ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN OPPORTUNITY COST EMISI CO 2 PERTANIAN LAHAN GAMBUT KABUPATEN KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN OPPORTUNITY COST EMISI CO 2 PERTANIAN LAHAN GAMBUT KABUPATEN KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT"

Transkripsi

1 Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO 2 Pertanian Lahan Gambut Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN OPPORTUNITY COST EMISI CO 2 PERTANIAN LAHAN GAMBUT KABUPATEN KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT Herman 1, Fahmuddin Agus 2, IGM Subiksa 2, Eleonora Runtunuwu 2, dan Irsal Las 2 1 Riset Perkebunan Nusantara, Jl. Salak No. 1A Bogor 2 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No.12 Cimanggu Bogor ABSTRACT Peatland is considered as less-favoured land for agricultural land use because it is marginal and causes high CO 2 emision. However, in Kubu Raya Regency, West Kalimantan peatland has long been used for agriculture and able to support farmers life. Therefore, a research should be done to fine out how farmer manage the peatland and its bearing capacity and opportunity cost of conserved peatland. The research was conducted in Kubu Raya Regency, in February-August 2009 by using survey method. The result showed that farmer of peatland has average land ownership of 2.82 ha. Farming system in peatland is able to contribute adequate income for them. In 2008, average income rate of peatland farmer was Rp million farmer -1 yr -1, where 62.91% came from farming activity and 19,97% from agricultural labour and 17.11% from non-agriculture activity. This condition showed that peatland had adequate capacity for farming development of various agricultural crops. Result of financial analysis showed that oil palm, rubber, and pineapple plantations were feasible to be developed on peatland. Capacity of peatland to give income, particularly for vegetable farming and estate crops were relatively high, so opportunity cost of peatland conservation was relatively high as well. Besides, utilization of peatland has positive impact for regional development, establishment of economic growth center, employment, growth of Gross Region Domestic Product and source of foreign exchange. Therefore, peatland conservation program offered should be assessed thoroughly because its opportunity cost and transaction cost was quite high. Key words : peatland, farming system, opportunity cost, CO 2 emission, West Kalimantan ABSTRAK Lahan gambut dianggap sebagai lahan bermasalah untuk digunakan sebagai lahan pertanian karena bersifat marginal dan menimbulkan emisi CO 2 yang cukup tinggi. Namun di Kabupaten Kubu Raya, lahan gambut sudah lama digunakan untuk pertanian dan mampu untuk mendukung kehidupan petani. Oleh karena itu perlu dikaji bagaimana petani mengelola lahan gambut dan bagaimana daya dukung lahan gambut serta opportunity Cost lahan gambut yang dikonservasi. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat pada Bulan Februari sampai Bulan Agustus 2009 dengan menggunakan metode survei. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani lahan gambut rata-rata menguasai lahan seluas 2,82 ha. Pengembangan usaha tani di lahan gambut mampu 121

2 Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las memberikan sumbangan pendapatan yang layak bagi mereka. Pada tahun 2008, tingkat pendapatan petani lahan gambut rata-rata Rp 15,97 juta/kk/tahun, dimana 62,91 persen bersumber dari kegiatan usaha tani dan 19,97 persen bersumber dari buruh tani serta 17,11 persen dari luar usaha tani. Kondisi ini menunjukkan bahwa lahan gambut memiliki daya dukung yang cukup memadai bagi pengembangan usaha berbagai jenis tanaman pertanian. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit, karet, dan nenas layak dikembangkan di lahan gambut. Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan pendapatan khususnya untuk usaha sayuran dan perkebunan cukup tinggi, sehingga opportunity cost konservasi lahan gambut relatif tinggi. Disamping itu, pemanfaatan lahan gambut berdampak positif bagi pengembangan wilayah, pembentukan pusat pertumbuhan ekonomi, penyedia lapangan kerja, peningkatan Produk Domestik Regional Brutto dan sumber devisa negara. Oleh karena itu tawaran program konservasi lahan gambut perlu dikaji secara cermat dan menyeluruh karena opportunity cost dan biaya transaksinya cukup tinggi. Kata kunci : lahan gambut, usaha tani, opportunity cost, emisi CO 2, Kalimantan Barat. PENDAHULUAN Kalimantan Barat merupakan provinsi terluas keempat setelah Papua, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah dengan luas wilayah sekitar km² atau setara dengan luas 1,13 kali Pulau Jawa. Provinsi Kalimantan Barat memiliki topografi datar, bergelombang, berbukit sampai bergunung. Jenis tanahnya sebagian besar (10,5 juta ha) adalah podsolik merah kuning, diikuti oleh jenis tanah organosol, grey dan humus, serta jenis tanah aluvial (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat, 2008a). Suatu hal yang cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah cukup luasnya lahan gambut dan atau lahan bergambut yang sampai saat ini masih diklasifikasikan sebagai lahan marjinal dan bermasalah untuk digunakan sebagai lahan pertanian. Menurut Noor et. al. (1991), lahan gambut memiliki sifat marjinal dan permasalahaan antara lain: 1) daya dukung bebannya ( bearing capacity) yang rendah sehingga menyukarkan tanaman dalam menjangkarkan akarnya secara kokoh, 2) daya hantar hidrolik secara horizontal sangat besar tetapi secara vertikal sangat kecil sehingga menyulitkan mobilitas ketersediaan air dan hara tanaman, 3) bersifat mengkerut tak balik ( irreversible) sehingga menurunkan daya retensi air dan peka terhadap erosi yang mengakibatkan mudahnya hara tanaman tercuci, dan 4) terjadinya penurunan permukaan tanah setelah dilakukan pengeringan atau dimanfaatkan untuk budidaya tanaman. Oleh karena itu, pemanfaatan lahan gambut untuk usaha pertanian memerlukan pengetahuan dan teknologi khusus yang berbeda dengan lahan-lahan lainnya. Bagi sebagian petani Kalimantan Barat, pemanfaatan lahan gambut bukan merupakan pilihan, tetapi merupakan tuntutan kebutuhan karena mereka hidup secara turun-temurun di atas lahan gambut dan ada pasar potensial yang sangat membutuhkan bahan pangan dan bahan baku industri. Mereka mengetahui dan menyadari bahwa pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian menghadapi banyak kendala dan pemasalahan, sehingga memerlukan pengetahuan, ketrampilan, dan 122

3 Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO 2 Pertanian Lahan Gambut Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat biaya yang memadai untuk meraih keberhasilan. Pengetahuan dan keterampilan tidak terbatas hanya pada karakteristik lahan gambut, tetapi juga terhadap pemilihan jenis tanaman, pengelolaan lahan, input produksi, dan pemasaran produk pertanian yang dihasilkan. Keahlian dalam menentukan pilihan jenis tanaman dan pengelolaan lahan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberlanjutan usaha tani di lahan gambut di Kalimantan Barat. Tulisan ini merupakan hasil kajian tentang persepsi, pengetahunan, dan pengalaman petani dalam mengelola lahan gambut, pola usaha tani yang dikembangkan, pendapatan dan kebutuhan hidup keluarga, kelayakan usaha dan opportunity Cost Emisi CO 2 untuk berbagai jenis tanaman utama yang diusahakan petani di lahan gambut Kalimantan Barat. Kajian ini merupakan bagian dari penelitian Mitigasi Perubahan Iklim pada Berbagai Sistem Pertanian di Lahan Gambut dengan harapan dapat memberikan gambaran kondisi pertanian di lahan gambut dan dapat memberikan arahan pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian hingga saat ini masih menimbulkan pro dan kontra karena ada pengalaman menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan gambut telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan kegagalan dalam pengembangan pertanian. Mega proyek lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah sewindu yang lalu (Keppres No.82/1995) merupakan catatan hitam masa lalu dalam sejarah pengembangan lahan gambut di Indonesia. Meskipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa lahan gambut cocok untuk tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman industri, dan tanaman perkebunan apabila dilakukan pengelolaan secara sungguh-sungguh. Tanaman lidah buaya telah dibudidayakan oleh petani lahan gambut di Kalimantan Barat dan menjadi komoditas ekspor. Kelapa sawit sudah lama menjadi andalan Malaysia dibudidayakan di lahan gambut secara luas. Tanaman karet rakyat di Kalimantan Tengah tumbuh dengan baik di lahan gambut (Noor dan Sarwani, 2004). Lebih lanjut, menurut Noorginayuwati et al. (2006), usaha tani lidah buaya dan tanaman sayuran seperti jagung manis, kangkung, sawi, bayam, kucai, seledri, dan bawang daun di lahan gambut Kalimantan Barat mampu memberikan keuntungan kepada petani pengelolanya dengan B/C berkisar antara 1,23-3,36. Pendapatan dari usaha tani lahan gambut tersebut memberikan kontribusi sebesar 56,05 persen dari total pendapatan keluarga petani lahan gambut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa usaha tani di lahan gambut cukup menguntungkan dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan keluarga petani lahan gambut. Keberhasilan usaha tani sayuran di lahan gambut juga dikemukakan oleh Rina et al., (2007), antara lain yang dilakukan petani di Siantan Hulu dan Rasau 123

4 Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las Jaya (Kalimantan Barat), Kalampangan (Kalimantan Tengah), dan Mamuju Utara (Sulawesi Barat). Keberhasilan pengelolaan lahan gambut tersebut sangat ditentukan oleh pengetahuan petani tentang lahan gambut, teknologi budidaya yang diterapkan, pemberian input yang sesuai dan pengaturan tata air yang baik. Namun dibalik keberhasilan dalam pengelolaan lahan gambut tersebut masih ada persoalan mendasar terkait dengan lingkungan, karena pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian menimbulkan peningkatan emisi gas rumah kaca terutama emisi gas CO 2. Laju peningkatan emisi CO 2 sangat dipengaruhi oleh pengelolaan air, pengelolaan lahan, penggunaan pupuk, dan pola tanam. Menurut Hooijer et Al. (2006), kedalaman saluran drainase sangat mempengaruhi tingkat emisi CO 2. Untuk kedalaman drainase antara cm, emisi CO 2 meningkat sebanyak 9,1 ton/ha/tahun setiap penambahan kedalaman drainase 10 cm. Tingginya tingkat emisi CO 2 tersebut mengundang pertanyaan mana yang lebih menguntungkan, apakah lahan gambut dikonservasi melalui program REDD atau dikonversi menjadi lahan pertanian. Pengembangan Berbagai Jenis Tanaman Pertanian Pengembangan Ekonomi &Wilayah Alih Fungsi Lahan Lapangan Kerja PDRB & Devisa Pendapatan Petani/ Pengusaha Kerusakan Lingkungan Perbaikan Lingkungan Kelayakan Usaha Emisi CO 2 Penyusutan keanekaragaman hayati & kerusakan tata air dll. Opportunity Cost Emisi CO 2 Gambar 1. Dampak Positif dan Negatif Pengembangan Pertanian di Lahan Gambut 124

5 Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO 2 Pertanian Lahan Gambut Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat Secara sederhana dampak positif dan negatif pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar1). Pada Gambar 1 tersebut tampak bahwa pemanfaatan lahan gambut untuk berbagai jenis tanaman pertanian akan menimbulkan dampak positif dan negatif yang cukup banyak. Pengembangan pertanian di lahan gambut akan menimbulkan dampak positif bagi perekonomian regional, antara lain penyediaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan, peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pengembangan wilayah, dan pendorong pertumbuhan sektor ekonomi lainnya, serta dapat memperbaiki lingkungan jika dilakukan di kawasan lahan gambut yang sudah kritis. Sedangkan dampak negatif yang mungkin timbul, antara lain peningkatan emisi CO 2, penurunan keanekaragaman hayati, penurunan kawasan yang berfungsi untuk melindungi deposit karbon dan air, serta pencemaran lingkungan jika menggunakan pestisida dan pupuk kimia berlebih. Penelitian ini dibatasi hanya pada aspek pendapatan petani atau pengusaha dan peningkatan emisi CO 2 lahan gambut akibat alih fungsi lahan hutan gambut menjadi lahan pertanian. Batasan tersebut sengaja dilakukan karena adanya berbagai keterbatasan untuk melakukan penelitian dan valuasi ekonomi secara menyeluruh. Disamping itu, terdapat kesepadanan antara pendapatan dan nilai tingkat emisi CO 2 untuk diperbandingkan terkait dengan adanya peluang untuk memperoleh konpensasi melalui program Reducing Emissions from Deforestation and Degradation (REDD). Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan pertanyaan apakah lahan gambut lebih menguntungkan dikonversi menjadi lahan pertanian atau dikonservasi melalui program REDD. Lokasi Penelitian dan Pengumpulan Data Penelitian dilakukan di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, pada bulan Februari sampai Bulan Agustus 2009 dengan menggunakan metode survei. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan luasan lahan gambut yang ada dan beragamnya jenis tanaman yang diusahakan petani serta tersedianya pasar yang menyerap hasil usaha tani lahan gambut tersebut. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kegiatan wawancara dengan petani, pengusaha, dan tokoh masyarakat. Responden petani ditentukan secara acak berstrata. Stratifikasi dilakukan berdasarkan jenis tanaman yang diusahakan petani. Responden yang diwawancara berjumlah 53 orang, masing-masing 15 orang petani karet, 14 orang petani kelapa sawit, 13 orang petani nenas/jagung, dan 11 orang petani sayuran. Disamping itu juga dilakukan diskusi kelompok dengan petani, tokoh masyarakat, dan pemerintah desa untuk memperoleh gambaran umum yang terkait dengan pengelolaan dan pengembangan usaha tani dalam arti luas. Data sekunder dikumpulkan melalui diskusi dan konsultasi dengan pemerintah daerah, Bappeda, Bapedalda, dinas pertanian dan dinas perkebunan, serta studi literatur dari berbagai sumber, antara lain biro pusat statistik, bappeda, bapedalda, dinas perkebunan, dinas pertanian, dan perguruan tinggi/ universitas. 125

6 Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi yang berhasil dikumpulkan diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan untuk memberikan gambaran kondisi umum daerah penelitian, kondisi sosial ekonomi keluarga petani, dan persepsi petani tentang lahan gambut. Sedangkan analisis kuantitatif meliputi analisis usaha tani, analisis finansial dan analisis opportunity cost emisi CO 2. Analisis usaha tani dilakukan untuk memberikan gambaran penerimaan, biaya, dan penerimaan bersih berbagai cabang usaha tani, serta kegiatan diluar usaha tani. Penerimaan bersih yang diterima keluarga petani dirumuskan sebagai berikut: dimana: π = B - C.(1) π = Penerimaan bersih, B = Total Penerimaan, C = Total Biaya. Analisis finansial dilakukan untuk memperoleh gambaran penerimaan bersih tanaman tahunan yaitu kelapa sawit, karet, dan nenas dalam satu siklus hidup ekonomis tanaman. Analisis dilakukan dengan menggunakan kriteria Nilai Kini Bersih (Net Present Value = NPV) yang dirumuskan sebagai berikut ( Gray et. al. 1987): dimana: n Bt Ct NPV (2) t (1 i) NPV t 0 = Net Present Value (Nilai Kini Bersih), Bt = Benefit atau penerimaan pada tahun t, Ct = Biaya pada tahun t, i n = Tingkat diskonto atau potongan (=bunga bank yang berlaku), = Umur ekonomis proyek tanaman. Analisis opportunity cost emisi CO 2 dari pengembangan berbagai jenis tanaman pertanian dilakukan dengan cara menghitung tingkat emisi CO 2 akibat perubahan penggunaan lahan. Kemudian menghitung nilai kini rata-rata CO 2 yang diemisikan oleh lahan yang digunakan untuk berbagai jenis tanaman dan membandingkannya dengan penerimaan bersih nilai kini jika lahan dikonservasi melalui program REDD. Tingkat emisi CO 2 akibat perubahan penggunaan lahan dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Agus et al., 2009a): E = Eda + Ebd + Ebo - Sa... (3) 126

7 Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO 2 Pertanian Lahan Gambut Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat Dimana: E Eda Edb Ebo Sa = Emisi bersih total CO 2 dari lahan pertanian (tanaman sayuran, jagung, kelapa sawit, karet, dan nenas) di lahan gambut. = Emisi dari permukaan tanah yang terjadi dalam proses deforestasi atau pembukaan lahan. = Emisi dari bawah permukaan tanah sewaktu pembukaan lahan, terutama akibat terbakarnya gambut. = Emisi dari bawah permukaan tanah, karena lahan gambut mengalami dekomposisi akibat drainase. = Sekuestrasi (rosot) karbon dari udara oleh tanaman melalui proses fontosintesis dan respirasi baik yang tersimpan di atas (batang dan daun), maupun di bawah (akar) permukaan tanah. Asumsi dan Batasan Untuk analisis finansial digunakan beberapa asumsi, batasan, dan istilah sebagai berikut: a. Perkebunan kelapa sawit dibangun dengan pola kemitraan bagi hasil dengan porsi 70 persen untuk perusahaan dan 30 persen untuk petani. Sementara perkebunan karet dibangun oleh petani individu secara tradisional dan kebun nenas dibangun oleh petani individu dengan dua alternatif yaitu secara tradisional dan secara intensif. Analisis dilakukan untuk satuan luas 1 ha. b. Produktivitas perkebunan kelapa sawit diasumsikan mengikuti pola produksi lahan kelas III yaitu rata-rata 20,33 ton TBS/ha/tahun. Sementara produktivitas perkebunan karet diasumsikan rata-rata 800 kg karet kering/ha/tahun dan produktivitas nenas diasumsikan rata-rata 12,55 ton buah nenas/ha/tahun untuk kebun nenas tradisional dan rata-rata 29,85 ton buah nenas/ha/tahun untuk kebun nenas intensif. c. Harga bulanan CPO pada periode rata-rata US $ 572,06/ton berfluktuasi dari US $ 346/ton hingga US $ 1.147/ton. Oleh karena itu, analisis dilakukan mengacu pada perkembangan harga tersebut dengan tiga skenario harga yaitu: skenario I harga CPO Rp 6,000/kg dan inti sawit Rp 4.000/kg, skenario II harga CPO Rp 7.500/kg dan inti sawit Rp 4.500/kg, dan skenario III harga CPO Rp 9.000/kg dan inti sawit Rp 5.000/kg. d. Harga bahan olah karet (bokar) di tingkat petani berberapa tahun terakhir berfluktuasi antara Rp /kg. Karena itu analisis finansial dilakukan dengan tiga skenario harga, yaitu skenario I harga bokar Rp 7.000/kg, skenario II harga bokar Rp /kg, dan skenario III harga bokar Rp /kg. 127

8 Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las e. Harga buah nenas di asumsikan dengan tiga tingkat harga yaitu Rp 400/kg sebagaimana harga yang ditawarkan oleh industri pengolah nenas, Rp 500/kg merupakan harga tengah, dan Rp 600/kg merupakan harga yang diminta petani untuk bermitra. f. Analisis finansial dilakukan dalam rentang waktu 25 tahun (satu siklus tanaman) untuk kelapa sawit dan karet serta 6 tahun untuk nenas dengan menggunakan tingkat diskonto sebesar 15 persen per tahun. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kubu Raya yaitu sebuah kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Pontianak. Kabupaten Kubu Raya terletak dibagian Selatan Kabupaten Pontianak pada posisi BT dan 0 44 LU LS, dan merupakan Wilayah Pantai. Secara administratif Kabupaten Kubu Raya terdiri dari 9 kecamatan yaitu Kecamatan Batu Ampar, Terentang, Kubu, Teluk Pakedai, Sungai Kakap, Rasau Jaya, Sungai Raya, Sungai Ambawang, dan Kuala Mandor B, dengan luas keseluruhan 6.985,20 Km². Pada tahun 2007, penduduk Kabupaten Kubu Raya tercatat sebanyak jiwa yang terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan. Dengan demikian, kepadatan penduduk Kabupaten Kubu Raya rata-rata 70 orang/km². Berdasarkan data Kabupaten Pontianak dalam angka, tercatat sekitar 70 persen penduduk merupakan angkatan kerja dan sekitar 90,76 persen dari angkatan kerja tersebut telah bekerja, sehingga terdapat sekitar 9,24 persen sebagai pencari kerja (penganguran terbuka). Para pekerja tersebut, sebagian besar (53,4%) bekerja disektor pertanian; sisanya 17,34 persen bekerja di sektor perdagangan; 10,81 persen bekerja di sektor jasa dan 14,04 persen bekerja di sektor lainnya (Badan Pusat Statistik Kabupaten Pontianak, 2008) Mengingat sebagian besar (sekitar 60%) lahan di Kabupaten Kubu Raya merupakan lahan gambut maka banyak petani yang menggantungkan hidup mereka di lahan gambut. Petani Kabupaten Kubu Raya sudah sejak lama mengusahakan berbagai jenis tanaman di lahan gambut khususnya tanaman sayuran, tanaman pangan dan buah-buahan, serta tanaman perkebunan. Pengelolaan usaha tani yang mereka lakukan cukup beragam mulai dari pola berladang secara tradisional sampai pada pola usaha tani menetap dengan tujuan komersial. Jenis tanaman sayuran yang umum diusahakan petani adalah sawi, kangkung, bayam, kucai, jagung, tomat, terung, cabe, kacang panjang, paria, dan oyong. Sedangkan jenis tanaman buah-buah yang diusahakan petani antara lain; mentimun, semangka, melon, pepaya, pisang, dan nenas. Sementara tanaman perkebunan yang banyak diusahakan petani adalah karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, dan kakao. Kondisi sarana dan prasarana Kabupaten Kubu Raya masih relatif tertinggal karena sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah pantai dan 128

9 Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO 2 Pertanian Lahan Gambut Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat perairan serta lahan gambut, kecuali Kecamatan Sungai Raya yang berada dekat dengan Ibukota Provinsi Kalimantan Barat. Kondisi tersebut cukup menyulitkan petani dalam memasarkan hasil panen dan pengadaan sarana produksi pertanian. Hal ini perlu mendapat perhatian bagi para pengambil kebijakan terutama untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan dan meminimalisasi biaya pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil-hasil pertanian. Beragamnya pola pengelolaan usaha tani dan beragamnya jenis tanaman yang diusahakan serta bervariasinya kondisi sarana transportasi menyebabkan sangat beragamnya tingkat pendapatan yang diterima oleh keluarga petani. Petani yang berada dekat dengan pusat kegiatan ekonomi khususnya ibukota Provinsi Pontianak dan memiliki sarana jalan yang relatif baik, telah berkembang menjadi petani maju dengan tingkat pendapatan yang relatif tinggi. Sementara petani yang berada jauh dari pusat kegiatan ekonomi mengalami perkembangan yang lambat dan cenderung menerapkan sistem perladangan. Pola kegiatan pertanian perladangan inilah yang hampir setiap tahun menimbulkan kabut asap dan pencemaran lingkungan. Pengembangan karet di daerah ini dilakukan oleh petani secara individu setalah lahan gambut dibuka 5-10 tahun, sehingga lahan gambut cukup matang dan baik untuk tanaman karet. Sedangkan tanaman nenas biasanya dikembangkan petani bersama-sama dengan tanaman pangan atau sayuran. Sementara pengembangan kelapa sawit dilakukan oleh perusahaan dengan pola kemitraan bagi hasil. Pengembangan kelepa sawit dilakukan di lahan-lahan petani yang biasanya digunakan untuk perladangan. Dengan adanya tanaman tahunan seperti karet, kelapa sawit, dan nenas tersebut, maka lahan gambut terbebas dari kegiatan perladangan dan kebakaran lahan, sehingga dapat mengurangi kabut asap yang terjadi setiap tahun. Perkebunan karet sudah cukup lama diusahakan petani di lahan gambut dan sebagian sudah merupakan tanaman karet generasi kedua. Pada tahun 2009, areal perkebunan karet di Kabupaten Kubu Raya tercatat seluas ha dan ha (20,73%) diantaranya tergolong tua atau rusak dan perlu segera diremajakan (Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kubu Raya, 2009). Hasil analisis citra satelit menunjukkan bahwa areal perkebunan karet yang berada di lahan gambut sekitar ha atau 41,29% dari total areal perkebunan karet di Kubu Raya (Agus et al., 2009b). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang relatif baru diusahakan di Kabupaten Kubu Raya. Meskipun demikian, tanaman kelapa sawit sudah mulai menunjukkan perannya bagi peningkatan pendapatan masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Perubahan yang paling nyata adalah kemampuan perkebunan kelapa sawit untuk mengembalikan para transmigran dan masyarakat desa sekitar lokasi pengembangan perkebunan kelapa sawit yang telah merantau sekedar untuk memenuhi kehidupan keluarganya. Tercatat sekitar 100 kepala keluarga dari 250 kepala keluarga petani Desa Transmigran Arus Deras telah kembali menempati rumah tinggal mereka setelah bertahun-tahun mereka tinggalkan ke berbagai daerah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. 129

10 Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las Nenas merupakan salah satu tanaman pioner di lahan gambut, karena jenis tanaman ini dapat diusahakan sejak awal pembukaan lahan gambut. Tanaman ini cukup produktif, tetapi daya serap pasarnya terbatas, sehingga hanya diusahakan dalam luas terbatas. Pada tahun 2008, berdiri industri pengolahan nenas dengan produksi untuk tujuan ekspor. Industri ini sedang mengembangkan perkebunan nenas bermitra dengan petani dengan target areal ha. Dengan demikian akan tercipta kesempatan kerja paling tidak untuk kepala keluarga petani. Berdasarkan gambaran tersebut tampak bahwa kehadiran perusahaan perkebunan kelapa sawit, industri pengolahan nenas, dan pengembangan perkebunan karet telah menyediakan kesempatan kerja yang cukup banyak, membentuk pusat kegiatan ekonomi baru, memperbaiki sarana dan prasarana transportasi, meningkatkan PDRB, dan menghasilkan devisa. Karakteristik dan Pendapatan Petani Petani lahan gambut Kalimantan Barat rata-rata berumur 38,7 tahun dengan kisaran tahun. Sebagian besar (90,6%) petani responden berada pada usia produktif yaitu usia tahun dan selebihnya berumur di atas 50 tahun. Pendidikan petani sangat beragam mulai dari tidak pernah sekolah sampai sarjana. Tercatat sebanyak 33,96 persen tidak tamat sekolah dasar, 24,53 persen telah menamatkan sekolah dasar, 15,09 persen tamat SLP, 22,64 persen tamat SLA, dan 3,77 persen berpendidikan sarjana. Petani lahan gambut Kalimantan Barat memiliki jumlah anggota keluarga tergolong sedang, meskipun ada beberapa petani yang memiliki jumlah anggota keluarga 6 sampai 9 orang. Jumlah anggota keluarga petani rata-rata 4,01 jiwa, dengan kisaran 1-9 jiwa. Sementara itu, jumlah angkatan kerja tiap keluarga ratarata sebanyak 2,45 orang dengan kisaran 1-5 orang. Petani pada umumnya menguasai lahan cukup luas yaitu rata-rata 2,82 ha dengan kisaran antara 0,96 ha sampai 5,26 ha. Lahan tersebut ditanami dengan berbagai jenis tanaman terutama yang bisa tumbuh dan produktif serta memiliki pasar. Hampir semua petani menanam jenis tanaman sayuran baik untuk keperluan sendiri maupun untuk dijual. Jenis tanaman sayuran yang umum diusahakan oleh petani adalah sawi, kangkung, bayam, kucai, jagung, tomat, terung, cabe, kacang panjang, paria, dan oyong. Disamping itu, petani juga menanam tanaman buah-buah seperti nenas, pepaya, mentimun, semangka dan pisang serta tanaman perkebunan, seperti karet, kelapa sawit, kopi dan kakao. Pada tahun 2008, tingkat pendapatan petani lahan gambut rata-rata Rp 15,97 juta/kk/tahun, dimana 62,91 persen bersumber dari kegiatan usaha tani dan selebihnya 19,97 persen bersumber dari buruh tani serta 17,11 persen dari luar usaha tani (Tabel 1). Pendapatan total rata-rata petani tersebut setara dengan Rp /kapita/tahun. Tingkat pendapatan petani tersebut jauh diatas garis kemiskinan berdasarkan kriteria Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat tahun 2008 yaitu sebesar Rp /kapita/bulan atau Rp /kapita/ tahun (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat, 2008b). 130

11 Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO 2 Pertanian Lahan Gambut Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat 131

12 Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las Dari berbagai jenis tanaman yang diusahakan petani saat ini tampak bahwa panyumbang terbesar dari kegiatan usaha tani adalah perkebunan karet disusul tanaman sayuran, jagung, padi, dan nenas. Sementara kegiatan buruh tani sebagian besar bersumber dari perkebunan kelapa sawit diikuti oleh sayuran, jagung, dan karet. Petani karet dan petani sayuran benar-benar menggantungkan hidup keluarga mereka dari hasil usaha tani. Lebih dari 88 persen pendapatan petani karet dan lebih dari 84 persen pendapatan petani sayuran bersumber dari lahan usaha tani. Petani kelapa sawit pada saat ini masih mengandalkan pendapatan dari upah buruh di perkebunan kelapa sawit karena perkebunan kelapa sawit milik mereka baru mulai berproduksi dan hasilnya masih sangat kecil. Petani baru menerima pembagian keuntungan pada awal tahun 2009 yang besarnya bervariasi antara Rp /ha/bulan pada periode Februari hingga April Meskipun demikian petani kelapa sawit sudah memperoleh pendapatan yang memadai sebagai buruh dari perusahaan perkebunan kelapa sawit. Dari berbagai jenis tanaman yang diusahakan petani, tanaman jagung tampaknya perlu mendapat perhatian khusus karena produktivitasnya rendah dan disinyalir sebagai penghasil emisi CO 2 terbesar. Petani jagung, umumnya menerapkan pola usaha tani seperti perladangan berpindah dengan dua kali musim tanam dalam satu tahun. Pola tanam yang mereka terapkan adalah tebang/tebas bakar tanam panen diberakan 2-3 bulan kemudian kembali melakukan tebang/tebas bakar tanam panen diberakan. Mereka tidak melakukan pemupukan dan bibit yang digunakan umumnya adalah bibit jagung lokal, sehingga produksi kebun jagung mereka relatif rendah yaitu kg jagung pipilan/ha/musim tanam dan pendapatan mereka rendah. Sistem pertanian seperti ini perlu diperbaiki agar produktivitas jagung bisa ditingkatkan dan tidak menimbulkan pencemaran kabut asap pada setiap musim tanam. Secara keseluruhan tingkat ketergantungan petani terhadap lahan gambut rata-rata mencapai 82,89 persen, dimana 62,91 persen bersifat langsung dari usaha pertanian sendiri dan 19,97 persen bersifat tidak langsung yaitu sebagai buruh tani. Kondisi ini menggambarkan bahwa lahan gambut yang selama ini diklasifikasikan sebagai lahan marjinal ternyata mampu untuk menunjang kehidupan petani apabila dikelola dengan baik. Daya Dukung Lahan Gambut Lahan gambut Kabupaten Kubu Raya memiliki daya dukung yang cukup memadai untuk pengusahaan berbagai jenis tanaman pertanian khususnya tanaman sayuran dan tanaman perkebunan. Pada tahun 2008, tanaman sayuran mampu menghasilkan pendapatan bersih persatuan luas tertinggi yaitu sebesar Rp 20,02 juta/ha/tahun, disusul tanaman karet Rp 7,21 juta/ha/tahun, nenas Rp 2,57 juta/ha/tahun (Tabel 2). Tanaman sayuran mampu menghasilkan pendapatan bersih cukup tinggi, tetapi risiko usahanya juga tinggi dan membutuhkan curahan tenaga kerja dan modal usaha cukup besar. Berbagai jenis tanaman sayuran yang diusahakan 132

13 Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO 2 Pertanian Lahan Gambut Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat petani, antara lain sawi, kangkung, bayam, kucai, jagung, tomat, terung, cabe, kacang panjang, paria, dan oyong. Tanaman sayuran tersebut tumbuh subur dan cukup produktif. Petani sangat berhati-hati dalam memilih jenis tanaman, pergiliran tanaman, dan luas usaha agar terhindar dari kerugian karena daya serap pasar relatif terbatas dan harganya berfluktuasi. Tabel 2. Kemampuan Berbagai Jenis Tanaman Menghasilkan Pendapatan Bersih Jenis Tanaman Biaya Investasi (Rp/ha) Pendapatan bersih (Rp/ha/tahun) NPV Df=15% (Rp/ha/tahun) Sk1 Sk2 Sk3 Kelapa Sawit belum ada data Karet Nenas Tradisional Nenas intensif belum ada data Sayuran Catatan: Sk1= Skenario 1; Sk2= Skenario 2; Sk3= Skenario 3. Kelapa Sawit : Harga CPO: Sk1=Rp 6.000/kg; Sk2= Rp 7500/kg; Sk3=Rp 9.000/kg Harga Inti sawit: Sk1=Rp 4.000/kg; Sk2= Rp 4.500/kg; Sk3=Rp 5.000/kg Karet : Harga Bokar: Sk1=Rp 7.000/kg; Sk2= Rp /kg; Sk3=Rp /kg. Nenas : Harga buah: Sk1=Rp 400/kg; Sk2= Rp 500/kg; Sk3=Rp 600/kg. Investasi : Kelapa sawit= TBM0-TBM3; Karet= TBM0-TBM5; Nenas= TBM0; Sayuran= biaya pembukaan dan pengolahan lahan. Tanaman kelapa sawit di daerah ini tumbuh subur dan tingkat produktivitas awalnya cukup tinggi dan produktivitas rata-ratanya diperkirakan diatas 20,33 ton TBS/ha/tahun. Perkiraan tersebut dilandasi oleh beberapa hasil penelitian antara lain: Yudoyono et al. (1987 dalam Barchia, 2006), menyatakan bahwa produktivitas kelapa sawit di lahan gambut rata-rata 23,74 ton TBS/ha/tahun; Setiadi (1999 dalam Barchia, 2006), menyatakan bahwa kelapa sawit di lahan gambut mampu menghasilkan tandan buah segar (TBS) berkisar antara ton/ha/tahun dan Wiratmoko, dkk (2008), menyatakan bahwa produktivitas kela pa sawit di lahan gambut topogen Labuhan Batu, Sumatera Utara mencapai 19,64-25,53 ton TBS/Ha/tahun. Dengan asumsi produktivitas rata-rata 20,33 ton/ha/tahun, kepemilikan kebun 2 ha dan tenaga kerja aktif 2 orang, maka penerimaan petani minimal Rp 31,46 juta/tahun terdiri dari Rp 13,46 juta penerimaan bagi hasil dan Rp 18 juta upah sebagai buruh perkebunan. Tanaman karet yang diusahakan petani saat ini sebagian sudah tua sehingga produktivitasnya rendah. Tingkat produktivitas kebun sangat bervariasi dari 350 kg karet kering/ha/tahun sampai kg karet kering/ha/tahun. Pada tahun 2008, pendapatan keluarga petani karet rata-rata sebesar Rp 21,54 juta yang terdiri dari Rp 11,79 juta (54,75%) bersumber dari usaha tani karet, Rp 7,28 juta (33,80%) bersumber dari usaha tani lainnya, Rp 600 ribu (2,79%) bersumber dari kegiatan buruh tani dan Rp 1,87 juta (8,66%) bersumber dari luar usaha tani (Tabel 1). 133

14 Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las Dalam jangka panjang, tanaman kelapa sawit, karet, dan nenas di lahan gambut mampu menghasilkan penerimaan bersih kini positif pada tingkat diskonto 15% (NPV Df=15%). Pada s kenario pesimis, kelapa sawit, karet, dan nenas mampu menghasilkan NPV masing-masing sebesar Rp /ha/tahun, Rp /ha/tahaun dan Rp /ha/tahun (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga jenis tanaman tersebut layak untuk diusahakan. Opportunity Cost Emisi CO 2 Hasil pengamatan di lapangan dan wawancara dengan para petani menunjukkan bahwa kondisi lahan sebelum dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit, karet, maupun nenas sebagian besar berupa semak dan pakispaskisan, sebagian berupa ladang/pertanian pangan dan hanya sebagian kecil yang masih berupa hutan. Berdasarkan kenyataan tersebut dapat diasumsikan bahwa tingkat emisi CO 2 akibat terdekomposisinya biomassa tanaman di atas permukaan tanah hanya sebesar 50 ton karbon/ha atau sebesar 7,3 ton/ha/tahun untuk perkebunan kelapa sawit. Sementara untuk kebun nenas dan karet yang umumnya menggunakan lahan semak belukar akan mengemisikan CO 2 akibat terbakarnya atau melapuknya biomassa tanaman di atas permukaan tanah (Ea) masing-masing sebesar 3,3 ton/ha/tahun dan 0,4 ton/ha/tahun. Hasil perhitungan tingkat emisi CO 2 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat Emisi Rata-rata Tahunan CO 2 Lahan Gambut untuk Berbagai Penggunaan Penggunaan Lahan Kedalam Air Tanah (Cm) Ea (Ton) Ebd (Ton) Ebo (Ton) Sa (Ton) E (Ton) Nenas Tradisional 35,0 3,3 2,2 31,9-0,7 36,6 Nenas Intensif 43,0 3,3 2,2 39,1-1,4 43,2 Karet dr semak belukar 45,0 0,4 2,2 41,0-6,0 37,5 Karet dr karet tua 45,0 8,1 2,2 41,0-6,0 45,2 Kelapa Sawit 60,0 7,3 0,0 54,6-6,6 55,3 Keterangan: Ea = Emisi atas permukaan tanah = C tanaman * 3.67 Ebd = Emisi karena kebakaran gambut = volume gambut yang terbakar (m3) * C density (t/ m3)*3.67 Ebo = Emisi dari dekomposisi gambut = 0.91 * cm kedalaman drainase (t CO2/ha/yr) Sa = Sequestrasi oleh tanaman = rata-rata kandungan karbon (t/ha) * 0.5 * 3.67 E = Emisi bersih dari setiap penggunaan lahan. Pada Tabel 3 tersebut tampak bahwa emisi CO 2 bersih tahunan untuk masing-masing penggunaan lahan relatif tinggi yaitu berkisar antara 36,6-55,3 ton CO 2 /tahun. Tingginya tingkat emisi CO 2 tersebut terutama disebabkan oleh permukaan air tanah yang relatif dalam, sehingga memicu percepatan proses dekomposisi gambut (Ebo). Untuk mengurangi emisi CO 2 tersebut dapat dilakukan dengan menaikkan tinggi permukaan air tanah sampai batas yang ideal, misalnya untuk nenas dan karet air tanah dapat dinaikan hingga sekitar 20 Cm dan untuk kelapa sawit bisa dinaikkan hingga 50 Cm. Selanjutnya emisi CO 2 atas permukaan tanah dari tanaman (Ea) dan emisi karena kebakaran lahan gambut (Ebd) dapat 134

15 Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO 2 Pertanian Lahan Gambut Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat dikurangi dengan meminimumkan pemanfaatan lahan hutan dan meniadakan pembakaran di lahan gambut. Melalui berbagai upaya tersebut emisi bersih CO 2 dari masing-masing penggunaan lahan dapat diturunkan menjadi sekitar ton CO 2 /tahun untuk nenas, ton CO 2 /tahun untuk karet, dan 46,2 ton CO 2 /tahun untuk kelapa sawit. Dengan nilai tukar rupiah sebesar Rp 9.000/dolar Amerika Serikat, maka opportunity cost konservasi lahaan gambut berkisar antara US$ 0,90-4,21/ton CO 2 untuk perkebunan kelapa sawit, US$ 0,98-5,91/ton CO 2 untuk karet, dan US$ 0,61 8,43/ton CO 2 untuk nenas (Tabel 4). Tabel 4. Opportunity Cost Emisi CO 2 Perkebunan Kelapa Sawit di Lahan Gambut No. Keterangan Pendapatan Bersih Opportunity Emisi CO (NPV df 15%) 2 cost (ton/ha/th) (Rp/ha/th) ($/ha/th) ($/t CO 2) I. Perkebunan Kelapa Sawit Skenario 1 (harga CPO=Rp 6.000/kg & inti sawit Rp 4.000/kg) ,01 55,3 0,90 Skenario 2 (harga CPO=Rp 8.000/kg & inti sawit Rp 4.500/kg) ,48 55,3 2,56 Skenario 3 (harga CPO=Rp /kg & inti sawit Rp 5.000/kg) ,94 55,3 4,21 II. Perkebunan Karet dari semak belukar Skenario 1 (harga bokar Rp 7.000/kg) ,45 37,5 1,19 Skenario 2 (harga bokar Rp /kg) ,05 37,5 3,55 Skenario 3 (harga bokar Rp /kg) ,65 37,5 5,91 Perkebunan Karet dari kebun karet tua Skenario 1 (harga bokar Rp 7.000/kg) ,45 45,2 0,98 Skenario 2 (harga bokar Rp /kg) ,05 45,2 2,94 Skenario 3 (harga bokar Rp /kg) ,65 45,2 4,90 III. Perkebunan Nenas Secara Tradisional Skenario 1 (harga buah Rp 400/kg) ,49 36,6 0,61 Skenario 2 (harga buah Rp 500/kg) ,67 36,6 2,31 Skenario 3 (harga buah Rp 600/kg) ,85 36,6 4,01 Secara Intensif Skenario 1 (harga buah Rp 400/kg) ,66 43,2 2,63 Skenario 2 (harga buah Rp 500/kg) ,00 43,2 5,53 Skenario 3 (harga buah Rp 600/kg) ,35 43,2 8,43 Pada Tabel 4 tersebut tampak bahwa nilai opportunity cost konservasi lahan gambut bervariasi dari US $ 0,61/ton CO 2 sampai US $ 8,43/ton CO 2. Keragaman tersebut dipengaruhi oleh jenis tanaman, produktivitas, tingkat harga dan besarnya CO 2 yang diemisikan. Pada tingkat harga rendah, nilai emisi CO 2 dari lahan yang digunakan untuk berbagai jenis tanaman bervariasi antara US $ 0,61-2,63/ton CO 2. Nilai tersebut dibawah harga CO 2 = US $ 5 /ton yang ditawarkan melalui program CDM. Namun pada harga optimis, nilai CO 2 yang diemisikan dapat melebihi harga CO 2 yang ditawarkan. Untuk menunjang keberlanjutan usaha tani di lahan gambut perlu upaya untuk menurunkan tingkat emisi CO 2, peningkatan produktivitas, dan peningkatan harga jual. Pengembangan dan pemantapan kelembagaan pembinaan/ 135

16 Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las penyuluhan, inovasi teknologi maju yang ramah lingkungan dan penyediaan dana kredit berbunga rendah merupakan langkah operasional untuk meningkatkan pendapatan petani sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca CO 2 dari pertanian lahan gambut Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Penurunan emisi CO 2 melalui peningkatan permukaan air tanah akan dapat menurunkan emisi CO 2 dan meningkatkan nilai opportunity cost konservasi lahan gambut menjadi US$ 1,14-5,31/ton CO 2 untuk kelapa sawit, US$ 1,97-15,03/ton CO 2 untuk karet dan US$ 0,98-16,36/ton CO 2 untuk nenas. Nilai opportunity cost konservasi akan terus meningkat jika upaya peningkatan produktivitas dan peningkatan harga jual dapat diwujudkan. Kondisi ini menyebabkan tawaran program konservasi melalui program REDD menjadi kurang menarik, lebih-lebih jika dampak positif lainnya seperti pengembangan wilayah dan pertumbuhan pusat kegiatan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, peningkatan PDRB dan sumber devisa negara diperhitungkan. Perlu kajian yang cermat dan menyeluruh untuk menerima tawaran konservasi lahan gambut melalui program REDD, karena selain opportunity cost konservasi lahan gambut cukup tinggi, biaya transaksi program REDD juga cukup tinggi. Biaya transaksi program REDD antara lain meliputi biaya konsultan, biaya broker (penghubung), biaya operasional pengelolaan, dan pengamanan hutan yang dikonservasi. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut: Lahan gambut mempunyai daya dukung yang cukup memadai bagi pengembangan usaha berbagai jenis tanaman pertanian dan mampu memberikan dukungan bagi kehidupan petani beserta keluarganya. Pada tahun 2008, pendapatan bersih petani lahan gambut rata-rata sebesar Rp 15,97 juta/kk/tahun dimana usaha tani lahan gambut memberikan kontribusi 82,88 persen dari total pendapatan. Pengembangan usaha tani sayuran, perkebunan karet, dan nenas di lahan gambut mampu menghasilkan pendapatan bersih masing-masing sebesar Rp 20,02 juta/ha/tahun Rp 7,21 juta/ha/tahun, dan Rp 2,57 juta/ha/tahun. Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan pendapatan khususnya untuk usaha sayuran dan perkebunan karet cukup tinggi, sehingga opportunity cost konservasi lahan gambut relatif tinggi. Dalam jangka panjang, pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit, karet, dan nenas layak dilaksanakan dan akan memberikan dampak positif bagi pengembangan wilayah, penyedia lapangan kerja, peningkatan pendapatan petani, dan sumber penghasil devisa. Dengan melakukan berbagai upaya untuk mengurangi emisi CO 2 akan dihasilkan opportunity cost konservasi lahan gambut berkisar antara US$ 1,08-16,36/ton CO 2 per tahun. 136

17 Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO 2 Pertanian Lahan Gambut Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat Berdasarkan hasil dan kesimpulan tersebut, disarankan agar pembinaan petani dilakukan secara berkesinambungan untuk meningkatkan produktivitas lahan dan menurunkan emisi CO 2, sehingga pertanian lahan gambut berkelanjutan dan ramah lingkungan. Perlu penelitian yang konprehensif terhadap tawaran konservasi lahan gambut melalui program REDD karena opportunity costnya cukup tinggi dan biaya transaksi program REDD cukup tinggi. Nilai CO 2 yang diemisikan oleh lahan usaha dari beberapa komoditas pertanian dapat dijadikan sebagai patokan terendah bagi pembayaran konpensasi kepada pemilik lahan gambut yang akan dikonservasi. DAFTAR PUSTAKA Agus, F., E. Runtunuwu, T. June, E. Susanti, H. Komara, H. Syahbuddin, I. Las, and M. van Noordwijk. 2009a. Carbon Dioxide Emission in Land Use Transitions to Plantation. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol 28(4): Agus, F., Wahyunto, Herman, P. Setyanto, A. Dariah, E. Runtunuwu, IGM Subiksa, E. Susanti, E. Surmaini, dan W. Supriatna, 2009b. Identifikasi Iptek terhadap Dampak Perubahan Iklim di Sektor Pertanian (Mitigasi Perubahan Iklim pada Berbagai Sistem Pertanian di Lahan Gambut di Kabupaten Kubu Raya dan Pontianak, Kalimantan Barat. Laporan Hasil Penelitian Balittra. BBSDL, Bogor. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pontianak, Kabupaten Pontianak dalam Angka Badan Pusat Statistik Kabupaten Pontianak, Mempawah. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. 2008a. Kalimantan Barat dalam Angka Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. 2008b. Tingkat Kemiskinan Provinsi Kalimantan Barat Tahun Berita Resmi Statistik, No. 27/07/61/Th. XI, 1 Juli Barchia, M. F Gambut, Agroekosistem, dan Transformasi Karbon. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kubu Raya, Luas Tanaman, Produksi dan Jumlah Petani Perkebunan Kabupaten Kubu Raya. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kubu Raya. Gray, C., P. Simanjuntak, L.K., Sabur dan P.F.L. Maspaitella, Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia, Jakarta. 272p. Hooijer, A., M. Silvius, H. Worsten, and S. Page Peat CO 2, Assessment of CO 2 Emission from drained peatlands in SE Asia. Delft Hydraulics report Q3943 (2006). Noor, M., Agus Supriyo, S. Umar dan I. Ar-Riza Budidaya Padi Di Lahan Gambut dalam Prosising Seminar Penelitian Sistem Usaha tani Lahan Gambut Kalimantan Selatan. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Banjarbaru. Noor, M. dan M. Sarwani Pertanian di Lahan Gambut: Masa Lalu, Kini dan Besok. Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International. diakses 13 Juli

18 Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las Noorginayuwati, A. Rafieq, Y. Rina, M. Noor dan Achmadi, Penggalian Kearifan Lokal Petani untuk Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan. Laporan Hasil Penelitian Balittra. BBSDL. Bogor. Rina, Y., Noorginayuwati, dan M. Noor. (2007) Persepsi Petani Tentang Lahan Gambut dan Pengelolaannya. Badan Litbang Pertanian, Jakarta lokal/kearipan-8%20yanti.pdf diakses 13 Juli Wiratmoko, D., Winarna, S. Rahutomo, dan H. Santoso, Karakteristik Gambut Topogen dan Ombrogen di Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Ultra untuk Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 16 (3):

ANALISIS FINANSIAL DAN KEUNTUNGAN YANG HILANG DARI PENGURANGAN EMISI KARBON DIOKSIDA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

ANALISIS FINANSIAL DAN KEUNTUNGAN YANG HILANG DARI PENGURANGAN EMISI KARBON DIOKSIDA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT ANALISIS FINANSIAL DAN KEUNTUNGAN YANG HILANG DARI PENGURANGAN EMISI KARBON DIOKSIDA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Herman, Fahmuddin Agus 2, dan Irsal Las 2 Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Jalan Salak

Lebih terperinci

Seminar Gelar Teknologi Kehutanan, 19 Nov. 2009

Seminar Gelar Teknologi Kehutanan, 19 Nov. 2009 Studi Kasus Pendugaan Emisi Karbon di Lahan Gambut Kasus untuk Kabupaten Kubu Raya dan Kab. Pontianak, Kalimantan Barat BBSDLP, Badan Litbangtan Fahmuddin Agus, Wahyunto, Herman, Eleonora Runtunuwu,, Ai

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

Pengelolaan lahan gambut

Pengelolaan lahan gambut Pengelolaan lahan gambut Kurniatun Hairiah Sifat dan potensi lahan gambut untuk pertanian Sumber: I.G.M. Subiksa, Fahmuddin Agus dan Wahyunto BBSLDP, Bogor Bacaan Sanchez P A, 1976. Properties and Management

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari 1 I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari luas tersebut merupakan gambut subtropika dan sisanya merupakan gambut tropika (Page et al., 2008;

Lebih terperinci

CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT

CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT Fahmuddin Agus Balai Penelitian Tanah, Jln. Ir H Juanda No. 98, Bogor PENDAHULUAN Dalam perdebatan mengenai perubahan iklim, peran lahan gambut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, dimana pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor pertanian terhadap Produk

Lebih terperinci

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011 Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim Surakarta, 8 Desember 2011 BALAI BESAR LITBANG SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI YAN FITRI SIRINGORINGO JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

Setitik Harapan dari Ajamu

Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu: Pelajaran tentang Sukses Pemanfaataan Gambut Dalam untuk Sawit Oleh: Suwardi, Gunawan Djajakirana, Darmawan dan Basuki Sumawinata Departemen Ilmu

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENINGKATAN STOK KARBON PADA LAHAN KRITIS DI KABUPATEN SANGGAU, KALIMANTAN BARAT

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENINGKATAN STOK KARBON PADA LAHAN KRITIS DI KABUPATEN SANGGAU, KALIMANTAN BARAT Analisis Kelayakan Usaha Peningkatan Stok Karbon pada Lahan Kritis di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENINGKATAN STOK KARBON PADA LAHAN KRITIS DI KABUPATEN SANGGAU, KALIMANTAN

Lebih terperinci

226 ZIRAA AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman ISSN

226 ZIRAA AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman ISSN 226 ANALISIS USAHA TANI KELAPA SAWIT DI DESA HAMPALIT KECAMATAN KATINGAN HILIR KABUPATEN KATINGAN (Analysis of oil palm farming in Hampalit Village, Katingan Hilir Sub district, Katingan District) Asro

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Jurnal Galung Tropika, 4 (3) Desember 2015, hlmn. 137-143 ISSN Online 2407-6279 ISSN Cetak 2302-4178 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Analysis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Rumus Emisi CO 2. E = (Ea + Ebb + Ebo Sa) / Δt. Ea = Emisi karena terbakarnya jaringan dipermukaan tanah, misalnya pada waktu pembukaan lahan.

Rumus Emisi CO 2. E = (Ea + Ebb + Ebo Sa) / Δt. Ea = Emisi karena terbakarnya jaringan dipermukaan tanah, misalnya pada waktu pembukaan lahan. Mencuatnya fenomena global warming memicu banyak penelitian tentang emisi gas rumah kaca. Keinginan negara berkembang terhadap imbalan keberhasilan mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu bisnis yang dinilai prospektif saat ini. Karakteristik investasi dibidang perkebunan kelapa sawit teramat berbeda

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan jangka panjang ke dua (PJP II) dan tahun terakhir pelaksanaan Repelita VI. Selama kurun waktu Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI (Studi Kasus: Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan) WANDA ARUAN, ISKANDARINI, MOZART Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara e-mail

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU Umi Pudji Astuti dan Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI JERUK SIAM (CITRUS NOBILIS LOUR) PADA LAHAN KERING DI KECAMATAN TAPIN SELATAN KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI JERUK SIAM (CITRUS NOBILIS LOUR) PADA LAHAN KERING DI KECAMATAN TAPIN SELATAN KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN Jurnal Ziraa ah Vol. 12 Nomor 1: 12-17, Februari 2005, ISSN 1412-1468 ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI JERUK SIAM (CITRUS NOBILIS LOUR) PADA LAHAN KERING DI KECAMATAN TAPIN SELATAN KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan penyokong utama perekonomian rakyat. Sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

Perubahan Iklim dan SFM. Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009

Perubahan Iklim dan SFM. Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009 Perubahan Iklim dan SFM Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009 Dengan menghitung emisi secara netto untuk tahun 2000, perbedaan perkiraan emisi DNPI dan SNC sekitar 8 persen Sekotr lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Dr. Muhammad Syakir, MS Kepala Kongres Nasional VII Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) dan Seminar Pengelolaan Lahan Sub-optimal Secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet Usahatani karet yaitu suatu bentuk usahatani yang dilakukan petani melalui pengusahaan karet. Banyak penelitian yang melakukan penelitian terkait dengan usahatani

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Stok Karbon 4.1.1 Panai Jaya Data stok karbon yang digunakan pada kebun Panai Jaya berasal dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yulianti (2009) dan Situmorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI ej. Agrotekbis 3 (2) : 240 246, April 2015 ISSN : 23383011 ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI Feasibility study on Pineapple Farming at Doda Village, Sigi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Widiarti 1 dan Nurlina 2 Abstrak: Kalimantan Selatan mempunyai potensi untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004). PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia berpotensi menjadi pemasok utama biofuel, terutama biodiesel berbasis kelapa sawit ke pasar dunia. Pada tahun 2006, Indonesia memiliki 4,1 juta

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DI KABUPATEN MEMPAWAH. Universitas Tanjungpura Pontianak.

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DI KABUPATEN MEMPAWAH. Universitas Tanjungpura Pontianak. ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DI KABUPATEN MEMPAWAH ADE IRMAYADI 1), ERLINDA YURISINTHAE 2), ADI SUYATNO 2) 1) Alumni Magister Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci