RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA,"

Transkripsi

1 DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN 30 Mei 2012 NO RANCANGAN UNDANG- DIM UNDANG 1 RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA, 2 Menimbang : a. bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun DIM PEMERINTAH KEPUTUSAN PANSUS KETERANGAN RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kebebasan berserikat, berkumpul merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

2 1945; 3 b.bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasan berserikat, berkumpul setiap orang wajib menghormati hak azazi dan kebebasan orang lain dalam rangka tertib hukum, serta menciptakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; 4 b. bahwa sebagai wadah berkumpul dan berserikat, organisasi masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan untuk tercapainya keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan warga Negara, serta menjaga keutuhan c. sebagai wadah dalam menjalankan kebebasan berserikat berkumpul, organisasi masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional

3 dan kemajuan Negara Kesatuan Republic Indonesia; 5 c. bahwa Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga perlu diganti; 6 d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hurf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat; 7 Mengingat: Pasal 20, Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28E dalam wadah Negara Kesatuan Republic Indonesia; d. bahwa Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi Kemasyarakatan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga perlu diganti; e.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang Tentang Organisasi Masyarakat; Mengingat: Pasal 20, Pasal 28, Pasal 28C ayat (2),

4 ayat (3), dan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 8 Dengan persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: 9 Menetapkan : UNDANG- UNDANG TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT Pasal 28E ayat (3), Pasal 28 J, dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG- UNDANG TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT

5 NO DIM RANCANGAN UNDANG-UNDANG DIM PEMERINTAH KEPUTUSAN PANSUS 10 BAB 1 BAB 1 KETENTUAN UMUM KETENTUAN UMUM KETERANGAN Pasal 1 DalamUndang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Organisasi masyarakat yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dengan sukarela oleh warga Negara Indonesia yang dibentuk berdasarkan kesamaan tujuan, kepentingan, dan kegiatan, untuk dapat berpartisispasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia Organisasi Masyarakat Asing adalah organisasi yang bersifat nirlaba yang didirikan oleh warga negara asing dan melakukan kegiatan di Indonesia Anggaran Dasar yang selanjutnya disingkat AD adalah peraturan Pasal 1 DalamUndang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Organisasi masyarakat adalah segala jenis dan bentuk organisasi nirlaba sebagai wadah berserikat berkumpul, yang didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih warga Negara Indonesia atau berbadan hukum Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan aspirasi, kehendak, maksud, tujuan, kebutuhan, kepentingan, dan /atau kegiatan untuk mencapai tujuan atau cita-cita tertentu serta berpartisipasi dalam pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun Organisasi Masyarakat Asing adalah organisasi yang bersifat nirlaba yang didirikan oleh warga negara asing dan berbadan hukum asing yang melakukan kegiatan di Indonesia. 3. Anggaran Dasar yang selanjutnya disingkat AD adalah peraturan dasar

6 dasar Ormas Anggaran Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat ART adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD Ormas Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah addalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah dalam negeri. 17 BAB II ASAS, CIRI, DAN SIFAT organisasi masyarakat. 4. Anggaran Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat ART adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD organisasi masyarakat. 5. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah addalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. 7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah dalam negeri. BAB II ASAS, CIRI, DAN SIFAT Pasal 2 Asas Ormas tidak boleh bertentangan Pasal 2 Asas dasar organisasi masyarakat

7 dengan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pasal 3 Ormas dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Ormas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pasal 4 Ormas bersifat sukarela, social, mandiri, nirlaba, dan tidak berafiliasi pada partai politik. 20 BAB III TUJUAN, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP adalah Pncasila, dan dan dapat mencantumkan asas ciri organisasi masyarakat yang tidak bertentangan dengan asas Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pasal 3 Organisasi masyarakat dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita organisai masyarakat yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pasal 4 Ormas bersifat sukarela, social, mandiri, nirlaba, dan tidak berafiliasi pada partai politik. BAB III TUJUAN, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP

8 Pasal 5 Ormas bertujuan untuk : a. Meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat; Pasal 5 Organisasi masyarakat untuk : bertujuan a) Mewujudkan tujuan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 21 b. Memberikan pelayanan kepada masyarakat; 22 c. Menjaga nilai-nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 23 d. Melestarikan budaya, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; 24 e. Memperkuat persatuuan bangsa; dan, atau b) Menjaga dan memelihaara persatuan dan kesatuan bangsa; c) Meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat; d) Memberikan pelayanan sosial; e) Melestarikan dan memelihara norma, nilai-nilai, moral, etika dan budaya yang hidup dalam masyarakat; dan 25 f. Mewujudkan tujuan Negara. g. Mengembangkan kesetiakawanan social, gotong-royong, toleransi dalam kehidupan masyarakat. 26 Pasal 6 Pasal 6 Ormas berfungsi sebagai: a. Wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggota; Ormas berfungsi sebagai: a) Sarana partisipasi masyarakat dalam mewujudkan tujuan negara;

9 27 b. Wadah pembinaan dan pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan organisasi; b) Wadah untuk memelihara dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa ; 28 c. Sarana penyalur aspirasi c) Sarana penyalur aspirasi masyarakat; masyarakat; 29 d. Wadah pemberdayaan masyarakat; d) Wadah pemberdayaan masyarakat; 30 e. Wadah peran serta dalam e) Wadah peran serta dalam memperkuat persatuan; dan/atau memperkuat persatuan; dan/atau 31 f. Sarana mewujudkan tujuan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 32 Pasal 7 Pasal 7 (1) Dalam mencapai tujuan dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan pasal 6 Ormas memiliki: 1. Dalam mencapai tujuan dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan pasal 6 organisasi masyarakat memiliki: 33 a. Lingkup kegiatan; dan a. Bidang kegiatan; dan 34 b. Wilayah kerja. b. Wilayah kegiatan. 35 (2) Lingkup kegiatan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup antaralain bidang: 36 a. Agama; a. Agama; 37 b. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; 38 c. Hukum; c. Hukum; 39 d. Sosial; d. Sosial; 40 e. Ekonomi; e. Ekonomi; 2. Lingkup kegiatan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup antaralain : b. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

10 41 f. Kesehatan; f. Kesehatan; 42 g. Pendidikan; g. Pendidikan; 43 h. Sumber daya manusia; h. Sumber daya manusia; 44 i. Penguatan demokrasi i. Penguatan demokrasi Pancasila; Pancasila; 45 j. Pemberdayaan perempuan; j. Pemberdayaan perempuan; 46 k. Lingkungan hidup dan sumber k. Lingkungan hidup ; daya alam; 47 l. Kepemudaan; l. Kepemudaan; 48 m. Olahraga; m. Olahraga; 49 n. Profesi; n. Profesi; 50 o. Hobi; dan/atau o. Hobi, minat dan bakat; 51 p. Seni dan budaya p. Seni dan budaya; dan 52 q. Penelitian dan pengembangan 53 (3) Wilayah kerja ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup: 3. Wilayah kerja organisai masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup: 54 a. Nasional; a. Nasional; 55 b. Provinsi; dan/atau b. Provinsi; dan/atau 56 c. Kabupaten/kota. c. Kabupaten/kota Organisasi masyarakat yang memiliki wilayah kegiatan nasional sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (3) adalah organisasi masyarakat yang memiliki kepengurusan dan/atau kegiatan sekurangkurangnya di 1/3 (sepertiga) dari jumlah provinsi di Indonesia.

11 58 5. Organisasi masyarakat yang memiliki wilayah kegiatan provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (3) adalah organisasi masyarakat yang memiliki kepengurusan dan/atau kegiatan sekurangkurangnya di 1/3 (sepertiga) dari jumlah kabupaten/kota di satu (1) provinsi Organisasi masyarakat yang memiliki wilayah kegiatan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (3) adalah organisasi masyarakat yang memiliki kepengurusan dan/atau kegiatan sekurang-kurangnya di 1/3 (sepertiga) dari jumlah kecamatan di satu (1) kabupaten/kota. 60 BAB IV PENDIRIAN ORMAS Pasal 8 Ormas didirikan oleh sekurangkurangnya 3 (tiga) warga negara Indonesia. BAB IV PENDIRIAN ORMAS Pasal 8 Organisasi masyarakat didirikan oleh 2 (dua) atau lebih warga negara Indonesia atau berbadan hukum Indonesia. 61 Pasal 9 Pasal 9

12 Ormas sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dapat dibentuk : Organisasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dapat berbentuk: 62 a. badan hukum; atau b. badan hukum; atau 63 c. tidak berbadan hukum. d. tidak berbadan hukum. 64 Pasal 10 Pasal 10 1) Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a berupa: 1) Organisasi masyarakat berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a berupa: 65 a. Perkumpulan; atau b. Perkumpulan; atau 66 c. Yayasan. d. Yayasan. 67 2) Ormas berbadan hukum yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurup a didirikan dengan tidak berbasis keanggotaan. berbasis anggota. 68 3) Ormas berbadan hukum yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, didirikan dengan tidak berbasis keanggotaan. 69 Pasal 11 2) Organisasi masyarakat berbadan hukum yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurup a 3) Ormas berbadan hukum yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tidak berbasis anggota. Pasal 11 1) Badan hukum perkumpulan didirikan dengan kewajiban memenuhi persyaratan sbagai berikut: 70 a. Akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris; 71 b. AD/ART; 1. Organisasi masyarakat yang akan mendapatkan pengesahan badan hukum perkumpulan wajib memiliki surat keterangan terdaftar.

13 72 c. Program kerja 73 d. Sumber pendanaan; 74 e. Surat keterangan domisili; 75 f. Nomor pokok wajib pajak atas nama perkumpulan; 76 g. Surat pernyataan tidak berafiliasi kepada partai politik; 77 h. Surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan; dan 78 i. Pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang hukum dan hak asasi manusia 2) Pengesahan sebagai badan hukum 79 perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I dilakukan setelah meminta pertimbangan dari instansi terkait. 80 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Pengesahan organisasi masyarakat yang berbadan hukum perkumpulan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. 3. Pengesahan organisasi masyarakat yang berbadan hukum perkumpulan wajib meminta pertimbangan dari instansi terkait. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi masyarakat berbadan hukum perkumpulan sebgaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Perundang-undangan.

14 81 Pasal 12 Pasal 12 Badan hukum yayasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (3) diatur dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 1. Organisasi masyarakat yang berbdan hukum yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) diatur dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan Organisasi masyarakat yang akan mendapatkan pengesahan badan hukum yayasan wajib memiliki Surat Keterangan Terdaftar. 83 Pasal Dalam upaya untuk mengoptimalkan peran dan fungsinya, ormas dapat menggabungkan diri dalam suatu wadah berhimpun Wadah berhimpun sebagaimna dimaksud pada ayat (1) tidak harus tunggal dan monopoli keseluruhan lingkup kegiatan dan kerja Ormas Ketentuan lebih lanjut mengenai wadah berhimpun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 86 Pasal 14

15 1. Ormas yang tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b memberiahukan keberadaanya secara tertulis kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai alamat dan domisili Dalam hal ormas memberitahukan keberadaanya Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan surat tanda terima pemberitahuan keberadaan organisasi. 88 BAB V PENDAFTARAN 89 Pasal Pendaftaran ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dilakukan bersamaan dengan pemberian status badan hukum Pendaftaran bagi Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan. 91 Pasal 16 Pasal 13

16 1. Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dilakukan dengan pemberian surat keterangan terdaftar. 1. Setiap organisasi masyarakat yang tidak berbadan hukum sebagaimna dimaksud dalam Pasal 9 huruf b wajib mendaftarkan keberadaan organisasinya kepada Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan diberikan Surat Keterangan Terdaftar yag selanjutya disebut SKT Organisasi masyarakat yang tidak memenuhi persyaratan untuk diberikan Surat Keterangan Terdaftar, wajib Pendaftaran bagi Ormas yang tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan kewajiban menyertakan persyaratan sebagai berikut: 94 a. Akta pendirian atau statuta yag disahkan oleh notaris; 95 b. AD dan ART; b. AD dan ART; memberitahukan keberadaanya kepada Camat sesuai domisili dan diberikan Surat Tanda Pemberitahuan Keberadaan Organisasi yang selanjutnya disebut STPKO Pasal 14 Pendaftaran bagi organisasi masyarakat yang tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) wajib menyertakan persyaratan minimal sebagai berikut: a. Akta pendirian atau statuta yag disahkan oleh notaris;

17 96 c. Program kerja; c. Program kerja; 97 d. Kepengurusan, d. Kepengurusan, biodata dan kartu tanda penduduk; 98 e. Surat keterangan domisili; e. Surat keterangan domisili dari Kepala Desa/Lurah/Camat atau sebutan lain; 99 f. Nomor pokok wajib pajak f. Nomor pokok wajib pajak atas atas nama Ormas; 100 g. Surat pernyataan tidak berafiliasi kepada partai politik; 101 h. Surat pernyataan tidak dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan; dan 102 i. Surat penrnyataan kesanggupan melaporkan kegiatan Surat keterangan terdaftar sebagimana dimaksud ayat (1) diberikan oleh: nama organisasi masyarakat; g. Surat pernyataan tidak berafiliasi kepada partai politik; h. Surat pernyataan tidak dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan; dan i. Surat penrnyataan kesanggupan melaporkan kegiatan. Pasal 15 Kewenangan penerbitan Surat Keterangan Terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) oleh: 104 a) Menteri bagi Ormas yang a) Menteri Dalam Negeri bagi memiliki wilayah kerja organisasi masyarakat yang nasional; memiliki wilayah kegiatan nasional; 105 b) Gubernur bagi Ormas b) Gubernur bagi organisasi yang memiliki wilayah masyarakat yang memiliki wilayah kerja provinsi;atau kegiatan provinsi;atau 106 c) Bupati/walikota bagi c) Bupati/Walikota bagi organisasi

18 Ormas yang memiliki kerja kabupaten/kota. masyarakat yang memiliki wilayah kegiatan kabupaten/kota. 107 Pasal Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) wajib melakukan verifikasi dokumen pendaftaran paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya dokumen pendaftaran. 108 Pasal Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) wajib melakukan verifikasi dokumen pendaftaran paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya dokumen pendaftaran Dalam hal dokumen permohonan belum lengkap Menteri, gubernur atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 16 1) Menteri Dalam Negeri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) wajib melakukan penelitian dokumen pendaftaran paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dokumen pendaftaran dinyatakan lengkap. 2) Dalam hal dokumen pendaftaran dinyatakan belum lengkap, organisasi masyarakat pemohon wajib melengkapi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. 3) Menteri Dalam Negeri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar paling

19 meminta Ormas pemohon untuk melengkapi paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penyampaian ketidaklengkapan dokumen permohonan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan SKT paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah Ormas dinyatakan lulus verifikasi. lama 14 (empat belas) hari kerja setelah dokumen pendaftaran organisasi masyarakat dinyatakan lengkap. 4) Menteri Dalam Negeri, Gubernur, atau Bupati/Walikota. NO DIM RANCANGAN UNDANG-UNDANG DIM PEMERINTAH KEPUTUSAN PANSUS KETERANGAN Memberikan penjelasan pada pemohon, apabila dalam batas waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar.

20 111 Pasal 17 Pemberitahuan organisasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) wajib menyertakan persyaratan minimal sebagai berikut: a. nama dan alamat organisasi; b. Pendiri; c. Tujuan dan program kerja; d. pengurus; e. peraturan organisasi; dan f. surat keterangan domisili dari Lurah, Kepala Desa dan/atau Camat atau sebutan lain. Pasal 18 Menteri Dalam Negeri, Gubenur, atau Bupati/Walikota, dapat menolak

21 penerbitan Surat Keterangan Terdaftar terhadap organisasi Pasal 18 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal Peraturan Pemerintah. Masyarakat yang telah dinyatakan organisasi terlarang dan/atau atas pertimbangan demi menjaga kedaulatan bangsa dan negara, keamanan dan ketertiban umum serta pertimbangan semata-mata untuk ikut serta menjaga ketertiban dan perdamaian dunia. Pasal 19 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendoman pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13 diatur dalam Peraturan Perundang-undangan. (2) Untuk mengintegrasikan sistem pendaftaran organisasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah Daerah membentuk sistem informasi administrasi organisasi masyarakat, yang selanjutnya

22 disebut SIADORMAS, yang dikoordinasikan secara nasional oleh Menteri Dalam Negeri BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN Ormas berhak : Pasal 19 a. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri dan terbuka b. memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar Ormas (3) SIADORMAS sebagai mana dimaksud pada ayat (2), dapat meningkatkan kinerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam penyediaan databased, pemberdayaan, pengawasan, evaluasi dan penegakan hukum organisasi masyarakat. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 20 Organisasi masyarakat berhak : a. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri dan terbuka b. memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar

23 sesuai dengan peraturan perundangundangan; c. memperjuangkan cita-cita dan tujuan organisasi; d. melaksanakan kegiatan Ormas untuk mencapai tujuan organisasi; e. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan kegiatan organisasi; dan f. melakukan kerjasama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah swasta, Ormas lain, Organisasi Masyarakat Asing, dan pihak lain. Pasal 20 Ormas berkewajiban : a. melaksanakan kegiatan sesuai tujuan organisasi; organisasi masyarakat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan; c. memperjuangkan cita-cita dan tujuan organisasi; d. mendapatkan perlindungan terhadap keberadaannya dan aktvitas sesuai Peraturan Perundang-undangan; e. mendapatkan perlakuan yang sama di depan hukum; dan f. melakukan pengembangan organisasi untuk menjaga keberlanjutan hidup organisasi. Pasal 21 Organisasi masyarakat berkewajiban : a. melaksanakan kegiatan sesuai tujuan keberadaan organisasi masyarakat;

24 b. menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. memelihara nilai-nilai agama, kearifan lokal dan memberikan kemanfaat untuk masyarakat; d. menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian di dalam masyarakat; e. melakukan pengelolaan keuangan secara transparan dan akntabel; dan b. berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara; c. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. menjunjung tingi, menghormati dan memelihara nilai-nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma kesusilaan yang berlaku; e. memelihara keamanan negara, ketentraman dan ketertiban umum; f. mendukung tercapainya tujuan negara f. melakukan pengelolaan keuangang secara transparan dan akuntabel; g.mendaftarkan pendirian dan keberadaan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; dan h. melaporkan perkembangan dan aktivitas organisasi kepada

25 Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah BAB VII ORGANISASI, KEPENDUDUKAN, DAN KEPENGURUSAN Bagian Kesatu Organisasi Pasal 21 Ormas memiliki strukur organisasi dan kepengurusan. i. melakukan penertiban dan pengawasan internal organisasi, serta mengembangkan kode etik organisasi. BAB VII ORGANISASI, KEPENDUDUKAN, DAN KEPENGURUSAN Bagian Kesatu Organisasi Pasal 22 (1) Organisasi masyarakat memiliki struktur organisasi dan tata kerja. (2) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berjenjang maupun tidak berjenjang.

26 Pasal 22 (1) Ormas berbasis keanggotaan yang memiliki wilayah kerja nasional dapat membentuk struktur organisasi dan kepengurusan dari nasional hingga daerah. (2) Ormas berbasis keanggotaan yang memiliki wilayah kerja provinsi dapat membentuk struktur organisasi dan kepengurusan dari provinsi hingga daerah yang berada di wilayah provinsi. (3) Ormas berbasis keanggotaan yang memiliki wilayah kerja kabupaten/kota dapat membentuk struktur organisasi dan kepengurusan dari kabupaten/kota hingga daerah yang berada di wilayah kabupaten/kota. (3) Jenjang organisasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan wilayah kegiatan. Pasal 23 (1) Organisasi masyarakat berbasis anggota yang memiliki wilayah kegiatan nasioanal dapat membentuk struktur organisasi dan kepengurusan secara berjenjang pada tingkat nasional. (2) Organisasi masyarakat berbasis anggota yang memiliki wilayah kegiatan provinsi dapat membentuk struktur organisasi dan kepengurusan secara berjenjang pada tingkat provinsi. (3) Organisasi masyarakat berbasis anggota yang memiliki wilayah kegiatan kabupaten/kota dapat membentuk struktur organisasi dan kepengurusan secara berjenjang pada tingkat kabupaten/kota.

27 Bagian Kedua Kedudukan Pasal 23 Ormas berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia sesuai dengan akta pendirian atau ketentuan dalam Anggaran Dasar. Bagian Ketiga Kepengurusan Pasal 24 (4) Organisasi masyarakat tidak berbasis anggota dapat mengembangkan jejaring kerja organisasi berdasarkan bidang kegiatan dan wilayah kerja. (5) Organisasi masyarakat berbasis anggota maupun tidak berbasis anggota dapa mengembangkan organisasi di luar negeri sesuai kebutuhan organisasi dan ketentuan Peraturan Perundangundangan. Bagian Kedua Kedudukan Pasal 24 Organisasi masyarakat berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia sesuai dengan akta pendirian atau ketentuan dalam Anggaran Dasar. Bagian Ketiga Kepengurusan Pasal 25

28 Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan dipilih secara demokratis melalui musyawarah dan mufakat. Pasal 25 (1) Pergantian kepengurusan Ormas di setiap tingkata dilakukan sesuai dengan AD dan ART. (2) Susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan Ormas didaftarkan kepada Kementerian atau pemerintah daerah berdasarkan wilayah yang bersangkutan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya pergantian kepengurusan. (3) Bagi Ormas yang berbadan hukum apabila terjadi perubahan akta terkait dengan pergantian kepengurusan didaftarkan kepada kementrian atau Kepengurusan organisasi masyarakat dipilih secara demokrasi melalui musyawah dan mufakat yang diatur dalam AD dan ART. Pasal 26 (1) Struktur kepengurusan, sistem pergantian, hak dan kewajiban pengurus, wewenang, dan pembagian tugas dan hal lainnya berkaitan dengan kepengurusan diatur dalam AD dan ART. (2) Susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan organisasi masyarakat didaftarkan kepada kementerian dan/atau Pemerintah Daerah paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya pergantian kepengurusan. (3) Apabila terjadi perubahan akta terkait dengan pergantian kepengurusan wajib didaftarkan kepada kementrian atau Pemerintah

29 pemerintah daerah berdasarkan wilayah yang bersangkutan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinyan pergantian pengurusan. Pasal 26 (1) Anggota Ormas yang berhenti atau yang diberhentikan dari kepengurusan dan/atau keanggotaaan tidak dapat membentuk kepengurusan dan/atau Ormas yang sama. (2) Dalam hal dibentuk kepengurusan dan/atau Ormas yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberadaaan tidak diakui oleh Undang-undang ini. Pasal 27 Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi, kedudukan, dan kepengurusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 diatur dalam Daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan akta. Pasal 27 (1) Anggota organisasi masyarakat yang berhenti atau yang diberhentikan dari kepengurusan dan/atau keanggotaan tidak dapat membentuk kepengurusan dan/atau organisasi masyarkat yang sama. (2) Pembentukan dari kepengurusan dan/atau keanggotaan tidak dapat membemtuk kepengurusan dan/atau organisasi masyarakat yang sama. Pasal 28 Kentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi, kedudukan, dan kepengurusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 diatur

30 AD dan ART. dalam AD dan ART BAB VIII KEANGGOTAAN Pasal 28 (1) Setiap warga negara Indonesia berhak menjadi anggota Ormas. (2) Keanggotaan Ormas bersifat sukarela, terbuka, dan tidak diskriminatif bagi warga negara Indonesia yang menyetujui AD dan ART. (3) Keanggotaan Ormas diatur berdasarkan AD dan ART. Pasal 29 (1) Setiap anggota Ormas memiliki hak dan kewajiban yang sama. (2) Hak dan kewajiban anggota Ormas diatur dalam AD dan ART. BAB VIII KEANGGOTAAN DAN KEPUTUSAN ORGANISASI Bagian Kesatu Pasal 29 (1) Setiap warga negara Indonesia berhak menjadi anggota organisasi masyarakat. (2) Keanggotaan organisasi masyarakat bersifat sukarela, terbuka, dan tidak diskriminatif. (3) Keanggotaan organisasi masyarakat diatur berdasarkan AD dan ART. Pasal 30 (1) Setiap anggota organisasi masyarakt memiliki hak dan kewaijban yang sama. (2) Hak dan kewajiban anggota organisasi masyarakat diatur dalam AD dan ART.

31 BAB IX KEPUTUSAN ORGANISASI Pasal 30 (1) Keputusan Ormas di setiap tingkatan dilakukan dengan musyawarah mufakat sesuai dengan AD dan ART. (2) Keputusan sebagaimana dimaksud ayat (1) bersifat mengikat bagi Ormas. BAB X AD/ART ORMAS Bagian Kesatu Umum Pasal 31 (1) Setiap Ormas wajib memiliki AD dan ART. Bagian Kedua Pasal 31 (1) Keputusan organisasi masyarakat di setiap tingkatan dilakukan dengan musyawarah mufakat sesuai dengan AD dan ART. (2) Keputusan sebagaimana dimaksud ayat (1) bersifat mengikat bagi organisasi masyarakat. BAB IX AD DAN ART ORGANISASI MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum Pasal 32 (1) Setiap organisasi masyarakat wajib memiliki AD dan ART.

32 168 (2) AD sebagaimana dmaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit: a. asas dan ciri Ormas; (2) AD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit: a. asas dan ciri; b. visi dan misi Ormas; b. visi dan misi; c. nama, lambang, dan gambar Ormas; c. nama, lambang, dan gambar; d. tujuan dan fungsi Ormas; d. tujuan dan fungsi; e. organisasi, tempat kependudukan, dan pengambilan keputusan; e. struktur organisasi, tata kerja, tempat kedudukan, domisili organisasi, dan sistem pengambilan keputusan; f. Kepengurusan Ormas; f. kepengurusan, hak dan kewajiban pengurusan; g. mekanisme rekrutmen dan pemberhentian anggota Ormas; g. keanggotaan, hak dan kewajiban anggota, mekanisme rekrutmen dan berakhirnya keanggotaan; h. pengaturan dan keputusan Ormas; h. pengaturan dan keputusan internal organisasi;

33 i. program pemberdayaan dan pembinaan; j. pengelolaan keuangan Ormas; i. sumber keuangan dan manajemen keuangan; k. penyelesaian sengketa; dan j. mekanisme pengawasan internal. l. mekanisme pengawasan internal. k. mekanisme pengawasan internal. 180 Bagian Kedua Perubahan AD/ART Ormas Pasal 32 (1) Perubahan AD dan ART dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan Ormas. Bagian Kedua Perubahan AD dan ART Organisasi Masyarakat Pasal 33 (1) Perubahan AD dan ART dilakukan berdasarkan hasil keputusan tertinggi dalam pengambilan keputusan organisasi.

34 (2) Peubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan ke kementrian atau Pemerintah Daerah berdasarkan wilayah kerja Ormas yang bersangkutan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan. BAB XI KEUANGAN Pasal 33 (1) Keuangan Ormas dapat bersumber dari: a. iuran anggota; (2) Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan ke kementerian dan/atau Pemerintah Daerah berdasarkan wilayah kegiatan paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan. BAB X KEUANGAN DAN BADAN USAHA ORGANISASI MASYARAKAT Pasal 34 (1) Keuangan organisasi masyarakat dapat bersumber dari: a. iuran anggota; 184 b. sumbangan masyarakat; b. bantuan atau sumbangan dari individu dan/atau lembaga; 185 c. bantuan/sumbangan dari orang asing atau lembaga asing; c. bantuan atau sumbangan dari orang asing dan/atau lembaga asing;

35 d. hasil usaha Ormas; dan d. hasil usaha organisasi masyarakat; dan e. kegiatan lain yang sah menurut hukum. e. hasil usaha organisasi masyarakat; dan (2) keuangan organisasi sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dikelola secara transparan dan bertanggungjawab. (3) Dalam hal melaksanakan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Ormas menggunakan rekening pada bank nasional. (2) Keuangan organisasi sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dikelola berdasarkan prinsip tata kelola keuangan organisasi yang baik, transparan dan akuntabel. (3) Organisasi masyarakat menggunakan rekening atas nama organisasi pada bank nasional. (4) Sumber keuangan organisasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan sesuai peraturan Perundangundangan. (5) Sumber keuangan organisasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakasanakan sesuai Peraturan Perundangan-

36 undangan 192 Pasal 34 (1) Dalam hal Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a dan huruf b,menghimpun dan mengelola dana dari anggota dan masyarakat, Ormas wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan sesuai standar akuntansi secara umum atau sesuai AD/ART. Pasal 35 (1) Sumber keuangan organisasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b, organisasi masyarakat wajib membuat laporan pertanggungjawaban kepada publik (2) Bantuan/sumbangan dari orang asing atau lembaga asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf c harus diberitahukan dan/atau dengan persetujuan Pemerintah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberitahuan dan/atau persetujuan sebagaimana dimaksud pada awat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah. (2) Dalam hal sumber keuangan organisasi mesyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf c, organisasi masyarakat wajib memberitahukan dan mendapatkan persetujuan dari Pemerintah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberitahuan dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Perundangundangan.

37 BAB XII BADAN USAHA ORMAS Pasal 35 (1) Dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi, Ormas beradan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dapat mendirikan badan usaha. (2) Tata kerja dan tata kelola badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam AD atau ART. (3) Pendirian badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai peraturan perundang-undangan, BAB XIII PEMBERDAYAAN ORMAS Pasal 36 (1) Untuk menjaga keberlangsungan hidup, organisasi masyarakat berbadan hukum dapat mendirikan badan usaha. (2) Tata kelola badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam AD atau ART. (3) Pendirian dan pengembangan badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai Peraturan Perundang-undangan. BAB XI PEMBERDAYAAN ORGANISASI MASYARAKAT

38 Pasal 36 (1) Dalam rangka pemberdayaan Ormas, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan : a. fasilitas kebijakan; b. penguatan kelembagaan c. peningkatan kualitas sumberdaya manusia; dan d. pemberian penghargaan. (2) Fasilitas kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa pembentukan peraturan perundangan-undangan yang mendukung pemberdayaan Ormas. Pasal 37 (1) Pemberdayaan dilaksanakan untuk meningkatkan kinerja dan menjaga keberlangsungan hidup organisasi masyarakat. (2) Pembrdayaan kepada organisasi masyarakat, antara lain; a. fasilitas kebijakan;

39 (3) Penguatan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa: a.pelibatan dalam proses pembangunan; b. tata kelola organisasi yang baik; c. penyediaan data dan informasi Ormas; d. pengintensifan dialog dan kerjasama; dan e. dukungan keahlian dan pendampingan. b. penguatan kapasitas/kelembagaan; dan c. peningkatan kualitas sumberdaya manusia. (3) Fasilitas kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat berupa pengembangan kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan yang mendukung pemberdayaan organisasi masyarakat.

40 215 (4) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa: (4) Penguatan kapasitas/kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, antara lain: 216 a. pendidikan dan pelatihan; a. penguatan manajemen organisasi; 217 b. penguatan kepemimpinan dan kaderisasi; b. penyediaan data dan informasi; 218 c. penguatan wawasan kebangsaan; dan c. pengembangan kemitran; d. pengembangan dan pendampingan kewirausahaan. (5) Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksdu pada ayat (1) huruf d dapat berupa; d. bimbingan dan pendampingan; e. penguatan kepemimpinan dan kaderisasi; f. pemberian penghargaan; dan g. penelitian dan pengembangan. (5) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, antara lain :

41 a. tanda penghargaan; a. pendidikan dan pelatihan; b. bantuan pendidikan dan pelatihan; dan b. penguatan wawasan kebangsaan c. insentif pengembangan organisasi. c. pemagangan; dan d. kursus (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas kebijakan, penguatan kelembagaan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 37 Ormas dapat bekerjasama dengan masyarakat swasta, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggarkan pelayanan di berbagai bidang untuk kesejahteraan masyarakat. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan organisasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Perundang-undangan. Pasal 38 (1) Untuk meningkatkan keberdayaan dan pelaksanaan fungsinya, organisasi masyarakat dapat membentuk suatu wadah berhimpun.

42 Pasal 38 (1) Pemerintah membentuk sistem informasi Ormas dalam rangka pemberdayaan dan tertib administrasi. (2) Sistem informasi Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri. (2) Wadah berhimpun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dari, oleh, dan untuk organisasi masyarakat yang didasarkan kesamaan tujuan, kepentingan, kebutuhan dan kegiatan tertentu. Pasal 39 (1) Untuk meningkatkan kinerja dan tertib administrasi pemberdayaan organisasi masyarakat, Pemerintah Daerah dapat membentuk SIADORMAS. (2) Menteri Dalam Negeri mengkoordinasikan pemberdayaan dan pembentukan SIADORMAS secara nasional. (3) Gubenur mengkoordinasikan pemberdayaan dan pembentukan SIADORMAS di Provinsi. (4) Bupati/Walikota mengkoordinasikan pemberdayaan dan pembentukan SIADORMAS di kabupaten/kota.

43 BAB XIV ORGANISASI MASYARAKAT ASING Pasal 39 (1) Organisasi Masyarakat Asing dalam melakukan kegiatan di wilayah Indonesia harus memiliki ijin opersional dari meteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang urusan luar negeri. (2) Untuk memperoleh Ijin operasional sebagaimana ayat (1), Organisasi Masyarakat Asing harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. berbadan hukum asing atau tercatat di negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia; (5) Sistem informasi administrasi organisasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Perundangundangan. BAB XII ORGANISASI MASYARAKAT ASING Pasal 40 (1) Organisasi masyarakat asing dalam melakukan kegiatan di wilayah Indonesia harus memiliki izin operasional dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang Luar Negeri, (2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), organisasi masyarakat asing harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. berbadan hukum dan berkantor di negara yang Memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia;

44 b. memiliki asas, tujuan, dan kegiatan organisasi yang sesuai dengan peraturan Indonesia; dan c. dalam pelaksanaan kegiatannya bekerjasama atau melibatkan Ormas Indonesia. (3) Ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun. (4) Perpanjangan ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan paling lambat 3 ( tiga) bulan sebelum ijin operasional berakhir. (5) Dalam hal Organisasi Masyarakat Asing tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diberikan izin operasional. b. memiliki asas, tujuan, dan kegiatan organisasi yang sesuai dengan peraturan perundang-undang Indonesia; dan c. dalam pelaksanaan kegiatannya wajib bermitra atau melibatkan masyarakat Indonesia (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun. (4) Perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum izin berakhir. (5) Pemberian dan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

45 (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian dan perpanjangan ijin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah. dan ayat (4) harus mendapat pertimbangan dari kementerian dan lembaga terkait. (6) ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian dan perpanjangan izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah Pasal 41 (1) Untuk pemberian dan perpanjangan izin operasional, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri membentuk Tim Perizinan Organisasi Masyarakat Asing (2) Tim Perizinan Organisasi Masyarakat Asing dimaksud pada ayat (1) beranggotakan kementerian dan lembaga terkait (3) Pembentukan keanggotaan, dan tata kerja Tim Perizinan Organisasi Masyarakat Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

46 Pasal 40 Organisasi Masyarakat Asing memiliki kewajiban; a. memberikan manfaat bagi masyarakat,bangsa, dan negara Indoensia; b. menyampaikan ijin operasional dari menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang urusan luar negeri kepada Menteri dan kementerian terkait; c. mengumumkan sumber, jumlah, dan penggunaan dana; dan d. membuat laporan kegiatan secara berkala dan dipublikasikan kepada masyarakat melalui media massa nasional maupun daerah Pasal 42 Organisasi masyarakat asing memiliki kewajiban; a. memberi nilai manfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia; b. menyampaikan izin kepada Menteri dan kementerian terkait; c. melaporkan sumber, jumlah, dan penggunaan dana kepada Tim Perizinan Organisasi Masyarakat Asing; dan d. menyampaikan laporan kegiatan secara berkala kepada Tim Perizinan Organisasi Masyarakat Asing, Kementerian dan Lembaga terkait, serta Pemerintah Daerah yang

47 menjadi lokasi kegiatan Pasal 41 Organisasi Masyarakat Asing dilarang: a.melakukan kegiatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan Negara kesatuan Republika Indonesia. b. mengganggu stabilitas dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; Pasal 43 Organisasi masyarakat asing dilarang: a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republika Indonesia b. mengganggu stabilitas dan keutuhan Negara Kesatuan Republika Indonesia; 256 c. melakukan kegiatan spionase; c. melakukan kegiatan intelijen; d. Melakukan kegiatan politik praktis; e. melakukan kegiatan yang mengganggu hubungan diplomatik; d. melakukan kegiatan bersifat politis dan kegiatan komersial; e. melakukan kegiatan yang mengganggu hubungan antar negara;

48 f. melakukan kegiatan tidak sesuai dengan tujuan organisasi; g. menggalang dana dari masyarakat Indonesia; h. berkantor dan menggunakan fasilitas lembaga Pemerintah ; dan/atau Pemerintah Daerah; dan f. melakukan kegiatan tidak sesuai dengan tujuan dan fungsi organisasi masyarakat; g. menggalang dana Indonesia; h. berkantor dan menggunakan fasilitas negera; i. melakukan kegiatan tanpa ijin operasional dari menteri yang tugas dan tanggung jawabnya bidang urusan luar negeri. i. melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izin operasional; j. melanggar norma kesusilaan, agama, sosial, budaya, moral dan etika yang berlaku di Indonesia. k. men ggunakan lambang negara, bendera, dan simbol-simbol negara dan pemerintah Indonesia.

49 265 Pasal 42 (4) Dalam hal Organisasi Masyarakat Asing tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau melakukan pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang urusan luar negeri menjatuhkan sanksi administrasi berupa: Pasal 44 (1)Organisasi masyarakat asing yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaskud dalam Pasal 42 dan/atau melakukan pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri memberikan sanksi berupa : a. teguran tertulis; a. teguran tertulis; b. penghentian kegiatan; b. penghentian kegiatan; c. pembekuan ijin operasional c. pembekuan ijin; dan/atau d. pencabutan ijin operasional; dan/atau e. tindakan diplomatic d. pencabutan ijin

50 (2) ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah Pasal 43 (2) Pemerintah dan Pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap keberadaaan dan kegiatan Organisasi Masyarakat Asing (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah BAB XV PENGAWASAN (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Perundang-undangan. Pasal 45 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan organisasi masyarakat asing. (2) ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Perundang-undangan BAB XIII PENGAWASAN 275 Pasal 46

51 (1) Untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas organisasi masyarakat, dilakukan pengawasan secara internal maupun eksternal Pasal 44 (1) Untuk menjamin terlaksananya fungsi dan tujuan Ormas, setiap Ormas memiliki lembaga Pengawasan internal. (2)Pengawasan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh individu ada/atau lembaga yang berada dalam internal organisasi masyarakat yang bersangkutan. (3)Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh masyarakat Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah Pasal 47 (1) Individu dan/atau lembaga pengawas Internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) berfungsi sebagai sistem kontrol internal, penengak disiplin/kode etik organisasi dan penyelesaian sangketa internal organisasi masyarakat.

52 (2) Lembaga pengawas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk menegakkan kode etik organisasi dan memutuskan pemberian sanksi dalam internal Ormas. (3) Tugas dan wewenang lembaga pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam AD dan ART atau peraturan organisasi. Pasal 45 Untuk meningkatkan akuntabilitas organisasi, Ormas wajib membuat laporan kegiatan dan keuangan yang terbuka untuk Publik. Pasal 46 (1) Dalam hal Ormas mendapatkan pemberdayaan berupa penguatan kelembagaan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan (2) Tugas dan kewenangan Individu dan/atau lembaga pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam AD dan ART. Pasal 48 Untuk meningkatkan akuntabilitas publik, organisasi masyarakat wajib membuat laporan kegiatan dan keuangan secara transparan dan terbuka kepada publik, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

53 pemberian penghargaan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) harus menyampaikan laporan kegiatan dan keuangan kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah (2) Laporan kegiatan dan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar evluasi pemberdayaan bagi pemerintah atau Pemerintah Daerah. (3) Dalam hal Ormas tidak menyampaikan laporan kegiatan dan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah menghentikan Pemberdayaan Ormas bersangkutan. Pasal 47 (1) Dalam hal pengawasan terhadap Pasal 49 Hasil evaluasi terhadap laporan kinerja organisasi masyarakat dapat menjadi dasar Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam memberikan fasilitasi Pasal 50 (1) Bentuk Pengawasan masyarakat

54 Ormas, masyarakat berhak menyampaikan dukungan atau keberatan terhadap keberadaan atau aktifitas Ormas. (2) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain dapat berupa pemberian penghargaan, program, bantuan dana, dan dukungan operasional organisasi. (3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan masyarakat kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai lingkup dan tanggung jawabnya. (4) Dalam hal terdapat pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pemerintahan atau Pemerintah Daerah mengupayakan penyelesaian keberatan melalui mekanisme mediasi dan konsiliasi. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) dapat berupa pengaduan, dukungan atau bentuknya lainnya. (2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh masyarakat kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah. (3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan fasilitas dan/atau tindak lanjut terhadap pengaduan masyarakat Pasal 51 Bentuk pengawasan Pemerintah

55 BAB XVI PENYELESAIAN SENGKETA ORGANISASI Pasal 48 (1).Dalam hal terjadi sangketa organisasi, Ormas diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang diatur dalam AD dan ART. (2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai, dapat dilakukan upaya mediasi dan konsiliasi (3) Tata cara mediasi dan konsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat dan/atau Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) dapat berupa pembinaan, supervisi, asistensi, bimbingan, pemantauan, monitoring dan evaluasi. BAB XIV PENYELESAIAN SENGKETA ORGANISASI Pasal 52 (1) Organisasi masyarakat mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sangketa organisasi melalui mekanisme yang diatur dalam AD dan ART. (2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melakukan upaya mediasi dan konsiliasi.. (3) Tata cara mediasi dan konsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebebasan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.116, 2013 HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pendirian-Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5430)

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebebasan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kebebasan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kebebasan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebebasan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DRAFT RUU ORMAS Per Tgl 1 April 2013 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN Disetujui Timus, 15 Maret 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI ORGANISASI KEMASYARAKATAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI ORGANISASI KEMASYARAKATAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI ORGANISASI KEMASYARAKATAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Disampaikan Oleh : Drs. M.B. Saudy, M.Si (Kasubdit Kemitraan dan Pemberdayaan Ormas) Jakarta, 12 November

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG. ORGANISASI KEMASYARAKATAN Disetujui Timus, 15 Maret 2013

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG. ORGANISASI KEMASYARAKATAN Disetujui Timus, 15 Maret 2013 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DRAFT RUU ORMAS hasil diskusi TA DPR dan TA Pemerintah

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG SALINA N MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDAFTARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah, yang dalam hal ini diwakili oleh Prof. Dr. Din Syamsudin.

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDAFTARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DRAFT RUU ORMAS Hasil diskusi TA DPR dan TA Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUTON, Menimbang : a. bahwa adat istiadat dan nilai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 95 Undang- Undang Nomor 11

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN UNDANG UNDANG KELUARGA BESAR MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PARTAI MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN PERUBAHAN ATAS UNDANG NO 4 TAHUN 2016 TENTANG PARTAI MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN YANG DIDIRIKAN OLEH WARGA NEGARA ASING

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN YANG DIDIRIKAN OLEH WARGA NEGARA ASING PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN YANG DIDIRIKAN OLEH WARGA NEGARA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan

Lebih terperinci

Buku Pintar Calon Anggota & Anggota Legislatif

Buku Pintar Calon Anggota & Anggota Legislatif UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1 BAB I. KETENTUAN UMUM BAB II. PEMBENTUKAN PARTAI POLITIK BAB III. PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANG GARAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1052, 2017 KEMENDAGRI. Sistem Informasi Organisasi Kemasyarakatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN

Lebih terperinci

2017, No kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif; d. bahwa terdapat organisasi kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya

2017, No kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif; d. bahwa terdapat organisasi kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya No.138, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pendirian-Pengawasan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6084)

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Organi

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Organi No.262, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. WNA. Didirikan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5959). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN TERDAFTAR BAGI ORGANISASI KEMASYARAKATAN, BADAN DAN LEMBAGA DI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

b. bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu diperbarui sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan masyarakat;

b. bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu diperbarui sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan masyarakat; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK Menimbang : a. bahwa kernerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat merupakan hak asasi manusia yang

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA

PERATURAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PERATURAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA NOMOR : 43 TAHUN 2009 NOMOR: 41 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN KEPADA PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 21 ayat (2) Anggaran Rumah Tangga Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada Tahun 2015.

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 21 ayat (2) Anggaran Rumah Tangga Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada Tahun 2015. UNDANG- UNDANG KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PARTAI MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA DEPARTEMEN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DAN LEMBAGA NIRLABA LAINNYA DALAM BIDANG KESATUAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA DEPARTEMEN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DAN LEMBAGA NIRLABA LAINNYA DALAM BIDANG KESATUAN

Lebih terperinci

2015, No b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

2015, No b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 1642, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Badan Hukum. Pendaftaran. Perubahan. AD&ART. Kepengurusan Parpol. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT T UHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT T UHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT T UHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.HH-04.AH TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.HH-04.AH TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.HH-04.AH.11.01 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENDAFTARAN PENYESUAIAN PARTAI POLITIK BERBADAN HUKUM DAN PARTAI POLITIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.913, 2011 KEMENTERIAN SOSIAL. Lembaga Kesejahteraan Sosial. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PARTAI MAHASISWA

UNDANG UNDANG KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PARTAI MAHASISWA UNDANG UNDANG KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PARTAI MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

2017, No tentang Pedoman Kerja Sama Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dengan Organisasi Kemasyarakatan dalam Bidang Kesatuan Bangs

2017, No tentang Pedoman Kerja Sama Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dengan Organisasi Kemasyarakatan dalam Bidang Kesatuan Bangs No.1053, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Kerja Sama Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dengan Organisasi Kemasyarakatan dan Badan atau Lembaga Dalam Bidang Politik dan Pemerintahan

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5430 HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pendirian-Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 116) PENJELASAN

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L No. 1449, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPORA. Sentra Pemberdayaan Pemuda. PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG SENTRA PEMBERDAYAAN PEMUDA DENGAN

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1 Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Pasal 28 Anggaran Dasar Badan Perfilman Indonesia, merupakan rincian atas hal-hal yang telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Per 17 Desember 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

*13595 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2002 (31/2002) TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*13595 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2002 (31/2002) TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 31/2002, PARTAI POLITIK *13595 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2002 (31/2002) TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENGELOLAAN SISTEM INFORMASI ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR POLITEKNIK INDRAMAYU NOMOR : 001/DIR/PER/III/2013 TENTANG ORGANISASI KEMAHASISWAAN DI LINGKUNGAN POLITEKNIK INDRAMAYU

PERATURAN DIREKTUR POLITEKNIK INDRAMAYU NOMOR : 001/DIR/PER/III/2013 TENTANG ORGANISASI KEMAHASISWAAN DI LINGKUNGAN POLITEKNIK INDRAMAYU PERATURAN DIREKTUR POLITEKNIK INDRAMAYU NOMOR : 001/DIR/PER/III/2013 TENTANG ORGANISASI KEMAHASISWAAN DI LINGKUNGAN POLITEKNIK INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR POLITEKNIK INDRAMAYU,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDAFTARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 48 TAHUN 2017

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 48 TAHUN 2017 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 48 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 48 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR LEGIUN VETERAN REPUBLIK INDONESIA MUKADIMAH "DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

ANGGARAN DASAR LEGIUN VETERAN REPUBLIK INDONESIA MUKADIMAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 14 TAHUN 2007 TANGGAL : 19 Juni 2007 ANGGARAN DASAR LEGIUN VETERAN REPUBLIK INDONESIA MUKADIMAH "DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA" Bahwa Veteran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI GORONTALO dan GUBERNUR GORONTALO MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI GORONTALO dan GUBERNUR GORONTALO MEMUTUSKAN: GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN BERLANGGANAN TELEVISI MELALUI KABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN, RUKUN WARGA DAN RUKUN TETANGGA DENGAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMBERHENTIAN, DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya manusia dalam mengembangkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.61, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA IPTEK. Keinsinyuran. Profesi. Penyelenggaraan. Kelembagaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5520) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PERGURUAN TINGGI SWASTA INDONESIA

ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PERGURUAN TINGGI SWASTA INDONESIA Lampiran Keputusan Munas IV Asosiasi BP PTSI Nomor: 07/MUNAS-IV/2017 ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PERGURUAN TINGGI SWASTA INDONESIA ANGGARAN DASAR ASOSIASI BP PTSI PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya tugas mendidik

Lebih terperinci

NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK

NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.40, 2013 KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Anggaran Dasar KONSIL Lembaga Swadaya Masyarakat INDONESIA (Konsil LSM Indonesia) [INDONESIAN NGO COUNSILINC) MUKADIMAH

Anggaran Dasar KONSIL Lembaga Swadaya Masyarakat INDONESIA (Konsil LSM Indonesia) [INDONESIAN NGO COUNSILINC) MUKADIMAH Anggaran Dasar KONSIL Lembaga Swadaya Masyarakat INDONESIA (Konsil LSM Indonesia) [INDONESIAN NGO COUNSILINC) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN VERIFIKASI KELENGKAPAN DOKUMEN PEMBERHENTIAN ANTARWAKTU, PENGGANTIAN ANTARWAKTU,

Lebih terperinci

PENGURUS BESAR IGPKhI SELAKU PIMPINAN MUNAS I IGPKhI Sekretaris Jenderal,

PENGURUS BESAR IGPKhI SELAKU PIMPINAN MUNAS I IGPKhI Sekretaris Jenderal, AD/ART IKATAN GURU PENDIDIKAN KHUSUS INDONESIA KEPUTUSAN MUNAS I IKATAN GURU PENDIDIKAN KHUSUS INDONESIA Nomor : 2/MUNAS I/ IGPKhI /I/ 2017 Tentang : ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IGPKhI DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1062, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM. Dana Kampanye. Pelaporan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAPORAN DANA KAMPANYE

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.761, 2014 KEMENKEU. Konsultan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015 PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, 29-30 MEI 2015 1. Beberapa ketentuan dalam MENIMBANG diubah dan disesuaikan dengan adanya Undang-Undang

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci