DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKOPERASIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKOPERASIAN"

Transkripsi

1 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKOPERASIAN Jakarta 2015

2 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KESATU NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKOPERASIAN Jakarta 2015

3 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKOPERSIAN Jakarta 2015

4 DAFTAR ISI Daftar Isi i BAGIAN KESATU: NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG PERKOPERASIAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Koperasi dan Konstitusi Negara Perundang-undangan Koperasi di Indonesia Koperasi dan Perekonomian Indonesia Koperasi dan Pendidikan Identifikasi Masalah Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Metode Penelitian BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS Kajian Teoritis Umum Kajian Teoritis Praktik Empiris Kajian Terhadap Pelaksanaan Jatidiri Koperasi Kajian Peran Koperasi dalam Demokrasi Ekonomi di Indonesia Kajian Praktik Penyelenggaraan Koperasi BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN TERKAIT PERKOPERASIAN Analisis Peraturan Perundang-undangan Terkait BAB IV KAJIAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS PENGATURAN PERKOPERASIAN DI INDONESIA Landasan Filosofis Landasan Sosiologis Landasan Yuridis BAB IV JANGKAUAN, ARAH, DAN LINGKUP PENGATURAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN Jangkauan Pengaturan Arah Pengaturan Usulan Batang Tubuh RUU i

5 BAB VI PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 91 BAGIAN KEDUA: RUU TENTANG PERKOPERASIAN ii

6 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tata perekonomian nasional dan sistem ekonomi nasional disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam mewujudkan masyarakat yang berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat memiliki peran strategis dalam upaya memperkuat sitem ekonomi kerakyatan dan sesuai dengan tata perekonomian nasional; c. bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian masih terdapat kekurangan dan belum mampu dan efektif menjawab dinamika ekonomi global dan tuntutan ekonomi daerah bagi kepentingan seluruh masyarakat; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Perkoperasian; Mengingat: Pasal 20, Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 33 ayat (1), ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menetapkan: MEMUTUSKAN: UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1

7 1. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang berhubungan dan menyangkut Koperasi. 2. Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya bersama melalui usaha bersama yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis. 3. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. 4. Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. 5. Anggaran Dasar Koperasi adalah pedoman dasar organisasi Koperasi yang mengatur secara langsung kehidupan Koperasi dan hubungannya dengan para Anggota Koperasi, untuk terselenggaranya tertib organisasi Koperasi. 6. Jati Diri Koperasi adalah identitas Koperasi yang meliputi definisi, nilai, dan prinsip Koperasi. 7. Pra Koperasi adalah organisasi atau kelompok kerjasama sosialekonomi yang ada dimasyarakat yang secara khusus dapat dikembangkan menjadi Koperasi. 8. Pendidikan Perkoperasian adalah pendidikan yang bertujuan untuk memberikan pemahaman dan keyakinan kepada para pemangku kepentingan dalam pengembangan Koperasi. 9. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-orang. 10. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum Koperasi. 11. Anggota Koperasi yang selanjutnya disebut Anggota adalah pemilik dan sekaligus pengguna layanan Koperasi. 12. Pengurus adalah perwakilan Anggota yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi untuk mencapai tujuan Koperasi. 13. Pengawas adalah perwakilan Anggota yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada Pengurus. 14. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Menteri adalah menteri yang membidangi urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi dan sinkronisasi program pemerintah bidang Koperasi. 16. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. BAB II NILAI DAN PRINSIP Pasal 2 Koperasi berlandaskan nilai: a. menolong diri sendiri; b. bertanggung jawab atas diri sendiri; 2

8 c. demokrasi; d. persamaan; e. berkeadilan; f. solidaritas; g. kejujuran; h. keterbukaan; i. tanggung jawab sosial; dan j. kepedulian terhadap orang lain. Pasal 3 Prinsip Koperasi meliputi: a. keanggotaan secara sukarela dan terbuka; b. pengendalian oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis; c. partisipasi Anggota dalam kegiatan ekonomi Koperasi; d. otonom dan kemandirian; e. pendidikan, pelatihan, informasi; h. kerja sama antar Koperasi; dan i. kepedulian terhadap masyarakat. BAB III PERAN DAN FUNGSI Pasal 4 Koperasi berperan: a. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional; dan b. mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama. Pasal 5 Koperasi berfungsi: a. membangun, mengembangkan potensi dan kemampuan Anggota dalam memanfaatkan sumber daya melalui pengembangan kegiatan dan usaha bersama yang sinergis untuk meningkatkan kualitas hidup Anggota; dan b. meningkatkan kesejahteraan Anggota dan masyarakat dalam aspek ekonomi, sosial dan budaya. BAB IV PEMBENTUKAN Bagian Kesatu Bentuk Koperasi Koperasi berbentuk: a. Koperasi Primer; dan b. Koperasi Sekunder. Pasal 6 3

9 Bagian Kedua Koperasi Primer Pasal 7 (1) Koperasi Primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dibentuk oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang. (2) Dalam hal pembentuk kurang dari 20 (dua puluh) orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pembentukan Koperasi Primer harus melalui persetujuan Bupati/Walikota. Bagian Ketiga Koperasi Sekunder Pasal 8 (1) Koperasi Sekunder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dibentuk oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer. (2) Koperasi Primer dapat menjadi Anggota lebih dari satu Koperasi Sekunder. Pasal 9 Pengurus dan Pengawas Koperasi Sekunder dilarang merangkap sebagai Pengurus dan Pengawas Koperasi Primer. Bagian Keempat Syarat Pembentukan Pasal 10 Pembentukan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki Anggaran Dasar Koperasi; b. akta pendirian yang di buat oleh pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sesuai undang-undang yang mengatur tentang jabatan notaris; dan c. pelatihan Perkoperasian yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah terhadap calon Pengurus dan calon Pengawas. Pasal 11 (1) Akta Pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b memuat Anggaran Dasar Koperasi dan keterangan yang berkaitan dengan pendirian Koperasi. (2) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. nama Koperasi; b. tempat kedudukan Koperasi; dan c. alamat lengkap Koperasi. (3) Keterangan yang berkaitan dengan pendirian Koperasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dibuat oleh Notaris. 4

10 Bagian Kelima Pendaftaran dan Pengesahan Pasal 12 (1) Masyarakat yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 mendaftarkan pendirian Koperasi kepada Pemerintah Daerah. (2) Pemerintah Daerah mengajukan pengesahan akta pendirian Koperasi kepada Pemerintah Pusat. (3) Pemerintah Pusat mengesahkan akta pendirian Koperasi dan mengumumkan badan hukum Koperasi di Berita Negara Republik Indonesia. (4) Tata cara pendaftaran dan pengesahan Koperasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. BAB V PRA KOPERASI Pasal 13 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mendorong terbentuknya Pra Koperasi berdasarkan kearifan lokal di kalangan masyarakat. (2) Pra Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu dibina untuk menjadi Koperasi. (3) Pemerintah Daerah bertanggungjawab mengidentifikasi Pra Koperasi di daerah dan memberikan pelatihan dalam rangka pengembangan Pra Koperasi untuk mendapatkan badan hukum Koperasi (4) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VI ANGGARAN DASAR KOPERASI Pasal 14 Anggaran Dasar Koperasi paling sedikit memuat: a. nama dan tempat kedudukan; b. tujuan, bentuk dan usaha Koperasi; c. jangka waktu berdirinya Koperasi; d. modal Koperasi; e. dana cadangan Koperasi; f. tata cara pengangkatan, pemberhentian dan penggantian Pengurus dan Pengawas; g. jangka waktu dan periode kepengurusan; h. syarat, susunan, tugas dan wewenang Pengurus dan Pengawas; i. jumlah Pengurus dan Pengawas; j. syarat keanggotaan; k. tanggungan Anggota; l. pendidikan dan/atau pelatihan Anggota dan/atau calon Anggota Koperasi. m. hak dan kewajiban Anggota tidak penuh; dan n. penerimaan dan pemberhentian Anggota; o. hak dan kewajiban Anggota, Pengurus, Pengawas, dan pengelola usaha; 5

11 p. pengelolaan Koperasi; q. syarat, tata cara penetapan simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan khusus Anggota; r. pelaksanaan Rapat Anggota: s. pelaksanaan rapat Anggota luar biasa; t. penggunaan sisa hasil usaha; u. perubahan Anggaran Dasar Koperasi; v. penggabungan dan peleburan; w. pembubaran; dan x. sanksi. Pasal 15 Anggaran Dasar Koperasi harus mendapatkan persetujuan Anggota melalui Rapat Anggota. Pasal 16 (1) Nama dan/atau singkatan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a harus: a. sesuai ketertiban umum dan kesusilaan;dan b. tidak mencirikan bagian dari organisasi termasuk Koperasi lain yang telah terdaftar dalam 1 (satu) kabupaten/kota. (2) Dalam hal nama yang digunakan telah menjadi nama Koperasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pada nama Koperasi diakhiri dengan perkataan sesuai tempat kedudukan Koperasi. BAB VII PENGUMUMAN Pasal 17 (1) Badan hukum Koperasi yang telah disahkan, diumumkan dalam Berita Negara. (2) Akta pendirian Koperasi dan perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang telah disahkan oleh pejabat yang ditunjuk, harus diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. (3) Ketentuan mengenai pendirian Koperasi, Anggaran Dasar Koperasi, Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dan pengumuman diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. BAB VIII KEANGGOTAAN Pasal 18 (1) Syarat menjadi Anggota meliputi: a. warga negara Indonesia; b. berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. mampu berkontribusi dan memanfaatkan layanan Koperasi; dan d. mengikuti pendidikan dan/atau pelatihan tentang Perkoperasian yang diselenggarakan oleh Koperasi sesuai dengan Anggaran Dasar Koperasi. (2) Syarat menjadi Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan ditetapkan dalam Rapat Anggota. 6

12 Pasal 19 (1) Berdasarkan cakupan layanan Koperasi, Anggota Koperasi dibedakan menjadi: a. Anggota b. Anggota tidak penuh (2) Anggota tidak penuh sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) butir b adalah Anggota yang tidak dapat berkontribusi dan menerima semua jenis pelayanan yang diberikan Koperasi secara penuh. (3) Anggota Tidak Penuh memiliki hak dan kewajiban keanggotaan yang berbeda dengan Anggota yang diatur dalam Anggaran Dasar Koperasi. Pasal 20 (1) Penerimaan Anggota ditetapkan oleh Rapat Anggota. (2) Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan. Pasal 21 (1) Anggota wajib: a. mematuhi Anggaran Dasar Koperasi; b. berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Koperasi; c. mengembangkan dan memelihara, nilai dan prinsip Koperasi; dan/atau d. mematuhi keputusan Rapat Anggota. (2) Jika tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Anggota dijatuhi sanksi: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pemberhentian sementara sebagai Anggota; dan d. pemberhentian status keanggotaan. BAB IX ORGANISASI Bagian Kesatu Perangkat Organisasi Pasal 22 Perangkat organisasi Koperasi terdiri atas: a. Rapat Anggota; b. Pengurus; dan c. Pengawas. Bagian Kedua Rapat Anggota Pasal 23 (1) Rapat Anggota memegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. (2) Rapat Anggota diselenggarakan oleh Pengurus. Pasal 24 Rapat Anggota berwenang: a. menetapkan kebijakan umum Koperasi; 7

13 b. menetapkan dan mengubah Anggaran Dasar Koperasi; c. menetapkan penerimaan dan pemberhentian Anggota; d. memilih, mengangkat, dan memberhentikan Pengurus dan Pengawas; e. menetapkan rencana kerja; f. menetapkan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi; g. meminta keterangan dan menerima atau menolak pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas dalam pelaksanaan tugas masing-masing; h. menetapkan pembagian sisa hasil usaha; i. memutuskan penggabungan, peleburan, pemisahan dan pembubaran Koperasi; j. menyelesaikan perselisihan internal di Koperasi; dan k. menetapkan keputusan lain. Pasal 25 (1) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. (2) Apabila tidak diperoleh keputusan melalui cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. (3) Dalam pemungutan suara setiap Anggota mempunyai satu hak suara. (4) Koperasi Primer yang jumlah anggotanya melebihi jumlah tertentu dapat menyelenggarakan Rapat Anggota melalui perwakilan atau utusan Anggota yang diatur dalam Anggaran Dasar Koperasi. (5) Hak suara pada Koperasi Sekunder diatur secara demokratis dengan mempertimbangkan jumlah Anggota secara adil. Pasal 26 (1) Rapat Anggota diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (2) Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan paling lama: a. untuk Koperasi Primer 3 (tiga) bulan setelah tahun buku Koperasi ditutup; dan b. untuk Koperasi Sekunder 5 (lima) bulan setelah tahun buku Koperasi ditutup. Pasal 27 (1) Dalam Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) diajukan Laporan Tahunan yang berisi dokumen sebagai berikut: a. laporan mengenai keadaan dan jalannya Koperasi serta hasil yang telah dicapai; b. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan Koperasi; c. laporan keuangan yang paling sedikit terdiri dari neraca akhir dan perhitungan hasil usaha tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut; d. laporan tentang perkembangan jumlah Anggota; e. laporan tentang manfaat yang diterima oleh Anggota dari usaha Koperasi; f. laporan aset Koperasi; dan g. pencapaian dan pelaksanaan Rencana Kerja dan Rencana Anggaran yang ditetapkan Anggota. (2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuat berdasarkan standar akuntansi keuangan. 8

14 (3) Dalam hal laporan keuangan tidak dapat memenuhi standar akuntansi keuangan, Pengurus wajib memberikan penjelasan dan alasannya. (4) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditandatangani oleh semua Pengurus dan Pengawas. Pasal 28 Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dapat diaudit oleh Akuntan Publik apabila diminta oleh: a. Rapat Anggota; dan/atau b. Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan bidangbidang dan kewenangannya berdasarkan ketentuan undang-undang yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 29 (1) Dalam hal perlu pengambilan keputusan Rapat Anggota yang bersifat mendesak dapat diselenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa. (2) Ketentuan mengenai pelaksanaan Rapat Anggota Luar Biasa ditetapkan pada Anggaran Dasar Koperasi. Bagian Ketiga Pengurus Pasal 30 (1) Pengurus dipilih dari dan oleh Anggota dalam Rapat Anggota. (2) Jumlah Pengurus dicantumkan dalam Anggaran Dasar Koperasi. (3) Pengurus bertanggung jawab kepada Rapat Anggota. (4) Untuk pertama kali, pengangkatan Pengurus dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama Pengurus pada akta pendirian Koperasi. (5) Pengurus harus mengikuti Pendidikan Perkoperasian secara periodik. (6) Pengurus dipilih dan diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat dipilih kembali. (7) Pengurus dalam masa tugasnya dapat diberhentikan dan diganti melalui Rapat Anggota. Pasal 31 (1) Pengurus dilarang merangkap sebagai Pengawas. (2) Pengurus yang merangkap sebagai Pengawas sebagaimana dimaksud ayat (1) diberhentikan sebagai Pengurus. Pasal 32 (1) Kriteria pengurus meliputi: a. memiliki komitmen dan kemampuan mengelola organisasi dan usaha Koperasi: b. memahami pengertian, nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi; c. memiliki pengetahuan Koperasi dan ekonomi kerakyatan; d. tidak pernah dinyatakan pailit; dan e. tidak pernah dinyatakan bersalah yang menyebabkan Koperasi atau perseroan pailit. (2) Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendapatkan imbalan yang ditetapkan oleh Rapat Anggota. 9

15 Pasal 33 (1) Pengurus bertugas: a. mengelola Koperasi berdasarkan Anggaran Dasar Koperasi, anggaran rumah tangga, rencana kerja dan rencana anggaran yang telah ditetapkan dalam Rapat Anggota; dan b. menyelenggarakan pendidikan bagi calon Anggota, Anggota, Pengurus, Pengawas, dan Karyawan. (2) Pengurus berwenang: a. mengambil keputusan dalam bidang usaha organisasi dan keuangan; dan b. mewakili Koperasi di dalam maupun di luar pengadilan. (3) Pengurus berkewajiban: a. melaksanakan Rapat Anggota Tahunan paling lama 2 (dua) tahun buku terlampaui; dan b. menyelenggarakan pembukuan keuangan, inventaris dan administrasi secara tertib; Bagian Keempat Pengawas Pasal 34 (1) Pengawas dipilih dari dan oleh Anggota Koperasi dalam Rapat Anggota. (2) Pengawas bertanggung jawab kepada Rapat Anggota. (3) Untuk pertama kalinya, susunan dan nama Pengawas dicantumkan dalam akta pendirian Koperasi. (4) Pengawas mengikuti Pendidikan Perkoperasian secara periodik. (5) Pengawas diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. (6) Pengawas dapat diberhentikan dan diganti melalui Rapat Anggota. Pasal 35 (1) Pengawas mendapatkan imbalan yang besarannya ditetapkan oleh Rapat Anggota. (2) Pengawas dilarang merangkap sebagai Pengurus. (3) Pengawas yang merangkap sebagai Pengurus sebagaimana dimaksud ayat (2) diberhentikan sebagai Pengawas. Pasal 36 (1) Pengawas bertugas: a. memberikan saran kepada Pengurus; b. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Koperasi yang dilakukan oleh Pengurus; dan c. melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat Anggota. (2) Pengawas berwenang: a. mendapatkan informasi dan laporan berkala dari Pengurus tentang perkembangan usaha dan kinerja Koperasi serta kemanfaatan Koperasi bagi Anggota; dan b. mengakses dan menelaah dokumen yang ada pada Koperasi. (3) Pengawas berkewajiban: a. melakukan audit atas laporan tahunan; b. merahasiakan hasil pengawasannya pada pihak yang tidak berkepentingan; dan c. melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat Anggota. 10

16 Pasal 37 Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) Pengawas dapat meminta bantuan akuntan publik untuk melakukan audit terhadap Koperasi. Bagian Kelima Pengelola Usaha Pasal 38 (1) Pengurus dapat mengangkat pengelola usaha yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha. (2) Pengelola usaha bertanggung jawab kepada Pengurus. (3) Pengelolaan usaha oleh pengelola usaha tidak mengurangi tanggung jawab Pengurus. (4) Hubungan antara pengelola usaha dengan Pengurus merupakan hubungan kerja atas dasar perikatan. (5) Pengangkatan pengelola usaha diatur lebih lanjut dalam Anggaran Dasar Koperasi. BAB X PENDIDIKAN PERKOPERASIAN Pasal 39 (1) Pendidikan Perkoperasian merupakan dasar untuk berkembangnya Koperasi baik secara kuantitas, kualitas dan sustainabilitas. (2) Menteri menetapkan standar pendidikan tertentu bagi: a. Anggota, Pengurus, Pengawas, dan pengelola usaha; dan b. pendidik Koperasi, lembaga pendidikan Koperasi dan pejabat yang menangani Perkoperasian di pusat maupun daerah. Pasal 40 (1) Pelaksanaan Pendidikan Perkoperasian bersifat makro, menengah, dan mikro. (2) Pendidikan Perkoperasian yang bersifat makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pendidikan Perkoperasian yang ditujukan untuk memberikan pemahaman Koperasi kepada masyarakat yang diintegrasikan melalui sistem pendidikan nasional, upaya promosi dan sosialisasi melalui media masa. (3) Pendidikan Perkoperasian yang bersifat menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendidikan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas, kinerja tenaga pendidik, pelatih Koperasi dan pejabat yang menangani Perkoperasian di dan/atau daerah. (4) Pendidikan Perkoperasian yang bersifat mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendidikan yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia Koperasi meliputi Anggota, Pengurus, Pengawas, dan pengelola usaha. 11

17 Pasal 41 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bekerja sama dengan Gerakan Koperasi menyusun rencana dan melaksanakan Pendidikan Perkoperasian secara terintegrasi dan sinergis. (2) Pendidikan Perkoperasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) secara khusus diprioritaskan untuk melahirkan para pemimpin Koperasi yang professional dan memiliki jiwa kewirausahaan kooperatif. (3) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan anggaran untuk menjamin terselenggaranya Pendidikan Perkoperasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1). (4) Ketentuan lebih lanjut dalam penyelenggaraan dan anggaran Pendidikan Perkoperasian diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB XI PERMODALAN Bagian Kesatu Sumber Permodalan Pasal 42 (1) Modal Koperasi terdiri atas: a. modal sendiri; dan b. modal pinjaman. (2) Modal sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. simpanan pokok; b. simpanan wajib; c. simpanan khusus; d. dana cadangan; dan e. hibah. (3) Modal pinjaman sebagaimana dimakud pada ayat (1) huruf b bersumber dari: a. Anggota; b. Koperasi lainnya dan atau anggotanya; c. Bank dan lembaga keuangan lainnya; d. penerbitan obligasi, sukuk, dan surat hutang lainnya; dan/atau e. sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Koperasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 43 (1) Simpanan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a dibayar Anggota pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan sebagai Anggota. (2) Simpanan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf b dibayar Anggota selama masa keanggotaan. (3) Simpanan pokok dan simpanan wajib sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) hanya bisa diambil saat keanggotaan berakhir. (4) Simpanan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf c disetor Anggota sebagai penguatan modal Koperasi dan dapat diambil oleh Anggota atau dialihkan kepada Anggota lain. 12

18 Pasal 44 (1) Dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf d dikumpulkan dari penyisihan sebagian sisa hasil usaha. (2) Besarnya penyisihan untuk dana cadangan paling sedikit 20% (dua puluh perseratus). (3) Dana cadangan digunakan untuk: a. menambah modal Koperasi sendiri; atau b. menutup kerugian Koperasi bila diperlukan dengan persetujuan Rapat Anggota. (4) Dana cadangan tidak boleh dibagikan kepada Anggota walaupun saat Koperasi diputuskan untuk dibubarkan diwaktu pembubaran. Pasal 45 (1) Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf e yang diterima Koperasi tidak boleh mengurangi otonomi Koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan anggotanya. (2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dibagikan kepada Anggota, Pengurus dan Pengawas. (3) Hibah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 46 (1) Modal pinjaman Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b dapat diterima sepanjang tidak mengurangi otonomi Koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan Anggota. (2) Ketentuan mengenai modal pinjaman dan konsekuensinya sesuai dengan ketentuan undang-undang yang mengatur tentang perbankan atau yang mengatur tentang perbankan syariah. Pasal 47 Selain sumber permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) Koperasi dapat melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan dengan syarat tidak mengorbankan kepentingan Anggota. Pasal 48 Pengurus memperkuat jumlah modal sendiri yang secara proporsi lebih besar dari jumlah modal pinjaman. Pasal 49 Ketentuan mengenai permodalan Koperasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB XIII SISA HASIL USAHA Pasal 50 (1) Sisa hasil usaha merupakan selisih antara penerimaan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai biaya organisasi dan biaya usaha. (2) Sisa hasil usaha tidak dikenakan pajak penghasilan. (3) Sisa hasil usaha disisihkan terlebih dahulu untuk dana cadangan dan sisanya digunakan untuk: 13

19 a. Anggota sebanding dengan kontribusi dan partisipasi Anggota dalam memanfaatkan jasa usaha Koperasi; b. pendidikan, dana Pengurus, Pengawas, dan karyawan Koperasi; dan/atau c. dana sosial. BAB XII KEGIATAN, SEKTOR, BENTUK USAHA, DAN PELAYANAN KOPERASI Bagian Kesatu Kegiatan Usaha Pasal 51 (1) Koperasi mengembangkan kegiatan usaha untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi Anggota dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. (2) Kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) bersifat dinamis sesuai keputusan Rapat Anggota. (3) Kegiatan usaha yang terkait dengan aspek keuangan, meliputi: a. jasa keuangan; b. perbankan; c. perasuransian; dan d. pegadaian. (4) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijalankan dengan pola keuangan konvensional atau syariah. (5) Koperasi menjalankan usaha yang berkaitan langsung untuk meningkatkan kekuatan usaha produktif Anggota dan memperbaiki kualitas hidup Anggota. Bagian Kedua Sektor Usaha Pasal 52 (1) Sektor usaha Koperasi meliputi: a. sektor primer; b. sektor sekunder; dan c. sektor tersier. (2) Sektor primer sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a merupakan sektor perekonomian yang memanfaatkan sumberdaya alam seperti pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan, perkebunan dan pertambangan. (3) Sektor sekunder sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b merupakan sektor yang mengolah hasil dari sektor primer menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, yaitu sektor industri seperti industri pangan, pakaian dan perumahan. (4) Sektor tersier sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c merupakan sektor jasa yang mendukung berkembangnya sektor lain, seperti jasa keuangan, asuransi, perdagangan, pariwisata, transportasi, pendidikan, dan kesehatan. 14

20 Bagian Ketiga Bentuk Usaha Pasal 53 (1) Koperasi dapat menjalani bentuk usaha yang bersifat: a. serba usaha; atau b. tunggal usaha. (2) Koperasi serba usaha sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat memiliki usaha inti dan usaha sampingan. (3) Koperasi tunggal usaha hanya memiliki usaha inti. Pasal 54 Usaha inti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) umunnya disebut sebagai penjenisan usaha inti antara lain: a. Koperasi produksi; b. Koperasi pemasaran; c. Koperasi konsumsi; d. Koperasi profesi; e. Koperasi jasa; f. Koperasi perumahan; atau g. Koperasi simpan pinjam. Paragraf 1 Koperasi Produksi Pasal 55 (1) Koperasi produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf a menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan dibidang: a. pengadaan sarana produksi kepada Anggota; b. kegiatan produksi yang dilakukan Anggota; dan c. pengolahan dan pemasaran hasil produksi dari usaha Anggota. (2) Syarat menjadi Anggota Koperasi produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki jenis usaha produksi yang sejenis dan berdomisili atau memiliki lokasi usaha pada wilayah kerja Koperasi. Paragraf 2 Koperasi Pemasaran Pasal 56 (1) Koperasi pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan dibidang pemasaran hasil produksi Anggota atau usaha pemasaran yang dijalankan Anggota. (2) Syarat menjadi Anggota Koperasi pemasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pedagang atau pelaku tata niaga yang berdomisili atau memiliki lokasi usaha pada wilayah kerja Koperasi. Paragraf 3 Koperasi Konsumsi Pasal 57 (1) Koperasi konsumsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan dibidang penyediaan barang kebutuhan Anggota. 15

21 (2) Syarat menjadi Anggota Koperasi konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masyarakat yang berdomisili atau bekerja pada wilayah kerja Koperasi. Paragraf 4 Koperasi Profesi Pasal 58 (1) Koperasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf d menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan dibidang pengadaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan Anggota untuk menjalankan profesinya dan meningkatkan profesionalitas usahanya. (2) Syarat menjadi Anggota Koperasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi orang yang memiliki profesi yang sejenis dan berdomisili atau memiliki lokasi usaha pada wilayah kerja Koperasi. Paragraf 5 Koperasi Jasa Pasal 59 (1) Koperasi jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf e menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan dibidang jasa pengadaan fasilitas yang dibutuhkan Anggota untuk meningkatkan kualitas hidupnya. (2) Syarat menjadi Anggota Koperasi jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masyarakat yang berdomisili atau bekerja pada wilayah kerja Koperasi. Paragraf 6 Koperasi Perumahan Pasal 60 (1) Koperasi perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf f menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan dibidang pengadaan perumahan tempat tinggal berikut sarana dan prasarana perumahan yang dibutuhkan Anggota untuk meningkatkan kualitas hidupnya. (2) Syarat menjadi Anggota Koperasi perumahan meliputi masyarakat yang berdomisili atau akan berdomisili pada fasilitas perumahan yang dibangun oleh Koperasi. Paragraf 7 Koperasi Simpan Pinjam Pasal 61 (1) Koperasi simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf g menyelenggarakan kegiatan usaha dibidang penyediaan dana pembiayaan usaha produktif maupun konsumtif yang dibutuhkan Anggota, serta fasilitas penyimpanan dan manajemen investasi dana milik Anggota. (2) Syarat menjadi Anggota Koperasi simpan pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masyarakat yang berdomisili atau bekerja pada wilayah kerja Koperasi. 16

22 Pasal 62 (1) Selain dalam bentuk Koperasi simpan pinjam, usaha simpan pinjam pada Koperasi dapat dijalankan berupa unit usaha simpan pinjam Koperasi. (2) Unit usaha simpan pinjam Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penghimpunan dana dari Anggota dalam bentuk simpanan Anggota; b. memberikan pinjaman kepada Anggota; c. menempatkan dana pada Koperasi lain; d. melakukan usaha jasa keuangan lain untuk memenuhi kepentingan Anggota. (3) Pembukuan unit simpan pinjam Koperasi dilaksanakan secara terpisah dari usaha lain. (4) Mekanisme pembiayaan dapat dilakukan dengan pola konvensional maupun syariah. (5) Tata cara pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 63 Pengaturan lebih lanjut tentang kegiatan, sektor dan bentuk usaha yang dijalankan Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Pelayanan Koperasi Pasal 64 (1) Pelayanan Koperasi diarahkan untuk menyejahterakan Anggota. (2) Anggota tidak penuh dapat menerima pelayanan Koperasi yang terkait dengan usaha sampingan. (3) Selain Anggota tidak penuh, Koperasi dapat memberikan pelayanan usaha sampingan kepada bukan Anggota yang bertujuan untuk memasyarakatkan nilai Perkoperasian dan mengembangkan keanggotaan Koperasi. (4) Koperasi yang inti usahanya dibidang simpan pijam tidak dapat memberikan pelayanan terhadap bukan Anggota. (5) Koperasi yang inti usahanya selain dibidang simpan pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat memberikan pelayanan terhadap bukan Anggota yang jumlahnya persentasinya paling tinggi 20% (dua puluh perseratus) dari total volume usaha Koperasi dan ditetapkan melalui Rapat Anggota. Pasal 65 (1) Koperasi dapat mengembangkan integrasi usaha secara vertikal maupun horizontal dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Anggota. (2) Integrasi usaha secara vertikal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dikembangkan antara Koperasi Primer dengan Koperasi Sekunder. (3) Integrasi usaha secara vertikal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) menganut prinsip subsidiaritas. (4) Integrasi usaha secara horisontal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat dikembangkan antara Koperasi sejenis atau dengan Koperasi tidak sejenis untuk saling memperkuat dalam memberikan pelayanan kepada Anggota. 17

23 Pasal 66 (1) Koperasi dapat melakukan kemitraan dengan pelaku usaha lainnya dan dapat membentuk perusahaan bukan Koperasi dengan pihak ketiga sepanjang pelaksanaan sejalan dengan Jati Diri Koperasi. (2) Dalam membentuk kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) saham Koperasi paling sedikit 51% (lima puluh satu perseratus). (3) Pembentukan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persertujuan Rapat Anggota. BAB XIV PENGGABUNGAN KOPERASI Pasal 67 (1) 1 (satu) Koperasi atau lebih dapat menggabungkan diri dengan Koperasi lain; (2) Beberapa Koperasi dapat meleburkan diri untuk membentuk suatu Koperasi baru. (3) Penggabungan atau peleburan Koperasi bertujuan untuk peningkatan pelayanan Anggota dan tidak hanya didasarkan pada pertimbangan rasionalitas pengembangan dan efisiensi usaha. (4) Penggabungan atau peleburan harus dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota Koperasi yang memperhatikan kepentingan: a. Anggota yang harus mendapat prioritas utama; b. karyawan; c. kreditur; dan d. pihak ketiga lainnya. (5) Akibat hukum yang ditimbulkan oleh penggabungan atau peleburan meliputi: a. hak dan kewajiban Koperasi yang digabungkan atau dilebur beralih kepada Koperasi hasil penggabungan atau peleburan; b. Anggota yang digabung atau dilebur menjadi Anggota Koperasi hasil penggabungan atau peleburan. (6) Koperasi yang menggabungkan diri pada Koperasi lain atau yang melebur diri status badan hukumnya dibatalkan oleh Menteri. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajauan permohonan, pemberian persetujuan, dan penolakan terhadap penggabungan atau peleburuan Koperasi serta perubahan status badan hukumnya diatur dengan peraturan perundang-undangan. BAB XV TATA KELOLA KELEMBAGAAN Bagian Kesatu Gerakan Koperasi Pasal 68 (1) Gerakan Koperasi dapat mendirikan organisasi yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi. (2) Pembiayaan organisasi sebagaimana dimasksud pada ayat (1) dibebankan kepada Gerakan Koperasi. 18

24 (3) Organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki anggaran dasar yang paling sedikit memuat nama, tujuan, keanggotaan, susunan organisasi, tugas dan tata kerja organisasi. Bagian Kedua Pemberdayaan Pasal 69 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bersama Gerakan Koperasi menetapkan kebijakan pemberdayaan yang mendorong Koperasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang sesuai Jati Diri Koperasi. (2) Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengambil langkah untuk mendukung pertumbuhan dan pengembangan Koperasi bagi kepentingan anggotanya meliputi: a. bimbingan usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya; b. pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian Koperasi; c. pemberian kemudahan untuk memperkokoh permodalan Koperasi; d. pemberian prioritas kepada masyarakat yang bergabung dalam Koperasi dalam penerapan kebijakan yang berkenaan dengan usaha Anggota; e. bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerjasama yang saling menguntungkan antarkoperasi dan badan usaha lain; f. pemberian bantuan konsultasi dan falisilitasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi; dan g. insentif pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan/atau h. bimbingan dan kemudahan yang dilaksanakan dengan tetap menghormati otonomi Koperasi. (3) Upaya pemberdayaan Koperasi yang dilaksanakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Pembinaan Pasal 70 (1) Untuk melindungi Koperasi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama dengan Gerakan Koperasi: a. menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang diprioritaskan untuk diusahakan oleh Koperasi; dan b. melakukan pengawasan untuk mencegah timbulnya penyimpangan nilai dan prinsip Koperasi baik secara ideologi maupun operasional. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan perpajakan dan retribusi yang mendukung pengembangan usaha Koperasi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengaenai peranan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta persyaratan dan tata cara pemberian pelindungan kepada Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah. 19

25 Pasal 71 (1) Menteri melaksanakan koordinasi pembinaan Koperasi antar kementerian dan/atau lembaga serta dengan Pemerintah Daerah. (2) Menteri mengoordinasikan proses penyusunan dan pengintegrasian kebijakan pembinaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan pembinaan Koperasi dalam rangka memantapkan pembinaan Koperasi. Bagian Keempat Pengawasan dan Pemeriksaan Pasal 72 Jika Pengurus dan/atau Pengawas tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Menteri atau pejabat yang menangani perkoperasian menjatuhkan sanksi berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pemberhentian sementara sebagai Pengurus dan/atau Pengawas sampai terbentuknya Pengurus dan/atau Pengawas baru; dan d. pembubaran Koperasi. Pasal 73 (1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk melaksanakan pemeriksaan terhadap Koperasi atas permintaan: a. Anggota; b. Pengurus berdasar hasil rapat Pengurus; dan/atau c. Pengawas. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan secara tertulis. (3) Permohonan yang diajukan oleh Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya dapat dilakukan oleh Anggota atas nama diri sendiri atau atas nama Koperasi apabila mewakili paling sedikit 1/3 (satu pertiga) dari jumlah seluruh Anggota. (4) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menunjuk akuntan publik. (5) Biaya yang timbul sehubungan dengan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. (6) Menteri atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan salinan laporan pemeriksaan kepada Koperasi yang bersangkutan dan kepada pihak yang berkepentingan. (7) Tata cara pemeriksaan Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima Pembubaran Pasal 74 Koperasi dapat dibubarkan berdasarkan: a. keputusan Rapat Anggota; b. jangka waktu berdirinya telah berakhir; atau c. Keputusan Menteri atau pejabat yang ditunjuk. 20

26 Pasal 75 (1) Keputusan Menteri atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf c meliputi: a. terbukti melanggar ketentuan Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar Koperasi yang bersangkutan; b. melanggar ketertiban umum dan /atau kesusilaan; c. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; d. Koperasi tidak dapat menjalankan kegiatan organisasi dan usahanya selama 2 (dua) tahun berturut-turut. (2) Menteri atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan surat pemberitahuan rencana pembubaran kepada Koperasi yang bersangkutan. (3) Dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan ke pengadilan secara tertulis dan disertai dengan alasan sesuai peraturan perundang-undangan. (4) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 (empat) bulan sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan rencana pembubaran kepada Koperasi yang bersangkutan. Pasal 76 (1) Menteri mengumumkan pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia. (2) Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia. Pasal 77 Dalam hal Koperasi yang dibubarkan tidak mampu melaksanakan kewajiban yang harus dibayar, Anggota hanya menanggung sebatas simpanan pokok dan simpanan wajib serta modal partisipasi. Pasal 78 Ketentuan lebih lanjut mengenai persayaratan dan tata cara pembubaran Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB XVIII KETENTUAN PIDANA Bagian Kesatu Larangan Pasal 79 Kata Koperasi dilarang digunakan oleh orang atau badan usaha yang didirikan tidak menurut ketentuan Undang-undang ini. Pasal 80 Orang atau badan yang menggunakan kata Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dipidana penjara paling lama 4 (empat) dan 21

27 denda paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). Bagian Kedua Sanksi Pasal 81 (1) Anggota secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu Koperasi yang merugikan keuangan atau kekayaan Koperasi, dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Pengurus, Pengawas dan/atau pengelola usaha dengan sengaja menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya dalam Koperasi yang merugikan keuangan atau kekayaan Koperasi dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). BAB XIX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 82 (1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. Koperasi yang telah didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan diakui sebagai Koperasi berdasarkan Undang- Undang ini; dan b. Koperasi sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib melakukan penyesuaian Anggaran Dasar Koperasi paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. (2) Akta Pendirian Koperasi yang belum disahkan atau perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang belum disetujui oleh Menteri, proses pengesahan dan persetujuannya dilakukan sesuai dengan Undang- Undang ini. BAB XX KETENTUAN PENUTUP Pasal 83 (1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. (2) Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini. 22

28 Pasal 84 Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam Undang-undang ini harus ditetapkan paling lambat 8 (delapan) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 85 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di pada tanggal Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... 23

29 I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN TENTANG PERKOPERASIAN Di Indonesia, pengembangan Koperasi merupakan bagian integral dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945). Amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 menyatakan bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Sebagai dasar penyelenggarakan ekonomi nasional terdapat tiga hal penting yang menjadi ruh dalam ayat 1 ini. Pertama, apa yang dimaksud dengan perekonomian tentulah bukan hanya usaha Koperasi saja, tetapi meliputi usaha-usaha non Koperasi seperti PT, Firma, CV, dan lain-lainnya. Kedua, disusun artinya tidak dibiarkan tersusun sendiri sesuai mekanisme pasar-bebas atau pun kehendak dan selera pasar. Secara imperatif negara menyusun, menata, negara mendesain (lebih dari sekedar mengintervensi). Ini menegaskan adanya peran serta pemerintah dalam menyusun perekonomian, bukan tersusun dengan sendirinya sesuai mekanisme pasar. Ketiga, usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan Wujud ketersusunan jelas, yaitu tersusun sebagai usaha bersama berdasar kepentingan bersama. Dalam usaha bersama itu berlaku asas kekeluargaan yang bukan berarti kekerabatan, yaitu suatu kegotong-royongan kooperatif. Dengan demikian Pasal 33 UUD 1945 menolak pasar-bebas (laissez-faire) yang mengemban paham liberalisme dan individualisme. Pasal 33 ayat 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan kembali bahwa Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Pada ayat 4 ini kembali menegaskan kembali peran demokrasi ekonomi dengan prinsip-prinsip yang sebenarnya terdapat pada nilai dan prinsip Koperasi. Sebagai suatu bentuk organisasi sosial-ekonomi, Koperasi memiliki karakteristik yang sesuai untuk dapat mengelola secara lebih optimal berbagai potensi yang dimiliki Indonesia, baik berupa potensi keragaman bio-fisik, dan potensi keragaman sosial-budaya, melalui kegiatan usaha kolektif yang melibatkan partisipasi aktif anggota Koperasi dan masyarakat dengan tujuan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan kemajuan bangsa. Berkaitan dengan hal tersebut, proses patok duga perlu dilakukan terhadap keberhasilan negara-negara lain dalam mengembangkan gerakan Koperasi sehingga dapat mengambil manfaat praktek terbaik pengelolaan sumber daya melalui Koperasi. Gerakan Koperasi internasional dapat menjadi referensi untuk memajukan gerakan koperasi di Indonesia. Gerakan Koperasi merupakan salah satu gerakan masyarakat tertua yang tersebar diberbagai negara. International Co-operative Alliance 24

30 (ICA) merupakan wadah pemersatu gerakan Koperasi sedunia. ICA terbentuk pada tahun 1895 dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya. ICA berupaya untuk terus mendorong agar gerakan Koperasi semakin maju dan mampu membantu anggota dalam meningkatkan kesejahteraan hidup mereka melalui upaya kolektif yang produktif, efektif dan efisien, serta berkelanjutan. Atas dasar pertimbangan tersebut, dan guna mendorong serta mempercepat tumbuh dan berkembangnya Koperasi yang sehat dan unggul sesuai dengan jatidirinya serta dalam menyelaraskan Koperasi dengan perkembangan lingkungan yang dinamis, maka diperlukan Undang-Undang yang mampu menciptakan lingkungan yang mendukung. Paradigma yang digunakan juga memahami bahwa Koperasi bukan sekedar berorientasi pada masyarakat ekonomi lemah, tetapi menjadi sebuah gerakan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia, dan sebagai dasar pembangunan ekonomi nasional sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pengembangan Koperasi dalam konteks ini sudah barang tentu mencakup semua langkah-langkah yang berkait dengan pendidikan, pemberdayaan, bimbingan, pembinaan, penumbuhan dan pengembangan Koperasi serta upaya lainnya demi kemajuan Koperasi. Sehingga diharapkan Gerakan Koperasi di Indonesia mampu menemukan bentuknya yang ideal, yang diindikasikan dengan lahirnya generasi Koperasi yang mandiri, sehat, dan unggul. Selain itu, pengembangan Koperasi Indonesia perlu diarahkan untuk mampu memenuhi berbagai kebutuhan anggota yang semakin lama semakin berkembang dan bervariasi. Oleh karenanya Undangundang Perkoperasian perlu menitikberatkan ragam usaha yang dikembangkan Koperasi tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan aspek ekonomi anggota, namun juga aspek sosial dan budaya. Hal ini sejalan dengan pengertian Koperasi yang didekalarasikan oleh ICA pada tahun 1995, yang sekaligus mengindikasikan bahwa pengembangan Koperasi di Indonesia ke depan memiliki kompatibilitas dengan pengembangan Koperasi internasional. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan keanggotaan menolong diri sendiri adalah Koperasi merupakan kumpulan orang yang mempunyai energi untuk melakukan usaha bersama dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasinya. Hal ini menunjukkan bahwa individu para anggota merupakan sumber kekuatan Koperasi yang sesungguhnya. 25

31 Huruf b Yang dimaksud dengan bertanggung jawab atas diri sendiri adalah peran individu anggota dalam organisasi Koperasi akan menentukan kualits dan perkembangan Koperasi itu sendiri. Semakin aktif dan produktif para anggota serta semakin kuat sinergi para anggota, akan mewujudkan kehidupan Koperasi yang semakin sehat dan berkualitas dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasi para anggotanya. Huruf c Yang dimaksud dengan demokrasi adalah sistem pengorganisasian Koperasi yang dilakukan oleh Anggota, dari Anggota, dan untuk Anggota, setiap Anggota memiliki status dan kedudukan yang sama. Huruf d Yang dimaksud dengan persamaan adalah Koperasi mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi anggotanya. Huruf e Yang dimaksud dengan berkeadilan adalah sebagai pemilik dan pengguna Koperasi, setiap anggota mempunyai keleluasaan dalam memanfaatkan energi yang dimiliki untuk mengembangkan Koperasi. Huruf f Yang dimaksud dengan solidaritas adalah Anggota merasakan senasib dan sepenanggungan untuk bersamasama memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial, dan budayanya. Huruf g Yang dimaksud dengan kejujuran adalah Anggota tidak suka berbuat curang dan memiliki sifat suka akan kebenaran dan lurus hati. Huruf h Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah Anggota yang harus mengawasi administrasi dan pengelolaan Koperasi. Anggota melakukan pengawasan melalui informasi yang diperoleh mengenai semua hal tentang Koperasi. Huruf i Yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial adalah Kebijakan dan tindakan koperasi hendaknya juga selaras dan memberi manfaat kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Huruf j Yang dimaksud dengan kepedulian terhadap orang lain adalah Koperasi memperhatikan juga kepentingan orang lain di luar koperasi. Pasal 3 Huruf a: Yang dimaksud dengan keanggotaan secara sukarela dan terbuka adalah keanggotaan dalam Koperasi tidak boleh merupakan keharusan. Koperasi sebagai suatu organisasi secara prinsip terbuka untuk semua orang yang berpartisipasi. Keanggotaan secara terbuka tidak berarti 26

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 116, 1992 (PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warganegara. Kesejahteraan. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi merupakan wadah usaha bersama yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN

NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR. Koperasi Primer Nasional MEDIA INDONESIA MERDEKA

ANGGARAN DASAR. Koperasi Primer Nasional MEDIA INDONESIA MERDEKA ANGGARAN DASAR Koperasi Primer Nasional MEDIA INDONESIA MERDEKA BAB I NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN DAN JANGKA WAKTU Pasal 1 (1) Badan Usaha ini adalah koperasi Pekerja dan Pengusaha Media dengan nama Koperasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG P E R K O P E R A S I A N

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG P E R K O P E R A S I A N UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG P E R K O P E R A S I A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa Koperasi,baik

Lebih terperinci

PUSTAKA ELEKTRONIK YAYASAN ENAMGE UNTUK PRAKTISI MANAJEMEN S.D.M.

PUSTAKA ELEKTRONIK YAYASAN ENAMGE UNTUK PRAKTISI MANAJEMEN S.D.M. PUSTAKA ELEKTRONIK YAYASAN ENAMGE UNTUK PRAKTISI MANAJEMEN S.D.M. UU 25/1992 ttg PERKOPERASIAN Acuan Informasi Tanpa Tuntutan Dikinikan: 11 Juni 2004 IP Umum Rekrutmen K-3 PP-KKB-PK-Konvensi TK Wanita

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Per 17 Desember 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2016 EKONOMI. Penjaminan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5835) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

KOPERASI.. Nomor : 12. Pada hari ini, Kamis, tanggal (sepuluh September dua ribu lima belas).

KOPERASI.. Nomor : 12. Pada hari ini, Kamis, tanggal (sepuluh September dua ribu lima belas). KOPERASI.. Nomor : 12 Pada hari ini, Kamis, tanggal 10-09-2015 (sepuluh September dua ribu lima belas). Pukul 16.00 (enam belas titik kosong-kosong) Waktu Indonesia Bagian Barat. ------- - Hadir dihadapan

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BAB I NAMA TEMPAT KEDUDUKAN. menjalankan kegiatan sebagai berikut: 1. Membina dan mengembangkan rasa kesatuan dan persatuan di antara para anggotanya.

BAB I NAMA TEMPAT KEDUDUKAN. menjalankan kegiatan sebagai berikut: 1. Membina dan mengembangkan rasa kesatuan dan persatuan di antara para anggotanya. BAB I NAMA TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Badan Usaha ini bernama Kelompok Simpan Pinjam Warga Sejahtera dengan nama singkatan KSPWS KSPWS berkedudukan hukum di Rt 2/11 Desa Cijujung Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 24 2011 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOPERASI TRISAKTI BHAKTI PERTIWI

ANGGARAN DASAR KOPERASI TRISAKTI BHAKTI PERTIWI ANGGARAN DASAR KOPERASI TRISAKTI BHAKTI PERTIWI BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Koperasi ini bernama KOPERASI TRISAKTI BHAKTI PERTIWI dan selanjutnya dalam Anggaran Dasar ini disebut KOPERASI.

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, USAHA KECIL DAN USAHA MENENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KOTA BANDUNG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KOTA BANDUNG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2002 TAHUN : 2002 NOMOR : 28 S E R I : D PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KOPERASI. Published by : M Anang Firmansyah

KOPERASI. Published by : M Anang Firmansyah KOPERASI Published by : M Anang Firmansyah I.Pengertian : Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

GUBERNUR SULAWESI SELATAN, 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR: 1 TAHUN 2006 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, USAHA KECIL DAN USAHA MENENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menumbuhkembangkan perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH PANDEGLANG BERKAH MAJU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, .org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tamba

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1490, 2015 KEMENKOP-UKM. Modal. Penyertaan. Koperasi. Pemupukan. Petunjuk Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN, PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAN PEMBUBARAN KOPERASI

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA

ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -----BAB I ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK SLEMAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK SLEMAN PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK SLEMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 35 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI DI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.116, 2013 HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pendirian-Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5430)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menumbuhkembangkan perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5355 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH BATURAJA MULTI GEMILANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH BATURAJA MULTI GEMILANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH BATURAJA MULTI GEMILANG Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.55, 2016 KEUANGAN. Perumahan Rakyat. Tabungan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5863). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

AKTA PENDIRIAN KOPERASI PEMASARAN... Nomor:.

AKTA PENDIRIAN KOPERASI PEMASARAN... Nomor:. AKTA PENDIRIAN KOPERASI PEMASARAN... Nomor:. Pada hari ini Tanggal ( ) Pukul ( )Waktu Indonesia Bagian. Berhadapan dengan saya,, Sarjana Hukum, Notaris, dengan dihadiri oleh saksi yang saya kenal dan akan

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci