Boks: Dampak Gempa terhadap Masyarakat Dunia Usaha DIY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Boks: Dampak Gempa terhadap Masyarakat Dunia Usaha DIY"

Transkripsi

1 Boks: Dampak Gempa terhadap Masyarakat Dunia Usaha DIY Pendahuluan Pada tanggal 27 Mei 2006, terjadi sebuah peristiwa gempa tektonik berkekuatan 5,9 SR di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Gempa yang berlangsung selama kurang lebih satu menit dan berpusat di pantai selatan (sebagaimana diinformasikan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika) secara mengejutkan telah merusak kegiatan ekonomi di wilayah DIY khususnya di Kabupaten Bantul serta sebagian wilayah Jawa Tengah khususnya kabupaten Klaten dalam nilai yang sangat signifikan. Ribuan korban manusia baik meninggal dunia ataupun luka-luka, ribuan bangunan dan fasilitas umum rusak, dan bahkan kegiatan ekonomi secara umum terganggu hingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar tidak saja dirasakan oleh masyarakat di wilayah bencana saja namun juga wilayah DIY pada umumnya. Bencana gempa ini diduga kuat memiliki implikasi negatif pada perubahan kondisi perekonomian pada skala mikro maupun makro DIY. Rusaknya infrastruktur dan terganggunya kegiatan perekonomian akibat gempa, seperti robohnya pasar modern maupun tradisional, pertokoan, peralatan dan kegiatan produksi, lembaga keuangan, maupun masalah ketenagakerjaan serta kondisi ekonomi rumah tangga, menjadikan disequilibrium baru dalam perekonomian daerah. Untuk melihat dampak gempa terhadap kegiatan dunia usaha di DIY, digunakan sampel sebanyak 200 responden yang analisanya terbagi kedalam dua kelompok, yakni kelompok pengusaha perdagangan dan pengusaha nonperdagangan masing-masing sebanyak 100 responden. Dunia Usaha Perdagangan Informasi Umum Dengan maksud untuk melihat dampak gempa tektonik 27 Mei 2006 terhadap industri kecil dan menengah khususnya sektor perdagangan eceran di wilayah DIY dilakukan survei terhadap 100 sampel pedagang eceran. Responden yang digunakan 75% berada di wilayah kabupaten Bantul adapun sisanya tersebar di wilayah kabupaten Gunungkidul, Sleman, Kulonprogo dan Kota Yogyakarta tersebar secara proporsional. Alat Tulis Kantor 9% Bahan Bangunan Obat2an & Kimia 13% 9% Kendaraan 9% Pakaian & Asesories 13% Perlengkapan RT 13% Bahan Makanan 11% Kerajinan 23% Berdasarkan kelompok sektor usaha perdagangan, kelompok responden dibedakan menjadi 9 kelompok usaha yaitu kelompok usaha bahan bangunan dan konstruksi, kendaraan dan suku cadang, perlengkapan rumah tangga, kerajinan dan seni, bahan makanan dan tembakau, bahan pakaian dan asesorisnya, bahan kimia dan obat-obatan, bahan bakar, serta kelompok usaha alat tulis dan alat olah raga. Secara umum survei menunjukkan bahwa rata-rata kepemilikan modal pada kegiatan usaha perdagangan eceran di wilayah DIY sebesar 79% 24 Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi

2 merupakan modal sendiri, 18% merupakan pinjaman Bank, 1% diperoleh dari pinjaman Lembaga non Bank, dan 2% berasal dari sumber lainnya misalnya pinjaman individu. Gambaran komposisi ini secara sederhana dapat memberikan indikasi bahwa pada sektor perdagangan eceran, yang paling besar mengalami kerugian dan kerusakan akibat gempa pada umumnya adalah modal perseorangan. Meskipun demikian industri perbankan juga tampaknya akan terkena dampaknya, mengingat 18% pedagang eceran menggunakan modal yang berasal dari industri perbankan. Bank L. Non Bank 18% 1% Lainnya 2% Keputusan pasca gempa untuk melanjutkan usaha atau tidak bagi pelaku usaha salah satunya terkait dengan kepemilikan tabungan yang selama ini mampu mereka kumpulkan dari kegiatan usaha. Melihat karakteristik bahwa rerata usaha yang ada menggunakan dana atau modal sendiri, maka kepemilikan tabungan menjadi sangat signifikan. Survei menunjukkan bahwa 79% responden memiliki tabungan sedangkan sisanya, 21%, mengaku tidak memiliki tabungan. Dari responden yang memiliki tabungan ini 89% menyatakan biasa menempatkan tabungannya di Bank, hanya sekitar 3% yang menempatkan di lembaga keuangan non bank dan sisanya pada individu atau bentuk-bentuk investasi lainnya. Tidak Memiliki Tabungan 21% Sendiri 79% Dampak kerusakan industri memunculkan kekhawatiran kepada naiknya tingkat pengangguran di wilayah DIY. Survei menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pekerja yang digunakan dalam setiap unit usaha perdagangan eceran di DIY mencapai 16 orang. Adapun komposisinya terdiri dari 84% merupakan pekerja tetap dan sisanya sebesar 16% merupakan pekerja honorer. Berdasarkan informasi yang berhasil di peroleh dari interview didapatkan bahwa 96% dari responden yang ada menyatakan akan tetap melanjutkan kegiatan usaha mereka dan hanya sekitar 1% yang menyatakan terpaksa tidak dapat melanjutkan kegiatan usaha mereka kembali, dan sisanya menyatakan masih menimbang-nimbang. Hal ini mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadinya kenaikan angka pengangguran di DIY dapat saja terjadi meskipun demikian diharapkan angkanya tidak terlalu tinggi. Memiliki Tabungan 79% Komposisi dan Nilai Kerusakan Jenis kerusakan yang dialami oleh unit usaha perdagangan eceran secara rata-rata menunjukkan bahwa kerusakan yang paling dominan adalah kerusakan fisik bangunan yaitu mencapai 40%. Mengingat bahwa, kegiatan usaha yang terdapat di DIY mayoritas bersifat lokal artinya hasil produksi suatu industri akan digunakan sebagai bahan baku bagi industri lainnya atau dikonsumsi oleh masyarakat di wilayah yang relatif sama. Hal ini mengakibatkan ketika suatu industri hancur misalnya industri gerabah kasongan, maka pasar bagi industri penghasil kardus dan box kayu misalnya menjadi turut rusak pula. Fenomena ini ditunjukkan oleh pengakuan responden bahwa peringkat kedua terbesar dalam hal kerusakan menurut responden adalah kerusakan dari potensi pasar output mereka Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi 25

3 yaitu mencapai 23%. Adapun kerusakan berupa sarana dan peralatan usaha mencapai porsi 15%. Lebih dari hal tersebut, sebagian industri menyatakan mengalami kerusakan dalam hal pasokan bahan baku termasuk di dalamnya adalah kehilangan sumberdaya manusia (para pekerjanya) yang menjadi korban bencana gempa tersebut. Kerusakan bahan baku ini diperkirakan mencapai 17%. Komposisi kerusakan ini dapat dilihat dalam gambar di bawah ini. berkisar Rp101 juta hingga Rp500 juta dan 2% sisanya menyatakan bahwa nilai kerusakan yang mereka alami berkisar antara Rp501 juta hingga Rp2,5 miliar jt 16% jt 31% 501jt - 2,5 M 2% <25 jt 51% Potensi Pasar 23% Bahan baku /Input 17% Lainnya 5% Alat Produksi 15% Bangunan 40% Dari tabel yang disajikan dibawah tampak bahwa secara keseluruhan untuk sektor usaha perdagangan eceran kerusakan pada bangunan dan sarana produksi masih dalam kategori ringan. Namun untuk aspek suplai barang bahan baku/input serta potensi pasar mengalami kerusakan dalam kategori sedang dan berat. Kerusakan Ringan Sedang Berat Bangunan 59% 25% 16% Alat / Sarana Produksi 68% 27% 19% Bahan Baku / Input 29% 41% 29% Potensi Pasar 34% 34% 32% Secara rerata nilai kerusakan yang dialami oleh unit usaha perdagangan eceran dapat di tampilkan dalam gambar selajutnya. Survei mendapatkan bahwa mayoritas rerata nilai kerusakan per unit usaha (51%) adalah kurang dari Rp25 juta. 31% responden menyatakan nilai kerusakan yang mereka alami berkisar antara Rp25 juta hingga Rp100 juta. Selebihnya sebesar 16% menyatakan mengalami kerusakan dalam nilai Dengan menggunakan prosentase nilai kerusakan tersebut di atas, dan dengan menggunakan data jumlah unit usaha di DIY tahun 2003 sebanyak lebih kurang unit usaha (sumber BPS), maka dapat dilakukan prediksi atas nilai total kerusakan yang di alami oleh sektor perdagangan eceran di DIY. Berdasarkan perhitungan maka nilai kerusakan pada sektor perdagangan eceran adalah mencapai Rp. 1,180 triliun. Asuransi dan Tabungan Terkait dengan masalah kerusakan yang diderita oleh unit usaha, survei ini mengungkapkan bahwa mayoritas pelaku dalam sektor perdagangan eceran belum memanfaatkan jasa industri asuransi. Hal ini terbukti dari jumlah responden yang tidak menggunakan jasa asuransi mencapai 70%. Meskipun demikian, sesungguhnya terdapat 30% unit usaha yang telah memanfaatkan jasa asuransi, namun sayangnya dalam kasus ini tidak seluruhnya dapat melakukan klaim terhadap perusahaan Punya Tetapi Tidak Mengcover 20% Punya & Mengcover 10% Tidak Punya 70% 26 Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi

4 asuransi. Responden yang menyatakan dapat melakukan klaim terkait dengan bencana hanya 10% dan yang tidak dapat melakukan klaim asuransi karena asuransi yang digunakannya tidak menutup kerusakan akibat gempa dan bencana alam lainnya sebanyak 20%. Ekspektasi dan Kebutuhan Berdasarkan pendapat responden, yang menjadi kekhawatiran utama bagi pelaku usaha perdagangan eceran saat ini adalah kehilangan pasar produk mereka (mencapai 48% dari responden). Kekhawatiran ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah mengingat kerusakan atau kehilangan potensi pasar akan berdampak dalam pembangunan industri dalam jangka yang relatif lama. Terpaksa Merumahkan / mem PHK Kayaw an 3% Meningkatnya Biaya Produksi 10% Tidak Mampu Membayar Kewajiban Finansial 11% Proses Produksi Terganggu 28% Kehilangan Pasar 48% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% Peringkat berikutnya menurut jawaban responden adalah kekhawatiran proses produksi mereka untuk beberapa waktu ke depan (28%). Ketidak-mampuan membayar kewajiban finansial kepada berbagai pihak menjadi kekhawatiran pelaku usaha di peringkat ketiga (11%).Adapun peringkat keempat dank kelima secara berturutturut adalah kekhawatiran terhadap meningkatnya biaya produksi dan terpaksa merumahkan atau mem-phk karyawan. Kehancuran dan kerusakan usaha yang dialami oleh pelaku usaha tampaknya tidak menyurutkan semangat untuk menata dan melanjutkan kembali usahanya. Berdasarkan interview yang dilakukan didapatkan gambaran bahwa 44% responden menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan usahanya kembali normal membutuhkan waktu kurang dari 3 bulan. 32% lainnya menyatakan membutuhkan waktu antara 3 bulan hingga 6 bulan. 17% responden menyatakan membutuhkan waktu antara 6 bulan hingga 1 tahun dan sisanya sebesar 7% menyatakan butuh waktu lebih dari 1 tahun. Lain-lain 5% Bahan Baku / Input 8% Alat Produksi 11% Keringanan Kew ajiban Finansial 17% Dana Modal Kerja 59% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% Kebutuhan yang mendesak pasca gempa bagi pelaku usaha saat ini dapat diidentifikasi sebagai berikut. 59% responden mengatakan membutuhkan dana modal kerja untuk membenahi usahanya. 17% mengharapkan adanya keringanan atas kewajiban finansial terkait dengan pinjaman dan pembayaran pajak. Alat produksi dan sarana usaha pengganti diperlukan oleh 11% dari responden yang ada. Adapun sisanya adalah kebutuhan akan kontinuitas bahan baku dan kebutuhan lainnya. Pembiay aan % 23% Pembiay aan < 25 % Pembiay aan % 46% 4% Pembiay aan % 27% Kesanggupan untuk memulai kembali usahanya tergantung dari dana bantuan yang dapat mereka harapkan dari berbagai sumber. Berdasarkan survei yang dilakukan, kemampuan responden dalam membiayai sendiri agar bisnis kembali berjalan secara mayoritas (46%) hanya sebesar kurang dari 25% dari kebutuhan dana. 27% lainnya menyatakan hanya sanggup membiayai hingga 50% dari kebutuhan dana. Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi 27

5 Mengingat bahwa mayoritas kesanggupan pembiayaan sendiri relatif cukup kecil, maka harapan untuk mendapatkan bantuan dana dari pihak lain sangat diharapkan oleh pelaku usaha. Dalam usaha ini terungkap bahwa 49,6% responden mengharapkan pinjaman dari industri perbankan. 23,7% mengharapkan bantuan dari pemerintah. 8,1% mengharapkan mendapat bantuan dari lembaga non Bank dan sisanya dari sumber-sumber lainnya. Terhadap kemungkinan pertumbuhan ekonomi di DIY selama 3 bulan ke depan para pelaku usaha perdagangan eceran memprediksi akan terjadi penurunan tingkat pertumbuhan dalam kisaran 2% hingga 5%. Dunia Usaha Non-Perdagangan Informasi Umum Responden dalam survei ini sebanyak 100 unit usaha, yang berasal dari empat daerah yaitu Kabupaten Bantul, Sleman, Gunungkidul dan Kota Yogyakarta, dengan mengacu responden pada Survei Kegiatan Dunia Usaha, ditambah beberapa unit usaha yang baru. Proporsi responden yang berasal dari Bantul sebesar 17%, Gunungkidul sebanyak 3%, Sleman sebanyak 26%, dan Kota Yogyakarta sebanyak 54%. Komposisi dan Nilai Kerusakan Survei menemukan bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 25% dari total responden mengalami kerusakan bangunan usaha dengan skala kerusakan mayoritas termasuk dalam kategori kerusakan ringan (56,25%), dan kerusakan sedang (28,13%), sedangkan yang rusak berat hanya sebanyak 15,63%. Selain bangunan usaha yang rusak, bencana gempa juga telah merusak peralatan produksi, dan bahan baku. Dari total responden, ada sebanyak 14% yang mengalami kerusakan peralatan produksi, dimana tingkat kerusakan mayoritas bersifat rusak ringan yaitu sebanyak 60,87%, sedangkan yang rusak sedang ada sebanyak 21,74% dan rusak berat sebesar 17,05%. Potensi Pasar 46% Bangunan 25% Alat / Sarana Produksi 14% Bahan Baku / Input 15% Sementara itu, kerusakan lain juga terjadi pada bahan baku utama maupun bahan baku pembantu, serta sarana transportasi usaha, seperti mobil dan motor juga dialami oleh sebagian responden. Secara agregat kerusakan pada bahan baku / input ini mencapai kisaran 15%. Dari 15% tersebut terdapat sebanyak 20% responden yang mengalami kerusakan bahan baku utama, dimana mayoritas termasuk kerusakan ringan (57,14%), sedangkan yang mengalami kerusakan bahan baku pembantu ada sebanyak 12%, dengan mayoritas kerusakan termasuk ringan (50%). Pada sisi lain, responden yang mengalami kerusakan pada sarana transportasi usaha ada sebanyak 12% dengan tingkat kerusakan mayoritas bersifat rusak ringan (63,64%). Hal yang paling banyak dirasakan oleh pelaku usaha pada pasca gempa ini adalah kerusakan atau kerugian yang berkaitan dengan potensi pasar output. Secara umum kerusakan dalam potensi pasar mencapai 46%. Kerusakan ini meliputi penurunan penjualan dan penurunan jumlah barang yang diproduksi. Ada sebanyak 59% responden yang mengalami penurunan omset usaha, dengan skala kerusakan/penurunan yang relatif sama, dimana untuk yang termasuk kategori ringan sebanyak 41,46%, sedang dan berat masing-masing sebanyak 29,27%. Jumlah responden yang mengalami penurunan produksi sebagai akibat terjadinya 28 Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi

6 bencana gempa ada sebanyak 43%, dimana mayoritas termasuk pada klasifikasi kerusakan/ penurunan ringan (50,50%) dan penurunan sedang (30%). Ringan Sedang Berat Bangunan 56% 28% 16% Alat / Sarana Produksi 62% 25% 13% Bahan Baku / Input 54% 21% 26% Potensi Pasar 52% 25% 23% Meskipun terjadi gangguan pada proses produksi dan kegiatan usaha secara umum, namun hanya ada 9 unit usaha yang melakukan pengurangan tenaga kerja yang bersifat sementara, dan sedangkan yang melakukan PHK tetap ada sebanyak 4%. Ekspektasi dan Kebutuhan Timbulnya berbagai kerusakan pada sebagian peralatan usaha dan infrastruktur ekonomi akibat bencana gempa bumi, tentu saja pada pasca gempa ini menimbulkan berbagai kekhawatiran yang dirasakan para pelaku usaha. Jenis kekhawatiran yang paling banyak dirasakan oleh responden adalah kehilangan pelanggan/pasar, meningkatnya biaya produksi, dan terganggunya proses produksi dan distribusi. Terpaksa Merumahkan / mem PHK Kayaw an 10% Tidak Mampu Membayar Kew ajiban Finansial 14% Proses Produksi Terganggu 17% Meningkatnya Biaya Produksi 18% Kehilangan Pasar 41% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% Jumlah responden yang mengkhawatirkan penurunan pelanggan/ konsumen ada sebanyak 42% dengan probabilitas kejadian kekhawatiran rendah (36,84%) dan sedang (42,11%). Selain itu, bentuk kekhawatiran yang banyak dirasakan oleh pelaku usaha adalah meningkatnya biaya produksi, yaitu sebanyak 40%, dengan tingkat probabilitas terjadinya kekhawatiran ini pada skala merata antara ringan (37,50%), sedang dan berat masingmasing sebanyak 31,25%. Tidak sedikit pula para pelaku usaha yang mengkhawatirkan terjadinya gangguan proses produksi dan distribusi, yaitu masing-masing sebanyak 37% dan 35%, dengan tingkat probabilitas terjadinya kekhawatiran ini mayoritas bersifat sedang. No Bentuk Kekhawatiran Rendah Sedang Tinggi 1 Proses produksi terganggu 26,47 47,06 26,47 2 Proses distribusi terganggu 26,47 50,00 23,53 3 Kehilangan pelanggan/pasar 36,84 42,11 21,05 4 Tidak mampu membayar pinjaman usaha 23,53 29,41 47,06 5 Tidak mampu memenuhi pesanan sebelum gempa 7,14 64,29 28,57 6 Meningkatnya biaya produksi 37,50 31,25 31,25 7 Tidak sanggup melanjutkan usaha 12,50 37,50 50,00 8 Tidak mampu melakukan investasi kembali 36,36 27,27 36,36 9 Tidak sanggup menangung kerugian akibat gempa 18,18 45,45 36,36 Hal lain yang dikhawatirkan pelaku usaha akibat terjadinya gempa adalah ketidakmampuan mereka dalam membayar pinjaman usaha. Hal ini dirasakan oleh sebanyak 14% responden. Kekhawatiran gagal membayar pinjaman ini tidak lepas dari terganggunya proses produksi dan peningkatan biaya produksi, serta hilangnya pelanggan/konsumen. Hal ini hendaknya direspon dengan kebijakan yang akomodatif oleh sektor perbankan dan pembiayaan agar kerugian pada kedua belah pihak tidak terjadi. Sementara itu, para responden yang mengalami kerusakan bangunan usaha dan peralatan usaha dengan klasifikasi berat, banyak yang khawatir akan tidak mampu melanjutkan kegiatan usaha. Hal tersebut dirasakan oleh 9% responden, dengan tingkat probabilitas kekhawatiran mayoritas termasuk tinggi (50%) dan klasifikasi sedang sebanyak 37,50%. Bentuk kekhawatiran yang lain yang muncul dari dampak gempa adalah ketidakmampuan menanggung kerugian akibat gempa dan ketidakmampuan dalam melakukan reinvestasi. Pasca gempa masyarakat memiliki prioritas kebutuhan yang harus dipenuhi. Jenis kebutuhan yang paling banyak dirasakan para responden adalah perbaikan bangunan usaha, yaitu sebesar 56%, kemudian perbaikan alat produksi (31%), dan Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi 29

7 kebutuhan tambahan modal usaha (26%). Jenis kebutihan tersebut sangat wajar untuk diprioritaskan dipenuhi agar kegiatan usaha segera kembali seperti semula. No Jenis Kebutuhan Frekuensi Persen 1 Perbaikan bangunan usaha 56 56,00 2 Perbaikan/pengadaan alat produksi 31 31,00 3 Tambahan modal usaha 26 26,00 4 Keringanan kewajiban pinjaman usaha 16 16,00 Selain jenis kebutuhan tersebut di atas, para pelaku usaha juga merasakan perlunya keringanan dalam memenuhi kewajiban finansial (hutang), yaitu ada sebanyak 16% responden. Hal ini terkait dengan dampak gempa berupa penurunan omset usaha dan jumlah produksi, sehingga secara langsung memperngaruhi kondisi keuangan usaha mereka. Jenis kebutuhan yang dirasakan oleh para responden pasca gempa dapat dicermati pada tabel di atas. Asuransi dan Tabungan Terjadinya bencana alam, termasuk bencana gempa yang melanda DIY dan Jateng beberapa waktu yang lalu, tentu saja menimbulkan berbagai kerusakan pada berbagai jenis aset ataupun pada kesehatan fisik dan psikis masyarakat. Berbagai kerugian yang timbul, sebenarnya akan lebih ringan dirasakan oleh para korban apabila mereka memiliki asuransi, baik asuransi kesehatan ataupun asuransi pada aset, seperti asuransi bangunan dan kendaraan. Dari total responden, ternyata cukup banyak responden yang sudah memiliki asuransi, yaitu sebanyak 43%, sedangkan sisanya belum memiliki memiliki. Asuransi yang dimiliki responden tersebut, ternyata hanya 33% yang menutup kerugian akibat gempa, sehingga nilai manfaat dari asuransi yang dimiliki sebagian responden termasuk rendah. Rendahnya tingkat keikutsertaan responden dalam asuransi, mengindikasikan bahwa budaya asuransi sebagai bentuk antisipasi atas munculnya resiko kerugian, belum terjadi pada masyarakat DIY, termasuk didalamnya para pelaku usaha. Kondisi ini sangat mungkin dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat secara umum, serta kecakapan pelaku usaha dalam menganalisis terjadinya kemungkinan munculnya suatu resiko kerugian, termasuk akibat gempa. Hal lain yang dapat meringankan para korban gempa dalam melakukan pemulihan akibat gempa adalah ketersediaan dana cadangan (tabungan). Dari olah data pada penelitian ini, tampak bahwa mayoritas pelaku usaha memiliki dana cadangan dalam bentuk tabungan, yaitu sebanyak 77%. Dari total tabungan yang dimiliki oleh para pelaku usaha tersebut, nilai tabungannya mayoritas lebih besar dari kerugian akibat gempa, yaitu sebanyak 70%. Dengan demikian, mayoritas responden tidak terlalu 30 Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi

8 mengalami kesulitan finansial dalam melakukan pemulihan usaha akibat gempa. No Ekspektasi Recovery Frekuensi Persen 1 Kurang dari 3 bulan 48 48,00 2 Antara 3-6 bulan 14 14,00 3 Antara 6-12 bulan 33 33,00 4 Lebih dari 1 tahun 5 5,00 Terhadap bencana gempa ini, mayoritas responden pelaku usaha, yaitu sebanyak 48 % menyatakan proses pemulihan butuh waktu yang relatif singkat, yaitu kurang dari satu triwulan. Hal ini terjadi karena tidak terlalu banyak responden SKDU yang mengalami kerusakan berat akibat gempa, mayoritas hanya rusak ringan. Sementara itu, respoden yang menyatakan butuh waktu setengah tahun hingga satu tahun untuk melakukan pemulihan ada sebanyak 33%, dan hanya sebagian kecil yang memperkirakan terjadinya pemulihan kembali akibat gempa yang dapat dilakukan lebih dari satu triwulan. Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.1 Pengertian UMKM Beberapa defenisi dari UMKM memiliki pengertian yang berbeda berdasarkan sumbernya (Hubeis, 2009; Tambunan, 2009)

Lebih terperinci

SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN SURVEI PENJUALAN ECERAN Juni Indeks riil penjualan eceran mengalami peningkatan Harga-harga umum dan tingkat suku bunga kredit diperkirakan masih akan tetap meningkat Perkembangan Penjualan Eceran Indeks

Lebih terperinci

KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN II 2008 MAKIN EKSPANSIF

KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN II 2008 MAKIN EKSPANSIF Suplemen 4 KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN II 2008 MAKIN EKSPANSIF Hasil Survei Kredit Perbankan (SKP) di wilayah Bangka Belitung pada triwulan II 2008 menunjukkan proyeksi perkembangan kredit/pembiayaan

Lebih terperinci

SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN SURVEI PENJUALAN ECERAN Juli Indeks riil penjualan eceran mengalami peningkatan Harga-harga umum dan tingkat suku bunga kredit diperkirakan masih akan tetap meningkat Perkembangan Penjualan Eceran Indeks

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci

SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN SURVEI PENJUALAN ECERAN Januari Indeks riil penjualan eceran pada Januari dan ruari mengalami penurunan Harga dan suku bunga kredit diperkirakan relatif stabil Perkembangan Penjualan Eceran Indeks riil

Lebih terperinci

SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN SURVEI PENJUALAN ECERAN Mei Indeks riil penjualan eceran mengalami penurunan Harga-harga umum dan tingkat suku bunga kredit diperkirakan masih akan tetap meningkat Perkembangan Penjualan Eceran Indeks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,16 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,16 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 29/05/34/Th.XVI, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,16 PERSEN Jumlah penduduk yang bekerja

Lebih terperinci

SURVEY PENJUALAN ECERAN

SURVEY PENJUALAN ECERAN SURVEY PENJUALAN ECERAN September Indeks riil penjualan eceran pada September mengalami penurunan Harga-harga umum diperkirakan meningkat dan tingkat suku bunga kredit diperkirakan relatif stabil Perkembangan

Lebih terperinci

SURVEI PENJUALAN SURVEI KONSUMEN ECERAN

SURVEI PENJUALAN SURVEI KONSUMEN ECERAN SURVEI PENJUALAN SURVEI KONSUMEN ECERAN Januari Indeks Penjualan Riil (IPR) pada bulan Januari tercatat sebesar 213,4, menurun sebesar -3,7% dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan indeks penjualan tersebut

Lebih terperinci

HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI A. Karakteristik Bank

HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI A. Karakteristik Bank BOKS 2 HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI DAN PERTANIAN DI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2007 Pada tahun 2007, Kantor Bank Indonesia Bengkulu melakukan dua survei yaitu Survei Kredit Konsumsi dan Survei Survei Kredit

Lebih terperinci

96% responden telah beroperasi antara 4 tahun hingga lebih dari 10 tahun, hanya 4% yang baru beroperasi selama 1-3 tahun.

96% responden telah beroperasi antara 4 tahun hingga lebih dari 10 tahun, hanya 4% yang baru beroperasi selama 1-3 tahun. BOKS 1 HASIL QUICK SURVEY DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KINERJA UMKM DI PROVINSI BENGKULU Krisis keuangan global yang dipicu oleh krisis subprime mortgage di Amerika Serikat memberikan dampak negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis pembuatan kerupuk kulina (kulit ikan nila) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis pembuatan kerupuk kulina (kulit ikan nila) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN Bisnis pembuatan kerupuk kulina (kulit ikan nila) merupakan salah satu bentuk kegiatan menciptakan nilai tambah kulit ikan nila dengan mengidentifikasi peluang bisnis kerupuk tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan salah satu pelaku utama dari perekonomian negara karena berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku ekonomi tidak hanya

Lebih terperinci

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya BAB III Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya Potensi pariwisata di Indonesia sangat tinggi, dari Aceh hingga Papua dengan semua macam obyek pariwisata, industri pariwisata Indonesia

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2009 SEBESAR 6,00 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2009 SEBESAR 6,00 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 04/01/34/Th.XI, 05 Januari 2009 No. 47/12/34/Th.XI, 01 Desember 2009 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2009 SEBESAR 6,00 PERSEN (Di

Lebih terperinci

PENGAMBILAN RESIKO. Kode Mata Kuliah : OLEH Endah Sulistiawati, S.T., M.T. Irma Atika Sari, S.T., M.Eng.

PENGAMBILAN RESIKO. Kode Mata Kuliah : OLEH Endah Sulistiawati, S.T., M.T. Irma Atika Sari, S.T., M.Eng. PENGAMBILAN RESIKO Kode Mata Kuliah : 0040520 Bobot : 2 SKS OLEH Endah Sulistiawati, S.T., M.T. Irma Atika Sari, S.T., M.Eng. PENDAHULUAN Konsep resiko selalu dikaitkan dengan adanya ketidakpastian pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I

KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I SURVEI PERBANKAN Triwulan I-007 Target pemberian kredit baru pada triwulan II-007 dan tahun 007 diperkirakan masih akan meningkat Hanya 4,0% responden yang menyatakan realisasi kredit baru dalam triwulan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN SUMSEL TRIWULAN I 2008 TETAP EKSPANSIF

KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN SUMSEL TRIWULAN I 2008 TETAP EKSPANSIF Suplemen 4 KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN SUMSEL TRIWULAN I 2008 TETAP EKSPANSIF Hasil Survei Kredit Perbankan (SKP) di wilayah Palembang pada triwulan I 2008 menunjukkan proyeksi perkembangan kredit/pembiayaan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN SURVEI PENJUALAN ECERAN R E T A I L S A L E S S U R V E Y uari 2004 - Penjualan mulai mengalami penurunan - Harga-harga umum diperkirakan masih akan tetap meningkat - Tingkat suku bunga kredit diperkirakan

Lebih terperinci

SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN Januari SURVEI PENJUALAN ECERAN Penjualan eceran mengalami penurunan Harga-harga umum dan tingkat suku bunga kredit diperkirakan masih akan tetap meningkat Perkembangan Penjualan Eceran Penjualan eceran

Lebih terperinci

KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN III 2008 MASIH CUKUP EKSPANSIF

KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN III 2008 MASIH CUKUP EKSPANSIF Suplemen 3 KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN III 2008 MASIH CUKUP EKSPANSIF Hasil Survei Kredit Perbankan (SKP) di wilayah Bangka Belitung pada triwulan III 2008 menunjukkan proyeksi perkembangan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEUANGAN KELUARGA Oleh: Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Semester genap

MANAJEMEN KEUANGAN KELUARGA Oleh: Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Semester genap MANAJEMEN KEUANGAN KELUARGA Oleh: Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Semester genap 2012-2013 Pokok Bahasan Sumber pendapatan keluarga Tujuan pengelolaan keuangan Pengeluaran

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN I 2008 TETAP EKSPANSIF

KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN I 2008 TETAP EKSPANSIF Suplemen 4 KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN I 2008 TETAP EKSPANSIF Hasil Survei Kredit Perbankan (SKP) di wilayah Bangka Belitung pada triwulan I 2008 menunjukkan proyeksi perkembangan kredit/pembiayaan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH

PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH Mei 2015 PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH Survei Konsumen Mei 2015 (hal. 1) Survei Penjualan Eceran April 2015 (hal. 13) PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH Mei 2015 Alamat Redaksi :

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 31/05/34/Th.XVII, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN Jumlah penduduk yang bekerja

Lebih terperinci

SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN SURVEI PENJUALAN ECERAN Maret 2005 Indeks riil penjualan eceran mengalami peningkatan Harga-harga umum dan tingkat suku bunga kredit diperkirakan masih akan tetap meningkat Perkembangan Penjualan Eceran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang lebih dikenal dengan (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika krisis ekonomi terjadi di

Lebih terperinci

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Makro Ekonomi Disusun oleh: Nama : Nida Usanah Prodi : Pendidikan Akuntansi B NIM : 7101413170 JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN SURVEI PENJUALAN ECERAN Mei Indeks penjualan riil pada bulan Mei sebesar 226,6, atau mengalami peningkatan baik secara bulanan maupun tahunan. Peningkatan indeks didorong oleh kenaikan penjualan pada 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial terbesar yang dihadapi oleh setiap negara di dunia dan setiap negara berusaha untuk mengatasinya. Kemiskinan adalah faktor yang

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan benteng penyelamat

BAB 1 PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan benteng penyelamat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan benteng penyelamat Ekonomi Indonesia dari krisis global. Saat ini UMKM telah melibatkan 96% tenaga kerja

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan sampai saat ini masih merupakan lembaga keuangan yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini karena sektor perbankan merupakan

Lebih terperinci

SURVEI TENDENSI BISNIS

SURVEI TENDENSI BISNIS RAHASIA SURVEI TENDENSI BISNIS Triwulan II - 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Jl. Penghulu Mustapa No. 43, Bandung 40124 Telp. (022) 7272595, (022) 7272596, Faximile : 7213572, email :bps3200@bps.go.id

Lebih terperinci

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN DAMPAK GEMPA BUMI 27 MEI 2006 TERHADAP AKTIVITAS PEREKONOMIAN DI KABUPATEN KLATEN

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN DAMPAK GEMPA BUMI 27 MEI 2006 TERHADAP AKTIVITAS PEREKONOMIAN DI KABUPATEN KLATEN BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN DAMPAK GEMPA BUMI 27 MEI 2006 TERHADAP AKTIVITAS PEREKONOMIAN DI KABUPATEN KLATEN PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk: (a) mengidentifikasi dan menganalisis

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERTINGGI DI KOTA YOGYAKARTA, NAMUN JUMLAH PENGANGGUR TERBANYAK

TINGKAT PENGANGGURAN TERTINGGI DI KOTA YOGYAKARTA, NAMUN JUMLAH PENGANGGUR TERBANYAK BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 03/01/34/Th.X, 02 Januari 2008 SAKERNAS AGUSTUS 2007 MENGHASILKAN ANGKA PENGANGGURAN PERBANDINGAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI DIY : TINGKAT PENGANGGURAN TERTINGGI

Lebih terperinci

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN SURVEI KREDIT PERBANKAN B A N K L O A N S U R V E Y TRIWULAN IV-2004 Permintaan dan persetujuan pemberian kredit baru pada triwulan IV- 2004 secara indikatif memperlihatkan peningkatan Peningkatan tersebut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Asuransi merupakan kegiatan usaha dimana perusahaan menanggung

PENDAHULUAN. Asuransi merupakan kegiatan usaha dimana perusahaan menanggung PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asuransi merupakan kegiatan usaha dimana perusahaan menanggung kerugian yang diderita nasabahnya ketika terjadi suatu musibah baik itu kecelakan, kebakaran, dan juga segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup masyarakat.

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN II TAHUN 2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN II TAHUN 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN II TAHUN 2016 A. Penjelasan Umum No. 37/08/31/Th. XVIII, 5 Agustus 2016 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi konsumen terkini yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

SURVEI TENDENSI BISNIS

SURVEI TENDENSI BISNIS RAHASIA SURVEI TENDENSI BISNIS Triwulan II-2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Jl. Penghulu Mustapa No. 43, Bandung 40124 Telp. (022) 7272595, (022) 7272596, Faximile : 7213572, email :bps3200@bps.go.id

Lebih terperinci

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN SURVEI KREDIT PERBANKAN Triwulan II-26 Permintaan dan persetujuan kredit baru pada triwulan II-26 meningkat dibandingkan triwulan I-26 dan diperkirakan masih akan berlanjut pada triwulan III-26 Sebagian

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 SEBESAR 122,35

INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 SEBESAR 122,35 + BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/08/34/Th.XIX, 7 Agustus 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 SEBESAR 122,35 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen

Lebih terperinci

KONDISI TRIWULAN II-2007

KONDISI TRIWULAN II-2007 SURVEI PERBANKAN Triwulan II-2007 Permintaan masyarakat terhadap kredit baru mengalami peningkatan, ditunjukkan dengan angka neto tertimbang 92,8% Hanya sekitar 34,1% responden menyatakan bahwa realisasi

Lebih terperinci

BOKS 1 PENELITIAN PERSISTENSI INFLASI SULAWESI TENGGARA

BOKS 1 PENELITIAN PERSISTENSI INFLASI SULAWESI TENGGARA 1 PENELITIAN PERSISTENSI INFLASI SULAWESI TENGGARA 1. Overview Inflasi Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga-harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus (Korteweg, 1973; Auckley, 1978, Boediono,

Lebih terperinci

Pengkajian Pendanaan Pendidikan Secara Masal

Pengkajian Pendanaan Pendidikan Secara Masal PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI PENDIDIKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL RINGKASAN EKSEKUTIF Pengkajian Pendanaan Pendidikan Secara Masal Studi Dampak Krisis Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki 419 pulau. Total luas Propinsi Sumatera Utara sebesar 72.981,23

Lebih terperinci

SURVEI PENJUALAN SURVEI KONSUMEN ECERAN

SURVEI PENJUALAN SURVEI KONSUMEN ECERAN SURVEI PENJUALAN SURVEI KONSUMEN ECERAN Agustus? Trend penjualan riil masih menunjukan peningkatan walaupun melambat, pada bulan Agustus mengalami penurunan dan pada bulan September diperkirakan meningkat?

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua kekayaan bumi Indonesia yang dikelola sebagai pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Semua kekayaan bumi Indonesia yang dikelola sebagai pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua kekayaan bumi Indonesia yang dikelola sebagai pengembangan ekonomi, yang diantaranya dari sisi kehutanan, pertanian, pertambangan dan energi yang ada seharusnya

Lebih terperinci

SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN SURVEI PENJUALAN ECERAN Juli Indeks penjualan riil pada bulan Juli kembali mengalami peningkatan baik secara bulanan maupun tahunan masing-masing sebesar 4,2% (mtm) dan 24,5% (yoy) sehingga tercatat sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Besarnya jumlah penduduk tersebut apabila tidak diimbangi dengan adanya lapangan pekerjaan

Lebih terperinci

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN SURVEI KREDIT PERBANKAN Triwulan IV-5 Permintaan dan persetujuan kredit baru pada triwulan IV-5 menurun tajam, namun pada triwulan I-6 diperkirakan membaik Suku bunga dana dan kredit pada triwulan IV-5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam proses pembangunan salah satu indikator keberhasilan pembangunan Negara berkembang ditunjukkan oleh terjadinya pertumbuhan ekonomi yang disertai terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serius bagi pemerintah, adanya tuntutan masyarakat untuk dapat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. serius bagi pemerintah, adanya tuntutan masyarakat untuk dapat memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, kebutuhan akan rumah menjadi perhatian yang cukup serius bagi pemerintah, adanya tuntutan masyarakat untuk dapat memiliki rumah yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sajikan data-data yang terkait dengan sektor - sektor yang akan di teliti,

BAB I PENDAHULUAN. sajikan data-data yang terkait dengan sektor - sektor yang akan di teliti, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dan perjalanan ekonomi pada masa ini sangat dan kompetitif baik dalam tingkat nasional maupun antar daerah. Hal ini terjadi karena dalam memenuhi

Lebih terperinci

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN SURVEI KREDIT PERBANKAN B A N K L O A N S U R V E Y TRIWULAN III-2004 Permintaan Kredit dan persetujuan pemberian kredit baru pada triwulan III-2004 secara indikatif memperlihatkan peningkatan Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Yogyakarta Agustus 2017 No. 65/11/34/Thn.XIX, 6 Nopember 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI D.I YOGYAKARTA Keadaan Ketenagakerjaan Yogyakarta Agustus 2017

Lebih terperinci

Boks 2 SURVEI INDIKATOR PERBANKAN RIAU TAHUN I. Latar Belakang

Boks 2 SURVEI INDIKATOR PERBANKAN RIAU TAHUN I. Latar Belakang Boks 2 SURVEI INDIKATOR PERBANKAN RIAU TAHUN 2009 I. Latar Belakang Terjadinya gangguan di sektor riil tentunya akan menimbulkan gangguan bagi stabilitas sistem keuangan daerah. Salah satu sektor keuangan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 1. Batas admistrasi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di pulau Jawa bagian tengah, di bagian selatan dibatasi lautan Indonesia, sedangkan di bagian

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dunia jasa konstruksinya. Di Indonesia, jasa konstruksi yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dunia jasa konstruksinya. Di Indonesia, jasa konstruksi yang terdiri Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan perekonomian suatu negara sangat ditopang oleh kemajuan dan perkembangan dunia jasa konstruksinya. Di Indonesia, jasa konstruksi yang terdiri

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I II III IV I

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I II III IV I SURVEI PERBANKAN Triwulan I-2008 Permintaan terhadap kredit baru pada triwulan I-2008 mengalami peningkatan dengan angka neto tertimbang 70,4%, lebih rendah dibandingkan triwulan lalu (86,8%) Sebanyak

Lebih terperinci

STUDI POTENSI DAN PELUANG EKONOMI KERAKYATAN KOTA BATAM Ade P. Nasution Dosen Tetap Prodi Manajemen Fak. Ekonomi UNRIKA Batam

STUDI POTENSI DAN PELUANG EKONOMI KERAKYATAN KOTA BATAM Ade P. Nasution Dosen Tetap Prodi Manajemen Fak. Ekonomi UNRIKA Batam STUDI POTENSI DAN PELUANG EKONOMI KERAKYATAN KOTA BATAM Ade P. Nasution Dosen Tetap Prodi Manajemen Fak. Ekonomi UNRIKA Batam Dalam penelitian Studi Potensi dan Peluang Ekonomi Kerakyatan Kota Batam ini

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN SURVEI KREDIT PERBANKAN TRIWULAN I-2005 Permintaan kredit dan persetujuan pemberian kredit baru pada triwulan I-2005 secara indikatif memperlihatkan peningkatan, namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu pilar kekuatan perekonomian suatu daerah. Hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. satu pilar kekuatan perekonomian suatu daerah. Hal ini disebabkan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering disebut sebagai salah satu pilar kekuatan perekonomian suatu daerah. Hal ini disebabkan karena UMKM mempunyai fleksibilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia

Lebih terperinci

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN SURVEI KREDIT PERBANKAN B A N K L O A N S U R V E Y TRIWULAN II-2004 Permintaan (termasuk permintaan kredit baru & permintaan tambahan atas fasilitas kredit yang sudah ada) dan persetujuan pemberian kredit

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan ekonomi Indonesia sejak krisis menerpa pada tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan ekonomi Indonesia sejak krisis menerpa pada tahun 1998 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan ekonomi Indonesia sejak krisis menerpa pada tahun 1998 sampai kini masih tidak bisa kita lupakan baik secara mental maupun ekonomi dan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

SURVEI TENDENSI BISNIS

SURVEI TENDENSI BISNIS RAHASIA SURVEI TENDENSI BISNIS Triwulan II- 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Jl. Penghulu Mustapa No. 43, Bandung 40124 Telp. (022) 7272595, (022) 7272596, Faximile : 7213572, email :bps3200@bps.go.id

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

QUICK SURVEI DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KINERJA UMKM

QUICK SURVEI DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KINERJA UMKM QUICK SURVEI DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KINERJA UMKM I. PENDAHULUAN Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya memenuhi kebutuhannya, seseorang akan melakukan sesuatu kegiatan yang disebut konsumsi. Konsumsi merupakan suatu kegiatan menikmati nilai daya guna dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mati, jadi wajar apapun yang terjadi di masa depan hanya dapat direka reka. itu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya.

BAB I PENDAHULUAN. akan mati, jadi wajar apapun yang terjadi di masa depan hanya dapat direka reka. itu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan ini tak ada seorangpun yang dapat memprediksi atau meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang dengan baik dan sempurna. Meskipun telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang terencana menuju keadaan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik daripada kondisi yang lalu (Tanuwidjaya,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2016 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,81 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2016 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,81 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 28/05/34/Th.XVIII, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2016 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,81 PERSEN Jumlah penduduk yang bekerja

Lebih terperinci

TINGKAT KEYAKINAN KONSUMEN PANGKALPINANG MASIH PESIMIS

TINGKAT KEYAKINAN KONSUMEN PANGKALPINANG MASIH PESIMIS Suplemen 2 TINGKAT KEYAKINAN KONSUMEN PANGKALPINANG MASIH PESIMIS I. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Selama Triwulan III - 2008 Tingkat Keyakinan Konsumen Pangkalpinang selama triwulan III 2008

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci