BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan dokumen kebijakan yang lain. Sinkronisasi bertujuan untuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan dokumen kebijakan yang lain. Sinkronisasi bertujuan untuk"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengertian Sinkronisasi Sinkronisasi adalah hasil kesesuaian antara dokumen kebijakan yang satu dengan dokumen kebijakan yang lain. Sinkronisasi bertujuan untuk mengimplementasikan landasan pengaturan tentang mekanisme penyusunan anggaran yang telah diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, diantaranya adalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sebelum penyusunan APBD dilakukan, terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang arah dan kebijakan umum (AKU) dan prioritas anggaran, yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan AKU dan prioritas anggaran, yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai peraturan daerah (Halim dan Abdullah, 2006). Disamping itu pemerintah daerah dan DPRD juga harus menjaga dan mengawal adanya konsistensi, sinkronisasi dan sigergisitas antara substansi KUA- PPAS, RKA SKPD/RKA PPKD RAPBD. Hal tersebut guna memenuhi ketentuan yan diamanatkan pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah Tahun 2005 yang menyatakan bahwa pembahasan RAPBD menitikberatkan pada kesesuaian antara

2 kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara dengan program dan kegiatan yang diusulkan dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang dimaksud dengan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode satu (1) tahun. Substansi KUA mencakup hal-hal yang sifatnya kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan umum, seperti: (a) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro daerah, (b) Asumsi dasar penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2012 termasuk laju inflasi, pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah, (c) Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber dan besaran pendapatan daerah untuk tahun anggaran 2012 serta strategi pencapaiannya, (d) Kebijakan belanja daerah yang mencerminkanprogram dan langkah kebijakan dalam upaya peningkatan pembangunan daerah yang merupakan manifestasi dari sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dan pemerintah serta strategi pencapaiannya, (e) Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan daerah serta strategi pencapaiannya.

3 Selanjutnya Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara adalah rancangan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD sebelum disepakati dengan DPRD. Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari SKPD terkait. PPAS juga menggambarkan pagu anggaran sementara dimasing-masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan prioritas dalam RKPD. Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif setelah rancangan peraturan daerah tentang APBD disetujui bersama antara kepala daerah dengan DPRD serta rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Proses penyusunan APBD, sejak penyusunan dan penyampaian rancangan KUA dan rancangan PPAS oleh pemerintah daerah kepada DPRD untuk dibahas dan disepakati bersama paling lambat akhir bulan Juli Selanjutnya KUA dan PPAS yang telah disepakati bersama tersebut akan menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menyusun, menyampaikan dan membahas RAPBD Tahun Anggaran 2012 antara pemerintah daerah dengan DPRD sampai dengan tercapainya persetujuan bersama antara kepala daerah dengan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, paling lambat tanggal 30 Nopember 2011, sesuai dengan ketentuan Pasal 105 ayat (3c) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,

4 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dengan tahapan penyusunan dan jadwal sebagai berikut: Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD Tabel 2.1 NO URAIAN WAKTU KETERANGAN 1. Penyusunan RKPD Akhir bulan Mei 2. Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh Ketua TAPD kepada kepala daerah 3. Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh kepala daerah kepada DPRD 4. Rancangan KUA dan Rancangan PPAS disepakati antara kepala daerah dan DPRD 5. Surat Edaran kepala daerah perihal Pedoman RKA-SKPD dan RKA- PPKD 6. Penyusunan dan pembahasan RKA- SKPD dan RKA-PPKD serta penyusunan Rancangan APBD 7. Penyampaian Rancangan APBD kepada DPRD 8. Pengambilan persetujuan Bersama DPRD dan kepala daerah Minggu 1 bulan Juni Pertengahan bulan Juni Akhir bulan Juli Awal bulan Agustus Awal Agustus sampai dengan akhir September Minggu pertama bulan Oktober Paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan 9. Hasil evaluasi Rancangan APBD 15 hari kerja (bulan Desember) 1 minggu 6 minggu 1 Minggu 7 minggu 2 bulan

5 NO URAIAN WAKTU KETERANGAN 10. Penetapan Perda APBD dan Perkada Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi Paling Lambat Akhir Desember (31 Desember) Proses penyusunan APBD sejak dengan ditetapkannya Perda tentang Rancangan APBD (RAPBD) yang berisi penganggaran atas pendapatan, belanja dan pembiayaan. RAPBD disampaikan ke Provinsi/Departemen Dalam Negeri untuk dievaluasi. Jika ada perbaikan/revisi atas RAPBD tersebut maka akan diperbaiki/dikoreksi oleh badan eksekutif pemerintah daerah. Setelah dilakukan perbaikan/revisi atas evaluasi oleh Provinsi/Departemen Dalam Negeri terhadap RAPBD setiap Pemerintah Daerah maka dokumen disahkan/disetujui oleh DPRD. Pengesahan dari DPRD setiap Pemerintah Daerah menandakan bahwa RAPBD berubah menjadi dokumen APBD sehingga APBD dapat dicairkan/realisasikan sesuai dengan kebutuhan operasional pemerintah daerah maupun pembangunan daerah dalam sektor publik Kapasitas Sumber Daya Manusia Wiley (1997), menyebutkan bahwa sumber daya manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi serta tujuan dari organisasi tersebut. Sumber daya manusia (human resources) merujuk kepada orang-orang di dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (Simamora, 2001). Menurut Irawan (2000), yang dimaksud dengan sumber daya manusia adalah semua orang yang tergabung dalam suatu organisasi dengan peran dan sumbangannya masing-masing mempengaruhi

6 tercapainya tujuan-tujuan organisasi. Matindas (2002) mengemukakan bahwa sumber daya manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam suatu organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan karyawan yang ada. Sebagai kesatuan, sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu sistem di mana tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan lainnya dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Amirudin (2009) dalam Arniati dkk (2010), kapasitas sumber daya manusia adalah kemampuan dari anggota eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan fungsi dan perannya masing-masing dalam proses penyusunan kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah. Kualitas dan kemampuan anggota DPRD juga diperlukan agar kegiatan-kegiatan yang dituangkan dalam APBD betul-betul bermanfaat bagi masyarakat. Masalah yang sering muncul adalah ketika penganggaran yang dilakukan selama ini masih dipahami sebagai aktifitas pembagian kue pembangunan. Alokasi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat belum menjadi jiwa dalam penyusunan APBD. Jadi sumber daya yang dibutuhkan bukan hanya anggota yang sekedar memiliki pendidikan yang tinggi tapi juga memiliki kapasitas yang baik agar mampu melaksanakan peran dan fungsi-fungsi yang mesti dijalankannya dengan baik dan optimal. Dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik, SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, yang didukung dengan latar belakang pendidikan akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan mempunyai pengalaman di bidang keuangan. Sehingga untuk menerapkan sistem akuntansi, sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tersebut akan mampu memahami logika akuntansi dengan baik. Kegagalan sumber daya manusia Pemerintah

7 Daerah dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah (Warisno, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2010) menemukan bahwa walaupun ada pada beberapa SKPD yang mempunyai pegawai tidak berlatar belakang pendidikan di bidang ekonomi,tapi dengan banyaknya pelatihanpelatihan yang diperoleh dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Pelatihan-pelatihan dalam bidang akuntansi yang diberikan sangat mendukung meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya. Disamping itu kebijakankebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah cukup menunjang, antara lain dengan mengadakan pertemuan-pertemuan antar SKPD yang membicarakan mengenai persoalan-persoalan tentang keuangan.penulis juga melihat besarnya keinginan dan harapan parapegawai keuangan di Pemda ini untuk mampu menyusun laporan keuangan sesuai dengan aturan yang berlaku. Sumber Daya Manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting. Karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia diukur berdasarkan latar belakang pendidikan, pemahaman tentang tugas, kesiapan dalam memahami melakukan perubahan dalam proses penyusunan anggaran. Agar perencanan APBD berkualitas, maka setiap SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang mampu untuk melaksanakannya dan perlu dilakukannya suatu peremajaan kualitas sumber daya manusia dengan jalan melakukan pelatihan-pelatihan tentang pengelolaan keuangan daerah.

8 2.1.5 Perencanaan Anggaran Penganggaran pada dasarnya adalah proses menyusun rencana pendapatan dan belanja untuk satu jangka waktu tententu. Kebijakan Umum Anggaran (KUA) merupakan bagian dari dokumen perencanaan pembangunan daerah yang berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan pembangunan dan pengambilan kebijakan di daerah. Dokumen ini mempunyai fungsi yang sangat strategis karena menyangkut pilihan terhadap program, kegiatan dan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Sopanah, 2010). Perencanaan merupakan cara organisasi menetapkan tujuan dan sasaran organisasi. Perencanaan meliputi aktivitas yang sifatnya strategik, taktis, dan melibatkan aspek operasional. Proses perencanaan juga melibatkan aspek perilaku, yaitu partisipasi dalam pengembangan system perencanaan, penetapan tujuan, dan pemilihan alat yang paling tepat untuk memonitor perkembangan pencapaian tujuan. Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya underfinancing atau overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efesinsi dan efektifitas anggaran. Dalam seperti ini menyebabkan banyak layanan publik dijalankan secara tidak efisien dan kurang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan publik, sementara dana pada anggaran yang pada dasarnya merupakan dana public habis dibelanjakan seluruhnya. Dalam jangka panjang, kondisi seperti ini cenderung memperlemah peran pemerintah sebagai stimulator,fasilitator, coordinator, dan entrepreneur dalam pembangunan (Mardiasmo, 2004). Secara garis besar proses penyusunan dalam penetapan anggaran didasarkan pada rangkaian tahapan (siklus) yang dimulai bulan Januari dan berakhir pada bulan Desember dalam tahun anggaran yang sedang berjalan. Bila

9 perencanaan pada tahapan awal buruk maka akan berdampak pada buruk perencanaan pada tahap berikutnya. Untuk itu pada tahap awal perencanaan merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap kesinkronan antara dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Pada tahap awal perencanaan, pertama kali yang dilakukan adalah melakukan penjaringan aspirasi masyarakat dan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). Musrenbang fokus pada perencanaan sebagai proses perencanaan program kerja yang menganut pola perencanaan berbasis masyarakat, artinya bahwa semua usulan yang muncul merupakan usulan yang bersumber dari musyawarah masyarakat berdasarkan kebutuhan prioritas dan potensi yang dimiliki. Penyelenggaran Musrenbang di Daerah dalam rangka penyusunan RKPD dilakukan melalui proses pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan seluruh Satuan Kerja Prangkat Daerah (SKPD). Titik berat pembahsannya adalah pada sinkronisasi rencana kerja SKPD, dan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.musrenbang adalah sebuah forum, sinkronisasi adalah pijakan musyawarah, dan RKPD adalah pijakan musyawarah. Ketiga hal yang tali-temali ini dapat bersinergi bila orang-rang yang terlibat dalam musyawarah telah memiliki pengetahuan tentang bagaimana musrenbang diselenggarakan, dan bagaimana penyusunan program kerja dan usulan kegiatan seharusnya dilakukan (Rudianto,2007) Politik Penganggaran Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi (Mardiasmo, 2002). Kenis (1979) mengemukakan

10 anggaran merupakan pernyataan mengenai apa yang diharap dan direncanakan dalam periode tertentu di masa yang akan datang. Proses penganggaran sebagai cara memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi, selalu dilalui oleh berbagai organisasi tidak terkecuali organisasi sektor publik. Penganggaran pada sektor publik merupakan suatu proses yang cukup rumit, termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategi telah selesai dilakukan. Menurut Hague et.al (1998) politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara anggota-anggota. Dalam suatu pemerintahan, politik berkaitan dengan masalah kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik dan alokasi atau distribusi. Oleh karena itu untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan alokasi dari sumber daya perlu dimiliki kekuasaan serta kewenangan. Anggaran merupakan alat utama pemerintah untuk melaksanakan semua kewajiban, janji, dan kebijakannya ke dalam rencana-rencana konkrit dan terintegrasi dalam hal tindakan apa yang akan diambil, hasil apa yang akan dicapai, pada biaya berapa dan siapa yang akan membayar biaya-biaya tersebut (Dobell & Ulrich, 2002). Sementara Freeman & Shoulders (2003) dalam Syukri dan Asmara (2006) menyatakan bahwa anggaran yang ditetapkan dapat dipandang sebagai suatu kontrak kinerja antara legislatif dan eksekutif. Menurut Rubin (1993) dalam Syukri dan

11 Asmara(2006), penganggaran publik adalah pencerminan dari kekuatan relatif dari berbagai budget actors yang memiliki kepentingan atau preferensi berbeda terhadap outcomes anggaran. Adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah menjadi alasan mengapa penganggaran menjadi mekanisme terpenting untuk pengalokasian sumberdaya. Bagi Hagen et al. (1996), penganggaran di sektor publik merupakan suatu bargaining process antara eksekutif dan legislatif. Hasil penelitian Syukri dan Asmara (2006) terhadap perilaku anggota DPRD dalam proses penganggaran yaitu : (1), legislatif melakukan political corruption melalui realisasi discretionary power yang dimilikinya dalam penganggaran. Hal ini terjadi karena legislatif memanfaatkan celah yang ada dalam UU 22/1999 dan PP 110/2000. (2) DPRD membuat keputusan anggaran melalui penggunaan kenaikan anggaran PAD sebagai sumber pembiayaan untuk usulan kegiatan baru.(3) perilaku oportunistik legislatif seakan-akan didukung oleh perangkat peraturan perundang-undangan yang berlaku. UU 22/1999 dan PP 110/2000 seolah-olah melegitimasi tindakan legislatif untuk merubah alokasi yang diusulkan eksekutif melalui pemberian kewenangan yang sangat besar atas pemilihan dan pemberhentian kepala daerah.(4) pengalokasian anggaran yang diusulkan legislatif, tidak didasarkan pada prioritas anggaran.(5) Dengan demikian, APBD digunakan oleh legislatif sebagai alat untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Penelitian yang dilakukan Handayani (2009) menemukan bahwa otoritas yang sangat besar bagi DPRD untuk menyusun APBD dan menyusun anggaran untuk DPRD sangat memungkinkan terjadinya korupsi APBD karena tidak ada pengawasan yang sistematis kecuali jika rakyat mempunyai kesadaran yang tinggi. Dengan demikian kembali pada kenyataan bahwa anggaran adalah power

12 relation yang memungkinkan terjadinya suap (bribery) terhadap DPRD untuk menyetujui pos tertentu yang tidak dibutuhkan rakrat sangat mungkin terjadi. Sedangkan penelitian Amirudin (2009) dalam Arniati dkk, (2010), menemukan peran utama legislatif dalam proses politik penyusunan APBD terlihat jelas saat pembahasan KUA-PPAS serta dalam penetapan Perda APBD. Dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan legislatif membuat kesepakatankesepakatan (bargaining) yang dicapai melalui proses politik dengan acuan KUA dan PPAS sebelum anggaran ditetapkan sebagai suatu peraturan daerah. Ini terjadi karena legislatif mempunyai hak budgeting yang diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD bersama-sama dengan pemerintah daerah. Keberadaan legislatif di dewan sesungguhnya merupakan representasi dari aspirasi masyarakat, oleh karena itu memang sudah sepatutnya mendasarkan pada aspirasi masyarakat. Namun yang menjadi pertanyaan adalah tipisnya batas antara keinginan legislatif dengan keinginan masyarakat sehingga kedua keinginan tersebut sulit dibedakan yang pada akhirnya memunculkan moral hazard dari anggota dewan tersebut. Berdasarkan penjelasan konsep politik dan penganggaran, maka yang dimaksud dengan poltik penganggaran adalah cara bagaimana mencapai tujuan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik, alokasi dan distribusi dalam proses rencana aktivitas ke dalam rencana keuangan.

13 2.1.7 Transparansi Publik Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat di mengerti dan dipantau. Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu tentang kebijakan publik, dan proses pembentukannya. Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Dengan ketersediaan informasi, masyarakat dapat ikut sekaligus mengawasi sehingga kebijakan publik yang muncul bisa memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat, serta mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi yang hanya akan menguntungkan salah satu kelompok masyarakat saja secara tidak proporsional. Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Undang-Undang ini bertujuan untuk: (a) menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambila keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik, (b) mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan public, (c) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan

14 publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik, (d) mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan,efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan, (e) mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, (f) mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan/atau, (g) meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas. Sopanah dan Mardiasmo (2003) mensyaratkan bahwa anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif dikatakan transparansi jika memenuhi kriteria berikut : 1) Terdapat pengumuman kebijakan anggaran, 2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses, 3) Tersedia laporan pertanggunga jawaban yang tepat waktu, 4) Terakomodasinya suara/usulan masyarakat, 5) Terdapat sistem pemberian informasi kepada publik. Sedangkan Hadi Sumarsono (2003) mendefenisikan transparansi sebagai keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan kebijakan keuangan daerah, sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Transparansi pengeloalan keuangan daerah pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya, sehingga tercipta Pemerintah Daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel dan responsip terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat. Mursyidi (2009) mendefenisikan transparansi sebagai pemberian informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya

15 yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang undangan. Selanjutnya Handayani (2009) berpendapat bahwa Transparansi Publik adalah adanya keterbukaan tentang anggaran yang mudah diakses oleh masyarakat secara cepat Review Peneliti Terdahulu (Theoritical Mapping) Abdullah dan Asmara (2006), membuktikan bahwa: (1) legislatif melakukan political corruption melalui realisasi discretionary power yang dimilikinya dalam penganggaran, (2) DPRD membuat keputusan anggaran melalui penggunaan kenaikan anggaran PAD sebagai sumber pembiayaan untuk usulan kegiatan baru, (3) perilaku oportunistik legislatif seakan-akan didukung oleh perangkat peraturan perundang-undangan yang berlaku, (4) pengalokasian anggaran yang diusulkan legislatif, dengan demikian, tidak didasarkan pada prioritas anggaran, (5) APBD digunakan oleh legislatif sebagai alat untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Halim dan Abdullah (2006), membuktikan bahwa: (1) hubungan dan masalah keagenan dalam penganggaran antara eksekutif dan legislatif merupakan bagian tak terpisahkan dalam penelitian keuangan (termasuk akuntansi) publik, politik penganggaran, dan ekonomika public, (2) eksekutif merupakan agen bagi legislatif dan publik (dual accountability) dan legislatif agen bagi public, (3) konsep perwakilan (representativeness) dalam penganggaran tidak sepenuhnya berjalan ketika kepentingan publik tidak terbela seluruhnya oleh karena adanya perilaku oportunistik (moral hazard) legislatif, dan (4) eksekutif sebagai agen cenderung menjadi budget maximizer karena berperilaku oportunistik (adverse selecation dan moral hazard sekaligus).

16 Amirudin melakukan penelitian kembali dimana peneliti hanya melakukan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaksinkronan dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hasil penelitian tersebut ditemukan empat (4) faktor yang menyebabkan ketidaksinkronan antara dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS, yaitu kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketidaksinkronan antara dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS yang terjadi di Provinsi DIY disebabkan oleh pertama, faktor kapasitas sumber daya manusia, menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 34,89 persen. Kedua, faktor politik penganggaran, menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 20,56 persen. Ketiga faktor perencanaan, menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 10,92 persen. Keempat,faktor informasi pendukung, menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 9,53 persen. Jadi secara kumulatif, variasi dari seluruh item yang ada mampu dijelaskan oleh keempat faktor di atas sebesar 75,91 persen. Sisanya sebesar 24,09 persen dijelaskan oleh item lain di luar dari keempat faktor tersebut (Arniati dkk, 2010). Selanjutnya penelitian Amirudin kembali diteliti oleh Arniati dkk (2010) dengan hasil kapasitas sumber daya manusia tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Politik penganggaran tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Perencanaan tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS Informasi pendukung tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Pemikiran 2.1.1 Sinkronisasi Sinkronisasi adalah penyelarasan dan penyelerasian antara dokumen kebijakan yang satu dengan dokumen kebijakan yang lain. Tujuan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, termasuk dalam ranah konsep kebijakan keuangan negara. Fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pemerintah Daerah Dan Fungsi Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (5), pengertian pemerintahan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan di masing-masing unit kerja pada organisasi/lembaga. Penganggaran

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan di masing-masing unit kerja pada organisasi/lembaga. Penganggaran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan anggaran merupakan hasil dari sebuah proses perencanaan yang bertahap dari penetapan kebijakan pemerintah yang diturunkan hingga teknis kegiatan di masing-masing

Lebih terperinci

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah tidak adanya keselarasan dan keserasian antara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah tidak adanya keselarasan dan keserasian antara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Definisi 2.1.1 Disharmoni Disharmoni adalah tidak adanya keselarasan dan keserasian antara kebijakan yang satu dengan kebijakan yang lain. Terjadi tumpang tindih,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Organisasi Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimal dalam pembangunan daerahnya masing-masing sehingga pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. optimal dalam pembangunan daerahnya masing-masing sehingga pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setelah era reformasi bergulir, terjadi peralihan sistem sentralisasi menjadi desentralisasi, sehingga sejumlah kewenangan pusat beralih ke daerah.penerapan sistem

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR : 39 TANGGAL : 14 Mei 2013 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR : 32 Tahun 2014 TANGGAL : 23 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012 1 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

- 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010

- 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010 - 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah proses yang direncanakan dalam rangka mencapai kondisi yang lebih baik dibandingkan keadaan sebelumnya. Aspek pembangunan meliputi sosial,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.... i LEMBAR PERSETUJUAN.... ii LEMBAR PENGESAHAN.... iii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR.... iv ABSTRAK..... v RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

Disusun oleh: Arniati. Imelda Universitas Maritim Raja Ali Haji Ely Kartikaningdyah. Politeknik Batam

Disusun oleh: Arniati. Imelda Universitas Maritim Raja Ali Haji Ely Kartikaningdyah. Politeknik Batam PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, POLITIK PENGANGGARAN, PERENCANAAN DAN INFORMASI PENDUKUNG TERHADAP SINKRONISASI DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN KUA-PPAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG BUPATI SUMEDANG Menimbang : a. bahwa pembangunan Daerah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENYUSUNAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA SERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 SERI E Lampiran II LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR: 8 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014 1 B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG TAHAPAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH

DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH Jalan Kabupaten No. 1 Purwokerto 53115 Telp. 637405 Faxcimile (0281) 637405 KEPUTUSAN KEPALA DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2014

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2014 Lampiran I : Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 21 Tahun 2013 Tanggal : 31 Mei 2013 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN GRESIK TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN GRESIK TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI GRESIK NOMOR : TAHUN 2014 TANGGAL : MEI 2014 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN GRESIK TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001, pemerintah daerah telah melaksanakan secara serentak otonomi daerah dengan berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 22 & 25 tahun 1999, kemudian diubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH

SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH MAKALAH SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH Untuk memenuhi tugas kelompok presentasi mata kuliah Sistem Informas Akuntnasi Sektor Publik KELAS CA Fanditama Akbar Nugraha 115020307111029 Rendy Fadlan Putra

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

KEMENTERIAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN DALAM NEGERI PAPARAN PADA RAPAT KERJA KEUANGAN DAERAH DAN SOSIALISASI PERMENDAGRI NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYUSUNAN APBD TA 2019 TENTANG ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.470, 2014 KEMENDAGRI. Rencana Kerja Pembangunan Daerah. 2015. Evaluasi. Pengendalian. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemerintah Daerah Provinsi berkewajiban menyusun perencanaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemerintah Daerah Provinsi berkewajiban menyusun perencanaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Daerah Provinsi berkewajiban menyusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan sistem perencanaan pembangunan nasional. Proses perumusan perencanaan

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN 2013

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN 2013 BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR TAHUN 2013 TANGGAL BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan Negara khususnya dalam sistem perencanaan dan penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaannya.

Lebih terperinci

RKPD Kabupaten OKU Selatan Tahun 2016 Halaman I. 1

RKPD Kabupaten OKU Selatan Tahun 2016 Halaman I. 1 Lampiran : Peraturan Bupati OKU Selatan Nomor : Tahun 2015 Tentang : Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Tahun Anggaran 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untaian

Lebih terperinci

-1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

-1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG -1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2008

Lebih terperinci

BUPATI MALUKU TENGGARA

BUPATI MALUKU TENGGARA SALINAN N BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 3.a TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PERENCANAAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALUKU

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 2 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang memuat rancangan ekonomi daerah, kebijakan keuangan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA, MEKANISME DAN TAHAPAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA, MEKANISME DAN TAHAPAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA, MEKANISME DAN TAHAPAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. b. bahwa

Lebih terperinci

METODE TEKNIK PENYUSUNAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

METODE TEKNIK PENYUSUNAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya METODE TEKNIK PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DPRD DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ALUR PERENCANAAN PROGRAM & PENGANGGARAN

ALUR PERENCANAAN PROGRAM & PENGANGGARAN dijabarkan dijabarkan ALUR PERENCANAAN PROGRAM & PENGANGGARAN RPJP NASIONAL RENSTRA KL RPJM NASIONAL RENJA KL diacu RKA - KL RINCIAN APBN RKP RAPBN APBN Pemerintah Pusat diacu diperhatikan Diserasikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Bupati Lamongan Nomor : 44 Tahun 2016 Tanggal : 25 Oktober 2016. RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2013

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2013 Lampiran I : Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 33 Tahun 2012 Tanggal : 28 Juni 2012 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan yang berkualitas menjadi salah satu kunci keberhasilan pembangunan yang baik dalam skala nasional maupun daerah. Undang-Undang Nomor 25 Tahun

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG RANCANGAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TENTANG. berdasarkan

TENTANG. berdasarkan BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 23 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BEKASI TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara UU 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional UU tentang Pemerintah Daerah UU 33

UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara UU 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional UU tentang Pemerintah Daerah UU 33 UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara UU 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional UU 32 2004 tentang Pemerintah Daerah UU 33 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah PP 58

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD), adalah dokumen perencanaan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Mahmudi Akuntansi Sektor Publik, UII Press, Yogyakarta. Mardiasmo Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Mahmudi Akuntansi Sektor Publik, UII Press, Yogyakarta. Mardiasmo Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA Mahmudi. 2011. Akuntansi Sektor Publik, UII Press, Yogyakarta Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta. Abdul Halim, Yanuar E. Restianto, dan I Wayan Karman. 2010.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 SERI E ========================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Setiap daerah di era Otonomi memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk dapat mengatur proses pembangunannya sendiri, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewan melainkan juga dipengaruhi latar belakang pendidikan dewan,

BAB I PENDAHULUAN. dewan melainkan juga dipengaruhi latar belakang pendidikan dewan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ternyata pengetahuan dewan tentang anggaran tidak hanya terbatas dari pendidikan pelatihan tentang keuangan daerah yang pernah diikuti anggota dewan melainkan juga

Lebih terperinci

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG 11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2009 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 3 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2009 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 3 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2009 NOMOR 3 [ PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015 WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015 TIM PENYUSUN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2014

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 1 PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATACARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATACARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATACARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sisten Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) bahwa Pemerintah maupun Pemerintah Daerah setiap

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK,

Lebih terperinci

S A L I N A N PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

S A L I N A N PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 12 TAHUN 2011 T E N T A N G KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATEN

Lebih terperinci

WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2017

WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2017 WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 21 2014 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Pemerintah Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Utara Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Utara Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD Dengan dilantiknya Dr. H. Irianto Lambrie dan H. Udin Hianggio, B.Sc sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Utara periode jabatan

Lebih terperinci

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2014

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2014 BUPATI PEKALONGAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 21 2013 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BEKASI TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR :24 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN Menimbang : a. GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, bahwa pembangunan hukum di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, selaras,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan elit. Dengan demikian maka pembangunan sebagai continuously

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan elit. Dengan demikian maka pembangunan sebagai continuously BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya bersumber dari uang rakyat. Karenanya, kepentingan rakyat haruslah menjadi prioritas utama dalam

Lebih terperinci