kawin ada pengecualian, ada dua pihak pengundang, yaitu orang tua mempelai pria. Di sini juga selalu duduk terpisah para tamu yang diundang oleh parboru (orang tua siputeri) dari para tamu yang diundang oleh paranak (orang tua siputera). Mertua beserta rombongannya, dan ada kalanya juga beberapa pihak hula-hula lainnya beserta rombongan masing-masing, kalau datang ke upacara adat dari boru selalu membawa beras. Di bona pasogit setiap rombongan itu berbaris mulai dari gerbang kampung menuju ke rumah pengundang tersebut, dan biasanya disambut di depan rumah itu oleh pihak boru tersebut sambil berdiri. Kaum wanita dalam rombongan tadi semuanya menjunjung semacam sumpit yang dinamai tandok berisi beras. Beras ini digelar boras sipir ni tondi, artinya beras penguatkan jiwa, sengaja beras itu diberi diatas kepala supaya mengandung kekuatan magis. 29

9 Ada lagi yang disodorkan oleh mertua dalam suatu acara khusus kepada sang menantu, yaitu ikan emas di atas baki, yang dinamai dekke sitio-tio (artinya: ikan jernih). Ikan itu melambangkan kesuburan karena banyak telurnya. Masyarakat Batak mendambakan berkembang biak keturunan dan berbuah apa yang hendak dikerjakan untuk hidup sehari-hari, yang dapat disimpulkan dengan satu kata, yaitu gabe. Ulos juga dari pihak hula-hula, yang dililitkannya pada tubuh boru untuk menghangatkan tubuh dan jiwa, merupakan perlambang dari totalitas kosmos, semua itu yang disampaikan oleh hula-hula dalam setiap upacara adat adalah sesuai dengan semboyan yang berbunyi horas jala gabe, yang dapat kiranya di terjemahkan dengan selamat serta sejahtera dalam bahasa Indonesia. Pihak tuan rumah sebagai boru tidak hanya tahu menerima saja, tetapi harus memberi juga, yaitu daging, yang bermakna (namargoar). Di perantauan pada umumnya, binatang yang dipotong bukan kerbau tetapi substitutnya, yakni kerbau pendek (babi) di kalangan orang Batak yang beragama Kristen atau kambing di kalangan orang Batak yang beragama Islam. Walaupun demikian untuk dapat memahami makna yang dalam dari na margoar tadi kita harus bertolak dari binatang kerbau, kerbau dalam upacara bius dan kerbau sajian untuk memuja arwah leluhur di zaman animisme; dalam hal yang disebut terakhir ini kepala kerbau disajikan di tempat kuburan leluhur itu. Selain itu merupakan tradisi juga di zaman dulu menanam kepala kerbau di suatu tempat sebagai sajian kepada dewa tanah. Memang kepala adalah bagian tubuh yang paling mulia, digunakan juga oleh manusia untuk menyembah orang lain dengan cara menundukkan kepala. Sudah jelas kiranya mengapa kepala kerbu disajikan oleh boru untuk menghormati hula-hula. Yang diterimanya ini dinamai jambar. Selain 30

10 untuk hula-hula ada juga jambar-jambar untuk dongan sabutuha (dongan tubu), boru dan lainnya. Jambar ialah bagian yang harus diterima oleh setiap kelompok kerabat berdasarkan peranan komunal sesuai dengan adat Dalihan Na Tolu. Selain jambar daging tersebut ada lagi jambar hata, yaitu hak angkat bicara. Sebagai acara penutup dalam setiap upacara adat ialah marhata, yaitu dialog resmi diantara boru di satu pihak dan hula-hula di pihak lain. Tanpa ada acara marhata tersebut bukanlah upacara adat namanya. Dialog resmi itu sudah standar tata tertibnya dari zaman ke zaman. Sering kali terdengar dalam setiap upacara adat Batak semboyan yang berbunyi MANAT MARDONGAN TUBU, ELEK MARBORU, SOMBA MARHULA-HULA, artinya Hendaklah berhati-hati bicara dengan teman semarga, jangan suka bertengkar! Terhadap boru jangan suka memerintah untuk dilayani, sopanlah bicara! Berhadapan dengan hula-hula haruslah dengan sikap menyembah! Setiap orang Batak digelari raja dalam upacara adat. Kadang-kadang raja ni hula-hula, dan Kadang-kadang pula raja ni dongan sabutuha. Hal itu tergantung pada statusnya di suatu upacara adat, apakah ia boru atau hula-hula atau dongan sabutuha. Biar pangkatnya jenderal tetapi hal ini tidak berlaku dalam suatu upacara adat, tetapi statusnya yang disebut tadi Prinsip yang masih dimuat dalam masyarakat adat batak toba adalah sisolisoli do adat, artinya sebagai salah satu unit gotong-royong dalam upacaraupacara adat maka masing-masing anggotanya haruslah rajin berpartisipasi. Orang 31

11 yang rajin berpartisipasi akan dibalas demikian kalau ia pada suatu waktu mengadakan pesta adat, akan tetapi orang yang malas berpartisipasi, walaupun ia kaya raya atau tinggi pangkatnya, pestanya akan sepi. Lain halnya kalau ada kesedihan, misalnya rumahnya terbakar atau anaknya meninggal atau orang yang belum mempunyai cucu meninggal (pria atau wanita). Dalam hal ini berlaku pepatah pajumpang di tano rara, jadi hendaklah turut menunjukkan perhatian walaupun orang yang ditimpa kesedihan tadi malas berpartisipasi dalam upacaraupacara adat atau pernah timbul perselisihan yang gawat dengan orang yang bersangkutan, semoga orang tersebut berubah kelakuannya. Pesta perkawinan adalah upacara adat yang terpenting bagi orang Batak, oleh karena hanya orang yang sudah kawin berhak mengadakan upacara adat, dan upacara-upacara adat lainnya seperti menyambut lahirnya seorang anak, pemberian nama kepadanya dan lain sebagainya adalah sesudah pesta kawin itu. Tambahan lagi adapun pesta perkawinan dari sepasang pengantin merupakan semacam jembatan yang mempertemukan Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin lelaki dengan Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin perempuan. Artinya karena perkawinan itulah maka Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin pria merasa dirinya berkerabat dengan Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin wanita, demikian pula sebaliknya. Segala istilah sapaan dan acuan yang digunakan oleh pihak yang satu terhadap pihak yang lain, demikian pula sebaliknya, adalah istilah-istilah kekerabatan berdasarkan Dalihan Na Tolu. Hal ini disebabkan karena perkawinan bagi orang Batak bukanlah merupakan persoalan pribadi suami isteri melulu, termasuk orangtua serta saudara saudara kandung masing-masing, akan tetapi merupakan ikatan juga dari marga 32

12 orangtua suami dengan marga orang tua isteri, ditambah lagi dengan boru serta hula-hula dari masing-masing pihak. Akibatnya ialah kalau cerai perkawinan sepasang suami isteri maka putus pulalah ikatan diantara dua kelompok tadi. Kesimpulannya ialah perkawinan orang batak haruslah diresmikan secara adat berdasarkan adat Dalihan Na Tolu, dan upacara agama serta catatan sipil hanyalah perlengkapan belaka. Perkawinan orang Batak yang hanya di absahkan dengan upacara agama serta catatan sipil boleh dikatakan masih dianggap perkawinan gelap oleh masyarakat Batak dilihat dari sudut adat Dalihan Na Tolu. Buktinya ialah apabila timbul keretakan di dalam suatu rumah tangga yang demikian, maka sudah pasti marga dari masing-masing pihak tidak merasa ada hak dan kewajiban untuk mencampurinya. Pada saat kelahiran sudah merupakan kebiasaan, apalagi menjelang lahirnya anak pertama, orang tua dari si isteri disertai rombongan kecil kaum kerabat datang menjenguk putrinya dengan membawa makanan ala kadarnya; salah satu istilah untuk kunjungan ini ialah mangirdak, yang artinya membangkitkan semangat. Adapula lagi yang melilitkan selembar ulos yang dinamai ulos tondi, artinya ulos untuk menguatkan jiwa ke tubuh si putri dan suaminya dalam acara sesudah makan. Tentu saja tuan dan nyonya rumah didampingi kaum kerabat dalm upacara sederhana tadi. Sesudah lahir anak yang dinanti-nantikan itu adakalanya diadakan lagi makan bersama ala kadarnya di rumah keluarga yang berbahagia itu, dinamai mangharoani, artinya menyambut tibanya (sang anak). Ada juga yang menyebutnya mamboan aek si unte, karena pihak hula-hula membawa makanan yang akan memperlancar air susu sang ibu. 33

13 Pada zaman animisme di bona pasogit mengikuti suatu upacara yang dinamai martutuaek, yakni dipermandikan sang bayi ke mata air. Pada hari yang telah ditentukan oleh datu (dukun), pagi-pagi waktu matahari baru terbit, sang ibu yang menggendong anaknya beserta rombongan para kerabat menuju ke suatu mata air dekat kampung mereka itu. Kemudian datu (dukun) menceduk air lalu menuangkannya ke tubuh sianak, yang terkejut karenanya dan menjerit terhibahiba. Pada umur belasan tahun, yaitu pada pada waktu seorang pemuda atau pemudi mencapai tahap pubertas, ia harus lagi menempuh ujian mental yang di zaman animisme dinamai mangalontik ipon, sesudah memeluk agama kristen gereja mengharuskan pemuda dan pemudi menempuh ujian setelah mendapat pelajaran agama selama kira-kira satu tahun. Pada saat meninggal, orang Batak pra-kristen memberikan perhatian yang sangat besar kepada peristiwa kematian. Upacara kematian pada masyarakat Batak Toba itu sendiri juga merupakan pengakuan bahwa masih ada kehidupan lain dibalik kehidupan di dunia ini. Dalam kepercayaan masyarakat Batak Toba, alam dibagi atas tiga banua, yaitu : banua ginjang (atas) merupakan banua kuasa kemuliaan Mulajadi Na Bolon, yang dihuni oleh roh-roh suci. Banua tonga (tengah) merupakan alam raya yang dihuni oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Banua toru (bawah) merupakan alam bawah yang penuh penderitaan yang dihuni oleh roh-roh jahat. Keyakinan masyarakat Batak akan adanya hubungan antara orang yang hidup dengan roh orang mati, tercermin dalam berbagai upacara adat yang dilakukan terhadap orang-orang yang akan dan telah mati, seperti: manulangi (menyulangi orang yang akan mati), hamatean (kematian), mangongkal holi 34

14 (menggali tulang belulang), dan pesta pendirian tugu serta pesta tahunan di tugutugu marga. Keyakinan ini merupakan dasar utama bagi diselenggarakannya upacara adat. Upacara-upacara di atas pada hakekatnya merupakan upacara agama hasipelebeguon yang masih tetap dilakukan oleh kebanyakan orang-orang kristen dalam masyarakat Batak sekarang. Sebagian dari mereka melakukannya mungkin saja mengerti akan makna dari upacara tersebut, namun sebagian besar mungkin tidak memiliki pengertian akan latar belakang dan tujuan upacara adat (Gultom, 1992). 35

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Sebagaimana telah kita ketahui, Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari berbagai-bagai pulau dari Sabang sampai Merauke, dan didiami oleh berbagai-bagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adat Batak Toba atau yang disebut (Jabu) juga sangat sangat banyak ditemukan.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adat Batak Toba atau yang disebut (Jabu) juga sangat sangat banyak ditemukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Samosir merupakan sebuah pulau yang terletak ditengah-tengah Danau Toba. Daerah ini merupakan pusat kebudayaan masyarakat Batak Toba. Di pulau inilah lahir si

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Batak terdiri dari beberapa etnik yaitu Toba, Simalungun, Karo, Angkola/Mandailing dan Pakpak Dairi. Namun sekarang ini sebutan Batak hanya ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki kebudayaan sendiri yang menjadi ciri khas bagi setiap suku tersebut. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hula - hula dalam adat Batak Toba adalah keluarga laki-laki dari pihak istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. Hula - hula merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau, beragam suku bangsa, kaya akan nilai budaya maupun kearifan lokal. Negara mengakui perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Adat istiadat merupakan konsepsi pemikiran yang lahir sebagai rangkaian pemikiran manusia yang bersumber dari hakikat kemajuan akalnya. Sebelumnya disebut bahwa adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial pasti membutuhkan orang lain untuk menjalin komunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial pasti membutuhkan orang lain untuk menjalin komunikasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia mengalami proses dimana seseorang mulai lahir, menjadi dewasa, tua dan akhirnya meninggal. Dalam perjalanan hidupnya, manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tradisi-tradisi yang memuja roh roh leluhur. Maka telah tercipta sebuah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tradisi-tradisi yang memuja roh roh leluhur. Maka telah tercipta sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya setiap agama percaya terhadap Ketuhan Yang Maha Esa dan menolak terhadap kepercayaan-kepercayaan roh-roh halus yang berbau mistis. Semua ini tercetus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan kebahagiaan, kebanggaan, penerus keturunan, serta harta kekayaan pada sebuah keluarga. namun tidak semua keluarga dapat memperoleh keturunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk komunikasi dan situasi. Kehidupan semacam inilah terjadi interaksi, dari hasil interaksi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap masyarakat dalam kelompok masyarakat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten yang tekstur wilayahnya bergunung-gunung. Tapanuli Utara berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Nama Batak merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari balita, anak-anak, remaja, dewasa, orang tua sampai ia meninggal. Biasanya pada usia

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan dan tumbuh kembangnya sangat diperhatikan. Tak heran banyak sekali orang yang menunggu-nunggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut. BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang multikultural, hal ini terbukti dengan banyaknya suku bangsa di Indonesia yang mempunyai budaya berbedabeda. Perbedaan

Lebih terperinci

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA. Oleh MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA. Oleh MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA Oleh MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT ABSTRAK Upacara adat Batak Toba adalah upacara yang dihadiri oleh ketiga unsur Dalihan Na Tolu yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PANDANGAN DAUR HIDUP (TSUKAGIREI) DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN BETAWI

ANALISIS PERBANDINGAN PANDANGAN DAUR HIDUP (TSUKAGIREI) DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN BETAWI ANALISIS PERBANDINGAN PANDANGAN DAUR HIDUP (TSUKAGIREI) DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN BETAWI (BETAWI NO SHAKAI TO NIHON NO SHAKAI NI TSUKAGIREI NO JINSEIKAN NO HIKAKU NO BUNSEKI NI TSUITE) SKRIPSI Skripsi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan data dan uraian yang terdapat pada bab sebelumnya, maka dalam bab ini dapat dilihat bahwa adat sistem perkawinan suku Pakpak Kelasen sudah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang memiliki kebiasaan, aturan, serta norma yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Perkawinan adalah Anugrah dari pemberian Allah Tuhan kita yang terwujud/terbentuk dalam suatu ikatan lahir batin dari hubungan antara Suami dan Isteri (kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun terbagi atas beberapa bagian seperti upacara adat Marhajabuan

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun terbagi atas beberapa bagian seperti upacara adat Marhajabuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Etnis Simalungun memiliki kebudayaan yang banyak menghasilkan kesenian daerah dan upacara adat, dan hal tersebut masih dilakukan oleh masyarakat Simalungun sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batak merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia yang mana sebagian besar bermukim di Sumatera Utara. Suku yang dikategorikan sebagai Batak yaitu Batak Toba, Batak

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: ) 11. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Upacara Adat Upacara adalah sistem aktifitas atau rangkaian atau tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku memiliki bahasa daerah tersendiri yang membedakan bahasa suku yang satu dengan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata kebudayaan berasal

BAB I PENDAHULUAN. dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata kebudayaan berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman suku. Pada setiap suku memmpunyai hasil kebudayaan masing-masing. Kebudayaan hadir dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Nilai Batasan nilai bisa mengacu pada berbagai hal, seperti minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari masyarakat karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap tiap

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari masyarakat karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian merupakan unsur kebudayaan yang dalam kehidupannya tidak lepas dari masyarakat karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap tiap daerah tempat kesenian itu

Lebih terperinci

Gambar 2. Silsilah si Raja Batak. c. Posisi duduk dalam ritual Batak

Gambar 2. Silsilah si Raja Batak. c. Posisi duduk dalam ritual Batak b. Tarombo Tarombo adalah silsilah, asal usul menurut garis keturunan ayah atau patrilineal dalam suku Batak. Sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat suku bangsa Batak untuk mengetahui silsilahnya agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari berbagai perbedaan kehidupan manusia, satu bentuk variasi kehidupan mereka yang menonjol adalah fenomena stratifikasi (tingkat-tingkat) sosial. Perbedaan itu tidak

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano Menurut Hertz, kematian selalu dipandang sebagai suatu proses peralihan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung

IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Singkat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung 1. Punguan Pomparan Raja Silahisabungan Punguan Pomparan Raja Silahisabungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk simbol yang mengandung arti yang beraneka ragam salah satunya digunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar

Lebih terperinci

UPACARA MANGOKAL HOLI PADA MASYARAKAT BATAK DI HUTA TORUAN, KECAMATAN BANUAREA, KOTA TARUTUNG SUMATERA UTARA

UPACARA MANGOKAL HOLI PADA MASYARAKAT BATAK DI HUTA TORUAN, KECAMATAN BANUAREA, KOTA TARUTUNG SUMATERA UTARA 1 UPACARA MANGOKAL HOLI PADA MASYARAKAT BATAK DI HUTA TORUAN, KECAMATAN BANUAREA, KOTA TARUTUNG SUMATERA UTARA Asfika Yogi Hutapea Program Studi Antopologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses dimana seseorang mulai lahir, menjadi dewasa, tua dan akhirnya. dikarenakan adanya unsur kebudayaan di dalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. proses dimana seseorang mulai lahir, menjadi dewasa, tua dan akhirnya. dikarenakan adanya unsur kebudayaan di dalamnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia mengalami hal atau proses yang disebut daur hidup, yaitu proses dimana seseorang mulai lahir, menjadi dewasa, tua dan akhirnya meninggal. Tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Budaya merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI 1. Definisi Harga Diri Coopersmith (1967, h.4) menyatakan bahwa self esteem refer to the evaluation which the individual makes and customarily maintains with regard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi sebagai proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku kini melingkupi proses yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan bermasyarakat. Salah satu dari benda budaya itu adalah ulos. mengandung makna sosial dan makna ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan bermasyarakat. Salah satu dari benda budaya itu adalah ulos. mengandung makna sosial dan makna ekonomi. BAB I PENDAHULUAN Suku Batak Toba memiliki berbagai benda budaya yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat. Salah satu dari benda budaya itu adalah ulos. Ulos adalah sejenis kain adat hasil kerajinan

Lebih terperinci

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini.

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini. BAB V KESIMPULAN Suku Batak Toba merupakan suku yang kaya akan budaya salah satunya falasafah Dalihan Na Tolu yang menjadi landasan orang Batak Toba dalam bermasyarakat. Dalihan Na Tolu ini mengandung

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT GUNTUR SITOHANG

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT GUNTUR SITOHANG BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT GUNTUR SITOHANG Pada bab II ini penulis akan membahas gambaran umum lokasi penelitian dan biografi singkat Guntur Sitohang. Namun sebelum membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman budaya, suku dan kesenian yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Angkola sampai saat ini masih menjalankan upacara adat untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi masyarakat Angkola. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

MAKNA SIMBOL UPACARA MANGONGKAL HOLI (PENGGALIAN TULANG BELULANG) PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI BEKASI

MAKNA SIMBOL UPACARA MANGONGKAL HOLI (PENGGALIAN TULANG BELULANG) PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI BEKASI MAKNA SIMBOL UPACARA MANGONGKAL HOLI (PENGGALIAN TULANG BELULANG) PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI BEKASI Nama : Ruth Stella Novianty Marbun NPM : 18813140 Dosen Pembimbing : Moch. Ravii Marwan, S.T., M.I.Kom

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya): I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman suku juga disertai dengan keragaman budaya. Itulah yang membuat suku budaya Indonesia sangat dikenal bangsa lain karena budayanya yang unik. Berbagai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami 114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami dibawah tangan pada masyarakat batak toba di Kota Bandar Lampung saat ini, maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Upacara Pangurason dilaksanakan bukan semata ditampilkan untuk memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan identitas masyarakat

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki keanekaragaman suku yang tersebar diseluruh bagian tanah air. Masing-masing dari suku tersebut memiliki sejarahnya tersendiri. Selain

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL, BAGAN, DAN GAMBAR... ABSTRACT...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL, BAGAN, DAN GAMBAR... ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL, BAGAN, DAN GAMBAR... ABSTRAK... ABSTRACT... i iii iv v viii x xii xiii BAB I PENDAHULUAN A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Hartomo, H (1997)

BAB I PENDAHULUAN. maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Hartomo, H (1997) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup di suatu wilayah tertentu dan saling berinteraksi satu sama lain. Masyarakat yang saling berhubungan satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat. Semua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat. Semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat. Semua manusia yang ada di dunia ini pasti memiliki kebudayaan tersendiri. Keduanya tidak mungkin dipisahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakkara (2011) ada 3 Bius induk yang terdapat di Tanah Batak sejak awal peradaban bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Bakkara (2011) ada 3 Bius induk yang terdapat di Tanah Batak sejak awal peradaban bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghargai dan melestarikan warisan budaya leluhur adalah sebuah tugas mulia yang harus kita emban sebagai generasi penerus. Keterpurukan dan kepunahan warisan budaya

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN MULTIKULTURAL DALIHAN NA TOLU DALIHAN NA TOLU DALAM PERSPEKTIF KONSELINGMULTIKULTURAL

BAB IV KAJIAN MULTIKULTURAL DALIHAN NA TOLU DALIHAN NA TOLU DALAM PERSPEKTIF KONSELINGMULTIKULTURAL BAB IV KAJIAN MULTIKULTURAL DALIHAN NA TOLU Mengacu pada temuan hasil penelitian maka dalam bab ini akan membahas secara khusus dalihan na tolu dalam perspektif konseling multikultural. 4.1.1 DALIHAN NA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini semakin mendukung terkikisnya nilai-nilai tradisional sebuah bangsa. Lunturnya kesadaran akan nilai budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi sumatera utara dewasa ini mencatat adanya suku Batak dan Suku Melayu sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang membentuk

Lebih terperinci

BAB III DALIHAN NA TOLU DALAM MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA DI KOTA TEGAL

BAB III DALIHAN NA TOLU DALAM MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA DI KOTA TEGAL BAB III DALIHAN NA TOLU DALAM MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA DI KOTA TEGAL Berdasarkan data yang diperoleh pada saat melakukan penelitian terhadap masyarakat suku Batak Toba di kota Tegal, hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian pustaka.kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki acara adat yang berbeda-beda dalam upacara adat perkawinan, kematian dan memasuki rumah baru.dalam

Lebih terperinci

TOR-TOR PADA UPACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT TAPANULI SELATAN

TOR-TOR PADA UPACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT TAPANULI SELATAN TOR-TOR PADA UPACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT TAPANULI SELATAN Deni Eva Masida Dalimunthe Program Studi Tari Jurusan Sendratasik Universitas Negeri Medan ABSTRAK Tapanuli Selatan adalah salah satu Kabupaten

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan Suku Batak memiliki lima sub suku, yaitu suku Toba, Simalungun, Karo, Pak-Pak atau Dairi, dan Angkola-Mandailing. Setiap sub suku tersebut memiliki ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat suku Batakyang berada di daerah Sumatera Utara, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat suku Batakyang berada di daerah Sumatera Utara, khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Batak Toba merupakan kelompok kesatuan sosial dari bagian subsuku masyarakat suku Batakyang berada di daerah Sumatera Utara, khususnya sebagai asal lahirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai etnis dengan berbagai nilai budaya dan beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan tidak hanya penting bagi suku-suku bangsa tertentu tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan tidak hanya penting bagi suku-suku bangsa tertentu tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan tidak hanya penting bagi suku-suku bangsa tertentu tetapi negarapun menganggap penting untuk mengatur dan mengesahkan tahapan perkawinan. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas selama manusia itu ada dalam berbagai interaksi sosialnya, baik itu konflik perorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan yang suci antara pria dan wanita dalam suatu rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan bukanlah sekedar ritus untuk mengabsahkan hubungan seksual antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Pembahasan pada bab ini didasarkan pada seluruh data yang berhasil dihimpun pada saat penulis melakukan penelitian lapangan di desa Sawotratap Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri atas berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Salah satunya adalah etnis Batak. Etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini berisi pendahuluan yang membahas latar belakang penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan masalah dan rumusan masalah. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Semua etnis memiliki budaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu hal yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu hal yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat Batak Toba pesta perkawinan menurut adat sebenarnya adalah suatu hal yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan menurut semestinya,

Lebih terperinci