Catatan Penjelasan untuk Konsultasi Publik September 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Catatan Penjelasan untuk Konsultasi Publik September 2015"

Transkripsi

1 Prosedur Remediasi dan Kompensasi RSPO Terkait Pembukaan Lahan yang Tidak Didahului Kajian NKT Catatan Penjelasan untuk Konsultasi Publik September 2015 Apa kegunaan catatan ini? Catatan Penjelasan ini berkaitan dengan Prosedur Remediasi dan Kompensasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) mengenai Pembukaan Lahan yang didahului Kajian Nilai Konservasi Tinggi (NKT) sebagaimana disusun dan disetujui oleh Compensation Task Force (CTF, atau Gugus Tugas Kompensasi) yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan pada bulan Agustus Catatan penjelasan ini disusun oleh RSPO untuk memandu pembaca memahami prosedur remediasi dan kompensasi serta membantu memberikan informasi mengenai diskusi dan umpan balik yang terjadi selama proses konsultasi. Catatan ini bukanlah bagian dari prosedur, sehingga belum disetujui secara resmi. Catatan ini menjelaskan latar belakang dan dasar bagi keputusan kunci yang ada sekaligus menjelaskan apa saja sumber-sumber informasi kunci yang digunakan dalam proses pertimbangan dan memberikan informasi mengenai pengembangan prosedur tersebut. Teks berwarna biru menunjukkan bagian dari dokumen inti yang dijadikan acuan oleh catatan ini dan yang akan diuraikan secara lebih jelas. Catatan ini juga menyoroti pertanyaan-pertanyaan kunci yang digunakan CTF untuk mendapatkan umpan balik selama konsultasi publik. Pertanyaanpertanyaan tersebut dikemas dalam bentuk kotak tulisan pada versi dokumen prosedur yang dijadikan acuan dan pada catatan penjelasan ini. Catatan ini harus dibaca bersama dengan dokumen prosedur. Catatan ini bukan dan dimaksudkan sebagai deskripsi menyeluruh mengenai prosedur remediasi dan kompensasi. Oleh karena itu, bagian-bagian pada dokumen prosedur yang dianggap sudah jelas akan dijelaskan lagi. Catatan ini disusun secara berurutan mengikuti susunan bagian dalam dokumen prosedur

2 1. Pembukaan Catatan untuk menjelaskan mengenai arti istilah perusahaan agensi pemilik dan/atau pengelola aset tertinggi Kompensasi diwajibkan bagi segala pembukaan setelah tahun 2005 yang dilakukan tanpa didahului kajian NKT terhadap lahan yang berada di bawah kendali perusahaan pemilik aset teratas (top asset) dan/atau pihak pengelolanya beserta semua anak perusahaannya yang dimiliki dan/atau dikelola berdasarkan kepemilikan saham mayoritas, yang menghasilkan kelapa sawit. Hal ini terlepas dari apakah pembukaan dilakukan sebelum atau sesudah lahan tersebut diakuisisi atau disewagunakan (lih. Catatan Penjelasan). Sebagaimana dijelaskan dalam Dokumen Sistem Sertifikasi RSPO tahun 2007, mayoritas kepemilikan saham didefinisikan sebagai kepemilikan dengan porsi terbesar. Dalam hal kepemilikan saham adalah sama besarnya (contohnya 50-50), maka prosedur ini berlaku bagi pihak pemegang kendali manajemen. Prosedur Remediasi dan Kompensasi juga berlaku bagi lahan yang disewagunakan atau diakuisisi oleh anggota RSPO dan lahan yang masih dalam kendali pihak pemegang saham mayoritas. Prosedur ini berlaku untuk perusahaan yang melakukan pembukaan lahan pasca 2005 yang didahului dengan kajian NKT pada lahan yang dikelola oleh perusahaan pemilik aset teratas (top asset) dan/atau pihak pengelolanya beserta semua anak perusahaannya yang dimiliki dan/atau dikelola berdasarkan kepemilikan saham mayoritas, yang menghasilkan kelapa sawit. Hal ini terlepas dari apakah pembukaan dilakukan sebelum atau sesudah lahan tersebut diakuisisi atau disewagunakan. Bagian yang sesuai dan mendukung Klausul Dokumen Sistem Sertifikasi RSPO sebagaimana telah diubah dan disetujui oleh Dewan pada tahun 2011 adalah sebagai berikut: Organisasi 1 yang memegang saham mayoritas di dalam 2 dan/atau kendali manajemen terhadap lebih dari satu perusahaan otonom yang melakukan usaha budi daya kelapa sawit diperbolehkan untuk mengikutkan unit pengelolaan individual dan/atau perusahaan anak dalam kegiatan sertifikasi hanya jika semua hal-hal berikut ini dipatuhi: Keanggotaan RSPO 1 Grup dengan struktur manajemen kompleks diharuskan melakukan berikut ini. (a) Pernyataan dari pemegang saham pengendali dan direktur di perusahaan pengelola. (b) Hal yang sama pada poin (a) berlaku untuk masing-masing kelompok operasi. (c) Pendaftaran keanggotaan oleh perusahaan pemilik aset teratas (top asset). (d) Pendaftaran keanggotaan oleh perusahaan pengelola. 2 Pemilik saham mayoritas: pemegang saham terbesar. Dalam hal kepemilikan saham adalah sama besarnya (contohnya 50:50), maka prosedur ini berlaku bagi pihak pemegang kendali manajemen. 2

3 (a) Organisasi induk atau salah satu anak perusahaannya yang mayoritas sahamnya dipegang dan/atau dikelola olehnya adalah anggota RSPO. Persyaratan huruf (b) hingga (j) akan berlaku jika yang terdaftar sebagai anggota RSPO adalah perusahaan induk atau salah satu anak perusahaannya;... Persyaratan bagi unit pengelolaan dan/atau perusahaan induk yang bersertifikat (e) Tidak ada konversi terhadap hutan primer atau kawasan yang teridentifikasi memiliki Nilai Konservasi Tinggi (NKT) atau kawasan yang diperlukan untuk menjaga atau meningkatkan NKT sesuai Kriteria 7.3 RSPO. Penanaman baru yang dilakukan sejak tanggal 1 Januari tahun 2010 harus mematuhi Prosedur Penanaman Baru RSPO (Lampiran 5). 2. Pendahuluan Penjelasan mengenai sejarah CTF dan pengembangan Prosedur Remediasi dan Kompensasi Dokumen ini berisi Prosedur Remediasi dan Kompensasi RSPO yang berlaku bagi kepatuhan dengan segala ketentuan dalam Prinsip 7.3 P&C dan/atau Prosedur Penanaman Baru (New Planting Procedure atau NPP) RSPO. Dokumen ini disusun berdasarkan kerja dan rekomendasi CTF selaku sub-unit di bawah Kelompok Kerja Keanekaragaman Hayati dan NKT (BHCV- WG) RSPO yang didirikan pada tahun 2011, dan juga turut dikembangkan dari pekerjaan yang pernah dilakukan oleh Dewan Gubernur di masa-masa awal, ide yang dikembangkan Kelompok Kerja NKT RSPO Indonesia (HCV- RIWG), dan hasil lokakarya yang telah diselenggarakan bersama anggota pada forum Roundtable RSPO ke-8 di Jakarta (RT8) bulan November 2010 lalu. CTF dibentuk pada bulan Agustus tahun 2011 di bawah BHCV WG. CTF bertujuan untuk mengembangkan dokumen pedoman untuk memandu anggota dan RSPO sendiri dalam menyelesaikan kasus-kasus pembukaan lahan yang memiliki kajian NKT, menyusun paket kompensasi yang layak untuk kasus-kasus individual, dan melaksanakan proyek percontohan mengenai mekanisme yang diusulkan tersebut. CTF terdiri dari semua anggota BHCV dengan tambahan beberapa orang ahli yang diminta bantuannya, dan menyelenggarakan pertemuan yang dilaksanakan setiap tiga bulan sekali. CTF mulai mengembangkan mekanisme ini berdasarkan pekerjaan yang pernah dilakukan oleh Dewan Gubernur di masa-masa awal, ide yang dikembangkan oleh Kelompok Kerja NKT RSPO Indonesia (HCV-RIWG), serta dan hasil lokakarya yang telah diselenggarakan bersama dengan para anggota pada forum Roundtable RSPO ke-8 di Jakarta (RT8) bulan November 2010 lalu. CTF secara rutin mengundang ahli dan pemangku kepentingan kunci lainnya untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai persoalan-persoalan terkait prosedur kompensasi. Untuk mendukung kerja CTF dan berdasarkan pada 3

4 rekomendasi yang diberikannya, RSPO juga telah menugaskan kegiatan-kegiatan kajian yang antara lain mencakup biaya pemulihan (restorasi) dan keuntungan industri minyak sawit serta koefisien vegetasi di Afrika dan Amerika Selatan. Untuk mengumpulkan umpan balik dan rekomendasi yang membangun dari para pemangku kepentingan untuk menyusun draf prosedur, CTF mengadakan beberapa putaran konsultasi publik, termasuk konsultasi secara online dan pertemuan publik. Putaran pertama diawali dengan pertemuan publik pada tanggal 1 Agustus 2013 yang diselenggarakan di Jakarta, Kuala Lumpur, dan Yaoundé. Kemudian putaran kedua diselenggarakan pada bulan Juni dan Juli 2014 dengan pertemuan publik yang diselenggarakan di Jakarta, Kuala Lumpur, dan Bogota. Konsultasi publik tahun 2014 di Accra dibatalkan karena wabah Ebola. Setelah CTF mempresentasikan draf lanjutan Prosedur Remediasi dan Kompensasi, pada tanggal 6 Maret 2014 Dewan Gubernur RSPO menyetujui rekomendasi CTF untuk memulai pelaksanaan prosedur ini secara bertahap. Semua anggota RSPO yang memiliki dan/atau mengelola lahan untuk produksi kelapa sawit kemudian diwajibkan untuk mematuhi semua Bagian dalam dokumen ini hingga (dan termasuk) Bagian 8 tentang Kalkulasi Penghitungan Tanggung Jawab Konservasi. Anggota RSPO diberikan waktu satu tahun terhitung sejak tanggal 9 Mei 2014 untuk memenuhi persyaratan ini. Pada bulan Agustus tahun 2015 CTF telah merevisi draf Prosedur Remediasi dan Kompensasi serta menyelesaikan dokumen-dokumen pendukung seperti panduan untuk Perubahan Pemanfaatan Lahan (Land Use Change atau LUC), kriteria proyek konservasi dan NKT sosial, serta berbagai templat laporan yang sebelumnya digunakan pada tahap pertama pelaksanaan. Hasil dari tahap pertama pelaksanaan tersebut bersama dengan masukan dari putaran ketiga konsultasi publik yang dijadwalkan pada bulan September 2015 diharapkan dapat menjadi bahan untuk revisi lebih lanjut terhadap dokumen ini. 6. Pengajuan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pertanyaan mengenai pengajuan SOP yang telah mendapatkan persetujuan dari pihak manajemen sebagai bagian dari tanggung jawab untuk melakukan disklosur (pengungkapan) Pekebun wajib mengajukan SOP yang sesuai (sebagaimana telah disetujui oleh pihak manajemen paling tinggi di perusahaan tersebut) selama mengungkapkan tanggung jawab dengan tujuan untuk menunjukkan Panel Kompensasi bahwa pihaknya memiliki tindakan-tindakan yang sebagaimana mestinya untuk menghindari pembukaan lahan baru yang menyalahi aturan RSPO. CTF membutuhkan masukan Anda untuk pertanyaan berikut: Apakah cara ini sudah tepat, efektif dan dapat dilakukan: meminta perusahaan untuk menyampaikan SOP yang telah disetujui pihak manajemennya yang paling tinggi sebagai bukti bahwa pihaknya telah mengambil tindakan untuk 4 menghindari pembukaan lahan baru yang menyalahi aturan RSPO?

5 7. Analisis LUC Catatan mengenai koefisien pemanfaatan lahan untuk digunakan di dalam LUCA dan pekerjaan lain yang masih berjalan Kawasan-kawasan yang dibuka tanpa didahului kajian NKT (termasuk kawasan yang diidentifikasi untuk remediasi dalam ketentuan 7.2) harus diklasifikasikan ke dalam empat kategori sesuai Tabel 1 di bawah ini melalui analisis data penginderaan jauh (inderaja) terhadap status vegetasi bulan November 2005 (atau waktu lainnya paling dekat dengan tahun ini lih. Lampiran 1: Panduan Analisis Perubahan Pemanfaatan Lahan). Masingmasing dari keempat kategori ini diberikan koefisien perkalian sebagai proksi untuk nilainya sebagai habitat keanekaragaman hayati. Koefisien ini memiliki rentang mulai dari 1 (hutan dengan struktur yang kompleks termasuk hutan primer, hutan yang sedang beregenerasi dan ditebang pilih dengan unsurunsur tajuk tinggi) hingga nol (hutan tanaman monokultur, baik kayu maupun non kayu; serta lahan lain yang dibudidayakan atau dikembangkan secara permanen, atau terbuka dan mengalami degradasi) (lih. Catatan Penjelasan). Konsultasi mengenai koefisien dan penerapannya telah dilaksanakan selama enam bulan terakhir oleh para ahli di bidang Sistem Informasi Geografis (SIG) teknis dan ahli pemanfaatan lahan. Ahli di bidang teknis telah memberikan umpan balik, yaitu bahwa definisi koefisien (yang saat ini masih didefinisikan dalam istilah ekologis) perlu memuat hal-hal yang dapat dilakukan untuk melaksanakan identifikasi geospasial dan bahwa sampel citra yang ada disediakan sebagai bagian dari panduan untuk setiap koefisien. Panduan ini sedang dalam tahap pengembangan lebih lanjut dan akan mencakup beberapa perbaikan dari Bagian 7 dan Lampiran 1 mengenai Panduan Analisis LUC. Kemungkinan besar koefisiennya akan diubah, tetapi definisi dari kategori-kategori yang ada kemungkinan akan dijelaskan lebih lanjut lagi. Catatan mengenai kesesuaian koefisien pemanfaatan lahan di luar kawasan Asia Tenggara Telah dilakukan proses konsultasi di beberapa kawasan selain Asia Tenggara untuk menjamin kesesuaian secara global dari koefisien-koefisien yang dijelaskan di dalam bagian ini. Kesimpulan yang didapat adalah bahwa koefisien-koefisien tersebut dapat secara luas mencakup hampir semua kawasan dunia dengan rincian yang memadai, akan tetapi konsekuensinya adalah bahwa jenis-jenis vegetasi lainnya juga mungkin perlu untuk dipertimbangkan. Konsultasi publik tersebut membutuhkan masukan tambahan untuk meningkatkan definisi koefisien ini. Pertanyaan mengenai akses publik terhadap informasi spesifik dari analisis LUC sesuai perusahaan terkait 5

6 Pekebun wajib mengajukan laporan temuan dari analisis LUC kepada Sekretariat dalam waktu 60 hari kerja sejak mulai mengikuti proses tersebut. CTF membutuhkan masukan untuk pertanyaan berikut ini: Setelah disetujui RSPO, apakah ringkasan temuan dari Analisis LUC harus dipublikasikan atau tetap dijaga kerahasiaannya antara RSPO dengan anggota yang bersangkutan? Apakah alasannya? 8. Penghitungan tanggung jawab konservasi Catatan mengenai latar belakang historis dan alasan bagi klasifikasi yang digunakan di dalam matriks tanggung jawab Selain memberikan ganti rugi/kompensasi kepada masyarakat untuk kehilangan NKT 4, 5 dan 6, pekebun yang memegang kendali atas kawasan yang dibuka tanpa didahului kajian NKT pasca tahun 2005 juga diwajibkan untuk memberikan kontribusi tambahan bagi konservasi keanekaragaman hayati yang dilakukan di lokasi operasi atau di luar kawasan tersebut. Total tanggung jawab konservasi tergantung pada kapan pembukaan lahan tersebut dilakukan, siapa yang melakukannya, dan untuk tujuan apa, di mana ini akan dihitung menggunakan data dari analisis LUC. Tanggung jawab ini (disebutkan dalam jumlah hektar yang dicadangkan atau dikelola untuk melestarikan sumber daya hayati sebagai tujuan utamanya) dihitung menggunakan Tabel 2 berikut ini. RSPO menjalankan operasinya berdasarkan prinsip perbaikan terus-menerus terhadap standar lingkungan dan sosial dalam industri minyak kelapa sawit secara global dan bermaksud untuk memecah industri ini menjadi kita dan mereka. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, matriks tanggung jawab kompensasi ini dikembangkan sedemikian rupa untuk mencapai dua tujuan sekaligus, yaitu di satu sisi mencegah perusahaan sawit agar beralih ke buka dan bayar serta di sisi lainnya membantu para non-anggota RSPO untuk bergabung dengan organisasi ini dan mendapatkan sertifikat. Bagian berikut menjelaskan alasan pengklasifikasian utama dalam matriks tanggung jawab. Klasifikasi perusahaan Perusahaan yang memiliki unit produksi kelapa sawit diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok berdasarkan tingkat akuntabilitasnya terhadap komitmen sesuai dengan P&C RSPO. Tiga kelompok tersebut adalah: anggota RSPO yang memiliki unit pengelolaan bersertifikat; anggota RSPO yang memiliki unit pengelolaan bersertifikat; dan non-anggota RSPO 6

7 Anggota RSPO yang memiliki unit pengelolaan bersertifikat dianggap memiliki tingkat akuntabilitas paling tinggi dalam mematuhi P&C RSPO, dan kompensasi yang dibebankan kepada anggota tersebut disesuaikan dengan tingginya akuntabilitas tersebut. Adapun anggota RSPO yang memiliki unit pengelola bersertifikat diharapkan memahami P&C RSPO karena mereka melaksanakan P&C secara penuh, dan perusahaan non-anggota RSPO memiliki tingkat akuntabilitas paling rendah dan kemungkinan akan menerima informasi P&C RSPO lebih lambat daripada anggota. Waktu pembukaan lahan RSPO menyadari bahwa ada selisih waktu yang cukup besar dalam penyusunan standar RSPO dan NKT. Demikian juga halnya dengan perangkat yang digunakan serta pengetahuan dan kapasitas pemangku kepentingan yang juga berbeda-beda dalam melaksanakan konsep NKT. Dengan demikian, tanggung jawab dibagi ke dalam jangka waktu tertentu, dan akan terus meningkat seiring waktu. Jangka waktu yang ada dibagi menjadi sebagai berikut. Lahan yang dibuka antara bulan November tahun 2005 dan bulan November tahun 2007 Berdasarkan P&C RSPO, anggota produsen minyak kelapa sawit RSPO diwajibkan untuk menyelesaikan kajian NKT pada lahan yang mereka kuasai untuk penanaman baru yang dilakukan pada bulan November tahun 2005 dan setelahnya. Akan tetapi anggota RSPO masih mendapatkan kelonggaran untuk penanaman yang dilakukan antara akhir bulan November tahun 2005 dan akhir bulan November tahun Hal ini terutama dikarenakan periode uji coba awal di lapangan untuk P&C yang berlangsung hingga tahun 2007; panduan kajian NKT yang pada saat itu masih bersifat ala kadarnya; hampir adanya penilai (assessor) NKT yang memenuhi kualifikasi; persyaratan Interpretasi Nasional terhadap P&C yang baru selesai disusun; dan persoalan lainnya dalam komunikasi persyaratan pelaksanaan. Lahan yang dibuka pada waktu antara Desember 2007 dan 31 Desember 2009 P&C RSPO telah dilaksanakan secara sepenuhnya dan semua produsen minyak sawit anggota RSPO (khususnya yang memiliki unit pengelola bersertifikat) diharapkan untuk memahami dan mematuhi persyaratan, termasuk melaksanakan kajian NKT sebelum membuka lahan. Lahan yang dibuka antara 1 Januari 2010 dan 9 Mei 2014 Prosedur Penanaman Baru RSPO mulai diberlakukan tanggal 1 Januari Prosedur ini menekankan kembali dan mewajibkan semua anggota RSPO yang terlibat dalam produksi minyak kelapa sawit untuk menunjukkan bahwa pihaknya telah melaksanakan kajian dampak sosial dan lingkungan secara independen, menyeluruh dan partisipatif sebelum membuka lahan baru. Kajian yang mencakup identifikasi keberadaan hutan primer yang diperlukan untuk memelihara NKT, kawasan lahan gambut dan lahan milik masyarakat lokal tersebut harus diverifikasi oleh badan sertifikasi yang terakreditasi 7

8 RSPO. P&C 2013 hasil revisi menambahkan persyaratan bahwa pekebun anggota RSPO harus menunjukkan telah dilaksanakannya kajian NKT dan analisis LUC sebelum membuka lahan. Lahan yang dibuka pasca tanggal 9 Mei 2014 Dewan Gubernur RSPO menyetujui rekomendasi dari CTF pada bulan Mei 2014 untuk memulai pelaksanaan bertahap Prosedur Remediasi dan Kompensasi. Pembukaan lahan komersial dan non komersial RSPO menyadari bahwa lahan yang pada saat ini dimiliki oleh anggota RSPO mungkin dibuka oleh anggota yang bersangkutan untuk tujuan komersial. Oleh karena itu, tanggung jawab dalam pembukaan lahan yang didahului kajian NKT merupakan, dalam beberapa contoh, dipisahkan sebagai berikut. Pembukaan lahan untuk tujuan non komersial Pembukaan lahan yang dilakukan selain untuk tujuan komersial, termasuk untuk proyek pemerintah yang melibatkan pekerjaan umum atau fasilitas kepentingan publik, atau yang dilakukan oleh anggota masyarakat lokal dalam kapasitasnya sebagai perorangan untuk mendukung mata pencahariannya dan tanpa dukungan dana dari lembaga dan/atau organisasi apapun. Pembukaan lahan komersial Semua pembukaan lahan yang dilakukan untuk perkebunan atau fasilitas yang dibangun secara langsung dan eksklusif untuk mendukung perkebunan dan kegiatannya (sebagaimana ditunjukkan oleh rencana umum (masterplan) setempat dan/atau catatan resmi lainnya). Catatan mengenai alasan mekanisme penghitungan tanggung jawab dan hasil awal dari pelaksanaan bertahap (Mei 2014 Mei 2015) Mekanisme dan matriks yang digunakan dalam prosedur ini telah diuji menggunakan kumpulan data hasil pengungkapan/disklosur melalui implementasi bertahap. Data yang diterima hingga saat ini telah dianalisis dan didiskusikan oleh CTF dan dituangkan hasilnya dalam dokumen ini sebagai informasi publik dan untuk menjadi dasar bagi klasifikasi saat ini yang digunakan untuk menghitung nilai tanggung jawab dengan menggunakan matriks yang ditunjukkan pada bagian ini. Dewan Gubernur menyetujui pelaksanaan bertahap draf Prosedur Remediasi dan Kompensasi RSPO Terkait Pembukaan Lahan yang Tidak Didahului Kajian NKT dilaksanakan secara bertahap mulai bulan Mei 2014 hingga Mei Selama jangka waktu tersebut, semua anggota yang mengelola lahan untuk produksi minyak sawit diharuskan untuk: 8

9 Per Mei 2014: Jumlah anggota RSPO pada Mei 2014 yang memiliki lahan yang digunakan untuk produksi minyak sawit angka ini juga mencakup beberapa anggota yang terdaftar dalam kategori pekebun Per Agustus 2015: Jumlah pengungkapan/disklosur mengenai adanya kepatuhan (beberapa anggota telah membuat beberapa pengungkapan sekaligus berdasarkan operasi yang dijalankan di sejumlah negara. Jumlah anggota yang belum melakukan pengungkapan kepada RSPO 3 Jumlah laporan mengenai dilakukannya pembukaan lahan yang 105 didahului kajian NKT Jumlah laporan mengenai kepatuhan terhadap aturan RSPO, yaitu 60 pembukaan lahan tanpa didahului kajian NKT Jumlah anggota yang menyerahkan analisis LUC secara lengkap 21 Jumlah analisis LUC yang diajukan kepada dan ditinjau oleh RSPO 6 1. memperlihatkan semua contoh pembukaan lahan yang dilakukan tanpa didahului kajian NKT sejak November 2005; 2. melaksanakan analisis LUC bagi semua lahan yang mematuhi aturan RSPO; dan 3. menghitung tanggung jawab akhir untuk kompensasi dengan menggunakan matriks draf yang dipublikasikan. Pelaksanaan bertahap ini dirancang untuk dapat mengumpulkan informasi dan pengalaman tambahan agar semakin meningkatkan kualitas prosedur hasil finalisasi. Data yang dikumpulkan selama Pelaksanaan Bertahap Kemajuan Pengungkapan: Hingga saat ini pengungkapan menunjukkan bahwa hampir dua pertiga anggota yang memiliki lahan untuk memproduksi minyak sawit telah mengikuti P&C dan melaksanakan kajian NKT sebelum memulai pembukaan lahan sebagaimana disyaratkan. Sebanyak enam puluh anggota telah mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan pembukaan lahan sebelum kajian NKT dan tiga anggota belum mengungkapkan mengenai hal ini. Oleh karena itu, saat ini masih belum diketahui apakah anggota-anggota tersebut telah melakukan kepatuhan terkait pembukaan lahan. Untuk menekankan pentingnya pengungkapan ini, CTF memberikan rekomendasi kepada Dewan Gubernur untuk menangguhkan status anggota yang belum melakukan pengungkapan dalam tenggat waktu yang diberikan. Sebagai akibatnya, 15 anggota mengalami penangguhan yang akhirnya diikuti oleh pengungkapan oleh 13 anggota di antaranya. Skala perkiraan kepatuhan dan tanggung jawab 21 perusahaan yang telah menyerahkan LUCA lengkap: Sayangnya kemungkinan tingkat analisis yang ada saat ini masih terbatas karena hanya 35% anggota (21 dari 60) yang telah mengungkapkan kepatuhan terkait pembukaan lahan dan menyerahkan analisis LUC lengkap, di mana hanya enam di antaranya yang telah diperiksa oleh RSPO. Akan tetapi dari informasi yang dimiliki RSPO, sudah dapat dilakukan penarikan beberapa kesimpulan awal. Sejak Agustus 2015 dan dengan mempertimbangkan hanya analisis LUC yang telah diserahkan: Total luas lahan yang dibuka sejak bulan November tahun 2005 tanpa Ha didahului kajian NKT (Tanggung Jawab Kasar) Perkiraan Tanggung Jawab Akhir untuk Konservasi (Final Conservation Ha

10 Liability atau FCL) Alasan untuk Tanggung Jawab Akhir untuk Konservasi ( FCL ) FCL berbeda dari Tanggung Jawab Kasar (yang merupakan total luas kawasan yang dibuka tanpa didahului kajian NKT) karena cara penghitungan matriks tanggung jawabnya berbeda. Tanggung jawab mentah dikalikan dengan koefisien vegetasi 1; 0,7; 0,4; atau 0 agar dapat menggambarkan perkiraan kualitas vegetasi yang hilang. Adapun faktor tambahan yang ikut dipertimbangkan ketika menghitung FCL adalah waktu dilakukannya pembukaan lahan dan status RSPO perusahaan yang bersangkutan pada saat pembukaan itu dilakukan. Faktor-faktor ini digunakan sebagai indikator kemungkinan bahwa perusahaan pada saat itu menyadari bahwa dengan menyelesaikan kajian NKT sebelum pembukaan lahan, maka sebenarnya pihaknya sedang melanggar P&C RSPO saat dimulainya kegiatan pembangunan perkebunan. Faktor terakhir yang menentukan FCL adalah, apakah pembukaan lahan memiliki tujuan komersial atau non komersial. Faktor inilah yang digunakan untuk menunjukkan apakah perusahaan dapat dianggap bertanggung jawab secara langsung atas pembukaan lahan yang telah dilakukan atau. Sekilas dapat dilihat bahwa dari ha lahan yang dibuka tanpa didahului kajian NKT dihasilkan perkiraan akhir FCL sebesar ha atau sekitar 8% dari total luas lahan yang dibuka. Dengan mendasarkan pada analisis awal mengenai himpunan bagian dari data yang tersedia (yaitu analisis LUC yang diserahkan kepada RSPO), ternyata sebagian besar lahan memiliki koefisien vegetasi 0 (dengan perkiraan NKT rendah atau nol), atau dibuka pada periode paling awal, atau dibuka oleh perusahaan yang pada saat itu bukan merupakan anggota RSPO. Semua faktor tersebut mengarah pada rendahnya tingkat tanggung jawab akhir. Data Analisis LUC yang diajukan oleh 21 anggota: Jangka waktu ketika lahan dibuka Nov Nov 2007 Koefisien vegetasi Bukan anggota % total pembuka an lahan Hektar FCL Anggota % total pembuka an lahan Hektar FCL Anggota bersertifi kat Koef. 1,0 0 0% % 0 0 0% Koef. 0, % % 0 0 0% % total pembu kaan lahan Hektar FCL tersedia tersedia 10

11 Koef. 0,4 69 0% % 0 0 0% Koef. 0, % % 0 0 0% tersedia tersedia Des Des 2009 Koef. 1,0 0 0% % % 390 Koef. 0, % % 3.102, % Koef. 0, % % 2.00, % 112 Koef. 0, % % % 0 Jan 2010 Mei 2014 Koef. 1,0 0 0% % % 14 Koef. 0, % 2.722, % 3.676, % 1.006,6 Koef. 0, % 264, % 335, % 468,8 Koef. 0, % % % 0 Setelah Mei 2014 Koef. 1,0 0 0% 0 0 0% Koef. 0,7 0 0% 0 0 0% Koef. 0,4 0 0% 0 0 0% Koef. 0,0 0 0% 0 0 0% tersedi a tersedi a tersedi a tersedi a 0 0% 38 0% 0 0% 42 0% tersedia tersedia tersedia tersedia Kualitas habitat yang terkena pembukaan lahan Koefisien Vegetasi bulan November 2005: Jenis vegetasi Koefisien 1 Koefisien 0,7 Koefisien 0,4 Koefisien 0 Hektar lahan 692 Ha Ha Ha Ha yang dibuka % total lahan yang dibuka 0,32% 33,31% 4,03% 62,34% Berdasarkan analisis LUC yang sudah diajukan hingga saat ini, pada tahun 2005 sebagian besar lahan yang dibuka tanpa didahului kajian NKT (hampir dua pertiganya) masuk ke dalam kelas perkebunan pohon dan bukan pohon monokultur, digarap secara permanen, dibangun, atau berupa lahan terbuka/terdegradasi. Panduan dalam P&C mengarahkan anggota untuk melakukan ekspansi pada lahanlahan yang demikian. Berdasarkan proposal yang dijelaskan dalam dokumen ini, lahan-lahan tersebut diperkirakan hanya memiliki nilai keanekaragaman hayati yang sangat rendah atau bahkan memiliki sama sekali sehingga tanggung jawab kompensasi akhir untuk konservasi yang harus dihadapi anggota yang bersangkutan adalah nol. Akan tetapi lahan tersebut mungkin masih memiliki kewajiban remediasi dan nilai tanggung jawab sosial. 11

12 CTF menekankan agar anggota menggunakan temuan-temuan ini untuk menganggap bahwa kajian NKT perlu dilakukan terhadap habitat yang masuk ke dalam kategori vegetasi 0. Tanggung jawab nol ini hanya mengacu pada pembukaan lahan sebelum bulan Mei Pembukaan lahan pada waktu setelahnya (walaupun pada lahan yang memiliki koefisien nol) mengakibatkan munculnya tanggung jawab yang harus dihadapi perusahaan non-anggota RSPO. Sedangkan bagi anggota, hal demikian menyebabkan pencabutan status keanggotaan RSPO. Pembukaan lahan tanpa didahului Kajian NKT berdasarkan jangka waktu Periode ketika pembukaan lahan Setelah 2014 dilakukan Hektaran lahan Ha Ha Ha 81 Ha yang dibuka % total lahan yang dibuka 51% 31% 18% 0% Sebanyak 51% lahan dibuka pada periode yang dianggap sebagai periode uji coba pendekatan NKT baik oleh anggota maupun non-anggota RSPO. Sementara 14% lainnya dibuka sebelum tahun 2010 (ketika Prosedur Penanaman Baru diperkenalkan) oleh non-anggota RSPO. CTF berasumsi bahwa pada periode atau status keanggotaan tersebut, kemungkinan masih terdapat kepastian serta kurangnya kapasitas dan pengetahuan dalam pendekatan NKT. Oleh karena itu berdasarkan mekanisme yang diusulkan, 65% lahan yang dibuka dengan menyalahi aturan RSPO ini akan menghasilkan adanya tanggung jawab kompensasi akhir untuk konservasi. Akan tetapi lahan tersebut sebetulnya mungkin masih memiliki tanggung jawab remediasi dan sosial. Berapa banyak kepatuhan yang dilakukan oleh perusahaan anggota dan nonanggota RSPO: Status perusahaan pada saat pembukaan lahan Non-anggota Pada saat itu merupakan anggota Pada saat itu merupakan anggota bersertifikat Hektaran yang Ha Ha Ha dibuka % total lahan yang dibuka 36% 55% 9% Perusahaan yang bukan anggota RSPO melakukan 36% dari total pembukaan lahan yang menyalahi aturan RSPO. Berdasarkan usulan yang ada saat ini, hal tersebut menyebabkan tanggung jawab akhir yang minimal untuk kompensasi. Akan tetapi lahan tersebut mungkin masih memiliki tanggung jawab remediasi dan sosial. Berapa banyak lahan yang dibuka untuk tujuan bukan komersial? Sebanyak enam dari 21 analisis LUC yang diajukan melaporkan dilakukannya pembukaan lahan untuk tujuan bukan komersial yang mencakup kawasan seluas 12

13 kurang lebih ha. Berdasarkan matriks yang diusulkan, dalam beberapa kasus hal ini mengakibatkan tanggung jawab konservasi karena diasumsikan bahwa perambahan yang dilakukan oleh perorangan mungkin sulit untuk dikendalikan. Kesimpulan Berdasarkan data terbatas yang tersedia, dari 21 analisis LUC yang diajukan hingga saat ini, CTF untuk sementara menganggap mekanisme yang diusulkan sudah cukup kuat untuk dijalankan setelah Periode Implementasi Bertahap tanpa perlu direvisi. Pendapat ini akan ditinjau karena nantinya akan tersedia data lebih lanjut. Selain itu, CTF juga meninjau masukan/umpan balik mengenai matriks tanggung jawab yang diterima dari konsultasi publik. Oleh karena itu, CTF mengharapkan adanya masukan/umpan balik dari responden mengenai matriks dan kriteria yang digunakan untuk menghitung tanggung jawab akhir. 9. Opsi-opsi yang ada untuk memenuhi tanggung jawab konservasi Catatan mengenai skenario yang mungkin dilakukan dan penggabungan Opsi 1 dan 2 untuk memenuhi tanggung jawab konservasi dan sosial Selain remediasi, ada dua opsi yang dapat dilakukan untuk kompensasi yang dapat dilakukan oleh pekebun untuk memenuhi tanggung jawab konservasi ini. Keduanya disajikan dalam urutan prioritas dan dapat digunakan sekaligus satu sama lainnya untuk memenuhi tanggung jawab akhir konservasi (lihat Catatan Penjelasan). Ada tiga skenario kompensasi yang diberikan dalam dokumen ini untuk menyoroti kemungkinan untuk mengembangkan ketiganya dalam kondisi riil dengan menggunakan templat konsep proposal kompensasi (Lampiran 4 dokumen prosedur). Contoh dari ketiganya adalah kompensasi hasil konversi ke nilai uang di lokasi (contoh 1), kompensasi berbasis luasan di dalam unit pengelolaan (contoh 2) dan kompensasi berbasis luasan di luar kawasan pengelolaan (contoh 3). Dapat nya ketiga contoh ini diterapkan tergantung pada besaran kompensasi total yang harus diberikan oleh pekebun/perusahaan serta pilihan-pilihan yang tersedia bagi mereka. Namun demikian daftar ini lah lengkap dan mungkin masih ada calon opsi lainnya yang dapat diterapkan bagi pekebun/perusahaan sesuai dengan kondisi yang ada. Nama anggota RSPO Umpama Teladan Holdings Berhad Nomor Anggota RSPO Kategori keanggotaan Anggota biasa Tanggal bergabung dengan RSPO 31 Agustus 2008 Tanggal menjalani proses sertifikasi RSPO pertama kali* 21 April 2011 Jumlah total unit pengelolaan 2 13

14 bersertifikat* Kompensasi Remediasi dan Sosial Kompensasi remediasi dan sosial (per unit pengelolaan) Nama unit pengelolaan PT Turutan Lokasi (negara, provinsi dan Sumatera Barat, Sumatera, Indonesia kabupaten) Total luas unit pengelolaan (ha) Deskripsi dampak yang memerlukan remediasi (contoh: zona tepian sungai/riparian, lereng curam, kawasan yang dilarang berdasarkan hukum yang spesifik sesuai negara) Zona tepian sungai/riparian seluas 42 ha dibuka dan ditanami pada tahun Kawasan tersebut diberi bayangan pada peta 1 yang dimasukkan dalam Lampiran 1. Deskripsi kegiatan remediasi untuk mengatasi dampak SOP telah direvisi untuk menjamin bahwa di masa mendatang ada penanaman baru pada zona tepian sungai/riparian. Kawasan penyangga riparian telah ditentukan tata batasnya dengan jelas. Pembudidayaan sawit secara intensif pada zona riparian akan dihentikan ( akan ada lagi penggunaan pupuk dan herbisida). Spesies pohon asli yang dapat bertahan di zona riparian akan ditanam di sela-sela pohon sawit untuk memulihkan zona riparian kembali menjadi tutupan vegetasi alami. Deskripsi dampak potensial (dampak pada NKT 4, 5 & 6) Terdapat paling 3 desa yang berada di sekitar unit pengelolaan. Deskripsi mengenai kegiatan yang diusulkan untuk mengatasi dampak Wawancarai masyarakat di ketiga desa tersebut untuk mengkaji apakah ada dampak yang terjadi terkait hilangnya NKT sosial. Kembangkan rencana aksi melalui proses Persetujuan atas Informasi di Awal Tanpa Paksaan (FPIC) untuk mengatasi dan/atau memitigasi dampak yang ada. Bentuk badan sertifikasi untuk memverifikasi dampak terkait hilangnya NKT sosial pada audit tahap pertama. Kompensasi remediasi dan sosial (per unit pengelolaan) Nama unit pengelolaan Syarikat Contoh Berhad Lokasi (negara, provinsi dan Johor, Malaysia kabupaten) Total luas unit pengelolaan (ha) Deskripsi dampak yang memerlukan remediasi (contoh: zona tepian sungai/riparian, lereng curam, kawasan yang dilarang berdasarkan hukum yang spesifik sesuai negara) Pembukaan lahan dan penanaman pada tebing curam (>25) dengan luas 10 ha. Deskripsi kegiatan remediasi untuk mengatasi dampak Kawasan-kawasan yang ada akan dikelola menggunakan Praktik Pengelolaan Terbaik untuk mengurangi erosi. SOP akan direvisi untuk menjamin bahwa di masa yang akan datang ada lagi penanaman baru pada lahan dengan kemiringan >25. SOP akan mencakup pengawasan erosi. Pembudidayaan kelapa sawit secara intensif pada tebing curam akan dihentikan ( akan ada lagi penggunaan pupuk dan herbisida). Spesies pohon asli setempat akan ditanam di sela-sela pohon sawit untuk memulihkan lereng curam agar kembali menjadi tutupan bervegetasi alami. Deskripsi potensi dampak (dampak pada NKT 4, 5 & 6) 14

15 Tidak ada masyarakat di kawasan tersebut. Deskripsi kegiatan yang diusulkan untuk mengatasi dampak Tidak ada, karena ada masyarakat yang terdampak. *jika dapat dilakukan Kompensasi Konservasi Contoh 1 kompensasi Tanggung jawab yang dikompensasi per masing-masing unit pengelolaan Kompensasi berbasis luasan Tanggung jawab yang dikompensasi secara kolektif untuk dua atau lebih unit pengelolaan Kompensasi yang dikonversi ke nilai uang Ringkasan tanggung jawab akhir untuk kompensasi (per unit pengelolaan atau secara kolektif) Total besaran tanggung jawab kompensasi konservasi untuk kelompok unit pengelolaan adalah 725 ha. Penjelasan kegiatan & hasil kompensasi untuk konservasi yang diusulkan [maksimal 200 kata] Perusahaan memilih untuk menginvestasikan dana sejumlah US$ (US$ per ha) dalam program penglepasan orangutan yang dikelola oleh LSM [X] di Kalimantan, Indonesia. Pilihan ini adalah karena semua unit manajemen perusahaan dikelilingi oleh perkebunan dengan pohon kelapa sawit dewasa dan ada lagi hutan yang tersedia untuk dilaksanakannya proyek perlindungan atau pemulihan baru. Bagaimana hasil kompensasi dapat memenuhi kriteria kunci berikut: Tambahan [maks. 100 kata] Program penglepasan orangutan dipilih dari daftar proyek yang disetujui RSPO. Sasaran proyek ini adalah memberikan kontribusi terhadap konservasi orangutan dalam jangka panjang. Berlangsung dalam jangka panjang [maks. 100 kata] LSM yang telah berhasil menjalankan operasi dengan baik di Kalimantan selama lebih dari 20 tahun. Program penglepasan akan berjalan selama paling 25 tahun dan secara terusmenerus dipantau selama jangka waktu tersebut. Berkeadilan [maks. 100 kata] LSM tersebut terlibat mendorong terjadinya alih bagi manfaat yang berkeadilan melalui mekanisme alih bagi masyarakat. Mekanisme alih bagi manfaat ini dibentuk dan dikelola oleh komite bersama antara LSM dan masyarakat lokal. Mekanisme alih bagi manfaat ini diawasi dan dievaluasi secara independen oleh organisasi masyarakat yang terbiasa dengan situasi di lapangan. Berdasarkan pengetahuan [maks. 100 kata] Kajian independen untuk menunjukkan keterbatasan sumber daya program penglepasan dan pemantauan orangutan di kawasan tersebut. Penelitian yang telah dipublikasi menunjukkan bahwa kawasan yang terlibat tersebut menyediakan habitat yang cocok bagi orangutan. Organisasi mana yang akan mengelola/melaksanakan proyek remediasi & kompensasi ini? Remediasi akan dikelola dan dilaksanakan oleh unit keberlanjutan perusahaan. Proyek kompensasi akan dikelola dan dilaksanakan oleh LSM [X] di Kalimantan. 15

16 Tunjukkan jadwal pelaksanaan kegiatan a) remediasi dan b) kompensasi. Remediasi yang diusulkan untuk PT Turutan dan Syarikat Contoh Berhad akan diselesaikan dalam waktu 5 tahun terhitung sejak tahun Proyek kompensasi yang diusulkan akan dilaksanakan dan dipantau selama 25 tahun. Grover Sama Kontak yang dapat dihubungi di gsama@gmail.com organisasi Anda <alamat><no. telp.> Contoh 2 kompensasi Tanggung jawab yang dikompensasi per satuan unit pengelolaan Kompensasi berbasis luasan Tanggung jawab yang dikompensasi secara kolektif untuk dua atau lebih unit pengelolaan Kompensasi yang dikonversi ke nilai uang Ringkasan tanggung jawab akhir untuk kompensasi (per unit pengelolaan atau secara kolektif) Total besaran tanggung jawab kompensasi konservasi bagi kelompok unit pengelolaan adalah ha. Penjelasan kegiatan & hasil kompensasi konservasi yang diusulkan [maks. 200 kata] Perusahaan mengusulkan untuk memperluas kawasan NKT dari ha menjadi ha dengan memperluas secara efektif kawasan NKT perusahaan seluas ha sebagai tanggung jawab kompensasi perusahaan. Kawasan tambahan ditandai pada peta terlampir (peta 2). Pengelolaan dan pemantauan terhadap kawasan perluasan akan dimasukkan ke dalam rencana pengelolaan NKT yang telah ada. Bagaimana hasil kompensasi dapat memenuhi kriteria kunci berikut: Tambahan [maks. 100 kata] Kawasan kompensasi yang diusulkan merupakan perluasan baru dari kawasan NKT yang sudah ada dan sekarang sedang dilindungi. Kawasan ini sebelumnya masuk ke dalam zona yang dapat ditanami, tetapi di tempat tersebut belum dilakukan kegiatan penanaman serta kawasan tersebut sebagian besarnya terdiri dari hutan terdegradasi dan belukar tua. Akan dilakukan tindakan untuk memulihkan dan meningkatkan keanekaragaman hayati pada kawasan tersebut melalui kegiatan pemulihan hutan. Berlangsung dalam jangka panjang [maks. 100 kata] Kawasan ini berada dalam unit pengelolaan kami yang beroperasi berdasarkan sewa guna lahan tahun XX. Berkeadilan [maks. 100 kata] Sebagian besar tanggung jawab kompensasi berkaitan dengan hilangnya hutan dipterokarpa dataran rendah yang mirip dengan ekosistem yang ditemukan di lokasi yang diusulkan untuk menjadi kawasan konservasi dan pemulihan. Tidak ada masyarakat di kawasan tersebut. Berdasarkan pengetahuan [maks. 100 kata] Kajian NKT dan penelitian oleh Universitas X telah menunjukkan bahwa kawasan penyangga yang diusulkan untuk konservasi dan pemulihan berfungsi sebagai penyangga terhadap kawasan NKT yang ada. Organisasi mana yang akan mengelola/melaksanakan proyek remediasi & kompensasi ini? Komponen remediasi dan kompensasi akan dikelola dan dilaksanakan oleh unit keberlanjutan perusahaan kami. 16

17 Tunjukkan jadwal pelaksanaan kegiatan a) remediasi dan b) kegiatan kompensasi Remediasi yang diusulkan untuk PT Turutan dan Syarikat Contoh Berhad akan diselesaikan dalam waktu 5 tahun terhitung sejak Proyek kompensasi yang diusulkan akan melibatkan pemulihan aktif selama jangka waktu 5 tahun lebih dengan pemantauan selama 25 tahun. Bapak Grover Sama Kontak yang dapat dihubungi di gsama@gmail.com organisasi Anda <alamat><no. telp. > Contoh 3 kompensasi Tanggung jawab yang dikompensasi per satuan unit pengelolaan Kompensasi berbasis luasan Tanggung jawab yang dikompensasi secara kolektif untuk dua atau lebih unit pengelolaan Kompensasi yang dikonversi ke nilai uang Nama unit pengelolaan PT Turutan Lokasi (negara, provinsi dan Sumatera Barat, Sumatera, Indonesia kabupaten) Total luas unit pengelolaan (ha) Ringkasan tanggung jawab akhir untuk kompensasi (per unit pengelolaan atau secara kolektif) Tanggung jawab kompensasi akhir untuk konservasi (bersih) untuk unit pengelolaan ini adalah 435 ha. Penjelasan kegiatan & hasil kompensasi untuk konservasi yang diusulkan [maks. 200 kata] Perusahaan kami akan mendukung perlindungan zona penyangga dengan luasan sekitar 500 ha untuk Taman Nasional Tanjung Aru (peta 10 yang terletak bersebelahan dengan unit pengelolaan kami di Sumatera. Pendanaan akan disediakan untuk mendukung perlindungan kawasan tersebut secara aktif, termasuk: o o penyediaan tim survei dalam penentuan tata batas zona penyangga; dan mendukung tim patroli yang mengawasi zona penyangga yang berbatasan dengan Taman Nasional tersebut. Bagaimana hasil kompensasi dapat memenuhi kriteria kunci berikut: Tambahan [maks. 100 kata] Zona penyangga telah diusulkan dalam kerja sama dengan Taman Nasional Tanjung Aru, akan tetapi rencana ini hingga sekarang belum dilaksanakan karena kurangnya sumber daya. Dukungan yang diberikan oleh PT Turutan akan membantu dalam penetapan dan penandaan batas-batas baru taman nasional serta pembentukan patroli di lapangan dengan tujuan untuk melindungi keamanan kawasan perluasan. Berlangsung dalam jangka panjang [maks. 100 kata] Sekitar 361 ha zona penyangga pada saat ini diklasifikasikan sebagai Hutan Produksi (HP), sedangkan 139 ha lainnya sebagai Areal Penggunaan Lain (APL). Melalui dukungan ini Taman Nasional Tanjung Aru akan memasukkan zona penyangga ke dalam kawasan taman nasional. Berkeadilan [maks. 100 kata] Proses FPIC akan mulai dilaksanakan bersama masyarakat yang tinggal di sekitar 17

18 kawasan zona penyangga. Staf patroli yang akan direkrut dari masyarakat lokal. Berdasarkan pengetahuan [maks. 100 kata] Rencana pengelolaan Taman Nasional sejak tahun 2005 telah merekomendasikan perluasan taman untuk memasukkan sekitar 500 ha zona penyangga. Penelitian-penelitian yang ada mendukung didirikannya zona penyangga untuk membantu memelihara integritas zona inti Taman Nasional tersebut. Organisasi mana yang akan mengelola/melaksanakan proyek remediasi & kompensasi ini? Proyek akan dilaksanakan melalui komite gabungan antara pengelola Taman Nasional, PT Turutan, lembaga pemerintah, perwakilan masyarakat lokal dan LSM. Komite gabungan ini juga akan melaksanakan pengawasan dan pemantauan. Tunjukkan jadwal yang diusulkan untuk pelaksanaan kegiatan a) remediasi dan b) kompensasi. Perusahaan akan berinvestasi dalam proyek ini selama lebih dari 25 tahun. Kontak yang dapat dihubungi di Grover Sama organisasi Anda Catatan dan pertanyaan mengenai mekanisme untuk mengusulkan jumlah dalam Dolar AS/hektar untuk memenuhi tanggung jawab konservasi Opsi 2: Perusahaan memberikan pendanaan kepada pihak ketiga untuk proyek-proyek atau program yang mendukung pencapaian tujuan konservasi di luar kawasan yang dikelola perusahaan tersebut. Nilai keseluruhan pendanaan tersebut sama dengan tanggung akhir konservasi dalam jumlah hektar dikalikan dengan nilai Dolar Amerika Serikat (lih. Catatan Penjelasan). CTF memutuskan untuk memperbolehkan diambilnya opsi tersebut oleh anggota agar mengonversi semua atau sebagian FCL perusahaannya menjadi jumlah Dolar AS dengan tujuan memberikan keleluasaan yang maksimal untuk memberikan manfaat konservasi pada situasi di mana perusahaan dapat mengelola atau berinvestasi dalam proyek konservasi berbasis lahan secara langsung. Setelah keputusan dibuat di dalam prinsip, CTF perlu merumuskan cara untuk menghitung jumlah yang sesuai per hektarnya untuk mengonversi FCL menjadi jumlah uang dalam mata uang Dolar AS. Untuk melakukan penghitungan tersebut ada dua pilihan utama yang dipertimbangkan dan keduanya mendasarkan jumlah Dolar AS pada: 1. ukuran ganti rugi yang diturunkan dari lahan yang telah dikonversi menjadi tempat produksi kelapa sawit; atau 2. berdasarkan ukuran biaya pelaksanaan proyek konservasi yang sepadan dengan perkiraan hilangnya NKT karena pembukaan lahan. CTF melihat bahwa setiap pendekatan memiliki paduan manfaat dan kekurangan sekaligus sebagaimana digambarkan dalam tabel ringkasan berikut ini: 18

19 Alasan dipilih Kendala pendekatan Pendekatan berbasis ganti rugi Pendekatan ini akan memberikan nilai yang mencerminkan manfaat terhadap anggota yang telah membuka lahan dengan menyalahi aturan RSPO dan akan merepresentasikan hukuman/penalti yang dikenakan kepadanya. 1. Pendekatan ini sulit untuk menentukan nilai yang berkaitan dengan: rata-rata pada kawasan geografis; rata-rata selama satu periode rotasi; dan hasil panen dan laba yang berbeda. 2. Minimnya ketersediaan data dikarenakan kerahasiaan dalam menjalankan usaha. 3. Keragaman yang ekstrem, bahkan lebih dari 3 tahun yang dijadikan sampel. Hal ini biasanya disebabkan oleh fluktuasi harga minyak sawit mentah (CPO). Pendekatan berbasis biaya Pendekatan ini akan menghasilkan nilai yang mencerminkan biaya konservasi untuk menekankan peranan prosedur ini dalam mengganti NKT yang hilang. 1. Sebagian besar proyek yang ditinjau berjangka pendek dan kemungkinan besar dapat memenuhi kriteria yang ditetapkan CTF. 2. Proyek tersebut sering kali hanya memberikan biaya pelaksanaan langsung dan bukan biaya akuisisi lahan atau biaya pengelolaan dan Monitoring & Evaluasi (M&E) yang sedang berjalan. 3. Sedikitnya jumlah sampel yang ada jauhnya rentang biaya yang ditemukan. CTF menugaskan dilakukannya tinjauan independen terhadap data dari Asia Tenggara agar penghitungan ini dapat dilakukan, 3 di mana yang dikehendaki adalah rentang ganti rugi tahunan kelapa sawit per hektar untuk tahun 2009, 2010 dan 2011 sebesar mulai dari RM hingga RM (atau Dolar AS berdasarkan nilai tukar 1 Dolar AS = RM 3,05 pada November 2012). Ada satu tinjauan mengenai rentang proyek-proyek pemulihan yang sesuai dengannya yang memberikan kisaran biaya mulai dari RM 380 hingga RM ( Dolar AS berdasarkan nilai tukar 1 Dolar AS = RM 3,05 pada November 2012). Dilihat dari segi biaya pelaksanaannya saja, sifat proyek-proyek ini cenderung untuk berjangka pendek (sekitar 5 tahun) dan CTF menganggapnya mencerminkan biaya penuh yang akan dikaitkan dengan pelaksanaan proyek konservasi yang lebih lama dan mencakup pengelolaan dan pemantauan sebagaimana dipersyaratkan bagi kompensasi yang semestinya (lih. kriteria pada bagian 11). Selain itu, juga terjadi perdebatan di kalangan internal CTF sendiri mengenai kesenjangan antara skala tanggung jawab kompensasi keuangan yang sekali selesai/lunas terkait dengan penghitungan berbasis pendapatan (revenue-based) 3 yere.pdf 19

20 ketika pendapatan tersebut diharapkan untuk diperoleh selama masa beroperasinya perkebunan yang didirikan dengan cara yang menyalahi aturan RSPO. Melalui penyederhanaan kasar terhadap angka yang didapatkan dari tinjauan tersebut, diketahui bahwa untuk waktu rotasi perkebunan yang melebihi 25 tahun, maka harus diberikan ganti rugi sekitar Dolar AS untuk setiap hektar lahan yang dibuka dengan cara yang menyalahi aturan RSPO. Akan tetapi pemulihan selama 25 tahun juga memerlukan biaya sekitar Dolar AS per hektar lahan yang dibuka dengan menyalahi aturan RSPO. Walaupun dapat dengan mudah dikritik, kedua angka ini tersebut dapat menunjukkan perbedaan skala antara cara pandang yang melihat kompensasi sebagai pembayaran berbasis manfaat yang angkanya didapatkan dari pelanggaran aturan dengan cara pandang yang berdasarkan atas biaya untuk memperbaiki kesalahan karena telah melanggar aturan. Rekomendasi yang dihasilkan dari laporan yang ditugaskan RSPO adalah bahwa lah mungkin untuk menghasilkan suatu angka biaya pemulihan yang selalu dapat diterima dalam segala kondisi, khususnya jika turut mempertimbangkan perbedaan-perbedaan berskala nasional, sekalipun masih berada dalam satu kawasan seperti Asia Tenggara; apalagi jika mempertimbangkannya secara global. Oleh karena itu, yang dapat disimpulkan dari laporan ini adalah perlunya mempertimbangkan pendekatan lain yang mendefinisikan pendekatan per hektar dari penanaman dengan turut mempertimbangkan kurangnya data yang dapat diandalkan, fluktuasi harga komoditas, rentang dan perubahan seiring waktu, serta aspek geografis dalam produktivitas dan biaya, dsb. Akan tetapi pada diskusi selanjutnya di CTF, kami dapat mencapai kata sepakat mengenai opsi mana yang harus digunakan sebagai dasar penghitungan. Kedua pendekatan yang ada menimbulkan kesulitan terkait dengan ketersediaan data, variabilitas yang ekstrem dan apakah kasus-kasus yang dipilih telah mencerminkan persyaratan-persyaratan yang sesungguhnya dalam CTF. Selain itu di satu sisi, pendekatan berbasis pendapatan telah menuai kritik karena prosedur menjadi seperti denda atau hukuman yang sifatnya negatif; sementara melalui pendekatan berbasis biaya prosedur menjadi cara yang lebih positif untuk menghasilkan manfaat konservasi yang berpotensi dapat menggantikan apa yang mungkin telah hilang. Sementara di sisi lainnya, CTF dapat membuat keputusan mengenai biaya sesungguhnya yang diperlukan untuk melaksanakan proyek-proyek konservasi yang sebagaimana disebutkan dalam Bagian 11 dokumen prosedur. Selain itu, CTF juga dapat menyepakati pembayaran berbasis pendapatan yang sekali jadi/langsung lunas yang dapat mencerminkan manfaat pembukaan lahan untuk kelapa sawit yang sesungguhnya didapatkan anggota yang bersangkutan selama hampir seluruh waktu rotasi 25 tahun semua angka yang ditawarkan terlalu besar, sehingga dapat diterima para pekebun di dalam CTF. Akhirnya CTF menentukan konversi yang sifatnya hanya indikatif, dengan besaran hingga Dolar AS per hektar untuk FCL dalam bentuk pembayaran yang sekali selesai/lunas untuk proyek yang berjalan selama 25 tahun. Alasan 20

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO 14 th Sept 2015 Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta PREPARED BY: kompensasi Task Force Prosedur Remediasi and Kompensasi RSPO terkait Pembukaan Lahan

Lebih terperinci

Prosedur RSPO untuk Remediasi dan Kompensasi Terkait Pembukaan Lahan tanpa didahului Kajian NKT

Prosedur RSPO untuk Remediasi dan Kompensasi Terkait Pembukaan Lahan tanpa didahului Kajian NKT Prosedur RSPO untuk Remediasi dan Kompensasi Terkait Pembukaan Lahan tanpa didahului Kajian NKT Latar belakang - Konteks pengembangan dokumen ini Sesuai dengan Prinsip & Kriteria (selanjutnya dalam dokumen

Lebih terperinci

Prosedur Kompensasi RSPO Terkait dengan Pembukaan Lahan yang Dilakukan Tanpa Didahului oleh Identifikasi NKT

Prosedur Kompensasi RSPO Terkait dengan Pembukaan Lahan yang Dilakukan Tanpa Didahului oleh Identifikasi NKT Prosedur Kompensasi RSPO Terkait dengan Pembukaan Lahan yang Dilakukan Tanpa Didahului oleh Identifikasi NKT Dokumen final untuk konsultasi publik tanggal 1 Agustus 2013 1. Pendahuluan Standar Roundtable

Lebih terperinci

Prosedur Remediasi dan Kompensasi RSPO Terkait Pembukaan Lahan yang Tidak Didahului Kajian NKT

Prosedur Remediasi dan Kompensasi RSPO Terkait Pembukaan Lahan yang Tidak Didahului Kajian NKT Prosedur Remediasi dan Kompensasi RSPO Terkait Pembukaan Lahan yang Tidak Didahului Kajian NKT Catatan penjelasan konteks kepada penyusunan dokumen ini Sesuai dengan Prinsip dan Kriteria RSPO (RSPO P&C),

Lebih terperinci

Konsultasi Publik mengenai Prosedur RSPO untuk Remediasi & Kompensasi Rangkuman

Konsultasi Publik mengenai Prosedur RSPO untuk Remediasi & Kompensasi Rangkuman Konsultasi Publik mengenai Prosedur RSPO untuk Remediasi & Kompensasi Rangkuman 14 Sept. 2015 Sari Pan Pacific, Jakarta Rangkuman Laporan dipersiapkan oleh Daemeter Consulting Konsultasi Publik, Jakarta,

Lebih terperinci

PROSEDUR PENANAMAN BARU RSPO Panduan bagi Petani dalam Sertifikasi Kelompok RSPO untuk Produksi TBS. Agustus 2017 Versi 1

PROSEDUR PENANAMAN BARU RSPO Panduan bagi Petani dalam Sertifikasi Kelompok RSPO untuk Produksi TBS. Agustus 2017 Versi 1 PROSEDUR PENANAMAN BARU RSPO Panduan bagi Petani dalam Sertifikasi Kelompok RSPO untuk Produksi TBS Agustus 2017 Versi 1 1 Nama dokumen: Prosedur Penanaman Baru RSPO Panduan bagi Petani dalam Sertifikasi

Lebih terperinci

Pertanyaan Umum (FAQ):

Pertanyaan Umum (FAQ): Pertanyaan Umum (FAQ): Persyaratan dan Panduan Sistem Manajemen RSPO untuk Kelompok Produksi TBS (Versi AKHIR, Maret 2016) Untuk diperhatikan: dokumen FAQ ini akan diperbaharui secara berkala setelah menerima

Lebih terperinci

RSPO Outreach Program Jakarta, 20 th June 2014

RSPO Outreach Program Jakarta, 20 th June 2014 RSPO Outreach Program Jakarta, 20 th June 2014 Step 1. Disklosur Areal yang Dibuka tanpa Didahului Kajian NKT sejak November 2005 Perusahaan diwajibkan untuk mendisklosur segala pembukaan lahan yang tidak

Lebih terperinci

PROSEDUR PENANAMAN BARU RSPO

PROSEDUR PENANAMAN BARU RSPO RSPO NPP (NPP 2015) PROSEDUR PENANAMAN BARU RSPO Disahkan oleh Dewan Gubernur pada tanggal 20 November 2015 1 Nama dokumen: Prosedur Penanaman Baru RSPO Kode referensi dokumen: Cakupan geografis: Internasional

Lebih terperinci

SKEMA LISENSI PENILAI NKT: KEMAJUAN SELAMA DUA TAHUN

SKEMA LISENSI PENILAI NKT: KEMAJUAN SELAMA DUA TAHUN SKEMA LISENSI PENILAI NKT: KEMAJUAN SELAMA DUA TAHUN Skema Lisensi Penilai: HASIL-HASIL SELAMA DUA TAHUN Oktober 01 - Desember 01 Pengantar Skema Lisensi Penilai (ALS) NKT diluncurkan pada tanggal 31 Oktober

Lebih terperinci

Sorot warna hijau: Perubahan teks berdasarkan persyaratan-persyaratan baru yang ditambahkan RSPO.

Sorot warna hijau: Perubahan teks berdasarkan persyaratan-persyaratan baru yang ditambahkan RSPO. PROSEDUR RSPO UNTUK PENANAMAN BARU (NEW PLANTING PROCEDURE/NPP) DRAF UNTUK KONSULTASI Revisi Juli 2015 Versi 4.3 Untuk konsultasi publik KETERANGAN: Sorot warna kuning: Perubahan teks berdasarkan persyaratan-persyaratan

Lebih terperinci

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi ID Dokumen BAHASA INDONESIA Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi Kelompok Pakar Sejawat, Skema Lisensi Penilai (ALS) HCV Resource Network (HCVRN) Prosedur

Lebih terperinci

RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm

RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm 1. Penilaian Dampak Aktivitas Langkah Tindakan Rinci Catatan Melakukan penilaian dampak sosial dan lingkungan independen yang komprehensif

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru

Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru 1 November 2016 Judul Dokumen: Kode Dokumen: Lingkup: Jenis Dokumen: FAQ Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru

Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru RSPO secara khusus ingin mengucapkan terima kasih kepada: i. Para Anggota dari Kelompok Kerja Pengurangan Emisi RSPO ii. Perusahaan anggota RSPO yang ikut serta

Lebih terperinci

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial) UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

Update - Laporan Assurance KPMG Rencana Aksi Final

Update - Laporan Assurance KPMG Rencana Aksi Final Update - Laporan Assurance KPMG Rencana Aksi Final Rencana Aksi Kepatuhan Jumlah Rencana Aksi 3 Ketidaksesuaian 7 Peluang untuk Perbaikan 7 Peluang untuk Perbaikan 14 Peluang untuk Perbaikan Status Selesai

Lebih terperinci

Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL

Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL Rapat SAC ke-10 di Pangkalan Kerinci, Riau - Indonesia, 23-25 Mei 2017 ANGGOTA SAC TURUT

Lebih terperinci

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu

Lebih terperinci

Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja

Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja Kriteria, Indikator dan KPI Karet Alam Berkesinambungan 1. Referensi Kriteria, Indikator dan KPI SNR mengikuti sejumlah

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

Persyaratan dan Panduan Sistem Manajemen RSPO untuk Sertifikasi Kelompok dalam Produksi TBS

Persyaratan dan Panduan Sistem Manajemen RSPO untuk Sertifikasi Kelompok dalam Produksi TBS Persyaratan dan Panduan Sistem Manajemen RSPO untuk Sertifikasi Kelompok dalam Produksi TBS Disahkan oleh Dewan Gubernur tanggal 7 Maret 2016 Maret 2016 RSPO-GUI-T06-008 V1.0 IND Halaman 1 dari 64 Daftar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 1. Apakah TFCA Kalimantan? Tropical Forest Conservation Act (TFCA) merupakan program kerjasama antara Pemerintah Republik

Lebih terperinci

Rangkuman dari isu isu yang dijabarkan dalam laporan studi tersebut dalam kaitannya dengan komitmen kebijakan FCP APP adalah:

Rangkuman dari isu isu yang dijabarkan dalam laporan studi tersebut dalam kaitannya dengan komitmen kebijakan FCP APP adalah: Laporan Verifikasi Keluhan melalui Laporan yang dibuat oleh FPP, Scale UP & Walhi Jambi berjudul Pelajaran dari Konflik, Negosiasi dan Kesepakatan antara Masyarakat Senyerang dengan PT Wirakarya Sakti

Lebih terperinci

Final - disetujui pada Juli 2010

Final - disetujui pada Juli 2010 Final - disetujui pada Juli 2010 Disusun oleh: BIOCert Indonesia dan ProForest RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm KONTEN: Istilah dan Definisi... 3 PENDAHULUAN... 7 Cakupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN Di sela-sela pertemuan tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang ke-13 di Kuala Lumpur baru-baru ini,

Lebih terperinci

Silabus Kursus Pelatihan Penilai NKT

Silabus Kursus Pelatihan Penilai NKT Silabus Kursus Pelatihan Penilai NKT Panduan untuk Organisasi Pelatihan Pendahuluan Skema Lisensi Penilai (ALS) HCVRN (High Conservation Value Resource Network)disusun untuk meningkatkan kompetensi penilai

Lebih terperinci

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI OLEH DIREKTUR TANAMAN TAHUNAN HOTEL SANTIKA, JAKARTA 29 JULI 2011 1 KRONOLOGIS FAKTA HISTORIS Sejak 1960-an dikalangan masyarakat internasional mulai berkembang

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI Laporan ini berisi Kata Pengantar dan Ringkasan Eksekutif. Terjemahan lengkap laporan dalam Bahasa Indonesia akan diterbitkan pada waktunya. LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI Pendefinisian

Lebih terperinci

Silabus Kursus Pelatihan Penilai NKT

Silabus Kursus Pelatihan Penilai NKT ID Dokumen BAHASA INDONESIA Silabus Kursus Pelatihan Penilai NKT Panduan untuk Organisasi Pelatihan Pendahuluan Skema Lisensi Penilai (ALS) HCVRN (High Conservation Value Resource Network)disusun untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Forest Stewardship Council

Forest Stewardship Council Forest Stewardship Council Roadmap menuju diakhirinya dis-asosiasi dari APP DRAF 6 Disetujui dengan syarat pada tanggal 9 Februari 2017 Di bulan Oktober 2007, Forest Stewardship Council (FSC) melakukan

Lebih terperinci

Respon Pemantauan IFC ke. Audit CAO mengenai investasi IFC di

Respon Pemantauan IFC ke. Audit CAO mengenai investasi IFC di AUDIT PEMANTAUAN DAN LAPORAN PENUTUPAN CAO Audit IFC Kepatuhan CAO C-I-R6-Y08-F096 27 Maret 2013 Respon Pemantauan IFC ke Audit CAO mengenai investasi IFC di Wilmar Trading (IFC No. 20348) Delta Wilmar

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Pertanyaan yang Sering Diajukan PalmGHG Calculator

Pertanyaan yang Sering Diajukan PalmGHG Calculator Pertanyaan yang Sering Diajukan PalmGHG Calculator Versi 3.0.1 19 Mei 2017 RSPO-REF-T04-008 V1.0 IND Judul Dokumen: Kode Dokumen: Ruang linkup: Jenis Dokumen: FAQ tentang PalmGHG Calculator RSPO-REF-T04-008

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline. Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan)

Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline. Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan) Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan) 13 Agustus 2015 Pengantar Bumitama Agri Ltd. adalah kelompok perusahaan perkebunan kelapa sawit Indonesia

Lebih terperinci

SUSTAINABILITY STANDARD OPERATING PROCEDURE. Prosedur Penyelesaian Keluhan

SUSTAINABILITY STANDARD OPERATING PROCEDURE. Prosedur Penyelesaian Keluhan No. Dokumen ID : AGRO-SFM-002-PR Tanggal Terbit Sebelumnya : N/A Halaman : 1 dari 11 1.0 LATAR BELAKANG Grup APRIL ("APRIL") telah mengumumkan Kebijakan APRIL Grup dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

Lebih terperinci

sumber pembangunan ekonomi dan sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai pemelihara lingkungan global.

sumber pembangunan ekonomi dan sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai pemelihara lingkungan global. BAB V KESIMPULAN Greenpeace sebagai organisasi internasional non pemerintah yang bergerak pada bidang konservasi lingkungan hidup telah berdiri sejak tahun 1971. Organisasi internasional non pemerintah

Lebih terperinci

Pedoman bagi Manajer Kelompok Versi 2.4, 09 Desember 2015

Pedoman bagi Manajer Kelompok Versi 2.4, 09 Desember 2015 PEDOMAN RSPO BAGI PETANI MANDIRI DALAM MENGELOLA Nilai Konservasi Tinggi (NKT) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG TELAH BERDIRI (Kriteria 5.2) Pedoman bagi Manajer Kelompok Versi 2.4, 09 Desember 2015 RSPO-GUI-T06-007

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF Halaman: 1 dari 7 MAPPING (PM) ATAU Dibuat Oleh Direview Oleh Disahkan Oleh 1 Halaman: 2 dari 7 Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh 2 Halaman: 3 dari 7 Daftar Isi 1. Tujuan... 4

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2014 T E N T A N G PENGELOLAAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI DALAM USAHA PERKEBUNAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2014 T E N T A N G

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2014 T E N T A N G GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2014 T E N T A N G PENGELOLAAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI DALAM USAHA PERKEBUNAN DI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Sustainability Policy

Sustainability Policy Sustainability Policy Progress Report 4 Dec 2014-31 Mar 2015 Komitmen Kelestarian Kebijakan Kelestarian Musim Mas Membawa manfaat bagi masyarakat sekitar. Laporan Triwulan terhadap Perkembangan Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan untuk menekan laju deforestasi di Indonesia dengan

Lebih terperinci

Persyaratan ISPO Untuk Bahan Baku Energi Terbarukan (Bioenergi)

Persyaratan ISPO Untuk Bahan Baku Energi Terbarukan (Bioenergi) 1 Persyaratan ISPO Untuk Bahan Baku Energi Terbarukan (Bioenergi) DR. ROSEDIANA SUHARTO SEKRETARIAT KOMISI ISPO Workshop Skema ISPO (P&C) untuk Minyak Sawit (CPO) sebagai Bahan Baku Energi Terbarukan (Bioenergy)

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

Prosedur dan Daftar Periksa Evaluasi Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi

Prosedur dan Daftar Periksa Evaluasi Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi ID Dokumen BAHASA INDONESIA Prosedur dan Daftar Periksa Evaluasi Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi HCV Resource Network (HCVRN), Skema Lisensi Penilai, Panel Mutu 1 Prosedur dan daftar periksa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Golden Agri Resources Memprakarsai Keterlibatan Industri untuk Konservasi Hutan

Golden Agri Resources Memprakarsai Keterlibatan Industri untuk Konservasi Hutan Untuk diterbitkan segera Siaran Pers Golden Agri Resources Memprakarsai Keterlibatan Industri untuk Konservasi Hutan Jakarta, Singapura, 9 Februari 2011 Golden Agri Resources Limited (GAR) dan anakanak

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.209, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Ekosistem gambut. Perlindungan. Pengelolaan.(Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN BERBAGAI JENIS PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC) NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan Indonesia

Lebih terperinci

Disusun oleh: BIOCert Indonesia dan ProForest. RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm

Disusun oleh: BIOCert Indonesia dan ProForest. RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm Disusun oleh: BIOCert Indonesia dan ProForest RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm KONTEN: Istilah dan Definisi... 5 PENDAHULUAN... 11 Lingkup dokumen ini... 11 Dokumen Acuan...

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah di Indonesia sejak adanya otonomi daerah harus terintegrasi antar berbagai sektor. Pembangunan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT MINERAL LOGAM, MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN BURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Komitmen APP dalam Roadmap menuju kepatuhan terhadap Kebijakan Asosiasi FSC (Policy for Association / PfA)

Komitmen APP dalam Roadmap menuju kepatuhan terhadap Kebijakan Asosiasi FSC (Policy for Association / PfA) Komitmen APP dalam Roadmap menuju kepatuhan terhadap Kebijakan Asosiasi FSC (Policy for Association / PfA) 6 March 2016 1. APP akan meningkatkan kegiatan pengelolaan hutannya untuk memenuhi standard FSC

Lebih terperinci

(APP) (5 2013) RENCANA EVALUASI TANGGAL DIKELUARKAN:

(APP) (5 2013) RENCANA EVALUASI TANGGAL DIKELUARKAN: Evaluasi Independen terhadap Perkembangan Pemenuhan Komitmen Asia Pulp and Paper (APP) sesuai Kebijakan Konservasi Hutan (Forest Conservation Policy/FCP) Perusahaan (5 Februari 2013) RENCANA EVALUASI TANGGAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG TIM TERPADU DALAM RANGKA PENELITIAN PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen Lampiran 1 Verifikasi Kelayakan Hutan Rakyat Kampung Calobak Berdasarkan Skema II PHBML-LEI Jalur C NO. INDIKATOR FAKTA LAPANGAN NILAI (Skala Intensitas) KELESTARIAN FUNGSI PRODUKSI 1. Kelestarian Sumberdaya

Lebih terperinci

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) Menimbang berbagai faktor utama yang menghambat pengelolaan hutan lindung secara efektif, maka pengelolaan hutan

Lebih terperinci

Inisiatif Accountability Framework

Inisiatif Accountability Framework Inisiatif Accountability Framework Menyampaikan komitmen rantai pasokan yang etis Pengantar untuk periode konsultasi publik 10 Oktober 11 Desember, 2017 Selamat Datang! Terimakasih untuk perhatian anda

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BESAR, Menimbang : Mengingat: a. bahwa keanekaragaman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka Konservasi Rawa, Pengembangan Rawa,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa dalam rangka Konservasi Rawa,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

DAFTAR ISI. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE PROSES Acara Cepat KLRCA Bagian II SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI Bagian III PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

Lebih terperinci

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM.

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM. PERATURAN BUPATI KABUPATEN SIKKA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.209, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Ekosistem gambut. Perlindungan. Pengelolaan.(Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. No.377, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional 1 2 5 6 Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan

Lebih terperinci

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 GAMBARAN SEKILAS Praktek-Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBANGUN DASAR KERANGKA PENGAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA Apa» Kemitraan dengan Ratah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci