Oleh Aswindri R.N ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh Aswindri R.N ABSTRAK"

Transkripsi

1 PERSPEKTIF TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 DALAM TINDAK PIDANAPENCURIAN Oleh Aswindri R.N ABSTRAK Pencurian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang untuk mengambil barang, sebagian atau seluruhnya milik orang lain dengan melawan hukum. Penyebab utamanya ialah karena keadaan yang memaksa, sedangkan lapangan pekerjaan sulit didapatkan sehingga membuat mereka sendiri menyadari bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tercela dan dapat dikenakan sanksi hukuman. Banyaknya perkara pencurian dengan nilai barang yang kecil yang kini diadili di Pengadilan cukup mendapatkan sorotan masyarakat. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 3 UUD Sebagai negara hukum, untuk menjalankan suatu negara dan perlindungan hak asasi harus berdasarkan hukum. 1 Masalah kejahatan pencurian merupakan suatu persoalan yang tidak hanya dialami oleh masyarakat atau negara berkembang saja tetapi juga oleh masyarakat atau negara yang maju (modern). Bahkan pada realitanya perkembangan masyarakat yang pesat mempunyai peluang besar 1 Prasetyo Teguh, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana,(Bandung: Nusamedia 2010), hal 1. untuk timbulnya kejahatan pencurian tersebut. Kejahatan pencurian merupakan perbuatan yang merugikan masyarakat pada umumnya dan merugikan negara pada khususnya. Berbagai faktor penyebab timbulnya kejahatan pencurian ini, perlu dicari sebab-sebabnya karena bentuk kejahatan pencurian tergolong kejahatan yang sulit diatasi. Disamping pengaruh ekonomi, ada faktor lain yang menyebabkan timbulnya pencurian, yaitu karena faktor lingkungan. Pengaruh lingkungan itu terutama terdapat di kota-kota besar yang mengalami pergeseran budaya dari tradisional menuju kehidupan modernisasi. Faktor lain yang menyebabkan timbulnya pencurian adalah tingkat sosial yang berbeda.

2 Berdasarkan uraian di atas, permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah pengertian tindak pidana ringan dan denda, Bagaimana penerapan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 dalam proses peradilan tindak pidana pencurian ringan yang telah disahkan dan diberlakukan. Tujuan penulisan ini adalah Untuk memberikan masukan kepada pemerintah, aparat penegak hukum, serta informasi dan gambaran kepada masyarakat mengenai Perspektif Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Dalam Tindak Pidana Pencurian. Dalam penulisan hukum ini, penulis mempergunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitis yaitu menggambarkan faktafakta yang diteliti, yang selanjutnya dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan pendapat ahli hukum. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (field research). Pengertian Pencurian dan Denda Pencurian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang untuk mengambil barang, sebagian atau seluruhnya milik orang lain dengan melawan hukum. 2 Sasaran pencurian ditujukan bukan pada unsur manusia, melainkan yang menjadi sasaran adalah unsur kebendaan yang selalu dihubungkan dengan nilai uang. Pencurian adalah suatu perbuatan yang tercela dan perbuatan yang sangat tidak disukai oleh masyarakat. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai pencurian diatur mulai dari Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHPidana. Dalam Pasal 362 KUHPidana ditentukan : Barang siapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp900,-(sembilan ratus rupiah). 3 Ketentuan Pasal 362 KUHPidana digolongkan sebagai pencurian biasa merupakan ketentuan yang termasuk di dalam bidang hukum materiil. Peraturan ini menentukan suatu tindak pidana yang menunjukkan siapa yang dapat dipidana, perbuatan apa yang dapat dipidana, dan hukuman apa yang dapat dijatuhkan. 2 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Bogor: Politiea, 1967), hal Solahudin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, dan Perdata, (Jakarta: Visimedia, 2009), hal 86.

3 Moeljatno membagi unsurunsur suatu perbuatan pidana kedalam 5 unsur, yaitu: 4 a. Unsur kelakuan akibat (perbuatan); b. Unsur hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan; c. Unsur keadaan tambahan yang memberatkan; d. Unsur melawan hukum obyektif; e. Unsur melawan hukum subyektif. Menurut Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, pencurian itu dapat dikategorikan kedalam (5) lima macam, yaitu sebagai berikut: a. Tindak Pidana Pencurian Biasa (Pasal 362 KUHPidana); b. Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan (Pasal 363 KUHPidana); c. Tindak Pidana Pencurian Ringan (Pasal 364 KUHPidana); d. Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan (Pasal 365 KUHPidana); e. Tindak Pidana Pencurian dalam Keluarga (Pasal 367 KUHPidana). Pidana denda sebenarnya sudah dikenal sejak lama, merupakan bentuk pidana tertua, lebih tua daripada pidana penjara. Mungkin setua pidana mati 5 namun baru pada abad ini dapat dimulai keemasan pidana denda. Sebab itu pula, kemudian denda ini berhasil menggeser kedudukan pidana badan 4 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1983), hal Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta; PT Pradnya Paramita, 1993), hal 53. dari peringkat pertama. 6 Pidana denda sebagai salah satu pidana pokok yang ditentukan dalam Pasal 10 KUHP yang digunakan sebagai pidana alternatif atau pidana tunggal dalam Buku I dan Buku II KUHP. Pada zaman modern ini, pidana denda dijatuhkan terhadap delik-delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Pidana denda memiliki sifat perdata, mirip dengan pembayaran yang diharuskan dalam perkara perdata terhadap orang yang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Perbedaannya ialah denda dalam perkara pidana dibayarkan kepada negara atau masyarakat, sedangkan dalam perkara perdata dibayarkan kepada orang pribadi atau badan hukum. Penetapan pidana denda dalam KUHP merupakan jenis sanksi pidana yang berbeda jumlah presentase dan ancaman jenis pidananya dengan RUU KUHP, baik pidana yang diancamkan sebagai alternatif maupun pidana tunggal. Pengaturan pidana denda dalam KUHP ditentukan dalam Pasal 10 jo. Pasal 30. Pasal 30 mengatur mengenai pola pidana denda. Ditentukan bahwa banyaknya pidana denda sekurangkurangnya Rp.3,75 sebagai ketentuan minimum. 7 Jika dijatuhkan pidana denda, dan pidana denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan. 6 Jan Remmelink, Op.Cit, hal Tim Peneliti MaPPi FHUI, KRHN, dan LBH Jakarta, Menungu Perubahan dari Balik Jeruji, (Jakarta: Kemitraan, 2007), hal 13.

4 Lamanya pidana kurungan pengganti tersebut sekurang-kurangnya satu hari dan paling lama 6 bulan. Zamhari Abidin, 8 bahwa tugas hukum pidana adalah melindungi kepentingan hukum yang digolongkan ke dalam perlindungan terhadap nyawa, badan, kehormatan, kebebasan, dan kekayaan. Latar Belakang Lahirnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Dengan era reformasi yang melanda negara ini, telah membawa dampak yang sangat luas, di segala aspek kehidupan bernegara. 9 Oleh karena itu Mahkamah Agung mengharapkan supaya Pengadilan menjatuhkan pidana yang sungguhsungguh setimpal dengan beratnya dan sifatnya tindak pidana tersebut dan jangan sampai menjatuhkan pidana yang menyinggung rasa keadilan di dalam masyarakat. Banyaknya perkara-perkara pencurian ringan tidak tepat didakwa dengan menggunakan Pasal 362 KUHP yang ancaman pidananya paling lama 5 (lima) tahun. Perkaraperkara pencurian ringan seharusnya masuk dalam kategori tindak pidana ringan yang mana seharusnya lebih tepat didakwa dengan Pasal 364 KUHP yang ancaman pidananya 8 Zamhari Abidin, Pengertian dan Asas Hukum Pidana dalam Schema (bagan) dan Sysnosis (catatan singkat), (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hal 4. 9 Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pemidanaan Agar Setimpal dengan Berat dan Sifat Kejahatannya. paling lama 3 (tiga) bulan penjara atau denda paling banyak Rp.250,00 (dua ratus lima puluh rupiah). Jika perkara-perkara tersebut didakwa dengan Pasal 364 KUHP maka tentunya berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana para tersangka atau terdakwa perkaraperkara tersebut tidak dapat dikenakan penahanan (Pasal 21) serta acara pemeriksaan di Pengadilan yang digunakan haruslah Acara Pemeriksaan Cepat yang cukup diperiksa oleh Hakim Tunggal kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa, sebagaimana diatur dalam Pasal KUHAP. 10 Menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyakbanyaknya Rp.7000,- (tujuh ribu rupiah) dan penghinaan ringan. Berdasarkan Pasal 45A Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dua kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 perkara-perkara tersebut tidak dapat diajukan kasasi karena ancaman hukumannya di bawah 1 (satu) tahun penjara. Mahkamah Agung memahami alasan Penuntut Umum saat ini mendakwa para terdakwa dalam perkara-perkara tersebut dengan menggunakan Pasal 362 KUHP, oleh 10 Solahudin, Op Cit, hal 199.

5 karena batasan pencurian ringan yang diatur dalam Pasal 364 KUHP saat ini adalah barang atau uang yang nilainya di bawah Rp.250,- (dua ratus lima puluh rupiah). Nilai tersebut tentunya sudah tidak sesuai lagi saat ini, sudah hampir tidak ada barang yang nilainya di bawah Rp.250,- (dua ratus lima puluh rupiah) tersebut. Bahwa angka Rp.250,- (dua ratus lima puluh rupiah) tersebut merupakan angka yang ditetapkan oleh Pemerintah dan DPR pada tahun 1960 melalui Perpu Nomor 16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana yang kemudian disahkan menjadi Undang- Undang melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Pengesahan Semua Undang-Undang Darurat dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang. Untuk mengefektifkan kembali Pasal 364 KUHP sehingga permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam perkara-perkara yang saat ini menjadi perhatian masyarakat tersebut Pemerintah dan DPR perlu melakukan perubahan atas KUHP, khususnya terhadap seluruh nilai rupiah yang ada dalam KUHP. Namun mengingat sepertinya hal tersebut belum menjadi prioritas Pemerintah dan DPR, akan memakan waktu yang cukup lama, walaupun khusus untuk substansi ini sebenarnya mudah, untuk itu Mahkamah Agung memandang perlu menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung ini untuk menyesuaikan nilai mata uang yang menjadi batasan tindak pidana ringan, baik yang diatur dalam Pasal 364 KUHP maupun Pasal-Pasal lainnya, yaitu Pasal 373 (penggelapan ringan), Pasal 379 (penipuan ringan), Pasal 384 (penipuan ringan oleh penjual), Pasal 407 ayat (1) (perusakan ringan) dan Pasal 482 (penadahan ringan). Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batas Tindak Pidana dan Jumlah Denda di dalam KUHP, hanya sedikit merubah nilai nominal yang ada di dalam KUHP, karena di dalam KUHP nilai rupiah telah mengalami banyak perubahan yang sangat signifikan sejak tahun 1960 dan belum mengalami perubahan hingga saat ini. Peraturan ini hanya berlaku dilaksanakan pada tingkat Pengadilan bukan tingkat Kepolisian karena kekuasaan Mahkamah Agung tidak mencakup kepada Kepolisian melainkan badan peradilan. Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan tersebut untuk mengembalikan fungsi Pasal 364 agar efektif dan memberikan keadilan kepada pencuri yang melakukan pencurian dengan nilai barang atau uang bernilai tidak lebih dari Rp ,- untuk dapat memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal KUHAP. Mahkamah Agung mempunyai kewenangan: Ibid, hal 5.

6 1. Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. 2. Menguji peraturan Perundangundangan di bawah Undangundang terhadap Undang-undang. 3. Kewenangan lainnya yang diberikan Undang-undang. Mahkamah Agung adalah 12 salah satu pelaku Kekuasaan Kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Mahkamah Agung bukan lagi Lembaga Tertinggi Negara sebagaimana ditetapkan dalam Ketentuan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1978. Mahkamah Agung merupakan Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya. Sejarah berdirinya Mahkamah Agung RI tidak dapat dilepaskan dari masa penjajahan atau sejarah penjajahan di bumi Indonesia ini. 13 Hal mana terbukti dengan adanya kurunkurun waktu, dimana bumi Indonesia sebagian waktunya dijajah oleh Belanda dan sebagian lagi oleh 12 Ibid, hal Mahkamah Agung, Sejarah Berdirinya Mahkamah Agung, diakses tanggal 18 Mei Pemerintah Inggris dan terakhir oleh Pemerintah Jepang. Oleh karenanya perkembangan peradilan di Indonesia pun tidak luput dari pengaruh kurun waktu tersebut. Mulai pertama kali berdirinya Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung itu berada di bawah satu atap dengan Mahkamah Agung, bahkan: bersama dibawah satu Departemen, yaitu: Departemen Kehakiman. Dulu namanya: Kehakiman Agung pada Mahkamah Agung, seperti Kejaksaan Negeri dulu namanya: Kejaksaan Pengadilan Negeri. Kejaksaan Agung mulai memisahkan diri dari Mahkamah Agung yaitu sejak lahirnya Undang-Undang Pokok Kejaksaan (Undang-Undang No. 15 tahun 1961) di bawah Jaksa Agung Gunawan, S.H. yang telah menjadi Menteri Jaksa Agung. Peraturan Mahkamah Agung selanjutnya disebut PERMA sangat Populer bagi kalangan Akademisi Hukum, Praktisi Hukum dan Pengamat Hukum. Namun agak kurang populer bagi masyarakat kecil pencari keadilan, hal ini diantaranya karena ketika kata hukum disebutkan maka yang terlintas dalam benak masyarakat adalah Polisi, Jaksa, Hakim dan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), Karena masyarakat kecil pencari keadilan sering disangkakan atau didakwa dengan ketentuan yang terdapat pada KUHP yang berujung berhadapan dengan aparat penegak hukum seperti Polisi, Jaksa, dan Hakim.

7 Mahkamah Agung baru saja mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Jika sebelumnya yang disebut tindak pidana pencurian ringan yang nilainya kurang dari Rp250 kini diubah menjadi Rp ,- dimana nilainya dilipatgandakan menjadi kali. Tidak tanggung-tanggung Perma ini langsung mendapat respon yang begitu besar, penuh pro dan kontra oleh masyarakat baik di kalangan akademis, praktisi, pengamat dan lain-lain. PERMA tersebut lahir atas protes rasa ketidak adilan yang dirasakan masyarakat selama ini. Para penegak hukum berkata lantang hukum harus ditegakkan ketika rakyat kecil yang tak memiliki apa-apa dan tak berdaya melakukan suatu tindak pidana (bukan berarti masyarakat kecil tidak boleh dihukum bila melanggar). Sementara proses hukum terhadap pencurian uang negara oleh penjahat berdasi tidak jelas hukum apa yang ditegakkan. Ketua Makamah Agung (MA) Hatta Ali menyadari bahwa saat ini ada kesalahpahaman bahwa dengan Perma itu pelaku tindak pidana dengan nilai kerugian di bawah Rp ,- tidak dihukum, padahal sebenarnya yang dimaksudkan dari Perma tidak seperti itu. Proses hukum tetap berjalan, hanya pelakunya tidak perlu ditahan. Ini yang sering disalah pahami karena dianggap pencuri di bawah nilai Rp ,- tidak dihukum. Bukan seperti itu, sebab pelaku hanya tidak perlu ditahan. Batasan Rp 250 untuk kerugian tipiring sebagaimana yang terdapat dalam KUHP selama ini dinilai kurang tepat, mengingat nilai Rp 250 itu dipertahankan sejak 1960 yang tentunya sekarang sudah berbeda kondisinya. Apakah Perma No 2 Tahun 2012 akan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, tentu waktu yang akan mengujinya. Sebab di balik penerbitan Perma No. 2 Tahun 2012 itu terdengar juga pandangan yang mengkhawatirkan akan menjamurnya kejahatan-kejahatan atau tindak pidana dengan nilai dendanya di bawah Rp ,-. Bahkan ada juga yang memahaminya pencurian uang dengan nilai kurang dari Rp ,-. Tetapi, kekhawatiran itu tentu bagi mereka yang awam hukum, dimana Perma No 2 Tahun 2012 dalam persepsi publik yang awam mengacu pada nilai rupiahnya. Padahal Perma No 2 Tahun 2012 tidak ditujukan kepada seluruh tindak pidana, tetapi hanya pada tindak pidana ringan (Tipiring). Kepolisian dan Kejaksaan kesusahaan untuk menerapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012, sepeti yang disampaikan oleh Kapolres Langkat AKBP L Eric Bhismo, 14 Saat ini para penyidik 14 Kepolisian dan Kejaksaan kesulitan untuk menerapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012, dalam diskusi panel antara Polisi, Jaksa, Petugas Lapas, Pengadilan

8 kepolisian dan kejaksaan belum dapat menerapkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.2/2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan (Tipiring) dan jumlah denda dalam KUHP. Namun, kita akan melakukan koordinasi dengan kejaksaan, pengadilan guna mendapatkan kearifan lokal dalam penerapannya. Alasannya, kalau menelan bulat-bulat produk MA itu, dikhawatirkan penjarahan merajalela. Pasalnya, bukan tidak mungkin dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab melakukan aksi kriminal yang kemudian ditolerir peraturan dimaksud. 15 Dengan lahirnya Perma itu, merupakan otoritas Kehakiman, berdasarkan kajian-kajian terlebih dahulu ketika disinggung produk dimaksud sedikit prematur, disebabkan canggungnya Penyidik Polisi maupun Jaksa mengimplementasikannya. Kalau dipakai bisa berbahaya. Karena bukan tidak mungkin, banyak penjarahan dilakukan dengan dalih tindak pidana ringan (tipiring) karena kerugian disebabkan tidak melebihi Rp 2,5 juta. Ketentuan Jumlah Denda dalam Tindak Pidana Ringan menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Untuk melakukan penyesuaian nilai rupiah Mahkamah Agung berpedoman pada harga emas yang maupun Hakim yang diprakarsai Kejari Stabat. diakses tanggal 24 Mei Ibid. berlaku pada sekitar tahun Bahwa batasan nilai yang diatur dalam Pasal-Pasal pidana ringan tersebut perlu disesuaikan dengan kenaikan tersebut, untuk mempermudah perhitungan Mahkamah Agung menetapkan kenaikan nilai rupiah tersebut tidak dikalikan namun cukup kali. Dengan dilakukannya penyesuaian seluruh nilai uang yang ada dalam KUHP baik terhadap Pasal- Pasal tindak pidana ringan maupun terhadap denda diharapkan kepada seluruh Pengadilan untuk memperhatikan implikasi terhadap penyesuaian ini dan sejauh mungkin mensosialisasikan hal ini kepada Kejaksaan Negeri yang ada diwilayahnya agar apabila terdapat perkara-perkara pencurian ringan maupun tindak pidana ringan lainnya tidak lagi mengajukan dakwaan dengan menggunakan Pasal 362, 372, 378, 383, 406 maupun 480 KUHP namun Pasal-Pasal sesuai yang mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun Selain itu jika Pengadilan menemukan terdapat terdakwa tindak pidana ringan yang dikenakan penahanan agar segera 16 Berdasarkan Informasi yang diperoleh dari Museum Bank Indonesia bahwa pada tahun 1959 harga emas murni per 1 kilogramnya= Rp ,80 ()lima puluh ribu lima ratus sepuluh koma delapan puluh rupiah atau setara dengan Rp 50,51 per gramnya. Harga emas pada tanggal 3 Februari 2012 adalah Rp ,00 (lima ratus sembilan ribu rupiah) per gramnya. Perbandingan antara nilai emas pada tahun 1960 dengan 2012 adalah kali lipat.

9 membebaskan. Selain itu mengefektifkan kembali pidana denda serta mengurangi beban Lembaga Pemasyarakatan yang saat ini telah banyak melampaui kapasitasnya yang telah menimbulkan persoalan baru, sejauh mungkin para Hakim mempertimbangkan sanksi denda sebagai pilihan pemidanaan yang akan dijatuhkan, dengan tetap mempertimbangkan berat ringannya perbuatan serta rasa keadilan masyarakat. Perspektif Penerapan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 dalam Tindak Pidana Pencurian. Peraturan Mahkamah Agung selanjutnya disebut PERMA sangat terkenal bagi kalangan Akademisi Hukum, Praktisi Hukum dan Pengamat Hukum. Sebagaimana pemberitaan yang sedang hangat, Mahkamah Agung baru saja mengeluarkan Peraturan MA No 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Jika sebelumnya yang disebut tindak pencurian ringan yang nilainya kurang dari Rp 250,- (dua ratus lima puluh rupiah) kini diubah menjadi Rp ,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) dimana nilainya dilipatgandakan menjadi kali. Perma Nomor 2 Tahun 2012 dibentuk sebagai upaya penyesuaian terhadap kondisi non hukum yang terjadi di luar proses peradilan. Pertama, tudingan masyarakat terkait dengan kinerja pengadilan yang dinilai bersikap tidak adil tanpa pemahaman yang utuh atas criminal justice system. Kedua, Perma tersebut tidak hanya berbicara mengenai penyesuaian batasan jumlah denda, namun ada itikad baik dari MA untuk memperbaiki proses peradilan. Namun, upaya memperbaiki proses peradilan berdasarkan kewenangan MA hanya dapat diterapkan di lingkungan pengadilan. Perma ini tidak mampu secara hukum menjangkau pihak lain yang berada pada sistem peradilan pidana seperti Penyidik Kepolisian maupun Jaksa Penuntut Umum. Karena secara ilmu perundangundangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 secara garis besar peraturan yang dibuat oleh MA masuk dalam lingkup keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang bersifat mengatur (regeling) sehingga tepat bila dibuat dalam bentuk peraturan, yang dikenal dengan istilah Interna Regeling. Secara eksplisit memang dinyatakan pada pertimbangan Perma No 2 Tahun 2012, Bahwa Perma ini sama sekali tidak bermaksud mengubah KUHP, Mahkamah Agung hanya melakukan penyesuaian nilai uang yang sudah sangat tidak sesuai dengan kondisi sekarang ini. Hal ini dimaksudkan memudahkan penegak hukum khususnya Hakim, untuk memberikan keadilan terhadap perkara yang diadili. Namun bila melihat dalam butiran Pasal-Pasal Perma tersebut maka secara tidak langsung Perma tersebut merubah ketentuan dalam KUHP dan seakan akan menjadi

10 Lex Specialis dari KUHP dengan kata lain mengatur tentang hukum pidana materil bukan merupakan ranah hukum pidana formil. Karena ketentuan materilnya diubah maka secara otomatis penegakan hukum formilnya akan menyesuaikan. Tentunya hal ini menimbulkan kerancuan dan tidak sejalan dengan makna pada Pasal 79 undang-undang Kehakiman. Seruan revisi KUHP sudah sejak lama sekali di dengungdengungkan, karena begitu banyak pengaturan dalam KUHP tersebut telah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman yang semakin maju dan terus berkembang. Lahirnya Perma No 2 Tahun 2012 ini merupakan suatu bukti bahwa KUHP sudah saatnya untuk direvisi dan bisa bayangkan bagaimana bila setiap ketentuan KUHP yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dibuat Permanya. Bahwa sejak tahun 1960 nilai rupiah mengalami penurunan sebesar kali jika dibandingkan harga emas saat ini. Nilai uang yang terdapat pada KUHP belum pernah mengalami penyesuaian sehingga berimplikasi terhadap penerapan sejumlah pasal yang ada pada KUHP seperti pada Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP. Selain itu keberadaan Perma No. 2 Tahun 2012 tidak dapat menjamin dan menjadi payung hukum yang kuat dari rasa keadilan masyarakat yang tertindas sebagaimana yang dirasakan saat ini. Sebagai peraturan yang diterbitkan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya peradilan, PERMA telah menunjukkan berbagai peranannya di dalam memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di bidang peradilan. Hal ini dapat terlihat dari beberapa putusan Hakim yang ternyata mempergunakan PERMA sebagai dasar di dalam bagian pertimbangan hukumnya, dalam hal terjadinya kekosongan ataupun kekurangan aturan di dalam undang-undang hukum acara. Kesemuanya itu dilakukan oleh Mahkamah Agung sebagai sarana penemuan hukum dan dalam rangka melakukan penegakan Hukum di Indonesia. Akhirnya walaupun penuh pro dan kontra keberadaan Perma No 2 Tahun Sebaiknya sosialisasi terhadap keberadaan PERMA tersebut agar lebih ditingkatkan dan instansi penegak hukum lainnya seperti Polisi dan Kejaksaan agar dapat menyesuaikan di jajaran masingmasing, sehingga PERMA dapat diterapkan guna keadilan bagi pencari keadilan khususnya masyarakat tidak mampu, yang terkadang terpaksa melakukan suatu tindak pidana ringan demi sesuap nasi. Maka secara tidak langsung membantu penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di bidang Peradilan dan sebagai payung hukum sementara menanti KUHP yang baru atau menanti Perma tersebut menjadi Undang-Undang tersendiri, sebagaimana pernah disahkannya Undang-Undang No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-

11 Undang Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. 17 Keluarnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 tentang tindak pidana ringan (Tipiring) terhadap pelaku pencurian, penipuan, penggelapan dan penadahan dengan jumlah kerugian di bawah Rp ,- tidak perlu dilakukan penahanan, mengundang kontroversi dari sejumlah pihak. Penerapan Perma No. 2 Tahun 2012 ini sebenarnya hanya berlaku bagi Hakim Pengadilan, dan tidak berlaku bagi Penyidik dalam hal ini Penyidik Polri dan Kejaksaan (sesuai yang tercantum dalam Pasal 2). Namun demikian, yang menjadi persoalan adalah mengenai apakah tersangka akan dikenakan penahanan atau tidak. Hal ini mengingat dalam Pasal 2 (3) Perma 02/2012 ini dijelaskan bahwa, apabila terdakwa sebelumnya dikenakan penahanan, maka Ketua Pengadilan tidak menetapkan penahanan atau perpanjangan penahanan. 18 Ini tentu suatu hal yang sangat ironis, mengingat permasalahan penahanan tersangka merupakan kewenangan dan pertimbangan Penyidik. 17 Persoalan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP, Diunduh Tanggal 03 Mei 2012 pada Pukul WIB. 18 Ibid. Kelemahan yang mendasar dari Perma Nomor 2 Tahun 2012 adalah 19 regulasi itu hanya merupakan peraturan (regeling) yang mengikat untuk internal hakim-hakim di lingkungan MA, yakni di Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT). Konsekuensinya, Ketua Pengadilan dalam melihat kasus tindak pidana harus mampu melihat nilai objek sengketa ketika menerima pelimpahan perkara pencurian, penipuan, penggelapan, dan penadahan dari jaksa penuntut umum. Bila mendasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara (KUHAP), kasus pidana harus terlebih dahulu melalui dua pintu, yakni penyidikan di Kepolisian dan penuntutan di Kejaksaan. Persoalannya, dua institusi Hukum ini tidak terikat oleh Perma tersebut. Lebih dari itu, dua institusi Hukum itu juga belum merespon secara positif atas Perma, misalnya dengan menindak lanjuti di level bawah Kepolisian dan Kejaksaan dalam memproses kasus-kasus tipiring. Oleh karena itu, agar pelaksanaan Perma tersebut bisa dipahami dan diikuti Penyidik, Penuntut Umum hingga dapat diselesaikan di luar Pengadilan. Forum Mahkumjapol yang beranggotakan Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, 19 Pembatasan Tindak Pidana Ringan dan Revisi KUHP, diakses pada Tanggal 3 Mei 2012 pada Pukul WIB.

12 dan Polri berencana menyusun kerangka acuan yang lebih rinci mengenai batasan denda dalam perkara tindak pidana ringan. Kerangka acuan tersebut dibuat dalam bentuk nota kesepakatan bersama (MOU) antara MA, Kemenkumham, Kejaksaan Agung, dan Polri, inti MOU tersebut menyangkut penerapan batasan jumlah denda dalam tindak pidana ringan (Tipiring) seperti tertuang Perma No. 2 Tahun Pembahasan materi MOU juga berkaitan dengan pembatasan perkara dalam tindak pidana anak, kerugian korban di bawah Rp 2,5 juta termasuk pembatasan perkara dalam perkara pengguna narkoba, selain perkara Tipiring berikut hukum acaranya. Termasuk tata cara penyelesaian perkara di luar pengadilan. Sehingga Penyidik Kepolisian bisa tidak meneruskan perkara tersebut ke persidangan, kalau perkara dianggap masuk klasifikasi Tipiring, perkara anak-anak, perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dalam pertemuan ini, keempat lembaga membahas rencana tindak lanjut Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Pada intinya mengenai penyusunan nota kesepakatan bersama (MoU) antara MA, Kemenkumham, Kejaksaan Agung, Polri menyangkut penerapan batasan jumlah denda dalam tindak pidana ringan (Tipiring) seperti tertuang Perma No 2 Tahun 2012, jelas Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur usai rapat koordinasi. 20 Implementasi Perma itu beserta materi nota kesepakatan merupakan alternatif pemulihan keadilan (restorative justice) dalam menyelesaikan jenis perkara seperti ini. Intinya nota kesepakatan sebagai pelaksanaan Perma ini adalah untuk memberikan restorative justice. Perma No 2 Tahun 2012, terbit pada 27 Februari 2012, mengatur kenaikan nilai uang denda atau nilai kerugian. Kenaikan nilai denda yang tercantum dalam Pasal 364 (pencurian ringan), 373 (penipuan ringan), 379 (penggelapan ringan), 384, 407, dan 482 KUHP yakni sebesar Rp 250 menjadi Rp 2,5 juta. Beberapa Contoh Kasus 1. Dua bocah divonis penjara garagara mencuri burung parkit milik guru; 2. Nenek Minah (55) divonis 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA); 3. AAL adalah bocah pencuri sandal jepit dari Kota Palu, Sulawesi Tengah; 4. Dua anak dibawah umur bernama Ipan Septian (13) dan Rama (13) 20 Mahkumjapol susun MOU batasan denda Tindak pidana Ringan, Diakses pada hari Senin, 27 Agustus 2012, pukul

13 pencuri ayam diancam hukuman 3,5 tahun penjara; Penutup Pemerintah seharusnya mengapresiasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 dengan menjadikannya Undang-undang agar menjangkau semua pihak yang berada pada sistem hukum peradilan pidana seperti penyidik maupun penuntut umum dapat menjalankannya dan secara konsisten merubah pasal-pasal dalam KUHP yang sudah tidak dapat mengikuti perkembangan zaman agar efektif kembali dan dapat dipergunakan oleh aparat penegak hukum. Mahkamah Agung harus secara terus menerus melakukan kajian tentang efektifitas pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP agar senantiasa up to date mengikuti perkembangan zaman sehingga tidak ada pasal-pasal mati dalam KUHP. Jika MOU Mahkumjapol sudah disahkan, harapan masyarakat luas dan penulis agar implementasinya efektif dalam masyarakat bukan hanya peraturan baru yang tidak bisa diterapkan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas sebelumnya maka dapat diberikan beberapa kesimpulan sebagai jawaban identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Tindak pidana ringan adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan kecil (Pasal 205 KUHAP). Pidana denda adalah bentuk hukuman yang melibatkan uang yang harus dibayarkan dalam jumlah tertentu. 2. Menurut Penulis penyebab disahkan dan diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012, karena di dalam KUHP nilai rupiah telah mengalami banyak perubahan yang sangat signifikan sejak tahun 1960 dan belum mengalami perubahan hingga saat ini. Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan tersebut untuk mengembalikan fungsi Pasal 364 KUHP agar efektif dan memberikan keadilan kepada pelaku yang melakukan pencurian dengan nilai barang atau uang bernilai tidak lebih dari Rp ,- untuk dapat memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut dengan acara pemeriksaan cepat yang diatur dalam Pasal KUHAP. 3. Kepolisian dan Kejaksaan kesulitan untuk menerapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun lahirnya Perma tersebut, merupakan otoritas Kehakiman, berdasarkan kajian-kajian produk dimaksud sedikit prematur, disebabkan canggungnya penyidik Polisi maupun Jaksa

14 mengimplementasikannya. Peraturan Mahkamah Agung ini akan efektif apabila kesepakatan MOU antara Mahkamah Agung, Kemenkumham, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian dalam forum Mahkumjapol tentang kerangka acuan yang lebih rinci mengenai batasan denda dalam perkara tindak pidana ringan telah selesai dan disahkan oleh Pejabat yang berwenang. Daftar Pustaka Arief, Barda Nawawi. RUU KUHP Baru, Sebuah Restrukturisasi/Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia. Semarang: Pustaka, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Offset Alumni, Anwar, Moch. Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II). Bandung: Aditya Bakti, Abidin, Zamhari. Pengertian dan Asas Hukum Pidana dalam Schema (bagan) dan Sysnosis (catatan singkat). Jakarta: Ghalia Indonesia, Bawengan, G. Hukum Pidana di Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Pradnya Paramita, Hamzah, Andi. Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta: Pradnya Paramita, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta; PT Pradnya Paramita, Kusumah, Mulyana W. Kriminologi dan Masalah Kejahatan suatu Pengantar Ringkas. Bandung: Armico, Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Bina Aksara, Sahetapy. Kuasa dan Beberapa Analisis Kriminalitas. Bandung: Alumni Sugandhi, R. KUHP dan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional, Suhariyono. Pembahuruan Pidana Denda di Indonesia, Jakarta: Papas Sinar Sinanti Simorangkir, J.C.T. Pelajaran Hukum Indonesia. Jakarta: Gunung Agung, Soesilo, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar Lengkap Pasal Demi Pasa., Bogor: Politea, Solahudin. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana. dan Perdata, Jakarta: Visimedia, Sudarto. Pemidanaan Pidana dan Tambahan. Jakarta: Bina Cipta, Teguh, Prasetyo. Kriminalisasi dalam Hukum Pidana. Bandung: Nusamedia Tim peneliti Mappi FHUI, KRHN, dan LBH Jakarta. Menungu Perubahan dari Balik Jeruji. Jakarta: Kemitraan, Widiyanti, Ninik & Yulius Waskita. Kejahatan dalam Masyarakat dan Pencegahannya, Jakarta: Bina Aksara 1987.

15

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR :02 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu hangat untuk diperbincangkan dari masa ke masa, hal ini disebabkan karakteristik dan formulasinya terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017 PROSES PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh: Raymond Lontokan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa bentuk-bentuk perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir pada setiap masyarakat termasuk Indonesia hal ini terutama disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. hampir pada setiap masyarakat termasuk Indonesia hal ini terutama disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan merupakan masalah yang rumit dimana persoalan dapat dijumpai hampir pada setiap masyarakat termasuk Indonesia hal ini terutama disebabkan oleh karena pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan yang mendesak yang mana kebutuhan tersebut bertujuan untuk memenuhi segala keperluan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada hukum.namun dilihat dari sudut hukum, hak dan kewajiban secara individual selalu berkonotasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hakikat dari tindak pidana ringan dan bagaimana prosedur pemeriksaan

Lebih terperinci

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM DISUSUN OLEH : NAMA / (NPM) : M. RAJA JUNJUNGAN S. (1141173300129) AKMAL KARSAL (1141173300134) WAHYUDIN (1141173300164) FAKULTAS :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan zaman tidak hanya merupakan perkembangan di bidang teknologi semata melainkan juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

JURNAL. Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh ANISTIA RATENIA PUTRI SIREGAR

JURNAL. Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh ANISTIA RATENIA PUTRI SIREGAR EKSISTENSI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP PADA PERADILAN PIDANA JURNAL Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

EKSISTENSI PIDANA DENDA MENURUT SISTEM KUHP 1 Oleh : Aisah 2

EKSISTENSI PIDANA DENDA MENURUT SISTEM KUHP 1 Oleh : Aisah 2 EKSISTENSI PIDANA DENDA MENURUT SISTEM KUHP 1 Oleh : Aisah 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan pidana denda di Indonesia dan bagaimanakah eksistensi

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana 43 BAB III PENUTUP KESIMPULAN Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, memberikan ancaman kepada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012

BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012 BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012 A. Tindak Pidana Pencurian ringan Dalam Pasal 364 KUHP Dalam hukum positif pengertian pencurian telah diatur

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran) Nomor 456/Pid.B/2013/PN.KIS

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran) Nomor 456/Pid.B/2013/PN.KIS Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran) Nomor 456/Pid.B/2013/PN.KIS Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H. Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UNA, Kisaran Sumatera Utara

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012 DAN RELEVANSINYA DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA PENCURIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEADILAN SUBSTANTIF

IMPLEMENTASI PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012 DAN RELEVANSINYA DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA PENCURIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEADILAN SUBSTANTIF Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12. No. 1 Maret 2017 Implementasi Perma Nomor 2 Tahun 2012 Dan (Agustinus David Putraningtyas) IMPLEMENTASI PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012 DAN RELEVANSINYA DALAM PENANGANAN TINDAK

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia

Lebih terperinci

BAB II PANDANGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENERAPAN PIDANA DENDA PADA PELANGGARAN LALU LINTAS

BAB II PANDANGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENERAPAN PIDANA DENDA PADA PELANGGARAN LALU LINTAS BAB II PANDANGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENERAPAN PIDANA DENDA PADA PELANGGARAN LALU LINTAS A. Kerangka Teori Pidana Denda dalam Hukum Pidana Pidana denda merupakan salah satu jenis dari pidana pokok dalam

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2

ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2 ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2 ABSTRAK Pemidanaan terhadap orang yang belum dewasa atau yang belum cukup umur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

KETERANGAN PRESIDEN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Jakarta, 6 Maret 2013 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Pertama-tama marilah kita

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan

Lebih terperinci

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan No.655, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Koordinasi. Aparat Penegak Hukum. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG MENTERI HUKUM DAN HAM JAKSA

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana dalam tindak pidana korupsi. Terbukti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana umum maupun pidana khusus, seperti kasus korupsi seringkali mengharuskan penyidik untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan pancasila dan Undang Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU

Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU NO FOKUS PERMASALAHAN SARAN TINDAK INDIKATOR PEMBARUAN KEBERHASILAN Pelaksanaan Misi dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah adanya kekuasaan berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah adanya kekuasaan berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Fungsi Lembaga Fungsi berasal dan kata dalam Bahasa Inggris function, yang berarti sesuatu yang mengandung kegunaan atau manfaat. Fungsi suatu lembaga atau institusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016 PENANGKAPAN DAN PENAHANAN SEBAGAI UPAYA PAKSA DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA 1 Oleh : Hartati S. Nusi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana alasan penangkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana halnya dengan negara-negara lain di dunia, negara Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan pencapaian tersebut harus

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Petikan Putusan Nomor 1361 K/Pid.Sus/2012 Berdasarkan pemeriksaan perkara pidana khusus dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung telah memutuskan

Lebih terperinci

PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN

PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN (Analisis Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan semata, hal ini berdasarkan penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.789, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Kerjasama. Penegak Hukum. Penanganan Tindak Pidana. Terorisme PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/K.BNPT/11/2013

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack Vol. 23/No. 9/April/2017 Jurnal Hukum Unsrat Kumendong W.J: Kemungkinan Penyidik... KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1 Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Email:wempiejhkumendong@gmail.com Abstrack

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik berwenang melakukan penahanan kepada seorang tersangka. Kewenangan tersebut diberikan agar penyidik dapat melakukan pemeriksaan secara efektif dan efisien

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas sebagai hasil penelitian dan pembahasan dalam disertasi ini, maka dapat diajukan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penjabaran

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan maka dapat

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan maka dapat BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Implementasi Perma Nomor 2 Tahun 2012 Dalam Penyelesaian Kasus Tindak Pidana

Lebih terperinci

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR 2.1. Penyidikan berdasarkan KUHAP Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA 1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. terdahulu, maka penulis menyimpulkan beberapa hal yaitu :

BAB III PENUTUP. terdahulu, maka penulis menyimpulkan beberapa hal yaitu : 77 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, baik itu penelitian kepustakaan maupun wawancara serta analisis yang telah penulis lakukan dalam babbab terdahulu, maka penulis menyimpulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp TAMBAHAN BERITA NEGARA RI MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PENJELASAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA

Lebih terperinci

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara A. Pengertian Penahanan Seorang terdakwa akan berusaha untuk menyulitkan pemeriksaan perkara dengan meniadakan kemungkinan akan dilanggar, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Terdakwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan peradaban manusia. Kejahatan yang disebut perilaku. kajahatan sesungguhnya merupakan upaya yang terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan peradaban manusia. Kejahatan yang disebut perilaku. kajahatan sesungguhnya merupakan upaya yang terus menerus dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kejahatan merupakan entitas yang selalu dekat dengan dinamika perkembangan peradaban manusia. Kejahatan yang disebut perilaku menyimpang selalu ada dan melekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar 1945 amandemen keempat, khususnya Pasal 28 B ayat (2) berisi ketentuan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah

BAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian dan hasil penelitian serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah memeriksa dan memutus permohonan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda, itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai

Lebih terperinci