TINJAUAN PUSTAKA. mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah 1. Pengertian Tanah Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995). Tanah terdiri dari tiga komponen yaitu, padat (butir pasir, debu, liat dan bahan organik), cair (air di dalam pori tanah) dan udara (di dalam pori atau rongga tanah) (World Agroforestry Centre, 2004). 2. Tanah Dasar Tanah dasar (subgrade) adalah lapisan terbawah suatu konstruksi perkerasan jalan. Tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain kemudian dipadatkan atau tanah yang distabilisasi dengan bahan tambahan (additive).

2 6 Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai kapasitas dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan (Sukirman, 1995). 3. Tanah Lempung Tanah lempung termasuk dalam kategori tanah kohesif. Tanah lempung adalah tanah yang menghasilkan sifat-sifat plastis apabila dicampur dengan air (Grim,1953). Tanah lempung terdiri atas partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis yang tidak dapat dilihat dengan jelas oleh alat mikroskop biasa, dengan bentuk lempengan pipih sebagai partikel mika, mineral lempung (clay minerals) dan mineral yang sangat halus. Tanah lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm (= 2 mikron). Namun demikian, dibeberapa kasus, partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm juga masih digolongkan sebagai partikel lempung. Tanah lempung mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : a. Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat b. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah c. Berkurang kuat gesernya bila kadar air bertambah d. Berkurang kuat gesernya bila struktur tanahnya terganggu e. Merupakan material kedap air

3 7 Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks yang terdiri dari satu atau dua unit dasar, yaitu silica tetrahedra dan alumunium oktahedra. Kaolinit adalah salah satu struktur utama mineral lempung, bagian dasar struktur ini adalah lembaran tunggal silica tetrahedra yang digabung dengan alumunium octahedra. Substitusi isomorfosis praktis tidak terjadi dalam struktur ini. Kombinasi lembaran silica diperkuat oeh hidrogen sebagai perekat. Illite terdiri dari sebuah lembaran gibbsite yang diapit oleh dua lembaran silika. Illite ini kadang-kadang juga disebut mika lempung. Lapisanlapisan illite terikat satu sama lain oleh ion-ion kalium (=K= ion potassium). Untuk mengikat ion-ion kalium tersebut didapat dengan adanya penggantian (substitusi) sebagian atom silikon pada lembaran tetrahedra oleh atom-atom aluminium. Substitusi dari sebuah elemen oleh lainnya tanpa mengubah bentuk kristal utamanya disebut sebagai substitusi isomorf (isomorphous substitution). Mineral-mineral montmorillonite mempunyai bentuk struktur yang sama dengan illite yaitu satu lembaran gibbsite diapit oleh dua lembaran silika. Montmorillonite terjadi substitusi isomorf antara atom-atom magnesium dan besi.

4 8 Sumber : Craig,1986 Gambar 1. Mineral Lempung (a) Kaolinit, (b) Illite, (c) Montmorilonit 4. Klasifikasi Tanah Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk mengelompokkan segala jenis tanah ke dalam kelompok yang sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya. Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah sebagai hasil pengembangan dari sistem klasifikasi yang sudah ada. Sistem klasifikasi tanah yang paling umum digunakan adalah : a. Klasifikasi Tanah USCS (Unified Soil Clasification System) Sistem ini pada mulanya diperkenalkan oleh Casagrande pada tahun 1942, dalam klasifikasi ini, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama yaitu: 1) Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils), 2) Tanah berbutir halus (fine-grained soils) 3) Tanah Organis Tinggi

5 9 Prosedur untuk menentukan klasifikasi tanah sistem Unified adalah sebagai berikut : 1) Menentukan tanah apakah berupa butiran halus atau butiran kasar secara visual atau dengan cara menyaringnya dengan saringan nomor ) Jika tanah berupa butiran kasar : a) Menyaring tanah tersebut dan menggambarkan grafik distribusi butirannya. b) Menentukan persen butiran lolos saringan no.4. Bila prosentase butiran yang lolos 50%, klasifikasikan tanah tersebut sebagai kerikil. Bila prosentase yang lolos > 50%, klasifikasikan tanah tersebut sebagai pasir. c) Menentukan jumlah butiran yang lolos saringan no.200 jika prosentase butiran yang lolos 5%, pertimbangkan bentuk grafik distribusi dengan menghitung Cu dan Cc. Jika termasuk bergradasi baik, maka klasifikasikan sebagai GW (bila berkerikil) atau SW (bila pasir). Jika termasuk bergradasi buruk, klasifikasikan sebagai GP (bila berkerikil) atau SP (bila pasir). d) Jika prosentase butiran tanah yang lolos saringan no.200 di antara 5 sampai dengan 12%, tanah akan mempunyai simbol dobel dan mempunyai sifat keplastisan (GW-GM, SW-SM, dan sebagainya).

6 10 e) Jika prosentase butiran tanah lolos saringan no.200 > 12%, harus diadakan pengujian batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang tertinggal dalam saringan no.40. Kemudian, dengan menggunakan diagram plastisitas, tentukan klasifikasinya. 3) Jika tanah berbutir halus : a) Menguji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang tinggal dalam saringan no.40. Jika batas cair lebih dari 50%, klasifikasikan sebagai H (plastisitas tinggi) dan jika kurang dari 50%, klasifikasikan sebagai L (plastisitas rendah). b) Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas di bawah garis A, tentukan apakah tanah organik (OH) atau anorganik (MH). Jika plotnya jatuh di atas garis A, klasifikasikan sebagai CH. c) Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas di bawah garis A dan area yang diarsir, tentukan klasifikasi tanah tersebut sebagai organik (OL) atau anorganik (ML) berdasar warna, bau, atau perubahan batas cair dan batas plastisnya dengan mengeringkannya di dalam oven. d) Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area yang diarsir, dekat dengan garis A atau nilai LL sekitar 50%, gunakan simbol dobel.

7 Tanah Berbutir Halus ( 50% atau lebih butiran lolos ayakan No.200 ) Lanau dan Lempung ( batas cair lebih dari 50% ) Lanau dan Lempung ( batas cair 50% atau kurang ) Tanah Berbutir Kasar ( lebih dari 50% butiran tertahan pada ayakan No.200 ) Kerikil 50% atau lebih dari fraksi kasar tertahan ayakan No 4 Pasir dengan Butiran Halus Pasir Bersih ( hanya pasir ) Pasir Lebih dari 50% fraksi kasar lolos Kerikil dengan Butiran Halus ayakan No 4 Kerikil Bersih ( hanya kerikil ) 11 Tabel 1. Klasifikasi Tanah USCS Divisi Utama Simbol Kelompok Nama Utama GW Kerikil bergradasi baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus GP Kerikil bergradasi buruk dan campuran kerikilpasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasirlanau GC Kerikil berlempung, campuran kerikilpasir-lempung SW Pasir bergradasi baik dan pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus SP Pasir bergradasi buruk dan pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran pasirlempung ML Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung CL Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang, lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung kurus. OL Lempung organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah MH Lanau anorganik atau pasir halus diatome atau lanau diatome, lanau yang elastis CH Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung gemuk. Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi OH PT Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai tinggi Peat gambut, muck dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

8 Index plastisitasas Klasifikasi berdasarkan persentase butir halus 5 % lolos saringan No. 200 GW, GP, SW, SP 12 % lolos saringan No. 200 GM, GC, SM, SC 5-12 % lolos saringan No. 200 klasifikasi perbatasan yang memerlukan penggunaan dua simbol 12 C u = D 60 / D 10 > dari 4 2 ( D C c = 30) antara 1 dan 3 D xd Kriteria klasifikasi Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 Batas-batas Atterberg di atas garis A atau PI > 7 C u = D 60 / D 10 lebih besar dari 6 2 ( D C c = 30) antara 1 dan 3 D xd Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 Batas-batas Atterberg di atas garis A atau PI > 7 Batas-batas Atterberg yang digambar dalam daerah yang diarsir merupakan klasifikasi batas yang membutuhkan simbol ganda Batas-batas Atterberg yang digambar dalam daerah yang diarsir merupakan klasifikasi batas yang membutuhkan simbol ganda Bagan plastisitas Untuk klasifikasi tanah berbutir-halus dan fraksi halus dari tanah berbutir kasar Batas Atterberg yang digambarkan di bawah yang diarsir merupakan klasifikasi batas yang membutuhkan simbol ganda Persamaan garis A PI = 0,73(LL 20) CL - ML CL ML & OL CH MH & OH Garis A Batas Cair Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat dalam ASTM designation D Sumber : Dasar-dasar Analisis Geoteknik, hal. 34, Dunn, dkk, 1992.

9 13 b. Klasifikasi Tanah AASHTO Sistem ini membagi tanah ke dalam 8 kelompok utama yaitu A 1 sampai dengan A 8. A 8 adalah kelompok tanah organik yang pada revisi terakhir oleh AASHTO diabaikan, karena kelompok ini memang tidak stabil sebagai bahan lapis perkerasan (Sukirman, 1992). Sistem ini didasarkan pada kriteria berikut ini : 1) Ukuran butir Kerikil : tanah lolos ayakan diameter 75 mm dan tertahan pada ayakan diameter 2 mm. Pasir : tanah lolos ayakan diameter 2 mm dan tertahan pada ayakan diameter 0,007 mm Lanau & Lempung : tanah lolos ayakan diameter 0,0075 mm. 2) Plastisitas Lanau, tanah dengan indeks plastisitas (IP) 10 Lempung, tanah dengan indeks plastisitas (IP) 11 Indeks kelompok (group index) digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah-tanah dalam kelompoknya. Indeks kelompok dihitung dengan persamaan : GI = ( F 35) ( 0,2 + 0,005 ( LL 40 ) + 0,001 ( F 15 ) ( PI 10 )) GI = indeks kelompok (group index) F = persen material lolos saringan no.200 LL = batas cair (liquid limit) PI = indeks pastisitas (plasticity index)

10 14 Tabel 2. Klasifikasi Tanah AASHTO Klasifkasi Umum Klasifikasi Kelompok Analisa Saringan Persen lolos : No. 10 No. 40 No. 200 Bahan-bahan berbutir (35 % atau kurang lolos No. 200) A-1 A-3 A-2 A-1a A-1b A-24 A-25 A-26 A Karakteristik Fraksi lolos No. 40 Batas Cair : Indeks Plastisitas : 6 N.P. Jenis-jenis bahan pendukung utama Tingkatan umum sebagai tanah dasar Fragmen batu, kerikil & pasir Bahan-bahan lanau lempung (lebih dari 35 % lolos No. 200) A-7 A-4 A-5 A-6 A-75 A-76 > > 36 > 36 > 36 > 36 Pasir halus Sangat baik sampai baik > > 11 > 41 > 11 Kerikil dan pasir berlanau atau berlempung > Tanah berlanau Sedang sampai buruk 40 > 11 > 41 > 11 Tanah berlempung buruk Sumber : Bowles, 1989.

11 15 B. Pengujian Sifat-sifat Fisik Tanah Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui jenis (klasifikasi) tanah yang sangat dominan. 1. Analisis Butiran Tanah Analisis butiran tanah adalah penentuan variasi ukuran partikel-partikel yang ada pada tanah. Pengujiannya dilakukan dengan analisis saringan untuk ukuran partikel berdiameter lebih besar dari 0,075 mm dan analisis hydrometer untuk ukuran partikel berdiameter lebih kecil dari 0,075 mm. Tabel 3. Butiran tanah Jenis Tanah Kerikil Pasir Lanau Lempung Nilai Finer (analisis hydrometer) > 2 0, ,050 0,25 0,002 0,05 Sumber : (Dunn, 1992) 2. Berat Jenis (specific gravity) Berat jenis adalah perbandingan tanah di udara dari suatu unit volume terhadap berat air pada volume yang sama. Tabel 4. Tipikal Perkiraan Nilai Berat Jenis (Gs) Jenis Tanah Kerikil/Pasir Lanau anorganik Lempung anorganik Lempung organik Tanah Humus Tanah Gambut Gs 2,65 2,68 2,62 2,68 2,68 2,75 2,58 2,65 1,37 1,25 1,80 Sumber : (Das, 1988)

12 16 3. Kadar Air Kadar air adalah besarnya perbandingan antara berat air yang dikandung tanah dalam keadaan kering, dinyatakan dalam persen. 4. Batas Atterberg (Batas Konsistensi) Suatu ukuran relatif dimana tanah dapat berubah bentuk dapat diartikan dengan konsistensi, yang banyak digunakan untuk tanah berbutir halus. Konsistensi banyak dihubungkan dengan kadar air yang menunjukkan kekentalan tanah itu. Seorang ilmuwan dari Swedia bernama Atterberg (1911) mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan batas konsistensi tanah pada kadar air yang bervariasi. Apabila kadar airnya tinggi, campuran tanah dan air menjadi sangat lembek seperti cairan. Gambar 2. Batas Konsistensi Tanah Sumber : Wesley, L.D, 1977 a. Batas Cair Batas cair adalah kadar air minimum dimana tanah kohesif tetap dalam keadaan cair tetapi masih mempunyai kekuatan geser biarpun kecil yang sanggup menahan tanah untuk mengalir (Braja M Das 1985). Batas cair berada pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis.

13 17 b. Batas Plastis Batas plastis adalah kadar air yang berhubungan dengan batas sembarang antar keadaan plastis dan keadaan semi plastis. Pada umumnya didefinisikan sebagai kadar air minimum untuk massa tanah yang digulung-gulung dan mulai retak mendekati diameter 3 mm (Braja M Das 1985). c. Indeks Plastisitas Selisih antara batas cair dan batas plastis tanah disebut Indeks Plastisitas. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang masih bersifat plastis. d. Batas Susut ( Shrinkage Limit ) Batas susut adalah kadar air yang didefinisikan pada derajat kejenuhan 100%, dimana untuk nilai-nilai dibawahnya tidak akan terdapat perubahan volume tanah apabila dikeringkan terus. Harus diketahui bahwa batas susut makin kecil maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan volume. Batasan mengenai indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesinya dapat dilihat pada Tabel 5 : Tabel 5. Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah. PI Sifat Macam tanah Kohesi 0 Non Plastis Pasir Non kohesi < 7 Plastisitas rendah Lanau Kohesi sebagian 7 17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesi > 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesi Sumber : Hardiyatmo, H.C, 1955

14 18 5. Berat Volume Berat volume adalah besarnya perbandingan antara berat tanah dengan berat volume tanah. C. Pengujian Sifat Mekanik Tanah Pengujian ini diperlukan untuk mengetahui sifat tanah jika menerima beban luar. 1. Pemadatan Tanah Pemadatan berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah, sehingga akan meningkatkan daya dukung pondasi di atasnya. Pemadatan dapat mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan dan meningkatkan kemantapan lereng timbunan (embankment). Menurut Bowles pemadatan merupakan suatu usaha untuk mempertinggi kepadatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemadatan partikel. Pemadatan tanah merupakan proses menaikkan berat unit tanah dengan memaksa butiran-butiran tanah menjadi lebih rapat dan mengurangi pori-pori udara (Dunn, 1992). a. Prinsip-Prinsip Pemadatan Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Bila air ditambahkan kepada suatu tanah yang sedang dipadatkan, maka air tersebut akan berfungsi sebagai unsur pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah. Karena adanya air tersebut maka partikel-partikel tanah akan lebih mudah bergerak dan bergeseran satu sama lain dan membentuk kedudukan yang lebih rapat/padat.

15 19 Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering tanah akan naik bila kadar air dalam tanah pada saat dipadatkan meningkat, seperti terlihat pada Gambar 3. Gambar 3. Prinsip Dasar Pemadatan Pada saat kadar air = 0, berat volume basah adalah sama dengan berat volume keringnya. Bila kadar airnya ditingkatkan terus secara bertahap pada usaha pemadatan yang sama, maka berat jumlah bahan padat dalam tanah persatuan volume juga meningkat secara bertahap. Tetapi apabila penambahan kadar air terus ditingkatkan sampai mencapai kadar air tertentu justru menurunkan berat volume kering tanah (Das, 1995). Hal ini disebabkan oleh air tersebut yang kemudian menempati ruangruang pori dalam tanah yang sebetulnya dapat ditempati oleh partikelpartikel padat dari tanah. Kadar air dimana harga berat volume kering maksimum tanah dicapai disebut kadar air optimum.

16 20 b. Pemadatan di Laboratorium Terdapat tiga macam metode pemadatan yaitu : 1) Uji Proctor Standar Tanah dipadatkan dalam cetakan silinder dengan alat penumbuk standar. Volume cetakan adalah 1000 cm 3, dipadatkan dengan alat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi jatuh 300 mm, tanah dipadatkan dalam tiga lapisan dengan masing-masing lapisan ditumbuk 25 kali. 2) Proctor Modifikasi Sama seperti proctor standar, tetapi berat penumbuk 4,5 kg dengan tinggi jatuh 450 mm, tanah dipadatkan dalam lima lapisan dengan masing-masing lapisan ditumbuk 25 kali. 3) Uji Palu Penggetar Tanah dengan volume 2360cm 3 ditumbuk dalam 3 lapisan dengan alat penumbuk berbentuk lingkaran yang dipasang pada palu penggetar. Masing-masing lapisan dipadatkan dengan periode 60 detik. Uji ini berguna untuk pasir dan kerikil. c. Pengaruh Pemadatan pada Tanah Berkohesi Pemadatan menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur tanah berkohesi yaitu meliputi perubahan pada daya rembes (permeability), kemampumampatan (compressibility), dan kekuatan dari tanah. Harga koefisien rembesan menunjukkan ukuran mudah sukarnya air merembes melewati suatu tanah. Tanah lempung yang dipadatkan pada tekanan yang rendah, di atas kadar air optimum akan lebih mudah mampat (compressible) dibandingkan

17 21 tanah yang dipadatkan pada kondisi di bawah kadar air optimum. Pada tekanan yang besar, kecenderungan tersebut menjadi sebaliknya. Kekuatan tanah lempung yang dipadatkan umumnya berkurang dengan bertambahnya kadar air. Tanah yang dipadatkan pada kondisi di bawah kadar air optimum akan mempunyai kekuatan yang lebih besar. Pada tekanan yang besar, kecenderungan tersebut menjadi sebaliknya. 2. California Bearing Ratio (CBR) California Bearing Ratio (CBR) adalah merupakan suatu perbandingan antara beban percobaan (test load) dengan beban standar (standar load) dan dinyatakan dalam persen. Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100 % dalam memikul beban lalu lintas. Metode ini dikembangkan oleh California State Highway Departement sebagai cara untuk mengetahui kuat dukung tanah dasar dalam perencanaan lapis perkerasan. Bila tanah dasar memiliki nilai CBR yang tinggi, praktis akan mengurangi ketebalan lapis perkerasan yang berada di atas tanah dasar (subgrade), begitu pula sebaliknya. CBR Laboratorium adalah pengujian CBR yang dilakukan di laboratorium dapat disebut juga CBR Rencana Titik. Tanah dasar pada jalan baru merupakan tanah asli, tanah timbunan atau tanah galian yang dipadatkan sampai mencapai 95% kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah dasar merupakan kemampuan lapisan tanah yang memikul beban setelah tanah itu dipadatkan.

18 22 Alat yang digunakan untuk menentukan besarnya CBR berupa alat yang mempunyai piston dengan luas 3 inch dengan kecepatan gerak vertikal ke bawah 0,05 inch/menit, Proving Ring digunakan untuk mengukur beban yang dibutuhkan pada penetrasi tertentu yang diukur dengan arloji pengukur (dial). Tabel 6. Tipikal Perkiraan Nilai CBR Desain Pemerian Lapisan Tanah Dasar Tipikal Nilai CBR (%) Material USCS Drainase Drainase Baik Jelek/Kurang Lempung dengan plastisitas CH tinggi Lanau Lempung Lanauan Lempung Pasiran Pasir ML CL SC SW,S P Dari : Pavement Design, NAASRA, Geser Langsung (Direct Shear) Tanah selain menerima beban di atasnya juga mempunyai kekuatan geser. Kekuatan geser tanah didefinisikan sebagai ukuran kemampuan tanah untuk menahan tegangan geser dengan baik. Kekuatan geser ini terjadi pada : a) Geseran dalam akibat geseran antar butiran yang menghambat terjadinya peluncuran (sliding) b) Kohesi (c), daya ikat geseran partikel tanah Kuat geser tanah merupakan gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan ( Hardiyatmo 1992 ). Dengan demikian apabila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh : a) Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak bergantung dari tegangan normal yang bekerja pada bidang geser.

19 23 b) Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan normal pada bidang gesernya. Uji geser langsung dilakukan beberapa kali pada sebuah benda uji tanah dengan beberapa macam tegangan normal. Harga tegangan normal dan harga tegangan geser didapat dengan melakukan pengujian yang digambarkan dengan grafik untuk menentukan harga parameter kuat geser. Dengan rumus Coulomb τ = c + σ tg Ф, maka kohesi (c) dan sudut geser dalam tanah (Ф) dapat dicari dengan cara grafis. Gambar 4. Grafik Penentuan c dan Ф 4. Unconfined Compressive Strength (UCS) Unconfined Compressive Strength adalah suatu cara untuk mengetahui kuat tekan bebas suatu jenis tanah yang bersifat kohesif dalam keadaan asli tak terganggu (undisturbed) ataupun dalam keadaan buatan/terbentuk kembali (remoulded).

20 24 Tabel 7. Tipikal Konsistensi Tanah Kekerasan/Konsistensi Nilai qu (kg/m 2 ) Sangat lunak 0 0,25 Lunak/soft 0,25 0,50 Sedang/medium 0,50 1,0 Kenyal/stif/kaku 1,0 2,0 Sangat kenyal 2,0 4,0 Keras/hard > 4,0 5. Pengembangan Tanah Tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan volume ketika kadar air berubah. Penambahan kadar air mengakibatkan lempung akan mengembang, sedangkan pengurangan kadar air menyebabkan lempung susut. Tekanan pengembangan didefinisikan sebagai persentase pengembangan pada tanah yang dibebani secara terkekang pada arah lateral, tanah tersebut telah dipadatkan pada kadar air optimum sehingga mencapai berat volume kering maksimumnya menurut standar AASHTO. Prosentase pengembangan diperoleh dari persamaan berikut Dengan : S = Prosentase Pengembangan (%) ΔH = perubahan tinggi sampel (cm) Ho = tinggi awal sampel (cm) Untuk besarnya nilai tekanan pengembangan pada tanah berlempung dan tanah-tanah ekspansif yang ditinjau berdasarkan nilai prosentase pengembangan, indeks plastisitas dan batas cair dapat dilihat pada tabel berikut :

21 25 Tabel 8. Tekanan Pengembangan Tekanan Pengembangan Prosentase Pengembangan % Indeks Plastisitas (PI) % Batas Cair (LL) % Sangat tinggi 30 > 35 > 63 Tinggi Sedang Rendah < 10 < 15 < 39 Sumber : Elsi Oktriana, 2007 Hary Christady (2002) merujuk pada Skempton (1953) mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan prosentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm yang dinotasikan dengan huruf C. Aktivitas digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi kemampuan mengembang dari suatu tanah lempung. Sumber: Hary Christady Hardiyatmo, 2002 Gambar 5. Grafik Aktivitas Mineral Lempung (PI vs C) Gambar di atas mengklasifikasikan mineral lempung menjadi: a) Montmorrillonite : Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) 7,2 b) Illite : Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) 0,9 dan < 7,2 c) Kaolinite : Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) 0,38 dan < 0,9 d) Polygorskite : Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) < 0,38

22 26 Sumber : Jhon D Nelson dan Debora J Miller, 1991 Gambar 6. Hubungan antara Persentasi Butiran Lempung dan Aktivitas Swelling Potensial atau kemampuan mengembang tanah dipengaruhi oleh nilai aktivitas tanah. Swelling Potensial diperoleh dari persamaan berikut : Swelling Potensial = ( ) Gambar 6 mengindentifikasikan tingkat aktivitas tanah dalam 4 kelompok, yaitu : a) Low/Rendah : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial 1,5 % b) Medium/Sedang : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial >1,5 dan 5% c) High/Tinggi : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial >5 % dan 25% d) Very High/sangat Tinggi : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial >25 %

23 27 D. Perencanaan Lapis Perkerasan Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Jenis konstruksi perkerasan jalan pada umumnya ada dua jenis, yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement) 1. Perkerasan Lentur Perkerasan lentur (Flexible Pavement) adalah sistem perkerasan dimana konstruksinya terdiri dari beberapa lapisan. a. Susunan Lapisan Perkerasan Tiap-tiap lapisan perkerasan pada umumnya menggunakan bahan maupun persyaratan yang berbeda sesuai dengan fungsinya yaitu, untuk menyebarkan beban roda kendaraan sedemikian rupa sehingga dapat ditahan oleh tanah dasar dalam batas daya dukungnya. Gambar 7. Susunan Lapisan Perkerasan Lentur b. Karakteristik Perkerasan Lentur 1) Bersifat elastik jika menerima beban, sehingga dapat memberi kenyamanan bagi pengguna jalan. 2) Seluruh lapisan ikut menanggung beban. 3) Penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar sedemikian sehingga tidak merusak lapisan tanah dasar (subgrade).

24 28 c. Material Perkerasan Material perkerasan yang digunakan dalam lapisan perkerasan lentur yaitu agregat dan aspal. 1) Agregat Agregat adalah material perkerasan, terdiri dari tiga kelompok berdasarkan mutu, yaitu kelas A, kelas B dan kelas C, dibedakan dari gradasi dan sifat material. Tabel 9. Gradasi Agregat Susunan Ayakan Persetase Lolos (dalam berat) No. Bukaan (mm) Kelas A Kelas B Kelas C 2 1/2" 63, /2" 38, /4" 19, /8" 9, , , , , ) Aspal 200 0, Sumber : perencanaan teknik jalan raya Aspal adalah material utama pada konstruksi lapis perkerasan lentur (flexible pavement), yang berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat, karena mempunyai daya lekat yang kuat, mempunyai sifat adhesi, kedap air dan mudah dikerjakan. Aspal sangat tahan terhadap asam, alkali dan garam-garaman. Pada suhu atmosfir, aspal akan berupa benda padat atau semi padat, tetapi aspal akan mudah dicairkan jika dipanaskan.

25 29 d. Lalu-Lintas Rencana 1) Peranan dan Fungsi jalan Sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan atas ; (a) Sistem jaringan jalan primer, adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi di tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota (b) Sistem jaringan jalan sekunder, adalah sistem jaringan jalan dengan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota Sedangkan menurut fungsinya, jalan dapat dibagi atas: (a) Jalan arteri, adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien (b) Jalan kolektor, adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi (c) Jalan lokal, adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 2) Konfigurasi Sumbu Ekivalensi Untuk kebutuhan perencanaan kendaraan yang diperhitungkan ada empat jenis, yaitu sumbu tunggal roda tunggal, sumbu tunggal roda ganda, sumbu tandem roda ganda dan sumbu triple roda ganda.

26 30 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan (a) Angka Ekivalen Sumbu Tunggal : ( ) (b) Angka Ekivalen Sumbu Ganda : ( ) Tabel 10. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan Beban Satu Sumbu Angka Ekivalen Kg lbs Sumbu Tunggal Sumbu Ganda ,0002 0,0036 0,0183 0,0577 0,1410 0,2923 0,5415 0,9238 1,0000 1,4798 2,2555 3,3022 4,6770 6,4419 8, , ,7815-0,0003 0,0016 0,0050 0,0121 0,0251 0,0466 0,0794 0,0860 0,1273 0,1940 0,2840 0,4022 0,5540 0,7452 0,9820 1,2712 Dari : SKBI / SNI ) Lajur Rencana Lajur rencana yaitu lajur yang menerima beban terbesar. Tabel 11. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan Lebar Perkerasan (L) L < 5,50 m 5,50 m L < 8,25 m 8,25 m L < 11,25 m 11,25 m L < 15,00 m 15,00 m L < 18,75 m 18,75 m L < 22,00 m Jumlah Lajur (n) 1 Lajur 2 Lajur 3 Lajur 4 Lajur 5 Lajur 6 Lajur Dari : SKBI / SNI

27 31 Tabel 12. Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Jumlah Lajur 1 Lajur 2 Lajur 3 Lajur 4 Lajur 5 Lajur 6 Lajur Kendaraan Ringan* Kendaraan Berat** 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1,00 1,00 1,00 1,00 0,60 0,50 0,70 0,50 0,40 0,40 0,50 0,475 0,30 0,45 0,25 0,425 0,20 0,40 * berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran ** berat total 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer 4) Usia Rencana Dari : SKBI / SNI Usia rencana adalah jangka waktu dalam tahun sampai perkerasan harus diperbaiki atau ditingkatkan. Umur rencana ini ditentukan dengan mempertimbangkan pertumbuhan lalu lintas, dan biasanya diambil 20 tahun untuk jalan baru dan selama umur rencana pemeliharaan jalan tetap harus dilakukan. 5) Angka Pertumbuhan Lalu-Lintas Jumlah lalu lintas akan bertambah baik pada keseluruhan usia rencana atau pada sebagian masa tersebut. Angka pertumbuhan lalulintas dapat ditentukan dari hasil survey untuk setiap proyek. (a) Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) : (b) Lintas Ekivalen Akhir (LEA) : ( ) (c) Lintas Ekivalen Tengah (LET) :

28 32 (d) Lintas Ekivalen Rencana (LER) : dimana : i J LHR UR FP n Cj Ej = perkembangan lalu-lintas = jenis kendaraan = lalu-lintas harian rata-rata = usia rencana, (tahun) = faktor penyesuaian = tahun pengamatan = koefisien distribusi kendaraan = Angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan e. Analisis Daya Dukung Tanah Dasar Analisis daya dukung mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung beban struktur yang terletak di atasnya. Bila tanah mengalami pembebanan, tanah akan mengalami penurunan. Jika beban bertambah, penurunan pun juga bertambah. Saat terjadi kondisi dimana pada beban tetap, fondasi mengalami penurunan yang sangat besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa keruntuhan kapasitas dukung telah terjadi. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi nilai CBR. Nilai CBR yang mewakili daya dukung tanah dasar dipergunakan untuk perencanaan tebal lapis perkerasan.

29 33 f. Faktor Regional Faktor regional (FR) adalah factor koreksi sehubungan dengan adanya perbedaan kondisi dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. FR ini dipengaruhi oleh bentuk alinyemen, persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim. Tabel 13. Faktor Regional (FR) Iklim I < 900 mm/th Iklim II > 900 mm/th Kelandaian I ( < 6 % ) Kelandaian II ( 6 10 %) % Kendaraan Berat Kelandaian III ( > 10 % ) 0,5 1,0 1,5 1,0 1,5 2,0 1,5 2,0 2,5 1,5 2,0 2,5 2,0 2,5 3,0 2,5 3,0 3,5 Dari : SKBI / SNI g. Indeks Permukaan Indeks permukaan adalah nilai kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat. Tabel 14. Indeks Permukaan pada Akhir Usia Rencana (I pt ) LER*) < >1000 I pt = 1,0 I pt = 1,5 I pt = 2,0 I pt = 2,5 Klasifikasi Jalan Lokal Kolektor Arteri Tol 1,0 1,5 1,5 1,5 2,0 1,5 1,5 2,0 2,0 1,5 2,0 2,0 2,0 2,5 2,0 2,5 2,5 2,5 Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat menggangu lalu-lintas kendaraan Adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus) Adalah tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik *) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal Dari : SKBI / SNI

30 34 Tabel 15. Indeks Permukaan pada Awal Usia Rencana (I po ) Jenis Lapis Perkerasan I po Roughness *) (mm/km) LASTON 3,9 3,5 > 1000 LASBUTAG HRA BURDA 3,9 3,5 < 2000 BURTU 3,4 3,0 < 2000 LAPEN LATASBUM 2,9 2,5 BURAS 2,9 2,5 LATASIR 2,9 2,5 JALAN TANAH 2,4 JALAN KERIKIL 2,4 Dari : SKBI / SNI ,9 3,5 3,9 3,5 3,4 3, ,4 3,0 3,4 3,0 2,9 2,5 > 2000 > 2000 > 3000 h. Indeks Tebal Perkerasan ITP = a 1 D 1 + a 2 D 2 + a 3 D 3 Dimana : ITP = Indeks Tebal Perkerasan a = Koefisien Lapisan D = Tebal Lapisan, (cm) Tabel 16. Koefisien Kekuatan Relatif (a) Koefisien Kekuatan Relatif a1 a2 a3 0,40 0,35 0,32 0,30 0,35 0,31 0,28 0,26 0,30 0,26 0,25 0,20 Kekuatan Bahan MS Kt CBR (Kg) (Kg/cm) (%) Jenis Bahan LASTON LASBUTAG HRA ASPAL MACADAM LAPEN (mekanis) LAPEN (manual)

31 35 0,28 0,26 0,24 0,23 0,19 0,15 0,13 0,15 0,13 0,14 0,13 0,12 0,13 0, LASTON Atas LAPEN (mekanis) LAPEN (manual) Stabilitas tanah dengan semen Stabilitas tanah dengan kapur Batu pecah (kelas A) Batu pecah (kelas B) Batu pecah (kelas C) SIRTU / Pitrun (kelas A) SIRTU / Pitrun (kelas B) SIRTU / Pitrun (kelas C) 0, ,10 20 Tanah / Lempung kepasiran Catatan :Keterangan : MS (Marshall Test), Kt (Kuat tekan) Dari : SKBI / SNI Tabel 17. Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan ITP Tebal Min (cm) Bahan 1. Lapis Permukaan : < 3,00 5 Lapis pelindung : ( BURAS / BURTU / BURDA ) 3,00 6,70 5 LAPEN/Aspal macadam, HRA, LASBUTAG, LASTON 6,71 7,49 7,5 LAPEN/Aspal macadam, HRA, LASBUTAG, LASTON 7,50 9,99 7,5 LASBUTAG, LASTON 10,00 10 LASTON 2. Lapis Pondasi Atas : < 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah (dengan semen atau kapur) 3,00 7,49 20*) Batu pecah, stabilisasi tanah (dengan semen atau kapur) 7,50 9,99 LASTON Atas 10 Batu pecah, stabilisasi tanah (dengan semen atau kapur) 20 pondasi macadam 10 12, ,25 25 LASTON Atas Batu pecah, stabilisasi tanah (dengan semen atau kapur), pondasi macadam, LAPEN, LASTON Atas LASTON Atas Batu pecah, stabilisasi tanah (dengan semen atau kapur), pondasi macadam, LAPEN, LASTON Atas *) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir Kasar. 3. Lapis Pondasi Bawah : Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm Dari : SKBI / SNI

32 36 E. Tinjauan Penelitian Ada beberapa tinjauan penelitian, yaitu: 1. Penelitian oleh Elsi Oktriana pada tahun 2007, Perbaikan Pengembangan Tanah Menggunakan Zat Additive Kapur dengan Pemodelan Alat Konsolidasi. Sampel tanah berasal dari Jalan Sekincau Dusun Gumbib Ø STA 4 Ø STA 9 arah Suwoh Kabupaten Lampung Barat. Dari hasil penelitian, berdasarkan klasifikasi Unified termasuk jenis tanah berbutir halus dengan golongan CH (lempung anorganik), sedangkan berdasarkan AASHTO tanah termasuk klasifikasi A-7-5, tanah berlempung yang jika digunakan sebagai tanah dasar merupakan tanah bagian sedang sampai baik. Penambahan kapur dengan kadar 5%, 10% dan 15% dapat mengurangi pengembangan yang terjadi. Nilai potensi pengembangan, batas cair, indeks plastisitas semakin menurun dan nilai berat jenis semakin meningkat. Namun penambahan kapur belum cukup baik untuk usaha stabilisasi tanah menjadi tanah lempung yang baik dan stabil 2. Penelitian oleh Nova Wahyuni pada tahun 2006, Studi Eksperimen Skala Model Perbaikan Pengembangan Tanah dengan Menggunakan Semen PCC (Portland Composite Cement). Sampel tanah berasal dari Jalan Sekincau Dusun Gumbib Ø STA 4 Ø STA 9 arah Suwoh Kabupaten Lampung Barat. Dari hasil penelitian, berdasarkan klasifikasi AASHTO tanah termasuk klasifikasi A-7-5, yaitu tanah lanau lempung dengan tipe material dominan adalah tanah berlempung, sedangkan berdasarkan Unified termasuk tanah berbutir halus dengan plastisitas tinggi (CH) yaitu tanah lempung tak organik. Tanah ini memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga kurang baik

33 37 bila dipadatkan dalam keadaan jenuh, tanah ini merupakan lempung gemuk (fat clay) dan berkarakteristik buruk. Penambahan semen PCC dengan kadar 5%, 10% dan 15% dapat mengurangi pengembangan yang terjadi. Hal ini dapat dilihat dari nilai potensi pengembangan, batas cair, indeks plastisitas yang menurun dan nilai berat jenis yang meningkat. Sampel tanah asli merupakan kategori tanah sangat buruk, setelah dilakukan stabilisasi, tanah masuk kategori sedang sampai buruk. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Fahrurrozi pada tahun 2008, Analisis Tebal Lapis Keras Ruas Jalan Solo KM 8,8 dengan Metode Bina Marga dan AASHTO Rumusan masalahnya adalah Pertumbuhan lalu lintas memberikan dampak negatif pada ruas jalan Solo km 8,8 sampai km 12 yang mengakibatkan turunnya tingkat pelayanan ruas jalan dalam mendukung beban lalu lintas. Tujuan analisis dengan menggunakan metode Bina Marga dan AASHTO 1986 ini adalah: a. Untuk lebih memahami prosedur analisis perhitungan tebal lapis keras lentur ruas jalan dengan metode Bina Marga dan AASHTO b. Membandingkan hasil analisis dan perhitungan kedua metode tersebut terhadap kondisi lapis perkerasan yang ada sekarang. c. Menentukan tebal lapisan perkerasan dengan kedua metode tersebut. d. Memprediksi kemampuan lapis keras lentur ruas jalan dalam mendukung beban lalu lintas dalam kurun waktu tertentu.

34 38 Hasil Penelitian a. Ruas jalan Solo km 8,8 sampai km 12, tidak mampu mendukung beban lalu lintas sampai tahun 2009 berdasarkan analisis menggunakan metode Bina Marga dan AASHTO b. Hasil akhir analisis yang dilakukan berdasarkan Metode Bina Marga 1987 dan AASHTO 1986 adalah berbeda. Metode Bina Marga 1987 lebih tebal dibandingkan dengan Metode AASHTO c. Perbedaan hasil akhir analisis disebabkan oleh : faktor lalu lintas, asumsi, parameter dan prosedur analisis yang digunakan pada masing masing metode.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Bina Marga Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan survei visual adalah kekasaran permukaan, lubang, tambalan, retak, alur,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G 9 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi Tanah Pada sistem klasifikasi Unified, tanah diklasifikasikan kedalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika kurang dari 50 % lolos saringan nomor 200, dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Parameter Tanah 3.1.1 Berat Jenis Berat jenis tanah merupakan nilai yang tidak bersatuan (Muntohar 29). Untuk menentukan tipikal tanah dapat dilihat dari Tabel 3.1. Tabel 3.1

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Dalam usaha melakukan pemeliharaan dan peningkatan pelayanan jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah daerah yang mengalami kerusakan

Lebih terperinci

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan BAB HI LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dan lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain BAB III LANDASAN TEORI A. Parameter Desain Dalam perencanaan perkerasan jalan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu berdasarkan fungsi jalan, umur rencana, lalu lintas, sifat tanah dasar, kondisi

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan METODE PERHITUNGAN BIAYA KONSTRUKSI JALAN Metode yang digunakan dalam menghitung tebal lapis perkerasan adalah Metode Analisa Komponen, dengan menggunakan parameter sesuai dengan buku Petunjuk Perencanaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Sampel Tanah Asli Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : 1. Hasil Pengujian Kadar Air (ω) Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis BAB II1 METODOLOGI 3.1 Kriteria dan Tujuan Perencanaan Dalam dunia civil, salah satu tugas dari seorang civil engineer adalah melakukan perencanaan lapis perkerasan jalan yang baik, benar dan dituntut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fisik Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan suatu konstruksi. Sampel tanah yang disiapkan adalah tanah

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO Arie Wahyu Aprilian, Yulvi Zaika, Arief Rachmansyah Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dasar Tanah dasar merupakan pijakan terakhir untuk menerima pembebanan yang berkaitan dengan pembangunan jalan, jembatan, landasan, gedung, dan lainlain. Tanah yang akan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek jalan tambang Kota Berau Kalimantan Timur, maka pada bab ini akan diuraikan hasil

Lebih terperinci

BAB III METODA PERENCANAAN

BAB III METODA PERENCANAAN BAB III METODA PERENCANAAN START PENGUMPULAN DATA METODA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU JALAN LAMA METODE BINA MARGA METODE AASHTO ANALISA PERBANDINGAN ANALISA BIAYA KESIMPULAN DAN SARAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan

Lebih terperinci

Modul (MEKANIKA TANAH I)

Modul (MEKANIKA TANAH I) 1dari 16 Materi I Karakteristik Tanah 1. Proses pembentukan Tanah Tanah dalam Mekanika Tanah mencakup semua endapan alam yang berhubungan dengan teknik sipil kecuali batuan. Tanah dibentuk oleh pelapukan

Lebih terperinci

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Tanah Dasar Tanah dasar atau suhgrade adalah permukaan tanah semula, tanah galian atau tanah timbiman yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN START Jalan Lama ( Over Lay) Data data sekunder : - Jalur rencana - Angka ekivalen - Perhitungan lalu lintas - DDT dan CBR - Faktor Regional - Indeks Permukaan - Indeks Tebal

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Abdul Jalil 1), Khairul Adi 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10)

PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10) PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10) Ilham Idrus Staf Pengajar Dosen pada Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Ekspansif Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan material, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).

Lebih terperinci

TANAH LEMPUNG NON EKSPANSIF

TANAH LEMPUNG NON EKSPANSIF TANAH LEMPUNG NON EKSPANSIF Tanah ekspansif atau tanah kembang susut adalah tanah yang mempunyai potensi swelling yang tinggi, sehingga sering menimbulkan masalah pada struktur bangunan di atasnya. Hasil

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Penentuan Kerusakan Jalan Ada beberapa metode yang digunakan dalam menentukan jenis dan tingkat kerusakan jalan salah satu adalah metode pavement condition index (PCI). Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Tanah merupakan pijakan terakhir untuk menerima pembebanan yang berkaitan dengan pembangunan jalan, jembatan, landasan, gedung, dan lain-lain. Tanah yang akan dijadikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam Bab ini penulis akan membahas hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Mercu Buana. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam dunia geoteknik tanah merupakansalah satu unsur penting yang yang pastinya akan selalu berhubungan dengan pekerjaan struktural dalam bidang teknik sipil baik sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN)

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) Qunik Wiqoyah 1, Anto Budi L, Lintang Bayu P 3 1,,3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dasar (subgrade) Tanah dasar merupakan pondasi bagi perkerasan, baik perkerasan yang terdapat pada alur lalu lintas maupun bahu. Dengan demikian tanah dasar merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR Heru Dwi Jatmoko Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAKSI Tanah merupakan material

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen)

PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen) PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen) Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat

Lebih terperinci

ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA

ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA Nurnilam Oemiati Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova Jurnal Rancang Sipil Volume 1 Nomor 1, Desember 2012 57 PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

STABILISASI TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN PASIR DAN SEMEN UNTUK LAPIS PONDASI JALAN RAYA. Anwar Muda

STABILISASI TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN PASIR DAN SEMEN UNTUK LAPIS PONDASI JALAN RAYA. Anwar Muda STABILISASI TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN PASIR DAN SEMEN UNTUK LAPIS PONDASI JALAN RAYA Anwar Muda Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VII Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ABSTRAK Stabilisasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Upaya stabilisasi yang dapat diambil salah satunya adalah dengan menstabilisasi tanah lempung dengan cara kimia sehingga kekuatan dan daya dukung tanah dapat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Stabilisasi Menggunakan Abu Cangkang Sawit (ACS) di dalam tungku pembakaran (Boiler) pada suhu C.

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Stabilisasi Menggunakan Abu Cangkang Sawit (ACS) di dalam tungku pembakaran (Boiler) pada suhu C. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Stabilisasi Menggunakan Abu Cangkang Sawit (ACS) Abu sawit merupakan sisa dari hasil pembakaran cangkang dan serat sawit di dalam tungku pembakaran (Boiler) pada suhu 700-800

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S - 1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN LIMBAH BATU BATA SEBAGAI BAHAN STABILISASI TANAH LEMPUNG DITINJAU DARI NILAI CBR. Hairulla

PENGGUNAAN LIMBAH BATU BATA SEBAGAI BAHAN STABILISASI TANAH LEMPUNG DITINJAU DARI NILAI CBR. Hairulla PENGGUNAAN LIMBAH BATU BATA SEBAGAI BAHAN STABILISASI TANAH LEMPUNG DITINJAU DARI NILAI CBR Hairulla e-mail: hasanhairulla84@gmail.com Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Musamus Merauke

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH (DDT) PADA SUB GRADE

ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH (DDT) PADA SUB GRADE ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH (DDT) PADA SUB GRADE/TANAH DASAR (Studi Kasus pada Sub Grade Lahan Parkir Kampus 3 Universitas Muhammadiyah Metro) Yusuf Amran Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Metro

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR DAN SEMEN PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG BUKIT RAWI. Anwar Muda

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR DAN SEMEN PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG BUKIT RAWI. Anwar Muda PENGARUH PENAMBAHAN PASIR DAN SEMEN PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG BUKIT RAWI Anwar Muda Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VII Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ABSTRAK Sifat-sifat teknis

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO 1993 1 (Studi Kasus Paket Peningkatan Ruas Jalan Siluk Kretek, Bantul, DIY) Sisqa Laylatu Muyasyaroh

Lebih terperinci

Pengaruh Kandungan Material Plastis Terhadap Nilai CBR Lapis Pondasi Agregat Kelas S

Pengaruh Kandungan Material Plastis Terhadap Nilai CBR Lapis Pondasi Agregat Kelas S Pengaruh Kandungan Material Plastis Terhadap Nilai CBR Lapis Pondasi Agregat Kelas S Indria Eklesia Pokaton Oscar Hans Kaseke, Lintong Elisabeth Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Batu Bata 1. Pengertian Batu Bata Batu Bata adalah bahan bangunan yang telah lama dikenal dan dipakai oleh masyarakat baik di pedesaan atau perkotaan yang berfungsi untuk bahan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR DAN SEMEN PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG BUKIT RAWI. Anwar Muda

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR DAN SEMEN PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG BUKIT RAWI. Anwar Muda PENGARUH PENAMBAHAN PASIR DAN SEMEN PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG BUKIT RAWI Anwar Muda Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VII Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ABSTRAK Tanah lempung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan bahan organik yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Material Uji Model Pengujian karakteristik fisik dan mekanis tanah dilakukan untuk mengklasifikasi jenis tanah yang digunakan pada penelitian. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH CAMPURAN ABU SABUT KELAPA DENGAN TANAH LEMPUNG TERHADAP NILAI CBR TERENDAM (SOAKED) DAN CBR TIDAK TERENDAM (UNSOAKED)

PENGARUH CAMPURAN ABU SABUT KELAPA DENGAN TANAH LEMPUNG TERHADAP NILAI CBR TERENDAM (SOAKED) DAN CBR TIDAK TERENDAM (UNSOAKED) PENGARUH CAMPURAN ABU SABUT KELAPA DENGAN TANAH LEMPUNG TERHADAP NILAI CBR TERENDAM (SOAKED) DAN CBR TIDAK TERENDAM (UNSOAKED) Adzuha Desmi 1), Utari 2) Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh email:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis. Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis. Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM Jalan raya adalah suatu lintasan yang bermanfaat untuk melewatkan lalu lintas dan satu tempat ke tempat lain sebagai penghubung dalam satu daratan. Jalan raya sebagai sarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kasifikasi Jalan Perencanaan peningkatan ruas jalan Bayah Cikotok yang berada di Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor menjadi Jalan Nasional.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TANAH PUTIH TONGGO (FLORES) DENGAN ABU SEKAM PADI UNTUK STABILISASI TANAH DASAR BERLEMPUNG PADA RUAS JALAN NANGARORO AEGELA

PENGGUNAAN TANAH PUTIH TONGGO (FLORES) DENGAN ABU SEKAM PADI UNTUK STABILISASI TANAH DASAR BERLEMPUNG PADA RUAS JALAN NANGARORO AEGELA PENGGUNAAN TANAH PUTIH TONGGO (FLORES) DENGAN ABU SEKAM PADI UNTUK STABILISASI TANAH DASAR BERLEMPUNG PADA RUAS JALAN NANGARORO AEGELA Veronika Miana Radja 1 1 Program Studi Teknik Sipil Universitas Flores

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian tanah asli dan tanah campuran dengan semen yang dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO...

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO... DAFTAR ISI TUGAS AKHIR... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii PERNYATAAN... iv PERSEMBAHAN... v MOTTO... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

Tabel 1. Faktor Koreksi ( )

Tabel 1. Faktor Koreksi ( ) Tabel 1. Faktor Koreksi ( ) Temp. (ºC) Unit Weight of Water 4 1,00000 16 0,99897 17 0,99880 18 0,99862 19 0,99844 20 0,99823 21 0,99802 22 0,99870 23 0,99757 24 0,99733 25 0,99708 26 0,99682 27 0,99655

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TANAH SI-2222 MEKANIKA TANAH I

KLASIFIKASI TANAH SI-2222 MEKANIKA TANAH I KLASIFIKASI TANAH SI-2222 MEKANIKA TANAH I 1 Pembagian Kelompok Tanah Tanah Khusus: Quick Clay: Tanah yang sangat peka terhadap gangguan. Apabila terganggu kekuatannya berkurang drastis. Kadar kepekaan

Lebih terperinci

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229 STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229 Jalan Raya Flexible Pergerakan bebas Jarak Dekat Penelitian Metode Lokasi Kerusakan = Kerugian Materi Korban Batasan Masalah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Menurut Sukirman (1999), perencanaan tebal perkerasan lentur jalan baru umumnya dapat dibedakan atas 2 metode yaitu : 1. Metode Empiris Metode ini dikembangkan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan penting dalam ilmu teknik sipil, karena tanah sebagai pendukung kekuatan konstruksi dasar bangunan. Berdasarkan letak geografis suatu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tanah Lempung Menurut Terzaghi ( 1987 ) Lempung adalah agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAFTAR

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN TANAH LEMPUNG PADA TANAH PASIR PANTAI TERHADAP KEKUATAN GESER TANAH ABSTRAK

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN TANAH LEMPUNG PADA TANAH PASIR PANTAI TERHADAP KEKUATAN GESER TANAH ABSTRAK VOLUME 6 NO. 1, FEBRUARI 2010 STUDI PENGARUH PENAMBAHAN TANAH LEMPUNG PADA TANAH PASIR PANTAI TERHADAP KEKUATAN GESER TANAH Abdul Hakam 1, Rina Yuliet 2, Rahmat Donal 3 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang penting yaitu sebagai pondasi pendukung pada

I. PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang penting yaitu sebagai pondasi pendukung pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah memiliki peranan yang penting yaitu sebagai pondasi pendukung pada setiap pekerjaan konstruksi baik sebagai pondasi pendukung untuk konstruksi bangunan, jalan (subgrade),

Lebih terperinci

STUDI POTENSI TANAH TIMBUNAN SEBAGAI MATERIAL KONSTRUKSI TANGGUL PADA RUAS JALAN NEGARA LIWA - RANAU DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT. G.

STUDI POTENSI TANAH TIMBUNAN SEBAGAI MATERIAL KONSTRUKSI TANGGUL PADA RUAS JALAN NEGARA LIWA - RANAU DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT. G. STUDI POTENSI TANAH TIMBUNAN SEBAGAI MATERIAL KONSTRUKSI TANGGUL PADA RUAS JALAN NEGARA LIWA - RANAU DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT G. Perangin-angin 1 Abstrak Tanah merupakan salah satu material penting sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Lempung Ekspansif Petry dan Little (2002) menyebutkan bahwa tanah ekspansif (expansive soil) adalah tanah yang mempunyai potensi pengembangan atau penyusutan yang tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii ABSTRAK iii KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN viii DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ix BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 LATAR

Lebih terperinci

INVESTIGASI SIFAT FISIS, KUAT GESER DAN NILAI CBR TANAH MIRI SEBAGAI PENGGANTI SUBGRADE JALAN ( Studi Kasus Tanah Miri, Sragen )

INVESTIGASI SIFAT FISIS, KUAT GESER DAN NILAI CBR TANAH MIRI SEBAGAI PENGGANTI SUBGRADE JALAN ( Studi Kasus Tanah Miri, Sragen ) INVESTIGASI SIFAT FISIS, KUAT GESER DAN NILAI CBR TANAH MIRI SEBAGAI PENGGANTI SUBGRADE JALAN ( Studi Kasus Tanah Miri, Sragen ) Qunik Wiqoyah 1, Anto Budi 2 Beny Ariyanto 3 1) Staf Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA PEMANFAATAN KLELET ( LIMBAH PADAT INDUSTRI COR LOGAM ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT PADA BETON KEDAP AIR

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA PEMANFAATAN KLELET ( LIMBAH PADAT INDUSTRI COR LOGAM ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT PADA BETON KEDAP AIR LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA PEMANFAATAN KLELET ( LIMBAH PADAT INDUSTRI COR LOGAM ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT PADA BETON KEDAP AIR oleh : Yenny Nurcahasanah, ST., MT. Agus Susanto, ST., MT. Dibiayai Oleh

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG YANG DITAMBAHKAN SEMEN DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI SUBGRADE JALAN. (Studi Kasus: Desa Carangsari - Petang - Badung)

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG YANG DITAMBAHKAN SEMEN DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI SUBGRADE JALAN. (Studi Kasus: Desa Carangsari - Petang - Badung) KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG YANG DITAMBAHKAN SEMEN DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI SUBGRADE JALAN (Studi Kasus: Desa Carangsari - Petang - Badung) TUGAS AKHIR Oleh : I GEDE PUTU SUGALIH ARTA 1104105057 JURUSAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah terbentuk dari terjadinya pelapukan batuan menjadi partikel-partikel yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah terbentuk dari terjadinya pelapukan batuan menjadi partikel-partikel yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah terbentuk dari terjadinya pelapukan batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil akibat proses mekanis dan kimia. Pelapukan mekanis disebabkan oleh memuai dan menyusutnya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (ABU AMPAS TEBU) UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG SEBAGAI SUBGRADE JALAN (059G)

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (ABU AMPAS TEBU) UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG SEBAGAI SUBGRADE JALAN (059G) PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (ABU AMPAS TEBU) UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG SEBAGAI SUBGRADE JALAN (059G) Agus Susanto 1, Dhamis Tri Ratna Puri 2 dan Jalu Choirudin 3 1,2,3 Program Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, pertumbuhan ekonomi di suatu daerah juga semakin meningkat. Hal ini menuntut adanya infrastruktur yang cukup memadai

Lebih terperinci

PENGARUH SIKLUS BASAH KERING PADA SAMPEL TANAH TERHADAP NILAI ATTERBERG LIMIT

PENGARUH SIKLUS BASAH KERING PADA SAMPEL TANAH TERHADAP NILAI ATTERBERG LIMIT PENGARUH SIKLUS BASAH KERING PADA SAMPEL TANAH TERHADAP NILAI ATTERBERG LIMIT Shinta Pramudya Wardani 1), R. M. Rustamaji 2), Aprianto 2) Abstrak Perubahan cuaca mengakibatkan terjadinya siklus pembasahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perkerasan Jalan Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan yaitu : perkerasan lentur, perkerasan kaku dan gabungan dari keduanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pegujian yang telah dilakukan terhadap tanah yang berasal dari proyek jalan tambang di Berau Kalimantan Timur,maka pada kesempatan ini penulis akan memaparkan

Lebih terperinci

PENGARUH TANAH GADONG TERHADAP NILAI KONSOLIDASI DAN KUAT DUKUNG TANAH LEMPUNG TANON YANG DI STABILISASI DENGAN SEMEN

PENGARUH TANAH GADONG TERHADAP NILAI KONSOLIDASI DAN KUAT DUKUNG TANAH LEMPUNG TANON YANG DI STABILISASI DENGAN SEMEN PENGARUH TANAH GADONG TERHADAP NILAI KONSOLIDASI DAN KUAT DUKUNG TANAH LEMPUNG TANON YANG DI STABILISASI DENGAN SEMEN Renaningsih 1, Tedi Agung S 2 1 Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Peran Teknologi di Era Globalisasi ISBN No. :

Seminar Nasional : Peran Teknologi di Era Globalisasi ISBN No. : Institut Teknologi Medan (ITM) 278 Institut Teknologi Medan (ITM) 279 PENGARUH PEMERAMAN TERHADAP NILAI CBR TANAH MENGEMBANG YANG DISTABILISASI DENGAN FLY ASH Surta Ria N. Panjaitan Teknik Sipil - Institut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah adalah material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang tidak terikat secara kimia satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk disertai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah

I. PENDAHULUAN. Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah mempunyai peranan yang sangat penting. Dalam hal ini, tanah berfungsi sebagai penahan beban akibat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang digunakan berupa batu pecah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Menurut (Sukirman, S 1992) Lapisan perkerasan adalah konstruksi diatas tanah dasar yang berfungsi memikul beban lalu lintas dengan memberikan rasa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram alir penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Mulai Mengumpulkan literature dan refrensi tentang stabilisasi tanah Pengambilan contoh tanah : Tanah lempung dari ruas jalan Berau Kalimantan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Hasil Penelitian Tanah Asli Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek Perumahan Elysium, maka pada bab ini akan diuraikan hasil penelitiannya.

Lebih terperinci

V. CALIFORNIA BEARING RATIO

V. CALIFORNIA BEARING RATIO V. CALIFORNIA BEARING RATIO O.J. PORTER CALIFORNIA STATE HIGHWAY DEPARTMENT. METODA PENETRASI US ARMY CORPS OF ENGINEERS Untuk : tebal lapisan perkerasan lapisan lentur jalan raya & lapangan terbang CBR

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir. III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel 1. Tanah Lempung Anorganik Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti

Lebih terperinci

PERBAIKAN PENGEMBANGAN TANAH MENGGUNAKAN ZAT ADDITIVE KAPUR DENGAN PEMODELAN ALAT KONSOLIDASI

PERBAIKAN PENGEMBANGAN TANAH MENGGUNAKAN ZAT ADDITIVE KAPUR DENGAN PEMODELAN ALAT KONSOLIDASI PERBAIKAN PENGEMBANGAN TANAH MENGGUNAKAN ZAT ADDITIVE KAPUR DENGAN PEMODELAN ALAT KONSOLIDASI Muhammad Jafri 1) Abstract There are lot of benefits can be obtained from lime, as mixture or filler, even

Lebih terperinci