HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Aren Tanaman aren atau enau (Arenga pinnata atau Arenga saccaharifera) mirip pohon kelapa (Cocos nucifera) yang dapat mencapai ketinggian hingga 20 meter dengan garis tengah batang mencapai 65 cm. Bahan baku pembuatan gula aren diperoleh dari sari gula atau yang sering disebut sebagai nira, yaitu tangkai bunga jantan yang dapat disadap ketika tanaman aren berumur lima tahun dengan puncak produksi pada umur tahun. Nira aren yang keluar dari tangkai bunganya biasanya ditampung dalam bumbung (batang bambu sepanjang satu meter) dan proses penampungan dapat berlangsung hingga tiga bulan terus menerus tanpa henti. Setiap pohon dapat menghasilkan liter nira per hari dengan dua kali penyadapan yaitu pada waktu pagi dan sore hari (Burhanuddin, 2005). Nira aren segar mempunyai rasa manis, berbau harum, tidak berwarna dan memiliki derajat keasaman atau ph sekitar 5,5 6. Rasa manis pada nira disebabkan karena adanya sukrosa, glukosa, fruktosa serta gula lainnya (Dachlan, 1984 dikutip Darojat, 1994). Komposisi nira dari suatu jenis tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti varietas tanaman, umur tanaman, kesehatan tanaman, keadaan tanah, iklim, pemupukan dan pengairan (Goutara dan Wijandi, 1975). Umumnya nira terdiri dari air, sukrosa, gula reduksi, bahan organik lain dan bahan inorganik. Gula reduksi dapat terdiri dari heksosa, glukosa dan fruktosa serta mannosa dalam jumlah yang rendah sekali. Bahan organik terdiri dari protein, asam 6 FTIP001626/019

2 7 amino, zat warna, lemak dan karbohidrat selain gula. Bahan inorganik terdiri dari garam-garam mineral (Goutara dan Wijandi, 1975). Komposisi kimia nira aren dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Nira Aren Komponen Kadar air (%) Karbohidrat (gula) (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Senyawa sitrat (ppm) Senyawa tartarat (ppm) Senyawa malat (ppm) Senyawa suksinat (ppm) Senyawa laktat (ppm) Senyawa fumanat (ppm) Senyawa pyroglutamat (ppm) Jumlah 87,20 11,28 0,24 0,20 0,20 0,9 0,6 17,0 5,1 4,0 0,1 3,9 Sumber: Itoh et. al. (1985) Nira aren dapat diolah menjadi gula serbuk atau yang biasa dikenal dengan gula semut. BPK Manado (1990) dikutip Kusumah (1992), menyatakan bahwa pengolahan gula semut bernilai ekonomis tinggi dan mempunyai peluang ekspor yang cukup besar. Pengolahan menjadi gula semut lebih menguntungkan yaitu memiliki harga jual lebih tinggi karena berbentuk serbuk sehingga lebih mudah pemakaiannya, lebih tinggi daya simpannya karena tingkat kekeringan yang lebih tinggi. Syarat mutu gula aren serbuk menurut SII dapat dilihat pada Tabel 2. FTIP001626/020

3 8 Tabel 2. Syarat Mutu Gula Semut (SII ) No. Kriteria Uji Satuan 1. Keadaan: Bentuk Warna Ganda rasa 2. Gula total (dihitung sebagai sukrosa) % (b/b) 3. Gula reduksi (dihitung sebagai % (b/b) glukosa) 4. Air % (b/b) 5. Abu % (b/b) 6. Padatan tidak larut dalam air % (b/b) 7. Pati 8. Belerang dioksida (SO2) 9. Cemaran logam berbahaya: Timbal (Pb) mg/kg Raksa (Hg) mg/kg Arsen (Ar) mg/kg Tembaga (Cu) mg/kg Persyaratan Serbuk Kuning kecokelatan Normal dan khas Min. 80 Maks. 6,0 Maks. 3,0 Maks. 2,0 Maks. 0,2 Tidak ternyata Tidak ternyata Maks. 0,5 Maks. 0,05 Maks. 1,0 Maks. 20 Sumber: Departemen Perindustrian RI (1992) Cara yang umum digunakan dalam pembuatan gula semut adalah dengan prinsip yang sama pada pembuatan gula merah yaitu kristalisasi yang dilakukan pada akhir pemasakan gula. Pemasakan gula dilakukan untuk memperoleh kepekatan gula yang tinggi, dimana akan dihasilkan tingkat kekeringan yang cukup untuk pembentukan serbuk (Herman, 1984, dikutip Kusumah, 1992). Menurut Sardjono dan Dachlan (1988) dikutip Darojat (1994), dalam pembuatan gula semut setelah pekatan nira mengental dilakukan pendinginan selama kurang lebih 10 menit tanpa diaduk. Setelah itu pekatan nira diaduk sampai terbentuk serbuk-serbuk gula. Berikut merupakan diagram proses pembuatan gula semut dengan cara pemanasan dan pengadukan intensif disajikan pada Gambar 1. FTIP001626/021

4 9 Nira Penyaringan Minyak goreng Penguapan (T = oC) Pendinginan (t = 10 menit) T = 60-70oC Pengadukan secara intensif Pengayakan Gula semut Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Gula Semut dari Nira dengan Cara Pemanasan dan Pengadukan Intensif (Herman, 1984 dikutip Varina, 1990) Nira hasil penyadapan disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran atau endapan-endapan. Nira segar diuapkan sampai kekentalan tertentu dengan suhu pemasakan berkisar antara oc (Pragita, 2010). Pada saat nira mendidih, nira berbuih dan tampak bercampur dengan kotoran halus dan harus dihilangkan dengan diserok. Minyak ditambahkan agar buih pada saat penguapan tidak meluap. Pada saat ini harus dihindari terjadinya pemasakan yang melewati titik end point yakni berkisar 110oC. End point merupakan suhu akhir pemasakan, dimana nira sudah mulai kental dan meletup-letup. Setelah nira aren yang diuapkan menjadi pekat, kemudian didinginkan selama 10 menit. Pengadukan dilanjutkan secara intensif (terus-menerus) sampai diperoleh serbuk-serbuk gula. Serbuk yang masih FTIP001626/022

5 10 kasar ini disebut dengan gula aren semut setengah jadi dengan kadar air masih di atas 5%. Gula semut setengah jadi kemudian diayak sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Ukuran yang umum dipakai adalah 10 mesh, 15 mesh dan paling halus 20 mesh dengan kadar air di bawah 3% (BPBU-TP3KU, 2009). Keberhasilan proses pembuatan gula semut ditentukan oleh mutu nira yang digunakan. Nira yang telah terfermentasi dengan ph kurang dari 6 tidak dapat diolah menjadi gula semut karena proses kristalisasinya menjadi sulit, tetapi masih dapat diolah mejadi gula cetak. Untuk mempertahankan ph nira lebih dari 6 dapat digunakan kapur tohor. Dari 50 liter nira dapat dihasilkan sekitar 7,5 kg gula kristal setengah padat (Herman, 1984 dikutip Darojat, 1994). Proses pembuatan gula semut dengan metode konvensional membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 4 5 jam untuk memasak liter nira. Kendala tersebut dapat diatasi dengan menggunakan metode spray drying. Salah satu produk yang menggunakan metode spray drying adalah susu bubuk. Pembuatan gula tebu, gula semut dan susu bubuk memiliki prinsip yang sama yaitu menguapkan air bahan berupa cairan menjadi bentuk butiran padat. Pada pembuatan gula semut dan gula tebu, penguapan air nira dilakukan dengan cara pemasakan yang dilanjutkan dengan pengkristalan, sedangkan pada pembuatan susu bubuk, penguapan air dari susu segar dilakukan melalui proses atomisasi pada suhu tinggi dengan waktu yang singkat. Komponen protein dalam susu segar akan terkoagulasi dengan adanya panas pada waktu atomisasi. Proses pembuatan gula pasir dari nira tebu memiliki perbedaan yaitu adanya proses penjernihan nira terlebih dahulu. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan bahan FTIP001626/023

6 11 bukan sukrosa. Gula semut tidak melalui proses penjernihan sehingga warna yang dihasilkan merah kecoklatan. Warna merah kecoklatan yang dihasilkan pada gula semut juga dapat terjadi karena proses karamelisasi. Proses pembuatan gula semut melalui proses pemasakan yang lama dengan suhu yang tinggi yaitu sekitar oC, setelah itu dilakukan proses pengkristalan. Proses ini mengakibatkan bahan nira kontak dengan panas dalam waktu yang cukup lama sehingga menyebabkan karamelisasi Metode Spray Drying Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas. Keuntungannya adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil, sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Proses pengeringan dapat dijumpai pada pembuatan bubuk instan. Metode yang paling luas digunakan dalam proses pembuatan bubuk instan adalah dengan alat pengering semprot (spray dryer). Menurut Toledo (2007), spray drying merupakan proses dimana suatu tetesan cair dikeringkan karena adanya kontak dengan aliran udara panas. Bahan disemprotkan ke dalam suatu media pengering yang panas, dan berdasarkan sifat fisik dan kimia bahan serta desain dan pengoperasian alat pengering, suatu bahan dibentuk menjadi bubuk, granula atau produk aglomerat. Bahan pangan yang dikeringkan menggunakan pengeringan semprot harus dalam bentuk cair. Pengeringan semprot bisa digunakan untuk bahan yang berbentuk FTIP001626/024

7 12 cairan dengan viskositas yang rendah. Penggunaannya terutama untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas. Pengeringan semprot ini memperkecil resiko kerusakan bahan pangan akibat pemanasan. Waktu kontak antara droplet bahan dengan udara panas dalam ruang pengeringan berlangsung singkat, hanya beberapa detik, sehingga sedikit sekali kemungkinan zat nutrisi terdegradasi karena panas. Larutan yang akan dikeringkan harus mempunyai konsentrasi yang tinggi. Hal ini menyangkut rendemen hasil pengeringan (Masters, 1979). Menurut Filkova dan Mujundar (1987) dikutip Yulianto (2002), menyatakan bahwa parameter dalam pengering semprot yang berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan adalah jenis atomizer, suhu udara masuk, suhu udara keluar, kecepatan alir bahan, desain ruang pengering dan jenis bahan yang dikeringkan. Spray drying terdiri dari empat tahap proses, yaitu : (1) atomisasi bahan melalui sebuah penyemprot, (2) kontak antara droplet dengan udara pengering, (3) evaporasi uap air, dan (4) pemisahan produk kering dari udara kering (Kjaergaard dikutip Purba, 2003). Tahapan proses yang terjadi pada spray dryer disajikan pada Gambar 2. FTIP001626/025

8 13 Gambar 2. Tahapan Proses Pengeringan dengan Spray Dryer (Filkova dan Mujundar dikutip Yulianto, 2002) Dispersi dapat dicapai dengan tekanan nozzle, dua fluid nozzle, sebuah rotary disk atomizer atau nozzle ultrasonik. Jadi jenis energi yang berbeda dapat digunakan untuk mendispersikan cairan menjadi partikel-partikel halus. Pemilihan pada jenis atomizer tergantung pada sifat dan jumlah bahan pangan serta karakteristik yang diinginkan dari produk kering. Semakin tinggi energi yang digunakan untuk dispersi, semakin kecil pula tetesan yang dihasilkan (Buchi Labortechnik AG, 2002). Tiga elemen yang sangat penting pada pengeringan semprot yaitu atomizer, ruang pengeringan (drying chamber) dan sistem pengumpul partikel-partikel yang telah kering. Masing-masing elemen tersebut memerlukan kondisi tertentu yang sangat tergantung dari sifat bahan yang dikeringkan (Harper dikutip Kumalasari, 2001). FTIP001626/026

9 14 Atomizer Fungsi utama atomizer adalah untuk menghasilkan droplet yang berukuran kecil, sehingga luas permukaan menjadi lebih besar yang mengakibatkan proses penguapan akan lebih cepat. Disamping itu, atomizer bertindak sebagai alat pengatur kecepatan aliran produk pada proses pengeringan. Atomizer mendistribusikan cairan pada aliran udara dengan cara yang relatif seragam dan menghasilkan droplet dengan ukuran tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Ukuran droplet berkorelasi positif dengan kecepatan aliran bahan dan mempunyai korelasi negatif dengan kecepatan putaran atomizer (Heldman et al. dikutip Yulianto, 2002). Salah satu fungsi utama dari proses atomisasi adalah untuk mempertinggi rasio antara luas permukaan dengan massa bahan sehingga proses pengeringan dapat berlangsung dalam waktu singkat. Pengeringan yang cepat akan dapat mempertahankan partikel-partikel bahan tetap dalam keadaan dingin (Spicer dikutip Yulianto, 2002). Ruang Pengering (Drying Chamber) Fungsi dari ruang pengering adalah untuk mempertahankan suspensi partikel di dalam aliran udara panas dalam jangka waktu yang cukup sampai proses pengeringan selesai. Bentuk dan pengaturannya dapat berbeda-beda, tergantung pada sifat dari produk yang akan dikeringkan. Pada drying chamber terpasang termokopel pada bagian dinding mesinnya untuk mengukur suhu pemanas gas. Di dalam drying chamber terjadi proses evaporasi. Evaporasi terjadi karena adanya kontak antara droplet dengan udara pengering, sehingga terjadi transfer panas FTIP001626/027

10 15 dari udara pengering ke droplet dan air yang terdapat dalam droplet akan menguap. Evaporasi terjadi pada masing-masing droplet yang bersinggungan dengan udara pengering (Kjaergaard dikutip Yulianto, 2002). Kecepatan evaporasi dipengaruhi oleh komposisi bahan, terutama kandungan total padatan, semakin tinggi total padatan, maka proses evaporasi akan berlangsung cepat (Heldman, et al. dikutip Yulianto, 2002). Sistem Pengumpul Partikel Pengering (Cyclone) Peralatan pemisahan partikel kering yang paling umum adalah cyclone. Partikel kering atau droplet yang terbentuk akan dipisahkan dari udara dan dikumpulkan oleh cyclone. Pemisahan dapat dilakukan secara langsung maupun bertahap, tergantung dari desain alat. Pada prinsipnya terdapat dua sistem untuk memisahkan partikel dari medium pengering yaitu pemisahan primer partikel kering berlangsung di dasar ruang pengering, dan pengambilan total secara langsung (Buchi Labortechnik AG, 2002). Suhu yang digunakan dalam pengeringan menggunakan metode spray drying bervariasi tergantung jenis bahan yang digunakan. Tabel 3 menunjukkan suhu masuk dan suhu keluar pada proses mikroenkapsulasi menggunakan spray dryer. FTIP001626/028

11 16 Tabel 3. Suhu pada Proses Mikroenkapsulasi Menggunakan Spray Dryer Produk Suhu Masuk (oc) Suhu Keluar (oc) Konsentrat buah, raspberry, pada maltodekstrin, 2:8 Konsentrat buah, jeruk, pada maltodekstrin, 2 :8 Gula inversi (date pulp) pada laktosa, 1:1 Sari buah blackcurrant pada maltodekstrin Minyak kacang kedelai pada maltodekstrin/gelatin Gula/ campuran lemak pada maltodekstrin/gum arab :15:50:10 Sumber : Buchi Labortechnik AG (2002) Suhu inlet menunjukkan suhu pengeringan udara panas. Udara dihisap atau dialirkan ke dalam heater dengan menggunakan aspirator. Suhu inlet diukur sebelum dialirkan ke ruang pengering. Suhu udara dengan partikel-partikel padat sebelum memasuki cyclone disebut dengan suhu outlet. Suhu ini adalah suhu hasil dari panas dan neraca massa di dalam ruang pengering sehingga tidak dapat diatur. Partikel dapat dianggap memiliki suhu yang sama seperti gas karena intensitas panas, perpindahan massa, dan hilangnya kelembaban. Jadi suhu outlet sama dengan suhu maksimal produk (Buchi Labortechnik AG, 2002). Menurut Spicer (1974) dikutip Lastriningsih (1997) dikutip Kumalasari (2001), pengering semprot mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan jenis alat pengering yang lain, diantaranya : (1) produk akan menjadi kering tanpa bersentuhan dengan permukaan logam panas, (2) suhu produk rendah meskipun suhu udara pengering yang digunakan cukup tinggi, (3) penguapan air terjadi pada FTIP001626/029

12 17 permukaan yang sangat luas sehingga waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan hanya beberapa detik saja, dan (4) produk akhir yang dihasilkan berbentuk bubuk yang memudahkan penanganan dan transportasi Mikroenkapsulasi Enkapsulasi merupakan proses fisik dimana bahan aktif (bahan inti) seperti partikel padatan, tetesan air ataupun gas, dikemas dalam bahan sekunder (dinding), berupa lapisan film tipis. Proses ini digunakan untuk melindungi suatu zat agar tetap tersimpan dalam keadaan baik dan untuk melepaskan zat tersebut pada kondisi tertentu saat digunakan. Ide dasar enkapsulasi berasal dari sel, yaitu permeabilitas selektif membran sel memberikan perlindungan terhadap inti sel dari kondisi lingkungan yang berubah-ubah dan berperan dalam pengaturan metabolisme sel. Enkapsulasi yang berkembang saat ini menggunakan prinsip yang sama untuk melindungi bahan aktif dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Partikel yang telah dienkapsulasi disebut makrokapsul bila berukuran lebih besar dari 5000 μm, mikrokapsul berukuran antara 0, μm, dan partikel yang berukuran lebih kecil dari 0,2 μm disebut nanokapsul. Tabel 3 menunjukkan ukuran partikel berdasarkan metode enkapsulasi yang digunakan. FTIP001626/030

13 18 Tabel 4.Ukuran Partikel Berdasarkan Metode Enkapsulasi Metode Enkapsulasi Range Ukuran (μm) Spray drying Centrifugal extrusion Air suspension coating Ekstrusi Coacervation Centrifugal suspension-separation Sumber : Vasishtha dikutip Barbosa-Cánovas (2005) Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa penggunaan metode spray drying memiliki ukuran μm sehingga proses enkapsulasinya disebut dengan mikroenkapsulasi. Mikrokapsul dapat berbentuk bola, persegi panjang ataupun tak beraturan. Dua jenis struktur utama dari mikrokapsul adalah satu inti (single core) dan banyak inti (multiple core) pada bagian dindingnya. Jenis struktur utama mikrokapsul dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Jenis Struktur Utama Mikrokapsul (Paramita, 2010) Mikrokapsul dengan satu inti biasanya diproduksi dengan cara coacervation, droplet co-extrusion dan pemasukan molekul. Model ini biasanya memiliki muatan inti yang tinggi, misalnya 90% dari total berat mikrokapsul. Mikrokapsul dengan struktur banyak inti di bagian dinding umumnya diproduksi menggunakan spray FTIP001626/031

14 19 drying. Bahan inti tersebar secara merata di bagian dinding dan bagian tengah mikrokapsul biasanya berupa rongga kosong yang dihasilkan dari pemuaian selama tahap-tahap pengeringan akhir. Biasanya, struktur ini memiliki persentasi pelapis hingga 70% dari berat mikrokapsul. Bahan di dalam mikrokapsul disebut sebagai inti, fasa internal, atau pengisi. Bahan inti dapat berupa emulsi, bahan kristalin, suspensi padatan, atapun gas. Isi dalam mikrokapsul dilepaskan dengan berbagai macam mekanisme. Pelapis dapat rusak secara mekanik, misalnya akibat dikunyah, meleleh ketika terekspos dengan panas, terlarut dalam solvent (pelarut). Tujuan utama umum mikroenkapsulasi adalah untuk membuat bahan cairan bersifat seperti padatan. Hal ini menyebabkan beberapa sifat bahan inti menjadi berubah, misalnya sifat aliran bahan dan penanganan bahan menjadi lebih mudah dalam bentuk padatan. Sifat-sifat bahan inti dan bahan penyalut yang digunakan dalam mikroenkapsulasi dijelaskan pada Tabel 5. Tabel 5. Sifat-sifat Bahan Inti dan Bahan Penyalut Bahan Inti Bahan Penyalut Tekanan uap yang tinggi, dapat Tidak bereaksi dengan bahan inti. mempersulit proses penyimpanan. Mampu memberikan perlindungan maksimal selama proses dan penyimpanan dari kondisi lingkungan. Berat molekul bahan, berpengaruh Melepaskan bahan inti dengan terhadap difusivitas bahan selama sempurna pada kondisi yang proses. diinginkan. Kelarutan bahan terhadap air, makin Memiliki alasan ekonomi (harga) yang mudah larut akan mudah menguap. baik. Memiliki kelarutan dan rheological yang baik. Sumber : Paramita (2010). FTIP001626/032

15 20 Bahan penyalut adalah bahan-bahan yang berfungsi untuk menyalut atau membungkus bahan inti selama proses pemadatan atau pengeringan, selain untuk memperbesar volume dan meningkatkan jumlah total padatan, juga dapat mencegah kerusakan bahan oleh panas karena waktu kontak yang singkat (Masters, 1979 dikutip Chandrayani, 2002, dikutip Gautama, 2010). Jenis bahan penyalut yang biasa digunakan dalam proses mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Tabel 6. Keuntungan penggunaan proses mikroenkapsulasi pada bahan pangan adalah ( Versic, Greenblatt et al, DeZarn dikutip Barbosa-Cánovas, 2005) : a. Mengendalikan pelepasan bahan (misalnya, pelepasan bertahap bahan flavor selama proses microwave, bahan pengembang pada proses baking, dan melepaskan asam sitrat selama pembuatan sosis); b. Meningkatkan stabilitas terhadap suhu, oksidasi, kelembaban, dan cahaya; c. Menutup rasa yang tidak diinginkan; d. Mengurangi interaksi negatif dengan senyawa lain (misalnya, mikroenkapsulasi asidulan seperti asam sitrat, asam laktat, dan asam askorbat untuk mempertahankan warna, tekstur, kandungan nutrisi, dan aroma makanan); e. Mendorong penanganan yang lebih mudah dari materi inti dengan mencegah penggumpalan, meningkatkan kemampuan mengalir, kompresi, dan sifat pencampuran, dan memodifikasi kepadatan partikel. FTIP001626/033

16 21 Tabel 6. Jenis Bahan Penyalut yang Biasa Digunakan pada Proses Mikroenkapsulasi Golongan Jenis Gum Gum arab, agar, natrium alginat, karagenan Karbohidrat Pati, dekstrin, sukrosa, sirup jagung, CMC, ethyl selulosa, metil selulosa, nitro selulosa, asetil selulosa, asetat phitat selulosa, asetat butilat phitat selulosa Lemak Lilin, parafin, tristearin, asam stearat, monogliserida, digliserida, lilin tawon, minyak, lemak, minyak kertas Bahan anorganik Kalsium phospat, silikat, tanah liat Protein Gluten, kasein, gelatin, albumin Sumber : Jackson and Lee (1991) dikutipantara (1995) dikutip Gautama (2010). 2.4 Dekstrin Dekstrin merupakan oligosakarida yang dihasilkan dari hidrolisis pati secara tidak sempurna, akibatnya rantai panjang pati mengalami pemutusan dan terjadi perubahan sifat pati yang tidak larut dalam air menjadi dekstrin yang mudah larut dalam air (Lineback dan Inlett dikutip Kumalasari, 2001). Pada pembentukan dekstrin terjadi transglukosidasi yaitu perubahan ikatan alpha 1,4-glukosidik menjadi ikatan alpha 1,6-glukosidik. Prinsip pembuatan dekstrin adalah menghidrolisis molekulmolekul pati yang besar menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil. Perubahan ini menyebabkan dekstrin tidak kental, lebih cepat terdispersi dan lebih stabil daripada pati. Struktur dekstrin dapat dilihat pada Gambar 4. FTIP001626/034

17 22 Gambar 4. Struktur Dekstrin (Helmenstine, 2011) Dekstrin dapat digunakan dalam industri pangan dan non pangan. Dalam bidang pangan dekstrin digunakan sebagai pembentuk film dan edible adhesive untuk menggantikan gum arab pada produk-produk tertentu seperti pelapis kacang dan permen. Dekstrin juga digunakan sebagai bahan pengisi dan pembawa aroma yang disemprot kering (Smith, 1982, dikutip Ridwansyah, 2006). Dekstrin juga dapat digunakan sebagai bahan enkapsulasi (BeMiller dan Whistler, 1996, dikutip Ridwansyah, 2006). Dekstrin didefinisikan sebagai produk yang dihasilkan dari hidrolisis pati dengan enzim atau dengan katalis asam (Satterthwaite dan Iwinski dikutip Lestari, 2008). Dekstrin merupakan produk hidrolisis parsial dari amilum sebelum terbentuk maltosa (Poedjiadi dikutip Lestari, 2008). Menurut Brautlecht dikutip Lestari (2008), dekstrin memiliki struktur kimia (C6H10O5)n dan secara umum sifat kimianya antara pati dan dekstrosa. Dekstrin memiliki sifat larut dalam air dingin dan tidak larut dalam alkohol dan pelarut netral. Dekstrin umumnya berbentuk bubuk dan berwarna putih sampai kekuningan. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (1992), dekstrin FTIP001626/035

18 23 didefinisikan sebagai salah satu produk hidrolisi pati, berbentuk amorf, berwana putih sampai kekuning-kuningan. Dekstrin yang dipasarkan di Indonesia harus memenuhi syarat mutu seperti yang tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Syarat Mutu Dekstrin (SNI ) No Kriteria Uji Warna Warna dengan larutan lugol Satuan - Kehalusan mesh %b/b Air %b/b Abu %b/b Serat kasar %b/b Bagian yang larut dalam air dingin o Kekentalan E Dekstrosa Derajat asam ml NaOh 0,1 N/100 g Cemaran logam 11.1 Timbal (Pb) mg/kg 11.2 Tembaga (Cu) mg/kg 11.3 Seng (Zn) mg/kg 11.4 Timah (Sn) mg/kg 12 Arsen mg/kg 13 Cemaran mikroba 13.1 Kapang dan ragi MPN/g 13.2 Total aerobik MPN/g 13.3 Bakteri koliform MPN/g 13.4 Salmonella MPN/g Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1992). Persyaratan Putih sampai kekuning-kuningan Ungu kecoklatcoklatan Min 90 (lolos) Maks 11 Maks 0,5 Maks 0,6 Min Maks 5 Maks 3 Maks 2 Maks 30 Maks 40 Maks 40 Maks 1 Maks Maks Berdasarkan proses pengolahannya, dekstrin dibagi menjadi tiga jenis yaitu siklodektrin, maltodekstrin dan pirodekstrin (Satterthwaite dan Iwinski dikutip Lestari, 2008). Pirodekstrin merupakan dekstrin yang dihasilkan dengan cara hidrolisis asam atau pemanasan kering (roasting). Prosesnya dilakukan dengan pemanasan pati kering sambil diaduk, kemudian disemprot dengan asam klorida dan FTIP001626/036

19 24 sulfat. Derajat hidrolisisnya tergantung dari waktu, suhu, dan ph dari proses konversi (Smith, 1982, dikutip Ridwansyah, 2006). Proses pembuatan dekstrin dengan pemanasan kering dilakukan empat tahap meliputi persiapan bahan, pemanasan pendahuluan, pirokonversi atau pemanasan lanjut, dan pendinginan. Klarifikasi pirodekstrin menurut Satterthwaite dan Iwinski dikutip Lestari dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Klasifikasi Pirodekstrin Karakteristik Dekstrin Putih Kondisi : Katalis HCl Suhu (oc) Waktu (jam) 3-7 Warna Putih hingga krem muda Kelarutan (%) 1-98 Dekstrin Kuning HCl Kekuningan hingga kuning tua British Gum HCl Kekuningan hingga coklat tua Sumber : Satterthwaite dan Iwinski dikutip Lestari (2008) Jenis pirodekstrin ini berbeda dalam cara perlakuan pati sebelum dipanaskan, cara dan tingkat pemanasan, dan sifat-sifat produk yang dihasilkan. Secara umum dekstrin putih dibuat dengan konversi pada suhu rendah dan ph yang tergantung kecepatan proses konversi tanpa pembentukan warna yang berlebihan. Dekstrin kuning merupakan produk yang terkonversi tanpa pembentukan warna yang berlebihan. Dekstrin kuning merupakan produk yang terkonversi lebih tinggi yang dibuat dengan kombinasi ph rendah dan suhu yang tinggi. British gum disisi yang lain dikonversi pada ph yang tinggi dan suhu yang tinggi untuk konversinya, FTIP001626/037

20 25 sehingga warna British gum lebih gelap daripada dekstrin putih (Wurzburg, 1986, dikutip Ridwansyah, 2006). Menurut Fennema dikutip Lestari (2008), dekstrin memiliki viskositas yang relatif rendah sehingga pemakaian dekstrin dalam jumlah banyak masih diijinkan. Izin pemakaian dekstrin dalam jumlah banyak menguntungkan apabila pemakaian dekstrin dimaksudkan sebagai bahan pengisi (filler) karena dapat meningkatkan berat produk yang dihasilkan dalam bentuk bubuk. FTIP001626/038

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nira Aren Aren (Arenga pinnata) termasuk suku Aracaceae (pinang-pinangan). Di Indonesia tanaman aren banyak terdapat dan tersebar hampir di seluruh wilayah nusantara, terutama

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula pasir merupakan sumber bahan pemanis yang banyak digunakan, baik untuk keperluan konsumsi rumah tangga maupun untuk bahan baku industri makanan dan minuman. Gula

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, analisa dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gula merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Setiap tahun konsumsi gula penduduk Indonesia semakin meningkat. Produksi gula tebu dalam negeri tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asap cair tempurung kelapa merupakan hasil pirolisis tempurung kelapa yang komponen penyusunnya berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang dimurnikan dengan proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR

DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc & Tim Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Disampaikan pada Pertemuan Pengembanan dan Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redistilat asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh dari pirolisis kayu (Maga,1987). Redistilat asap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Untuk Daerah Tertinggal

Untuk Daerah Tertinggal Daya Saing Agroindustri Gula Semut Untuk Daerah Tertinggal Oleh :Edi Mulyadi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UPN Veteran Jawa Timur Gula a. Komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gula merah kelapa diperoleh dari nira kelapa yang telah diuapkan dan dicetak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gula merah kelapa diperoleh dari nira kelapa yang telah diuapkan dan dicetak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gula merah kelapa Gula merah kelapa diperoleh dari nira kelapa yang telah diuapkan dan dicetak dalam berbagai bentuk (Gambar 1). Sampai saat ini, pembuatan gula kelapa dikerjakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Penelitian Pendahuluan 4.1.1 Pengaruh Pasteurisasi dan Maltodekstrin Hasil untuk sampel dengan maltodekstrin 3% yang dipasteurisasi, rendemen dari berat jambu awal

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saus Sambal Saus Sambal merupakan salah satu jenis pangan pelengkap yang sangat populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI 0129762006), saus sambal didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alpukat Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan buah yang berasal dari Amerika Tengah, termasuk famili Lauraceae, yaitu suatu famili tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nira yang dihasilkan oleh setiap tanaman tersebut memiliki ciri fisik serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nira yang dihasilkan oleh setiap tanaman tersebut memiliki ciri fisik serta 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Kelapa Gula merupakan bentuk hasil dari pengolahan nira tanaman yang dihasilkan melalui proses pemanasan pada nira dan diubah menjadi bentuk kristal maupun padat. Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT PERTEMUAN KE-7 Dr.Krishna Purnawan Candra Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Mulawarman 2013 PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT Pangan dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan sumber penting dalam pemenuhan kebutuhan vitamin dan juga karbohidrat bagi tubuh. Buah memiliki rasa yang unik dan juga mengandung kalori yang rendah.

Lebih terperinci

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cookies Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras namun masih renyah

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhui sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biji Jali Tanaman jali termasuk dalam tanaman serealia lokal. Beberapa daerah menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. Klasifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

DEKSTRIN, TEKNOLOGI DAN PENGGUNAANNYA

DEKSTRIN, TEKNOLOGI DAN PENGGUNAANNYA DEKSTRIN, TEKNOLOGI DAN PENGGUNAANNYA Dekstrin adalah produk hidrolisa zat pati, berbentuk zat amorf berwarna putih sampau kekuning-kuningan (SNI, 1989). Desktrin merupakan produk degradasi pati sebagai

Lebih terperinci

1. PROSPEK TEH HIJAU SEBAGAI INDUSTRI HILIR TEH

1. PROSPEK TEH HIJAU SEBAGAI INDUSTRI HILIR TEH TEKNOLOGI HILIR TEH Pokok Bahasan : 1. Prospek Teh Hijau Sebagai Bahan Baku Industri Hilir Teh 2. Teh Wangi 3. Teh Instan 4. Tablet Effervescent Teh Hijau (TETH) 5. Teh Katekin Tinggi 6. Teh celup, botol

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI ENKAPSULASI FLAVOR REMPAH-REMPAH. Ir. Sutrisno Koswara, MSi

TEKNOLOGI ENKAPSULASI FLAVOR REMPAH-REMPAH. Ir. Sutrisno Koswara, MSi TEKNOLOGI ENKAPSULASI FLAVOR REMPAH-REMPAH Ir. Sutrisno Koswara, MSi www.ebookpangan.com Rempah-rempah telah luas dikenal gunanya sebagai pemberi cita rasa atau bumbu, disamping banyak digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan PENDAHULUAN Latar Belakang Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan bunga jantan tanaman penghasil nira seperti aren, kelapa, tebu, bit, sagu, kurma, nipah, siwalan, mapel,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enkapsulasi merupakan teknik melindungi suatu material yang dapat berupa komponen bioaktif berbentuk cair, padat, atau gas menggunakan penyalut yang membentuk lapisan

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi susu kambing segar Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Bolu Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Menurut Donald (2013), kue bolu merupakan produk yang di hasilkan dari tepung terigu

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L. LAMPIRAN Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) 47 Lampiran. Oven Lampiran 4. Autoklaf 48 Lampiran 5. Tanur Lampiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan oleh lingkungan luar dengan

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan oleh lingkungan luar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Enkapsulasi merupakan proses fisik pelapisan bahan inti (bahan aktif), yaitu bahan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan oleh lingkungan luar dengan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak dan memiliki warna kuning keemasan. Pohon nanas sendiri dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak dan memiliki warna kuning keemasan. Pohon nanas sendiri dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nanas (Ananas comosus (L) Merr.) adalah buah yang memiliki mata yang banyak dan memiliki warna kuning keemasan. Pohon nanas sendiri dapat tumbuh subur di daerah beriklim

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI SNI UDC =========================================== SAUERKRAUT DALAM KEMASAN

STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI SNI UDC =========================================== SAUERKRAUT DALAM KEMASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI 01-2600 - 1992 SNI UDC =========================================== SAUERKRAUT DALAM KEMASAN =========================================== DEWAN STANDARDISASI NASIONAL PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. selama penyimpanan (teroksidasinya senyawa fenol, perubahan warna), kurang praktis dalam penanganan, distribusi dan aplikasinya.

I. PENDAHULUAN. selama penyimpanan (teroksidasinya senyawa fenol, perubahan warna), kurang praktis dalam penanganan, distribusi dan aplikasinya. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redestilat asap cair tempurung kelapa merupakan hasil pemurnian asap cair dengan tujuan memisahkan sisa tar hasil pirolisis dan menghilangkan poliaromatik hidrokarbon

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan (Fabaceae) ini

II TINJAUAN PUSTAKA. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan (Fabaceae) ini II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan mengenai : (2.1) Kacang Hijau, (2.2) Sukrosa, (2.3) Gula Aren, dan (2.4) Noga. 2.1. Kacang Hijau Kacang hijau adalah tanaman budidaya dan palawija uang dikenal luas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Kadar Air 74-77% Bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tahu Tahu adalah salah satu jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan protein dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asap cair merupakan hasil pirolisis bahan yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung senyawa tar dan polisiklis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA SUSU KAMBING

II. TINJAUAN PUSTAKA SUSU KAMBING II. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU KAMBING Susu kambing adalah cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ruminansia dari jenis kambing-kambingan (Capriane). Bangsa hewan ini mulai menghasilkan susu sejak masa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah,(3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minuman Beralkohol Yang dimaksud dengan minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Minuman ini diproses dari hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan sangat digemari terutama oleh anak-anak, karena es lilin memiliki warna yang menarik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Durian Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular di Indonesia. Buah dengan julukan The King of Fruits ini termasuk dalam famili Bombaccaceae

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN ALAT PENEPUNG PISANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KAJIAN PENERAPAN ALAT PENEPUNG PISANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KAJIAN PENERAPAN ALAT PENEPUNG PISANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Susy Lesmayati 1 dan Retno Endrasari 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan 2 Balai

Lebih terperinci