TERBATAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TERBATAS"

Transkripsi

1 TERBATAS PERSANDINGAN MUATAN MATERI RUU INISIATIF DPR RI TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RUU PEMERINTAH PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT PANITIA KHUSUS TLP :

2 PERSANDINGAN STRUKTUR RUU TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH INISIATIF DPR RI DENGAN RUU USULAN PEMERINTAH NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Pasal I Merubah Beberapa ketentuan dan penjelasan pasal dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah BAB I KETENTUAN UMUM 3. BAB II KEBIJAKAN DESENTRALISASI 4. Bagian Kesatu Kebijakan Dasar 5. Bagian Kedua Pembentukan Daerah Otonom 6. Bagian Ketiga Penyelenggaraan Otonomi Daerah 7 Bagian Keempat Kawasan Khusus 8 BAB III PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, PENGHAPUSAN DAERAH, DAN

3 NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH 9 BAB IV 10 Bagian Kesatu PERUBAHAN BATAS DAERAH HUBUNGAN ANTAR TINGKAT PEMERINTAHAN DAN ANTAR PEMERINTAH DAERAH Hubungan Wewenang 11 Bagian Kedua 12 Bagian Ketiga Hubungan Pemanfaatan Sumber Daya Hubungan Keuangan 13 Paragraf Kesatu Umum 14 Paragraf Kedua 15 Paragraf Ketiga 16 Bagian Keempat Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintah yang diserahkan Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintah yang Tidak Diserahkan Hubungan Kewilayahan 17 Bagian Kelima 2. Ketentuan dalam BAB V dan penjelasannya dicabut dan diganti dengan rumusan baru sehingga berbunyi sebagai berikut Hubungan Administrasi 18 BAB V BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB V PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH 19 Bagian Pertama Bagian Pertama

4 NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH Umum Pembentukan dan Susunan Pemerintahan Daerah 20 Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Daerah 21 Bagian Kedua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bagian Keempat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 22 Paragraf 1 Susunan dan Keanggotaan 23 Paragraf 2 Pimpinan 24 Paragraf 3 Kedudukan, Fungsi, Tugas dan Wewenang 25 Paragraf 4 Hak dan Kewajiban 26 Paragraf 5 Penggantian Antarwaktu Anggota DPRD 27 Paragraf 6 Alat Kelengkapan, Protokoler, Keuangan, dan Peraturan Tata Tertib 28 Paragraf 7 Protokoler dan Keuangan 29 Paragraf 8 Peraturan Tata Tertib 30 Paragraf 9 Kekebalan, Larangan, dan Penyidikan terhadap Anggota DPRD 31 Paragraf 10 Larangan

5 NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH 32 Paragraf 11 Penyidikan 33 Bagian Ketiga Pemerintah Daerah 34 Paragraf 1 Kepala Daerah 35 Paragraf 2 Calon, Persyaratan Calon, Pemilih, dan Pelaksana Pemilihan Bagian Ketiga Pemerintah Daerah Paragraf Pertama Kepala Daerah Paragraf Kedua Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 36 Paragraf 3 Tahapan Pemilihan 37 Paragraf 4 Pendaftaran Pemilih 38 Paragraf 5 Pendaftaran dan Penetapan Calon 39 Paragraf 6 Kampanye 40 Paragraf 7 Pemilihan 41 Paragraf 8 Penghitungan Suara 42 Paragraf 9 Penetapan Calon Terpilih Dan Pelantikan 43 Paragraf 10 Kewajiban Kepala Daerah Paragraf Ketiga Wewenang, Tugas dan Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

6 NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH 44 Paragraf 11 Larangan bagi Kepala Daerah 45 Paragraf 12 Pemberhentian Kepala Daerah Paragraf Keempat Larangan Bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Paragraf Kelima Pemberhentian Kepala Daerah 46 Paragraf 13 Tindakan Penyidikan terhadap Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah 47 Paragraf 14 Wakil Kepala Daerah 48 Paragraf 15 Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 49 Bagian Keempat Perangkat Daerah Paragraf Keenam Perangkat Daerah 50 Bagian Kelima Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah 51 Bagian Keenam Kepegawaian Daerah 52 Bagian Ketujuh Perencanaan Daerah 53 Paragraf Kesatu Lingkup Perencanaan Daerah 54 Bagian Kedelapan Keuangan Daerah 55 Paragraf kesatu Umum

7 NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH 56 Paragraf Kedua Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan Paragraf Ketiga APBD 59 Paragraf Keempat Belanja DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 60 Paragraf Kelima Perubahan APBD 61 Paragraf Keenam Penata Usahaan Keuangan Daerah 62 Paragraf Ketujuh Pertanggungjawaban APBD 63 Paragraf Kedelapan Pengelolaan Barang milik Daerah 64 Paragraf Kesembilan Dana Cadangan 65 Paragraf Kesepuluh Pengaturan tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 66 Bagian Kesembilan Kerja sama Daerah 67 Bagian Kesepuluh Penyelesaian Perselisihan 68 Bagian Kesebelas

8 NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH Kawasan Perkotaan 69 Bagian Kedua belas Pemerintahan Desa 70 Paragraf Kesatu Pembentukan, Penghapusan, dan/atau Penggabungan Desa 71 Paragraf Kedua Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa 72 Paragraf Ketiga Pemberdayaan Masyarakat Desa 73 Paragraf Keempat Keuangan Desa 74 Paragraf Kelima Pembinaan dan Pengawasan Desa 75 Paragraf Keenam Kerja sama dan Perselisihan Desa 76 Paragraf Ketujuh Kawasan Perdesaan 77 Bagian ketiga belas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan 78 Bagian Keempat belas Pelaporan dan Informasi Pemerintahan Desa 79 Bagian Kelima belas Pembinaan dan Pengawasan 80 BAB VI DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH

9 NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH Menambah pasal baru pada Ketentuan Lain-lain: BAB VII 82 BAB VIII 83 BAB IX Antara Bab XIV dan Bab XV ditambah bab baru yaitu Bab XIV A tentang Ketentuan Pidana yang berbunyi sebagai berikut : 85 Bab XIV A Ketentuan Pidana KETENTUAN LAIN-LAIN KETENTUAN PERALIHAN KETENTUAN PENUTUP

10 PERSANDINGAN MUATAN MATERI RUU INISIATIF DPR RI TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RUU PEMERINTAH PENGANTAR Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen memiliki konsekuensi dilakukannya perubahan dalam tatanan kenegaraan termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan, khususnya pemerintahan daerah. Dengan demikian UU No. 22 Tahun 1999 sebagai pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu juga disempurnakan sesuai dengan perubahan di bidang ketatanegaraan. Namun demikian, berdasarkan hasil evaluasi pemerintah, implementasi UU No. 22 Tahun 1999 banyak mengalami permasalahan yang disebabkan dalam pengaturannya selain ada yang menimbulkan multi tafsir juga terjadi inkonsistensi antara pasal yang satu dengan pasal yang lain. Di samping itu, konsepsi dasar otonomi daerah kurang selaras dengan amanat UUD Oleh karenanya, untuk menyempurnakan implementasi otonomi daerah sehingga dapat mencapai tujuan berpemerintahan maka menurut pandangan pemerintah penyempurnaan UU No. 22 Tahun 1999 tidak

11 dapat dilakukan secara parsial harus komprehensif mulai dari kebijakan otonomi daerah, penataan hubungan antar tingkat perintahan, penataan kewenangan, kelembagaan, personil, keuangan daerah, DPRD, serta pembinaan dan pengawasan. Sehubungan dengan uraian singkat di atas, maka pemerintah merasa perlu menyusun RUU tentang Pemerintahan Daerah sebagai perubahan UU No. 22 Tahun 1999, tetapi dalam bentuk yang menyeluruh. Untuk menyelaraskan UU dengan RUU perubahan inisiatif DPR dan RUU perubahan inisiatif pemerintah, disusun persandingan sebagaimana terurai di bawah ini. Tetapi, karena ketiga materi tidak seluruhnya dapat dipersandingkan Pasal per Pasal, ayat per ayat, maka RUU perubahan inisiatif pemerintah yang tidak dapat dipersandingkan diletakkan setelah persandingan antara UU dan RUU perubahan inisiatif DPR-RI. Adapun pada kolom RUU inisiatif pemerintah yang sejajar dengan persandingan tersebut, dibuat uraian mengenai tanggapan pemerintah maupun keterangan apabila sudah diakomodasi oleh RUU perubahan inisiatif pemerintah. 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Sesuai dengan uraian pada Pengantar di atas, maka judul RUU adalah : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG

12 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 2. DENGAN RAH MAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 3. Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 semakin mengarah pada meningkatnya kualitas demokrasi serta lebih memberikan arah pelaksanaan otonomi kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4. b. bahwa salah satu bentuk peningkatan kualitas demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah pemilihan kepala daerah secara langsung, dengan tetap memberi pengakuan adanya kekhususan dan keistimewaan daerah; DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudny a kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing Daerah, dengan memperhatikan prinsip,. demokrasi, pemerataan, keadilan, dan potensi keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. bahwa efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar tingkatan pemerintah dan antar Daerah, tantangan persaingan global dan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, PEMERINTAHAN DAERAH Pemerintah berpandangan rumusan untuk diktum menimbang disusun secara runtut berdasarkan pemikiran logis, sehingga disempurnakan disarankan menjadi seperti berikut:

13 5. c. bahwa sebagian ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan perubahan ketatanegaraan dan tuntutan dinamika demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; 6. d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 7. Mengingat: 1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 24A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional, disertai dengan pemberian hak untuk mendapat pendanaan penyelenggaraan otonomi daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, b, dan c di atas, perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Mengingat:1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (5) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah mempertanyakan apakah cukup relevan Pasal 24 A dijadikan salah satu dasar untuk diktum mengingat, karena muatan materi dalam pasal tersebut mengatur tentang Mahkamah Agung. Selanjutnya Pemerintah juga berpendapat bahwa UU No. 22 Tahun 1999 tidak lagi menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan UU ini, karena UU 22 Tahun 1999 merupakan UU yang direvisi. Oleh karena itu Pemerintah merumuskan kembali diktum

14 8. 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4310); 10. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 11. MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG - UNDANG TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4311). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RUU PEMERINTAH MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG - UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. 12 Pasal I BAB I Pasal 1 mengingat ini. TANGGAPAN PEMERINTAH Seluruh ketentuan umum dalam RUU yang disusun Pemerintah merupakan

15 13. Beberapa ketentuan dan penjelasan pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diubah sebagai berikut: Beberapa ketentuan Pasal 1 diubah dan ditambah yaitu sebagai berikut: 15. b. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Gubernur/Wakil Gubernur, Pemerintah Daerah Kabupaten adalah Bupati/Wakil Bupati, dan Pemerintah Kota adalah Walikota/Wakil Walikota yang masingmasing selanjutnya disebut Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. 16. c. Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota, yang selanjutnya disebut Daerah adalah sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (1) UUD d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota selanjutnya disebut DPRD adalah sebagaimana dimaksud Pasal 18 Ketentuan Umum Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: a. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen. b. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintah yang diserahkan kepada Daerah sebagai fungsifungsi pemerintahan daerah otonom yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan lembaga pemerintahan daerah menurut asas desentralisasi. c. Pemerintah Daerah adalah unsur lembaga pemerintahan daerah yang terdiri dari Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain, yang berfungsi sebagai lembaga eksekutif daerah; d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD, adalah unsur lembaga pemerintahan daerah yang berfungsi sebagai lembaga legislatif penyempurnaan dari ketentuan umum yang ada dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 ditambah dengan beberapa ketentuan hasil rumusan yang baru sehingga menurut pandangan Pemerintah untuk ketentuan umum ditulis secara lengkap:

16 ayat (3) UUD r. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan wewenangnya membidangi urusan dalam negeri. 19. s. Partai Politik adalah partai politik peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 20. t. Gabungan Partai Politik adalah dua atau lebih partai politik yang mempunyai wakil di DPRD yang bersama-sama bersepakat mencalonkan 1 (satu) pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 21. u. Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah selanjutnya disebut Pasangan Calon adalah peserta Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik. atau perseorangan yang telah Daerah. e. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. f. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau Kepala Instansi Vertikal di Wilayah tertentu untuk mengurus urusan pemerintahan. g. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau Desa dan dari Pemerintah Provinsi kepada Kabupaten/Kota dan Desa serta dari Pemerintah Kabupaten/Kota ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu dalam langka waktu tertentu disertai pendanaan dan dalam hal tertentu disertai sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan. h. Otonomi Daerah adalah wewenang Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai

17 memenuhi persyaratan. 22. v. KPU adalah Komisi Pemilihan Umum untuk mengoordinasikan penyelenggaraan pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 23. w. Komisi Pemilihan Umum Daerah yang selanjutnya disebut KPUD adalah Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah. 24. x. PPK, PPS, dan KPPS adalah sebagai penyelenggara pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Daerah yang dibentuk oleh KPUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. dengan peraturan perundang-undangan. i. Daerah Otonom, sebagai sebutan umum bagi Provinsi, Kabupaten dan Kota, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. j. Wewenang adalah hak, kewajiban, tugas, dan tanggung jawab untuk mengatur dan/atau mengurus urusan pemerintahan. k. Wilayah Administrasi selanjutnya disebut Wilayah, adalah wilayah kerja Gubernur selaku wakil Pemerintah untuk mengurus urusan pemerintahan. 25. l. Instansi Vertikal adalah perangkat Departemen dan/atau Lembaga

18 Pemerintah Non-Departemen yang mengurus urusan pemerintahan dalam wilayah tertentu dalam rangka dekonsentrasi. 26. m. Pejabat yang berwenang adalah pejabat Pemerintah yang berwenang mengesahkan atau menyetujui, menangguhkan dan membatalkan kebijakan Daerah dan/atau mengangkat, memberhentikan, mengesahkan, menyetujui, membina dan mengawasi Pelaksana penyelenggaraan pemerintahan daerah dan/atau pejabat Pemerintah pada,-pemerintah Daerah Provinsi yang berwenang membina dan mengawasi Pelaksana penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten dan kota. 27. n. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat Kabupaten dan Kota. 28. o. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja kecamatan. 29. p. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yurisdiksi berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asalusul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten/Kota. 30. q. Pemerintah Desa atau yang disebut

19 dengan nama lain adalah unsur lembaga pemerintahan desa yang terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa. 31. r. Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah unsur lembaga pemerintahan desa yang berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa. 32. s. Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah kewajiban Pemerintah untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan akibat adanya penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah Pusat kepada Provinsi, Kabupaten/Kota berdasarkan asas desentralisasi yang harmonis dengan kewajiban daerah memberikan kontribusi dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia. 33. t. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari Belanja Transfer APBN yang dialokasikan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk keadilan dan keselarasan fiskal antara Pemerintah Pusat dengan Daerah serta antar Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 34. u. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Daerah yang berhubungan dengan hak dan

20 kewajibannya. 35. v. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 35. w. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan melalui kas daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang menjadi hak dan dengan demikian tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah. 37. x. Belanja daerah adalah semua pengeluaran melalui kas daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali kepada pemerintah daerah. 38. y. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 39. z. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat

21 yang bernilai uang, sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan. 40. aa. Kawasan khusus adalah bagian wilayah tertentu di dalam Provinsi dan atau Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional. 41. bb. Kawasan Perdesaan adalah suatu bagian wilayah Daerah yang bercirikan perdesaan. 42. cc. Kawasan Perkotaan adalah suatu bagian wilayah Daerah yang bercirikan perkotaan. 43. dd. Bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut bakal calon adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan untuk ikut serta di dalam proses penetapan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah. 44. ee. Pasangan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut pasangan calon adalah bakal calon yang telah memenuhi persyaratan untuk dipilih sebagai pasangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 45. ff. Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil yang bekerja dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

22 46. BAB II KEBIJAKAN DESENTRALISASI 47. Bagian Kesatu Kebijakan Dasar 48. Pasal 2 Pemerintah menyelenggarakan kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah termasuk penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 49. Bagian Kedua Pembentukan Daerah Otonom 50. Pasal 3 (1). Pembentukan daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan membentuk Provinsi, dan dalam wilayah Provinsi dibentuk Kabupaten dan Kota, serta dalam wilayah Kabupaten/Kota dibentuk dan/atau diakui keberadaan Desa. 51. (2). Wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi daratan kecuali ditetapkan lain dalam undang-undang pembentukan Menurut pandangan Pemerintah adanya otonomi daerah merupakan konsekuensi logis dari pelaksanaan kebijakan desentralisasi, oleh karena itu dalam RUU yang disusun pemerintah dimuat pengaturan tentang kebijakan desentralisasi. Di dalam bab ini dimuat substansi pengaturan yang bersifat baru terutama terkait dengan penekanan pengembangan demokrasi dalam pembentuk an Daerah, peningkatan daya saing Daerah, pemberdayaan masyarakat, dan penekanan adanya kewajiban Daerah. Secara lengkap dirumuskan sebagai berikut:

23 daerah. 52. (3). Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berkedudukan sebagai Wilayah Administrasi. Pasal (1). Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dengan mempertimbangkan aspek peningkatan pelayanan, pemberdayaan, prakarsa, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, efisiensi, akuntabilitas dan pengembangan demokrasi, pertahanan dan keamanan serta daya saing daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 54. (2). Pelayanan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk terjaminnya penyediaan pelayanan dasar yang efisien dan efektif. 55. (3). Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk meningkatkan kesehatan dan kemampuan di bidang pendidikan dan keterampilan, komunikasi, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan. 56. (4). Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat serta untuk pengembangan kesadaran berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat

24 dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 57. (5). Daya saing Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk meningkatkan keunggulan masing-masing Daerah dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) memperhatikan ciri dan keragaman daerah serta kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak -hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 59. Bagian Ketiga Penyelenggaraan Otonomi Daerah Pasal Penyelenggaraan otonomi daerah dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, produktif, dan akuntabel melalui upaya-upaya koordinasi, pembinaan, pengawasan, dan kerjasama antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah. Pasal (1). Penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menimbulkan adanya hubungan antar tingkat pemerintahan, antar Pemerintah

25 Daerah, antar Pemerintah Desa, dan hubungan antara Pemerintah Daerah dengan pengelola kawasan khusus. 62. (2). Hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : 63. a. hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi. Kabupaten, Kota, dan/atau Desa: 64. b. hubungan antar Pemerintah Provinsi; 65. c. hubungan antar Pemerintah Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi; 66. d. hubungan antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota; 67. e. hubungan antar Pemerintah Desa dalam satu Kabupaten/Kota; dan 68. f. hubungan antar Pemerintah Daerah lainnya. 69. (3). Jenis hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup hubungan kewilayahan; wewenang; administrasi; pemanfaatan sumber daya; dan hubungan Keuangan dengan memperhatikan adanya penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan dan yang tidak diserahkan kepada Daerah berdasarkan peraturan perundanq-undangan. Pasal Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan

26 yang tidak diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dapat dilimpahkan kepada Gubernur dan/atau kepala instansi vertikal berdasarkan asas dekonsentrasi, atau ditugaskan kepada Provinsi, Kabupaten, Kota, dan/atau Desa berdasarkan asas tugas pembantuan. 71. Bagian Keempat Kawasan Khusus Pasal (1). Untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus, berskala nasional dan atau kepentingan nasional, pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota. 73. (2). Fungsi-fungsi pemerintahan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk kepentingan pertahanan negara, pelestarian lingkungan hidup, pendayagunaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau tertentu, ekonomi dan perdagangan, pelestarian warisan budaya dan cagar alam, pengembangan riset dan teknologi, lembaga pemasyarakatan, dan/atau kepentingan strategis nasional lainnya. Pasal Untuk meningkatkan daya saing daerah, pemerintah Provinsi dan atau pemerintah Kabupaten/Kota dapat menetapkan kawasan khusus berskala regional dalam wilayah Provinsi

27 atau berskala lokal dalam wilayah Kabupaten/Kota. Pasal Tata cara penetapan kawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 76. BAB III PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, PENGHAPUSAN DAERAH, DAN PERUBAHAN BATAS DAERAH Pembentukan daerah otonom sebagaimana diatur UU No. 22 Tahun 1999 dan peraturan pelaksanaannya belum mampu mewujudkan daerah otonom yang mampu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat memperpendek rentang kendali dalam penyelenggaraan pemerintahan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan kurang ketatnya persyaratan dalam pembentukan daerah. Untuk mewujudkan daerah otonom yang mampu menjawab berbagai persoalan sebagaimana tersebut maka pengaturan tentang kriteria dan persyaratan perlu diperketat sehingga ke depan dapat meningkatkan selektifitas. Pasal (1). Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan faktor kemampuan ekonomi, kemampuan keuangan potensi daerah, tingkat kesejahteraan rakyat, sumber daya manusia, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas wilayah, pertahanan, dan keamanan.

28 78. (2). Faktor kemampuan ekonomi, kemampuan keuangan, potensi daerah, dan tingkat kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan faktor utama. 79. (3). Faktor sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, sumber daya manusia, luas wilayah, pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan faktor penunjang. 80. (4). Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui tahapan pengkajian oleh pemerintah, pertimbangan DPOD, penyusunan Rancangan Undangundang pembentukan Daerah. 81. (5). Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Propinsi sekurang-kurangnya mencakup 7 (tujuh) Kabupaten/Kota dan untuk membentuk Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya mencakup 7 (tujuh) kecamatan. 82. (6). Kabupaten/Kota atau kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sekurang-kurangnya telah berusia 5 (lima) tahun. 83. (7). Propinsi atau Kabupaten/Kota induk yang telah menjadi lebih dan satu Provinsi atau Kabupaten/Kota baru diresmikan. 84. (8). Propinsi atau Kabupaten/Kota hasil pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk daerah baru lagi

29 sekurang-kurangnya setelah 10 (sepuluh) tahun selak peresmiannya. 85. (9). Calon Daerah ditetapkan menjadi Daerah apabila hasil masing-masing skor pada calon Daerah maupun Daerah induk sekurang-kurangnya di atas nilai minimal kelulusan. Pasal (1). Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain. 87. (2). Penghapusan dan penggabungan daerah otonom sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil evaluasi kemampuan daerah otonom dalam menyelenggarakan otonomi daerah. 88. (3). Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai dasar untuk menentukan bentuk dan cara pembinaan dari Pemerintah kepada daerah otonom. 89. (4). Pedoman evaluasi kemampuan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal (1). Pembentukan serta penghapusan dan penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 ditetapkan dengan Undang-Undang. 91. (2). Ketentuan mengenai kriteria, persyaratan, dan tata cara pembentukan serta

30 penghapusan dan penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, serta perubahan batas daerah dan pemindahan ibukota Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah. 92. (3). Pemindahan ibukota Daerah, perubahan nama Daerah, perubahan nama ibukota, pemberian nama bagian rupa bumi, dan perubahan batas Daerah yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu Daerah, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 93. BAB IV HUBUNGAN ANTAR TINGKAT PEMERINTAHAN DAN ANTAR PEMERINTAH DAERAH 94. Bagian Kesatu Hubungan Wewenang Pasal (1). Urusan pemerintahan yang dapat diserahkan kepada Daerah dibagi antara Pemerintah, Provinsi, dan Kabupaten/Kota berdasarkan kriteria eksternalitas. akuntabilitas, efisiensi, dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkat pemerintahan sesuai dengan kepentingan, aspirasi, dan prakarsa masyarakat setempat berdasarkan peraturan perundangan-undangan. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah mutlak diatur tentang hubungan antara Pemerintah dengan daerah otonom. Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa otonomi daerah bersumber dari penyerahan dan/atau pengakuan oleh Pemerintah. Mengingat pencapaian tujuan negara dibebankan pencapaiannya kepada Pemerintah mak a sudah seharusnya Pemerintah Daerah yang merupakan subordinat dari Pemerintah Nasional senantias a mengembangkan sinergisitas hubungan antar tingk at pemerintahan. Inilah urgensi perlunya peraturan

31 96. (2). Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah I ada yang bersifat wajib dan pilihan. 97. (3). Urus an pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan penyerahan sumber pendanaan. sarana dan prasarana serta sumber daya manusia. 98. (4). Urusan pemerintahan yang tidak diserahkan adalah urusan pemerintahan dalam bidang hubungan luar negeri yustisi, pertahanan, keamanan, moneter, fiskal nasional. agama dan bagian tertentu urusan pemerintahan lainnya. 99. (5). Bagian tertentu urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencakup: 100. a. pengaturan mengenai norma, standar dan prosedur penyelenggaraan urusan Pemerintah dan kebijakan lain yang berskala nasional; 101. b. pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah; 102. c. manajemen Pegawai Negeri Sipil yang berskala nasional; 103. d. urusan pemerintah yang bersifat: ) penciptaan stabilitas nasional untuk peningkatan kemakmuran dan hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar daerah:

32 perlindungan rakyat serta mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara: ) lintas negara dan lintas Provinsi: ) strategis yang berskala nasional; ) pengakuan kewarganegaraan dan keimigrasian: ) penegakan peraturan perundangundangan dan kebijakan nasional serta sosialisasinya pada tingkat nasional dan internasional; ) perlindungan Hak-hak Asasi Manusia; ) peningkatan kualitas pelayanan umum dan adil bagi semua warga negara: ) penyediaan pelayanan umum yang berupa dokumen negara yang seragam/sama bagi semua penduduk: ) peningkatan efisiensi atas terselenggaranya pelayanan masyarakat yang berskala nasional: ) penciptaan iklim yang kondusif untuk menjalin kerjasama antar provinsi dan antar negara dalam mengembangkan perekonomian nasional; ) penggunaan/pengelolaan

33 teknologi yang memiliki risiko tinggi; ) pengelolaan dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk kepentingan nasional: ) penyebaran sumber daya manusia profesional yang strategis secara nasional; ) penyediaan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang berskala nasional dan internasional; ) penyediaan tenaga kerja yang mempunyai daya saing nasional dan internasional; ) pelestarian aset nasional; ) pengamanan pelaksanaan dan sosialisasi perjanjian internasional atas nama negara: ) penetapan dan pengamanan kebijakan perdagangan luar negeri: ) prasarana dan sarana nasional: ) penetapan kriteria pahlawan nasional: 124. (6). Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang tidak diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 16

34 125. (1). Provinsi dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan diberi wewenang oleh Pemerintah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dengan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) yang cakupannya berskala regional (2). Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah (3). Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: 128. a. pengendalian lingkungan hidup yang berdampak regional; 129. b. pengelolaan perkembangan dan administrasi kependudukan yang berskala regional: 130. c. penanganan wabah penyakit menular dan serangan hama yang cakupannya regional; 131. d. perencanaan struktur tata ruang wilayah provinsi, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian ruang wilayah provinsi serta penatagunaan tanah dan penataan ruang lintas Kabupaten/Kota; 132. e. perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian pembangunan dalam cakupan regional;

35 133. f. pendidikan dan pelatihan bidang tertentu dan alokasi sumber daya manusia potensial yang cakupannya regional; 134. g. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di wilay ah Provinsi: 135. h. penyediaan pelayanan sosial untuk menanggulangi masalah-masalah sosial lintas kabupaten/kota; 136. i. Pelayanan bidang ketenagakerjaan untuk menanggulangi masalah-masalah ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; 137. j. melaksanakan pelayanan dasar yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota yang tata cara pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 138. k. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang berskala regional yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan bila dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan 139. l. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang berskala regional yang diserahkan lebih lanjut oleh Pemerintah (4). Untuk pelaksanaan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah.

36 141. (5). Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah urusan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi, karakter dan potensi unqqulan Daerah. Pasal (1). Kabupaten dan Kota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan selain urusan pemerintahan yang diatur dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) serta Pasal 16, dengan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal (2). Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah (3). Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelayanan dasar yang berkaitan dengan: 145. a. perlindungan hak-hak konstitusional warga negara; 146. b. perlindungan kepentingan nasional yang ditetapkan berdasarkan konsensus nasional dalam kerangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kesejahteraan masyarakat, ketenteraman dan ketertiban umum; dan

37 147. c. pemenuhan komitmen nasional yang berkaitan dengan perjanjian dan konvensi internasional (4). Pelayanan dasar sebagaimana dimaksud ayat (3) meliputi: 149. a. pendidikan dan olah raga; 150. b. kesehatan; 151. c. prasarana dan sarana dasar; 152. d. ketentraman dan ketertiban umum seperti: penegakan peraturan daerah, penanganan gangguan sosial, kerukunan antarwarga: 153. e. penanganan masalah sosial -ekonomi rakyat setempat; 154. f. penanganan penyandang masalah sosial; 155. g. pelayanan untuk masyarakat pencari kerja; 156. h. pelayanan administrasi umum pemerintahan; 157. i. jaminan keselamatan umum; 158. j. memfasilitasi adanya pelayanan dasar yang disediakan oleh pihak di luar Pemerintah Daerah: dan 159. k. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh undang-undang (5). Untuk pelaksanaan urusan wajib

38 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah (6). Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa urusan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi, karakter dan potensi unggulan Daerah sebagai dasar pengembangan daya saing daerah (7). Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilaksanakan oleh Daerah setelah mendapat pengakuan Pemerintah. Pasal (1). Hubungan wewenang dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 diwujudkan dalam bentuk koordinasi, pembinaan, pengawasan, dan kerjasama dengan memperhatikan hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) (2). Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan Bagian Kedua Hubungan Pemanfaatan Sumber Daya

39 Pasal (1). Hubungan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya mencakup pengelolaan jenis sumber daya dan faktor produksi; bagi hasil, dan pelestarian lingkungan hidup berdasarkan peraturan perundang-undangan (2). Pengelolaan jenis sumber daya dan faktor produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk penyerahan, pelimpahan, dan penugasan serta pemberian kuasa kepada pihak ketiga, dan Pemerintah kepada Daerah, atau kerjasama antara Pemerintah dan Daerah dan/atau antar Daerah (3). Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan Pasal (1). Daerah dapat diberikan kewenangan oleh Pemerintah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya lainnya di wilayah laut dalam bidang dan batas tertentu. 170 (2). Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. 171 Bagian Ketiga Hubungan Keuangan Paragraf Kesatu

40 Umum Pasal (1). Hubungan keuangan antar tingkat pemerintahan dapat meliputi: 173. a. Pendanaan urusan pemerintah yang didesentralisasikan; 174. b. Pendanaan urusan pemerintah yang didekonsentrasikan: dan 175. c. pendanaan urusan pemerintah yang ditugas-pembantuankan (2). Hubungan keuangan antar Daerah mempertimbangkan adanya: 177. a. penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama: 178. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan yang mempunyai eksternalitas melampaui batas wilayah suatu Daerah; 179. c. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya oleh beberapa Daerah secara bersama dan 180. d. kerjasama antar Daerah (3). Hubungan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berbentuk hubungan: 182. a. pendanaan urusan pemerintah yang menjadi tanggung jawab bersama; b. pembiayaan bersama.

41 184. (4). Masing-masing Daerah yang terikat dengan hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) wajib berkoordinasi dan menyediakan pendanaan atau pembagian hasil yang dirangkum dalam APBD (5). Pedoman hubungan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan perundang-undangan Paragraf Kedua Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintah yang Diserahkan Pasal (1). Pendanaan urusan pemerintah yang diserahkan berupa pendanaan secara langsung dan tidak langsung dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah (2). Pendanaan secara langsung untuk urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi dana perimbangan, bantuan dan hibah (3). Pendanaan secara tidak langsung terhadap urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah dana yang diperoleh dari pelaksanaan hak: 190. a. memungut pajak dan retribusi daerah,

42 191. b. mengelola kekayaan Daerah; 192. c. mengelola kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan 193. d. dari sumber-sumber pendapatan lainnya yang sah (4). Ketentuan mengenai dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Undang-undang, tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Paragraf Ketiga Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintah yang Tidak Diserahkan Pasal (1). Pendanaan pelaksanaan tugas dekonsentrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 bersumber dari APBN yang merupakan bagian anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait (1). Pendanaan pelaksanaan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 bersumber dari APBN yang merupakan bagian anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait Bagian Keempat Hubungan Kewilayahan Pasal 24

43 199. (1). Hubungan kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilaksanakan untuk mewujudkan hubungan antara wilayah administrasi dengan daerah otonom, dan kawasan khusus sebagai satu kesatuan wilayah negara (2). Pengaturan hubungan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Daerah mencakup kegiatan yang dilaksanakan oleh kawasan khusus, urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Daerah, dan hubungan kewilayahan sesuai dengan peraturan cerundang-undangan Bagian Kelima Hubungan Administrasi Pasal (1). Hubungan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilaksanakan untuk mewujudkan hubungan manajemen pemerintahan antar tingkat pemerintahan yang serasi, pengelolaan dokumen negara dan dokumen publik yang baku (2). Hubungan manajemen pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup aspek koordinasi, perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan, dan pengawasan di bidang personil, pendanaan serta sarana dan prasarana (3). Pedoman tentang hubungan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan

44 Ketentuan dalam BAB V dan penjelasannya dicabut dan diganti dengan rumusan baru sehingga berbunyi sebagai berikut: ayat (2), diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan., 206. BAB V BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH 207. Bagian Pertama Umum BAB V PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Bagian Pertama Pembentukan dan Susunan Pemerintahan Daerah Menurut pandangan Pemerintah muatan pengaturan dalam bab ini bukan sekedar mengatur tentang bentuk dan susunan pemerintahan daerah, akan tetapi merupakan pengaturan tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pasal 14 Pasal (1). Di Daerah sebagai pemerintahan daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah merupakan Badan Eksekutif Daerah (2). Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. (1). Dalam penyelenggaraan otonomi daerah dibentuk dan disusun lembaga pemerintahan daerah yang terdiri dan Pemerintah Daerah dan DPRD. (2). Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Kepala Daerah dan Perangkat Daerah (3). DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari anggota partai politik peserta Pemilu yang dipilih melalui Pemilu berdasarkan peraturan perundangundangan Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Daerah

45 Pasal Dalam menyelenggarakan otonomi daerah, Daerah mempunyai hak 213. a. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya nasional yang berada di Daerah oleh Pemerintah atau yang dikuasakan/diberi ijin; 214. b. memungut pajak daerah dan retribusi daerah; 215. c. mengelola kekayaan Daerah; dan 216. d. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah. Pasal Dalam penyelenggaraan otonomi, Daerah mempunyai kewajiban: 218. a. menyediakan pelayanan umum; 219. b. mengembangkan sumber daya produktif di daerahnya; 220. c. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; 221. d. melindungi masyarakat; 222. e. melestarikan nilai-nilai sosio-kultural; 223. f. mengembangkan kehidupan demokrasi; 224. g. mengembangkan keadilan dan pemerataan: 225. h. melestarikan lingkungan hidup;

46 226. i. mengelola perkembangan dan administrasi kependudukan 227. j. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai kewenangannya; 228. k. menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan 229. l. berperan serta dalam pembangunan nasional. Pasal (1). Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk belanja, pendapatan, dan pembiayaan Daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan Daerah (2). Pengelolaan keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara efisien, efektif, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan Bagian Kedua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bagian Keempat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pemerintah berpendapat, pengaturan mengenai DPRD yang sudah diatur di dalam UU lainnya tidak perlu diatur lagi di dalam RUU ini. Tetapi, mengingat pentingnya suatu materi, pemerintah tidak keberatan apabila diatur kembali di dalam RUU ini.

47 233. Paragraf 1 Susunan dan Keanggotaan Pasal 15 Pasal DPRD terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. Pasal 15A 235. Calon Anggota DPRD harus memenuhi syarat : 236. a. warga Negara Republik Indonesia yang berumur 21 tahun atau lebih; 237. b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 238. c. berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 239. d. cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia; 240. e. berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau sederajat; 241. f. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan cita-cita Pengaturan mengenai DPRD sepanjang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan lain diatur dalam undang-undang ini. Persyaratan anggota DPRD telah diatur dalam Pasal 60 UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD. Namun demikian Pemerintah mengingatkan bahwa persyaratan sebagaimana tersebut dalam huruf g. Oleh Mahkamah Konstitusi sudah digugurkan, sehingga perlu dipertimbangkan untuk tidak dicantumkan lagi dalam RUU ini.

48 Proklamasi 17 Agustus 1945; 242. g. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia termasuk organisasi masanya atau bukan orang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam G30S/PKI atau organisasi terlarang lainnya; 243. h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; 244. i. tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; 245. j. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan dari dokter yang berkompeten; dan 246. k. terdaftar sebagai pemilih. Pasal (1). Anggota DPRD Provinsi sekurangkurangnya 35 (tiga puluh lima) orang dan sebanyak -banyaknya 100 (seratus) orang, 248. (2). Anggota DPRD Kabupaten/Kota berjumlah sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang Pasal ini sudah dimuat dalam UU Nomor 22 tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sepanjang materinya sama dan/atau tidak bertentangan dengan, undangundang lain, Pemerintah tidak kebe titan untuk j dimuat kembali men gingat pentingnya _,mater i Dencaturan ini.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa kebijakan desentralisasi yang diwujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Provinsi Daerah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang BAB III SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN E-GOVERNMENT Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Disini keterangan tentang pemerintah daerah diuraikan pada beberapa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH OTONOMI DAERAH NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Geografi Politik Sri Hayati Ahmad Yani PEMERINTAH DAERAH Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di oleh Pemerintah. 1256. (4) Untuk pelaksanaan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah. 1257. (5) Urusan pilihan sebagaimana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.244, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Otonomi. Pemilihan. Kepala Daerah. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

I. UMUM. serasi... serasi antara Pemerintah dan Daerah serta antar Daerah untuk menjaga keutuhan

I. UMUM. serasi... serasi antara Pemerintah dan Daerah serta antar Daerah untuk menjaga keutuhan PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH I. UMUM Sejalan dengan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH Menimbang : Mengingat : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH

RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH 1102. (1). Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), maka Rancangan Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 216 ayat (1)

Lebih terperinci

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat? LAMPIRAN Pedoman Wawancara: 1. Bagaimana kinerja aparat desa, terutama dari Sekretaris desa dan juga kaur yang berada dibawah pemerintahan bapak? 2. Bagaimana Hubungan kepala desa dengan BPD di Desa Pohan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 101, 2011 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.7, 2014 PEMERINTAHAN. Desa. Penyelenggaraan. Pembangunan. Pembinaan. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu perkembangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 216 ayat (1)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang : a. Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 1 TAHUN 2010

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 1 TAHUN 2010 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN UMUM PROVINSI, PANITIA PENGAWAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 111 Undang-undang Nomor 22 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang: a. bahwa Desa sebagai kesatuan masyarakat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMBERHENTIAN, DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI TORAJA

Lebih terperinci