BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gua merupakan lubang alami bawah tanah yang dapat dimasuki oleh manusia (Union International de Speleologie, dalam Stasiun Nol, 2005: 1). Setiap gua memiliki ciri khas yang berbeda. Ciri khas tersebut dapat dilihat dari morfologi gua, faktor hidrologi, dan sejarah gua tersebut. Hal tersebut membuat manusia tertarik untuk melakukan penelusuran. Kegiatan penelusuran gua semakin marak di Indonesia (Suryono, 2013). Kegiatan ini tidak hanya dilakukan oleh penggiat alam, tetapi juga oleh wisatawan. Hal ini terkait dibukanya obyek-obyek wisata penelusuran gua. Setiap penelusuran gua mempunyai resiko walaupun dengan bentuk gua yang sederhana dan aman, bahkan dilakukan oleh ahli penelusuran gua. Selain ancaman dari dalam gua, para pelaku penelusuran gua juga dihadapkan pada ancaman dari daerah permukaan. Ancaman tersebut adalah faktor hidrologi dari daerah permukaan. Hal ini disebabkan pada proses pembentukan gua sangat tergantung pada aktifitas hidrologi. Banjir kiriman dari sungai yang mengalir dapat mengancam jiwa bagi para caveman. Pada musim hujan beberapa tahun yang lalu terjadi kecelakaan yang disebabkan oleh hal tersebut. Beberapa kecelakaan tersebut memakan korban baik wisatawan maupun penggiat alam, yaitu : 1. Banjir di Gua Seplawan, Kulonprogo, 30 Desember 2012, 2 orang penggiat alam terjebak, selamat. 2. Banjir di Gua Sriti, Kabupaten Gunung Kidul, 2 Maret 2013, 6 orang wisatawan terjebak, selamat. 3. Banjir di Gua Kiskendo, Kendal, Jawa Tengah, 10 Maret 2013, 2 orang penggiat alam tewas. 4. Banjir di Gua Serpeng 2, Kabupaten Gunung Kidul, 19 Maret 2013, 3 orang penggiat alam tewas (Suryono, 2013). 1

2 Beberapa peristiwa kecelakaan tersebut harus menjadi perhatian mengingat potensi kecelakaan akan terus ada. Oleh sebab itu, harus ada early warning system sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Early warning system tersebut akan meningkatkan rasa keamanan dan kenyamanan bagi pengunjung. Salah satu contohnya adalah dengan memasang papan duga muka air pada lorong masuk gua. Setiap gua perlu dipasang papan duga muka air untuk memberikan informasi ketinggian muka air. Informasi tersebut dijadikan salah satu pertimbangan untuk memperbolehkan pengunjung melakukan penelusuran gua. Papan duga tinggi muka air maksimum tersebut dapat dibuat berdasarkan informasi beda tinggi permukaan gua. Informasi tersebut dapat diperoleh dari data pemetaan situasi dan pengukuran penampang gua. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pemetaan situasi dan pengukuran penampang gua agar dapat dibuat papan duga ketinggian muka air gua. Lokasi yang dijadikan obyek kegiatan adalah gua Sriti. Gua Sriti merupakan gua wisata dengan ketersediaan air yang cukup banyak. Ketersediaan air tersebut menyebabkan proses pertumbuhan stalaktit dan stalagtit akan terus terjadi. Selain itu, kandungan oksigen di dalam gua pun menjadi banyak. Akan tetapi, keadaan tersebut berdampak pada potensi banjir saat musim penghujan. Oleh sebab itu, gua Sriti memerlukan early warning system untuk mengurangi potensi kecelakaan saat banjir datang. I.2. Lingkup Kegiatan Ruang lingkup dari kegiatan ini, yaitu : 1. Obyek kegiatan ini adalah gua Sriti yang terletak di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Kegiatan ini meliputi pemetaan gua, pengukuran penampang memanjang dan melintang gua, pembagian zona gua, penentuan daerah jebakan, dan pembuatan papan duga muka air tertinggi untuk penelusuran gua. 3. Pemetaan gua Sriti menggunakan alat Total Station SOUTH NTS Upaya mengurangi resiko kecelakaan akibat bajir diimplementasikan dengan pemasangan papan duga muka air di gua Sriti. 5. Penentuan ketinggian muka air maksimum berdasarkan hasil pemetaan dan gambaran profil memanjang dan melintang gua Sriti. 2

3 6. Pembagian zona di gua Sriti berdasarkan keberadaan lubang-lubang akses keluar-masuk gua. 7. Daerah fokus pada kegiatan aplikatif ini adalah zona II gua Sriti, yaitu antara lubang masuk pengunjung dan lubang evakuasi. 8. Papan duga muka air tertinggi hanya berlaku pada zona II gua Sriti. 9. Tubuh manusia diasumsikan setinggi 180 cm. I.3. Tujuan Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah : 1. Menyediakan peta situasi dan peta profil memanjang dan melintang gua Sriti untuk menentukan batas muka air. 2. Terpasangnya papan duga batas muka air untuk antisipasi banjir di zona II gua Sriti. I.4. Manfaat Manfaat dari hasil kegiatan ini, antara lain : 1. Pengunjung dapat mengetahui tingkat keamanan gua Sriti, khususnya zona II gua Sriti, melalui papan tinggi muka air. 2. Pengunjung dapat melakukan penelusuran gua Sriti dengan rasa aman dan nyaman. 3. Memperkecil resiko kecelakaan akibat banjir yang mungkin terjadi di gua Sriti. I.5. Landasan Teori I.5.1. Pemetaan Situasi Gua Peta situasi merupakan gambaran spasial keberadaan wilayah atau lokasi suatu kegiatan, yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki, 1999). Informasi yang terdapat pada peta ini antara lain posisi (x, y, z) dan bentuk berbagai obyek seperti jalan, sungai, jembatan, batas wilayah, pemukiman, dan obyek lain yang mewakili gambaran kondisi wilayah tersebut. Pada pemetaan situasi dilakukan pengukuran kerangka kontrol horisontal (KKH), kerangka kontrol vertikal (KKV), dan detil situasi. Kerangka kontrol horisontal merupakan titik-titik ikat pemetaan yang memuat koordinat posisi horisontal (x, y). Kerangka kontrol vertikal merupakan titik-titik ikat yang memuat 3

4 koordinat posisi vertikal (z). Detil situasi merupakan titik-titik kenampakan situasi yang diukur. Peta situasi juga memuat gambaran topografi yang ditunjukkan dalam bentuk garis kontur. Garis kontur merupakan garis hubung antar titik dengan ketinggian yang sama (Basuki, 2011). Garis kontur memperlihatkan bentuk topografi permukaan bumi. Garis kontur yang terdapat pada peta situasi memiliki interval kontur tertentu. Interval kontur merupakan selisih tinggi antara dua garis kontur yang berurutan. Garis kontur memiliki interval sebesar 1/2000 x skala (dalam meter). Misalnya, jika skala peta 1:1000, maka besar interval kontur = 1/2000 x 1000 = 0,5 meter. Pemetaan gua dilakukan untuk mengetahui bentuk dan ukuran bagian-bagian gua, ruang dan dinding gua (Aguilera dkk, 2009). Pemetaan gua dapat dilakukan dengan teknik konvensional maupun digital. Pemetaan gua secara konvensional dilakukan dengan menggunakan kompas dan pita ukur. Kompas untuk mengukur arah dan pita ukur untuk mengukur jarak. Akan tetapi, pemetaan gua secara konvensional tersebut belum dapat menyajikan peta gua yang akurat, termasuk representasi tiga dimensinya. Selain cara konvensional tersebut, pemetaan gua dapat dilakukan dengan peralatan modern yang serba digital. Cara atau metode tersebut adalah metode topografi, fotogrametri jarak dekat, dan terrestrial laser scanner. I Metode topografi. Pemetaan gua dengan metode ini adalah dengan mengukur sudut, jarak, dan beda tinggi (Aguilera dkk, 2009). Peralatan yang digunakan adalah teodolit atau Total Station. Penggunaan Total Station dalam pemetaan gua ini menggunakan bantuan reflektor sebagai obyek yang diukur. Akan tetapi, sekarang ini dapat dilakukan pemetaan tanpa menggunakan relektor (reflektorless) atau dengan sinar laser. Bentuk gua yang kompleks membuat para cave surveyor tidak hanya berpatokan pada data hasil ukuran Total Station, tetapi juga data pendukung lainnya seperti sketsa maupun cross section sederhana. Hal ini menyebabkan pengukuran gua dilakukan dengan metode tambahan yaitu pengukuran dengan kompas, klinometer, dan pita ukur. Gambar I.1 menunjukkan contoh hasil pemetaan gua menggunakan metode topografi. 4

5 Gambar I.1. Contoh peta gua dengan metode topografi I Metode fotogrametri jarak dekat. Pengukuran dapat dilakukan melalui foto dengan koreksi radiometrik dan geometrik. Sebuah model tiga dimensi dapat dibuat langsung melalui foto terkoreksi tersebut dengan bantuan komputer. Akuisisi data foto ini menjadi alternatif yang paling murah, terutama untuk tujuan yang kualitatif dan sederhana. Akan tetapi, metode ini jarang dilakukan karena bentuk morfologi dan geometri gua yang kompleks (Aguilera dkk, 2009). I Metode laser scanning. Teknologi survei dengan Terrestrial Laser Scanner (TLS) ini menjadi yang paling efektif untuk melakukan pemetaan gua secara akurat (Aguilera dkk, 2009). Berdasarkan teknologi laser, sistem TLS memungkinkan untuk melakukan pengukuran secara akurat dalam waktu yang singkat. Pengukuran menggunakan TLS ini menghasilkan data point cloud. Teknologi laser ini melakukan pengukuran menggunakan prinsip beda fase dan waktu. Selain itu, TLS ini menggunakan kamera CCD yang dapat melakukan pengukuran jarak dengan prinsip triangulasi. Data hasil pengukuran menggunakan teknologi terrestrial laser scanner ini dapat diolah dan menghasilkan model tiga dimensi gua. Model tiga dimensi yang 5

6 dihasilkan pun akurat dan smooth seperti pada kenyataannya. Gambar I.2 merupakan contoh model tiga dimensi gua. Gambar I.2. Contoh model tiga dimensi bagian gua I.5.2. Grade dan Kelas Pemetaan Gua Pemetaan gua memiliki variasi akurasi. Akurasi tersebut tergantung pada teknik dan alat yang digunakan. Secara umum, akurasi survei terbagi dalam tiga golongan, yaitu : a. Sketsa, hasil survei yang dibuat tanpa menggunakan alat ukur. Tingkat akurasi sangat rendah. b. Survei kasar, diselesaikan dalam waktu singkat atau kondisi lorong sangat menyulitkan. Pengukuran dilakukan dalam kondisi yang tidak ideal atau dengan alat yang memiliki akurasi rendah. 6

7 c. Survei akurat, dilakukan dengan alat ukur akurasi cukup tinggi dan dengan prosedur pengukuran yang detail dan akurat (Ellis, 1976 b, hlm.2). Survei akurat tersebut diperjelas pada pembagian grade pemetaan gua sebagaimana yang termuat dalam buku Stasiun Nol (Laksmana, 2005). Grade yang dikeluarkan British Cave Research Association (BCRA) bagi pengukuran centerline adalah sebagai berikut (Tabel I.1): Tabel I.1. Pembagian Grade pengukuran gua. Grade Keterangan Grade 1 Survei dengan akurasi rendah, tidak ada pengukuran. Grade 2 Survei dengan sketsa dan beberapa pengukuran jika diperlukan. Survei magnetic kasar. Sudut vertikal dan horisontal diukur Grade 3 dengan akurasi hingga ±2,5º. Jarak diukur dengan akurasi hingga ±50 cm. Kesalahan posisi stasiun kurang dari 50 cm. Survei yang tidak memenuhi persyaratan grade 5, tetapi lebih Grade 4 akurat dari grade 3. Survei magnetik. Akurasi sudut horisontal dan vertikal mencapai ±1º, jarak diukur dan dicatat hingga stasiun sentimeter terdekat Grade 5 dan posisi stasiun ditentukan hingga kurang dari 10 cm, kesalahan posisi stasiun kurang dari 10 cm. Grade 6 Survei magnetik yang lebih akurat dari grade 5. Grade X Survei yang dilakukan dengan teodolit atau Total Station. Selain terbagi ke dalam beberapa grade, BCRA juga membuat sistem klasifikasi (Laksmana, 2005). Klasifikasi tersebut dibagi berdasarkan akurasi detail penampang lorong di sepanjang jalur pemetaan. Unsur pengukuran detail penampang lorong meliputi jarak dari stasiun ke atap lorong, dinding kiri lorong, dan dinding kanan lorong. Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut (Tabel I.2) : 7

8 Tabel I.2. Klasifikasi BCRA mengenai pencatatan detil lorong gua Kelas Keterangan A B C D I.5.3. Sistem Survei Pemetaan Gua Seluruh detil lorong digambar berdasarkan ingatan Detil lorong diperkirakan dan dicatat di dalam gua Detil lorong diukur hanya di titik-titik stasiun survei. Detil lorong diukur di setiap titik stasiun survei dan beberapa lokasi lorong lainnya yang dianggap perlu. Sistem survei terbagi menjadi dua, yaitu sistem Top to Bottom dan sistem Bottom to Top (Laksmana, 2005). Perbedaannya terdapat pada arah perjalanan surveinya (Gambar I.3), yaitu: 1. Top to bottom (Gambar I.3(a)), sistem ini dilakukan dengan cara memetakan gua dari mulut gua menuju dalam gua. Sistem ini paling banyak digunakan pada survei pemetaan gua. 2. Bottom to top (Gambar I.3(b)), sistem ini dilakukan dengan cara memetakan gua dari dalam menuju mulut gua. Tim survei harus mempertimbangkan waktu yang diperlukan agar selesai sampai mulut gua. Jika pemetaan terhenti sebelum mulut gua, maka peta yang dihasilkan tidak akan dapat tergambar secara sempurna. (a) 8

9 (b) Gambar I.3. Top to bottom (a) dan bottom to top (b) I.5.4. Metode Survei Pemetaan Gua Metode survei mengatur urutan posisi stationer dan shooter (Laksmana, 2005). Stationer adalah anggota tim yang bertugas sebagai sasaran bidik. Shooter adalah anggota tim yang bertugas membidik sasaran. Metode-metode survei yang dapat digunakan, yaitu forward moving, leapfrog, backsight, dan fore and backsight. I Metode forward moving, disebut juga metode maju. Hal ini disebabkan shooter selalu berada di belakang, sedangkan stationer selalu berada di depan. Usai melakukan pembacaan alat ukur, shooter berpindah ke posisi stationer (titik B) (Gambar I.4). Setelah titik stasiun ditempati oleh shooter (titik B), stationer bergerak ke depan untuk menentukan titik berikutnya (titik C), dan demikian seterusnya (Laksmana, 2005). 9

10 Gambar I.4. Metode forward moving (Laksmana, 2005) I Metode leapfrog, disebut juga metode katak melompat (Laksmana, 2005). Pada metode ini, setelah shooter melakukan pengukuran, bergerak maju (menuju titik C) mendahului stationer yang masih tetap berada pada tempat semula (titik B). Setelah menentukan titik stasiun berikutnya (titik C), shooter kembali membidik ke arah stationer (titik B) untuk melakukan pengukuran. Setelah pengukuran pada stasiun tersebut selesai, stationer bergerak maju (menuju titik D) mendahului shooter, demikian seterusnya (Gambar I.5). Selama pengukuran, shooter dan stationer harus selalu berhadapan. Metode ini hanya dapat dipraktikkan pada lorong gua yang tidak terlalu sempit dimana kedua orang tersebut dapat saling mendahului. Pada metode leapfrog ini, perlu diperhatikan dalam pembacaan alat pengukuran (klinometer dan kompas). Hal ini disebabkan hasil pembacaan alat tersebut juga akan menunjukkan arah yang berlawanan. Oleh sebab itu, dalam pencatatannya harus diberikan tanda khusus pada angka hasil pengukuran yang arahnya berlawanan. 10

11 Metode ini merupakan metode survei yang lebih teliti jika dibandingkan metode forward moving. Hal ini disebabkan oleh kesalahan akibat pergeseran titik dapat dikurangi (Laksmana, 2005). Gambar I.5. Metode leapfrog (Laksmana, 2005) I Backsight, pembacaan instrumen pengukuran dilakukan dari stasiun yang berada di depan (titik B) terhadap stasiun yang ada dibelakangnya (titik A) (Laksmana, 2005). Setelah dilakukan pengukuran, stationer berpindah menuju titik B dan shooter menuju titik C untuk melakukan pengukuran selanjutnya (Gambar I.6). Metode ini digunakan ketika tim survei menggunakan alat topofil yang sudah dilengkapi dengan kompas dan klinometer. Metode ini jarang sekali digunakan. 11

12 Gambar I.6. Metode backsight (Laksmana, 2005) Topofil merupakan alat ukur jarak (Gambar I.7). Pada prinsipnya, alat ini mempunyai fungsi yang sama dengan pita ukur. Alat ini ditambahkan dengan kompas di dalamnya. Topofil bekerja atas dasar roda yang berputar menggerakkan revolution counter dalam satuan sentimeter. Berputarnya roda tersebut karena benang yang dililitkan pada roda yang ditarik untuk pengukuran antar stasiun. Gambar I.7. Topofil I Fore and backsight, shooter melakukan pembacaan pada stasiun baik yang berada di depan maupun di belakangnya (Laksmana, 2005). Backsight merupakan stasiun yang berada di belakang, sedangkan foresight merupakan stasiun yang berada di depan. Garis berwarna biru pada Gambar I.8 merupakan garis arah pengukuran backsight, sedangkan garis merah merupakan garis arah pengukuran 12

13 foresight. Metode ini menghasilkan peta gua dengan tingkat akurasi maksimal. Contoh penggunaan metode ini adalah pengukuran menggunakan teodolit. Gambar I.8. Metode fore and backsight (Laksmana, 2005) I.5.5. Pengukuran Menggunakan Total Station Total Station merupakan teodolit digital yang dapat mengukur jarak dan sudut (horisontal dan vertikal) secara elektronis. Alat ini dilengkapi chip memory sehingga data pengukurannya dapat tersimpan secara langsung. Data tersebut dapat diunduh untuk diolah secara komputerisasi. Pengukuran menggunakan Total Station menghasilkan nilai koordinat berupa x, y, dan z. Nilai koordinat tersebut merupakan hasil hitungan yang dilakukan oleh Total Station menggunakan konsep trigonometri. Nilai x dan y dihasilkan dari perhitungan data ukuran azimuth (α) dan jarak (d) sesuai Gambar I.9, sedangkan nilai z dihasilkan dari perhitungan beda tinggi secara trigonometri. 13

14 Gambar I.9. Konsep perhitungan koordinat Secara matematis, nilai x dan y dapat dihitungan menggunakan persamaan berikut ini:... (I.1)... (I.2) sehingga,... (I.3)... (I.4) I.5.6. Pengukuran Beda Tinggi Menggunakan Total Station Beda tinggi antara dua titik A dan B merupakan jarak antara dua bidang nivo yang melalui titik A dan B (Wongsotjitro, 1980). Pada umumnya, bidang nivo merupakan bidang lengkung, tetapi bila jarak antara titik A dan B kecil, maka kedua bidang nivo yang melalui titik A dan B dapat dianggap sebagai bidang datar. Beda tinggi antara dua titik dapat ditentukan dengan tiga metode, yaitu metode barometris, trigonometris, dan metode sipat datar. Ketiga cara tersebut memiliki tingkat ketelitian yang berbeda-beda. Metode sipat datar adalah cara pengukuran dengan tingkat ketelitian paling tinggi, sedangkan cara barometris adalah cara yang paling tidak teliti. Pengukuran beda tinggi pada Total Station menggunakan prinsip trigonometri. Pengukuran beda tinggi secara trigonometrik merupakan suatu proses penentuan 14

15 beda tinggi dari titik-titik pengamatan dengan cara mengukur sudut vertikal dan jarak (Basuki, 2011). Sudut vertikal dan jarak dapat terukur menggunakan Total Station. Gambar I.10 merupakan ilustrasi pengukuran beda tinggi menggunakan metode trigonometrik. Total Station didirikan di atas titik A dengan tinggi instrumen sebesar h i dan reflektor didirikan di atas titik B dengan tinggi sebesar h t. Hasil ukuran Total Station berupa jarak miring (sd) dan nilai zenith (h). h i sd hd h B h t Δh vd A Gambar I.10. Beda tinggi secara trigonometrik Beda tinggi (Δh) antara titik A dan B dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini :...(I.5) dengan,... (I.6) I.5.7. Penampang (section) Penampang merupakan irisan gambaran topografi dengan ukuran jarak dan beda tinggi antar titik. Gambar penampang ini sering digunakan untuk menghitung volume pada survei rute seperti jalan raya, sungai, jalan kereta api, dan lain-lain (Wolf, 2007). Informasi beda tinggi dan jarak antar titik pada penampang dapat digunakan untuk menentukan nilai kemiringan (gradient) jalan, sungai, dan lain-lain. Pengukuran penampang dilakukan pada titik-titik sepanjang poligon dengan jarak antar titik sebesar meter dan atau mengikuti pola topografi tanah. Komponen yang diukur adalah jarak antar titik dan beda tinggi antar titik. Gambar I.11 merupakan rute jalan yang akan ditentukan penampangnya. Hasil dari pengukuran penampang adalah gambar penampang memanjang dan melintang. 15

16 Gambar I.11. Rute jalan I Penampang memanjang (long section), merupakan irisan gambaran topografi sepanjang centerline. Penampang memanjang menggambarkan bentukan topografi tanah antar titik sepanjang rute jalan, sungai, dan lain-lain. Jarak antar titik yang diukur meter dan atau mengikuti pola topografi tanah. Gambar I.12. Penampang memanjang jalan Gambar I.12 di atas menunjukkan contoh gambar penampang memanjang jalan. Garis warna biru menunjukkan penampang jalan yang sudah ada (existing), sedangkan garis warna merah menunjukkan garis kemiringan (gradient) jalan. Dari gambar tersebut dapat dilihat secara visual gambaran tinggi rendahnya jalan dan juga nilai ketinggian masing-masing titik. Pada pekerjaan rekayasa dan tambang, penampang tersebut digunakan untuk menghitung volume tanah. Pekerjaan yang sering dilakukan adalah perhitungan volume galian dan timbunan dan perhitungan volume cadangan bahan galian tambang. I Penampang melintang (cross section), merupakan irisan gambaran topografi kanan dan kiri yang memotong tegak lurus centerline. Pada gambar I.13, garis yang melewati titik A, B, dan C adalah centerline, sedangkan titik-titik 1,2,3, dan 4 merupakan titik yang diukur sebagai penampang melintang. Penampang 16

17 melintang digunakan untuk mengetahui gambaran perbedaan elevasi di bagian kiri dan kanan jalur centerline. Gambar I.13. Arah potongan penampang melintang Gambar I.14 merupakan contoh penampang melintang. Pada gambar tersebut ditunjukkan permukaan jalan di bagian kanan dan kiri sehingga dapat diketahui perbedaan elevasi di bagian kanan dan kiri jalan. Menurut fungsi dan cara pengukurannya, penampang memanjang dan melintang adalah sama. Gambar I.14. Penampang melintang I.5.8. Alat Ukur Permukaan Air Alat ukur permukaan air sungai dipasang pada tempat yang memungkinkan pengamatan seluruh keadaan permukaan air, dari batas terendah sampai batas tertinggi (Sosrodarsono, 1976). Tempat-tempat yang harus dihindari untuk pemasangan alat ukur permukaan air adalah sebagai berikut : - tempat dengan tekanan dan kecepatan aliran yang tinggi untuk menghindari kesalahan pengukuran air yang tinggi dan kerusakan alat yang - tempat yang terdapat aliran air tanah. 17

18 Adapun jenis-jenis alat ukur permukaan air, antara lain jenis pembacaan langsung, pelampung, sumur pengamatan, dan sebagainya. I Pembacaan langsung, dilakukan menggunakan alat ukur ketinggian permukaan air. Alat tersebut dipasang pada tiang atau ditanam di sungai untuk dilakukan pengamatan seperti pada gambar I.15. Alat ini biasanya terbuat dari kayu atau baja yang dienamel dengan pembagian ukuran 1 sampai 2 cm. Salah satu contohnya ialah dengan papan duga atau rambu ukur. Pembacaan muka air saat terendah sampai tertinggi biasanya tidak dapat dilakukan dengan hanya satu alat ukur. Oleh sebab itu, perlu ditanam lebih dari 1 alat ukur untuk bisa mencapai Muka Air Tertinggi (MAT) dan Muka Air Terendah (MAR). Gambar I.15. Alat ukur tinggi muka air jenis pembacaan langsung I Pelampung, alat jenis pembacaan langsung memerlukan orang sebagai pengamat. Akibatnya, pengukuran yang kontinu tidak dapat dilakukan. Oleh sebab itu, pengukuran perlu dilakukan dengan alat otomatis. Salah satu contohnya adalah jenis pelampung. 18

19 Gambar I.16. Alat ukur permukaan air jenis pelampung Pelampung diletakkan di permukaan air. Naik turunnya pelampung tercatat pada kertas pencatat oleh pena pencatat yang secara otomatis merubah gerak naik turun menjadi gerak putaran sudut (Gambar I.16). Kertas pencatat tersebut diputar dengan kecepatan tetap oleh jam sehingga pembacaan permukaan air dapat dilakukan setiap waktu. I Sumur pengamatan, pelampung alat ukur permukaan air tersebut harus dilindungi terhadap gelombang dan aliran air. Oleh sebab itu, dibuatkan sumur yang dapat memuat pelampung (Gambar I.17). Gambar I.17. Alat ukur permukaan air jenis sumur pengamatan Sumur dan sungai dihubungkan melalui sebuah pipa. Ukuran pipa tersebut tidak boleh terlalu besar ataupun terlalu kecil. Jika pipa tersebut terlalu besar, maka perubahan-perubahan yang kecil dari permukaan air sungai seperti gelombang akan tercatat sehingga pembacaan permukaan air akan menjadi sulit. Jika terlalu kecil, pipa dapat tersumbat. 19

20 I.5.9. Level/Kategori Bahaya pada Tubuh Manusia Resiko kecelakaan di dalam gua (tenggelam) yang disebabkan banjir dapat dikurangi dengan pemasangan early warning system dengan mempertimbangkan bentuk dan karakteristik gua serta bentuk dan karakteristik penelusur gua (manusia). Survei gua mendapatkan informasi bentuk dan karakteristik gua, sedangkan bentuk dan karakteristik manusia didapat dengan cara menganalisis sistem pernafasan dan antropometri manusia. I Sistem respirasi, sistem respirasi atau sistem pernafasan mencakup semua proses pertukaran gas pada makhluk hidup, yaitu menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida (Kemendikbud, 2014). Organ-organ pernafasan pada manusia berupa hidung, mulut, tenggorokan, dan paru-paru. Bernafas terdiri dua fase yakni fase inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah proses masuknya oksigen ke dalam tubuh. Ekspirasi merupakan proses keluarnya karbondioksida dari dalam tubuh. Menurut mekanismenya, jenis pernafasan manusia dibagi menjadi dua, yaitu pernafasan dada dan pernafasan perut. Pada pernafasan dada, inspirasi terjadi jika otot antar tulang rusuk berkontraksi sehingga tulang rusuk dan dada terangkat (Kemendikbud, 2014). Konstraksi tersebut mengakibatkan rongga dada membesar, paru-paru mengembang, dan penurunan tekanan udara di dalam paru-paru. Ekspirasi terjadi jika otot antar tulang rusuk berelaksasi sehingga tulang-tulang rusuk dan dada turun kembali pada kedudukan semula. Relaksasi tersebut mengakibatkan rongga dada mengecil, volume paru-paru berkurang, dan peningkatan tekanan udara di dalam paru-paru, kemudian udara yang kaya karbondioksida terdorong keluar tubuh melalui hidung. Pada pernafasan perut, inspirasi terjadi jika otot diafragma berkontraksi sehingga letaknya sedikit mendatar (Kemendikbud, 2014). Keadaan ini mengkibatkan rongga perut turun ke bawah, rongga dada membesar, paru-paru mengambang, dan tekanan udara di dalam paru-paru mengecil. Kondisi tersebut mengakibatkan udara yang kaya oksigen masuk kedalam tubuh. Ekspirasi terjadi jika otot diafragma berelaksasi sehingga letaknya kembali pada kedudukan semula. Kondisi ini mengakibatkan rongga perut kembali ke posisi semula, rongga dada mengecil, volume paru-paru berkurang, dan tekanan udara di dalam paru-paru 20

21 membesar. Inspirasi pada pernafasan perut menggunakan mulut sebagai jalan masuk oksigen. I Antropometri, merupakan pengukuran dimensi tubuh manusia dan karakteristik fisik tertentu dari tubuh manusia seperti berat, volume, pusat gravitasi, sifat-sifat inersia segmen tubuh, dan kekuatan kelompok otot (Purnomo, 2013). Ukuran dimensi tubuh manusia perlu diketahui agar dapat dibuat rancangan peralatan kerja yang aman dan nyaman. Tingkat kenyamanan peralatan tergantung dengan kesesuaian antara dimensi peralatan dengan dimensi tubuh pengguna. Oleh sebab itu, perancangan peralatan yang digunakan harus ergonomis. Ergonomis artinya dimensi peralatan harus selaras dengan dimensi tubuh pengguna. Dimensi tubuh manusia berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut, yaitu umur, jenis kelamin, ras/etnik, jenis pekerjaan/profesi, lingkungan daerah dan sebagainya. Contoh, orang Amerika memiliki dimensi tubuh yang berbeda dengan orang Indonesia. Perbedaan dimensi tubuh tersebut dapat disimpulkan secara umum dan ideal menggunakan angka perbandingan M/m = 1,618 seperti yang ditunjukkan pada Gambar I.18. Gambar I.18. Perbandingan dimensi segmen tubuh manusia 21

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN DOKUMEN NEGARA UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kompetensi Keahlian : Teknik Survei dan Pemetaan Kode Soal : 1014 Alokasi

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN DOKUMEN NEGARA UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kompetensi Keahlian : Teknik Survei dan Pemetaan Kode Soal : 1014 Alokasi

Lebih terperinci

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus F. Uraian Materi 1. Konsep Pengukuran Topografi Pengukuran Topografi atau Pemetaan bertujuan untuk membuat peta topografi yang berisi informasi terbaru dari keadaan permukaan lahan atau daerah yang dipetakan,

Lebih terperinci

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten Jurnal Integrasi Vol. 8, No. 1, April 2016, 50-55 p-issn: 2085-3858 Article History Received February, 2016 Accepted March, 2016 Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan

Lebih terperinci

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR Survei dan Pengukuran APA YG DIHASILKAN DARI SIPAT DATAR 2 1 3 4 2 5 3 KONTUR DALAM ILMU UKUR TANAH Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang berketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu ukur tanah (Plane Surveying) adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran-pengukuran pada sebagian permukaan bumi guna pembuatan peta serta memasang kembali

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatian soal 12.3

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatian soal 12.3 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatian soal 12.3 1. Bagian paru-paru yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida adalah... Alveolus

Lebih terperinci

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 12 : METODE PENGUKURAN VOLUME

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 12 : METODE PENGUKURAN VOLUME SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 12 : METODE PENGUKURAN VOLUME UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MANFAAT PERHITUNGAN VOLUME Galian dan timbunan

Lebih terperinci

Modul 10 Garis Kontur

Modul 10 Garis Kontur MODUL KULIAH Modul 10-1 Modul 10 Garis Kontur 10.1 Kontur Salah satu unsur yang penting pada suatu peta topografi adalah informasi tentang tinggi suatu tempat terhadap rujukan tertentu. Untuk menyajikan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA PERPETAAN - 2 KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan Extra

Lebih terperinci

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan PERPETAAN - 2 Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yang sebagian datanya diperoleh dari photo

Lebih terperinci

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika Tugas 1 Survei Konstruksi Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB Krisna Andhika - 15109050 TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012 Latar Belakang

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Alat Ukur GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem radio navigasi menggunakan satelit yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat, untuk menentukan posisi, kecepatan

Lebih terperinci

ILMU UKUR TANAH II. Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017

ILMU UKUR TANAH II. Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017 ILMU UKUR TANAH II Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017 Interval kontur berdasarkan skala dan bentuk medan Skala 1 : 1 000 dan lebih besar 1 : 1 000 s / d 1 : 10

Lebih terperinci

Metode Ilmu Ukur Tanah

Metode Ilmu Ukur Tanah Metode Ilmu Ukur Tanah Assalamu'alaikum guys, postingan kali ini saya akan membahas metode ilmu ukur tanah, yang terdiri dari : 1. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal ( KDV ) 2. Pengukuran Kerangka Dasar

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1 Persiapan Persiapan menjadi salah satu kegiatan yang penting di dalam kegiatan penelitian tugas akhir ini. Tahap persiapan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu : 3.1.1

Lebih terperinci

Pengukuran Sipat Datar Memanjang dan Melintang A. LATAR BELAKANG

Pengukuran Sipat Datar Memanjang dan Melintang A. LATAR BELAKANG Pengukuran Sipat Datar Memanjang dan Melintang A. LATAR BELAKANG Sipat datar (levelling) adalah suatu operasi untuk menentukan beda tinggi antara dua titik di permukaan tanah. Sebuah bidang datar acuan,

Lebih terperinci

TIM PENYUSUN LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH DENGAN WATERPASS MEI 2014

TIM PENYUSUN LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH DENGAN WATERPASS MEI 2014 LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH MEI 2014 TIM PENYUSUN Pujiana (41113120068) Rohmat Indi Wibowo (41113120067) Gilang Aditya Permana (41113120125) Santi Octaviani Erna Erviyana Lutvia wahyu (41113120077)

Lebih terperinci

Pengukuran Tachymetri Untuk Bidikan Miring

Pengukuran Tachymetri Untuk Bidikan Miring BAB XII Pengukuran Tachymetri Untuk Bidikan Miring Metode tachymetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi yang sepihak adalah sebanding. Kebanyakan pengukuran tachymetri

Lebih terperinci

PENGERTIAN ALAT UKUR TANAH DAN ALAT SURVEY PEMETAAN

PENGERTIAN ALAT UKUR TANAH DAN ALAT SURVEY PEMETAAN PENGERTIAN ALAT UKUR TANAH DAN ALAT SURVEY PEMETAAN Pengertian Alat Ukur Tanah Pengukuran merupakan suatu aktifitas dan atau tindakan membandingkan suatu besaran yang belum diketahui nilainya atau harganya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Galian dan Timbunan Galian dan timbunan atau yang lebih dikenal oleh orang-orang lapangan dengan Cut and Fill adalah bagian yang sangat penting baik pada pekerjaan pembuatan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1 1. Urutan organ pernapasan yang benar dari dalam ke luar adalah... paru-paru, tenggororkan mulut paru-paru kerongkongan, hidung

Lebih terperinci

Pengantar Surveying kelas Teknik Sipil

Pengantar Surveying kelas Teknik Sipil Pengantar Surveying kelas Teknik Sipil Silabus Pada kuliah ini diberikan pengertian mengenai berbagai sistem koordinat pemetaan, pemetaan topografi, pematokan jalur dan bangunan. Peta dan fungsi peta;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pendidikan program study Diploma III Teknik Sipil Politeknik Negeri Manado adalah mencetak tenaga kerja yang profesional. Untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.

Lebih terperinci

5/16/2011 SIPAT DATAR. 1

5/16/2011 SIPAT DATAR.   1 SIPAT DATAR www.salmanisaleh.wordpress.com 1 2 www.salmanisaleh.wordpress.com 1 THEODOLIT 3 APA YG DIHASILKAN DARI SIPAT DATAR 4 www.salmanisaleh.wordpress.com 2 5 6 www.salmanisaleh.wordpress.com 3 7

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER F-0653 Issue/Revisi : A0 Tanggal Berlaku : 1 Juli 2015 Untuk Tahun Akademik : 2015/2016 Masa Berlaku : 4 (empat) tahun Jml Halaman : 19 halaman Mata Kuliah : Surveying Kode

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL

TUJUAN INSTRUKSIONAL Pengukuran dan perhitungan hasil PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN TUJUAN INSTRUKSIONAL SETELAH MENGIKUTI PELATIHAN PESERTA DIHARAPKAN MEMAHAMI MATERI PENGUKURAN PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN SERTA MAMPU MELAKSANAKAN

Lebih terperinci

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pengukuran Detail Rehabilitasi Jaringan Irigasi tersier Pada UPTD. Purbolinggo

BAB III PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pengukuran Detail Rehabilitasi Jaringan Irigasi tersier Pada UPTD. Purbolinggo BAB III PELAKSANAAN PEKERJAAN Pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan pada kerja praktek ini merupakan bagian dari Pengukuran Detail Rehabilitasi Jaringan Irigasi tersier Pada UPTD. Purbolinggo Lampung Timur

Lebih terperinci

MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

MANAJEMEN AGROEKOSISTEM MODUL 1 PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM DASAR PEMETAAN Tehnik Pemetaan Manual OLEH : Syahrul Kurniawan Christanti Agustina JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MARET, 2010 I. TUJUAN

Lebih terperinci

C I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat

C I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat C I N I A The 2 nd Conference on Innovation and Industrial Applications (CINIA 2016) Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 1. Perhatikan gambar berikut! Image not found http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio9-18-01.png Bagian yang ditunjukkan

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Mata Kuliah : Pengantar Surveying Kode/Bobot : TSP-201/2 SKS Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas mengenai pengetahuan surveying dan hubungannya dengan bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Evaluasi teknis adalah mengevaluasi rute dari suatu ruas jalan secara umum meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan data yang ada atau tersedia

Lebih terperinci

PROPOSAL KEGIATAN SURVEI PENGUKURAN DAN PEMETAAN

PROPOSAL KEGIATAN SURVEI PENGUKURAN DAN PEMETAAN PROPOSAL KEGIATAN SURVEI PENGUKURAN DAN PEMETAAN KELOMPOK 7: D51115307 D51115311 D51115314 D51115312 A. M. SYAHDANI MUDRIKAH MAWADDAH HAERI AMRI RACHMAT RIFKY JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

GARIS KONTUR SIFAT DAN INTERPOLASINYA

GARIS KONTUR SIFAT DAN INTERPOLASINYA U +1000-2000 1300 1250 1200 1150 1100 1065 0 1050 1000 950 900 BAB XIII GARIS KONTUR SIFAT DAN INTERPOLASINYA Garis kontur (contour-line) adalah garis khayal pada peta yang menghubungkan titik-titik dengan

Lebih terperinci

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 4-5 : METODE PENGUKURAN SIPAT DATAR

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 4-5 : METODE PENGUKURAN SIPAT DATAR SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 4-5 : METODE PENGUKURAN SIPAT DATAR UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 Pendahuluan Beda tinggi adalah perbedaan

Lebih terperinci

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 7 : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 7 : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 7 : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 APA ITU TOTAL STATION???? Secara sederhana

Lebih terperinci

PEMETAAN SITUASI DENGAN PLANE TABLE

PEMETAAN SITUASI DENGAN PLANE TABLE PEMETAAN SITUASI DENGAN PLANE TABLE BAG- TSP.004.A- 39 60 JAM Penyusun : TIM FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN

Lebih terperinci

Peta Topografi. Legenda peta antara lain berisi tentang : a. Judul Peta

Peta Topografi. Legenda peta antara lain berisi tentang : a. Judul Peta Pendahuluan Sebagai orang yang mengaku dekat dengan alam, pengetahuan peta dan kompas serta cara penggunaannya mutlak dan harus dimiliki. Perjalanan ke tempat-tempat yang jauh dan tidak dikenal akan lebih

Lebih terperinci

Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap

Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap Standar Nasional Indonesia Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap ICS 93.025; 17.120.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

Pematokan/Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang ada dipeta perencanaan kelapangan (permukaan bumi).

Pematokan/Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang ada dipeta perencanaan kelapangan (permukaan bumi). Abstrak. Pematokan/Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang ada dipeta perencanaan kelapangan (permukaan bumi). Jalur transportasi, komunikasi, saluran irigasi dan utilitas adalah

Lebih terperinci

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR Telah disebutkan bahwa pada jalan rel perpindahan jalur dilakukan melalui peralatan khusus yang dikenal sebagai wesel. Apabila dua jalan rel yang terletak pada satu bidang saling

Lebih terperinci

1. Gambaran permukaan bumi di atas suatu media gambar biasa disebut... a. atlas c. globe b. peta d. skala

1. Gambaran permukaan bumi di atas suatu media gambar biasa disebut... a. atlas c. globe b. peta d. skala 1. Gambaran permukaan bumi di atas suatu media gambar biasa disebut... a. atlas c. globe b. peta d. skala 2. Berikut ini ciri-ciri peta, kecuali... a. Berjudul c. bermata angin b. berskala d. bersampul

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Gambar Garis Kontur Dari Suatu Permukaan Bumi

Gambar 2.1. Gambar Garis Kontur Dari Suatu Permukaan Bumi F. Uraian Materi 1. Pengukuran Penyipat Datar Luas (Spot Height) Untuk merencanakan suatu tata letak (site plan) untuk bangunan-bangunan atau pertamanan, pada umumnya perlu diketahui keadaan tinggi rendahnya

Lebih terperinci

LEVELLING 3 SIPAT DATAR MEMANJANG & MELINTANG (UNTUK MENDAPATKAN BENTUK PROFIL POT.TANAH) Salmani,, ST, MS, MT 2012

LEVELLING 3 SIPAT DATAR MEMANJANG & MELINTANG (UNTUK MENDAPATKAN BENTUK PROFIL POT.TANAH) Salmani,, ST, MS, MT 2012 LEVELLING 3 SIPAT DATAR MEMANJANG & MELINTANG (UNTUK MENDAPATKAN BENTUK PROFIL POT.TANAH) Salmani,, ST, MS, MT 2012 SIPAT DATAR MEMANJANG & MELINTANG (UNTUK MENDAPATKAN BENTUK PROFIL POT.TANAH) Pengukuran

Lebih terperinci

Kuliah Pengantar Surveying

Kuliah Pengantar Surveying Kuliah Pengantar Surveying Peta situasi adalah peta yang bertujuan menggambarkan kondisi pada area pekerjaan. Kondisi yang ditampilkan adalah detail sesuai dengan skala peta yang dibuat. Secara umum, peta

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang SURVEI HIDROGRAFI Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Tahapan Perencanaan Survey Bathymetri Pengukuran bathimetri dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB VII PENGUKURAN JARAK OPTIS

BAB VII PENGUKURAN JARAK OPTIS BAB VII PENGUKURAN JARAK OPTIS Pengukuran jarak optis termasuk dalam pengukuran jarak tidak Iangsung, jarak disini didapat melalui proses hitungan. Pengukuran jarak optis dilakukan dengan alat ukut theodolit,

Lebih terperinci

MAKALAH SURVEY DAN PEMETAAN

MAKALAH SURVEY DAN PEMETAAN MAKALAH SURVEY DAN PEMETAAN (Macam-macam Peralatan Ukur Tanah) Disusun oleh: 1. Dinda Safara (5113416039) 2. Mohamad Irsyad Widyadi (5113416038) FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. BAB III METODA ANALISIS 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bekasi dengan luas 127.388 Ha terbagi menjadi 23 kecamatan dengan 187 desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. Sungai

Lebih terperinci

MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG

MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG Abdul Ghani Sani Putra 1006680631 Dila Anandatri 1006680764 Nur Aisyah al-anbiya 1006660913 Pricilia Duma Laura 1006680915

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Dasar Pemetaan Tahap awal sebelum melakukan suatu pengukuran adalah dengan melakukan penentuan titik-titik kerangka dasar pemetaan pada daerah atau areal yang akan dilakukan

Lebih terperinci

PENGENALAN MACAM-MACAM PENGUKURAN SITUASI

PENGENALAN MACAM-MACAM PENGUKURAN SITUASI PENGENALAN MACAM-MACAM PENGUKURAN SITUASI Pengukuran Situasi Adalah Pengukuran Untuk Membuat Peta Yang Bisa Menggambarkan Kondisi Lapangan Baik Posisi Horisontal (Koordinat X;Y) Maupun Posisi Ketinggiannya/

Lebih terperinci

PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN STANDARD PERENCANAAN Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970 Direktorat

Lebih terperinci

PENGUKURAN WATERPASS

PENGUKURAN WATERPASS PENGUKURAN WATERPASS A. DASAR TEORI Pengukuran waterpass adalah pengukuran untuk menentukan ketinggian atau beda tinggi antara dua titik. Pengukuran waterpass ini sangat penting gunanya untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat 1. Kondisi Eksisting Stasiun Lahat Stasiun Lahat merupakan stasiun yang berada di Jl. Mayor Ruslan, Kelurahan Pasar Baru,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada Proyek pengukuran Detail Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier Pada UPTD

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada Proyek pengukuran Detail Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier Pada UPTD BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil dari pelaksanaan praktik kerja lapangan pada Proyek pengukuran Detail Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier Pada UPTD Purbolinggo Lampung

Lebih terperinci

SALMANI SALEH ILMU UKUR TANAH

SALMANI SALEH ILMU UKUR TANAH MODUL KULIAH Modul 11-1 Modul 11 Pengukuran Jalan dan Pengairan Pengukuran dan pemetaan rute dimaksudkan untuk membahas penerapan pengukuran dan pemetaan rute dalam bidang rekayasa teknik sipil, khususnya

Lebih terperinci

Ilmu Ukur Tanah (Plan Survaying)

Ilmu Ukur Tanah (Plan Survaying) Ilmu Ukur Tanah (Plan Survaying) Merupakan ilmu, seni, dan teknologi untuk menyajikan bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun unsur buatan manusia pada bidang yang dianggap datar. Yang merupakan bagian

Lebih terperinci

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut:

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut: Pengukuran Debit Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran debit secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa alat pengukur

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Tinjauan Umum Deformasi

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Tinjauan Umum Deformasi BAB II TEORI DASAR 2.1 Tinjauan Umum Deformasi Deformasi adalah perubahan bentuk, posisi, dan dimensi dari suatu benda (Kuang,1996). Berdasarkan definisi tersebut deformasi dapat diartikan sebagai perubahan

Lebih terperinci

MIKHO HENRI DARMAWAN Ir.CHATARINA N,MT DANAR GURUH.ST,MT

MIKHO HENRI DARMAWAN Ir.CHATARINA N,MT DANAR GURUH.ST,MT STUDI KEANDALAN ALAT ETS TKS 202 DALAM PENGUKURAN SITUASI PENYUSUN : MIKHO HENRI DARMAWAN 3504 100 020 DOSEN PEMBIMBING : DOSEN PEMBIMBING : Ir.CHATARINA N,MT DANAR GURUH.ST,MT Latar Belakang.Perkembangan

Lebih terperinci

Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara V.2 Pemetaan Topografi

Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara V.2 Pemetaan Topografi Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara Kegiatan eksplorasi batubara dilakukan di Daerah Pondok Labu Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur. Data yang dihasilkan dari kegiatan tersebut

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIKUM NAVIGASI DARAT

PANDUAN PRAKTIKUM NAVIGASI DARAT PANDUAN PRAKTIKUM NAVIGASI DARAT Disampaikan Pada Acara Kunjungan Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) I Bandung Ke Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia Pada Hari Sabtu Tanggal 5 Juli

Lebih terperinci

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea 1. Terjadinya inspirasi pada proses pernapasan manusia adalah karena diafragma.... a. melengkung, tulang rusuk dan dada terangkat b. melengkung, tulang rusuk dan dada turun c. mendatar, tulang rusuk dan

Lebih terperinci

Sistem Pernafasan Manusia

Sistem Pernafasan Manusia Sistem Pernafasan Manusia Udara masuk kedalam sepasang rongga hidung melalui lubang hidung. Rongga hidung dilengkapi oleh rongga-rongga kecil (silia) dan selaput lendir. Dalam rongga hidung, udara dilembabkan,

Lebih terperinci

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan)

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan) PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan) Geologi Regional Kuliah lapangan Geologi dilakukan pada hari Sabtu, 24 November 2012 di Perbukitan Jiwo, Kecamatan Bayat, yang terletak ±20 km di

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 37 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 TAHAPAN PENELITIAN Penelitian ini di bagi menjadi 2 tahap: 1. Pengukuran kondisi geometri pada ruas jalan Ring Road Selatan Yogyakarta Km. 36,7-37,4 untuk mengkorfirmasi

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.4

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.4 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.4 1. Pasang yang tepat antara alat ekskresi dan zat yang dikeluarkan adalah... Hati menghasilkan hormon Paru-paru mengeluarkan uap air

Lebih terperinci

Contoh soal : Hitung Beda Tinggi dan Jarak Psw-Titik Horisontal apabila diketahui : TITIK A BA= 1,691 BT = 1,480 BB = 1,296 ta = 1,530 Z = 90'51'02"

Contoh soal : Hitung Beda Tinggi dan Jarak Psw-Titik Horisontal apabila diketahui : TITIK A BA= 1,691 BT = 1,480 BB = 1,296 ta = 1,530 Z = 90'51'02 CARA MENGHITUNG BEDA TINGGI Bagi para Surveyor perhitungan ini tidaklah rumit, namun bagi para pelajar, terkadang mengalami kesulitan dalam menghitung dengan cara manual.oleh karena itu, saya akan membahas

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi BB 2 DSR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi Pemetaan objek tiga dimensi diperlukan untuk perencanaan, konstruksi, rekonstruksi, ataupun manajemen asset. Suatu objek tiga dimensi merupakan

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya gravitasi. Tanah longsor sangat rawan terjadi di kawasan

Lebih terperinci

VISUALISASI 3D LAHAN RENCANA PROYEK UNTUK PERHITUNGAN VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN

VISUALISASI 3D LAHAN RENCANA PROYEK UNTUK PERHITUNGAN VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN VISUALISASI 3D LAHAN RENCANA PROYEK UNTUK PERHITUNGAN VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN Arief A NRP : 0021039 Pembimbing : Ir. Maksum Tanubrata., MT UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University KERANGKA DASAR PEMETAAN Nursyamsu Hidayat, Ph.D. THEODOLIT Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi PEMETAAN GEOLOGI A. Peta Geologi Peta geologi merupakan suatu sarana untuk menggambarkan tubuh batuan, penyebaran batuan, kedudukan unsur struktur geologi dan hubungan antar satuan batuan serta merangkum

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori BAB II KAJIAN TEORITIS 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses yang berkaitan dengan kependidikan, yang pada dasarnya belajar merupakan proses menuju perubahan yang lebih baik.

Lebih terperinci

TACHIMETRI. Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil. lengkap (situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip

TACHIMETRI. Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil. lengkap (situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip TACHIMETRI Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil lengkap (situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip tachimetri (tacheo artinya menentukan posisi dengan jarak) untuk membuat

Lebih terperinci

KONTUR.

KONTUR. KONTUR http://aanpambudi.files.wordpress.com/2010/08/kontur1.png Kontur Hal penting dalam melakukan pemetaan adalah tersedianya informasi mengenai ketinggian suatu wilayah. Dalam peta topografi, informasi

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Perhatikan gambar berikut! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL Bagian yang ditunjukan nomor 2 dan 4 adalah... Bronkiolus dan alveolus Bronkus danalveolus Bronkus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang pendahuluan yang berupa latar belakang, maksud dan tujuan, materi pekerjaan, lokasi dan waktu pelaksanaan, serta rencana pelaksanaan kegiatan PKL pemetaan situasi.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III-1

BAB III METODOLOGI III-1 BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Pekerjaan pembangunan embung teknis (waduk kecil), diawali dengan survei dan investigasi secara lengkap, teliti dan aktual di lapangan, sehingga diperoleh data - data

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH PENGUKURAN POLIGON TERTUTUP OLEH: FEBRIAN 1215011037 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2013 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengukuran dan pemetaan

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

BAB 3. Akuisisi dan Pengolahan Data

BAB 3. Akuisisi dan Pengolahan Data BAB 3 Akuisisi dan Pengolahan Data 3.1 Peralatan yang digunakan Pada pengukuran TLS, selain laser scanner itu sendiri, receiver GPS tipe geodetik juga digunakan untuk penentuan posisi titik referensi yang

Lebih terperinci

PETA TOPOGRAFI. Oleh Ign. Sudarno

PETA TOPOGRAFI. Oleh Ign. Sudarno PETA TOPOGRAFI Oleh Ign. Sudarno Ilmu Kebumian (IK): Terminologi yang sering digunakan sebagai sinonim geologi. Bumi menjadi pokok yang dipelajari dlm IK Bumi dipelajari alam disiplin ilmu seperti Geologi

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

BAB III METODA ANALISIS

BAB III METODA ANALISIS BAB III METODA ANALISIS 3.1 Metodologi Penelitian Sungai Cirarab yang terletak di Kabupaten Tangerang memiliki panjang sungai sepanjang 20,9 kilometer. Sungai ini merupakan sungai tunggal (tidak mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok 2 1

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok 2 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang IUT adalah bagian yang lebih rendah daripada geodesi. Geodesi merupakan ilmu yang mempelajari tentang struktur permukaan bumi. ilmu ukur tanah mencakup kajian dan pengukuran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pencapaian penelitian secara optimal sangat ditentukan pada kadar pemahaman

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pencapaian penelitian secara optimal sangat ditentukan pada kadar pemahaman BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Pencapaian penelitian secara optimal sangat ditentukan pada kadar pemahaman dalam pelaksanaan kajian, sehingga dengan demikian bahwa pola pendekatan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Universitas Gadjah Mada 1

BAB I PENGANTAR. Universitas Gadjah Mada 1 BAB I PENGANTAR I.1. Definisi Ukur Tanah (Surveying) Ukur Tanah didefinisikan sebagai ilmu dan seni menentukan letak relatif dari titiktitik diatas, pada dan dibawah permukaan bumi. Dalam pengertian yang

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

No Dokumen Revisi Ke: Dokumen Level: 3 PANDUAN Tanggal Berlaku: RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Halaman 1

No Dokumen Revisi Ke: Dokumen Level: 3 PANDUAN Tanggal Berlaku: RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Halaman 1 RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Halaman 1 Identitas Mata Kuliah Course Identity Kode mata kuliah Course code : TKS22227 Bobot satuan kredit semester (sks) :4 Course credit unit : 4 Semester : Semester

Lebih terperinci

Sri Rahaju dan Sri Wilarso Budi R

Sri Rahaju dan Sri Wilarso Budi R 2 MODULE PELATIHAN PENGUKURAN DAN PEMETAAN LOKASI RESTORASI, REHABILITASI DAN AGROFORESTRY Sumber :ESP 2006 Oleh : Sri Rahaju dan Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR

PRESENTASI TUGAS AKHIR PRESENTASI TUGAS AKHIR KAJIAN DEVIASI VERTIKAL ANTARA PETA TOPOGRAFI DENGAN DATA SITUASI ORIGINAL TAMBANG BATUBARA Oleh : Putra Nur Ariffianto Program Studi Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

Spesifikasi kereb beton untuk jalan

Spesifikasi kereb beton untuk jalan Standar Nasional Indonesia Spesifikasi kereb beton untuk jalan ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata... iii Pendahuluan...iv 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1

Lebih terperinci