IV.1.2. Kondisi Geologi IV Geomorfologi dan Fisiografi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV.1.2. Kondisi Geologi IV Geomorfologi dan Fisiografi"

Transkripsi

1

2 IV.1.2. Kondisi Geologi IV Geomorfologi dan Fisiografi Berdasarkan pembagian fisiografi daerah Jawa Barat oleh Van Bemmellen (1949), daerah selatan kaki lereng Gunung Tangkuban Perahu merupakan bagian dari endapan erupsi vulkanik yang berasal dari braksi tufaan, lava, batu pasir, konglomerat, tufa pasir, tufa berbatu apung. Keadaan morfologinya merupakan lereng pegunungan vulkanik yang dibatasi bagian utara oleh Patahan lembang, yang memanajang dari Panyadakan hingga Pulasari, di bagian selatan berbatasan dengan landai lereng vulkanik Gunung Tangkuban Perahu antara Leuwi Gajah hingga Cicaheum. Lereng ini merupakan bagian dari lereng selatan kaki Gunung Tangkuban Perahu. Lereng pegunungan Tangkuban Perahu bagian selatan ini mempunyai ketinggian pada elevasi antara +700 mdpl hingga kira-kira mdpl. Pada lereng vulkanik ini mengalir Sungai Cipujung, Sungai Cijugur, dan Sungai Cikapundung yang semuanya mengalir ke Sungai Citarum. Sedangkan Sungai Cikondang, Sungai Cipaneungah, dan Cikawari yang merupakan anak Sungai Cikapundung alirannya dipengaruhi langsung oleh struktur sesar Lembang. Daerah sekitar Rancabentang merupakan areal persawahan dan lahan kosong, dengan tanaman padi, sebagian ditanami sayuran atau palawija. Daerah studi merupakan bagian selatan dari lereng kaki Gunung Tangkuban Perahu, dengan kemiringan lereng agak landai berkisar antara Sungai Cikapundung yang mengalir di tempat ini bermata air di muara Maribaya, mengalir ke selatan untuk kemudian bermuara di Sungai Citarum di sekitar daerah Dayeuh Kolot. Kemiringan lereng lembah sungai landai, berkisar antara , sebagian memperlihatkan permukaan lereng termal dengan kemiringan lereng antara , bagian yang mempunyai lereng terjal ada di tikungan sungai bagian luar. Bentuk morfologi daerah studi aliran Sungai Cikapundung ini memperlihatkan perkembangan sungai dewasa, kekuatan erosi vertical mulai berkurang dan erosi horizontal meningkat agak besar, sehingga lereng dan lembahnya membentuk huruf U. perbedaan tinggi antara bagian daratan yang paling tinggi dengan lembah sungai yang paling dalam kira-kira 20 meter. Elevasi 66

3 bagian yang paling tinggi dan yang paling rendah kira-kira antara +780 mdpl hingga +760 mdpl. IV Sejarah dan Stratigrafi Pada jaman Plestosen, 2 juta tahun yang lalu, kegiatan vulkanik di daerah utara Bandung membentuk gunung api berukuran besar, dengan ukuran dasarnya sebesar 20 Km dan ketinggiannya mencapai meter. Kemudian mengalami keruntuhan membentuk kaldera Gunung Sunda yang berukuran cukup besar, berdiameter hingga kira-kira 7,5 kilometer dan terjadinya sesar lembang. Pada Holosen, tahun yang lalu, terjadi letusan pertama disebut sebagai Erupsi Fasa A, lahir Gunung Tangkuban Perahu dan pengisian depresi Lembang. Pada tahun letusan kedua disebut sebagai Erupsi Fasa B penyebarannya sampai ke Ciumbeuleuit dan menyumbat aliran Sungai Citarum di Cimeta, sehingga terbentuk Danau Bandung yang besar. Pada jaman tersebut, Danau Bandung ini disebut Situ Hiang. Pada letusan ketiga, hampir seluruh daerah Bandung Purba tertutup oleh abu vulkanik, terjadi penyayatan di Sanghyang Tikoro dan berakhir di Situ Hiang, dengan sesar kedua di Gunung Burangrang dan sebelah utara Tangkuban Perahu. Kemudian pada letusan ketiga yang disebut sebagai Erupsi Fasa C terjadi aliran lava ke selatan melalui Cikapundung dan aliran lava ke utara dalam jumlah yang massif. Kemudian diikuti sesar ketiga terjadi letusan bergantiganti arah barat dan timur, membentuk Kawah Pengguyangan Badak, Kawah Ratu, Kawah Upas, dan Kawah Domas. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bandung (Direktorat Geologi, 2003), Daerah Dago dan Sekitarnya mempunyai urutan stratigrafi sebagai berikut: Tufa berbatu apung (Qyt), pasirtufaan, lapili, bom, lava berongga dan kepingan andesit-basal padat bersudut dengan banyak bongkah-bongkah dan pecahan-pecahan batu apung berasal dari Gunung Tangkuban Perahu dan Gunung Tampomas. Lava (Qyl), aliran lava muda, terutama dari Gunung tangkuban Perahu dan Gunung Tampomas. Umumnya bersifat basal dan mengandung banyak lubang-lubang gas. 67

4 Tufa pasiran (Qyd) dan tufa berasal dari Gunung Dano dan Gunung Tangkuban Perahu (erupsi C), tufa pasir coklat mengandung cristal-kristal horblende yang kasar, lahar lapuk kemerahan, lapisan lapili dan breksi. Breksi tufaan, lava, batu pasir, konglomerat, breksi bersifat andesit, basal, lava, batu pasir tufaan dan konglomerat. IV Struktur Geologi Struktur geologi di daerah ini adalah struktur sesar yang dikenal dengan nama Sesar Lembang, memanjang dari barat (Panyadakan) ke timur menyambung menyatu dengan kaldera Gunung Pulasari sepanjang kira-kira 25 kilometer, memotong endapan lahar, lava, tufa. Sesar Lembang ini adalah jenis sesar normal dengan bagian utara yang relatif turun. Menurut Koesmadinata sesar tersebut telah tiga kali bergerak, yaitu pada jaman plestosen, dan holosen dua kali, yaitu tahun yang lalu. Dan sesar tersebut bergerak sebanyak 2mm/tahun. Bulan Juni dan Oktober 2003 Sesar Lembang tersebut mampu menimbulakan gempa bumi dengan pusat gempa pada kedalaman 10 kilometer dan menimbulakan kerusakan rumah penduduk di daerah Cihideung, Lembang. IV.1.3. Topografi Data topografi wilayah studi diambil dari Peta Rupa Bumi Sungai Cikapundung. Wilayah DAS Ciapundung memiliki topografi yang beragam, bervariasi dari datar, bergelombang, brbukit dan pegunungan yang berkisar pada ketinggian 650 meter sampai meter di atas permukaan laut. Dan kemiringan lahannya pun beragam dari datar sampai curam brkisar pada nilai kemiringan + 46% dari area yang ada memiliki kmiringan kurang dari 15%. IV.1.4. Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada DAS Cikapundung dapat dikatakan beragam dari daerah permukiman, tegalan, hutan, perkebunanm, sawah, lahan kosong, dan lain-lain. Sedangkan kondisi vegetasi penutup lahan pada DAS Cikapundung dapat dibedakan menjadi vegetasi yang terdapat di dalam kawasan hutan dan yang berada di luar hutan. Vegetasi penutup lahan di kawasan hutan di dominasi oleh jenis pohon besar yang rata-rata telah berumur di atas 25 tahun dengan tumbuhan 68

5 bawah yang cukup baik. Wilayah ini berada di kawasan Bandung Utara dengan kemiringan lahan 25% sampai dengan 45%. Vegetasi penutup lahan di luar kawasan hutan pada umumnya di dominasi oleh tanaman palawija dan sayuran. Jenis tanaman seperti ini pada umumya memberikan perlindungan yang kecil terhadap lahan. Kawasan seperti ini terdapat di Bandung Utara khususnya kawasan Lembang dan Cisarua. Kawasan Sub-DAS Cikapundung Hulu, yang terdiri dari kecamatan Lembang, Cimenyan, Cidadpa, dan Cilengkrang penggunaan lahannya telah banyak beralih fungsi dari lahan pertanian dan hutan menjadi lahan permukiman (BPLHD, 2001). Hal ini mendorong terjadinya erosi dan penurunan kualitas air permukaan. Selain kegiatan pengembangan permukiman, kegiatan pembukaan hutan yang tidak terkendali akan mengakibatkan berkembangnya lahan-lahan kritis serta mengurangi resapan air tanah sehingga menyebabkan terjadinya banjir dan longsoran pada musim hujan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darsiharjo (2004) sebagian besar (64,98%) penggunaan lahan sekarang di daerah hulu Sungai Cikapundung tidak sesuai dengan tingkat kesesuaian lahannya. Pemanfaatan tersebut menyebabkan terganggunya interaksi antara subsistem dan manusia, yang akhirnya berdampak pada manusia terutama masyarakat yang bermukim di bagian hilir sungai. Faktor yang mendorong berubahnya fungsi lahan tersebut diantaranya adalah adanya tekanan laju penduduk yang diiringi meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat. Sub DAS Cikapundung apabila dibandingkan dengan Sub DAS lainnya yang ada di dalam DAS Citarum Hulu mempunyai jumlah penduduk yang paling banyak sebesar 46% dari jumlah total penduduk di DAS Citarum Hulu Tahun Pada Gambar IV.2. dapat dilihat perubahan pola pemanfaatan lahan di DAS Cikapundung Hulu lima tahunan dari tahun 1990 sampai dengan tahun

6 Gambar IV.2. Pola pemanfaatan lahan di DAS Cikapundung Hulu pada tahun 1990, 1995, 2000 dan 2005 (diolah dari sumber data Dinas Tarkim Prov. Jawa Barat) IV.1.5. Kondisi Hidroklimatologi Sungai Utama yang mengalir pada DAS Cikapundung adalah Sungai Cikapundug yang merupakan anak Sungai Citarum Hulu. Sungai Cikapundung ini membentang dari pegunungan sekitar Gunung Sanggera Desa Cibodas hingga bermuara ke Sungai Citarum di Desa Andir, Kecamatan Dayeuh Kolot. Sumber air utama Sungai Cikapundung berasal dari suplai air anak-anak sungai yang berada di daerah Cigulung dan Maribaya, Mata Air Seke Gede, serta air terjun Curug Dago. Panjang total Sungai Cikapundung + 39,07 km, dengan panjang sungai yang melewati Kota Bandung + 15,5 km dan sepanjang 10,57 km merupakan daerah permukiman padat. 70

7 Kondisi iklim pada DAS Cikapundung sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim pegunungan yang lembab dan sejuk. Kondisi tempratur di daerah ini tidak banyak berubah setiap tahunnya. Untuk keperluan studi ini data hidroklimatologi diperoleh pada stasiun pengamatan metorologi dan geofisika Bandung menggunakan data pada tahun Data tersebut disajikan pada Tabel 4.1. Tabel IV.1. Kondisi hidroklimatologi DAS Cikapundung Hulu No. Kondisi Hidroklimatologi Pengamatan 1. Temperatur rata-rata tahunan 19,5 o C 2. Temperatur minimum 15 o C 3. Temperatur maksimum 27 o C 4. Kelembaban udara rata-rata 82,5 % 5. Curah hujan 137,5 mm 6. Hari Hujan 13,8 hari 7. Penguapan (evapotranspirasi) 3,9 mm 8. Tekanan udara 875,7 mb Sumber : BMG IV Sistem Sungai Cikapundung Sungai Cikapundung merupakan bagian dari sistem sungai daerah pengaliran Sungai Citarum bagian hulu, yang mengalir dari utara ke selatan melalui Kota Bandung dan bermuara di Sungai Citarum. Sungai Cikapundung memiliki beberapa anak sungai, yaitu Sungai Cikukang, Sungai Cigulung, Cikawari, dan Cikapundung Kolot, selain dua anak sungai kecil yaitu Sungai Cipaganti dan Cipalasari, kedua anak sungai tersebut berfungsi sebagai saluran pembuang (drainase kota). Analisa neraca air adalah studi mengenai kesetimbangan antara kebutuhan air dengan ketersediaan dalam periode waktu tertentu. Berdasarkan besarnya supply air serta besarnya kebutuhan air yang ada dapat ditentukan besarnya kesetimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Secara umum, pemanfaatan 71

8 air sungai Cikapundung adalah untuk keperluan air minum (PDAM Pakar Dago dan PDAM Badak Singa), PLTA (Pakar dan Cibengkok), irigasi dan penggelontoran. Konfigurasi penggunaan air secara skematik di sepanjang Sungai Cikapundung dapat dilihat pada Gambar 4.1. Cikapundung Maribaya WILAYAH STUDI PAM Dago Kolam L/det PLTA Dago Bengkok PAM Dago 60 L/det 440 L/det L/det DI Bengkok Tangulan PLTA Dago Pojok DI Dago Pojok 760 L/det L/det PAM Badak Suplesi S. Cikapayang L/det 523 L/det Pabrik ES 500 Suplesi S. Cipalasari Suplesi S. Cikapundung Kolot 500 L/det S. Citarum Gambar IV. 3. Neraca pemanfaatan aliran Sungai Cikapundung Perhitungan yang telah dilakukan oleh Niken dan Arwin (2008) berdasarkan catatan historisnya, telah terjadi penurunan kapasitas aliran (debit rata-rata maupun debit minimum) Sungai Cikapundung yang cukup signifikan yang terjadi sejak tahun seperti digambarkan dalam Gambar 1.1 memperlihatkan bahwa aliran rata rata tahunan di hulu Sungai Cikapundung mengalami penurunan, dimana pada tahun 1916 rata-rata debit tahunan masih berkisar

9 liter/detik, sedangkan dalam 10 tahun terakhir debit rata-rata tahunan menurun sampai liter/detik. Gambar IV.4. Grafik penurunan aliran rata-rata tahunan Sungai Cikapundung (pos pengukuran Maribaya) tahun (sumber : Niken dan Arwin, 2008) Debit rata-rata minimum (m3/dt) Debit rata-rata tahunan (m3/dt) Gambar IV.5. Grafik penurunan aliran minimum tahunan Sungai Cikapundung (pos pengukuran Maribaya) tahun (sumber : Niken dan Arwin, 2008) Sedangan di dalam Gambar 1.2 diberlihatkan penurunan debit minimum tahunan dimana pada tahun 1916 debit minimum yang tersedia di Sungai Cikapundung masih mampu mencapai liter/detik, sedangkan pada dekade terakhir debit minimum sangat kering pada bulan Agustus Oktober hanya mencapai 400 liter/detik. 73

10 Kondisi tersebut di atas merupakan permasalahan terhadap keandalan penyediaan air baku mengingat bila dilihat dari suplai (input) sistem di dalam daerah aliran Sungai Cikapundung yang berupa curah hujan, intensitasnya relatif tetap seperti diperlihatkan dalam data historis sebagaimana Gambar 1.3 berikut ini Gambar IV.6. Grafik hujan wilayah tahunan DAS Cikapundung tahun (sumber : Niken dan Arwin, 2008) Jika jumlah hujan yang jatuh di DAS Cikapundung Hulu tidak banyak mangalami perubahan (dalam hal ini penurunan), maka dapat dikatakan bahwa input ke dalam sistem DAS Cikapundung tersebut adalah tetap, dan apabila yang terjadi adalah berkurangnya aliran air pada Sungai Cikapundung maka dapat diindikasikan telah terjadi perubahan (pergeseran) kesetimbangan (neraca) air pada sistem DAS Cikapundung Hulu. Hal tersebut diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa debit maksimum Sungai Cikapundung Hulu yang semakin membesar dari tahun sebagaimana digambarkan di dalam Gambar 1.4. Aliran debit maksimum yang membesar dengan input (berupa curah hujan) yang relatif tetap menandakan telah terjadinya pergeseran pada unsur-unsur di dalam sistem DAS Cikapundung Hulu, yang dalam hal ini diindikasikan adanya peningkatan jumlah limpasan air hujan (surface runoff) sebagai akibat terjadinya perubahan/alih fungsi lahan yang tidak terkendali terutama di daerah tangkapan air (catchment area) DAS Cikapundung Hulu, dan penurunan infiltrasi air hujan ke dalam tanah (subsurface runoff). Tingginya surface runoff tersebut menimbulkan ancaman erosi, tanah longsor, sedimentasi ke dalam badan-badan air dan juga bahaya banjir, sedangkan menurunnya subsurface runoff 74

11 menimbulkan berkurangnya aliran dasar (base flow) yang sangat diandalkan menjadi sumber aliran sungai. Debit maksimum (m3/dt) Gambar IV.7. Grafik aliran maksimum Sungai Cikapundung tahun (sumber : Niken dan Arwin, 2008) IV.2. Kondisi Kependudukan DAS Cikapundung Hulu DAS Cikapundung Hulu merupakan wilayah yang meskipun didominasi oleh kawasan hutan dan perdesaan namun karena posisinya yang merupakan bagian dari salah satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional yaitu kawasan Cekungan Bandung, maka perkembangan sosial yang dalam hal ini adalah kependudukan, serta perkembangan ekonomi di wilayah tersebut sangat dipengaruhi oleh pola perkebangan sosial dan ekonomi yang menjadi ciri kawasan perkotaan. Terlebih pada dua dekade terakhir ini dimana Kawasan Cikapundung Hulu yang merupakan kawasan dataran tinggi menjadi salah satu pilihan utama dalam pengembangan kawasan permukiman untuk memenuhi kebutuhan penduduk Kawasan Cekungan Bandung. Hal tersebut karena di wilayah DAS Cikapundung Hulu kualitas udaranya masih sangat baik, air tanah yang cukup tersedia dari sis kualitas maupun kuantitas, serta memberikan nilai lebih pada pemandangan (view) yang indah sehingga memberikan daya tarik yang sangat tinggi sebagai kawasan permukiman. Oleh karena itu di dalam penelitian ini pembahasan masalah kependudukan da ekonomi di wilayah DAS Cikapundung Hulu tidak dapat 75

12 dilepaskan dari kondisi keperndudukan dan ekonomi Kawasan Cekungan Bandung. Jumlah penduduk di Cekungan Bandung menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980, jumlah penduduk di Cekungan Bandung mencapai 4,1 juta jiwa sementara dalam dekade , jumlah penduduk bertambah lebih dari seperempatnya menjadi 5,3 juta jiwa. Pada periode pertambahan penduduk mencapai sekitar 10 % menjadi 6,3 juta jiwa. Perkembangan penduduk Cekungan Bandung dalam dua dekade terakhir diperlihatkan pada Tabel 4.1. Tabel IV.2. Perkembangan penduduk di Cekungan Bandung Tahun Jumlah Penduduk Laju pertumbuhan (jiwa) (%/tahun) catatan : ,130, ,258, ,739, ,294, ,073,527 1) 1) 2) 3) 4) 2.7% 1.8% 1.9% 2.5% 1) 2) 3) 4) Berdasarkan sensus penduduk Berdasarkan Supas '95 Berdasarkan sensus penduduk Berdasarkan Suseda 2005 Faktor migrasi dipandang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan penduduk perkotaan. Sampai tahun 2000, sekitar 10.6 % dari jumlah penduduk di Cekungan Bandung terdiri dari penduduk migran. Proses migrasi berkaitan dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi di sektor industri dan jasa, yang pada gilirannya menarik tenaga kerja dari luar wilayah. Berdasarkan lapangan pekerjaan, penduduk migran tersebut terkonsentrasi di sektor industri, perdagangan dan jasa. Penyerapan tenaga kerja migran pada ketiga lapangan pekerjaan tersebut adalah 20% di sektor industri, 30% di sektor jasa dan perdagangan. 76

13 Sedangkan untuk penduduk di DAS Cikapundung Hulu karena merupakan bagian dari Cekungan Bandung maka dinamika penduduknya pun sangat dipengaruhi oleh dinamika penduduk Cekungan Bandung bahkan jauh lebih cepat. Pada tahun 1990, jumlah penduduk di DAS Cikapundung Hulu jiwa, sementara hanya dalam jangka waktu 15 tahun (tahun 2005) jumlah penduduk telah bertambah lebih dari setengahnya (59%) atau menjadi jiwa.. Perkembangan penduduk DAS Cikapundung Hulu dalam 15 tahun terakhir diperlihatkan pada Tabel 4.2. Tabel IV.3. Perkembangan penduduk di DAS Cikapundung Hulu Tahun Jumlah Penduduk Laju pertumbuhan (jiwa) (% /tahun) ,7 % ,4 % % Sumber BPS Pada Gambar IV.8 dan Gambar IV.9 diperlihatkan grafik pertumbuhan penduduk yang terjadi pada Kawasan Cekungan Bandung dan DAS Cikapundung Hulu selama kurun waktu 15 tahun dari tahn 1990 sampai dengan Gambar IV.8. Pertumbuhan penduduk Kawasan Cekungan Bandung tahun (diolah dari sumber data BPS Prov. Jawa Barat) 77

14 Gambar IV.9. Pertumbuhan penduduk DAS Cikapundung Hulu tahun (diolah dari sumber data BPS Prov. Jawa Barat) IV.3. Perkembangan Output Produksi Regional Dalam perjalanannya, kondisi ekonomi regional di Cekungan Bandung, termasuk di dalamnya Kawasan DAS Cikapundung Hulu, mengalami perkembangan yang dinamis. Terdapat masa-masa dimana ekonomi mengalami pertumbuhan positif dan masa resesi. Sampai dengan tahun 1996, perekonomian wilayah mengalami pertumbuhan positif dari tahun ke tahun. Namun pada saat krisis ekonomi tahun 1996 mulai berlangsung, ekonomi wilayah mengalami kontraksi dengan pertumbuhan negatif sampai dengan -18%. Selama krisis berlangsung, investasi baik pada sektor industri, perdagangan maupun jasa pada umumnya mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Pasca krisis ekonomi, perkembangan output produksi perekonomian di Cekungan Bandung pulih dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004, output produksi PDRB (berdasarkan harga konstan) tercatat Rp. 18,26 triliun, meningkat menjadi Rp. 20,55 triliun pada tahun Aktivitas sektor industri, jasa dan perdagangan memegang peranan yang cukup dominan dalam kegiatan perekomian di Cekungan Bandung. Dibandingkan dengan sektor perekonomian lainnya, kontribusi sektor industri, jasa dan perdagangan masih mendominasi output produksi yang dihasilkan oleh aktivitas ekonomi, yaitu mencapai 90 % dari total PDRB sektor produksi atau sebesar 17,6 triliun rupiah pada tahun

15 Pertumbuhan ekonomi di Cekungan Bandung didorong oleh investasi kapital yang berperan di dalam mengakumulasi stok kapital dan tenaga kerja. Sektor industri masih menjadi tujuan utama investasi. Pada tahun 2004, investasi di sektor industri mencapai 43% dari keseluruhan investasi, sementara sektor yang lain hanya menyerap investasi sebesar 4,3%. Investasi kapital ke dalam sektor-sektor produksi membangkitkan penyerapan tenaga kerja. Investasi pada tiap-tiap sektor produksi memiliki bangkitan penyerapan tenaga kerja yang berbeda satu dan lainnya. Untuk sektor industri, setiap nilai investasi Rp. 1 triliun membangkitkan penyerapan tenaga kerja orang. Sedangkan untuk sektor jasa dan perdagangan, setiap nilai investasi Rp. 1 triliun membangkitkan penyerapan tenaga kerja orang. 79

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sub DAS Cikapundung 4.1.1 Letak dan luas Daerah Sungai Cikapundung terletak di sebelah utara Kota Bandung Provinsi Jawa Barat, dan merupakan bagian hulu Sungai

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang lalu adalah letusan terbesar jika dibandingkan dengan erupsi terbesar Gunung Merapi yang pernah ada dalam sejarah yaitu tahun 1872.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Leuwigajah TPA Leuwigajah mulai dibangun pada tahun 1986 oleh Pemerintah Kabupaten Bandung karena dinilai cukup cocok untuk dijadikan TPA karena

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1) A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Cisangkuy merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten Bandung, Sub DAS ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kawasan Bandung Utara terbentuk oleh proses vulkanik Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Perahu pada kala Plistosen-Holosen. Hal tersebut menyebabkan kawasan ini tersusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lokasi Daerah Penelitian Lokasi daerah penelitain berada di pulau Jawa bagian barat terletak di sebelah Utara ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan sumberdaya yang sangat vital untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia menggunakan air untuk berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA Julhija Rasai Dosen Fakultas Teknik Pertambangan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Email.julhija_rasai@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH II - 1 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Kebijaksanaan Pembangunan Wilayah Pembangunan wilayah di Kotamadya Bandung diprioritaskan untuk menanggulangi kepadatan lalulintas yang kian hari semakin padat.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Citra Landsat DAS Cipunagara Tahun 1972 (Kombinasi Band 421)

Lampiran 1. Citra Landsat DAS Cipunagara Tahun 1972 (Kombinasi Band 421) LAMPIRAN 61 Lampiran 1. Citra Landsat DAS Cipunagara Tahun 1972 (Kombinasi Band 421) 62 Lampiran 2. Citra Landsat DAS Cipunagara Tahun 1990 (Kombinasi Band 542) 63 Lampiran 3. Citra Landsat DAS Cipunagara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA GEOLOGI

BAB II KERANGKA GEOLOGI BAB II KERANGKA GEOLOGI 2.1 Tatanan Geologi Daerah penelitian merupakan batas utara dari cekungan Bandung. Perkembangan geologi Cekungan Bandung tidak lepas dari proses tektonik penunjaman kerak samudra

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Sub DAS Cikapundung yang merupakan salah satu Sub DAS yang berada di DAS Citarum Hulu. Wilayah Sub DAS ini meliputi sebagian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, yaitu dengan cara menggalakan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, yaitu dengan cara menggalakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai Negara yang berkembang, terus berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, yaitu dengan cara menggalakan pembangunan disegala bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kawasan yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan sampai akhirnya bermuara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13). 28 IV. KONDISI UMUM 4.1 Wilayah Kota Kota merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Kota memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan.

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI BAB V ANALISIS DAN DISKUSI Pada bab ini akan dibahas beberapa aspek mengenai Sesar Lembang yang meliputi tingkat keaktifan, mekanisme pergerakan dan segmentasi. Semua aspek tadi akan dibahas dengan menggabungkan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH Oleh : Sri Harjanti W, 0606071834 PENDAHULUAN Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pulau Jawa merupakan busur gunungapi memanjang barat-timur yang dihasilkan dari pertemuan lempeng Eurasia dan Hindia-Australia. Kondisi geologi Pulau Jawa ditunjukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH Bab ini akan memberikan gambaran wilayah studi yang diambil yaitu meliputi batas wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu, kondisi fisik DAS, keadaan sosial dan ekonomi penduduk, serta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian Daerah yang digunakan sebagai tempat penelitian merupakan wilayah sub DAS Pentung yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional dan meminimalkan perbedaan distribusi pengembangan sumber daya air di daerahdaerah, maka Pemerintah Indonesia telah

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, Pasifik dan Australia dengan ketiga lempengan ini bergerak saling menumbuk dan menghasilkan suatu

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Disusun oleh: Anita Megawati 3307 100 082 Dosen Pembimbing: Ir. Eddy S. Soedjono.,Dipl.SE.,MSc.,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

Jurnal APLIKASI ISSN X

Jurnal APLIKASI ISSN X Volume 3, Nomor 1, Agustus 2007 Jurnal APLIKASI Identifikasi Potensi Sumber Daya Air Kabupaten Pasuruan Sukobar Dosen D3 Teknik Sipil FTSP-ITS email: sukobar@ce.its.ac.id ABSTRAK Identifikasi Potensi Sumber

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN CIMANDIRI

DAERAH ALIRAN CIMANDIRI DAERAH ALIRAN CIMANDIRI Oleh : Alfaris, 0606071166 Departemen Geografi- FMIPA UI Pendahuluan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dibatasi oleh topografi dimana iar yang berada di wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat air bagi kehidupan kita antara

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir yang melanda beberapa daerah di wilayah Indonesia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Banjir yang melanda beberapa daerah di wilayah Indonesia selalu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir yang melanda beberapa daerah di wilayah Indonesia selalu dikaitkan dengan aktifitas pembabatan hutan (illegal logging) di kawasan hulu dari sistem daerah aliran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lokasi Objek Penelitian Berdasarkan bentuk morfologinya, puncak Gunung Lokon berdampingan dengan puncak Gunung Empung dengan jarak antara keduanya 2,3 km, sehingga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi dan Morfologi Van Bemmelen (1949), membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat zona, yaitu Pegunungan selatan Jawa Barat (Southern Mountain), Zona Bandung (Central

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI 4. 1 Pengambilan dan Pengolahan Data Pengukuran laju infiltrasi di daerah penelitian menggunakan alat berupa infiltrometer single ring. Hasil pengujian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perekonomian Indonesia, sektor pertanian secara tradisional dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber utama pangan dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap persiapan disusun hal hal yang harus dilakukan dengan tujuan

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci