BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BANK SEBAGAI KREDITUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BANK SEBAGAI KREDITUR"

Transkripsi

1 BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BANK SEBAGAI KREDITUR A. Alasan-Alasan Diberikannya Perlindungan Hukum Terhadap Bank Atas Kredit Yang Diberikannya Dengan Jaminan Hak Tanggungan Salah satu produk yang diberikan oleh Bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya adalah dengan pemberian kredit, dimana hal ini merupakan salah satu fungsi Bank yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Istilah kredit bukan merupakan hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, karena sering dijumpai pada anggota masyarakat yang melakukan jual beli barang secara kredit. Jual beli tersebut tidak dilakukan secara tunai (kontan) tetapi dengan cara mengangsur. Masyarakat pada umumnya mengartikan kredit sama dengan utang, karena setelah jangka waktu tertentu mereka harus membayar lunas. Kata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang berarti kepercayaan akan kebenaran dan apabila dihubungkan dengan Bank, maka terkandung pengertian bahwa pihak Bank selaku kreditur memberikan kepercayaan untuk meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah atau debitur, karena debitur dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan. 43 Dalam pengertian yang lebih luas, kredit dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan suatu pemberian atau mengadakan suatu pinjaman 43 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta: Djambatan, 1996), hlm

2 35 dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada jangka waktu yang telah disepakati. Berdasarkan pengertian kredit di atas, maka intisari pengertian kredit menurut penulis adalah adanya unsur kepercayaan serta pertimbangan untuk saling tolongmenolong. Selain itu, dilihat dari pihak kreditur, unsur penting dalam kegiatan kredit sekarang ini adalah untuk mengambil keuntungan dari modal dengan mengambil kontraprestasi, sedangkan dipandang dari segi debitur, adanya bantuan dari kreditur untuk menutupi kebutuhan berupa prestasi. Hanya saja antara prestasi dan kontraprestasi terdapat suatu masa yang memisahkannya dan kondisi semacam ini mengakibatkan adanya risiko berupa ketidaktentuan, sehingga diperlukan suatu jaminan dalam pemberian kredit tersebut. Kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya untuk merangsang kedua belah pihak yaitu debitur dan kreditur guna pencapaian tujuan dalam pemenuhan kebutuhan baik dalam bidang usaha maupun untuk kebutuhan sehari-hari. Pihak yang memperoleh kredit (debitur) harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi pada kemajuan usahanya tersebut, atau mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya, sedangkan bagi pihak pemberi fasilitas kredit (kreditur), secara material harus mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit, dan secara spiritual mendapatkan kepuasan karena dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan. Suatu kredit mencapai fungsinya, baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat, apabila secara sosial ekonomis membawa pengaruh yang lebih baik.

3 36 Bagi pihak debitur dan kreditur sama-sama memperoleh keuntungan dan mengakibatkan tambahan penerimaan negara dari pajak, serta membawa dampak kemajuan ekonomi yang bersifat mikro maupun makro. Pemberian kredit yang dilakukan oleh Bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya harus dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima kredit serta pihak yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Dalam pemberian kredit ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Bank dalam rangka melindungi dan mengamankan dana masyarakat yang dikelola bank tersebut untuk disalurkan dalam bentuk kredit, yaitu: 1. Harus dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian (prudential banking principles); Di dalam rangka penyaluran kredit kepada perusahaan-perusahaan dan masyarakat untuk kepentingan pembiayaan, maka setiap Bank diwajibkan untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudential banking principles) dalam menyalurkan kredit-kreditnya. Hal ini didasarkan karena resiko yang sangat tinggi dalam melakukan pemberian kredit sebagai usaha utama Bank. Selain itu, kegagalan di bidang kredit dapat berakibat pada terpengaruhinya kesehatan dan kelangsungan usaha Bank itu sendiri. Penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking principles) dalam seluruh kegiatan perbankan merupakan salah satu cara untuk menciptakan perbankan yang sehat, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap perekonomian secara makro. Selain itu, implementasi prinsip

4 37 prudential banking harus diterapkan secara menyeluruh, sehingga tidak hanya menyangkut masalah pemberian kredit, tetapi dimulai saat Bank tersebut didirikan, penentuan manajemen yang memenuhi uji kecukupan dan kelayakan (fit and proper test) yang tidak bersifat seremonial. 2. Harus mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan; 3. Wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan Bank dan masyarakat yang mempercayakan dananya pada bank; 4. Harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Di dalam pemberian kredit telah digunakan prinsip 5 C selama bertahun-tahun dan kenyataannya pada saat ini masih terus dipergunakan, oleh karena prinsip 5 C tersebutlah dijadikan sebagai dasar bagi Bank dalam memberikan kredit kapada nasabahnya. Prinsip ini meliputi: Character (watak) Karakter tidak diragukan lagi adalah faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan jika ingin memberikan kredit. Apabila debitur tidak jujur, curang ataupun incompetence, maka kredit tidak akan berhasil tanpa perlu memperhatikan faktor-faktor lainnya. Orang yang tidak jujur ataupun curang akan selalu mencari jalan untuk mengambil keuntungan. Seseorang yang incompetence menjalankan bisnis tidak diragukan lagi akan menjalankan bisnisnya dengan hlm PM Weaver & CD Kingsley, Banking & Lending Practice, (Sydney: Lawbook Co., 2001),

5 38 buruk, dan hasilnya kredit akan mengandung resiko tinggi. Jika seseorang tidak ingin membayar kembali kreditnya, kemungkinan ia akan mencari jalan untuk menghindari membayar kembali. Untuk itu, penilaian karakter debitur harus ditentukan sejak ia memulai langkah pertama untuk mendapatkan pinjaman. 2. Capacity (Kemampuan) Dalam menentukan karakter, debitur harus mampu menunjukkan kepada Bank bahwa ia adalah orang yang jujur dan dapat diandalkan. Untuk itu dibutuhkan track record dari yang bersangkutan. Tentu saja untuk melakukan hal ini sangat sulit. Di Australia informasi semacam itu dapat didapatkan pada biro kredit, seperti Credit Reference Association of Australia, Ltd. ( CRAA ). CRAA mengelola database yang berisi data kredit baik perorangan maupun perusahaan yang ada di Australia, yang memuat berbagai informasi dari kredit yang telah diajukan, pembayaran yang telat dan juga putusan pengadilan yang berhubungan dengan kredit macet. Lembaga keuangan yang menjadi anggota CRAA berhak untuk untuk mendapatkan informasi tentang si peminjam, dan sebagai imbalannya, mereka harus menyediakan informasi dari pinjaman yang akan diajukan. Di Indonesia informasi tentang nasabah dapat diperoleh melalui sistem informasi kredit yang dimiliki Bank Indonesia, istilah kalangan perbankan dikatakan BI Checking. 45 Namun karena tidak adanya system kenal diri yang berlaku nasional sehingga seorang dapat memiliki identitas diri lebih dari satu informasi itu seringkali tidak akurat. 45 Gatot Supramono, Op. Cit, hlm. 48.

6 39 BI Checking yang dimaksud adalah fasilitas yang sangat berguna sekali bagi para kreditur, dalam hal ini bisa saja Bank Umum atau BPR atau BPR Syariah dan juga Lembaga Keuangan Non Bank lain yang mendaftarkan badan usahanya ke Bank Indonesia sebagai peserta Pelapor Informasi Debitur dan berhak juga untuk meminta BI Checking. BI Checking sendiri sebenarnya adalah berupa Informasi Debitur Individual yang bersumber dari laporan para Bank Pelapor berisikan: a. Data identitas dan pendukung dari Debitur yang menjadi nasabahnya; b. Data informasi kredit atau pembiayaan yang diterima oleh nasabah tersebut berisikan sejarah pencairan, besarnya pencairan, awal kredit dan jatuh temponya, serta yang lebih penting lagi adalah riwayat angsuran yang telah terjadi; c. Data informasi jaminan atau agunan yang disertakan dalam kredit; d. Data informasi neraca dan pengurus bagi Debitur yang berbentuk badan usaha seperti PT atau CV dan Koperasi. 3. Capital (Modal) Modal (capital) berhubungan dengan kekuatan keuangan dari si peminjam. Ada beberapa cara untuk menentukan apakah modal seseorang itu memuaskan. Langkah pertama adalah mendapatkan laporan asset dan passiva dari si peminjam dan harus dipastikan data tersebut akurat. Beberapa lembaga pinjaman mempunyai aturan-aturan pinjaman yang memuat batas ratio maksimal asset dan passiva.

7 40 4. Conditions Conditions dapat dilihat melalui dua kategori, yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal yang akan mempengaruhi peminjam dan kemampuan debitur untuk mengembalikan. Kedua belah pihak baik bank maupun debitur menyusun kontrak yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan kredit, biaya dan bunga. Bank berhak mengetahui tujuan dari pinjaman. Hal ini membantu Bank menilai resiko dari pinjaman, tipe dari produk pinjaman dan keamanan apa yang diperlukan. Bank tidak memberikan kredit untuk tujuan yang illegal misalnya memberikan kredit untuk tujuan yang dapat membahayakan lingkungan. 5. Collateral (agunan) Collateral (agunan) diperlukan untuk menanggung pembayaran kredit macet. Calon debitur umumnya diminta untuk menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya. Agunan berfungsi sebagai jaminan tambahan. Kesulitan Bank dalam melakukan analisis dengan menggunakan prinsip 5 C sebagaimana dikemukakan di atas dapat diantisipasi dengan adanya skim penjaminan atau skim asuransi kredit. Dengan adanya skim tersebut maka Bank lebih mudah menilai risiko kredit yang diberikannya. Dari sisi pandang pihak perbankan, adanya skim penjaminan kredit akan dapat membantu dalam melakukan pengelolaan terhadap risiko terhadap proses pemberian kredit. Fungsi intermediasi akan berjalan secara lebih aman, dimana risiko terjadinya kerugian akibat kemungkinan kredit macet dapat ditekan pada tingkat yang manageable.

8 41 Di dalam rangka pencapaian tujuan ekonomi, maka kredit yang diberikan harus dengan jaminan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang salah satunya adalah membuat perjanjian kredit yang berfungsi memberi batasan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak tersebut. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang diikuti dengan perjanjian penjaminan sebagai perjanjian tambahan. Keduanya dibuat secara terpisah, namun kedudukan perjanjian penjaminan sangat tergantung dari perjanjian pokoknya. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada pihak kreditur, sehingga apabila debitur wanprestasi maka kreditur tetap mendapatkan hak atas piutangnya. Berkaitan dengan jaminan hak tanggungan terhadap kredit yang diberikan oleh kreditur, maka hak tanggungan itu sendiri lahir dengan didahului oleh suatu bentuk perjanjian dasar atau perjanjian pokok yaitu perjanjian utang-piutang antara debitur dengan kreditur. Hubungan hukum antara debitur dan kreditur adalah hubungan perikatan yang sumbernya adalah perjanjian utang piutang, yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban secara timbal balik diantara para pihak. Yang dimaksud dengan hak dan kewajiban secara timbal balik, yaitu: 1. Hak debitur : Menerima uang pinjaman; 2. Kewajiban kreditur : Menyerahkan uang; 3. Hak kreditur : Hak tagih; 4. Kewajiban debitur : Membayar kembali utang dan bunga.

9 42 Setelah jangka waktu yang ditetapkan oleh debitur dan kreditur untuk melunasi utang terlewati, maka kreditur hanya dapat menagih utang tersebut kepada debitur tertentu saja. Hal ini menimbulkan hak pribadi yaitu hak menagih kreditur kepada debitur tertentu. Bukan pada debitur lain karena suatu perjanjian hanya mengikat pihak yang membuatnya sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1315 KUHPerdata dan Pasal 1340 KUHPerdata. Dimana dalam kedua pasal tersebut dijelaskan, bahwa apabila debitur wanprestasi maka kreditur melakukan penyitaan terhadap harta debitur. Hal ini didasarkan pada Pasal 1131 KUHPerdata, mengenai jaminan yang bersifat umum. Jaminan umum mengandung pengertian bahwa semua harta benda milik debitur menjadi jaminan bersama-sama bagi semua krediturnya. Hasil dari penjualan tersebut akan dibagi-bagikan menurut besar kecilnya tagihan (piutang) masing-masing kreditur. Dalam prakteknya sering kreditur merasa tidak puas dengan jaminan secara umum tersebut karena tidak banyak memberikan banyak keistimewaan bagi kedudukan kreditur terutama dalam hal ini Bank sebab mempunyai posisi yang sama dengan kreditur lainnya. 46 Jaminan hutang sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 1131 KUHPerdata tersebut memiliki kelemahan, yaitu kalau hasil penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi semua hutang kepada krediturnya, tiap kreditur akan memperoleh pembayaran sebagian, seimbang dengan jumlah piutang masingmasing J. Satrio, Op. Cit, hlm Boedi Harsono, Op. Cit, hlm. 57.

10 43 Apabila seluruh atau sebagian harta kekayaan tersebut oleh debitur dialihkan kepada pihak lain, maka harta kekayaan yang telah dialihkan itu bukan lagi merupakan jaminan bagi pelunasan hutang debitur. Oleh karena itu kreditur menghendaki adanya benda-benda tertentu milik debitur yang berguna dikemudian hari apabila debitur tidak menepati janjinya (wanprestasi), maka kreditur mempunyai kepastian dan kemudahan untuk melaksanakan haknya terhadap benda-benda tersebut untuk melakukan penjualan benda tersebut. Menurut Pasal 1132 KUHPerdata itu dihubungkan pula dengan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1134 KUHPerdata, maka kreditur yang ditentukan oleh undang-undang yang mempunyai kedudukan yang sama sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1132 KUHPerdata yaitu hak mereka untuk memperoleh pembagian dari hasil penjualan harta kekayaan debitur dalam hal debitur wanprestasi secara seimbang dan proporsional menurut besar kecilnya masing-masing piutang mereka. Oleh karena itu, diperlukan adanya jaminan kebendaan seperti Hak Tanggungan untuk menjamin kepastian pelunasan hutang tersebut. Khusus jaminan kebendaan kreditur berhak untuk didahulukan pemenuhan hutangnya terhadap pembagian hasil eksekusi benda tertentu milik debitur yang dijamin dengan hak kebendaan jura in re aliena. Kreditur pemegang hak kebendaan tersebut, berhak atas pemenuhan terhadap benda lainnya dari debitur bersama-sama dengan kreditur lainnya selaku kreditur bersama (kreditur konkuren). Adapun jura in re aliena yang dimaksud tersebut merupakan suatu hak kebendaan terbatas yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum tertentu di atas suatu kebendaan yang dengan hak

11 44 kebendaan lebih luas atau lebih tinggi tingkatannya. Sementara itu, kreditur konkuren adalah kreditur yang harus berbagi dengan para kreditur lainnya secara proporsional (pari passu), yaitu menurut perbandingan besarnya masing-masing tagihan, dari hasil penjualan harta kekayaan debitur yang tidak dibebani dengan hak jaminan. Kreditur ini memiliki kedudukan yang sama dan berhak memperoleh hasil penjualan harta kekayaan debitur, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari setelah sebelumnya dikurangi dengan kewajiban membayar piutangnya kepada kreditur pemegang hak jaminan dan para kreditur dengan hak istimewa. 48 Pada proses pemberian hak tanggungan, APHT dibuat 2 lembar yang aslinya (in originali), ditandatangani oleh pemberi hak tanggungan yaitu kreditur penerima hak tanggungan dan 2 orang saksi serta PPAT. Dalam pembuatan APHT tidak minut dan tidak juga dibuat salinannya dalam bentuk grosse. Lembar pertama akta tersebut disimpan dikantor PPAT, sedangkan lembar kedua dan satu lembar salinannya yang sudah diparaf oleh PPAT untuk disahkan sebagai salinan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk pembuatan sertipikat hak tanggungan, berikut warkah-warkah yang diperlukan disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan. Menurut ketentuan dalam Pasal 13 ayat (2) disebutkan bahwa penyampaian wajib dilakukan selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah ditandatangani. Penyampaiannya dilakukan dengan cara datang sendiri ke kantor pertanahan atau dikirim dengan pos tercatat ataupun disampaikan melalui penerima hak tanggungan yang bersedia menyerahkannya kepada Kantor Pertanahan. 48 Gunawan Widjaja dan Ahmad yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 92.

12 45 Hak Tanggungan merupakan salah satu jenis jaminan kebendaan sebagaimana telah dijelaskan dimuka, meskipun tidak dijelaskan secara tegas adalah jaminan yang lahir dari perjanjian. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1 sub 1 Undang-Undang Hak Tanggungan. Selanjutnya, apabila membaca lebih lanjut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan dalam rumusan Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 dapat diketahui bahwa pada dasarnya pemberian hak tanggungan hanya dimungkinkan jika dibuat dalam bentuk perjanjian. 49 Pemberian hak tanggungan harus memenuhi syarat sahnya perjanjian. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengatur mengenai syarat sahnya perjanjian. Dengan rumusan yang menyatakan bahwa: Untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat, yaitu: sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Sebagai suatu bentuk perjanjian, maka pemenuhan syarat subyektif pemberian hak tanggungan adalah pemenuhan syarat subyektif sahnya perjanjian. Adanya kesepakatan untuk memberikan hak tanggungan. Kesepakatan dalam perjanjian, pada dasarnya merupakan perwujudan dari kehendak dua pihak atau lebih dalam perjanjian tersebut, mengenai hal-hal yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, mengenai cara melaksanakannya, mengenai saat pelaksanaan, dan mengenai pihak-pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan hal-hal yang telah disepakati tersebut. Dalam perjanjian pemberian hak tanggungan, dengan hanya disetujuinya pemberian hak 49 Kartini Muljadi-Gunawan widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm

13 46 tanggungan secara lisan oleh pemilik kebendaan yang akan dijaminkan dengan Hak Tanggungan, belum melahirkan perikatan atau prestasi atau kewajiban pada diri pemilik kebendaan, yaitu bahwa kebendaannya yang akan dijaminkan dengan Hak Tanggungan tersebut akan dijual untuk melunasi utang debitur yang dijamin tersebut. Pemberian hak tanggungan dengan segala akibat hukumnya, termasuk kewajiban pemberi hak tanggungan untuk merelakan agar benda yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan tersebut disita, dijual dan selanjutnya hasil penjualan kebendaan dijaminkan dengan Hak Tanggungan tersebut agar dipergunakan untuk melunasi utang debitur yang dijamin, baru lahir, dan mengikat pemilik kebendaan yang akan dijaminkan dengan Hak Tanggungan, manakala telah dibuat Akta Pemberian Hak Tanggungan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 10 sub (1) dan (2) Undang-Undang Hak Tanggungan. Pemberian hak tanggungan itu sendiri baru mengikat pihak ketiga, manakala pemberian hak tanggungan tersebut didaftarkan dan diumumkan. Saat pendaftaran dan pengumuman itulah merupakan berlakunya Hak Tanggungan sebagai hak kebendaan. Terhadap pendaftaran dan pengumuman tersebut, sebagai bukti keberadaan Hak Tanggungan tersebut, bagi penerima hak tanggungan dikeluarkanlah Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Hak Tanggungan. Dengan demikian, jelaslah bahwa perjanjian pemberian hak tanggungan sebagai suatu perjanjian formal, yang mensyaratkan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

14 47 Di dalam perjanjian pemberian jaminan Hak Tanggungan, kreditur tidak berkepentingan terhadap pemberian jaminan kebendaan dalam bentuk Hak Tanggungan tersebut, melainkan terhadap kebendaan yang dijadikan sebagai jaminan kebendaan dalam bentuk Hak Tanggungan tersebut. Sebagai suatu bentuk perjanjian yang merupakan ikutan terhadap perikatan pokok yang mendahuluinya, sebagaimana yang diuraikan dalam Pasal 1 sub 1 Undang-Undang Hak Tanggungan bahwa keabsahan dan eksistensi dari Hak Tanggungan yang diberikan dengan perjanjian pemberian hak tanggungan bergantung sepenuhnya pada keabsahan atau eksistensi dari perikatan pokok yang pembayaran utangnya dijamin dengan Hak Tanggungan tersebut. Jadi tidak mungkin dalam suatu perjanjian pemberian hak tanggungan dapat terjadi kekhilafan mengenai hakikat dari kebendaan yang dijaminkan tersebut, atau yang berhubungan dengan piutang yang dijamin dengan hak tanggungan tersebut. Mengenai eksistensi hak tanggungan dalam hubungannya dengan eksistensi perikatan pokok yang mendasari keberadaan Hak Tanggungan tersebut, dalam Pasal 18 sub (1) butir a Undang-Undang Hak Tanggungan dikatakan bahwa Hak Tanggungan hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan. Berkenaan dengan perlindungan hukum, maka secara umum keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan antar anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dapat dijaga kepentingannya. Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia yang berbentuk norma atau kaedah. Hukum

15 48 sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mengandung isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang, dan normatif karena menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaedah. 50 Wujud dari peran hukum dalam masyarakat adalah memberikan perlindungan hukum kepada anggota masyarakat yang kepentingannya terganggu. Persengketaan yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan menurut hukum yang berlaku, sehingga dapat mencegah perilaku main hakim sendiri. Tujuan pokok hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, sehingga terwujud kehidupan yang seimbang. Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang bersangkutan akan merasa aman. Artinya bahwa dalam hal ini bahwa hukum itu sendiri bertujuan agar tercapainya ketertiban dalam masyarakat sehingga diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi untuk mencapai tujuannya dan bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan hlm Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2003),

16 49 dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengutamakan pemecahan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum dalam arti sempit adalah sesuatu yang diberikan kepada subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum, baik yang bersifat preventif maupun represif, serta dalam bentuk yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain, perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu ketenteraman bagi segala kepentingan manusia yang ada di dalam masyarakat sehingga tercipta keselarasan dan keseimbangan hidup masyarakat. Sedangkan perlindungan hukum dalam arti luas adalah tidak hanya diberikan kepada seluruh makhluk hidup maupun segala ciptaan Tuhan dan dimanfaatkan bersama-sama dalam rangka kehidupan yang adil dan damai. Sementara itu, berbicara mengenai Hak Tanggungan adalah berbicara mengenai kegiatan perkreditan modern yang memberikan perlindungan dan kedudukan istimewa kepada kreditur tertentu sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan. Sehingga dengan demikian, adapun alasanalasan diberikannya perlindungan hukum terhadap Bank sebagai kreditur atas kredit yang diberikannya dengan jaminan Hak Tanggungan, disebabkan karena adanya asasasas yang mendasarinya sebagai akibat dari perlindungan hukum yang diberikan tersebut, yakni di antaranya yaitu:

17 50 1. Droit De Preference Hukum mengenai perkreditan modern yang dijamin dengan Hak Tanggungan mengatur perjanjian dan hubungan utang-piutang tertentu antara kreditur dan debitur, yang meliputi hak kreditur untuk menjual lelang harta kekayaan tertentu yang ditunjuk secara khusus sebagai jaminan dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, jika debitur cidera janji. Dalam mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut kreditur pemegang hak tanggungan mempunyai hak mendahulu (droit de preference) Droit De Suite Hak Tanggungan juga tetap membebani obyek hak tanggungan di tangan siapapun benda tersebut berada. Ketentuan ini berarti, bahwa kreditur pemegang hak tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain (Droit de suite). Apabila seluruh atau sebagian harta kekayaan tersebut telah dipindahkan kepada pihak lain, karena bukan lagi kepunyaan debitur, bukan lagi merupakan jaminan bagi pelunasan piutang krediturnya Jaminan Umum Pasal 1131 KUHPerdata Dua kedudukan istimewa yang ada pada pemegang hak tanggungan tersebut mengatasi dua kelemahan perlindungan yang diberikan secara umum kepada setiap kreditur oleh Pasal 1131 KUHPerdata. Menurut pasal tersebut seluruh harta 51 Boedi Harsono, Op. Cit, hlm Ibid.,

18 51 kekayaan debitur merupakan jaminan bagi pelunasan utangnya kepada semua krediturnya. Kalau hasil penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi piutang semua krediturnya, tiap kreditur hanya memperoleh pembayaran sebagian seimbang dengan jumlah piutangnya masing-masing. 4. Kepailitan Pemberi Hak Tanggungan Selain kedudukan istimewa yang disebut di atas, menurut Pasal 21 Undang- Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996, yakni apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit, kreditur pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hal yang diperolehnya menurut Undang-Undang Hak Tanggungan. Ini berarti bahwa obyek hak tanggungan tidak termasuk dalam boedel kepailitan, sebelum kreditur mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan benda yang bersangkutan. Yang dinyatakan pailit adalah pemberi hak tanggungan yaitu pihak yang menunjuk harta kekayaannya sebagai jaminan. Pemberi hak tanggungan tidak selalu debitur sebagai pihak yang berutang tetapi bisa juga pihak lain. 5. Hak Tanggungan Tidak Dapat Dibagi-Bagi Ketentuan yang juga memberikan kedudukan istimewa kepada kreditur pemegang hak tanggungan adalah sifat Hak Tanggungan yang tidak dapat dibagi-bagi, jika dibebankan atas lebih dari satu obyek, seperti dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1). Hak Tanggungan yang bersangkutan membebani obyek-obyek tersebut masingmasing secara utuh. Jika kreditnya dilunasi secara angsuran, Hak Tanggungan yang bersangkutan tetap membebani setiap obyek untuk sisa utang yang belum dilunasi.

19 52 6. Kemudahan dan Kepastian dalam Eksekusi Keistimewaan lain adalah bahwa Hak Tanggungan itu mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitur cidera janji tidak perlu ditempuh acara gugatan perdata biasa, yang memakan waktu dan biaya. Bagi kreditur pemegang hak tanggungan disediakan acara khusus yang diatur dalam Pasal 20 Undang- Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996, yaitu menggunakan haknya menjual obyek jaminan hak tanggungan melalui pelelangan umum berdasarkan Pasal 6 atau ditempuh apa yang dikenal sebagai Parate Executie Kepastian Tanggal Kelahiran Hak Tanggungan Ketentuan mengenai kepastian tanggal lahirnya Hak Tanggungan yang diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 dan penentuan batas waktunya dilakukannya berbagai perbuatan hukum dalam rangka pembebanan hak tanggungan. Berkaitan dengan asas-asas tersebut di atas, maka di dalam suatu perjanjian kredit yang dilakukan antara pihak kreditur dan debitur, tidak menutup risiko adanya tindakan wanprestasi dari pihak debitur, sehingga diperlukan jaminan kebendaan guna menjamin pelunasan piutang debitur. Jaminan yang paling banyak digunakan umumnya adalah hak atas tanah yang ketentuannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, dimana Undang-Undang ini memberikan perlindungan hukum khususnya bagi pemegang hak tanggungan apabila di kemudian hari debitur 53 Ibid.

20 53 cidera janji atau tidak memenuhi kewajibannya, dan perlindungan hukum yang diberikan tersebut adalah berdasarkan asas-asas sebagaimana diuraikan tersebut di atas. Kreditur pemegang hak tanggungan mempunyai hak mendahulu daripada kreditur-kreditur yang lain (droit de preference) untuk mengambil pelunasan dari penjualan tersebut. Kemudian Hak Tanggungan juga tetap membebani obyek hak tanggungan ditangan siapapun benda itu berada, ini berarti bahwa kreditur pemegang hak tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain (droit de suite). Dalam hal terjadinya pengalihan barang jaminan kepada pihak lain tanpa seizin pihak kreditur, maka kreditur dapat mengajukan action pauliana, yakni hak dari kreditur untuk membatalkan seluruh tindakan kreditur yang dianggap merugikan. B. Perlindungan Negara Yang Diberikan Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Sebagai Debitur Sistem hukum Indonesia telah memberikan pengaturan berkenaan dengan hubungan-hubungan hukum terutama dalam pemberian atau penetapan hak-hak atas tanah yang merupakan wewenang negara yang diselenggarakan oleh pemerintah yang saat ini diemban oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan prosedur yang ditentukan dalam ketentuan perundang-undangan. Terhadap pemberian atau penetapan hak-hak atas tanah termasuk dalam setiap penyelesaian masalah pertanahan tersebut, dimaksudkan sebagai upaya untuk pemberian jaminan kepastian

21 54 hukum bagi pemegang haknya. Untuk dapat diberikan jaminan kepastian hukum dan legitimasi dari negara, maka setiap penguasaan dan pemanfaatan atas tanah termasuk dalam penanganan masalah pertanahan harus didasarkan pada hukum dan diselesaikan secara hukum (yuris-teknis). Secara yuridis formal, pengaturan lebih konkrit mengenai pendaftaran tanah dapat ditemukan pada Pasal 19 UUPA yang mengamanatkan kepada pemerintah agar di seluruh wilayah Indonesia dilaksanakan pendaftaran tanah, dengan tujuan mencapai kepastian hukum. Sebagai penjabaran lebih lanjut ketentuan ini, diterbitkan PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dan kemudian diperbarui dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dengan pertimbangan penyesuaian dengan tuntutan dan perkembangan akan kepastian hukum hak atas tanah. Berdasarkan pengertian pada Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Adapun yang dimaksud Pasal 19 ayat (2) huruf c pada Undang-Undang Pokok Agraria dalam pengertian sertipikat, yaitu pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan, dikatakan demikian karena selama tidak ada bukti lain yang membuktikan ketidakbenarannya, kecuali dibuktikan

22 55 sebaliknya oleh Pengadilan, maka keterangan yang ada dalam sertipikat harus dianggap benar, dengan tidak perlu bukti tambahan sedangkan alat bukti lain tersebut hanya dianggap sebagai alat bukti permulaan dan harus dikuatkan oleh alat bukti yang lainnya. Dengan demikian, sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai macam hak, subyek hak maupun tanahnya. Penerbitan sertipikat dan diberikan kepada yang berhak dimaksudkan agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan haknya. Sedangkan fungsi sertipikat adalah sebagai alat pembuktian kepemilikan hak atas tanah. Hal ini lebih diperkuat lagi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dalam ketentuan Pasal 32 yang menyebutkan bahwa: a. Ayat (1) : Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam Surat Ukur dan Buku Tanah hak yang bersangkutan; b. Ayat (2) : Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut. Ketentuan Pasal 32 tersebut adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan menjadi tampak dan dirasakan arti praktisnya

23 56 sungguhpun sistem publikasi yang digunakan adalah sistem negatif bertendensi positif. 54 Khususnya pada ayat (2) Pasal 32 tersebut bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertipikat atas nama seseorang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertipikat itu dia tidak menuntut/mengajukan gugatan pada pengadilan mengenai penguasaan hak atas atau penerbitan sertipikat tersebut. Jadi, sertipikat hak atas tanah adalah salinan buku tanah dan surat ukur tersebut kemudian dijilid menjadi satu dengan sampul yang telah ditetapkan bentuknya, sehingga terciptalah sertipikat hak atas tanah. Hal-hal yang dapat dibuktikan dalam sertipikat hak atas tanah tersebut adalah: 1. Jenis hak atas tanah; 2. Pemegang hak; 3. Keterangan fisik tentang tanah; 4. Beban di atas tanah; Jelaslah apabila seseorang memiliki sertipikat hak atas tanah akan merasa terjamin akan kepastian hak atas tanah yang dimiliknya, sebab apabila terjadi pelanggaran atas tanah hak miliknya maka pemilik tanah dapat menuntut haknya kembali. Di dalam sistem kegiatan perbankan antara debitur dengan kreditur, maka terdapat suatu aliran kas yang disebut dengan cash flow. Dimana cash flow tersebut adalah merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan dalam suatu periode tertentu. Cash flow menggambarkan berapa uang yang masuk (cash in) ke 54 Boedi Harsono, Op. Cit, hlm. 482.

24 57 perusahaan dan jenis-jenis pemasukan tersebut. Cash flow juga menggambarkan berapa uang yang keluar (cash out) serta jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Di dalam cash flow semua data pendapatan yang akan diterima dan biaya yang akan dikeluarkan baik jenis maupun jumlahnya diestimasi sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kondisi pemasukan dan pengeluaran di masa yang akan datang. 55 Sehingga dengan demikian, arus kas yang dimaksud adalah merupakan jumlah uang yang masuk dan keluar dalam suatu perusahaan, mulai dari investasi dilakukan sampai dengan berakhirnya investasi tersebut. Dalam hal ini bagi investor yang terpenting adalah berapa kas bersih yang diterima dari uang yang diinvestasikan di suatu usaha. Pentingnya kas akhir bagi investor jika dibandingkan dengan laba yang diterima perusahaan, dikarenakan: Kas diperlukan untuk memenuhi kebutuhan uang tunai sehari-hari; 2. Kas digunakan untuk membayar semua kewajiban yang jatuh tempo; 3. Kas juga digunakan untuk melakukan investasi kembali. Adapun jenis-jenis cash flow yang dikaitkan dengan suatu usaha, terdiri dari: 57 a. Initial cash flow atau lebih dikenal dengan kas awal yang merupakan pengeluaran-pengeluaran pada awal periode untuk investasi; b. Operasional cash flow merupakan kas yang diterima atau dikeluarkan pada saat operasi usaha, seperti penghasilan yang diterima dan pengeluaran yang dikeluarkan pada suatu periode; 55 Kasmir dan Jakfar, Studi Kelayakan Bisnis, Edisi Kedua, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003), hlm Ibid. 57 Ibid.

25 58 c. Terminal cash flow merupakan uang kas yang diterima pada saat usaha tersebut berakhir. Berkenaan dengan perlindungan hukum, maka adapun perlindungan yang diberikan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) kepada debitur adalah sebagai berikut: 1. Roya Partial (Pasal 2 Ayat (2) UUHT) Menurut Pasal 2 Ayat (2) UUHT, apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, maka dalam APHT yang bersangkutan dapat diperjanjikan bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi. Penghapusan atau roya Hak Tanggungan secara sebagian-sebagian tersebut disebut Roya Partial. Untuk berlakunya ketentuan mengenai Roya Partial ini, harus diperjanjikan didalam APHT yang bersangkutan Asas Spesialitas (Pasal 11 Ayat (1) UUHT) Adapun yang dimaksud dengan Asas Spesialitas adalah bahwa dalam APHT harus disebutkan secara jelas mengenai pencantuman nama dan identitas para pihak, domisili para pihak, penunjukan secara jelas utang-utang yang dijamin, nilai 58 Boedi Harsono, Op. Cit, hlm. 483.

26 59 tanggungan dan uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan ( Pasal 11 Ayat (1) UUHT ). Asas Spesialitas ini untuk menjamin kepastian jumlah utang, kepastian nilai tanggungan dan kepastian mengenai obyek yang dijadikan jaminan. Kepastian mengenai jumlah utang ini akan terkait dengan nilai tanggungan. Nilai tanggungan pada hakekatnya merupakan kesepakatan mengenai sampai sejumlah berapa pagu atau batas jumlah utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu. Utang tersebut bisa kurang, bisa juga lebih besar dari nilai tanggungan yang disepakati. Kalau utang yang sebenarnya lebih besar, maka yang dijamin secara khusus dengan Hak Tanggungan terbatas sebesar nilai tanggungan yang dicantumkan di dalam APHT. Untuk utang selebihnya, pelunasan piutangnya dijamin dengan jaminan umum menurut Pasal 1131 KUHPerdata yang berarti tidak memberikan kedudukan diutamakan (Droit de Preference) kepada kreditur pemegang Hak Tanggungan tersebut Janji yang dilarang/vervalbeding (Pasal 12 UUHT) Maksud dari ketentuan tersebut adalah bahwa kreditur dalam APHT tidak diperkenankan untuk memperjanjikan, bahwa kalau debitur wanprestasi, benda jaminan otomatis (tanpa melalui pelelangan umum) menjadi milik kreditur. 60 Larangan pencantuman janji yang demikian, dimaksudkan untuk melindungi debitur, 59 Ibid. 60 J. Satrio, Op. Cit, hlm. 134.

27 60 agar dalam kedudukan yang lemah dalam menghadapi kreditur karena dalam keadaan sangat membutuhkan utang terpaksa menerima janji dengan persyaratan yang berat dan merugikan baginya. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan dilarang melepaskan haknya atas objek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan. Janji ini memberikan perlindungan kepada kreditur yaitu adanya jaminan debitur tidak akan melepaskan haknya begitu saja atas objek Hak Tanggungan tanpa persetujuan kreditur, sehingga debitur tetap berkewajiban melunasi hutangnya kepada kreditur. Hak Tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji-janji tertentu sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT. Janji-janji tersebut dicantumkan dalam akta pemberian hak tanggungan yang bersangkutan. Objek hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh pemegang hak tanggungan bila debitur cidera janji. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki objek hak tanggungan apabila debitur cidera janji, batal demi hukum, sebagaimana ketentuan yang tercantum pada Pasal 12 UUHT. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada debitur yang berada dalam posisi yang lemah dalam menghadapi pihak kreditur. 4. Penjualan di bawah tangan (Pasal 20 Ayat (2) UUHT) Penjualan obyek Hak Tanggungan di bawah tangan artinya penjualan yang tidak melalui pelelangan umum. Pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan melalui pelelangan umum, karena dengan cara demikian diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk obyek Hak Tanggungan yang dijual. Dalam keadaan

28 61 tertentu apabila melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi, atas kesepakatan pemberi dan penerima Hak Tanggungan serta dengan dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang disebut dalam Pasal 20 Ayat (3) UUHT, dimungkinkan eksekusi dilakukan dengan cara penjualan obyek Hak Tanggungan secara di bawah tangan, jika dengan cara demikian akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. 61 Penjualan di bawah tangan dari obyek Hak Tanggungan hanya dapat dilaksanakan apabila debitur menyetujuinya. Dengan persetujuan dari debitur tersebut, berarti debitur telah memperkirakan bahwa penjualan obyek Hak Tanggungan secara di bawah tangan akan diperoleh harga yang lebih tinggi daripada obyek Hak Tanggungan tersebut dijual melalui pelelangan umum, sehingga hal ini akan menguntungkan debitur dan akan lebih menjamin pelunasan piutangnya kreditur. 5. Pencoretan Hak Tanggungan (Pasal 22 UUHT) Apabila Hak Tanggungan hapus (Pasal 18 Ayat (1) UUHT), maka perlu dilakukan pencoretan (roya), artinya pencoretan adanya beban Hak Tanggungan tersebut pada Buku Tanah hak atas tanah dan sertipikatnya. Jika tidak demikian, maka masyarakat umum tidak akan mengetahui posisi hapusnya Hak Tanggungan, sehingga akan terdapat kesulitan untuk mengalihkan atau membebani kembali tanah tersebut Boedi Harsono, Op. Cit, hlm Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Edisi Revisi dengan UUHT, (Semarang: FH UNDIP, 2001), hlm. 83.

29 62 Pencoretan Hak Tanggungan atau biasa disebut roya, merupakan tindakan administratif yang perlu dilakukan agar data mengenai tanah selalu sesuai dengan kenyataan yang ada. Hak Tanggungan hapus bukan karena ada roya, tetapi justru karena Hak Tanggungan sudah hapus, maka ia perlu diikuti dengan pengroyaan, yaitu pencoretan catatan beban Hak Tanggungan pada Buku Tanah dan serpifikat hak atas tanah yang bersangkutan. 63 Dengan dilakukannya pencoretan catatan Hak Tanggungan oleh Kantor Pertanahan sehubungan dengan hapusnya Hak Tanggungan tersebut, maka pihak ketiga yang berkepentingan akan mengetahui bahwa Hak Tanggungan itu telah hapus, sehingga debitur atau pemberi Hak Tanggungan dapat dengan mudah untuk mengalihkan atau membebani kembali tanah tersebut. C. Kedudukan Kreditur Dalam Penjaminan Dengan Hak Tanggungan Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum perikatan yang diatur di dalam Buku III KUHPerdata. Dikatakan salah satu sumber hukum perikatan karena sumber hukum perikatan bukan hanya perjanjian, akan tetapi masih ada sumber hukum lainnya yaitu Undang-Undang, Yurisprudensi, hukum tertulis dan tidak tertulis dan ilmu pengetahuan hukum. Berkenaan dengan hal tersebut, maka dalam hal ini perjanjian kredit adalah merupakan salah satu jenis daripada perjanjian. 63 J. Satrio, Op. Cit, hlm

30 63 Istilah kredit berasal dari bahasa romawi yaitu credere, yang berarti kepercayaan. 64 Jadi, dasar kredit adalah kepercayaan/keyakinan dari kreditur bahwa pihak lain pada masa yang akan datang sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan. Kredit juga bisa diartikan penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara Bank dan lain pihak, dalam hal pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan. Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditanda tangani Bank dan Debitur, maka tidak ada pemberian kredit tersebut. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara Bank dengan Debitur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua pihak sehubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit (pinjam uang). Di dalam hal meminjam uang, utang yang terjadi karena hanyalah terdiri atas jumlah utang yang disebutkan dalam perjanjian, apabila sebelum saat pelunasan terjadi suatu kenaikan/kemunduran harga (nilai) atau ada perubahan mengenai berlakunya mata uang, maka pengembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata uang yang berlaku pada waktu pelunasan, dihitung menurut harganya (nilainya) yang berlaku pada saat itu (Pasal 1756 KUHPerdata). Dengan demikian, maka untuk menetapkan jumlah uang yang terutang, kita harus berpangkal pada jumlah yang disebutkan dalam perjanjian H. Salim HS, Op. Cit, hlm R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 176.

31 64 Berkenaan dengan perlindungan hukum, maka yang dimaksud dengan perlindungan hukum itu sendiri adalah suatu jaminan yang diberikan oleh negara kepada semua pihak untuk dapat melaksanakan hak dan kepentingan hukum yang dimilikinya dalam kapasitasnya sebagai subyek hukum. 66 Sehingga dari pengertian tersebut dapat dirumuskan unsur-unsur yang terkandung di dalam pengertian perlindungan hukum, yaitu: 1. Suatu jaminan yang diberikan oleh negara; 2. Kepada semua pihak; 3. Untuk dapat melaksanakan hak dan kepentingan hukum yang dimilikinya; 4. Dalam kapasitasnya sebagai subyek hukum. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum adalah suatu jaminan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam bentuk Peraturan Perundang-undangan (UUHT) kepada kreditur, debitur dan pihak ketiga untuk dapat melaksanakan suatu kewenangan melakukan perbuatan yang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum yang sengaja dikehendaki (memberikan Hak Tanggungan, menerima Hak Tanggungan dan lain-lain) dan keperluan atau kebutuhan yang diatur oleh hukum (misalnya, kreditur atau penerima Hak Tanggungan adalah menjadi kreditur Preference yang mempunyai hak mendahulu dari kreditur-kreditur lainnya untuk pelunasan piutangnya, apabila debitur cidera janji) dalam kapasitasnya (daya tampungnya) sebagai manusia (perseorangan atau lebih) atau Badan Hukum dalam mengemban hak dan kewajiban berdasarkan hukum. 66 Junita Eko Setiyowati, Perlindungan Hukum Peserta Bagi Hasil di Suatu Perusahaan, (Bandung, 2003), hlm. 13.

32 65 Adapun perlindungan yang diberikan oleh UUHT kepada kreditur atau Penerima Hak Tanggungan adalah sebagai berikut: 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur pemegang Hak Tanggungan / Droit de Preference (Pasal 1 Angka (1) UUHT) Menurut Penjelasan Umum UUHT pada Angka 4, yang dimaksud dengan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur pemegang Hak Tanggungan yaitu jika debitur cidera janji, maka kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual tanah yang dijadikan jaminan (Obyek Hak Tanggungan) melalui pelelangan umum, dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur lainnya. Pasal 1 Angka (1) jo Penjelasan Umum UUHT tersebut merupakan perlindungan khusus bagi kreditur atau penerima Hak Tanggungan di samping perlindungan umum yang diberikan oleh Pasal 1131 KUHPerdata. Pasal 1131 KUHPerdata menetapkan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Ini berarti bahwa semua kekayaan seseorang dijadikan jaminan untuk semua kewajibannya, yaitu semua utangnya. Inilah yang oleh hukum Jerman dinamakan haftung. Apabila seseorang mempunyai suatu utang, maka jaminannya adalah semua kekayaannya. Kekayaan ini dapat disita dan dilelang dan dari hasil pelelangan ini dapat diambil suatu jumlah untuk membayar utangnya kepada kreditur R. Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989), hlm. 11.

33 66 Hak jaminan disini tidak memberikan kewenangan bagi yang berhak untuk mempergunakan nikmat yang dihasilkan kebendaan, tetapi hanya memberikan kepada yang berhak kewenangan untuk menguasai benda sebagai pendukung nilai yang berupa uang, hanya memberikan jaminan (zekerheid) bagi pemenuhan suatu prestasi yang berupa sejumlah uang. 68 Selanjutnya Pasal 1132 KUHPerdata menegaskan bahwa: Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Dengan demikian, apabila seorang debitur mempunyai beberapa kreditur, maka kedudukan para kreditur adalah sama (asas paritas creditorium). Jika kekayaan debitur itu tidak cukup untuk melunasi hutanghutangnya, maka para kreditur itu dibayar berdasarkan asas keseimbangan, yaitu masing-masing memperoleh piutangnya seimbang dengan piutang kreditur lain. Jadi dalam pasal tersebut terkandung adanya kesamaan hak para kreditur atas harta kekayaan debiturnya. 69 Menurut Prof. Boedi Harsono, jaminan umum yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata mempunyai dua kelemahan, yaitu: Pertama, kalau hasil penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi piutang semua krediturnya, maka tiap kreditur hanya memperoleh pembayaran sebagian seimbang dengan jumlah 68 Purwahid Patrik dan Kashadi, Op. Cit, hlm Ibid.

34 67 piutangnya masing-masing. Jadi dalam hal ini tidak ada kedudukan kreditur yang didahulukan (droit de preference). Kedua, kalau seluruh atau sebagian harta kekayaan tersebut telah dipindahkan kepada pihak lain, karena bukan lagi kepunyaan debitur, bukan lagi merupakan jaminan bagi pelunasan piutang kreditur. 70 Di dalam hal-hal tertentu, adakalanya seorang kreditur menginginkan untuk tidak berkedudukan sama dengan kreditur-kreditur lain. Karena kedudukan sama dengan kreditur-kreditur lain itu berarti mendapatkan hak yang berimbang dengan kreditur-kreditur lain dari hasil penjualan harta kekayaan debitur, apabila debitur cidera janji, sebagaimana menurut ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata dan Pasal 1136 KUHPerdata. Kedudukan yang berimbang itu tidak memberikan kepastian akan terjaminnya pengembalian piutangnya. Kreditur yang bersangkutan tidak akan pernah tahu akan adanya kreditur-kreditur lain yang mungkin muncul dikemudian hari. Makin banyak kreditur dari debitur yang bersangkutan, makin kecil pula kemungkinan terjaminnya pengembalian piutang yang bersangkutan apabila karena sesuatu hal debitur menjadi berada dalam keadaan insolvensi (tidak mampu membayar utang-utangnya). Dan sebagai akibatnya, kemungkinan dinyatakan oleh pengadilan, debitur itu jatuh pailit dan harta kekayaannya dilikuidasi. Pengadaan hak-hak jaminan oleh Undang-Undang, seperti Hipotik dan Gadai, adalah untuk 70 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Djambatan,, 1999), hlm

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit 1. Pengertian Bank Membicarakan bank, maka yang terbayang dalam benak kita adalah suatu tempat di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan terutama pembangunan secara fisik, dana selalu merupakan masalah baik bagi pengusaha besar, menengah ataupun kecil. Dalam hal ini jasa perbankan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan ekonomi diperlukan tersedianya dana, salah satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan permohonan kredit yang diberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian merupakan landasan utama yang menopang kehidupan dari suatu negara. Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2 1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan disegala bidang ekonomi oleh masyarakat memerlukan dana yang cukup besar. Dana tersebut salah satunya berasal dari kredit dan kredit

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan A. Latar Belakang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) menyebutkan bahwa titik berat pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam mengupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada BAB I PENDAHULUAN Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada umumnya, Perjanjian Pinjam Meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional dapat menciptakan dan menjadikan masyarakat Indonesia menuju kearah

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D101 07 022 ABSTRAK Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara tentu memerlukan suatu pembangunan untuk menjadi suatu Negara yang maju. Pembangunan yang dilaksanakan Bangsa Indonesia mengacu pada salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT 34 BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pemberian Kredit Pada Bank Hak Tanggungan adalah salah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH.

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH. PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH. 11010112420124 Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan

Lebih terperinci

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Tinjauan Hukum Hak Milik Atas Tanah Sebagai Objek Hak tanggungan Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam lalu lintas bisnis dapatlah dianggap sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik Pemerintah maupun masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Sebelum lahirnya UUHT, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Perjanjian Kredit a. Pengertian Perjanjian Kredit Secara etimologi kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan masyarakat, dalam hal ini

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun bukan berarti didalam suatu perjanjian kredit tersebut tidak ada risikonya. Untuk menghindari wanprestasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, PERJANJIAN JAMINAN DAN HAK TANGGUNGAN. 1. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, PERJANJIAN JAMINAN DAN HAK TANGGUNGAN. 1. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, PERJANJIAN JAMINAN DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Tentang Perjanjian Kredit 1. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya Sesuai dengan ketentuan Pasal 1313 Kitab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 KAJIAN YURIDIS ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH 1 Oleh: Gabriella Yulistina Aguw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana berlakunya asas pemisahan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SKRIPSI Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri Universitas Andalas

SKRIPSI Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri Universitas Andalas SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR DALAM HAL TERJADI PERUBAHAN STATUS HAK ATAS TANAH YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN ((Studi di PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Tbk) SKRIPSI Skripsi Diajukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya Pemberian Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan 28 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN KE-DUA (II) DAN BERIKUTNYA SEBAGAI PERPANJANGAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN PERTAMA (I) YANG TELAH BERAKHIR JANGKA WAKTU

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting bagi masyarakat, terutama dalam aktivitas di dunia bisnis. Bank juga merupakan lembaga yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI Airlangga ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci