POSISION PAPER KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN LPKSM. A. Pendahuluan
|
|
- Yuliani Wibowo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 POSISION PAPER KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN LPKSM A. Pendahuluan Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), antara lain diatur keberadaan sejumlah lembaga yang terkait dengan perlindungan konsumen, salah satunya adalah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat atau LPKSM. LPKSM merupakan lembaga non-pemerintah (Non Governmental Organizatinon/NGO) yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen diantaranya berupa pembelaan, pemberdayaan, penelitian, pengujian maupun pengawasan barang dan jasa yang beredar di masyarakat. LPKSM tersebut sesuai bunyi pasal 44 Ayat 3 UUPK memiliki sejumlah tugas meliputi: a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. memberikan nasehat kepada konsumen yang memerlukannya; c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen; d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen; e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen. Selanjutnya, perincian tugas LPKSM tersebut diatur dalam PP No. 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, sebagai berikut : 1. Penyebaran informasi yang dilakukan oleh LPKSM, meliputi penyebarluasan berbagai pengetahuan mengenai perlindungan konsumen termasuk peraturan perundangan yang berkaitan dengan masalah perlindungan konsumen. (pasal 4) 2. Pemberian nasehat kepada konsumen yang memerlukan dilaksanakan oleh LPKSM secara lisan atau tertulis agar konsumen dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. (pasal 5) 3. Pelaksanaan kerjasama LPKSM dengan instansi terkait meliputi pertukaran informasi mengenai perlindungan konsumen, pengawasan atas barang dan/atau jasa yang beredar, dan penyuluhan serta pendidikan konsumen. (pasal 6) 4. Dalam membantu konsumen untuk memperjuangkan haknya, LPKSM dapat melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan haknya secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok. (pasal 7) 5. Pengawasan perlindungan konsumen oleh LPKSM bersama pemerintah dan masyarakat dilakukan atas barang yang beredar di pasar dengan cara penelitian, pengujian dan/atau survei. (pasal 8) 1 P a g e
2 Hingga saat ini, jumlah LPKSM di Indonesia telah berdiri sebanyak 252 Unit 1. LPKSM tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia, meskipun tidak merata (kebanyakan berada di Pulau Jawa). LPKSM ini tumbuh secara alami dengan mengintepretasikan peraturan perundangan sesuai persepsi masing-masing, sebagai dasar tindakannya. Sehingga seringkali ditemui keluhan masyarakat terutama dari kalangan pelaku usaha tentang perilaku LPKSM yang tidak terpuji. Kondisi ini diperparah oleh kurangnya pengawasan terhadap sepak terjang LPKSM oleh pemerintah/pemerintah daerah yang telah diberikan/ditetapkan perijinannya. B. Beberapa Catatan Kasus Perilaku LPKSM Dari pengamatan terhadap LPKSM oleh BPKN selama satu tahun 2012, menunjukkan bahwa terdapat LPKSM yang bertindak di luar ketentuan normatif, sebagaimana gambaran berikut: 1. Perbuatan Tidak Menyenangkan, Laporan Palsu dan Adanya Indikasi Pemerasan Salah satu kasus tentang perilaku LPKSM yang kurang baik dapat dilihat pada pemberitaan, yang dimuat adalam situs justisi.com (Minggu, 17 Mei 2012). Dalam situs tersebut diberitakan bahwa seorang ketua LPKSM ditangkap polisi karena melakukan pemerasan terhadap dua perusahaan telekomunikasi. Ketua LPKSM tersebut diduga melakukan pemerasan, diawali dengan mengirimkan somasi kepada dua perusahaan tersebut. Somasi tersebut selanjutnya direspon oleh perusahaan dengan mengirimkan lawyer-nya untuk bertemu dengan ketua LPKSM disatu tempat. Selanjutnya di tempat itu ketua LPKSM ditangkap polisi dengan tuduhan pemerasan. Contoh lain tentang perilaku LPKSM yang kurang baik dapat dilihat pada pemberitaan dari kantor Berita Antara (Minggu, 20 Mei :23 WIB ) memberitakan bahwa oknum ketua LPKSM dilaporkan kepada polisi karena dugaan memberikan laporan palsu dan melakukan perbuatan tidak menyenangkan serta melakukan pencemaran nama baik terhadap dua perusahaan telekomunikasi. Kasus tersebut sekarang sedang ditangani oleh pihak kepolisian. 2. Pencatutan dan Penyalahgunaan Nama Salah Satu LPKSM Kasus lain yang menunjukkan kinerja menyimpang dalam pelaksanaan tugasnya adalah penyalahgunaan nama salah satu LPKSM. Pada tanggal 27 Januari 2011 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan klarifikasi di dalam blognya. Klarifikasi tersebut dimaksudkan agar masyarakat mengetahui bahwa perilaku buruk yang dilakukan LPKSM di daerah yang menggunakan nama YLKI ditambah dengan nama daerah kabupten/kota dimana YLKI daerah itu berada. YLKI daerah tersebut menurut YLKI telah melakukan kegiatan yang tidak terpuji seperti menawarkan iklan kepada pelaku usaha dan meminta sumbangan kepada pelaku usaha. Kondisi seperti ini sangat merugikan bagi lembaga yang memiliki nama yang dicatut atau digunakan oleh oknum LPKSM daerah. 1 Informasi dari bpk Wahyu Hidayat, Kasubdit Kelembagaan Dirat PK, tanggal 22 Januari P a g e
3 3. Komersialisasi Kegiatan Advokasi Dalam sebuah blog yang dimiliki oleh salah satu LPKSM menyebutkan bahwa LPKSM tersebut mampu untuk memberikan bantuan kepada masyarakat yang memiliki hutang, antara jutaan hingga milyaran rupiah. Pemberian bantuan tersebut tidak gratis. Masyarakat yang ingin mendapatkan bantuan tersebut harus menyetorkan uang sejumlah Rp ,- agar bisa mendapatkan fasilitas dari LPKSM mengenai penyelesaian sengketa hutang yaitu berupa (Skep, Keplek dan buku panduan). Sumber: Beberapa kejadian yang berhasil dihimpun melalui wawancara terhadap beberapa debt collector di Jepara, menyebutkan bahwa LPKSM menjadi mediator antara konsumen leasing kendaraan bermotor dengan debt collector. Permasalahanya adalah, LPKSM tersebut melakukan pembelaan terhadap konsumen dengan tendensi uang komersial. Tendensi komersial yang dimaksudkan adalah, LPKSM meminta uang jasa kepada konsumen dengan besaran tertentu. Uang jasa tersebut besarnya antara 1-2 juta rupiah per unit sepeda motor. Selain meminta uang kepada konsumen untuk membantu melepaskan jeratan debt collector, LPKSM biasanya juga meminta uang tambahan untuk diberikan kepada debt collector yang bersangkutan. Menurut pengakuan dari debt collector tersebut, ternyata ada sebuah permainan antara LPKSM dan debt collector dan sayangnya keadaan tersebut sudah menjadi hal yang biasa di kalangan LPKSM dan debt collector. Keluhan LPKSM menarik dana pengaduan kepada konsumen, seperti dimuat dalam harian Joglo Semar, tanggal 15 Maret 2011, sbb. Seperti diketahui, pasca erupsi Merapi, sebuah LPKSM berusaha menjembatani pengaduan dari para nasabah perbankan tersebut terkait dengan kondisi dan kelangsungan pembayaran kredit mereka di perbankan. Dalam kinerjanya tersebut, tak lupa LPKSM yang dimaksud juga membebankan Rp ,- kepada para konsumen atau nasabah sebagai dana penerimaan pengaduan. Permasalahan diatas senada dengan keluhan yang dimuat oleh Media Indonesia.com pada tanggal 30 Januari 2011, yang isinya antara lain adalah sbb ; Puluhan korban bencana gunung Merapi warga Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (29/1) sore, mendatangi posko pelayanan sebuah LPKSM untuk menagih janji lembaga ini yang mau membantu membebaskan kredit permodalan usaha mereka. Puluhan korban bencana erupsi Gunung Merapi yang terjerat kredit macet, termasuk kredit kendaraan bermotor itu, menanyakan kebenaran janji LPKSM tersebut yang akan membantu penghapusan atau pembebasan utang dari kredit mereka. Korban bencana Merapi yang sedang mengalami masalah dengan pembayaran angsuran kredit maupun pinjaman diminta untuk membayar uang kontribusi kepada LPKSM tersebut dengan biaya sebesar Rp ,- per perkara. 4. Penipuan Kepada Konsumen Berdalih Bantuan Penyelesaian Masalah Di dalam blog sebuah LPKSM ditemukan kasus berkaitan dengan kegiatan LPKSM yang seolah-olah memberikan bantuan kepada konsumen dan meminta sejumlah dana sebagai 3 P a g e
4 biaya sidang dan pengacara. Modus yang digunakan oleh LPKSM tersebut adalah mencari debitur dengan jaminan mobil yang kolaps. Kepada debitur tersebut LPKSM tersebut menawarkan untuk menggugat perusahaan finance dengan menjanjikan apabila menang maka akan memperoleh dana sebesar Rp 2 milyar karena perusahaan finance melanggar undang-undang perlindungan konsumen, dimana dalam pasal 62 UUPK, pelaku usaha yang melanggar pasal 18 dapat dipidana denda sebesar 2 milyar rupiah. LPKSM selanjutnya membuat gugatan dan memasukkan ke Pengadilan Negeri. LPKSM tersebut sebenarnya sudah mengetahui bahwa posisi konsumen akan kalah, dan terbukti keputusan Pengadilan Negeri dimemenangkan oleh pelaku usaha, namun agar terkesan berjuang, LPKSM tersebut meminta pengacara debitur tersebut melakukan banding hingga kasasi. Praktek yang dilakukan oleh LPKSM tersebut bisa dikatakan penipuan, karena oknum dari LPKSM tersebut sudah mengetahui bahwa debitur tersebut pasti mengalami kekalahan jika menggugat perusahaan finance. Tetapi dengan berbagai rayuan LPKSM tersebut memaksa debitur tersebut untuk mau melakukan gugatan dengan bantuan LPKSM tersebut. Atas bantuan tersebut LPKSM mengutip bayaran dari debitur kolaps tersebut. 5. Tindak Kekerasan atau Premanisme oleh LPKSM Tidakan lain yang kurang terpuji dari LPKSM adalah melakukan tindak kekerasan dalam menjalankan kegiatannya. Kasus di Cirebon sebagaimana diberitakan oleh Radar Cirebon bahwa sejumlah karyawan leasing resah atas ulah aksi premanisme yang dilakukan pihakpihak tertentu yang mengatasnamakan LPKSM. Seorang karyawan leasing dipukuli oleh oknum LPKSM ketika hendak menarik sepeda motor yang kreditnya macet. LPKSM tersebut berdalih bahwa sepada motor yang yang digunakan sudah dibeli dari pemilik pertama. LPKSM tersebut memberikan perlindungan dengan seolah-olah membeli motor tersebut. Pada saat karyawan leasing menarik motor mereka memukuli karyawan leasing tersebut hingga babak belur. Cara-cara yang digunakan oleh LPKSM dalam rangka melakukan perlindungan konsumen ternyata melanggar peraturan bahkan melanggar KUHP yaitu melakukan tindak kekerasan dan main hakim sendiri. (Radar Cirebon, 18 Juni 2012) 6. Penyimpangan-penyimpangan Lainnya. Penyimpangan-penyimpangan lainnya yang ditemukan di lapangan adalah sebagai berikut : a. Mencantumkan lambang Negara Republik Indonesia Garuda Pancasila untuk kop surat/lambang LPKSM. b. Membuat nama LPKSM yang seolah-olah Badan/Lembaga Pemerintah. c. Mencantumkan alamat Direktorat Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan RI dan BPKN dalam kop surat LPKSM yang seolah-olah LPKSM dimaksud adalah cabang dari Kementerian Perdagagnan/ cabang dari BPKN. d. Membuat stiker untuk ditempel di rumah konsumen yang seolah-olah menjamin suatu barang/jasa yang telah memenuhi kelaikan/sertifikasi tertentu. 4 P a g e
5 e. Mencantumkan iklan/promosi barang/jasa milik pelaku usaha yang ditampilkan dalam sampul halaman majalah/tabloid milik LPKSM. f. Melakukan konferensi pers, menyampaikan pendapat atau opini tertentu tentang suatu kasus tanpa didukung data dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. g. Menghalang-halangi aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas eksekusi yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), dengan cara mengerahkan massa. C. Keluhan Pengelola LPKSM Terkait dengan LPKSM, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) telah melaksanakan serangkaian kegiatan, antara lain adalah : (1) Kajian Pentingnya Kode Etik Bagi LPKSM (Juni 2012); (2) Forum Motivasi Pembentukan LPKSM di Kota Mataram (28 Maret 2012), Forum Motivasi Pembentukan LPKSM di Kota Bandar Lampung (2 Mei 2012), serta Temu Nasional LPKSM dan Stakeholder di Surabaya (4-7 Juli 2012). Dari hasil kajian dan pertemuan tersebut, teridentifikasi kebutuhan pengembangan ketrampilan atau capacity building bagi LPKSM, meliputi : 1. Penggalian Sumber Pendanaan. Pada umumnya LPKSM menalami kesulitan dalam mencari sumber-sumber pendanaan untuk menjalankan kegiatannya. Mengingat semakin terbatasnya kesempatan pendanaan dari lembaga donor (funding agency), dan sumber-sumber pendanaan lainnya, sementara untuk menghindari konflik kepentingan dengan pelaku usaha, dan sesuai kode etik Organisasi Konsumen Internasional (Consumer International/CI), LPKSM tidak diperkenankan menerima sumber pendanaan dari Pelaku Usaha. 2. Melakukan Gugatan di Pengadilan, atau legal standing, yaitu sebagai organisasi konsumen, LPKSM dapat tampil di pengadilan sebagai penggugat dalam proses gugatan perdata (civil proceding). Ketrampilan dan kemampuan LPKSM dalam hal ini sangat lemah, apalagi jika latar belakang para pengelola LPKSM bukan dari disiplin ilmu hukum. 3. Melakukan Gugatan Perwakilan Kelompok (class Action), yaitu suatu ketrampilan mengkoordinir sekelompok kosumen (satu orang atau lebih) yang mewakili kelompok mengajukan gugatan di pengadilan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya, sesuai yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok dan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 46 ayat 1 (b) bahwa gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama. 5 P a g e
6 4. Melakukan Konsiliasi dan Mediasi Sengketa Konsumen. Seperti disebutkan dalam Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Nomor 40/PDN/02/2010, bahwa jika pada suatu daerah kabupaten/kota belum terbentuk BPSK, konsumen dapat meminta bantuan kepada LPKSM untuk menyelesaikan sengketa, namun terbatas melalui cara konsiliasi atau mediasi. Kemampuan Konsiliasi dan Mediasi ini pada para pengelola juga masih sangat lemah. 5. Melakukan Pengawasan Barang dan Jasa Beredar, di pasar dengan cara penelitian, pengujian dan/atau survey seperti yang dikehendaki oleh PP No. 59 Tahun 2001 pasal 8. Kemampuan melakukan pengawasan terhadap barang beredar juga masih lemah, mengingat banyaknya ragam barang yang diperdagangan dan masing-masing memiliki ciri spesifik yang membutuhkan ketrampilan spesifik pula dalam cara penelitian, penguian maupun survey. D. Amanat Pembinaan LKPSM 1. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK) Pasal 29 UUPK menjelaskan bahwa pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Dalam pasal 29 ayat 4 (b) yaitu pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen meliputi upaya untuk berkembangnya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Pasal 5 huruf b. PP 58 Tahun 2001 ini menyebutkan bahwa dalam upaya untuk mengembangkan LPKSM, Menteri (dalam hal ini Menteri Perdagangan) melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri teknis terkait dalam hal : pembinaan dan peningkatan sumber daya manusia pengelola LPKSM melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampilan. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlinudngan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Pasal 2 ayat (1) PP 59 tahun 2001 ini menyebutkan bahwa Pemerintah mengakui LPKSM yang memenuhi syarat sebagai berikut : (a) terdaftar pada Pemerintah Kabupaten/Kota; dan (b) bergerak di bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasarnya. Dalam pasal 10 ayat (1) PP 59 tahun 2001 ini menyebutkan bahwa: Pemerintah membatalkan pendaftaran LPKSM, apabila LPKSM tersebut : (a) tidak lagi menjalankan kegatan perlindungan konsumen; dan (b) terbukti 6 P a g e
7 melakukan kegiatan pelanggaran ketentuan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan pelaksanaannya. 4. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 302/MPP/Kep/10/2001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Dalam keputusan ini, Bupati/Walikota dapat memberikan sanksi kepada LPKSM sesuai dengan pelanggarannya, meliputi : (a) peringatan tertulis; (b) pembekuan TDLPK; (c) pembatalan TDLPK. E. Saran Rekomendasi. Dari uraian permasalahan tersebut diatas dapat disusun rekomendasi untuk ditujukan kepada Menteri Perdagangan sebagai berikut : 1. Untuk melakukan fasilitasi agar himpunan LPKSM seluruh Indonesia yang telah terbentuk didorong untuk dapat meningkatkan kinerja dan aktivitasnya dan dapat mengimplementasikan kode etik LPKSM agar keluhan masyarakat terhadap sikap dan perilaku LPKSM yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dapat dieliminir. 2. Untuk melakukan peningkatan kapasitas LPKSM dalam memperoleh peluang pendanaan dari lembaga donor (funding agency), menyediakan dana hibah (small grant) kepada LPKSM dalam bentuk kerjasama dalam pelaksanaan kegiatan terkait perlindungan konsumen sekaligus meningkatkan kapasitas kelembagaan LPKSM. 3. Melakukan kegiatan peningkatan kapasitas (capacity building), kepada LPKSM terutama terkait dengan materi-materi : a. Kemampuan melakukan gugatan di pengadilan (legal standing) b. Kemampuan mengkoordinir konsumen dalam melakukan gugatan kelompok (class action) c. Kemampuan dalam melakukan pengawasan barang dan jasa beredar meliputi penelitian, pengujian dan survey. d. Kemampuan dalam melakukan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi dan mediasi. 4. Meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam melakukan pengawasan/pemantauan kinerja LPKSM beserta penegakan hukumnya (law enforcement) dan menerapkan sanksi seprti diatur dalam Pasal 10 ayat (1) PP No. 59 tahun 2011 jo Keputusan menteri Pedindustrian dan Perdagangan Nomor : 302/MPP/Kep/10/2001 Tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). --o0o-- 7 P a g e
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 44 Undang-undang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 44 Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nurmardjito (Erman Rajagukguk, dkk,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari begitu banyak investor yang menanamkan modalnya Indonesia.
Lebih terperinciRumusan Draft Kode Etik Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
Rumusan Draft Kode Etik Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Menimbang: a. Bahwa Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) adalah lembaga
Lebih terperinciBAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 1. Latar belakang UU nomor 8 tahun 1999 UUPK ibarat oase di
Lebih terperinciPERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya
PERLINDUNGAN KONSUMEN Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya MENGAPA KONSUMEN DILINDUNGI??? 2 ALASAN POKOK KONSUMEN PERLU DILINDUNGI MELINDUNGI KONSUMEN = MELINDUNGI SELURUH BANGSA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciStrategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi
Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi Oleh : M. Said Sutomo Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur Disampaikan : Dalam Pelatihan Wartawan Telekomunikasi Diselenggarakan PT.
Lebih terperinciloket). Biaya tersebut dialihkan secara sepihak kepada konsumen.
SIARAN PERS Badan Perlindungan Konsumen Nasional Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Telp/Fax. 021-34833819, 021-3458867 www.bpkn.go.id Pelanggaran Hak Konsumen : b. KUH Perdata pasal 1315 : pada
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga
Lebih terperinciMAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN
MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai
Lebih terperinciUndang Undang Perlindungan Konsumen : Kebaharuan dalam Hukum Indonesia dan Pokok- Pokok Perubahannya
Undang Undang Perlindungan Konsumen : Kebaharuan dalam Hukum Indonesia dan Pokok- Pokok Perubahannya Oleh: Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. Universitas Sebelas Maret (Dosen S2, S2, dan S3 Fakultas
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016
KAJIAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN BAKU ANTARA KREDITUR DAN DEBITUR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh : Glen Wowor 2 ABSTRAK Penelitian ini dialkukan bertujuan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (UUPK) tidak mengatur tentang uang kembalian konsumen secara khusus.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari berbagai penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh Penulis maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Lebih terperinciHAK GUGAT ORGANISASI (LEGAL STANDING) PADA PERKARA HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI NDONESIA ABSTRAK
HAK GUGAT ORGANISASI (LEGAL STANDING) PADA PERKARA HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI NDONESIA Annisa Dwi Laksana 1, Hamzah 2, Depri Liber Sonata 3. ABSTRAK Hak gugat organisasi (legal standing) merupakan
Lebih terperinciPedoman Klausula Baku Bagi Perlindungan Konsumen
Pedoman Klausula Baku Bagi Perlindungan Konsumen Oleh : M. Said Sutomo Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur Disampaikan : Dalam diskusi Review Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 71 (1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan Perdagangan
Lebih terperinciSTRATEGI NASIONAL PERLINDUGAN KONSUMEN
SNI STRATEGI NASIONAL PERLINDUGAN KONSUMEN Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama Ekonomi Internasional Disampaikan dalam Forum Sinkronisasi Kebijakan Bidang PKTN Jakarta, 18 September 2017 OUTLINE
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam
BAB V PENUTUP A. Simpulan Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam keseluruhan bab yang sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlindungan terhadap pasien dalam
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ONLINE. Oleh : Rifan Adi Nugraha, Jamaluddin Mukhtar, Hardika Fajar Ardianto,
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ONLINE Oleh : Rifan Adi Nugraha, Jamaluddin Mukhtar, Hardika Fajar Ardianto, rifan4n@gmail.com ABSTRAK Tulisan ini membahas mengenai perlindungan hukum
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai
96 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. 1. Kebebasan pilihan penyelesaian sengketa melalui konsiliasi atau mediasi atau arbitrase di Badan Penyelesaian Sengketa Kota Bandung dapat berjalan efektif
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 302MPP/Kep/10/2001 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 302MPP/Kep/10/2001 TENTANG PENDAFTARAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
Lebih terperinciJURNAL. Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta
JURNAL Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta Diajukan oleh : Edwin Kristanto NPM : 090510000 Program Studi : Ilmu
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam Terjadinya Kerugian Nasabah Akibat Transfer Dana Secara Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas Sms Banking
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.291, 2017 KEMENDAG. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/M-DAG/PER/2/2017 TENTANG BADAN PENYELESAIAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No.859, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pelayanan. Komunikasi Masyarakat. Rencana Aksi Nasional. HAM. Pedoman.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.859, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pelayanan. Komunikasi Masyarakat. Rencana Aksi Nasional. HAM. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
Lebih terperinciHASIL WAWANCARA. Wawancara dilakukan pada hari kamis tanggal 25 Juli 2013 jam WIB
1 HASIL WAWANCARA Wawancara dilakukan pada hari kamis tanggal 25 Juli 2013 jam 12.15 WIB di Gedung Komisi Yudisial RI. Narasumber yang diwawancara adalah Dr.Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H., Beliau merupakan
Lebih terperinci2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone
No.421, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Sengketa Lingkungan Hidup. Penyelesaian. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG
Lebih terperinciUndang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan aktivitas masyarakat banyak menyebabkan perubahan dalam berbagai bidang di antaranya ekonomi, sosial, pembangunan, dan lain-lain. Kondisi ini menuntut
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1530,2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI YUDISIAL. Advokasi. Hakim. Perlindungan. Pedoman. PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG ADVOKASI HAKIM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan
Lebih terperinci2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.
No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN
BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciBAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK
BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK A. Penyelesaian Sengketa Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Ketentuan Berproses Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Lebih terperinciPENYEMPURNAAN PERMENDAG NO. 20/M- DAG/PER/5/2009 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN BARANG BEREDAR DAN JASA
PENYEMPURNAAN PERMENDAG NO. 20/M- DAG/PER/5/2009 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN BARANG BEREDAR DAN JASA Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO
PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 06 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA DAN TERA ULANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciRUANG LINGKUP JASA HUKUM LAW OFFICE J.P. ARSYAD & ASSOCIATES ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) HUKUM PIDANA HUKUM BISNIS DAN INDUSTRIAL
RUANG LINGKUP JASA HUKUM LAW OFFICE J.P. ARSYAD & ASSOCIATES ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) Law Office J.P. Arsyad & Associates menawarkan jasa dalam penyelesaian sengketa melalui prosedur penyelesaian
Lebih terperinciK O M I S I I N F O R M A S I
K O M I S I I N F O R M A S I PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN TATA TERTIB KOMISI INFORMASI PROVINSI KEPULAUAN RIAU BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Komisi Informasi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan
BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beragam dalam kehidupannya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, namun manusia tidak mampu memenuhi setiap kebutuhannya tersebut secara
Lebih terperinciTUGAS KELOMPOK HUKUM ASURANSI
TUGAS KELOMPOK HUKUM ASURANSI NAMA: GITTY NOVITRI (2013200009) VICKY QINTHARA (2013200108) PRINCESSA YASSENIA ANI KAROLINA (2013200108) KELAS: B DOSEN: TETI MARSAULINA, S.H., LL.M. 2016 0 I. KASUS POSISI
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN
Lebih terperinciKomisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 015 TAHUN 2016 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 015 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017
KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan perekonomian nasional telah menghasilkan variasi produk barang dan/jasa yang dapat dikonsumsi. Bahkan dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T
No. 339, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pencucian Uang. Asal Narkotika. Prekursor Narkotika. Penyelidikan. Penyidikan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELIDIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperincihttp://www.warungbaca.com/2016/12/download-undang-undang-nomor-19-tahun.html UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciNOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGADUAN DAN PENANGANAN PENGADUAN AKIBAT DUGAAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu keberhasilan dalam penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam peradilan pidana. Salah satu pembuka
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.251, 2016 KOMUNIKASI. INFORMASI. Transaksi. Elektronik. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 3 Tahun 2015 Seri E Nomor 3 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR Nomor 3 Tahun 2015 Seri E Nomor 3 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kota Bogor Nomor
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 301/MPP/Kep/10/2001 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 301/MPP/Kep/10/2001 TENTANG PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN ANGGOTA DAN SEKRETARIAT BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENTERI PERINDUSTRIAN
Lebih terperinciPERLUNYA KONSUMEN MEMAHAMI TUGAS BPKN MENERIMA PENGADUAN. Oleh. Maruasas Siagian (Staf BPKN Bidang Pengakajian dan Pelayanan Pengaduan)
PERLUNYA KONSUMEN MEMAHAMI TUGAS BPKN MENERIMA PENGADUAN Oleh. Maruasas Siagian (Staf BPKN Bidang Pengakajian dan Pelayanan Pengaduan) Mengetahui nama Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menerima
Lebih terperinciMelawan
JAWABAN TERMOHON KEBERATAN terhadap Keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan atas Putusan Arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kabupaten Probolinggo Nomor 06/AK/BPSK/426.111/2014 antara
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha I. PEMOHON Organisasi Advokat Indonesia (OAI) yang diwakili oleh Virza Roy
Lebih terperinciPERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.
PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
Lebih terperinciII. TATA CARA PENGADUAN.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TATA CARA PENGADUAN DAN PENANGANAN PENGADUAN AKIBAT DUGAAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAWA TENGAH I. PEDOMAN UMUM.ww.hukumonline.com A. Dalam
Lebih terperinciUndang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri
Lebih terperinciEtika Jurnalistik dan UU Pers
Etika Jurnalistik dan UU Pers 1 KHOLID A.HARRAS Kontrol Hukum Formal: KUHP, UU Pers, UU Penyiaran Tidak Formal: Kode Etik Wartawan Indonesia 2 Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik dikembangkan sebagai
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
www.hukumonline.com PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGADUAN DAN PENANGANAN PENGADUAN AKIBAT DUGAAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP MENTERI
Lebih terperinci2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim
No.1872, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PPATK. Penyedia Jasa Keuangan. Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi. Pencabutan. PERATURAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR
Lebih terperinciMENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 302/MPP/Kep/10/2001 TENTANG PENDAFTARAN
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 302/MPP/Kep/10/2001 TENTANG PENDAFTARAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)
55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) Pada perkembangannya GOJEK telah resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta,
Lebih terperinciKuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Mei 2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XV/2017 Nominal Transaksi Keuangan Mencurigakan, Kewajiban Pembuktian Tindak Pidana Asal, Penyitaan Kekayaan Diduga TPPU I. PEMOHON Anita Rahayu Kuasa Hukum Antonius
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciDAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA
DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Peraturan
Lebih terperinciBAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen
BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen Konsumen yang merasa hak-haknya telah dirugikan dapat mengajukan
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG
SALINA N MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDAFTARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM
Lebih terperinci*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciDAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.
DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8
BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JUNCTO UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM. A. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) kota Pekanbaru
BAB II GAMBARAN UMUM A. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) kota Pekanbaru Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sedapat mungkin akan didirikan di setiap kabupaten/kota, yang keanggotaannya terdiri
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI
Lebih terperinci-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.248, 2016 BPKP. Pengaduan. Penanganan. Mekanisme. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG MEKANISME
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT BAGI INSTANSI PEMERINTAH DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2008/176, TLN 4924]
UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2008/176, TLN 4924] BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 202 Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan
Lebih terperinci