BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kelancaran sarana telekomunikasi akan menunjang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kelancaran sarana telekomunikasi akan menunjang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dan kelancaran sarana telekomunikasi akan menunjang pelaksanaan pembangunan berupa penyebaran kebutuhan informasi ke seluruh pelosok tanah air, misalnya sektor industri, perdagangan, pariwisata dan pendidikan. Dalam lingkungan nasional, telekomunikasi merupakan sarana vital negara Indonesia untuk memperlancar kegiatan pemerintah, meningkatkan hubungan antar bangsa, mempelancar komunikasi warga antar daerah serta memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam rangka wawasan nusantara. Untuk melaksanakan penyelenggaraan telekomunikasi diperlukan suatu badan pengelola, seperti yang dilakukan oleh PT. Telekomunikasi Indonesia (PT. Telkom) yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa sambungan telekomunikasi. Salah satu layanan PT. Telkom yang mulai diluncurkan pada tahun 2006 adalah Telkom Speedy. Telkom Speedy merupakan layanan internet access end to end dari PT. Telkom dengan basis teknologi Asymetric Digital Subscriber Line (ADSL), yang dapat menyalurkan data dan suara secara simultan melalui satu saluran telepon biasa dengan kecepatan maksimal 384 kbps yang dijaminkan dari modem sampai BRAS (Broadband Remote Access Server) di sisi perangkat Telkom Speedy. Dengan slogan Broadband Internet Access for Home and Small Office, maka Telkom 1

2 Speedy menjadi solusi utama bagi akses broadband koneksi internet tidak hanya di kalangan bisnis namun meluas sampai ke rumah-rumah. Telkom Speedy mulai diluncurkan dengan cakupan layanan nasional secara bertahap mulai bulan Mei Pada awalnya beberapa daerah yang sudah dapat dilayani (first package) meliputi, Medan, Pekanbaru, Padang, Batam, Palembang, Lampung, Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, dan Solo. Cakupan layanan Telkom Speedy senantiasa terus diperluas ke daerah-daerah lainnya di tahun 2010 ini dan tahun-tahun berikutnya untuk memenuhi kebutuhan akses broadband yang telah meningkat pesat. Bagi masyarakat yang ingin memanfaatkan jasa telekomunikasi, khususnya internet dengan provider Telkom Speedy yang diselenggarakan oleh PT. Telkom, terlebih dahulu harus mengadakan perjanjian dengan PT. Telkom. Perjanjian berlangganan internet Telkom Speedy pada PT. Telkom dapat dikonstruksikan sebagai perjanjian untuk melakukan jasa. Perjanjian untuk melakukan jasa diatur dalam Pasal 1601 K.U.H.Perdata yang berbunyi: Selain persetujuan-persetujuan untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuan-ketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan apabila ketentuan-ketentuan yang syarat-syarat ini tidak ada, persetujuan yang diatur menurut kebiasaan. Hukum perjanjian menganut azas kebebasan berkontrak, yang berarti bahwa hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada seseorang untuk membuat perjanjian, asalkan tidak bertentangan dengan 2

3 undang-undang, ketertiban umum serta kesusilaan. Asas kebebasan berkontrak ini ditafsirkan dari Pasal 1338 ayat (1) K.U.H.Perdata yang menyatakan, bahwa: Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Dalam sebuah perjanjian, masing-masing pihak yaitu, pihak pengguna jasa atau pelanggan dan pihak penyelenggara jasa yaitu PT. Telkom mempunyai hak dan kewajiban. Pelaksanaan suatu perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan. Sebagai pihak penyedia jasa, PT. Telkom sudah semestinya memperoleh hak untuk menerima harga pembayaran jasa telekomunikasi internet dari pelanggan, tetapi dalam kenyataannya masih banyak pihak pelanggan yang sama sekali tidak melakukan pembayaran. Di lain pihak, pengguna jasa Telkom Speedy juga ada yang merasa dirugikan, seperti pengguna jasa Telkom Speedy tidak memakai melebihi batas pemakaian (kuota), namun jumlah tagihan pembayarannya malah meningkat. Hal ini dapat saja terjadi karena username dan password pemakaian diketahui oleh orang lain akibat kesalahan sendiri atau kelemahan pihak PT. Telkom dalam mengantisipasi pengambilan data oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab atau dikarenakan kesalahan instalasi, yaitu pada waktu instalasi pertama kali pemasangan Telkom Speedy, pihak pengguna jasa tidak diberikan penjelasan secara jelas. Seperti diketahui bahwa setting instalasi Telkom Speedy ada 2 (dua) macam, yaitu denga sistem dial-up dan otomatis. Dengan sistem dial-up ini, 3

4 maka kontrol pemakaian dapat diketahui pihak pengguna jasa, sedangkan sistem otomatis tidak dikontrol oleh pengguna jasa, akan tetapi koneksi internet otomatis berjalan apabila komputer dan modem dinyalakan. Sistem otomatis ini biasanya dipasang apabila digunakan lebih dari 2 (dua) komputer, karena instalasi pemasangan lebih mudah, dari pada menggunakan sistem network connection dengan kabel LAN. Pembengkakan atau penurunan kualitas pelayanan dapat terjadi, apabila kuota yang diberikan telah habis. Pengguna jasa Telkom Speedy biasanya menggunakan paket family, yaitu paket kuota sampai dengan 3 GB dengan kecepatan maksimal 384 dan kecepatan akan menurun apabila kuota yang disediakan telah habis. Permasalahan dapat terjadi apabila pengguna jasa Telkom Speedy tidak diberikan penjelasan oleh petugas instalasi tentang sistem koneksi yang digunakan Telkom Speedy. Seperti yang terjadi pada kasus berikut ini: Seorang pengguna jasa Telkom Speedy berlangganan paket family, karena menginginkan agar kedua koputernya dapat berkoneksi dengan internet, maka petugas instalasi menyambungkan kedua komputer milik pengguna jasa dengan Telkom Speedy. Petugas instalasi yang bersangkutan memasang dengan sisten otomatis, akan tetapi dalam proses instalasi ini, pihak pengguna jasa tidak diberikan penjelasan tentang kelebihan dan kekuarngan sistem dial-up maupun sisten otomatis. Akibatnya pihak pelanggan Telkom Speedy merasakan pelayanan yang dijanjikan tidak sesuai, karena baru beberapa hari pemakaian, kecepatan yang dijanjikan sudah menurun, padahal pihak pelanggan merasa tidak pernah melakukan download sama sekali. 4

5 Meskipun demikian pihak pelanggan tetap berkewajiban membayar biaya secara penuh, sehingga ia merasa dirugikan. Pada kasus yang lain, ada juga seorang pengguna jasa Telkom Speedy yang berlangganan paket Game. Pada paket game ini, kecepatan yang dijanjikan adalah sampai dengan 768 kbps, akan tetapi pada kenyataannya kecepatan yang didapat hanya 153 kbps sampai dengan 384 kbps, padahal biaya yang dibayar tetap sesuai dengan paket game, dimana paket game ini lebih mahal dari pada paket family. Padahal di dalam Pasal 8 ayat (2) huruf 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dinyatakan bahwa: Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Di samping hal tersebut, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 memberikan kewajiban kepada pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Dikaitkan dengan contoh kasus yang telah diuraikan di atas, maka pengguna jasa Telkom Speedy yang dimaksud kurang mendapatkan perlindungan hukum terhadap konsumen sesuai dengan ketentuan yang ada dalam undang-undang, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang, Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pengguna Jasa Internet Telkom Speedy. 5

6 B. Perumusan Masalah Atas dasar latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah: Bagaimanakah perlindungan hukum konsumen terhadap pengguna jasa Telkom Speedy? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui perlindungan hukum konsumen terhadap pengguna jasa Telkom Speedy. D. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian, sebagai terjemahan dari agreement dalam bahasa Inggris, atau overeenkomst dalam bahasa Belanda. 1 Di samping itu, ada juga istilah yang sepadan dengan istilah perjanjian, yaitu istilah transaksi yang merupakan terjemahan dari istilah Inggris transaction. Namun demikian, istilah perjanjian adalah yang paling modern, paling luas dan paling lazim digunakan, termasuk pemakaiannya dalam dunia bisnis. Perjanjian adalah suatu kesepakatan (promissory agreement) di antara 2 (dua) atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum. Ada juga yang memberikan pengertian 1 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 9. 6

7 sebagai suatu serangkaian perjanjian di mana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi dari kontrak tersebut, dan oleh hukum, pelaksanaan dari kontrak tersebut dianggap merupakan suatu tugas yang harus dilaksanakan. Pasal 1313 K.U.H.Perdata memberikan definisi perjanjian adalah: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Menurut Subekti, perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst. 2 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, menerjemahkan istilah overeenkomst dengan pengertian persetujuan. 3 Menurut Setiawan, overeenkomst berasal dari kata overeenkomen yang berarti setuju ataupun sepakat, karena itulah dipergunakannya istilah persetujuan untuk menerjemahkan istilah overeenkomst. 4 Berdasarkan rumusan perjanjian yang telah dikemukakan tersebut, maka pengertian perjanjian itu mempunyai unsur-unsur yang dapat diuraikan sebagai berikut: a. Ada dua pihak atau lebih Para pihak yang disebutkan itu adalah subyek pada perjanjian yang dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum. Untuk dapat membuat perjanjian tersebut harus mampu atau wenang melakukan perbuatan hukum seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang. b. Ada kesepakatan diantara para pihak 2 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa Jakarta, 1985, hlm Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perutangan, Sumur Bandung, Bandung, 1989, hlm Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perjanjian, Bina Cipta, Jakarta, 1987, hlm. 2. 7

8 Kesepakatan yang dimaksud adalah yang bersifat tetap, artinya tidak termasuk tindakan-tindakan pendahuluan untuk mencapai adanya persetujuan atau kesepakatan. Persetujuan ini dapat diketahui dari penerimaan tanpa syarat atas suatu tawaran yang berarti apa yang ditawarkan pihak yang satu diterima oleh pihak lainnya. c. Ada tujuan yang akan dicapai Tujuan para pihak mengadakan perjanjian adalah agar memenuhi kebutuhan pihak-pihak, oleh karena itu di dalamnya harus ada tujuan yang akan dicapai. Tujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilan dan tidak dilarang oleh undang-undang. d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan Dalam suatu perjanjian, para pihak disamping memperoleh hak dibebani pula dengan kewajiban-kewajiban yang berupa suatu prestasi. Prestasi merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai persyaratan atau syarat-syarat perjanjian, misalnya penjual berkewajiban menyerahkan barang yang telah dijualnya. Tidak ada kesatuan pendapat mengenai pengertian perjanjian, namun apabila diperhatikan dengan sesama, maka pada dasarnya perjanjian merupakan suatu hubungan hukum berdasarkan kesepakatan antara dua pihak atau lebih yang saling mengikatkan dirinya untuk menimbulkan suatu akibat hukum tertentu. Kedua belah pihak atau lebih tersebut terikat karena 8

9 kesepakatan yang mereka lakukan untuk melaksanakan tujuan yang termaksud dalam perjanjian yang mereka buat Asas-asas Perjanjian Dalam hukum perjanjian juga terdapat beberapa asas yang mendasari berlakunya suatu perjanjian. Untuk lebih jelasnya mengenai asas hukum yang dimaksud dalam perjanjian ini, satu persatu dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Asas Konsensualitas Asas ini berkaitan dengan saat lahirnya suatu perjanjian. Asas ini menyatakan bahwa perjanjian sudah lahir pada saat tercapainya kata sepakat diantara para pihak mengenai unsur-unsur pokoknya. Soedikno Mertokusumo mengemukakan sebagai berikut: Untuk adanya perjanjian harus ada dua kehendak yang mencapai kata sepakat atau konsensus. Tanpa kata sepakat tidak mungkin ada perjanjian, tidak menjadi soal apakah kedua kehendak itu disampaikan secara lisan atau tertulis. Bahkan dengan bahasa isyarat atau membisu sekalipun dapat terjadi perjanjian asal ada kata sepakat. 6 b. Asas Kebebasan Berkontrak Menurut asas ini, hukum perjanjian memberikan peluang kepada masyarakat untuk menentukan isi perjanjian, bentuk maupun obyek dari perjanjian tersebut. Kebebasan berkontrak haruslah memperhatikan batasan-batasan tertentu seperti diatur dalam Pasal 1337 K.U.H.Perdata 5 Ibid, hlm Ibid, hlm

10 yang intinya memberikan batasan yaitu tidak dilarang oleh undangundang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Asas kebebasan berkontrak ini juga dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) K.U.H.Perdata yang menyatakan: Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. c. Asas Kekuatan Mengikat Perjanjian Pengertian asas kekuatan mengikat perjanjian ini adalah para pihak yang telah mengadakan perjanjian tersebut, masing-masing terikat dengan ketentuan yang terdapat di dalam perjanjian yang telah diadakan tersebut. Soedikno Mertokusumo mengemukakan sebagai berikut: Para pihak haruslah melaksanakan apa yang mereka sepakati sehingga perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang. Ini berarti bahwa kedua belah pihak wajib mentaati dan melaksanakan perjanjian. Asas kekuatan mengikat ini berhubungan dengan akibat perjanjian dan dikenal sebagai Pacta Sunt Servanda, sudah selayaknya bahwa sesuatu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dipatuhi pula oleh kedua belah pihak. 7 d. Asas Kepribadian Pasal 1315 dan 1340 K.U.H.Perdata mengatur bahwa, pada dasarnya suatu perjanjian hanya mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Asas ini dinamakan asas kepribadian suatu perjanjian, sedangkan pihak-pihak di sini maksudnya adalah, siapa saja yang 7 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengatar, Liberty, Yogyakarta, 1989, hlm

11 tersangkut dalam perjanjian, yaitu kreditur dan debitur. Terhadap asas kepribadian tersebut terdapat suatu pengecualian yang disebut janji guna pihak ketiga, yaitu bahwa dalam suatu perjanjian dimungkinkan adanya hak pihak ketiga yang adanya sejak pihak ketiga itu menyatakan kesediaannya menerima prestasi tersebut, seperti diatur dalam Pasal 1317 K.U.H.Perdata. Menurut Setiawan, janji untuk pihak ketiga adalah, Janji yang oleh para pihak dituangkan dalam suatu perjanjian dimana ditentukan bahwa para pihak ketiga akan memperoleh hak atau suatu prestasi. 8 e. Asas Itikad Baik Asas itikad baik ini merupakan asas yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian. Di dalam asas ini ditentukan bahwa suatu perjanjian haruslah dilaksanakan dengan itikad baik, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) K.U.H.Perdata. Pengertian asas itikad baik di dalam hukum perjanjian adalah, bahwa pelaksanaan suatu perjanjian harus berjalan sebagaimana mestinya, sesuai dengan ukuran obyektif masyarakat. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum, sebab dengan adanya pelaksanaan perjanjian secara baik dan benar, tidak akan terjadi suatu penyimpangan terhadap suatu perjanjian. 8 Setiawan, op.cit., hlm

12 3. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian Pasal 1320 K.U.H.Perdata menyebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. b. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. c. Adanya hal tertentu. d. Suatu sebab yang halal. Keempat syarat tersebut merupakan syarat mutlak di dalam perjanjian yang harus dipenuhi oleh para pihak apabila ingin perjanjian yang dibuatnya sah. Tidak dipenuhinya keempat syarat tersebut akan berakibat perjanjian itu batal atau dapat dibatalkan. Hal ini tergantung pada syarat mana dari keempat syarat tersebut yang tidak dipenuhi, karena keempat syarat tersebut dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu: a. Syarat subyektif, adalah syarat yang menyangkut subyek dari suatu perjanjian atau syarat yang melekat pada subyek-subyek yang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian. Apabila syarat ini tidak dipenuhi maka akibat hukumnya perjanjian ini dapat dibatalkan. Termasuk syarat subyektif adalah syarat sepakat yang mereka mengikatkan diri dan adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. b. Syarat obyektif, adalah suatu syarat yang menyangkut obyek perjanjian itu sendiri. Apabila syarat ini tidak dipenuhi maka akibat hukum dari perjanjian itu adalah batal demi hukum. Termasuk syarat obyektif adalah syarat suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. 12

13 Pengertian perjanjian dapat dibatalkan ini adalah perjanjian yang telah ada tetap terus berjalan selama belum ada atau tidak diadakan pembatalan, pembatalan hanya dapat dilakukan oleh hakim pengadilan atas permintaan yang berhak meminta pembatalan, berbeda dengan pengertian batal demi hukum. Apabila perjanjian batal demi hukum, maka maksudnya perjanjian itu sejak semula dianggap tidak pernah ada, dengan demikian perjanjian itu menjadi batal tanpa campur tangan dari hakim. Adanya perbedaan dapat dibatalkan dan batal demi hukum ini menurut Subekti merupakan suatu sistem logis dan dapat dianut di mana-mana, dan lebih lanjut beliau mengemukakan bahwa, Sistem tersebut logis karena tidak dipenuhinya syarat subyektif tidak dapat dilihat oleh hakim dan karenanya harus diajukan kepadanya oleh yang berkepentingan, sedangkan hal tidak dipenuhinya syarat obyektif seketika dapat dilihat oleh hakim Hak dan Kewajiban Para Pihak Pendukung dalam suatu perjanjian sekurang-kurangnya harus ada 2 (dua) orang yang disebut subyek perjanjian. Masing-masing orang menduduki tempat yang berbeda, satu orang menjadi kreditur yang berhak atas prestasi dan orang lainnya sebagai debitur yang wajib memenuhi prestasi. Pihak-pihak dalam perjanjian dapat berupa manusia pribadi (persoon) atau lembaga/badan hukum (rechtspersoon). 9 Subekti, op.cit., hlm

14 Subyek perjanjian harus mampu dan berwenang melakukan tindakan hukum seperti yang ditetapkan oleh undang-undang. Sesuai dengan teori dan praktek hukum, yang dapat menjadi kreditur atau debitur adalah terdiri dari: a. Individu sebagai person. 1) Manusia tertentu (persoon). 2) Badan Hukum (rechtspersoon). b. Seseorang sebagai individu atas keadaan atau kedudukan tertentu bertindak untuk atau atas nama orang tertentu. c. Seseorang sebagai individu yang menggantikan kedudukan debitur semula, baik atas dasar bentuk perjanjian maupun atas ijin dan persetujuan kreditur. Hak dan kewajiban para pihak adalah merupakan isi dari perjanjian itu sendiri. Isi perjanjian didasarkan atas azas kebebasan berkontrak, yaitu para pihak bebas untuk menentukannya. Pada hakekatnya hak disatu pihak adalah merupakan kewajiban pihak lain, dengan kata lain prestasi yang merupakan hak dari kreditur adalah merupakan kewajiban bagi debitur untuk memenuhinya. Jadi baik kreditur maupun debitur sama-sama berorientasi pada satu hal yaitu prestasi, karena kreditur berhak atas prestasi dan debitur berkewajiban untuk memenuhi prestasi atau melaksanakan prestasi. 5. Wanprestasi dan Overmacht Dalam Perjanjian Perjanjian yang dibuat dengan sah menimbulkan perikatan atau hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuatnya. Dalam suatu perjanjian ada kalanya terjadi wanprestasi, yang artinya menurut Soedikno Mertokusumo, 14

15 adalah: tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. 10 Tidak dipenuhinya kewajiban itu selain karena wanprestasi dapat juga karena keadaan memaksa (overmacht), atau peristiwa yang terjadi diluar kemampuan debitur, sehingga debitur tidak mempunyai kesalahan. Bentuk wanprestasi ada 4 (empat), yaitu: a. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali, artinya debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah disanggupi untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian. b. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. c. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya. d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Mengetahui sejak kapan debitur itu dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perikatan itu ditentukan pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu ditentukan pelaksanaan pemenuhan prestasi, maka ketentuan Pasal 1238 K.U.H.Perdata menyatakan sebagai berikut: Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. 10 Ibid, hlm

16 Alasan kedua tidak dapat dipenuhinya kewajiban adalah keadaan memaksa (overmacht), akibatnya ada salah satu pihak yang dirugikan. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi suatu peristiwa yang bukan karena kesalahannya. Peristiwa dimana tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perjanjian. 11 Unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa: a. Tidak dapat dipenuhinya prestasi karena suatu peristiwa yang memusnahkan atau membinasakan benda yang menjadi obyek perjanjian. b. Tidak dapat dipenuhinya suatu prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur. c. Peristiwa yang tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan atau perjanjian baik oleh debitur maupun oleh kreditur, bukan karena kesalahan pihak-pihak khususnya debitur. Sifat keadaan memaksa ada 2 (dua): a. Overmacht yang bersifat absolute (mutlak) ialah suatu keadaan dimana prestasi sama sekali tidak dapat dipenuhi, maka perikatan tersebut terhenti sama sekali. b. Overmacht yang bersifat relatif ialah suatu keadaan dimana kewajiban berprestasi terhentikan untuk sementara dan akan timbul lagi setelah keadaan memaksa berhenti. 11 Setiawan, op.cit., hlm

17 6. Berakhirnya Perjanjian Hapusnya perjanjian pada umumnya adalah jika tujuan dari suatu perjanjian itu telah tercapai. Dengan demikian isi perjanjian yang telah mereka buat bersama itu telah dilaksanakan dengan baik oleh mereka. Beberapa macam cara hapusnya perjanjian, yaitu apabila: a. Masa berlakunya perjanjian yang telah disepakati sudah terpenuhi. b. Pada saat masa berlakunya perjanjian belum berakhir para pihak sepakat mengakhirinya. c. Adanya penghentian oleh salah satu pihak dalam perjanjian dengan memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku setempat. d. Waktu berakhirnya suatu perjanjian ditentukan dengan batas waktu maksimal oleh undang-undang. e. Adanya putusan hakim karena adanya tuntutan pengakhiran perjanjian dari salah satu pihak. f. Di dalam undang-undang atau perjanjian itu sendiri ditentukan bahwa dengan adanya suatu peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir Perlindungan Konsumen Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri. Dalam bidang hukum, istilah ini masih 12 Ibid, hlm

18 relatif baru, khususnya di Indonesia, sedangkan di negara maju hal ini mulai dibicarakan bersamaan dengan berkembangnya industri dan teknologi. 13 Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun-1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan: Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Berbicara tentang perlindungan konsumen berarti mempersoalkan jaminan atau kepastian tentang terpenuhinya hak-hak konsumen. Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan terhadap konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat-akibat dari pemakaian barang dan jasa itu. Cakupan perlindungan konsumen dalam dua aspeknya itu, dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada konsumen barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggar ketentuan undang-undang. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, desain produk, dan sebagainya, apakah telah sesuai dengan standar sehubungan keamanan dan keselamatan konsumen atau tidak. Juga, persoalan tentang bagaimana konsumen mendapatkan 13 Adijaya Yusuf dan John W. Haed, Hukum Ekonomi, ELIPS, Jakarta, 1998, hlm

19 penggantian jika timbul kerugian karena memakai atau mengonsumsi produk yang tidak sesuai. b. Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat-syarat yang tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, layanan purna jual, dan sebagainya. Hal ini berkaitan dengan perilaku produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya. 14 Aspek yang pertama, mencakup persoalan barang atau jasa yang dihasil-kan dan diperdagangkan, dimasukkan dalam cakupan tanggung jawab produk, yaitu tanggung jawab yang dibebankan kepada produsen karena barang yang diserahkan kepada konsumen itu mengandung cacat di dalamnya, sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen, misalnya karena keracunan makanan, barang tidak dapat dipakai untuk tujuan yang diinginkan karena kualitasnya rendah, barang tidak dapat bertahan lama karena cepat rusak, dan sebagainya. Dengan demikian, tanggung jawab produk erat kaitannya dengan persoalan ganti kerugian. Sedangkan yang kedua, mencakup cara konsumen memperoleh barang dan atau jasa, yang dikelompokkan dalam cakupan standar kontrak yang mempersoalkan syarat-syarat perjanjian yang diberlakukan oleh produsen kepada konsumen pada waktu konsumen hendak mendapatkan barang atau jasa kebutuhannya. 14 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal

20 Umumnya produsen membuat atau menetapkan syarat-syarat perjanjian secara sepihak.tanpa memperhatikan dengan sungguh-sungguh kepentingan konsumen, sehingga bagi konsumen tidak ada kemungkinan untuk mengubah syarat-syarat itu guna mempertahankan kepentingannya. Seluruh syarat yang terdapat pada perjanjian, sepenuhnya atas kehendak pihak produsen barang atau jasa. Bagi konsumen hanya ada pilihan: mau atau tidak mau sama sekali. Vera Bolger menamakannya sebagai take it or leave it contract. Artinya, kalau calon konsumen setuju, perjanjian boleh dibuat; kalau tidak setuju, silakan pergi. 15 E. Metode Penelitian Untuk mendapatkan data dan pengolahan yang diperlukan dalam rangka penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum empiris sebagai berikut: 1. Objek Penelitian Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pengguna Jasa Internet Telkom Speedy. 2. Subjek Penelitian a. Direksi PT. Telkom Wilayah Yogyakarta. b. Pihak pengguna jasa Telkom Speedy. 3. Sumber Data 15 Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Segi Standart Kontrak (Baku), makalah pada Simposium Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, BPHN, Bina Cipta, Jakarta, 1980, hlm

21 a. Data primer, yaitu data yang didapat langsung dengan subyek penelitian. b. Data sekunder adalah berupa data yang diperoleh dari penelitian kepuatakaan (library research) yang terdiri atas: a. Bahan hukum primer, dalam hal meliputi: K.U.H.Perdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. b. Bahan hukum sekunder, adalah bahan yang digunakan sebagai pelengkap bahan hukum primer, berupa buku-buku, literatur, dokumen-dokumen, maupun makalah-makalah yang berkaitan dengan obyek penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara secara bebas terpimpin berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan. 5. Metode Pendekatan Metode yang dilakukan oleh penulis adalah yuridis normatif, yang mana dalam melakukan pada objek penelitian lebih menitikberatkan pada aspekaspek yuridis, yang dimana dalam melakukan analisa data-data yang diperoleh dari objek penelitian dengan menggunakan asas-asas hukum, teori-teori hukum serta ketentuan perundang-undangan. 6. Metode Analisis Data Data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu menganalisa hasil penelitian dengan menggambarkan hubungan yang ada 21

22 antara hasil penelitian yang diperoleh tersebut untuk memaparkan dan menjelaskan suatu persoalan, sehingga sampai pada suatu kesimpulan. F. Kerangka Skripsi Penulisan skripsi ini terbagi dalam empat bab, yaitu bab I mengenai pendahuluan, bab II mengenai hukum perlindungan konsumen, bab III mengenai hasil penelitian dan pembahasan, bab IV penutup. Pada bab I terdiri dari 6 sub bab diantaranya adalah latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan kerangka skripsi. Pada bab II terdiri dari 5 sub bab, yaitu: hukum perlindungan konsumen diuraikan menjadi pengertian hukum perlindungan konsumen, kepentingan dan masalah yang dihadapi konsumen, perilaku konsumen, aspek hukum perlindungan konsumen dan penyelesaian sengketa. Pada bab III terdiri dari 5 sub bab, yaitu: hasil penelitian dan pembahasan dari perlindungan hukum konsumen terhadap pengguna jasa internet telkom speedy yang meliputi gambaran umum telkom speedy, syarat berlangganan telkom speedy, bentuk dan isi perjanjian, hak dan kewajiban para pihak, perlindungan hukum konsumen terhadap pengguna jasa internet telkom speedy. Pada bab IV yaitu penutup, berisi mengenai kesimpulan dan saran, dimana kesimpulan dan saran ini diuraikan mengenai hasil akhir penelitian yang sudah dilakukan oleh penulis. 22

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan jangka panjang yang dilakukan bangsa Indonesia mempunyai sasaran utama yang dititik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan pengembangan

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan

BAB I PENDAHULUAN Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, transaksi melalui internet sudah dikenal sejak tahun 1996. Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan berbagai situs yang melakukan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber :

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Terhadap Objek Studi PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (Telkom) merupakan perusahaan penyelenggara informasi dan telekomunikasi (InfoComm) serta penyedia jasa dan jaringan

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

Asas asas perjanjian

Asas asas perjanjian Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, meskipun di dalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut telah membubuhkan tanda tangannya

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia semakin berubah, dalam beberapa tahun terakhir perkembangan sistem telekomunikasi di Indonesia sudah demikian pesatnya memberikan dampak yang menyentuh

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perkembangan kebutuhan manusia pada umumnya dan pengusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perkembangan kebutuhan manusia pada umumnya dan pengusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kebutuhan manusia pada umumnya dan pengusaha khususnya yang semakin meningkat, menyebabkan kegiatan ekonomi yang juga semakin berkembang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI KONTRAK KERJA KONSTRUKSI Suatu Tinjauan Sistematik Hukum dalam Perjanjian Pekerjaan Rehabilitasi Jembatan TUGU antara Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Sragen dengan CV. Cakra Kembang S K R I P

Lebih terperinci

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dengan banyaknya industri rokok tersebut, membuat para produsen

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dengan banyaknya industri rokok tersebut, membuat para produsen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia saat ini banyak sekali industri rokok, baik industri yang berskala besar maupun industri rokok yang berskala menengah ke bawah, sehingga dengan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Selamat malam semua Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ya.. Ada yang tahu asas-asas apa saja

Lebih terperinci

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i4 ( )

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i4 ( ) PENERAPAN PASAL 1320 KUHPERDATA TERHADAP JUAL BELI SECARA ONLINE (E COMMERCE) Herniwati STIH Padang Email: herni@yahoo.co.id Submitted: 22-07-2015, Rewiewed: 22-07-2015, Accepted: 23-07-2015 http://dx.doi.org/10.22216/jit.2014.v8i4.13

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN A. Dasar Hukum Memorandum Of Understanding Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi : Kemudian daripada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Telekomunikasi Indonesia atau yang sering dikenal oleh awam dengan

BAB I PENDAHULUAN. PT. Telekomunikasi Indonesia atau yang sering dikenal oleh awam dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PT. Telekomunikasi Indonesia atau yang sering dikenal oleh awam dengan Telkom, merupakan perusahaan informasi dan komunikasi serta penyedia jasa dan jaringantelekomunikasi

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM DARI M.O.U DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK

KEDUDUKAN HUKUM DARI M.O.U DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK BAB III KEDUDUKAN HUKUM DARI M.O.U DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK A. Pengertian Memorandum of Understanding (M.O.U) Memorandum adalah suatu peringatan, lembar peringatan, atau juga suatu lembar catatan. 29

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ).

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ). BAB I A. LATAR BELAKANG Kemajuan teknologi di bidang transportasi yang demikian pesat,memberi dampak terhadap perdagangan otomotif, dibuktikan dengan munculnya berbagai jenis mobil baru dari berbagai merek.

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA 0 PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Ida Bagus Oka Mahendra Putra Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis media di Indonesia semakin berkembang pesat. Hal ini karena

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis media di Indonesia semakin berkembang pesat. Hal ini karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bisnis media di Indonesia semakin berkembang pesat. Hal ini karena semakin banyak peluang usaha yang diciptakan. Selain itu orang Indonesia semakin sadar bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA A. Pengertian Perjanjian Kerja Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja menunjukkan kedudukan kedua belah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

HUKUM JASA KONSTRUKSI

HUKUM JASA KONSTRUKSI HUKUM JASA KONSTRUKSI A. LATAR BELAKANG Konstruksi merupakan suatu kegiatan yang melibatkan/ menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat Kegiatan konstruksi : Risiko tinggi (tidak pasti, mahal, berbahaya)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi secara harfiah diartikan sebagai aktifitas atau kegiatan penanaman modal, sedangkan investor adalah orang atau badan hukum yang mempunyai uang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu BAB I PENDAHULUAN Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan, demikianlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah : Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian 19 BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatanperikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa kata bank berasal dari bahasa Italy banca yang berarti bence yaitu suatu

BAB I PENDAHULUAN. bahwa kata bank berasal dari bahasa Italy banca yang berarti bence yaitu suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank sebagai suatu lembaga keuangan yang berperan dalam perekonomian. Sebagai suatu lembaga yang berperan dalam perekonomian, prinsip kepercayaan merupakan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sebagai alat pemuas kebutuhan hidupnya. keterbatasan kemampuan untuk menyediakan kebutuhan sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sebagai alat pemuas kebutuhan hidupnya. keterbatasan kemampuan untuk menyediakan kebutuhan sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan manusia (human needs) adalah suatu rasa yang timbul secara alami dari dalam diri manusia untuk memenuhi segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupannya.

Lebih terperinci