PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERBENIHAN TANAMAN PANGAN TA 2010 (KABUPATEN/KOTA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERBENIHAN TANAMAN PANGAN TA 2010 (KABUPATEN/KOTA)"

Transkripsi

1 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERBENIHAN TANAMAN PANGAN TA 2010 (KABUPATEN/KOTA) DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DEPARTEMEN PERTANIAN Jakarta, 2010

2 Kata Pengantar Program pengembangan perbenihan tanaman pangan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan benih varietas unggul bermutu dalam jumlah, varietas, mutu, waktu, harga dan lokasi yang tepat bagi petani. Penggunaan benih varietas unggul bermutu diyakini dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan indeks pertanaman dan mutu hasil. Seiring dengan kemajuan pertanian tanaman pangan, maka semakin besar pula tuntutan terhadap ketersediaan benih varietas unggul bermutu sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan produksi tanaman pangan. Untuk dapat terlaksana dan tercapainya program pengembangan perbenihan tanaman pangan yang dilaksanakan di daerah, maka disusunlah buku Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan TA Pedoman ini merupakan acuan bagi para petugas/pengelola perbenihan atau instansi yang terkait lainnya dalam melaksanakan kegiatan perbenihan tanaman pangan. Diharapkan pedoman ini selanjutnya dapat dijabarkan ke dalam petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang lebih rinci setiap kegiatan untuk pencapaian sasaran penyediaan benih di daerah. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pemangku kepentingan di bidang perbenihan. Jakarta, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Ir. Sutarto Alimoeso, MM NIP i

3 BAB I PENDAHULUAN Tuntutan peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian merupakan konsekuensi logis yang timbul dari perubahan kondisi lingkungan eksternal dan internal. Tuntutan ini juga tersirat dalam program utama pembangunan pertanian di Indonesia yaitu peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan agroindustri. Kebijakan pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan, dengan memacu peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan terutama produksi komoditi utama tanaman pangan seperti padi, jagung dan kedelai. Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu teknologi yang telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas dan mutu produk adalah penggunaan varietas unggul bermutu secara konsisten. Dengan demikian benih varietas unggul bermutu padi, jagung dan kedelai sebagai komoditas tanaman pangan utama harus tersedia dalam kuantitas, kualitas dan kontinuitas yang cukup. Sampai saat ini kondisi perbenihan kita belum mampu menyediakan benih sesuai dengan kebutuhan konsumen secara tepat. Pemulia tanaman telah banyak menciptakan berbagai varietas unggul akan tetapi benih baru akan dapat dirasakan manfaatnya oleh konsumen jika tersedia dalam skala komersial, sesuai dengan preferensi konsumen. Untuk mencapai maksud tersebut, maka program-program 1

4 pengembangan perbenihan diarahkan pada optimalisasi sistem perbenihan yang meliputi optimalisasi dukungan dalam pengembangan varietas baru, produksi dan distribusi benih sumber dan benih sebar, pengawasan mutu dan sertifikasi benih serta optimalisasi kelembagaan produksi dan sertifikasi benih. Program pengembangan perbenihan pada tingkat Pusat dan Daerah harus terarah, terpadu dan berkesinambungan. Pelaksanaan program pengembangan perbenihan tersebut perlu mempertimbangkan potensi, permasalahan dan kendala yang dihadapi serta sumber daya yang mendukungnya. Pelaksanaan program-program pengembangan perbenihan didukung dengan dana yang bersumber dari APBN (dekon dan tugas pembantuan) maupun dana APBD serta sumber dana masyarakat lainnya. Agar kegiatan kegiatan tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien serta sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, diperlukan Pedoman Pelaksanaan yang dapat dijadikan acuan bagi para Petugas/Pengelola Perbenihan di daerah dalam melaksanakan kegiatan pengembangan perbenihan tanaman pangan Tahun Anggaran Pedoman ini dirinci lebih lanjut oleh Provinsi dalam Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis setiap kegiatan guna dapat memudahkan para pelaksana lapangan dalam melaksanakannya sesuai sasaran yang ditetapkan. 2

5 BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN A. Visi Terwujudnya sistem perbenihan tanaman pangan yang mampu mendorong penyediaan benih varietas unggul bermutu secara efisien dan berkelanjutan. B. Misi 1. Mengembangkan dan menyebarkan varietas unggul 2. Meningkatkan produksi dan distribusi benih 3. Meningkatkan pengawasan mutu dan sertifikasi benih 4. Memantapkan kelembagaan perbenihan C. Tujuan 1. Mengembangkan dan penyebarluasan varietas unggul yang mampu meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu hasil 2. Meningkatkan produksi dan distribusi benih agar selalu terjamin ketersediaannya sesuai dengan kebutuhan pengguna benih 3. Meningkatkan pengawasan mutu dan sertifikasi benih agar benih yang dipergunakan oleh pengguna benih selalu terjamin mutunya 4. Memantapkan kelembagaan perbenihan dan para stakeholders agar dapat berjalan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. 3

6 D. Sasaran 1. Berkembangnya varietas unggul bermutu yang sesuai dengan preferensi pengguna benih 2. Tersedianya benih sumber dan benih sebar secara 6 (enam) tepat (varietas, mutu, jumlah, waktu dan lokasi serta harga yang terjangkau) sesuai dengan tingkat kebutuhan pengguna benih 3. Terjaminnya mutu benih yang diproduksi dan yang beredar 4. Optimalnya kelembagaan produksi dan pengawasan mutu benih 4

7 BAB III KEGIATAN PERBENIHAN DI PROVINSI Dalam rangka mewujudkan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan maka untuk memacu pengembangan perbenihan tanaman pangan di daerah, Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Tanaman Pangan pada tahun 2010 ini mengalokasikan anggaran Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan untuk mendukung Peningkatan Ketahanan Pangan yang dikelola oleh Dinas Pertanian, serta anggaran Dekonsentrasi untuk Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih yang dikelola oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). A. Kegiatan Melalui Dana Dekonsentrasi Kegiatan perbenihan tanaman pangan di daerah yang dilaksanakan melalui penggunaan anggaran Dekonsentrasi secara rinci diuraikan sebagai berikut : A.1. Dana Dekonsentrasi Pengembangan Perbenihan Di Bawah Satker Dinas Pertanian Provinsi A.1.1. Koordinasi, Pengawalan dan Monev Kode : a. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, meningkat pula kebutuhan pangan nasional. Saat ini 5

8 pemenuhan kebutuhan pangan tersebut diupayakan pemenuhannya oleh Pemerintah melalui peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Dukungan penyediaan benih varietas unggul bermutu bagi petani merupakan bagian yang penting dalam mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman. Kegiatan ini dilakukan Pemerintah melalui dana Tugas Pembantuan, dana subsidi dan pasar bebas. Dengan dukungan penyediaan benih tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mendukung peningkatan produktivitas secara berkelanjutan. Dalam melaksanakan upaya tersebut diperlukan peran pihak-pihak terkait baik yang berhubungan dengan legislasi maupun teknis di Pusat dan Daerah. Untuk melancarkan dan mensinergikan pelaksanaan kegiatan dan memantau serta mengevaluasi perkembangan pelaksanaan programprogram pengembangan perbenihan dalam upaya penyediaan, produksi dan distribusi benih varietas unggul bermutu diperlukan adanya koordinasi, pengawalan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan secara intensif dan terpadu. b. Tujuan Melaksanakan koordinasi, pengawalan, monitoring dan evaluasi dalam melaksanakan kegiatan pengembangan perbenihan tanaman pangan. 6

9 c. Sasaran Terlaksananya koordinasi, pengawalan, monitoring dan evaluasi kegiatan pengembangan perbenihan tanaman pangan. d. Masukan - Data dan informasi jenis komoditas, volume dan lokasi bantuan benih tanaman pangan - Dana dan SDM e. Pelaksanaan - Melaksanakan rapat-rapat koordinasi - Mengawal kegiatan pengembangan perbenihan di provinsi - Mengikuti rapat-rapat perbenihan tingkat nasional - Melaporkan seluruh hasil kegiatan pelaksanaan kegiatan pengembangan perbenihan tanaman pangan di provinsi f. Keluaran Tersedianya laporan hasil koordinasi, monitoring dan evaluasi kegiatan kegiatan pengembangan perbenihan tanaman pangan. g. Hasil Terpantaunya kegiatan pengembangan perbenihan di daerah. 7

10 h. Dampak Dengan terevaluasinya kegiatan pengembangan perbenihan di daerah dapat diketahui tingkat perkembangan kegiatan perbenihan di daerah. i. Manfaat Dengan diketahuinya tingkat perkembangan kegiatan perbenihan di daerah diharapkan akan terjadi kesinergisan dalam pelaksanaan kegiatan di Pusat dan Daerah serta sebagai bahan dalam penyusunan kebijakan mendatang. A.2. Dana Dekonsentrasi Pengembangan Perbenihan Di Bawah Satker Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) A.2.1. Administrasi Kegiatan Kode : a. Latar Belakang Dalam rangka mendukung keberhasilan pelaksanaan pengembangan perbenihan tanaman pangan perlu adanya dukungan dengan pelaksanaan administrasi yang tertib sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Dalam hal ini diperlukan adanya usaha peningkatan di semua aspek administrasi termasuk sumberdaya manusia sebagai pelaksana kegiatan. 8

11 Untuk meningkatkan motivasi kerja dan meningkatkan kualitas kinerja maka diperlukan adanya pembenahan baik dari sisi SDM maupun ketatausahaan. Diantaranya melalui pemberian insentif bagi pengelola administrasi yang dilaksanakan sesuai dengan ketetapan yang ada. b. Tujuan Meningkatkan tertib administrasi kegiatan. c. Sasaran Terlaksananya tertib adminsitrasi kegiatan. d. Masukan Dana dan SDM. e. Pelaksanaan Melaksanakan pembayaran honor yang terkait dengan operasional Satuan Kerja. f. Keluaran Tersedianya honor operasional satuan kerja. g. Hasil Pembayaran honor operasional satuan kerja. h. Dampak Administrasi yang tertib akan memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan. 9

12 i. Manfaat Kemudahan dalam pelaksanaan kegiatan mendukung dalam pencapaian sasaran kegiatan. A.2.2. Pengadaan Peralatan Laboratorium Kode : a. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan jaminan mutu benih tanaman pangan dan menghadapi perkembangan lingkungan strategis serta mampu bersaing di pasar global, laboratorium uji mutu benih antara lain harus terakreditasi, sehingga hasil uji mutu benihnya dapat dipercaya karena telah mengikuti standar yang berlaku. Sehubungan dengan itu untuk mempertahankan akreditasi yang telah didapatkan bagi laboratorium yang telah terakreditasi, dan upaya mendapat akreditasi bagi laboratorium uji mutu benih bagi yang belum terakreditasi, maka salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah kelengkapan peralatan untuk uji mutu benih. Untuk mendukung hal tersebut perlu dikembangkan penyediaan sarana pengujian yang sifatnya dapat membantu pelaksanaan kegiatan pengujian laboratorium secara tepat dan memenuhi standar pengujian laboratoris, serta untuk mengganti peralatan yang sudah tidak 10

13 memadai atau tidak sesuai standar atau melengkapi peralatan yang belum ada. b. Tujuan - Memenuhi salah satu persyaratan bagi laboratorium uji mutu benih yang telah terakreditasi dan yang akan diakreditasi. - Membantu untuk mempercepat proses pengujian mutu benih di laboratorium. c. Sasaran - Terpenuhinya persyaratan akreditasi bagi laboratorium uji mutu benih. - Tersedianya fasilitas proses uji mutu benih di laboratorium yang lebih memadai d. Masukan - Data inventarisasi peralatan yang sudah tidak memadai/tidak standar atau yang harus dilengkapi baik untuk laboratorium uji yang ada di provinsi maupun sub laboratorium. - Daftar peralatan yang diperlukan atau peralatan standar yang harus dimiliki oleh laboratorium uji mutu benih. - Spesifikasi peralatan laboratorium yang dibutuhkan. e. Pelaksanaan - Melakukan inventarisasi data jumlah dan jenis peralatan yang sudah tidak memadai atau 11

14 tidak memenuhi standar, dan peralatan untuk memenuhi syarat akreditasi baik untuk laboratorium uji di provinsi maupun sub laboratorium - Menentukan jumlah dan jenis peralatan uji mutu benih yang harus diadakan sesuai dengan dana yang tersedia - Melaksanakan pengadaan peralatan laboratorium - Membuat laporan tentang jenis dan jumlah peralatan yang diadakan serta alokasinya, dan mengirimkan ke pusat/direktorat Perbenihan. f. Keluaran Tersedianya peralatan laboratorium sesuai yang dibutuhkan. g. Hasil Terpenuhinya kebutuhan peralatan laboratorium. h. Dampak Kelancaran pelaksanaan uji mutu benih laboratorium sesuai dengan standar serta keakuratan data hasil pengujian. i. Manfaat Kelancaran ketersediaan benih bermutu secara tepat karena optimalnya proses pelaksanaan sertifikasi benih. 12

15 A.2.3.Penilaian dan Pelepasan Varietas Tanaman Kode : ) Uji Adaptasi Varietas a. Latar Belakang Suatu varietas baru dinyatakan unggul dan layak untuk disebarluaskan apabila telah dilepas secara resmi oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Menteri Pertanian. Salah satu persyaratan dalam pengusulan pelepasan varietas adalah galur/mutan/hibrida/klon yang diusulkan tersebut telah dilakukan uji adaptasi pelepasan varietas, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi produksi dan kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan tumbuhnya. Hasil uji adaptasi yang memiliki keunggulan diharapkan dapat dipersiapkan untuk pelepasan varietas tanaman pangan. Uji adaptasi dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditetapkan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. b. Tujuan Melakukan penilaian varietas tanaman untuk mengetahui kemampuan atau potensi produksi, keunggulan dan sifat-sifat suatu galur/mutan/hibrida/klon dalam menyesuaikan dengan lingkungan tumbuhnya, sebagai persiapan untuk pelepasan varietas tanaman pangan. 13

16 c. Sasaran Diketahuinya potensi, sifat agronomi serta keunggulan dari galur/mutan/hibrida/klon yang akan diusulkan untuk dilepas. d. Masukan - Galur/mutan/hibrida/klon yang berasal dari penyelenggara pemuliaan (Badan Litbang Pertanian, BATAN, Perguruan Tinggi, BUMN dan Swasta) - Dana dan SDM e. Pelaksanaan 1) Menetapkan lokasi dan waktu pelaksanaan sesuai dengan prosedur. 2) Melaksanakan pengolahan lahan, persemaian, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama penyakit, panen dan pasca panen sesuai dengan petunjuk teknis yang telah ditetapkan. 3) Melaksanakan pengamatan terhadap pertanaman adaptasi sesuai dengan parameter yang diperlukan dan telah ditentukan (data kualitatif, kuantitatif, data lingkungan dsb) 4) Menyusun dan mengirimkan laporan kemajuan pelaksanaan adaptasi secara berkala ke Pusat yaitu Direktorat Perbenihan, semua kegiatankegiatan yang telah dilaksanakan yaitu waktu tanam, fase pertumbuhan, panen, pengamatan hama/penyakit dan kondisi pertanaman. 14

17 5) Menyusun dan mengirimkan laporan akhir ke Pusat atau ke Direktorat Perbenihan secara lengkap yang meliputi data pelaksanaan kegiatan, data-data pengamatan (pertumbuhan, komponen produksi, produksi, data kualitatif, intensitas serangan hama penyakit utama, data lingkungan dsb) f. Keluaran Diperolehnya galur/hibrida/mutan/klon yang layak diusulkan untuk dilepas sebagai varietas unggul nasional. g. Hasil Terpenuhinya salah satu persyaratan pelepasan varietas. h. Dampak Dilepasnya galur/hibrida/mutan/klon yang mempunyai kelebihan dari varietas unggul sebelumnya sebagai varietas unggul nasional, yang akan memberikan banyak pilihan bagi para petani/pengguna benih dalam menentukan varietas dan komoditas yang akan dibudidayakan. i. Manfaat Tersedianya varietas unggul baru di masyarakat yang dapat memberikan alternatif pilihan bagi para petani/pengguna benih dalam menentukan varietas dan komoditas untuk pertanamannya. 15

18 2) Pemurnian Varietas a. Latar Belakang Pemurnian varietas bertujuan untuk mendapatkan benih bersertifikat dari pertanaman yang sudah ada dan juga bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul baru melalui seleksi. Pemurnian dengan tujuan untuk mendapatkan kembali benih yang bersertifikat biasanya dilakukan pada varietas yang sudah lama atau pada varietas yang mengalami penyimpangan sifat dari standar varietas baku, sehingga pemurnian dengan tujuan ini dapat digunakan untuk mengatasi pemenuhan benih berlabel. Sedangkan pemurnian yang bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul dilakukan untuk mengetahui kebenaran varietas dan menemukan karakteristik baku pada varietas unggul lokal yang telah berkembang secara luas dan disukai petani agar bisa dikembangkan secara luas dan dilepas secara resmi menjadi varietas unggul. b. Tujuan - Mengembalikan mutu dan potensi suatu varietas unggul agar sesuai dengan karakteristik baku varietas yang bersangkutan, sebagai persiapan benih sumber bagi petani - Mendapatkan varietas unggul lokal yang sesuai dengan karakteristik bakunya, sebagai persiapan pelepasan varietas 16

19 c. Sasaran Dikembalikannya mutu suatu varietas sesuai dengan karateristik baku. d. Masukan - Varietas lokal yang telah berkembang dan diminati petani atau varietas unggul nasional yang telah langka ketersediaan benih sumbernya. - Dana dan SDM e. Pelaksanaan 1) Menentukan jenis dan varietas tanaman yang akan dimurnikan. 2) Menetapkan lokasi, luas areal dan benih yang akan dimurnikan. Benih yang digunakan untuk pemurnian adalah benih varietas unggul yang langka sumber benihnya dan sangat dibutuhkan petani atau varietas lokal yang telah berkembang di masyarakat yang jelas varietas dan asal usulnya. 3) Melaksanakan penanaman, pemupukan, pemeliharaan dan pengendalian hama/penyakit disesuaikan dengan anjuran/rekomendasi setempat. 4) Melaksanakan pengamatan dan seleksi negatif (rouguing). Bila campuran varietas lain sangat banyak, dianjurkan untuk melakukan seleksi positif, yaitu memilih tanaman yang memenuhi kriteria baku/sesuai deskripsi varietas yang 17

20 bersangkutan. Disamping itu juga melakukan pengamatan terhadap komponen produksi, deskripsi, serangan hama/penyakit dan kondisi pertanaman. 5) Menyusun dan mengirimkan laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan pemurnian varietas secara berkala ke Pusat yaitu Direktorat Perbenihan, semua kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan yaitu waktu tanam, fase pertumbuhan, rouguing (seleksi), deskripsi sementara tiap fase yang diamati dan kondisi pertanaman. 6) Benih yang dihasilkan dari pemurnian varietas dan menunjukkan ciri yang telah mantap sesuai dengan deskripsi baku agar diusahakan untuk dijadikan sebagai benih sumber untuk varietas unggul dan sebagai varietas untuk persiapan pelepasan varietas. Benih hasil pemurnian yang dihasilkan dari pertanaman ini dan telah mengikuti prosedur sertifikasi dapat menjadi benih sumber setelah mendapat pengesahan dan dilabel oleh UPTD BPSB, dan dapat disebarluaskan ke petani atau daerah pengembangan/penumbuhan yang membutuhkan. 7) Membuat dan mengirimkan laporan seluruh pelaksanaan kegiatan ke Pusat/Direktorat Perbenihan, dengan dilengkapi deskripsi sementara, terutama untuk varietas unggul lokal. 18

21 f. Keluaran Terlaksananya pemurnian varietas bagi varietas lokal atau varietas unggul lama yang langka sumber benihnya tapi disukai petani dan dianggap tidak sesuai dengan standar varietas baku. g. Hasil Tersedianya benih varietas lokal maupun unggul nasional yang sesuai dengan karakteristik baku dan memenuhi standar mutu. h. Dampak Meningkatnya produksi dan ketersediaan benih bermutu yang sesuai dengan potensi varietasnya serta meningkatnya penyerapan penggunaan benih bermutu varietas unggul. i. Manfaat Tersedianya benih bermutu yang langka benih sumbernya baik untuk varietas lokal maupun varietas unggul lama namun sangat dibutuhkan petani dan berasal dari varietas yang lebih baik mutunya. 3) Inventarisasi Penyebaran Varietas a. Latar Belakang Dengan beraneka macam varietas unggul tanaman pangan yang telah dilepas memberikan alternatif yang lebih banyak bagi petani untuk memilih varietas mana yang sesuai dengan kebutuhan. Sampai saat ini penggunaan varietas 19

22 unggul di tingkat petani masih relatif rendah dan tidak semua varietas unggul yang telah dilepas digunakan petani. Hanya beberapa varietas unggul yang disukai petani dan ketersediaan benihnya sesuai dengan jumlah yang diperlukan petani. Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan komposisi penyebaran varietas dari suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Dalam rangka perencanaan peningkatan produksi perlu diketahui peta penyebaran varietas produksi tinggi, sedang dan rendah. Pemerintah secara bertahap akan terus memperluas penggunaan varietas produksi tinggi. Oleh karenanya untuk melihat komposisi dan luas penyebaran/perkembangan suatu varietas serta untuk mengetahui luasan wilayah yang telah menggunakan varietas potensi tinggi, rendah maupun sedang diperlukan kegiatan pelaksanaan inventarisasi penyebaran varietas di seluruh Indonesia dari seluruh kabupaten/kota. Hal ini sangat diperlukan guna mendukung upaya penyediaan benih bermutu varietas unggul yang yang berkembang pada suatu wilayah/daerah tertentu. b. Tujuan 1) Mengumpulkan informasi tentang komposisi luas penyebaran varietas unggul, varietas lokal, varietas potensi produksi tinggi, sedang dan rendah, baik yang baru dilepas maupun yang sudah berkembang/membudaya sampai 20

23 tingkat Kabupaten/Kota/ Kecamatan sesuai dengan potensinya. 2) Menentukan program perbanyakan/ produksi dan penyediaan benih serta pengendalian organisme pengganggu tanaman tertentu melalui penggunaan benih bermutu varietas unggul. c. Sasaran Terinventarisasinya data penyebaran varietas unggul, varietas lokal dan varietas potensi produksi tinggi, sedang dan rendah tanaman pangan sesuai dengan potensinya dari seluruh wilayah propinsi/ kabupaten/kota. d. Masukan - Data dan informasi luas penyebaran varietas unggul maupun varietas lokal tanaman pangan sesuai dengan potensinya (tinggi, sedang dan rendah). - Dana dan SDM e. Pelaksanaan - Melaksanakan inventarisasi/pengumpulan data luas penyebaran varietas tanaman pangan dari seluruh wilayah kecamatan/kabupaten/kota, baik varietas unggul maupun varietas lokal sesuai dengan potensinya yaitu potensi (tinggi, sedang dan rendah). - Membuat dan mengirimkan laporan data luas penyebaran varietas tanaman pangan secara 21

24 rutin setiap bulan Perbenihan. ke Pusat/Direktorat f. Keluaran Laporan hasil inventarisasi penyebaran varietas tanaman pangan. g. Hasil Diketahuinya komposisi luas penyebaran varietas tanaman pangan di wilayah propinsi/kabupaten/ kota, akan memudahkan dalam menentukan perencanaan penyediaan benih bermutu varietas unggul dan pengembangan tanaman pangan di suatu wilayah. h. Dampak Penentuan perencanaan penyediaan benih dan pengembangan tanaman pangan di suatu wilayah propinsi dapat dilakukan secara tepat. i. Manfaat Penyediaan benih bermutu dari varietas unggul dapat sesuai dengan tingkat kebutuhan petani. A.2.4. Pengawasan Mutu & Sertifikasi Benih Tanaman Kode :

25 1) Sertifikasi dan Pelabelan Benih a. Latar Belakang Sertifikasi benih dilakukan dalam rangka mempertahankan mutu benih dan kemurnian varietas, baik di lapangan maupun melalui pengujian laboratorium. Proses sertifikasi di lapangan dilaksanakan dalam bentuk pemeriksaan lapangan mulai dari pendahuluan/ pemeriksaan lahan dan pertanaman yaitu pemeriksaan lapangan fase vegetatif, berbunga/generatif dan panen serta prosesing yang dilakukan oleh petugas pengawas benih. Sementara untuk pengujian mutu dilakukan uji laboratorium (uji standar dan pengujian khusus) terhadap sampel benih. Pelabelan diberikan terhadap benih-benih yang telah memenuhi standar kelulusan lapangan, dan standar uji laboratorium. Agar benih yang dihasilkan memenuhi standar mutu benih yang telah ditentukan baik lapangan maupun laboratorium, para petugas pengawas benih perlu mendapatkan bimbingan secara teknis dalam hal sertifikasi benih dan peningkatan kemampuan (pelatihan). 23

26 b. Tujuan - Mendapatkan benih bermutu dari varietas unggul yang sesuai dengan standar mutu yang berlaku yang dicantumkan dalam label benih. - Mengantisipasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan perbanyakan/produksi benih serta sertifikasi maupun pelabelan benih. - Memberikan inovasi baru dalam bentuk pengetahuan tentang perkembangan pengawasan mutu benih kepada petugas pengawas benih di daerah. - Memeriksa dan mengawasi penangkaran benih mulai sejak pertanaman di lapangan hingga prosesing dan pengemasan benih - Melakukan sertifikasi dan memberi label terhadap benih yang telah memenuhi standard mutu c. Sasaran - Dilaksanakannya kegiatan sertifikasi dan pelabelan pada UPTD Pengawasan dan Sertifikasi Benih di seluruh propinsi. - Dihasilkannya benih bermutu varietas unggul sesuai dengan standar mutu yang berlaku, baik mutu benih lapangan maupun laboratorium 24

27 d. Masukan - Usulan/permohonan sertifikasi benih dari penangkar/produsen benih - Standar mutu benih lapangan dan mutu laboratorium - Dana dan SDM e. Pelaksanaan - Melaksanakan pemeriksaan pertanaman di lapangan, yaitu pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan fase vegetatif, pemeriksaan fase berbunga, dan pemeriksaan fase masak - Melaksanakan pemeriksaan alat panen dan pengawasan panen. - Melaksanakan pemeriksaan alat prosesing benih, gudang penyimpanan dan lain sebagainya - Membuat laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan sampai selesai pemeriksaan lapangan dan prosesing - Melaksanakan pengambilan contoh benih untuk pengujian benih laboratoris - Melaksanakan pengawasan dan pemasangan label - Membuat laporan lengkap hasil uji laboratorium - Membuat dan mengirimkan laporan rekapitulasi hasil sertifikasi dan pelabelan benih 25

28 secara rutin setiap bulan ke Pusat/Direktorat Perbenihan. f. Keluaran Dihasilkannya benih bersertifikat dan berlabel sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan. g. Hasil Meningkatnya ketersediaan benih bersertifikat kelas Benih Dasar (BD), kelas Benih Pokok (BP), kelas Benih Sebar (BR). h. Dampak Kepercayaan petani akan manfaat benih bermutu meningkat, karena terjaminnya mutu benih yang dihasilkan. i. Manfaat Ketersediaan dan penggunaan benih bermutu dari varietas unggul meningkat. 2) Petak Pembanding a. Latar Belakang Dalam rangka menghasilkan benih bermutu varietas unggul tanaman pangan, kendala yang masih sering dihadapi adalah keragaman yang dijumpai di pertanaman (penangkaran benih), sehingga benih yang dihasilkan tidak terjamin 26

29 mutunya. Terutama jika petugas pengawas benih yang melaksanakan pemeriksaan lapangan belum mengenali varietas. Sehubungan dengan itu agar hasil pemeriksaan lapangan akurat dan efektif serta efisien, perlu adanya kegiatan petak pembanding dengan membuat petak kontrol dengan pertanaman yang berasal dari benih yang benar (asli) varietasnya dan sama dengan yang ditanam pada areal sertifikasi. Dengan adanya petak kontrol tersebut maka hasil pengamatan dari areal sertifikasi dibandingkan dengan pertanaman yang berada dalam petak kontrol, dan apabila sama maka varietas tersebut benar. Dengan adanya kegiatan ini maka pemeriksaan akan lebih efektif dan efisien. b. Tujuan - Meningkatkan akurasi dalam pemeriksaan lapangan dari areal sertifikasi dengan membandingkan pertanaman dalam petak pembanding. - Pelaksanaan pemeriksaan lapangan lebih efektif dan efisien - Meningkatkan keterampilan petugas pengawas benih di dalam melakukan pemeriksan lapangan sertifikasi benih. 27

30 c. Sasaran - Diketahuinya varietas yang benar dari pengamatan pada areal sertifikasi. - Terlaksananya pemeriksaan lapangan secara efektif dan efisien - Meningkatnya keterampilan dan ketelitian petugas pengawas benih dalam pelaksanaan pemeriksaan lapangan sertifikasi benih d. Masukan - Benih bermutu varietas unggul yang ditanam dalam areal sertifikasi - Standar lapangan untuk sertifikasi benih tanaman pangan. - Dana dan SDM 28

31 e. Pelaksanaan - Melaksanakan penentuan lokasi, dan pengujian laboratorium untuk benih yang akan ditanam dalam petak pembanding atau petak kontrol. - Melaksanakan pertanaman, pemupukan dan pemeliharaan tanaman. - Melakukan pengecekan dengan membandingkan antara pertanaman pada petak pembanding/kontrol dengan areal pertanaman sertifikasi yang varietasnya sama, agar hasil pemeriksaan lapangan benar varietasnya. - Melaksanakan pengamatan data kualitatif dan kuantitatif - Membuat laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan sampai selesai pemeriksaan lapangan. - Membuat laporan lengkap tentang petak pembanding. - Membuat dan mengirimkan laporan rekapitulasi hasil petak pembanding secara rutin setiap bulan ke Pusat/Direktorat Perbenihan. f. Keluaran Tersedianya benih bermutu sesuai standar mutu yang telah ditentukan dengan varietas yang benar secara lebih efisien dan efektif serta terukurnya kemampuan pengawas benih dalam mengamati CVL atau off type, yang dihasilkan oleh produsen benih. 29

32 g. Hasil Terpenuhinya kebutuhan benih bermutu sesuai kelas benihnya dengan varietas yang benar secara efisien dan efektif. h. Dampak Petani akan meningkatkan penggunaan benih varietas unggul bermutu, karena terjaminnya mutu benih yang dihasilkan. i. Manfaat Ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan benih bermutu dari varietas unggul meningkat. 3) Analisa Standar Mutu Benih a. Latar Belakang Benih varietas unggul bermutu yang dihasilkan melalui proses sertifikasi, disamping dilakukan pengawasan di lapangan, juga dilakukan pengujian calon benih di laboratorium, yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan mutu dari suatu kelompok benih yang akan digunakan untuk keperluan pengisian label maupun pengecekan data label, agar benih-benih yang dihasilkan memenuhi standar mutu benih yang telah ditentukan. Pengujian standar mutu benih di laboratorium meliputi : penetapan kadar air, pengujian kemurnian fisik, pengujian daya tumbuh dan 30

33 penetapan Campuran Varietas Lain (CVL). Untuk kelancaran pengujian mutu benih serta agar didapatkan data hasil uji yang akurat perlu dipelihara ketelitian peralatan yang digunakan secara berkala harus dikalibrasi, sehingga tetap sesuai dengan standar. b. Tujuan Menganalisa mutu suatu kelompok benih (Kadar Air, Kemurnian, Daya Tumbuh dan Campuran Varietas Lain) yang telah lulus lapangan dan akan digunakan untuk pertanaman selanjutnya. c. Sasaran Diketahuinya mutu dari suatu benih (Kadar Air, Kemurnian, Daya Tumbuh dan Campuran Varietas Lain) yang diuji. d. Masukan - Sampel benih yang akan diujikan mutunya. - Standar mutu benih laboratorium - Dana dan SDM e. Pelaksanaan - Melaksanakan pengambilan contoh benih dari kelompok benih yang akan dilakukan uji laboratorium, dari berbagai komoditas tanaman pangan dan kelas benih - Mempersiapkan bahan untuk pengujian di laboratorium yang meliputi penetapan kadar 31

34 air, pengujian kemurnian fisik, penetapan campuran varietas lain, dan pengujian daya tumbuh - Melaksanakan penetapan kadar air, pengujian kemurnian fisik, pengujian daya tumbuh dan penetapan campuran varietas lain - Melaksanakan analisis dan penyusunan laporan hasil pengujian standar mutu benih - Menyerahkan hasil pengujian untuk pengisian label apabila lulus uji laboratorium - Mengirimkan laporan rekapitulasi hasil pengujian standar mutu benih secara rutin setiap bulan ke Pusat/Direktorat Perbenihan dan Balai Besar Pengkajian Pengawasan mutu Benih - Melaksanakan kalibrasi/pemeliharaan alat-alat yang digunakan untuk pengujian benih f. Keluaran Diketahuinya mutu benih (kadar air, kemurnian varietas, daya tumbuh dan campuran varietas lain) dari calon benih suatu kelompok benih yang diuji standar. g. Hasil Terjaminnya mutu benih yang akan diedarkan/ perdagangkan. h. Dampak Penggunaan benih varietas unggul bermutu terus meningkat karena benih yang digunakan benar-benar telah melalui hasil uji mutu. i. Manfaat - Produksi dan penggunaan benih bermutu meningkat - Tumbuh dan berkembangnya industri/ produsen benih 32

35 4) Analisa Benih Khusus a. Latar Belakang Untuk mengetahui mutu suatu kelompok benih disamping dilakukan dengan analisa standar atau uji mutu strandar juga dilakukan analisa benih khusus apabila diperlukan, karena tidak semua kelompok benih bisa dilakukan dengan analisa benih standard. Dalam teknologi benih, istilah mutu benih diartikan sejumlah sifat/ciri-ciri pada benih pada benih yang dapat dilihat sebagai individu atau populasi. Pengujian khusus dimaksudkan untuk menguji tentang sifat-sifat benih yang mencirikan mutu spesifik dari benih atau kelompok benih yang terdiri dari: a) Pengujian viabilitas benih secara biokhemis b) Pengujian heterogenitas c) Penetapan berat butir d) Pengujian kesehatan benih apabila ada indikasi penyakit yang terbawa benih b. Tujuan Menganalisis mutu benih di laboratorium yang berhubungan dengan penetapan berat 1000 butir, pengujian viabilitas secara biokhemis, heterogenitas, dan kesehatan benih. c. Sasaran Teranalisanya mutu benih di laboratorium yang berhubungan dengan penetapan berat 1000 butir, 33

36 pengujian viabilitas secara biokhemis, heterogenitas dan kesehatan benih. d. Masukan - Sampel benih yang akan diuji - Perlakuan yang akan digunakan - Standar mutu untuk analisa benih khusus - Dana dan SDM e. Pelaksanaan - Melaksanakan pengambilan dan penerimaan contoh benih dan pemberian nomor dari kelompok benih yang ada masalah sehingga harus dilakukan uji khusus, dari berbagai komoditas tanaman pangan dan kelas benih - Mempersiapkan bahan untuk pengujian benih khusus yang sesuai dengan keperluannya - Melaksanakan penetapan kadar air, pengujian kemurnian fisik, pengujian daya tumbuh dan penetapan campuran varietas lain. - Menentukan macam dan metode uji benih sesuai dengan kebutuhan. - Melaksanakan pengujian sesuai dengan kebutuhan. - Melaksanakan analisis dan penyusunan laporan hasil pengujian benih khusus. - Menyerahkan hasil pengujian untuk pengisian label apabila benih telah lulus uji laboratorium. - Mengirimkan laporan rekapitulasi hasil pengujian standar mutu benih secara rutin 34

37 setiap bulan ke Pusat/Direktorat Perbenihan dan Balai Besar Pengkajian Pengawasan mutu Benih. f. Keluaran Tersedianya hasil analisa benih khusus sesuai dengan kebutuhannya, untuk pengisian data label. g. Hasil Terjaminnya mutu benih yang akan diedarkan/perdagangkan dan menghindarkan dari permasalahan khusus yang akan mempengaruhi mutu benih. h. Dampak - Meningkatkan kepercayaan petani terhadap benih bermutu, karena benih yang digunakan diharapkan akan terhindar dari permasalahan khusus yang akan mempengaruhi mutu benih dipertanaman - Meningkatkan penggunaan benih varietas unggul bermutu oleh petani i. Manfaat - Produksi dan penggunaan benih bermutu meningkat - Terhindar dari permasalahan khusus yang akan mempengaruhi mutu benih di pertanaman. 35

38 5) Uji Profisiensi a. Latar Belakang Dalam pelaksanaan pengujian mutu benih di laboratorium di daerah dilakukan oleh analis benih yang beragam baik tingkat pendidikan maupun keterampilannya, sehingga hasilnya akan beragam, untuk mengatasi hal tersebut guna mendapatkan hasil uji yang akurat dalam rangka pelayanan dan terjaminnya mutu benih, maka dilakukan kegiatan uji profisiensi, dalam rangka penilaian keseragaman hasil uji mutu benih pada laboratorium benih di daerah. Keseragaman hasil analisa mutu dari contoh benih yang sama dapat tercapai apabila prosedur, sarana pengujian serta standar penilaian yang dipakai oleh laboratorium penguji juga sama. Nilai keseragaman tersebut sangat penting dan patut diperhatikan karena dengan nilai tersebut dapat diperoleh informasi mutu benih yang diuji, variasi keadaan alat yang digunakan, keterampilan analis maupun sarana pengujian yang lain. Keragaman data ini masih dapat diperbolehkan apabila perbedaan hasil pengujian di laboratorium masih sesuai dengan tabel toleransi yang telah ditetapkan pada ISTA Rules 2006 tabel 5.2. Melalui kegiatan uji profisiensi ini diharapkan adanya keseragaman persepsi analis yang 36

39 ditunjukkan dengan unjuk kerja analis dalam melaksanakan pengujian benih di laboratorium yaitu dengan penyediaan sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana yang memadai, sehingga jaminan mutu hasil pengujian dapat terpenuhi. b. Tujuan Mengetahui unjuk kerja dari suatu laboratorium yang ditunjukkan dengan adanya keseragaman hasil pengujian benih di laboratorium. c. Sasaran - Diketahuinya hasil unjuk kerja laboratorium mutu benih dari hasil uji profisiensi antar analis benih di laboratorium yang bersangkutan. - Diketahuinya hasil unjuk kerja laboratorium mutu benih dari hasil uji profisiensi antar laboratorium mutu benih. d. Masukan - Data tenaga analis benih yang akan melakukan uji profisiensi - Macam pengujian yang akan dilakukan ISTA Rules e. Pelaksanaan - Melaksanakan pengambilan contoh benih dari kelompok benih atau menerima contoh benih, 37

40 menyiapkan bahan observasi dan media uji profisiensi - Mempersiapkan pelaksanaan uji profisiensi - Menentukan macam dan metode uji benih yang akan dilakukan - Melaksanakan uji profisiensi antar analis atau antar laboratorium mutu benih - Melaksanakan analisis dan penyusunan laporan hasil uji profisiensi - Menentukan hasil uji profisiensi - Mengirimkan laporan rekapitulasi hasil uji profisiensi secara rutin setiap bulan ke Pusat/Direktorat Perbenihan dan Balai Besar Pengkajian Pengawasan mutu Benih. f. Keluaran Tersedianya laboratorium mutu benih yang sesuai standar yang telah ditentukan. g. Hasil Terjaminnya hasil uji mutu benih laboratorium yang sesuai dengan standar. h. Dampak Meningkatkan kepercayaan petani terhadap hasil uji mutu benih laboratorium, karena telah sesuai dengan standar yang ditetapkan. 38

41 i. Manfaat Terjaminnya mutu benih yang dihasilkan, sehingga meningkatkan keprcayaan petani terhadap mutu benih. 6) Pengembangan Metode a. Latar Belakang Dalam rangka mendapatkan alternatif metode untuk pengujian mutu benih perlu dilakukan pengembangan metode pengujian mutu benih guna mendapatkan metode yang tepat sebagai alternatif pilihan dalam pengujian mutu benih. Dari hasil pengembangan metode ini diharapkan akan didapatkan suatu metode pengujian yang lebih efektif dan efisien sesuai dengan perkembangan tetapi tidak menyalahi ketentuan dan standar yang berlaku. b. Tujuan - Mendapatkan metode uji mutu benih laboratorium yang sesuai dengan perkembangan pengujian dan bisa diterapkan pada kondisi setempat - Mendapatkan alternatif pilihan metode uji mutu benih laboratorium yang lebih efektif dan efisien 39

42 c. Sasaran - Diperolehnya metode uji mutu benih laboratorium yang sesuai dengan perkembangan dan bisa diterapkan pada kondisi setempat. - Diperolehnya alternatif metode uji mutu benih laboratorium yang lebih efektif dan efisien. - Sebagai metode uji pembanding terhadap metode uji yang sudah ada d. Masukan - Data perkembangan metode uji mutu benih laboratorium dari berbagai laboratorium uji mutu benih - ISTA Rules e. Pelaksanaan - Menyiapkan benih dan bahan untuk melakukan pengujian - Menentukan berbagai metode pengujian yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan untuk kelancaran dan efektifitas pengujian mutu benih - Melaksanakan pengujian mutu benih dengan berbagai metode terhadap berbagai komoditas - Menentukan metode uji mutu benih yang tepat dan bisa diterapkan sesuai dengan kondisi setempat dan lebih efektif dan efisien 40

43 - Membuat laporan hasil pengujian untuk pengembangan metode uji mutu benih laboratorium - Mengirimkan laporan hasil uji pengembangan metode secara rutin setiap bulan ke Pusat/Direktorat Perbenihan dan Balai Besar Pengkajian Pengawasan mutu Benih f. Keluaran Tersedianya berbagai alternatif metode uji mutu benih laboratorium yang lebih efektif dan efisien dan bisa diterapkan sesuai dengan kondisi setempat. g. Hasil Terlesaikannya permasalahan pengujian mutu benih laboratorium dengan menerapkan alternatif pilihan metode uji mutu benih yang sesuai dengan kondisi setempat. 41

44 h. Dampak Benih bermutu varietas unggul tersedia secara tepat dan berkesinambungan, sehingga lebih efisien. i. Manfaat Kelancaran pelaksanaan uji mutu benih laboratorium sehingga lebih efektif dan efisien. 7) Standarisasi Laboratorium Benih a. Latar Belakang Guna melindungi para konsumen benih dalam hal ini petani, maka benih yang beredar harus memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui mutu benih tersebut, sebelum benih disalurkan terlebih dahulu harus di uji di laboratorium. Dengan demikian laboratorium uji merupakan instalasi yang mempunyai andil cukup penting dalam menentukan mutu benih. Sehubungan dengan hal tersebut, mulai dari peralatan sampai sumberdaya manusianya dalam hal ini analis hendaknya harus benar-benar dipersiapkan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Hal ini perlu memperhatikan sarana dan prasarana yang lengkap dan terkalibrasi dengan baik, oleh karena peralatan yang tidak memadai akan menyebabkan hasil uji yang tidak sempurna. Demikian juga sumber daya yang tidak 42

45 memenuhi kualifikasi tertentu akan dapat mempengaruhi hasil ujinya. b. Tujuan Mendapatkan Standardisasi Laboratorium Benih yang diharapkan dapat diperoleh mutu benih yang sama dari setiap laboratorium pengujian mutu benih. c. Sasaran Laboratorium pengujian mutu benih yang ada di daerah. d. Masukan - Data kelengkapan peralatan laboratorium beserta sistim operasionalnya - Data personil penguji mutu benih - Dana dan SDM e. Pelaksanaan Standardisasi laboratorium pengujian dilakukan melalui proses sertifikasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). f. Keluaran Diperolehnya laboratorium pengujian mutu benih di daerah yang memenuhi standar nasional. 43

46 g. Hasil Dihasilkannya benih bermutu varietas unggul tanaman pangan. h. Dampak Mutu benih yang beredar sesuai dengan standar mutu benih yang telah ditentukan. i. Manfaat Jaminan mutu benih yang digunakan petani dilahan usaha taninya. 8) Pengawasan Peredaran Benih a. Latar Belakang Dalam upaya tetap terjaminnya mutu benih yang beredar di pasaran sampai ke tangan petani atau konsumen pengguna benih, maka kegiatan pengawasan mutu tidak hanya berhenti sampai pada pengadaan benih dan pelabelan saja, tetapi mutu benih tetap diawasi sampai peredarannya di pasaran, hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya pemalsuan dan masih diperdagangkannya benih-benih yang sudah kadaluarsa atau menjelang atau habis masa berlakunya label. Apabila pengawas benih menemukan benih yang labelnya sudah kadaluarsa maka harus segera menghentikan penjualan/peredarannya. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan pengecekan mutu benih yang beredar 44

47 atau pengawasan terhadap benih-benih yang beredar dipasaran yang bertujuan untuk menjaga agar benih yang diperdagangkan selalu memenuhi standar mutu dan ketentuan lain yang berlaku, pengecekan mutu benih terutama dilakukan pada kelompok benih yang mutunya diragukan. Pedagang/penyalur benih harus mengajukan permohonan pelabelan ulang apabila telah mendekati habis masa berlaku label untuk perpanjangan masa kadaluwarsanya. Disamping itu untuk menangani dan menyelesaikan kasuskasus yang mungkin terjadi dalam perdagangan benih, antara pedagang benih dengan petani konsumen benih maupun pedagang benih yang tidak memenuhi atau menyimpang dari peraturan yang berlaku maka dilakukan kegiatan untuk penanganan kasus yang berkaitan dengan peredaran benih ini. Antisipasi yang harus dilakukan apabila terjadi pemalsuan benih bisa dilakukan dengan penelusuran sampai ke produsen/penyalur benih. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk meningkatkan pengawasan terhadap peredaran benih serta untuk mendapatkan data-data yang lebih akurat perlu adanya bimbingan terhadap para pengawas benih di daerah serta optimalisasi dan keseriusan para pengawas benih dalam kegiatan pengawasan mutu benih yang beredar di pasaran. 45

48 Dalam rangka memantapkan pengawasan peredaran benih maka Pengawas Benih Tanaman (PBT) perlu juga memantau dan mencatat benih yang beredar di wilayah kerjanya. Yang perlu dicatat dan dipantau selain mutu/kualitasnya adalah volume, jenis/varietas, produsen dan distributornya. Apabila ditemui adanya dugaan perdagangan benih yang tidak sesuai peraturan perundangan yang telah ditetapkan maka perlu segera ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku. Untuk itu mulai tahun 2009 kinerja pengawasan peredaran benih perlu ditingkatkan. b. Tujuan - Mengawasi mutu benih yang beredar di pasaran terutama untuk masa berlaku label dan permasalahan/kasus-kasus yang mungkin terjadi dan lain sebagainya - Melakukan pengambilan sampel benih yang beredar dari para pedagang/penyalur benih, untuk diuji ulang - Menjamin mutu benih yang beredar di pasaran sampai ke tangan petani pengguna benih - Melakukan pemantauan dan pencatatan peredaran benih antara lain volume, varietas, asal benih, produsen, distributor, kios pengecer dan keterangan lainnya setiap bulan 46

49 c. Sasaran Terawasi dan terjaminnya mutu dan jumlah benih tanaman pangan yang beredar di pasaran. d. Masukan - Data produsen/penyalur benih serta mutu benih dari stock benih yang ada produsen/penyalur/kios benih - Kasus-kasus penyimpangan terhadap mutu benih yang beredar - Standar mutu benih laboratorium. - Dana dan SDM e. Pelaksanaan - Melaksanakan pendataan terhadap produsen/ penyalur benih, meliputi nama produsen/ penyalur benih, komoditas yang diusahakan, kemampuan memproduksi dan menyalurkan benihnya, lama berusaha, dan lain sebagainya - Melaksanakan pengecekan terhadap mutu benih yang diperdagangkan/beredar - Untuk benih-benih yang rusak/habis masa berlakunya label, dilakukan pengambilan contoh benihnya untuk pengecekan ulang mutu benih - Melaksanakan penanganan kasus yang berkaitan dengan pemalsuan dan peredaran benih 47

50 - Melaksanakan pembinaan kepada para produsen/penyalur benih, baik mengenai administrasi, teknis penyimpanan, dan lain sebagainya - Melaksanakan pemantauan dan pencatatan benih yang beredar (volume, jenis, varietas, asal/daerah benih, produsen, distributor, kios/pedagang, merek dagang setiap bulan) - Membuat dan mengirimkan laporan rekapitulasi hasil pemantauan dan pengawasan peredaran benih secara rutin setiap bulan ke Pusat/Direktorat Perbenihan. f. Keluaran - Terawasinya mutu benih dari seluruh benih tanaman pangan yang beredar di pasaran - Terselesaikannya kasus-kasus yang muncul dalam peredaran benih dan berkaitan dengan jaminan mutu benih - Terjaminnya mutu benih tanaman pangan yang beredar dipasaran sesuai ketentuan/standar yang berlaku - Termonitornya benih yang beredar sebagai bahan perencanaan g. Hasil - Dapat terklasifikasikannya seluruh produsen/penyalur benih sesuai dengan tingkat kemampuannya 48

51 - Terjaminnya mutu benih yang beredar di pasaran - Terselesaikannya kasus-kasus dalam peredaran benih yang terkait dengan jaminan mutu benih - Pedagang penyalur benih menjalankan usahanya sesuai dengan ketentuan/ peraturan yang berlaku - Diperolehnya data peredaran benih h. Dampak Kepercayaan petani terhadap manfaat benih bermutu varietas unggul meningkat. i. Manfaat Penggunaan benih bermutu varietas unggul oleh para petani dalam usaha taninya meningkat. 9) Validasi/Uji Pembanding Metode Pengujian Mutu Benih a. Latar Belakang Pengkajian pendugaan daya tumbuh benih kedelai (field emergence) melalui uji Daya Hantar Listrik (DHL) memberikan hasil adanya regresi linier dan korelasi yang tinggi antar keduanya (Taliroso, 2008); dengan penggunaan waktu pengujian yang relatif lebih singkat (± 3 hari), dengan penggunaan peralatan yang sederhana, murah dan bisa dioperasionalkan dengan mudah dan praktis. 49

52 Pengujian DHL dilakukan dengan menggunakan alat conductivity meter. Untuk memperoleh validitas alat tersebut maka dilakukan validasi metoda di berbagai laboratorium daerah yang sudah diakreditasi dengan menggunakan benih kedelai (masa berlaku labelnya pendek ± 3 bulan). b. Tujuan Memverifikasi hasil uji DHL untuk pendugaan daya tumbuh benih kedelai di lapang dan di laboratorium. c. Sasaran Terlaksananya validasi pengembangan metoda pengujian mutu benih kedelai di laboratorium melalui uji daya hantar listrik (DHL). d. Masukan - Materi pengujian (benih dan sarana) - Peralatan conductivity meter. - Dana dan SDM e. Pelaksanaan - Menyediakan benih dan sarana pengujian - Menyediakan sarana pengujian - Menyediakan peralatan conductivity meter f. Keluaran Diperolehnya metoda pengujian DHL g. Hasil Tersedianya metode pengujian DHL untuk pengujian vigor benih. h. Dampak Diperolehnya metode untuk menguji vigor secara tepat dan akurat. i. Manfaat Berkembangnya pengujian laboratorium untuk benih kedelai. 50

53 A.2.5. Pengembangan Kelembagaan Perbenihan Tanaman Pangan Kode : ) Monitoring Ketersediaan dan Penyaluran Benih a. Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan penyerapan penggunaan benih bermutu varietas unggul tanaman, tidak bisa terlepas dari perencanaan perbenihan, baik kebutuhan maupun ketersediaan benih serta penyalurannya. Apabila perencanaan kebutuhan benih dilakukan dengan baik, maka hal ini akan berguna untuk merencanakan ketersediaan benihnya secara tepat sehingga benih yang tersedia sesuai dengan kebutuhan dan selera petani konsumen pengguna benih, dan diharapkan akan meningkatkan penyalurannya kepada konsumen pengguna benih karena meningkatnya penyerapan penggunaan benih. Untuk itu perlu adanya informasi tentang kebutuhan maupun ketersediaan benih serta penyalurannya. Data-data ketersediaan dan penyaluran benih diperoleh dari hasil monitoring ketersediaan dan penyaluran benih. Monitoring ketersediaan untuk mengetahui ketersediaan benih dari semua kelas benih baik untuk benih sumber maupun benih sebar dan semua varietas yang diproduksi oleh produsen/penangkar benih, 51

54 dan yang ada di pedagang/penyalur benih pemerintah atau swasta. Ketersediaan benih diperoleh dari produksi benih dan stock yang ada saat itu. Sedangkan untuk mengetahui volume benih yang beredar di pasaran dilaksanakan kegiatan monitoring penyaluran benih.kegiatan ini dapat digunakan juga untuk menilai/mengevaluasi tingkat kemajuan petani dalam menggunakan benih bermutu (dilihat dari persentase penggunaan benih bersertifikat, benih berlabel yang tidak bersertifikat maupun benih yang tidak berlabel). Monitoring ketersediaan dan penyaluran benih sangat diperlukan, oleh karena selama ini kegiatan monitoring dan penyaluran datanya belum optimal dan lingkupnya masih terbatas, belum kontinyu dan belum banyak dimanfaatkan oleh pengguna. Untuk keperluan penyediaan informasi perbenihan datanya didapatkan dari seluruh daerah di Indonesia tentang stock dan ketersediaan benih, maka salah satu kegiatan yang dilaksanakan di Pusat/Direktorat Perbenihan adalah mengkompulasi dan mengevaluasi data hasil monitoring stok dan penyaluran benih yang dilaksanakan oleh pengawas benih di daerah dari seluruh Indonesia. Data-data tersebut oleh pengawas benih dikumpulkan dari para pedagang/penyalur benih, dimana pedagang benih harus mempunyai catatan perihal benih yang diperdagangkan, termasuk catatan tentang 52

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERBENIHAN TANAMAN PANGAN DI PROVINSI TAHUN ANGGARAN 2009

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERBENIHAN TANAMAN PANGAN DI PROVINSI TAHUN ANGGARAN 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERBENIHAN TANAMAN PANGAN DI PROVINSI TAHUN ANGGARAN 2009 DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DEPARTEMEN PERTANIAN Jakarta, 2009 Kata Pengantar Program pengembangan perbenihan

Lebih terperinci

- 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 04/Permentan/HK.140/2/2016 TANGGAL : 5 Pebruari 2016

- 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 04/Permentan/HK.140/2/2016 TANGGAL : 5 Pebruari 2016 - 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 04/Permentan/HK.140/2/2016 TANGGAL : 5 Pebruari 2016 PEDOMAN SUBSIDI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.54, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Benih Bina. Peredaran. Produksi. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Policy Brief PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Pendahuluan 1. Produksi benih tanaman pangan saat ini, termasuk benih padi dan benih kedelai, merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi 1. Sejarah BPSB Jawa Tengah Awal BPSB II Tegalgondo Jawa Tengah didirikan oleh Hamengkubuwono X pada tahun 1920, yang mulanya merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk besar sangat perlu memantapkan kestabilan pangan secara berkelanjutan, oleh karenanya perlu melakukan strategi dan upaya-upaya

Lebih terperinci

Tahapan di Pertanaman. Tahapan Pasca Panen. Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam. Pengawasan Pengolahan Benih.

Tahapan di Pertanaman. Tahapan Pasca Panen. Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam. Pengawasan Pengolahan Benih. Tahapan di Pertanaman Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam Tahapan Pasca Panen Pengawasan Pengolahan Benih 5-7 hari Pemeriksaan Dokumen 1 hari Pembuatan Kelompok Benih Pengawas Benih dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56/Permentan/PK.110/11/2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA TANAMAN PANGAN DAN TANAMAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subidi Benih Untuk Padi, Kedelai dan Jagung

Kebijakan PSO/Subidi Benih Untuk Padi, Kedelai dan Jagung 12 Kebijakan PSO/Subidi Benih Untuk Padi, Kedelai dan Jagung I. Pendahuluan Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul dapat memberikan berbagai keuntungan, karena dapat meningkatkan produktivitas dan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 036/HK.150/C/01/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN DESA MANDIRI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 036/HK.150/C/01/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN DESA MANDIRI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 036/HK.150/C/01/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN DESA MANDIRI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 46/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN BENIH NASIONAL

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 46/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN BENIH NASIONAL PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 46/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN BENIH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH TANAMAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A

SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A. 082003 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN YAYASAN PENDIDIKAN POLITEKNIK AGROINDUSTRI SUKAMANDI-SUBANG 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04/Permentan/HK.140/2/2016 TENTANG PEDOMAN SUBSIDI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG

PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 59 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 3 Januari 2017 Direktur Jenderal Tanaman Pangan, HASIL SEMBIRING NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, 3 Januari 2017 Direktur Jenderal Tanaman Pangan, HASIL SEMBIRING NIP KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan benih varietas unggul bersertifikat padi dan kedelai guna memenuhi kebutuhan benih untuk pelaksanaan budidaya tanaman pangan secara nasional, Pemerintah telah memprogramkan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2014 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahun

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN SINKRONISASI PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SELASA, 01 MARET 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR,

Lebih terperinci

Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan KATA PENGANTAR

Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-nya kami dapat menyusun Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Tahun 2014. Laporan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. 28 Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. Pendahuluan Kebutuhan benih bermutu untuk produksi tanaman pangan dan perkebunan relatif tinggi seiring dengan tujuan produksi yang lebih

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA.

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA. PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA. BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 telah ditetapkan ketentuan-ketentuan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF MODEL BANTUAN BENIH DAN PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF MODEL BANTUAN BENIH DAN PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF MODEL BANTUAN BENIH DAN PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN Oleh : Bambang Prasetyo Prajogo U. Hadi Nur K. Agustin Cut R. Adawiyah PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA Oleh : Bambang Sayaka I Ketut Kariyasa Waluyo Yuni Marisa Tjetjep Nurasa PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KEGIATAN PENGEMBANGAN SISTEM PERBENIHAN HORTIKULTURA 2014

PEDOMAN TEKNIS KEGIATAN PENGEMBANGAN SISTEM PERBENIHAN HORTIKULTURA 2014 PEDOMAN TEKNIS KEGIATAN PENGEMBANGAN SISTEM PERBENIHAN HORTIKULTURA 2014 DIREKTORAT JENDERAL HOLTIKULTURA KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Ketersediaan benih bermutu sangat strategis karena merupakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. KATA PENGANTAR Kekayaan sumber-sumber pangan lokal di Indonesia sangat beragam diantaranya yang berasal dari tanaman biji-bijian seperti gandum, sorgum, hotong dan jewawut bila dikembangkan dapat menjadi

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH. Disampaikan Pada :

SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH. Disampaikan Pada : SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH Disampaikan Pada : PELATIHAN AGRIBISNIS KEDELAI BERBASIS KAWASAN Di Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan, 25-31 Maret 2008 PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR DINAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP KATA PENGANTAR Dalam upaya peningkatan produksi pertanian tahun 2010, pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas sarana produksi, antara lain subsidi pupuk untuk sektor pertanian. Tujuan pemberian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... RINGKASAN EKSEKUTIF... I. PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... RINGKASAN EKSEKUTIF... I. PENDAHULUAN... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... RINGKASAN EKSEKUTIF... i ii iii iv v iv I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Kedudukan,

Lebih terperinci

Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan KATA PENGANTAR

Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan KATA PENGANTAR Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas karunia-nya kami dapat menyusun Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Perbenihan Tanaman

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 44 TAHUN 1995 (44/1995) Tanggal : 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/85; TLN NO.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan salah satu

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, URAIAN TUGAS JABATAN DAN TATAKERJA BALAI BENIH PADI DAN PALAWIJA PADA DINAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEMANDIRIAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEMANDIRIAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEMANDIRIAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KEGIATAN UPTD PSBTPH DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2017

KEGIATAN UPTD PSBTPH DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2017 KEGIATAN UPTD PSBTPH DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2017 Oleh : Kepala UPTD PSBTPH Prov. KALTIM Disampaikan pada : Rapat Koordinasi Pangan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, URAIAN TUGAS JABATAN DAN TATA KERJA BALAI BENIH HORTIKULTURA DAN ANEKA TANAMAN PADA DINAS

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN Fakhrina dan Agus Hasbianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P.

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi aneka kacang (kacang tanah dan kacang hijau) memiliki peran yang cukup besar terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pakan. Peluang pengembangan aneka kacang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 207.1/HK.140/C/02/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN DESA MANDIRI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 207.1/HK.140/C/02/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN DESA MANDIRI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 207.1/HK.140/C/02/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN DESA MANDIRI BENIH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI

Lebih terperinci

Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah

Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah Suparman BPTP Kalimantan Tengah Jl. G. Obos Km. 5 Palangka Raya E-mail : arman.litbang@gmail.com Abstrak Ketersediaan benih dengan prinsip

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO MOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA MOJOKERTO TAHUN 2010 WALIKOTA MOJOKERTO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1322, 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN. Benih Hortikultura. Produksi. Sertifikasi. Pengawasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 116/Permentan/SR.120/11/2013

Lebih terperinci

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS UNIT DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS DI LINGKUNGAN DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2015 KEMENTAN. Benih Bina. Produksi. Sertifikasi. Peredaran. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG

Lebih terperinci

2013, No

2013, No 2013, No.1176 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SERTIFIKASI BENIH DAN PENGAWASAN MUTU BENIH TANAMAN KELAPA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA 2016

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA 2016 Direktorat Perbenihan Hortikultura Lt. 3 Jl. AUP No. 3 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520 Telp. (021) 7815911 Fax. (021) 78847047 Email : benihhorti@pertanian.go.id Homepage : http://ditbenih.hortikultura.pertanian.go.id

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan salah satu

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SUB SEKTOR

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG 1 BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PENGADAAN, PEREDARAN, DAN PENGGUNAAN ALAT DAN ATAU MESIN PERTANIAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa alat dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 147, 2001 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4157) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Bambang Santosa, M.Sc

PENGANTAR. Ir. Bambang Santosa, M.Sc PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2011 2014 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan

KATA PENGANTAR. Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas karunia-nya kami dapat menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Tahun

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman yang mempunyai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember Direktur, Ir. Sri Wijayanti Yusuf, M.Agr Sc

KATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember Direktur, Ir. Sri Wijayanti Yusuf, M.Agr Sc KATA PENGANTAR Ketersediaan benih bermutu sangat strategis karena merupakan kunci utama untuk mencapai keberhasilan dalam usaha budidaya hortikultura. Untuk menghasilkan produk hortikultura yang prima

Lebih terperinci

Sertifikasi Benih. Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 04 Nopember 2015 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH

Sertifikasi Benih. Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 04 Nopember 2015 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH Sertifikasi Benih Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 04 Nopember 2015 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH Oleh M. Kholil Mahasiswa Semester 7 Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Direktur, Ir. Sri Wijayanti Yusuf, M.Agr Sc. Rencana Kinerja Tahunan Direktorat Perbenihan Hortikultura

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Direktur, Ir. Sri Wijayanti Yusuf, M.Agr Sc. Rencana Kinerja Tahunan Direktorat Perbenihan Hortikultura KATA PENGANTAR Ketersediaan benih bermutu sangat strategis karena merupakan kunci utama untuk mencapai keberhasilan dalam usaha budidaya hortikultura. Untuk menghasilkan produk hortikultura yang prima

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pokok sebagian besar penduduk di Indonesia. karbohidrat lainnya, antara lain: (1) memiliki sifat produktivitas tinggi, (2) dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. pokok sebagian besar penduduk di Indonesia. karbohidrat lainnya, antara lain: (1) memiliki sifat produktivitas tinggi, (2) dapat 18 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya angka pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia merupakan salah satu tantangan berat yang harus dihadapi oleh sektor pertanian karena dengan pertambahan

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Program Peningkatan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN KELAPA SAWIT TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAPERATURAN DAERAH

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAPERATURAN DAERAH PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 1996 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROPINSI DAERAH

Lebih terperinci

PENGAWAS BENIH TANAMAN BAB I PENDAHULUAN

PENGAWAS BENIH TANAMAN BAB I PENDAHULUAN 5 2013, No.20 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/PERMENTAN/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BENIH TANAMAN PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN SAGU TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Seperti

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATAKERJA UNIT PELAKSANA

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BELITUNG

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 81/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BENIH TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 81/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BENIH TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 81/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BENIH TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2014 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN AMBON KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahunan (RKT) tahun 2014

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN BANYUWANGI

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 354/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PRODUKSI BENIH BINA TANAMAN PANGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 354/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PRODUKSI BENIH BINA TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 354/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PRODUKSI BENIH BINA TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Rencana Strategis (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Dengan memperhatikan Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 356/HK.130/C/05/2015

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 356/HK.130/C/05/2015 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 356/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEREDARAN BENIH BINA TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB II RENCANA STRATEJIK

BAB II RENCANA STRATEJIK Dinas Provinsi Jawa Barat 2016 BAB II RENCANA STRATEJIK 2.1 Rencana Stratejik Tahun 2013 2018 Rencana Stratejik (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018 telah dirumuskan pada pertengahan tahun

Lebih terperinci