Oleh Arwin Rio Saputra *), Bintang Wirawan *)*) Mahasiswa program sarjana Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh Arwin Rio Saputra *), Bintang Wirawan *)*) Mahasiswa program sarjana Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung"

Transkripsi

1 PERSEPSI MASYARAKAT SEMENDE TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN SISTEM TUNGGU TUBANG (Studi kasus di Desa Sukananti Kec. Way Tenong Kab. Lampung Barat) Oleh Arwin Rio Saputra *), Bintang Wirawan *)*) *) Mahasiswa program sarjana Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung **) Staf Pengajar Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung ABSTRACT This study aims to clarify the perception of the public towards inheritance Semende s with tunggu tubang system. Inheritance by tunggu tubang started many people questioned by Semende about the level of justice, and with the development of the times many of them are tunggu tubang status as an objection to these states. Results of this research indicate that perception of Semende s community about system tunggu tubang are different. It depends on the individual self-awareness in the community Semende s in the roles and status of each well. Preservation of indigenous tubang waiting to awake or not also depends on the consciousness of the individual in society Semende s themselves to be able to keep the heritage of their ancestors. Keyword: perception, semende s community, heritage, tunggu tuban. PENDAHULUAN Indonesia adalah Negeri kepulauan yang terdiri dari berbagai macam suku, agama serta adat istiadat yang berbeda-beda. Keanekaragaman kebudayaan daerah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, perbedaan adat istiadat ini salah satunya adalah perbedaan tata cara proses pembagian harta warisan. Tradisi bangsa yang seperti ini merupakan keseluruhan kepercayaan, anggapan dan tingkah laku terlembaga yang diwariskan dari generasi ke generasi serta memberikan kepada bangsa Indonesia sistim nilai dan norma untuk menjawab tantangan setiap tahap pembangunan dan perkembangan sosial yang semakin cepat. Berbicara tentang pembagian harta warisan, di Indonesia banyak sekali tata cara dalam pembagian harta warisan seperti dengan cara agama masingmasing, adat istiadat, dan hukum formal. Namun kebanyakan masyarakat Indonesia melaksanakan pembagian harta warisan menurut adat istiadat masing masing. Indonesia ada tiga sistim hukum yang hidup dan berkembang serta diakui keberadaannya, yakni sistim hukum Barat, sistem hukum Islam dan hukum waris adat. Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 1:

2 Undang-Undang Hukum Perdata (Hukum Waris Barat) Berbicara mengenai hukum waris barat yang dimaksud adalah sebagaimana diatur dalam KUH Perdata yang menganut sistem individual, dimana harta peninggalan pewaris yang telah wafat diadakan pembagian. Ketentuan aturan ini berlaku kepada warga negara Indonesia keturunan asing seperti Eropa, Cina, bahkan keturunan Arab & lainnya yang tidak lagi berpegang teguh pada ajaran agamanya. Hukum Kewarisan Islam Di dalam kompilasi hukum Islam yang dimaksud dengan hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang perpindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing (Team Media, 1999:174). Hukum Waris Adat Sesuai dengan sifat dan ciri utama hukum adat yang tidak tertulis dalam arti tidak diundangkan dalam bentuk peraturan perundangan, hukum adat tumbuh dan berkembang serta berurat akar pada kebudayaan tradisional sebagai perasaan hukum rakyat yang nyata di dalam kehidupan masyarakat Indonesia (Soerya, 1993:52). Hukum Waris Adat di Indonesia mempunyai beberapa susunan kekeluargaan atau kekerabatan (I.G.N. Sugangga, 1995:13-15). Adapun susunan tersebut antara lain : - Pertalian keturunan menurut garis laki-laki (Patrilineal); - Pertalian keturuman menrut garis perempuan (matrilineal); - Pertalian keturunan menurut garis Ibu & bapak (Parental/Bilateral Meski tata cara pembagian harta warisan terbagi menjadi 3, bukan berarti masyarakat melakukan pembagian harta warisan dengan salah satu cara tersebut. Perkembangan zaman sangat mempengaruhi pemikiran masyarakat, seperti halnya juga hukum waris. Saat ini banyak yang melakukan hukum pewarisan dengan cara mereka sendiri. Sebagai contoh, dahulu masyarakat sangat kental dengan hukum adat istiadat, tetapi seiring berkembangnya zaman banyak sekali perubahan yang terjadi di dalam masyarakat yang dahulu sangat kental dengan hukum adat-istiadat berangsur-angsur mulai pudar. Mereka mulai mencari solusi yang lebih adil dalam dalam pembagian harta warisan. Mereka membandingkan hukum adat dengan logika mereka. Begitu juga halnya dengan suku Semende, pergeseran dan pertentangan sering terjadi dalam hal pewarisan dimana semua anggota keluarga menuntut hak yang sama terhadap harta warisan tersebut. Semende adalah satu suku atau masyarakat yang masih menggunakan tata cara hukum waris adat. Menurut Thohlon (1989:21) berdirinya Semende ialah pada tahun Suku Semende adalah suku yang berasal dari kecamatan Semende, kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. Proses pewarisan dalam adat Semende menarik garis keturunan dari ibu yang sering disebut matrilineal. Sevin (1989: ) mengungkapkan, Suku Semende mulai bermigrasi ke Selatan pada tahun Salah satu tempat bermigrasi masyarakat Semende adalah di Desa Sukananti, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat. Pembagian harta 52 Persepsi Masyarakat Semende terhadap Pembagian Harta Warisan

3 warisan menurut adat Semende lebih mengutamakan perempuan dan bisa dikatakan apabila orang tua mereka sudah meninggal maka otomatis semua harta akan diberikan kepada anak tertua perempuan (tunggu tubang). Keluarga yang tidak memiliki anak perempuan akan menjadikan istri dari anak laki-laki tertua sebagai tunggu tubangnya. Walaupun semua harta jatuh kepada anak perempuan, bukan berarti harta tersebut diperbolehkan untuk diperjual belikan. Menurut wawancara dengan tokoh adat yaitu Bapak Raidi pada tanggal 2 Mei 2012, masyarakat Semende pada dasarnya sangat kental sekali dengan hukum adat istiadat. Dahulu apabila orang tua mereka meninggal dunia maka otomatis semua harta peninggalan orang tuanya akan jatuh kepada anak perempuan tertua atau jatuh kepada yang berhak yang sudah ditentukan dalam hukum adat Semende. Seiring dengan berkembangnya zaman banyak masyarakat Semende yang tidak lagi mengikuti hukum adat istiadat yang berlaku. Mereka beralasan bahwa hukum adat istiadat dapat memberatkan mereka untuk menuntut hak keadilan yang sama dalam pembagian harta warisan. Banyak keluarga yang mengalami konflik setelah orang tua mereka meninggal dunia. Konflik itu terjadi karena mereka saling menuntut hak perolehan harta warisan yang sama rata karena mereka sama-sama anak dari orang tua mereka. Jadi, dalam pembagian harta warisan seharusnya dibagi sama rata tidak hanya diberikan kepada satu orang saja. Dalam penjelasanya tokoh adat juga mengatakan bahwa faktor-faktor dominan yang mempengaruhi berubahnya hukum waris adat antara lain : 1. Pendidikan Seseorang yang berpendidikan tinggi bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, maka berkemungkinan ia tidak akan menggugat harta warisan dari keluarganya dan juga sebaliknya, bila seseorang tidak memiliki pendidikan yang tinggi, maka otomatis akan sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Seseorng seperti inilah yang dikhawatirkan akan menuntut hak lebih dari harta warisan tersebut. 2. Migrasi Perpindahan masyarakat suku Semende dari satu tempat ke tempat lain dapat mempertemukan mereka dengan suku lain seperti Jawa, Lampung dan Sunda. Hal inilah yang mempengaruhi pemikiran mereka tentang hukum waris adat Semende. 3. Mata Pencaharian Lahan pertanian yang menjadi modal utama masyarakat suku Semende semakin menyempit seiring dengan berdatangannya suku yang lain. Inilah yang memaksa seseorang mencari pekerjaan selain bertani. Dengan berkembangnya zaman mata pencaharianpun semakin banyak ragamnya. Begitu juga dengan masyarakat suku Semende, mereka tidak hanya bermata pencaharian sebagai bertani kopi saja. Mereka yang berpendidikan tinggi telah mendapatkan pekerjaan yang lain seperti di perkantoran dan bidang lainnya. 4. Agama Sebelum masuknya Islam, suku Semende sudah menjalankan sistem hukum waris adat mereka. Setelah masuknya agama Islam, banyak suku Semende yang menganut agama Islam. Kemudian mereka mulai membandingkan hukum waris adat Semende dengan hukum waris Islam. Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 1:

4 Pemikiran seperti inilah yang menyebabkan mereka tidak lagi mengikuti hukum waris adat Semende. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang di atas maka rumsan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah persepsi masyarakat Semende terhadap pembagian harta warisan dengan sistem tunggu tubang Tinjauan Tentang Persepsi TINJAUAN PUSTAKA Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan. Bukan hanya stimulus yang mengenainya, tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa, meskipun individu-individu memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor tersebut adalah: 1) Pelaku persepsi (Perceiver) 2) Objek atau yang dipersepsikan 3) Konteks dari situasi di mana persepsi itu dilakukan. Aspek-aspek Persepsi Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, di mana komponen-komponen tersebut menurut Allport (dalam Mar'at, 1991) ada tiga yaitu: 1. Komponen Kognitif Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut. 2. Komponen Afektif Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi, sifatnya evaluative yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya. 3. Komponen Konatif Yaitu kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya. 54 Persepsi Masyarakat Semende terhadap Pembagian Harta Warisan

5 Tinjauan Tentang Adat dan Hukum Adat Adat adalah wujud ideal dari kebudayaan, dapat kita sebut sebagai adat atau kelakuan karena adat berfungsi sebagai pengatur kelakuan. Adat dapat dibagi lebih khusus lagi dalam 4 tingkatan: 1. Tingkat pertama adalah yang paling abstrak dan luas ruang lingkupnya. 2. Tingkat kedua adalah sistem norma. 3. Tingkat adat yang ketiga kebiasaan-kebiasaan yang telah diakui dalam kehidupan masyarakat. 4. Tingkat adat yang keempat adalah aturan-aturan khusus yang mengatur aktivitas-aktivitas yang amat jelas dan terbatas ruang lingkupnya dalam kehidupan masyarakat. (koentjaraningrat, 1985:11-12). Sedangkan hukum adat adalah sistem aturan berlaku dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berasal adat kebiasaan, yang secara turun-temurun dihormati dan ditaati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa Indonesia. Tinjauan Adat Tunggu Tubang Suku Semende Tunggu tubang adalah anak perempuan tertua yang berkedudukan sebagai penerus atau bertanggung jawab terhadap orang tua, terutama bertanggung jawab terhadap kepengurusan harta, adik sampai ia dewasa dan berkeluarga sendiri. Jika tidak ada anak perempuan tertua, maka istri dari anak laki-laki tertualah yang menjadi ahli waris (tunggu tubang). Tinjauan Hukum Waris Adat Hukum waris adat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan. Menurut Bushar Muhammad (2006:10), secara teoritis keturunan dapat dibedakan menjadi 3 yakni: Patrilineal, Matrilineal,dan Bilateral. Menurut ketentuan Hukum Adat secara garis besar dapat dikatakan bahwa sistem hukum waris Adat terdiri dari tiga sistem, yaitu : 1. Kewarisan Individual Pewarisan dengan sistem individual atau perseorangan adalah sistem kewarisan dimana setiap ahli waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing (Hilman Hadikusuma, 1991:34-35). 2. Kewarisan Kolektif Sistem kewarisan kolektif, harta peninggalan diteruskan dan dialihkan kepemilikannya dari pewaris kepada ahli waris sebagai kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan dan pemilikannya. Ahli waris berhak untuk mengusahakan, menggunakan atau mendapat hasil dari harta peninggalan itu. Harta peninggalan tersebut merupakan milik bersama (komunal) dari segenap ahli warisnya, oleh karenanya tidak dapat dimiliki oleh perseorangan. 3. Kewarisan Mayorat Sistem kewarisan mayorat memiliki kesamaan dengan konsep kewarisan kolektif, tetapi perbedaannya terletak pada pemusatan penguasaan pada anak tertua sebagai pengganti orang tua.kedudukan anak tertua pada kewarisan mayorat hanya sebagai penguasa dalam artian hanya menguasai harta Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 1:

6 peninggalan orang tua yang diamanatkan kepadanya, ia bukanlah pemilik harta tersebut secara perseorangan. Ngangkit Anak Menurut Thohlon (1989:29), Ngangkit anak yaitu perempuan dinyatakan berkedudukan di rumah keluarga laki-laki turun temurun (dahulu bernama kule berete yang berarti jujur). Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Abdul Syani menyatakan (2002: ), bahwa perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dibedakan menjadi perubahan yang direncanakan dan perubahan yang tidak direncanakan Faktor-faktor penyebab perubahan : 1. Timbunan Kebudayaan dan Penemuan Baru 2. Perubahan jumlah penduduk 3. Pertentangan (conflict) Woro Aryandini S (2000:20-21) berpendapat bahwa, Kebudayaan itu bersifat dinamis, ia selalu dalam keadaan berubah, penyebabnya ada beberapa hal: 1. Dari dalam masyarakat itu sendiri a. karena adanya perubahan jumlah penduduk dan komposisi penduduk. Perubahan itu disebabkan oleh adanya kelahiran, kematian, dan migrasi. b. karena adanya inovasi (penemuan baru) baik berupa discovery maupun invation. c. dapat juga karena adanya revolusi dalam masyarakat itu sendiri. Misalnya adanya pemberontakan / pertentangan dalam masyarakat itu. 2. Dari luar masyarakat, yaitu karena perubahan lingkungan dalam tempat hidup. 3. Perubahan itu dapat berupa : a. Difusi, adalah menerima pancaran dari kebudayaan lain. b. Asimilasi, adalah dua masyarakat dengan kebudayaan yang berbeda saling memancarkan kebudayaannya kemasyarakat yang lain c. Akulturasi, adalah bila kebudayaan luar yang masuk kedalam suatu masyarakat disaring, yang sesuai diterima, sedangkan yang tidak sesuai ditolak. d. Infiltrasi, adalah kebudayaan luar yang masuk kedalam suatu masyarakat secara sembunyi-sembunyi. e. Penetrasi, adalah kebudayaan luar yang masuk secara paksa. Masyarakat yang menerima tidak mampu menolak. Diantara faktor yang berasal dari luar masyarakat, ada satu faktor yang sangat mempengaruhi berubahya hukum adat pada suku Semende yaitu, faktor alam (penyempitan lahan bertani) yang berubah disekitar masyarakat. Hal inilah yang sangat mempengaruhi perubahan hukum waris adat suku Semende, karena mayoritas masyarakat suku Semende berpenghasilan dari bertani. Alam mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan suku semende. Alam adalah penyedia bahan-bahan makanan dan pakaian, penghasil tanaman, serta sumber kesehatan dan keindahan. Dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, maka akan membuat lahan pertanian semakin sempit dan pada saat ini suku 56 Persepsi Masyarakat Semende terhadap Pembagian Harta Warisan

7 Semende tidak bisa lagi membuka hutan seperti dahulu, karena adanya hukum agraria dan perlindungan hutan. METODE PENELITIAN Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Tipe penelitian deskriptif dianggap relevan untuk dipakai dalam penelitian ini. Sebagai harapan dapat menggambarkan keadaan yang ada pada masa sekarang berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian. Penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang Persepsi Masyarakat Semende terhadap Pembagian Warisan Dengan Sistem Tunggu Tubang di Desa Sukananti, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat. HASIL DAN PEMBAHASAN Persepsi Masayarakat Semende Terhadap Pembagian Harta Warisan dengan Sistem Tunggu Tubang Tunggu tubang adalah hukum waris adat Semende yang menyatakan bahwa anak tertua perempuan memiliki hak sepenuhnya terhadap harta warisan orang tuanya. Proses tunggu tubang lebih berorientasi untuk memberikan tanggung jawab dan kepercayaan antara anak yang menerima warisan atau anak perempuan tertua dengan anggota keluarga yang lain, yang dalam hal ini keduanya memiliki sudut pandang yang berbeda. Oleh sebab itu, di dalam proses tunggu tubang diperlukan adanya penyesuaian antara anak perempuan tertua yang berhak menerima harta warisan dengan anggota keluarga lainnya untuk bisa saling memahami status dan kedudukan dalam sistem pewarisan adat tunggu tubang. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan menyatu dengan lingkungan alam sekitarnya, memberikan pengaruh kepada manusia untuk memenuhi segala macam kebutuhan dalam hidupnya. Lingkungan tempat tinggal masyarakat memiliki keanekaragaman baik suku, kepercayaan, dan adat istiadat. Dalam skripsi ini, para informan memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Latar Belakang Kesukuan Berkaitan dengan latar belakang kesukuan, dalam adat istiadat tunggu tubang dapat di analisa melalui pendekatan teori perubahan sosial, dimana teori ini berasumsi bahwa perubahan sosial adalah suatu perubahan yang terjadi di dalam masyarakat karena adanya penyesuaian-penyesuaian dalam kehidupan bermasyarakat yang mencakup aspek material & non material. Dapat disimpulkan bahwa latar belakang kesukuan informan yang berbeda suku dengan keluarganya maupun yang bersuku sama dengan keluarganya dapat mempengaruhi persepsi tentang adat tunggu tubang. Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 1:

8 Latar Belakang Tempat Tinggal Asal usul tempat tinggal memiliki keterkaitan antara persepsi dan proses keberlakuan tunggu tubang. Asal usul informan di daerah Sukananti berasal dari Semende Darat, Kecamatan Muara Enim, Sumatera Selatan. Kemudian karena semakin menyempitnya lahan pertanian atau mata pecaharian, maka banyak dari mereka yang keluar dari daerah tersebut untuk mencari kehidupan yang baru serta alasan-alasan lainnya. dapat disimpulkan bahwa infroman yang berpindah tempat tinggal maupun yang menetap dapat mempengaruhi keberlangsungan sistem adat tungguttubang. Pada dasarnya informan yang menetap di tempat asalnya tidak menjamin ia akan selalu melaksanakan sistem adat tunggu tubang. Begitu juga dengan informan yang berpindah tempat tinggal dari tempat asalnya, mereka juga tidak selalu melanggar adat tunggu tubang. Akan tetapi, mereka justru lebih mentaati sistem adat tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh kesadaran dan kesanggupan individu para informan untuk mentaati maupun tidak mentaati sistem adat tunggu tubang tersebut. Keterlibatan dalam adat Tunggu Tubang Keterlibatan para informan dalam adat tunggu tubang, masing-masing infroman memberikan penjelasan yang pada dasarnya sama. Akan tetapi, mereka memiliki status dan kewajiban yang berbeda dalam adat tunggu tubang. Masingmasing informan memiliki kesadaran tersendiri dalam melaksanakan status dan perannya dalam adat tungguttubang. Dapat disimpulkan bahwa didalam adat tunggu tubang setiap anggota keluarga memiliki status dan perannya masing-masing. Status dan peran tersebut memiliki keterkaitan, sehingga saling melengkapi dalam melaksanakan proses adat tunggu tubang. Namun, di dalam penerapan adat tunggu tubang dalam masyarakat Semende tidak selalu berjalan sesuai dengan ketentuannya. Hal ini disebabkan karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan sebagian informan tidak melaksanakan status dan perannya sesuai ketentuan adat tunggu tubang. Salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi dan faktor pernikahan, dimana kedua faktor ini mempengaruhi keutuhan di dalam suatu keluarga masyarakat Semende. Dari segi ekonomi, memiliki rasa ketidakpuasan terhadap harta warisan orang tuanya yang diberikan pada tunggu tubang. Ketidakpuasan ini dapat dianalisa dari status dan peran didalam adat Tunggu tubang. Seperti tunggu tubang yang merasa keberatan terhadap harta yang ia terima dari warisan orang tuanya, dimana dengan harta warisan ini, tunggu tubang berkewajiban untuk mengurusi anggota keluarganya sampai ia dapat dinyatakan mandiri. Dapat dinyatakan mandiri jika anggota keluarga tersebut sudah menikah. Tunggu tubang merasa harta warisan seperti rumah, 2 hektar lahan perkebunan, dan 1 hektar persawahan tidak sebanding dengan tanggung jawabnya yang besar terhadap keberlangsungan hidup anggota keluarga yang lainnya dengan jumlah yang tidak sedikit, yaitu 5 hingga 10 anggota keluarga. Bila dilihat dari segi faktor pernikahan, keterlibatan para informan di dalam adat tunggu tubang sedikit mengalami pergeseran. Hal ini dikarenakan adanya penyatuan dua kebudayaan sehingga menyebabkan adanya atruran yang menyatakan bahwa perempuan yang sudah menikah harus mengikuti suaminya. Keterlibatan adat 58 Persepsi Masyarakat Semende terhadap Pembagian Harta Warisan

9 tunggu tubang dapat mempengruhi proses berjalannya adat tunggu tubang serta kelestarian adat tersebut didalam masyarakat Semende. Persepsi Masyarakat Semende Persepsi masyarakat Semende yang menerima pembagian harta warisan dengan sistem tunggu tubang Masyarakat Semende yang menerima pembagian harta warisan dengan sistem tunggu tubang pada dasarnya mereka mengikuti hukum adat istiadat yang berlaku pada masyarakat Semende. Para informan memberikan penjelasan yang pada intinya sama, di mana mereka menyetujui dengan adanya sistem adat tunggu tubang Persepsi masyarakat Semende yang menolak pembagian harta warisan dengan sistem tunggu tubang Pembagian harta warisan dengan sistem tunggu tubang pada masyarakat Semende, pada hakekatnya mereka mengetahui dengan benar apa yang dimaksud dengan adat tunggu tubang. Pada realisasinya sebagian dari mareka mengabaikan tata cara adat tunggu tubang tersebut. Berkaitan dengan persepsi masyarakat Semende terhadap pembagian warisan dengan sistem Tunggu Tubang. Para informan memberikan penjelasan yang sama, yang pada dasarnya ada hubungan timbal balik antara status dan perannya di dalam adat Tunggu Tubang. Tujuan dalam adat tunggu tubang tidak akan terwujud tanpa adanya upaya dari anggota keluarga dengan tunggu tubang dalam mengelola harta warisan serta kewajiban sebagai tunggu tubang dalam mengayomi anggota keluarga yang lain sampai mereka mandiri. Dari hasil wawancara mendalam dengan menggunakan 4 fokus penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa setiap informan memiliki persepsi yang berbedabeda terhadap sistem adat tunggu tubang. Pada hakekatnya mereka mengetahui dengan benar apa yang dimaksud dengan adat tunggu tubang. Pada realisasinya sebagian dari mareka mengabaikan tata cara adat tunggu tubang tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan faktor-faktor penyebab, diantaranya faktor ekonomi dan faktor pernikahan. Kedua faktor ini secara tidak langsung mempengaruhi proses berjalannya sistem adat tunggu tubang, sehingga dalam persepsi masyarakat Semende memiliki cara pandang yang berbeda. Berjalan atau tidaknya sistem adat tunggu tubang didalam masyarakat Semende tergantung kepada yang menjadi tunggu tubang dan peran Meraje didalam keluarga tersebut. Oleh karena itu, antara tunggu tubang dan Meraje haruslah saling melengkapi agar terciptanya kesatuan pandangan untuk membangun serta mempertahankan tunggu tubang tersebut. Persepsi masyarakat Semende terhadap pembagian harta warisan dengan sistem tunggu tubang dapat di analisa menggunakan penedekatan teori perubahan sosial, di mana teori ini berasumsi bahwa perubahan sosial adalah suatu proses perubahan, modifikasi, atau penyesuian-penyesuaian yang terjadi dalam pola hidup masyarakat yang mencakup niali-nilai budaya, pola perilaku masyarakat, hubungan-hubungan sosial ekonomi, serta kelembagaan-kelembagaan masyarakat baik dalam aspek kehidupan material maupun non material. Dalam penelitian ini telah terjadi perubahan sosial dalam hukum waris masyarakat Semende. Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 1:

10 Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam hukum adat tunggu tubang dalam masyarakat Semende ini telah mengubah kedudukan dan tata cara pembagian hak waris, serta kepercayaan dalam pembagian hak waris secara adil dan merata tanpa berpedoman pada status dan peran anak perermpuan tertua dalam masyarakat Semende. Hal ini adalah salah satu penyebab terjadinya pelanggaran terhadap sistem adat tunggu tubang tersebut. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai persepsi masyarakat Semende terhadap pembagian warisan dengan sistem Tunggu Tubang, maka dapat disimpulkan bahwa para informan di atas mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Ini dikarenakan para informan mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, baik dari latar belakang kesukuan, tempat tinggal, serta keterlibatan dengan adat Tunggu Tubang. Masing-masing informan memaparkan apa arti penting dari Tunggu Tubang tersebut. Jawaban yang diberikan oleh para informan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang hukum pewarisan Tunggu Tubang tersebut. Karena hukum waris adat Semende adalah hukum waris yang tidak tertulis, melainkan disampaikan dari orang tua keanaknya, dari saudara ke saudaranya, dari orang ke orang dan begitu seterusnya. Para informan yang masih menjalankan pewarisan dengan system adat Tunggu Tubang menyatakan bahwa Tunggu Tubang harus dijalankan agar hubungan baik dalam keluarga bisa terus berjalan, harta hanyalah sebagai pelengkap. Jadi, ada atau tidaknya harta tidak mempengaruhi sistem adat tunggu tubang, karena sudah menjadai kewajiban setiap anak tertua perempuan harus menjadi Tunggu Tubang. Seperti itulah kodratnya anak perempuan tertua di dalam suku Semende, sedangkan mereka yang tidak lagi menjalankan hukum pewarisan dengan sistem Tunggu Tubang menyatakan bahwa harta orang tua haruslah dibagi rata karena setiap anggota keluarga mempunyai hak yang sama atas harta orang tua mereka. Dari ketiga latar belakang yang berbeda tersebut sangat mempengaruhi persepsi yang diberikan oleh setiap informan, akan tetapi hanya sebatas persepsi saja, tidak mempengaruhi berjalan atau tidaknya hukum pewarisan tunggu tubang tersebut. Berjalan atau tidaknya pewarisan dengan sistem adat tunggu tubang tersebut tergantung kepada tunggu tubang dan pada orang Semende itu sendiri. Karena itulah, antara tunggu tubang, meraje dan apik jurai haruslah saling bersinergi. Saran Dalam kehidupan yang dewasa ini, perkembangan hukum pewarisan masyarakat Semende dengan system adat tunggu tubang semakin memudar, yang seharusnya hukum adat tersebut harus tetap dijalankan tetapi mulai ditinggalkan. Pada saat ini sudah mulai ada penolakan untuk menjadi tunggu tubang, karena mereka merasa tidak sanggup dengan alasan yang berbeda-beda. Sebaiknya setiap masyarakat Semende terutama tunggu tubang harus sadar betul akan pentingnya 60 Persepsi Masyarakat Semende terhadap Pembagian Harta Warisan

11 tunggu tubang, dan seharusya hukum pewarisan di dalam masyarakat Semende haruslah tegas agar siapapun yang melanggar akan mendapat sanksinya. Tujuan penegasan hukum waris ini agar hukum pewarisan dengan sistem adat tunggu tubang akan tetap bertahan. Mengenai harta warisan, pada saat ini tidak selalu kebun, sawah dan rumah, melainkan segala sesuatu yang bernilai sama dengan harta tunggu tubang tersebut. Diperlukan kesadaran masyarakat terhadap statusnya di dalam keluarga. Jika statusnya sebagai tunggu tubang, maka ia haruslah siap dengan statusnya tersebut tanpa melihat ada atau tidaknya harta. Sedangkan yang berstatus sebagai Meraje haruslah benar-benar mengawasi berjalannya tunggu tubang tersebut, tidak hanya sekedar peran semata. Pewarisan dengan cara tunggu tubang haruslah tetap dipertahankan, karena dengan adanya tunggu tubang ini dapat mendukung anggota keluarga yang lainnya sampai ia mandiri, dengan kata lain pewarisan dengan cara tunggu tubang ini adalah salah satu cara untuk bertahan hidup para anggota keluarga yang lainnya dengan bermodalkan harta tunggu tubang tersebut. Penulis mengajukan saran untuk penelitian lebih lanjut mengenai bagaimanakah peran meraje dalam pembagian harta warisan dengan sistem tunggu tubang. Hal ini diperlukan karena pada realitanya peran meraje belum berjalan dengan baik dalam sistem tunggu tubang tersebut. DAFTAR PUSTAKA Hadikusuma, Hilman Hukum Waris Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama Hindu, Islam. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung. I.G.N. Sugangga Hukum Wari Adat. Badan Penerbit: Universitas Diponegoro, Semarang. Koentjaraningrat kebudayaan mentalitas dan perubahan sosial. Gramedia: Jakarta. Muhammad, Bushar Pokok-pokok Hukum Adat. Pradnya Paramita: Jakarta. Robbins, S.P Perilaku Organisasi. Jilid I. Jakarta: PT INDEKS Kelompok Garmedia. Soerya, Moch.1993.Pengantar Hukum Adat, Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri, Untuk Kalangan Sendiri. Syani, Abdul Sosiologi dan Perubahan Masyarakat. Pustaka Jaya. Bandar Lampung. Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 1:

12 Team Media.1999.Kompilasi Hukum Islam Buku II (Hukum Kewarisan). Media Centre. Jakarta. Thohlon, Abd. Ra uf Jagat Besemah Lebar Semende Panjang Jilid II, Pengenalan Pokok Sejarah, Adat dan Kebudayaan Sumatera Bagian Selatan Sejak Islam.Putaka Dzumirr]oh. Palembang. Walgito, Bimo Pengantar Psikologi Umum. Andi offset: Yogyakarta. 62 Persepsi Masyarakat Semende terhadap Pembagian Harta Warisan

I. PENDAHULUAN. yang lainnya. Banyaknya suku bangsa dengan adat istiadat yang berbeda-beda ini

I. PENDAHULUAN. yang lainnya. Banyaknya suku bangsa dengan adat istiadat yang berbeda-beda ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di dalamnya terdapat beraneka ragam suku bangsa, adat istiadat, dan kebudayaan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. anggota masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007:150).

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. anggota masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007:150). 8 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Kebudayaan Menurut E.B Taylor dalam Soerjono Soekanto Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup kepercayaan, kesenian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang terlihat dan ada yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia sangat luas, juga mempunyai puluhan bahkan ratusan adat budaya. Begitu juga dengan sistem kekerabatan yang dianut, berbeda sukunya maka berbeda pula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN Oleh Drs. Bakti Ritonga, SH.,MH. 1 Assalmu alaikum wr.wb. Salam sejahtera untuk kita semua Yang Terhormat; Bapak dan Ibu Pembina, jajaran pengurus, dan seluruh pesrta

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Dengan demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Wilayah Indonesia terdiri atas gugusan pulau-pulau besar maupun kecil yang tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati merupakan makhluk sosial, yang mana tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya manusia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umunmya sistem kekerabatan suku bangsa yang ada di Indonesia menarik garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat Minangkabau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional. Unsur kejiwaan hukum adat yang berintikan kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat pada saat sekarang ini, masalah dalam kehidupan sosial sudah semakin kompleks dan berkepanjangan, dimana terdapat beberapa aspek yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia ini adat yang dimiliki oleh daerahdaerah suku bangsa adalah berbeda-beda, meskipun dasar serta sifatnya, adalah satu yaitu ke Indonesiaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat di Indonesia bersifat pluralistik sesuai dengan banyaknya jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat C. Van Vollenhoven

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai sukubangsa dan budaya. Dengan penduduk lebih dari 210 (dua ratus

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini, masalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial sudah makin kompleks dan terdiri dari berbagai aspek yang mana hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara historis desa merupakan cikal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Negara bangsa ini terbentuk. Struktur sosial sejenis

Lebih terperinci

a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut

a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut unsur-unsur kebudayaan yang dianggap halus, maju, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Indonesia merupakan masyarakat yang plural dan multikultural.

Lebih terperinci

ABSTRAK SIKAP MASYARAKAT TERHADAP ADAT TUNGGU TUBANG DI DESA PULAU PANGGUNG KECAMATAN SEMENDE DARAT LAUT KABUPATEN MUARA ENIM. Oleh M.

ABSTRAK SIKAP MASYARAKAT TERHADAP ADAT TUNGGU TUBANG DI DESA PULAU PANGGUNG KECAMATAN SEMENDE DARAT LAUT KABUPATEN MUARA ENIM. Oleh M. 1 ABSTRAK SIKAP MASYARAKAT TERHADAP ADAT TUNGGU TUBANG DI DESA PULAU PANGGUNG KECAMATAN SEMENDE DARAT LAUT KABUPATEN MUARA ENIM Oleh M. Rendy Praditama Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum waris di Indonesia, selama ini diwarnai oleh tiga sistem hukum waris. Ketiga sistem hukum waris itu adalah, sistem Hukum Barat, sistem Hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa anak-anak, remaja, nikah, masa tua, dan mati (Koenthjaraningrat, 1977: 89). Masa pernikahan

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya.

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju kearah kodifikasi hukum terutama akan dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa, bahasa serta agama yang bervariasi. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan seorang diri, tetapi manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup bermasyarakat

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN A. Sekilas Tentang Bapak Kasun Sebagai Anak Angkat Bapak Tasral Tasral dan istrinya

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Proses perjalanan kehidupan manusia yang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, menimbulkan hak dan kewajiban serta hubungan antara keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian merupakan suatu estafet

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian pustaka.kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu berhubungan dengan manusia yang lain. Dengan demikian setiap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa berupa sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik yang langsung untuk kehidupanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya di masyarakat yang penuh dengan berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang dimilikinya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan dalam masyarakat tidak begitu saja ada dengan sendirinya. Kebudayaan itu sendiri merupakan sebuah hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia yang diperoleh melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai

I. PENDAHULUAN. suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah masyarakat yang terdiri atas masyarakatmasyarakat suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai satu bangsa atau nasion (nation),

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi Lampiran 2 HASIL WAWANCARA Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi 1. Bagaimanakah cara orang tua menyampaikan hukum adat Minangkabau kepada anak, terkait adanya pewarisan harta kepada anak perempuan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan antara suku bangsa, yang harus saling menghargai nilai nilai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan antara suku bangsa, yang harus saling menghargai nilai nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang terkenal dengan beranekaragam suku bangsa, setiap suku bangsa mempunyai adat dan budaya sendiri. Dimana ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku atau kelompok-kelompok etnik yang ada. Pada dasarnya hal itu disebabkan oleh sistem garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu keturunan ditarik dari ayahnya. Dilihat dari marga yang dipakai oleh orang batak yang diambil dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Nilai..., Dian Rahmi Iskandar, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Nilai..., Dian Rahmi Iskandar, F.PSI UI, 2008 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang ditemui setiap individu yang lahir ke dunia ini. Keluarga sebagai bagian dari suatu kelompok sosial mentransformasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas membentang dari kota Sabang Provinsi Nanggro Aceh Darussalam hingga kota Merauke Provinsi Papua. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia merupakan buah Pergumulan Kreatif dari penduduk setempat dan telah menjadi warisan untuk genarasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor Anak perempuan tertua atau disebut juga dengan anak perempuan sulung, oleh

Lebih terperinci

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Saudara mahasiswa, kita berjumpa kembali dalam kegiatan Tutorial Online yang ketiga untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya terdapat berbagai macam keragaman budaya, budaya merupakan satu cara hidup yang berkembang

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu sama lain. Hal ini dapat kita

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu sama lain. Hal ini dapat kita BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Setiap suku atau etnik yang terdapat pada Negara kita Indonesia pasti memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu sama lain. Hal ini dapat kita lihat pada masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik dalam arti luas. Masyarakat sebagai kumpulan individu-individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Sumatera Barat beserta masyarakatnya, kebudayaannya, hukum adat dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para cendikiawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang sangat dianjurkan untuk melakukannya. 1 Sebab pernikahan merupakan suatu prosesi yang dapat menghalalkan hubungan biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku, budaya, agama dan adat istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem kekerabatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan mengelola bumi dengan baik. Bekal terakhir inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan mengelola bumi dengan baik. Bekal terakhir inilah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan bentuk yang sempurna bila dibandingkan dengan makhluk yang lain. Manusia juga dibekali akal agar dapat menjalani kehidupan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan keanearagaman budaya yang dimiliki setiap suku bangsa yang mendiami wilayahnya. Kemajemukan Indonesia tercermin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TERHADAP KASUS ANAK YANG MENGHALANGI AYAH MEMBERIKAN NAFKAH KEPADA ISTRI SIRRI

BAB IV ANALISA TERHADAP KASUS ANAK YANG MENGHALANGI AYAH MEMBERIKAN NAFKAH KEPADA ISTRI SIRRI BAB IV ANALISA TERHADAP KASUS ANAK YANG MENGHALANGI AYAH MEMBERIKAN NAFKAH KEPADA ISTRI SIRRI A. Ketentuan Nafkah dalam KHI dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Sebagai konsekuensi dari sebuah ikatan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DESA OLAK KECAMATAN SUNGAI MANDAU KABUPATEN SIAK

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DESA OLAK KECAMATAN SUNGAI MANDAU KABUPATEN SIAK 12 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DESA OLAK KECAMATAN SUNGAI MANDAU KABUPATEN SIAK A. Kondisi Geografis Desa Olak merupakan salah satu daerah integral yang terletak di Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak,

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak, remaja, dewasa, dan tua. Masa dewasa inilah manusia menetapkan keputusan besar dalam hidupnya

Lebih terperinci

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN 5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami struktur sosial di perdesaan 2. Mahasiswa mampu menganalisa struktur sosial perdesaan KONSEP DASAR STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DAPAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap suku biasanya memiliki tradisi yang menjadi keunikan tersendiri yang menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku bangsa

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat merupakan suatu perwujudan kehidupan bersama manusia sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat merupakan suatu perwujudan kehidupan bersama manusia sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat merupakan suatu perwujudan kehidupan bersama manusia sebagai makhluk sosial. Dimana sebagai makhluk sosial manusia mempunyai naluri untuk selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan satu sama lain dan tidak bisa hidup sendiri, begitu juga dalam kehidupan manusia yang berlainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci