TESIS KOMBINASI TEKNIK MULLIGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TESIS KOMBINASI TEKNIK MULLIGAN"

Transkripsi

1 TESIS KOMBINASI TEKNIK MULLIGAN DAN FASILITASI VASTUS MEDIALIS OBLIQUUS LEBIH EFEKTIF MENINGKATKAN AKTIVITAS FUNGSIONAL DARIPADA APLIKASI KINESIO TAPING PADA PENDERITA SINDROMA NYERI PATELLOFEMORAL ATIKA YULIANTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA 2013

2 TESIS KOMBINASI TEKNIK MULLIGAN DAN FASILITASI VASTUS MEDIALIS OBLIQUUS LEBIH EFEKTIF MENINGKATKAN AKTIVITAS FUNGSIONAL DARIPADA APLIKASI KINESIO TAPING PADA PENDERITA SINDROMA NYERI PATELLOFEMORAL ATIKA YULIANTI NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA KONSENTRASI FISIOTERAPI UNIVERSITAS UDAYANA 2013 i

3 KOMBINASI TEKNIK MULLIGAN DAN FASILITASI VASTUS MEDIALIS OBLIQUUS LEBIH EFEKTIF MENINGKATKAN AKTIVITAS FUNGSIONAL DARIPADA APLIKASI KINESIO TAPING PADA PENDERITA SINDROMA NYERI PATELLOFEMORAL Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga Fisioterapi Program Pascasarjana Universitas Udayana ATIKA YULIANTI NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA FISIOTERAPI PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 ii

4 Lembar Persetujuan Pembimbing TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL.. Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ketut Tirtayasa,MS,AIF Sugijanto, Dipl.PT, M.Fis NIP NIDN Mengetahui Ketua Program Studi Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc.Sp.And NIP iii

5 Usulan Penelitian Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 2 Oktober 2013 Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No 1815/UN.14.4/HK/2013 Tanggal 25 september 2013 Panitia Penguji Usulan Penelitian Tesis adalah : Ketua : Prof. DR. dr. J. Alex Pangkahila, M. Sc, Sp. And Anggota : 1. Prof. dr. Ketut Tirtayasa,MS,AIF 2. Sugijanto, Dipl.PT, M.Fis 3. Prof.Dr.dr..Alex Pangkahila,Sc.Sp.And.AIFO 4. Dr.Ir.I.Ketut Wijaya,M.Erg 5. Prof.Dr.dr..Adiputra, M.OH iv

6 v

7 UCAPAN TERIMA KASIH Pertama tama perkenankan penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT, karna hanya atas izin dan karunia-nya, tesis ini dapat di selesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF selaku pembimbing pertama dan Bapak Sugijanto, Dipl. PT, M. Fis selaku pembimbing kedua yang penuh perhatian, telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis menyusun tersis hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini tahap demi tahap. Ucapan yang sama ditujukan kepada Bapak Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD, KHOM, Direktur Program Pascasarjana Univeritas Udayana Prof. Dr. dr.a.a. Raka Sudewi, SpS(K) dan Ketua Program Studi Pascasarjana Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M. Sc, Sp.And atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih yang sama ditujukan kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Malang DR.Muhadjir Efendi M.AP, Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Tri Lestari Handayani Sp.Mat, dan teman teman sejawat dilingkungan fikes khususnya prodi S1 fisioterapi yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis selama proses studi hingga penelitian ini berakhir. Ucapan yang sama juga di tujukan kepada kepada Direktur Rumah Sakit Islam Gondang legi Malang dr Husnul Muttaqin dan Direktur Matahari Homecare Yoyok Bekti Prasetyo M.Kep, Sp.Kom yang telah memberi ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Rumah sakit dan pasien home visit Matahari Homecare dan tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada para pasien penelitian yang telah ikut berparisipasi dalam penelitian ini dan meluangkan waktu dengan teratur dalam kegiatan penelitian ini sampai dengan selesai. Dan tidak lupa juga Penulis sampaikan banyak ucapan terima kasih serta peluk sayang kepada Kedua Orang tua tercinta Bapak Muhammad Yusuf Dan Ibu Sukaeni Tercinta, dengan penuh harapan dan kasih sayang memberikan semangat baik moril maupun materil agar penulis mampu menyelesaikan studi ini sampai akhir serta Adinda Bevira Agusnistari, vi

8 Adinda Cheny Yunita Sari, Adinda Della Retno Maryuni, Bang Adi, Keponakanku tersayang Kheisya, Om Tamrin serta calon suamiku tersayang Gotha Aditya yang selalu menyemangati, memberikan dorongan, menghibur disaat hampir menyerah, menyeka air mata, serta selalu menemani selama studi dan penelitian ini berakhir. Penulis sadar bahwa isi dari tulisan ini masih jauh dari kata sempurna sehingga bila terdapat kesalahan kesalahan dalam penulisan dan lain- lain, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan sehingga tulisan ini menjadi lebih baik. Sebagai penutup penulis sampaikan semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia kependidikan terutama bidang fisiologi olahraga konsentrasi Fisioterapi. Denpasar, Oktober 2013 Penulis, Atika Yulianti vii

9 ABSTRAK KOMBINASI TEKNIK MULLIGAN DAN FASILITASI VASTUS MEDIALIS OBLIQUUS LEBIH EFEKTIF MENINGKATKAN AKTIVITAS FUNGSIONAL DARIPADA APLIKASI KINESIO TAPING PADA SINDROMA NYERI SENDI PATELLOFEMORAL Sindroma nyeri sendi patellofemoral merupakan nyeri lutut yang sering dikeluhkan pada usia dewasa muda yang sedang produktif, sindroma ini ditandai dengan nyeri yang dirasakan disekitar tempurung lutut, dan diperparah pada aktivitas jongkok berdiri, naik turun tangga, dan perubahan posisi lutut setelah posisi diam yang lama (berdiri setelah duduk lama). Hal ini disebabkan karena adanya kelemahan pada otot otot paha khususnya vastus medialis obliquus. Penguatan kembali otot otot paha yang lemah khususnya penguatan pada otot vastus medialis obliquss merupakan penanganan yang tepat untuk meningkatkan aktivitas fungsional pada sindroma ini. Jenis penelitian ini adalah Eksperiment dengan randomized pre and post test group design. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus dengan aplikasi kinesio taping terhadap peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah. Dalam penelitian ini 11 responden diberikan kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus selama 5 minggu dengan frekuensi latihan 3 kali seminggu, dan 11 responden diberikan aplikasi kinesio taping selama 5 minggu dengan pengaplikasian 3 hari sekali diganti dengan yang baru. Masing masing perlakuan diukur dengan Lower Extremity Fungtional Scale sebelum dan sesudah 5 minggu. Hasil analisis statistic parametrik dengan Paired Sampel t-test menyebutkan ada pengaruh antara kombinasi teknik mulligan dengan fasilitasi vastus medialis obliquus dan aplikasi kinesio taping terhadap peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah dengan nilai p < 0,05. Uji beda dengan Independent Sample t-test dengan hasil ada perbedaan yang signifikan antara kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus dengan aplikasi kinesio taping dengan nilai p < 0,05. Simpulan pada penelitian ini bahwa kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus 3 kali seminggu selama 5 minggu efektif meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada penderita sindroma nyeri sendi patellofemoral dibanding aplikasi kinesio taping dengan pengaplikasian 3 hari dan diganti dengan yang baru selama 5 minggu. Kata Kunci : teknik mulligan, fasilitasi vastus medialis obliquus, kinesio taping, patellofemoral viii

10 ABSTRACT COMBINING OF MULLIGAN TECHNIQUE AND FACILITATE OF VASTUS MEDIALIS OBLIQUE MOST EFFECTIVE THAN APLICATION OF KINESIO TAPING TO INCREASE FUNCTIONAL ACTIVITY OF PATELLOFEMORAL PAIN SYNDROME Patellofemoral pain syndrome is complained of knee pain by young adults who are productive oftenly, syndrome characterized by pain that is felt around the kneecap, and aggravated the activity squat and stand, up and down stairs, and change the position of the knee after a long standstill ( stand up after sitting for a long time). This is due to the weakness of the thigh muscles especially vastus medialis obliquus. Reinforcement of weak muscle in particular strengthening of the vastus medialis oblique an appropriate treatment to increase the functional activity of the syndrome. The study was a randomized experiment with pre and post-test group design. This study aimed to compare the combining of mulligan techniques and facilitate of vastus medialis obliquus with application of kinesio taping to increase the functional activity of the lower extremities. In this study, 11 respondents were given a combination of mulligan techniques and facilitation of vastus medialis oblique for 5 weeks with a frequency of exercise 3 times a week, and 11 respondents provided application of kinesio taping for 5 weeks with 3 days and replaced with a new taping. Each treatment was measured by the Lower Extremity Fungtional Scale before and after 5 weeks. Statistical analysis parametric paired sample t-test results is the influence of a combining of mulligan techniques and facilitate of vastus medialis oblique and application of kinesio taping to increase the functional activity of the lower extremities with p<0.05. Test of different with the independent sample t-test with a result there are significant difference between the combining of techniques mulligan and facilitation of vastus medialis obliquus with application of kinesio taping values with p <0.05. Conclusions in this study that a combining of mulligan techniques and facilitation of vastus medialis obliquus, 3 times a week for 5 weeks effectively to increase the functional activity of the lower extremities of patients with patellofemoral pain syndrome compared to application of kinesio taping for 5 weeks with 3 days in a single use. Keywords: mulligan techniques, facilitation of vastus medialis oblique, kinesio taping, patellofemoral ix

11 DAFTAR ISI SAMPUL DALAM HALAMAN PRASYARAT GELAR... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING LEMBAR PENETAPAN PENGUJI. SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT. UCAPAN TERIMA KASIH. ABSTRAK ABSTRAC DAFTAR ISI. DAFTAR GAMBAR.... DAFTAR TABEL. DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian. BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Anatomi dan Biomekanika Anatomi Sendi Patelofemoral Biomekanik Sendi Patelofemoral Rantai Kinetik Patellofemoral Join Kekuatan dan Gaya Vector Quadricep Q Angel Quadricep 2.2 Patellofemoral Pain Syndrome Tanda dan Gejala Etiologi Patofisiologi Pemeriksaan Khusus PFPS Faktor Resiko Teknik Mulligan Dasar Mobilisasi Sendi Prinsip Mulligan s Mobilization Peripheral Mobilization with Movement Efek Mekanik dan Neurologis. 2.4 Kinesio Taping Definisi Efek kinesio Taping a. Pengarug Fisiologis b. Pengaruh Neuromuskular.. c. Pengaruh Biomekanik d. Aplikasi Dasar Kinesio Taping. e. Teknik khusus penggunaan kinesio taping... f. Tujuan Aplikasi Kinesio Taping Aplikasi Kinesio taping pada sindroma nyeri sendi x Halaman i ii iii iv v vii viii ix x xi xii xiii xiv

12 patellofemoral 2.5 Teknik aktivasi vastus medialis obliquus Mekanisme Kontraksi Otot 2.6 Lower Extremity Fungtional Scale Petunjuk Penilaian Intepretasi Penilaian Intruksi.. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS Kerangka Berfikir Kerangka Konsep Hipotesis. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Sampel Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Kriteria Drop out Besar Sampel Teknik Pengambilan Sampel. 4.4 Variabel Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen 4.5 Definisi Operasional. 4.6 Tempat dan waktu penelitian Tempat Penelitian Waktu Penelitian 4.7 Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Tahap Persiapan Penelitian Awal Tahap Pemilihan dan Penentuan Sampel Tahap Pelaksanaan Penelitian 4.9 Alur Penelitian 4.10 Analisis Data BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. 5.1 Data Numerik Karakteristik Subjek Penelitian. 5.2 Data Kategorik Karakteristik Subjek Penelitian 5.3 Uji Prasyarat Analisis (Normalitas) Uji Hipotesis Uji Hipotesis Uji Hipotesis II Uji Hipotesa III Uji Kompatibilitas sebelum Perlakuan Uji Komparasi Hasil Pengukuran Sesudah Perlakuan... BAB VI PEMBAHASAN Karakteristin sampel Penanganan Kombinasi Teknik Mulligan dan Fasilitasi Vastus medialis xi

13 Efektif meningkatan Aktivitas Fungsional Ekstremitas Bawah Aplikasi Kinesio taping Dapat Meningkatkan Aktivitas Fungsional Ekstremitas Bawah 6.4 Beda Pengaruh Antara Kombinasi Teknik Mulligan Dengan Aktivasi Vastus medialis Dengan Aplikasi Kinesio taping Pada Peningkatan Aktivitas Fungsional Ekstremitas Bawah.. BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 7.2 Saran.. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

14 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 2.1 Tabel Mekanoreseptor Sendi 5.1 Tabel Data Numerik Karakteristik Subjek Penelitian Tabel Data Kategorik Karakteristik Subjek Penelitian 5.3 Tabel Uji Normalitas Tabel Uji Hipotesa I dan II Tabel Uji Kompatibilitas Sebelum perlakuan. 5.6 Uji Beda Sebelum dan Sesudah 2 Kelompok xiii

15 DAFTAR GRAFIK Grafik Halaman 6.2. GrafikPenanganan Kombinasi Teknik Mulligan dan Fasilitasi Vastus medialis Efektif meningkatan Aktivitas Fungsional Ekstremitas Bawah 6.3.GrafikAplikasi Kinesio taping Dapat Meningkatkan Aktivitas Fungsional Beda Pengaruh Antara Kombinasi Teknik Mulligan Dengan Aktivasi Vastus medialis Dengan Aplikasi Kinesio taping Pada Peningkatan Aktivitas Fungsional Ekstremitas Bawah xiv

16 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar Otot Quadricep Gambar Diagram Kekuatan Vector Quadricep Patellar 2.3 Gambar Perbedaan q-angle quadricep pada pria dan wanita Gambaran anatomi Patellofemoral Pain Syndrom 3.1 Bagan Kerangka Konsep. 4.1 Bagan Rancangan Penelitian 4.11 Skema Alur Penelitian. Halaman xv

17 Lampiran DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Deskripsi Numerik Karakteristik Subjek Penelitian.. 2. Deskripsi Kategorik Karakteristik Subjek Penelitian Klompok Deskripsi Kategorik Karakteristik Subjek Penelitian Klompok Uji Normalitas Uji beda paired sample t-test kelompok Uji Beda Paired Sampel t-test Kelompok Uji Kompatibilitas Independent t-test Sebelum Perlakuan 8. Uji Beda Rerata paired t-test sebelum dan sedudah kedua kelompok perlakuan 9. Uji Komparasi t-independen sesudah kedua kelompok 10. Pemeriksaan Khusus Sindroma Nyeri Patellofemoral Fasilitasi Vastus medialis obliquus Teknik Mulligan. 13. Aplikasi Kinesio taping Rekapitulasi Data Responden Inform Consern Lower Extremitas fungtional Scale 17. Dokumentasi Penelitian xvi

18 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini permasalahan kesehatan menjadi sorotan utama, terlebih pada mereka yang membutuhkan kondisi tubuh yang baik untuk menjalankan aktivitas sehari hari, namun kondisi anggota tubuh yang bermasalah membuat aktivitas yang dilakukan terhambat bahkan terhenti. Lutut manusia telah menjadi topik yang menarik dari segi anatomi dan klinis selama lebih dari 150 tahun (Fourie, 2006). Keluhan nyeri pada lutut merupakan keluhan terbesar kedua yang sering dikeluhkan di dunia medis, dan penderita merupakan kalangan usia dewasa muda. Persentasi klinis ditandai dengan adanya nyeri disekitar patela terutama pada pergerakan sendi patellofemoral seperti membungkuk, naik turun tangga, berlutut, ketika berolahraga dan nyeri yang didapat setelah selesai melakukan gerakan/kegiatan (berjalan, melompat, bersepeda), gejala-gejala ini menyebabkan terjadinya disabiliti fungtional. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan pada gejala klinis adanya nyeri pada anterior lutut, dan bukan karena penyebab lain (tendinopahty, Osgood schlatter, peripatellar bursitis, intraartikular patogis, osteoarthritis). Seringnya pengobatan konservatif (non bedah) dianggap sebagai pilihan pertama dalam penanganan sindroma ini, dan pendekatan yang banyak disarankan adalah dengan pendekatan pasif yaitu dengan beristirahat, menunggu, dan lihat hasilnya (Linsschoten, 2012). Sindroma nyeri patellofemoral adalah diagnosa deskriptif yang ditandai dengan rasa nyeri jangka panjang yang dirasakan di bagian anterior lutut. Rasa sakit yang dirasakan berubah ubah atau tidak tetap tergantung dari jenis dan tingkat aktivitas yang dilakukan. Beberapa nama sudah ditetapkan untuk menentukan nama dari penyakit ini, antara lain nyeri lutut anterior kronis, nyeri 1

19 2 lutut anterior idiopatik, patellalgia, malaligment patellofemoral, sindroma kompresi patela, dan chondromalacia patella (Naslund, 2006). Sindroma nyeri patellofemoral atau yang sering disebut sindroma lutut pelari (runner s knee), adalah nyeri lutut yang paling sering terjadi dari semua penyebab nyeri lutut yang dialami kebanyakan orang, sindroma ini ditandai dengan adanya nyeri yang dirasakan disekitar tempurung lutut. Hampir semua orang pernah mengalaminya, terutama pelari, pengendara sepeda, pejalan kaki, pekerja kantoran khususnya yang sebagian besar aktivitasnya dalam keadaan duduk, dan juga sering terjadi pada remaja. Hampir 40% sindroma ini diderita oleh para pengendara sepeda motor yang setiap tahunnya mengeluh nyeri disekitar anterior lututnya, namun korban sindroma ini yang paling banyak adalah para pelari jarak jauh (Ingraham, 2012). Sindroma nyeri patellofemoral sering disebutkan dikarenakan pergerakan sendi patellofemoral yang overuse selama melakukan kegiatan dan adanya malaligment (posisi sendi/tulang yang patologis). Nyeri yang berasal dari sendi patellofemoral dan pengurangan atau perubahan aktivitas fisik dari sendi patellofemoral mengakibatkan penurunan kekuatan ekstensor lutut terutama selama kontraksi eksentrik dengan bukti adanya gangguan selektif pada otot quadriceps femoris, terutama pada sudut tertentu. Rekomendasi yang disarankan saat ini adalah latihan yang diberikan pada otot vastus medialis obliquus dan latihan fungsional pada ekstremitas bawah termasuk pemberian edukasi juga sangat ditekankan pada program penanganan (Biedert, 2004). Sindroma nyeri patellofemoral merupakan gangguan lutut yang lazimnya dialami di kalangan remaja dan dewasa muda. Gejala yang paling sering dikeluhkan yaitu peripatellar difus dan retropatellar nyeri local, biasanya sakit diprofokasi dengan aktivitas naik turun tangga dan jongkok. Etiologi dari Sindroma nyeri patellofemoral terdiri dari banyak faktor, dari banyak teori

20 3 yang dikemukakan terdiri dari biomekanik, otot, overactivity dan dari kesemuanya itu cukup berpotensi menyebabkan maltracking atau ke luar dari alurnya (troklea femoralis), yang mengakibatkan timbulnya nyeri dan penurunan fungsional (Lowri et al, 2008). Sebuah tinjauan literatur menghasilkan beberapa percobaan mengenai pengobatan sindroma nyeri patellofemoral. Meskipun kurangnya bukti, penguatan quadriceps paling sering direkomendasikan sebagai pengobatan utama karena peran signifikan otot-otot ini berperan selama pergerakan patella, otot quadricep termasuk vastus medialis obliquus, vastus intermedius, vastus lateralis, dan rektus femoris. Pengobatan metode konservatif berfokus pada penguatan quadricep, dengan penekanan pada vastus medialis obliquus. Penguatan pada otot vastus medialis obliquus adalah dianggap paling utama, karena kelemahan pada otot ini memungkinkan patela untuk bergeser terlalu jauh ke arah lateral, hal ini yang meningkatkan terjadinya gesekan terus menerus pada sendi patellofemoral dan artikular kartilago dan pada akhirnya menimbulkan iritasi yang disebabkan karena stress pada kedua area tersebut. Sayangnya, vastus medialis obliquus adalah otot yang sulit untuk diisolasi. Meskipun modifikasi penelitian jelas menunjukkan hasil yang signifikan dalam fasilitasi vastus medialis obliquus di antara individuindividu yang didiagnosa sindroma nyeri patellofemoral, rekomendasi bertentangan telah dibuat mengenai metode lain yang lebih optimal untuk memperkuat vastus medialis obliquus (O Sullivan, et al. 2005). Beberapa hasil studi menunjukkan tingginya tingkat bukti dalam hal penguatan vastus medialis obliquus, yang pertama oleh Sacket et al. (2002), menyimpulkan bahwa fasilitasi vastus medialis obliquus lebih selektif dapat diperoleh pada aktivitas jongkok berdiri, lutut menekuk pada 60 derajat. Penelitian yang dilakukan oleh Tang et al. (2001) melaporkan pergerakan ekstensi knee dan ekstensi knee dengan rotasi medial tibia menjadi metode yang paling efektif

21 4 untuk mengaktifkan vastus medialis obliquus, dan dari beberapa penelitian membuktikan. Aplikasi pada latihan rantai kinetic terbuka (open kinetic chain) yaitu dengan rotasi medial tibia memproduksi fasilitasi yang optimal vastus medialis obliquus. Penderita sindroma nyeri patellofemoral mengalami ketidakstabilan pada otot vastus medial obliquus. Inbalance pada otot ini dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot dan penurunan aktivitas fungsional. Manifestasi nyeri pada anterior lutut ini diperburuk dengan kegiatan seperti jongkok dan naik turun tangga. Taping pada patella telah lama digunakan untuk mengobati keluhan nyeri pada lutut, tetapi belum ada penelitian lebih lanjut yang membuktikan kebenaran ilmiahnya. Beberapa studi telah membuktikan keberhasilan dari teknik ini untuk kasus cedera akut, penanganan aktivitas fungsional, adaptasi nyeri propioseptik, pasca cedera fungsi neurologis, dan ketidak stabilan otot. Belum ada penelitian selanjutnya untuk membuktikan kinesio taping pada efektifitas penurunan nyeri jangka panjang, fleksibilitas jaringan lunak dan fungsional aktivitas pada penderita sindroma nyeri sendi patellofemoral (Salsich et al. 2002). Sindroma nyeri sendi patellofemoral merupakan salah satu keluhan yang paling sering dialami kalangan wanita. Tercatat insiden sindroma nyeri sendi patellofemoral ini dialami 25 % pada remaja dan orang dewasa. Nyeri sendi patellofemoral ini disebabkan oleh berbagai proses patofisiologis. Adanya spasme dari jaringan lunak di sekitar sendi lutut dan ketidakseimbangan otot paha depan sering digambarkan sebagai faktor timbulnya nyeri pada sendi patelofemoral. Ketidakseimbangan antara otot vastus medialis obliquus dengan otot vastus lateralis dapat mengubah dinamika dari sendi patellofemoral. Ketidakseimbangan ini menyebabkan bergesernya patella ke lateral dikarenkan pergerakan otot vastus lateralis selama ekstensi lutut. Secara klinis, rehabilitasi untuk pasien dengan sindroma nyeri sendi patellofemoral sering dilakukan penguatan otot vastus medialis obliquus dengan tujuan untuk menstabilisasi otot

22 5 patella secara aktif ke arah medial di dalam troklea femur dan prosedur penanganan patella ke posisi yang normal ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan misalnya seperti terapi latihan, taping, dan bracing (Hains & Hains, 2010). Penelitian yang telah dilakukan oleh Power et al (2000) menunjukkan bahwa revious atlet (atau pasien) dengan sindrom nyeri patellofemoral menampilkan onset tertunda vastus medialis obliquus bila dibandingkan dengan vastus lateralis. Hal ini dianggap patologis dikarenakan vastus medialis obliquus seharusnya melawan gerakan ke arah lateral dari gaya otot vastus lateralis (Sacket et al. 2000). Oleh karena itu, ahli fisioterapi olahraga akan mencoba untuk mengembalikan keseimbangan dengan menekankan fasilitasi vastus medialis obliquus Pendekatan fisioterapi yang dilakukan merupakan latihan dalam upaya untuk memaksimalkan aktivitas vastus medialis obliquus. Penelitian yang dilakukan Peng et al. (2012) menunjukkan bahwa co-kontraksi adductors pinggul dan ekstensor lutut dapat menimbulkan fasilitasi yang lebih besar pada vastus medialis obliquus lewat latihan fasilitasi otot. Metode kinesio taping diaplikasikan pada otot untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan, mengendurkan otot yang spasme, dan untuk mensupport otot-otot ketika bergerak secara 24 jam per harinya. Kinesio taping adalah jenis perekat non-restriktif yang memungkinkan untuk tetap bergerak maximal. Berbeda dengan taping (kovensional) untuk para atlet olahraga direkatkan di sekitar sendi untuk stabilisasi dan support selama acara olahraga dengan menghalangi aliran cairan tubuh sebagai efek samping yang diinginkan (Kase et al. 2003). Taping pada patella sekarang ini dipercaya sebagai pilihan pengobatan yang tepat untuk pasien dengan sindroma nyeri sendi patellofemoral dan instabil pada patella. Taping pada patella ini di desain khusus untuk mengatasi abnormalisasi posisi pada patella (Pergeseran, perputaran, penekanan) dan

23 6 untuk menjaga agar patella tetap berada ditempat yang benar (di dalam troklea femoralis) selama pergerakan lutut maksimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan efek dari kombinasi teknik mulligan dan latihan fasilitasi vastus medialis obliquus lebih efektif meningkatkan aktivitas fungsional daripada aplikasi kinesio taping pada penderita sindroma nyeri patellofemoral. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus dapat meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawahpada sindroma nyeri patellofemoral? 2. Apakah aplikasi kinesio taping dapat meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada syndroma nyeri petellofemoral? 3. Apakah kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus lebih efektif meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah daripada aplikasi kinesio taping pada kasus sindroma nyeri patellofemoral? 1.3 Tujuan Penelitian a. Mengetahui efek dari kombinasi teknik mulligan fasilitasi otot vastus medialis obliquus dalam meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada sindroma nyeri patellofemoral

24 7 b. Mengetahui efek aplikasi kinesio taping dalam memingkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada penderita sindroma nyeri patellofemoral. c. Mengetahui perbedaan antara kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus dengan aplikasi kinesio taping dalam meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada sindroma nyeri patellofemoral 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut : a. Akademisi Memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan tentang kombinasi teknik mulligan pada latihan fasilitasi vastus medialis dan aplikasi kinesio taping untuk peningkatan aktivitas fungsional pada penderita sindroma nyeri patellofemoral. Dan sebagai acuan dan referensi untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam. b. Praktisi Sebagai acuan dalam dalam penanganan fisioterapi dengan menggunakan kombinasi teknik mulligan pada latihan fasilitasi vastus medialis dan aplikasi kinesio taping pada penderita sindroma nyeri patellofemoral agar dapat memilih penanganan yang tepat dan benar

25 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Sindroma nyeri patellofemoral merupakan keluhan keluhan nyeri lutut yang komplek, maka dari itu akan dikupas satu persatu mulai dari antomi biomekanikanya sampai pada penangan fisioterapinya. 2.1 Anatomi dan Biomekanika Anatomi sendi patelofemoral Patela merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia, fungsinya antara lain untuk meningkatkan efisiensi fleksi dan untuk melindungi sendi tibiofemoral. Kombinasi dari tendon quadriceps, lateral retinakulum, medial retinakulum, dan tendon patella membantu menstabilkan patella, karena patella tidak sepenuhnya ada dalam alurnya selama 0-30 derajat di fleksi pertama. Melihat dari letaknya, posisi tulang patela itu melayang dan melekat insersi tendon quadriceps dan tendon patela. Serta berada di jalur trochlea femur. Dimana tulang patela harus bergerak pada jalur tersebut untuk menghindari pergesekan atau kontak langsung antar tulang patela dan femur yang dapat mempengaruhi dari ketidakseimbangan posisi dari tulang patella (Waryaszet & Macdermot, 2008). Sendi patellofemoral terdiri dari patela dan troklea femoralis. Patela berperan sebagai tuas dan juga meningkatkan pergerakan sendi patellofemoral, otot quadriceps, dan tendon patella. Bertemunya patela dengan femur dimulai pada 20 derajat fleksi dan pergerakan fleksi selanjutnya sampai pada fleksi maksimum di 90 derajat. Sendi Patellofemoral merupakan stabilisator yang dinamis dan statis, sendi ini mengandalikan pergerakan patella dan troklea, jalur pergerakan patella dapat berubah 9

26 10 dikarenakan adanya ketidakseimbangan dari kekuatan stabilisasi antara permukaan sendi patellofemoral, patella, tendon quadriceps, dan jaringan lunak di sekitarnya. Beban pada patella berkisar antara sepertiga sampai satu setengah dari berat badan pada saat berjalan, tiga kali dari berat badan pada saat naik turun tangga, dan tujuh kali dari berat badan ketika jongkok (Jhun, 1999) Gambar 2.1 Otot Quadricep Femoris Sumber : Dixit et al. (2007) Otot quadriceps terdiri dari empat otot, yaitu otot rectus femoris, vastus medialis obliquus, vastus lateralis, dan vastus intermedius. tulang patella memiliki stabilisator yang terdiri dari otot vastus medialis obliquus sebagai stabilisator dinamis sisi medial, vastus lateralis obliquus, dan vastus lateralis longus sebagai stabilisator dinamis sisi lateral. otototot tersebut sebagai stabilisator dinamis dikarenakan mereka berinsersi di retinacullum tulang patella (hafez, et al. 2012). ligamen patella melekat pada tuberculum tibialis.

27 Biomekanika sendi patelofemoral Biomekanika gerak dari sendi patelofemoral itu mengikuti gerak normal dari sendi lutut yaitu gerak fleksi dan ekstensi. Pada sendi patellofemoral, gerakan kearah fleksi penuh akan menyebabkan patella slide ke arah kaudal sekitar 7 cm di atas condylus femur dan patella masuk ke dalam sulcus intercondylaris. Dari extensi penuh ke 90 derajat fleksi, facet medial dan lateral femur masih bersendi dengan patella, sedangkan di atas 90 derajat fleksi, patella akan berotasi ke arah external sehingga hanya facet medial femur yang bersendi dengan patella. Sebaliknya gerakan ke arah extensi penuh akan menyebabkan patella slide ke arah kranial (kembali ke posisinya semula). Untuk mengetahui besar maksimum dari gaya reaksi sendi, gaya otot dan gaya ligamen pada sendi tibiofemoral selama siklus berjalan maka digunakan analisis dinamik (Jhun, 1999) Rantai kinetic sendi patellofemoral Rantai kinetic ditujukan untuk melihat kinerja otot pada angota gerak bawah, yang memungkinkan untuk memberikan kekuatan, stabilisasi anggota gerak bawah, dan memberikan tekanan berkelanjutan mulai dari bagian distal pada akhir rantai kinetic. Pada sendi lutut komponen rantai kinetik yang terjadi pada gerak fungsi yaitu gerak fleksi dan ekstensi. Berdasarkan hal tersebut biomekanika dari sendi lutut dibagi menjadi dua komponen rantai kinetic, yaitu open kinetic chain (OKC) dan closed kinetic chain (CKC). Open kinetic chain (OKC) merupakan suatu gerakan yang mentitik beratkan pada satu sendi saja, digerakkan oleh satu atau kelompok otot, melawan gravitasi bumi, dan tidak bertumpu pada tubuh. Sedangkan closed kinetic chain (CKC) merupakan suatu gerakan yang menggunakan lebih dari satu sendi yang bergerak dengan bertumpu pada berat tubuh untuk memberikan pembebanan pada lebih dari satu kelompok otot yang bekerja

28 12 dalam waktu yang sama baik agonis maupun antagonis. Berdasarkan konsep rantai kinetic tersebut akan mempengaruhi gerak sendi patellofemoral, sendi patellofemoral bertugas untuk mengatur gerak dari sendi lutut, yaitu untuk membantu gerak dari fleksi ke ekstensi dan sebagai lengan ayun yang menarik kinerja otot quadriceps pada posisi fleksi 20 o -60 o. Saat gerakan OKC hanya ada kinerja dari otot quadriceps dan meningkatkan tekanan pada sendi patellofemoral. Karena titik gravitasi ada di depan sendi lutut dan jika dilakukan pada posisi 90 derajat fleksi ke ekstensi akan meningkatkan tekanan antara patela dengan trochlea. (Nobre 2012 ; Power et al.,, 2010) Kekuatan dan gaya vector quadricep Kekuatan vector quadriceps meliputi kekuatan dari orientasi serabut otot vastus lateralis, vastus intermedius, rektus femoris, dan vastus medialis. Vastus lateralis terdiri dari dua komponen yaitu vastus lateralis longus dan vastus lateralis obliquus. Vastus medialis juga terdiri dari 2 komponen kekuatan vektor yaitu vastus medialis lateralis dan vastus medialis obliquus. Dalam bidang koronal, sudut vector quadricep dibuat oleh vastus lateralis obliquus di 35 derajat dan 14 derajat pada vastus lateralis longus, 0 derajat pada vastus lateralis dan rektus femoris, di medial 47 derajat pada vastus medialis obliquus dan 15 derajat pada vastus medialis longus. Secara keseluruhan kekuatan quadricep memiliki tarik posterior sagital untuk menjaga patella dalam artikulasi yang tepat di alur troklearis (Waryaszet & Macdermott 2008).

29 13 Gambar 2.2 Diagram Kekuatan Vector Quadricep Patellar Sumber : Waryaszet & Macdermott 2008 Pada sendi lutut ketika gerakan ekstensi, posisi patella berada di trochlea, sedangkan pada saat fleksi patella bergeser ke arah postero lateral. Pergerakan patella terjadi dikarenakan adanya kontraksi dari quadriceps dan gaya vector resultan yang terjadi di tendon patella yang menggeser dan menekan patella ke arah posterolateral (Amis, 2007) Q angle quadriceps Sudut q pada quadriceps dibentuk oleh garis yang ditarik dari titik asis (anterior superior iliac spine) ke titik medial patella kemudian ditarik garis ke titik tuberositas tibia. Normalnya sudut q-angle untuk pria adalah 14 derajat dan 17 derajat pada wanita. Wanita memiliki sudut q-angle lebih besar dikarenakan anatomi panggul wanita lebih lebar daripada pria,. Sudut ini telah disefinisikan oleh Hungerford dan Barry sebagai sudut lancip yang dibentuk oleh vector dari gabungan tarikan otot quadriceps femoris dan

30 14 tendon patela. Secara teoritis, semakin tinggi nilai sudut q-angle, maka membuktikan semakin besar pula tarikan pada otot quadriceps femoris kearah lateral dan menjadi factor terjadinya maltracking patella pada alurnya yang mempotensi terjadinya gangguan pada sindroma nyeri patellofemoral, chondromalacia patellae, dan subluxasi patella lateralis berulang. Permasalahan stabilitas pada patella dipengaruhi oleh kontraksi dari quadriceps femoris. Sudut q-angle yang lebih besar mengakibatkan maltracking pada patella, dan mengakibatkan patella tidak bergeser didepan sendi lutut sebagaimana mestinya. Dalam waktu yang lama ma tracking pada patella ini menyebabkan microtrauma pada tulang rawan di bagian belakang patella dan mengakibatkan rasa sakit yang dikenal sebagi nyeri lutut anterior, nyeri sendi patellofemoral atau chondromalacia patella (Waryaszet * McDermott, 2008 ; Sra, et a ) Gambar 2.3 Perbedaan q-angle quadricep pada pria dan wanita Sumber : Patellofemoral Pain Syndrom Sindroma nyeri sendi patellofemoral dapat didefinisikan sebagai nyeri retropatellar atau peripatellar dikarenakan perubahan fisik dan biokimia pada sendi patellofemoral. Ini yang

31 15 membedakan dengan chondromalacia, di mana pada dasarnya keluhan dan kerusakan ada pada tulan rawan patella. Pasien dengan sindroma nyeri patellofemoral mengalami nyeri pada daerah lutut anterior yang biasanya nyeri timbul ketika sedang beraktivitas dan semakin parah ketika aktivitas turun tangga (Jhun 1999). Gambar 2.4 Gambaran anatomi Patellofemoral Pain Syndrom Sumber : Tanda dan gejala sindroma nyeri sendi patellofemoral Gejala yang ditimbulkan dari penderita patellofemoral pain adalah nyeri di bawah atau di sekitar tempurung lutut. Nyeri bertambah pada saat sedang beraktivitas atau berdiri setelah duduk pada waktu yang lama. Nyeri dapat terjadi pada satu lutut atau ke duanya. Menurut Jhun (1999) pula, pasien dengan sindroma nyeri patellofemoral menggambarkan rasa nyerinya di bagian lutut terutama di bagian lutut depan. Penderita menggambarkan rasa sakit bertambah ketika aktivitas naik tangga terutama saat turun tangga, duduk lama, jongkok dan berlutut, sebagian besar menggambarkan rasa nyeri,

32 16 tetapi sensasi bisa berubah menjadi nyeri yang tajam bahkan dapat digambarkan seperti nyeri terbakar. Secara palpasi didapatkan kelunakan di area tempurung, pembengkakan terjadi setelah melakukan aktivitas, kadang kadang terdapat suara krepitasi bila sendi lutut digerakkan, sudut q-angel lebih besar dari 18 sampai 20 derajat, spasme otot termasuk, hamstring, quadriceps (terutama vastus lateralis), illiotibial band dan bila sakit sudah berlanjut didapatkan atrofi di sepanjang otot paha depan (Bolgla, et.al, 2011) Etiologi Berdasarkan paparan yang sudah dijelaskan, sindroma nyeri patellofemoral merupakan gangguan fungsi dari patela yang mengalami maltracking dari tempatnya (trochlea femoralis), dan di antara penyebabnya antara lain : a. Kelemahan otot quadricep Femoris b. Ketidak seimbangan kerja otot quadriceps femoris c. Spasme pada jaringan lunak sendi lutut (otot) d. Kelemahan otot otot pada sendi panggul e. Perubahan bentuk kaki/kinematik kaki f. Oceruse dan overload g. Problematika biomekanika sendi lutut h. Penurunan fungsi otot (pes planus, pes cavus, q-angle,) i. Distrofi otot vastus medialis obliquus (Bolgla et al ; Juhn, 1999 ; Jensen, 2008) Patofisiologi sindroma nyeri patellofemoral Faktor-faktor yang mungkin berkontribusi pada sindroma nyeri patellofemoral disebabkan tidak normalnya posisi patela. hal tersebut ditemukan adanya kelemahan otot

33 17 paha depan (quadriceps), ketidakseimbangan otot paha depan (quadriceps), kekakuan jaringan lunak yang berlebihan, sudut paha depan meningkat (Q-angle), kelemahan otot penopang sendi pinggul, dan perubahan kinematika kaki Pemeriksaan Khusus Sindroma nyeri patellofemoral a. Vastus Medialis Coordination Test Tes koordinasi vastus medial merupakan koordinasi yang dilakukan dan ditafsirkan seperti yang dijelaskan oleh Souza & Hyde (1997). Posisi pasien berbaring terlentang, dan posisi terapis berada di dekat lutut pasien, pasien diminta untuk meluruskan lututnya perlahan tanpa ada penekanan dan penarikaan dari hip. Pasien diinstruksikan untuk melakukan ekstensi penuh. Tes itu dianggap positif ketika terlihat jelas pasien tidak bisa melakukkan ekstensi hip secara penuh, yaitu ketika pasien kesulitan meluruskan lututnya dan terlihant pasien melakukan fleksor pinggut. Tes dinyatakan positif karena ters diatas menjadi indicator dari disfungsi dari vastus medialis obliquus yang dapat menyebabkan sindroma nyeri patellofemoral. b. Patellar Apreheshion Test Patellar apreheshion tes, juga disebut sebagai tes koordinasi Fairbanks, aplikasi tes dilakukan dengan posisi pasien berbaring terlentang dan relaks (Reider, 1999). Pemeriksaan ini menggunakan satu tangan untuk mendorong patela pasien ke arah lateral, dimaksud untuk mendapatkan pergeseran patella kearah lateral. Dimulai dengan lutut di fleksikan di 30 derajat, tangan terapis yang satunya memegang tumit dan dengan pelan mendorong, fleksi gabungan di lutut dan pinggul (Reider, 1999;. Malanga, et al, 2003). Pergeseran arah patella ke lateral dipertahan sepanjang

34 18 pengujian. Tes dianggap positif ketika direproduksi pasien nyeri atau ketika adanya rasa takut dari pasien. kekhawatiran tersebut dapat memanifestasikan dirinya dalam berbagai cara, mulai dari ekspresi verbal kecemasan yang memanivestasi pasien membuat lututnya untuk mengkontraksikan otot paha depan (menjadi tidak nyaman karena mencegah fleksi lutut untuk bergerak lebih lanjut) (Reider, 1999; Malanga, et al ). c. Eccentric step test Untuk eccentric step test, pasien mengenakan celana pendek dan melakukan pengujian tanpa menggunakan alas kaki. Siapkan stool atau bangku yang memiliki tinggi 50% dari panjang tibia Selfe et al, (2001). Bangku yang digunakan berbahan kayu, dan lapisan non-slip (karet) pada bagian atas kayu untuk mencegah pasien tergelincir saat melakukan tes. Berikan aba aba pada pasien: berdiri di banggu, letakkan tangan di pinggul, dan mundur dari bangku secara perlahan-lahan dan lakukan semampu yang bisa dilakukan. Pasien diminta untuk menjaga tetap meletakkan tangganya di pinggu mereka selama latihan. Setelah setiap pasien dilakukan tes dengan satu kaki, prosedur itu diulang dengan menggunakan kaki yang lain. Pasien tidak diperbolehkan untuk istirahat selama tes. Tes ini adalah dianggap positif ketika pasien melaporkan nyeri lutut selama tes dilakukan Faktor resiko a. Pasien yang memiliki tempurung lutut kecil b. Spasme Jaringan lunak (otot) disekitar lutut c. Kekakuan sendi disekitar lutut d. Pasien dengan kelemahan otot paha depan

35 19 e. Atlet yang melakukan banyak lari jarak jauh dan medan tanjakan f. Pasien yang memiliki dislokasi lutut sebelumnya g. Wanita muda pekerja yang memiliki perkerjaan statis yang lama (contoh ; sekretaris yang duduk/berdiri lama) 2.2 Teknik Mulligan Konsep Brian Mulligan (1999) tentang mobilization with movement (MWM) adalah kelanjutan alami dari evolusi manual terapi dari dasar-dasar latihan perbaikan dan latihan aktif dari praktisi diterapkan gerakan fisiologis pasif dan ke teknik aksesori mobilisasi pasif. Mobilisasi dengan gerakan fisiologis aktif dan atau pasif. Pasif akhir - range overpressure sekarang dapat diterapkan tanpa rasa sakit sebagai penghalang. Teknik ini dikembangkan oleh Mulligan (1999) di Selandia Baru lewat perannya sebagai instruktur klinis untuk assosiasi terapi manipulasi lulusan program diploma di Selandia Baru, dan lebih dari 40 tahun di praktek klinik pribadi. Pertama kali digunakan pada cervical, Mobilisasi dengan gerak ini dengan cepatnya menemukan treatment untuk terapi disfungsi sendi perifer dan telah mengalami perbaikan klinis dan pengembangan ke seluruh area tulang belakang dan kebanyakan pada sendi di ekstremitas. Teknik Mulligan (1999) ini berlaku ketika : a. Tidak terdapat kontra indikasi untuk manual terapi b. Lengkapnya pemeriksaan klinis yang menunjukan patologi pada mekanik musculoskeletal c. Adanya analisis spesifik biomekanik yang menunjukan hilangnya mobilitas lokal atau didapat rasa nyeri terkait dengan fungsi. Tidak ada rasa sakit yang ditimbulkan selama dan setelah aplikasi dilakukan. Nyeri disini dijadikan suatu panduan. Keberhasilan dari tehnik ini ditandai dengan tidak ditemukannya rasa

36 20 nyeri selama praktisi melakukan teknik dalam menggerakkan dan meningkatkan fungsi. Setelah fungsi sendi kembali, program selanjutnya adalah pemulihan kekuatan otot, daya tahan, dan pengembangan neuro control motor. Patokan mulligan adalah mengendalikan dari posisi yang salah untuk dijadikan konsep, satu per satu mekanisme penelusuran gerak dan fungsi sendi dirotasikan dengan mempertimbangkan respon neurofisiologisnya (Mulligan, 1999) Dasar dasar mobilisasi sendi Konsep Mulligan menggunakan mobilisasi sendi berupa teknik oscillasi dan roll glide. Kedua teknik tersebut menggunakan gerak fisiologis atau gerak asesoris (Kisner and Colby, 2007). a. Gerak fisiologis ; gerak fisiologis adalah gerakan yang dirasakan secara volunter oleh pasien. Dalam gerak fisiologis dikenal istilah osteokinematika yang menggambarkan gerakan antara kedua tulang melalui axis sendi. Sebagai contoh, gerak fleksi, abduksi dan rotasi. b. Gerak asesoris ; gerak asesoris adalah gerakan yang terjadi didalam sendi dan jaringan disekitarnya, yang diperlukan untuk mencapai LGS normal tetapi tidak dapat dilakukan secara aktif oleh pasien. Istilah yang berkaitan dengan gerak asesoris adalah : 1) Komponen gerakan yaitu gerakan-gerakan yang menyertai gerak aktif tetapi tidak dibawah kontrol volunter. Istilah ini seringkali digunakan dalam gerak asesoris. Sebagai contoh, gerakan upward rotasi scapula dan clavicula yang terjadi pada gerakan fleksi shoulder, kemudian gerak rotasi fibula yang terjadi pada gerakan ankle.

37 21 2) Joint play menggambarkan gerakan-gerakan yang terjadi antara permukaan sendi yang melibatkan elastisitas kapsul sendi, sehingga dapat menghasilkan gerakan pada tulang. Gerakan-gerakan yang diperlukan untuk fungsi sendi normal dengan LGS penuh hanya dapat dilakukan secara pasif tetapi tidak dapat dilakukan secara aktif oleh pasien. Gerakan-gerakan tersebut mencakup traksi, slide (translasi), kompresi, rolling dan spin yang terjadi pada permukaan sendi. Gerakan-gerakan tersebut termasuk kedalam arthrokinematika Prinsip mobilisasi mulligan Dalam penerapan teknik manual terapi, terapis harus mempertimbangkan adanya kontraindikasi terhadap pengobatan dan harus dihargai setiap saat. Meskipun selalu berpedoman pada aturan (tanpa rasa sakit), terapis sendiri yang memilih prosedur yang dikembangkan oleh brian mulligan, masih harus memahami dan mematuhi aturan aturan dasar penerapan teknik manual terapi. Khususnya untuk penerapan konsep Mulligan (1999) dalam praktek klinis, prinsip prinsip berikut telah dikembangkan : a. Selama pemeriksaan terapis megidentifikasi satu atau lebih tanda tanda yang sebanding seperti antara lain ; hilangnya pergerakan sendi, rasa nyeri yang terkai dengan gerakan, atau nyeri dengan aktivitas fungsional tertentu (contoh ; nyeri siku lateral dengan ekstensi, ketegangan saraf yang merugikan, dll) b. Mobilisasi pasif gerak asesoris diterapkan mengikuti prinsip prinsip kaltenborn (yaitu paralele atau tegak lururs terhadap bidang sendi) sehingga glide asesoris harus bebas dari nyeri. c. Terapis harus memantau reaksi pasien untuk memastikan tidak ada rasa sakit yang muncul. Memanfaatkan pengetahuan klien tentang arthologi sendi, kembangkan

38 22 dengan baik (sense) dari ketegangan jaringan dan alasam klinis, sehingga terapis dapat menyelidiki berbagai kombinasi dari gliding yang sejajar (paralel) atau tegak lurus (perpendicular) untuk menemukan treatment yang tepat pada bidang gerak dan tingkatan dari gerakan aksesori. d. Selama mempertahankan gliding, pasien diminta untuk membandingkan apa yang dirasakan (comparable sign). Comparable sign seharusnya menunjukan perbaikan yang signifikan (peningkatan lingkup gerak sendi) dan berkurang/hilangnya nyeri asal dari keluhan. e. Kegagalan untuk meningkatkan perbaikan terhadap tanda/gejala comparable sign akan menunjukan bahwa praktisi belum menemukan treatment yang tepat dari bidang gerak tersebut, tingkatkan atau arahkan mobilisasi, segmen spinal, atau ditemukan bahwa teknik ini tidak di indiksi. f. Gerakan sebelumnya yang terbatas dan/atau gerak atau aktivitas yang menyakitkan diulang oleh pasien sementara praktisi terus mempertahankan gliding (gerakan) yang tepat. Kemajuan lebih lanjut diharapkan dengan dilakukannya pengulangan selama sesi treatment, biasanya sepuluh repetisi dengan empat set g. Penguatan lebih lanjut dapat dilakukan dengan mandiri dengan mengaplikasikan overpressure yang bebas nyeri pada akhir gerakan yang dilakukan. Hal ini diharapkan lagi overpressure ini bebas dari rasa nyeri. Manfaat anatomi dan neurofisiologis dari artikular pada pembebanan akhir gerakan mungkin dapat dicapai tanpa rasa sakit sebagai batasannya. Treatment dengan pinsip mobilisasi dengan gerak ini sering kali dilakukan dengan menggunakan pita perekat (taping adhesive sport) atau pasien melakukan usaha sendiri

39 23 untuk menghasilkan komponen gliding beserta gerak aktif fisiologis. Selalu diingat, nyeri sebagai patokan. Berhasilnya teknik konsep mulligan harus membuat comparable sign tanpa rasa nyeri, sementara peningkatan fungsi berlangsung dalam teknik ini. Diharapkan adanya peningkatan/perbaikan agar dapat mengetahui tepat tidaknya pemberian intervensi yang sedang berlangsung Peripheral mobilization with movement Mobilisasi dengan gerakan pada sendi perifer juga merupakan kombinasi simultan dari pengaplikasian terapis pada teknik gliding dan pasien melakukan gerakan fisiologis. Mobilisasi dengan gerakan paling sering digunakan untuk sendi ekstremitas dah hasilnya dapat segera dirasakan dengan meningkatnya fungsi dan mobilitas Efek mekanik dan neurofisiologis Pada umumnya efek mekanikal yang dihasilkan oleh teknik mobilisasi adalah sebagai berikut : a. Gerakan sendi dapat merangsang aktivitas biologis oleh adanya gerakan cairan sinovial yang membawa nutrisi-nutrisi ke cartilago yang avaskular didalam permukaan sendi dan ke jaringan fibrocartilago intra-articular (meniskus). b. Gerakan sendi dapat memelihara ekstensibilitas dan kekuatan regangan dari jaringan sendi dan periartikular. Dengan efek mekanikal tersebut maka teknik mobilisasi digunakan untuk mengobati kekakuan sendi (stiffness) atau hipomobilitas sendi, dimana dapat menghasilkan peningkatan mobilitas kapsul-ligamentair dan deformasi plastic serta menghasilkan stretching pada jaringan lunak yang memendek (Mulligan, 2001). Secara khusus, teknik

40 24 mobilisasi Mulligan bertujuan untuk mengoreksi kegagalan positional dari facet joint akibat adanya minor sprain/strain (Exelby, 2002). Sedangkan efek neurofisiologi berkaitan dengan mekanoreseptor dan receptor nyeri didalam sendi. Fasilitasi impuls saraf afferent dari receptor sendi merupakan respon terhadap gerakan sendi yang akan ditransmisikan informasi tersebut ke sistem saraf pusat, dan oleh karena itu akan memberikan kesadaran posisi sendi dan gerak sendi. Gerakan sendi dapat memberikan input sensorik yang relatif terhadap : a. Posisi statik dan rasa kecepatan gerakan (receptor tipe I yang ditemukan pada kapsul sendi bagian superficial). b. Perubahan kecepatan gerakan (receptor tipe II yang ditemukan pada lapisan dalam dari kapsul sendi dan bantalan lemak sendi). c. Rasa arah gerakan (receptor tipe I dan III ; tipe III ditemukan pada ligamen). d. Regulasi tonus otot (receptor tipe I, II, dan III). e. Stimulus nociceptive (receptor tipe IV yang ditemukan pada kapsul fibrous, ligamen, bantalan lemak sendi, periosteum, dan dinding pembuluh darah). Efek neurofisiologi tersebut digunakan dalam teknik mobilisasi untuk menurunkan nyeri. Penurunan nyeri terjadi melalui neuromodulasi pada innervasi sensorik mekanoreseptor sendi sehingga pintu gerbang nyeri tertutup oleh inhibisi transmisi stimulus nosiseptive pada spinal cord dan level batang otak (Mulligan, 2001).Mekanoreseptor sendi yang terfasilitasi oleh teknik mobilisasi oscillasi adalah tipe I, II dan III. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 2.1 Mekanoreseptor Sendi

41 25 Tipe Fungsi Lokasi Terfasilitasi Oleh Sifat I Postural Aktif saat rest Kapsul superfisial Grade atau oscillasi progresif pada akhir ROM Adaptasi lambat Postural kinestetik Awareness Tonik stabilizer II Dinamik Tidak aktif saat rest ; terfasilitasi saat gerak dimu-lai Kapsul deep Grade atau oscillasi progresif pada pertengahan ROM Adaptasi cepat Sensasi dinamik Phasic movers III Inhibitive Sama fungsi dan strukturnya de-ngan GTO Ligamen Stretch atau dipertahankan terus menerus pada akhir ROM Defensive receptor Memberikan inhibi-si refleks pada to-nus otot IV Nosiseptive Sebagian besar jaringan Sumber : Edward P. Mulligan, Kinesio Taping Definisi kinesio taping Injury dan inflamasi Non-adaptasi Tonic reflexogonic Efek yang mengha-silkan guarding Kinesio taping diciptakan oleh kenzo Kase pada tahun (1996), kinesio taping adalah pita khusus yang tipis, elastic, dan dapat ditarik hingga 120% - 140% dari panjang aslinya sehingga cukup dikatakan elastis dibanding dengan taping yang konvensional. Hal ini memungkinkan pergerakan yang maksimal dari otot dan sendi, adanya tarikan pada kulit oleh pita perekat (taping) bertujuan untuk meningkatkan ruang antara kulit dan otot, sehingga mengurangi tekanan lokal dan membantu meningkatkan sirkulasi dan drainase limfatik, akibat dari proses tersebut dapat mengurangi nyeri, mengurangi oedema, dan mengurangi spasme otot.

42 26 Kinesio taping adalah teknik yang didasarkan pada proses alami penyembuhan tubuh secara sendiri, proses dari teknik ini mengfasilitasi system saraf dan peredaran darah. Metode ini pada dasarnya berasal dari ilmu Kinesiologi, maka dari itu dinanamakan kinesio.. Otot tidak hanya sebagai penyokong dan penggerak tubuh, tetapi juga mengontrol peredaran darah vena dan aliran getah bening, suhu tubuh, dan lain-lain. Oleh karena itu, kegagalan system fungsi musculoskeletal dapat menyebabkan berbagai macam gejala (Kase, 2003). Kinesio taping dikembangkan oleh Dr. Kenzo Kase pada tahun 1970-an. Pada awal penggunaannya Kinesiotaping banyak digunakan untuk dunia olahraga. Kinesiotaping dibuat menyerupai kulit, ketebalannya menyerupai epidermis kulit manusia dan dapat diregangkan hingga 140% dari panjang normal sebelum diaplikasikan ke kulit, sehingga memberikan ketegangan yang kuat saat diaplikasikan pada kulit (Prientice, 2011; Thelen, 2008). Kinesio taping terdiri dari polimer elastis yang dibungkus serat katun 100%. Serat katun memungkinkan untuk terjadinya penguapan kelembapan tubuh dan cepat kering. Tidak terdapat lateks di dalam kinesio taping, perekat ini 100% acrylic dan penagktif panas. Tegangan atau uluran pada kinseio taping akan mempengaruhi keberhasilan yang diharapkan. Dalam pengaplikasian, jika tehnik yang diperlukan adalah 25%, Namun pengukuran persentase penguluran tersebut sangatlah deskriptif dan tergantung dari kemampuan feeling dan pengalaman Efek kinesio taping a. Pengaruh fisiologis Kinesio taping ini merangsang atau memfasilitasi beberapa proses fisiologi tubuh manusia, seperti meningkatkan fungsi otot, menurunkan tonus otot, melancarkan aktivitas sistem limfatik, dan mekanisme analgesic endogen serta meningkatkan

43 27 mikrosirkulasi. Hal tersebut dikarenakan kinesio taping akan mengangkat kulit dan memberikan ruang pemisah antara kulit dengan otot, serta meningkatkan aktivitas propioseptif melalui kulit untuk menormalisasikan tonus otot, mengurangi nyeri. (Slupik, et al.,, 2007; Akbas. 2011). b. Pengaruh neuromuskular Kinesio taping dapat memberikan rangsangan kepada sistem neuromuskular dalam mengaktifasi kinerja saraf dan otot saat melakukan suatu gerak fungsional pada suatu sendi. Selain itu juga kinesio taping dapat menurunkan tonus otot yang mengalami ketegangan yang berlebih akibat adanya kontrol neuromuskular yang kurang baik. Kinesio taping akan memfasilitasi melalui mekanoreseptor yang berada pada kulit untuk mengarahkan gerakan yang diinginkan dan akan memberikan rasa nyaman pada area yang dipasangkan kinesio taping ini. Pada praktiknya, kinesio taping dapat memfasilitasi suatu gerakan karena adanya tarikan atau penguluran dari kinesio taping itu sendiri baik dari sisi distal ke proksimal dan dari sisi proksimal ke distal, ataupun diberikan kea rah gerakan yang diinginkan. Dalam sebuah penelitian, kinesio taping secara klinis akan meningkatkan kemampuan bioelektrik otot dengan menggunakan electromyogaphy (EMG) setelah 24 jam pemasangan kinesio taping dan akan menurun fungsinya setelah empat hari pemakaian. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa pemberian kinesio taping cukup sampai dengan tiga hari karena puncak pengaruh dari kinesio taping setelah 24 jam akan memfasilitasi motor unit untuk dapat melakukan kontraksi dan setelah 72 jam tonus otot menurun, sehingga untuk mengurangi dari tonus otot yang belerbih disarankan pemasangan cukup sampai dengan 3 hari (Slupik, et al. 2007).

44 28 c. Pengaruh biomekanik Setelah melihat aktifitas motor unit setelah menggunakan kinesiotaping dengan menggunakan EMG setelah 24 jam terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Oleh karena itu aktifitas dari motor unit untuk dapat menggerakkan sendi tentu akan mempermudah gerakan menjadi lebih terbantu dan efisien. Hal tersebut dapat kita lihat dari penelitian oleh Hsu dan rekannya (2008) bahwa kinesio taping memliki pengaruh positif terhadap perubahan gerak scapula pada kasus impingement sendi bahu. d. Aplikasi dasar penggunaan kinesio taping Perekat kinesio taping dapat diaplikasikan dalam bentuk Y, I, X, Fan, Web, dan Donut. Bentuk yang dipilit tergantung dari besarnya otot yang terkena dan efek yang diinginkan. a) Teknik Y adalah metode yang paling umum digunakan. Teknik ini digunakan untuk memfasilitasi otot sekitarnya (menghambat rangsangan otot). Prinsip dasar terapeutik dari perekat ini adalah mengendurkan (mengurangi ketegangan) otot disekitar otot yang direkatkan. Pengaplikasian metode Y herus sekitar 2 inchi lebih panjang dari otot, diukur dari origo sampai insersio. b) Metode I dapat digunakan di metode Y untuk otot yang mengalami cedera akut, yang bertujuan untuk mengurangi oedema dan nyeri. c) Metode X digunakan ketika origo dan insersio otot mengalami perubahan dan dari pola pergerakan sendi (contoh : rhomboid) d) Metode FAN digunakan untuk membantu proses penyaluran limfe ke saluran utama

45 29 e) Metode WEB merupakan modifikasi dari metode FAN yang di potong, kedua ujung strip dibiarkan utuh, dengan strip yang dipotong di bagian tengah. f) Metode DONUT digunakan untuk oedema khususnya untuk atlet olahraga, satu, dua, atau tiga strip di rekatkan secara ditindih (direkatkan ulang diperekat sebelumnya) dan bagian tengahnya dipotong sehingga menyerupai lubang donat, dan direkatkan langsung di area yang di obati. e. Teknik khusus penggunaan kinesio taping Aplikasi Kinesio taping dapat dilakukan dengan beberapa teknik, dapat dilakukan secara tunggal ataupun kombinasi tergantung kondisi dan tujuan pemasangan. Teknikteknik aplikasi Kinesio tapinge berdasarkan letak dan tujuannya antara lain: 1) Mechanichal correction Hal yang harus diperhatikan pada koreksi mekanik ini adalah posisi jaringan harus dalam keadaan bebas, dan bukan membuat jaringan atau sendi berada dalam posisi terfiksasi. Kinesiotaping diaplikasikan untuk memberikan stimulus pada mechanoreseptor pada jaringan atau sendi. Teknik ini dapat digunakan untuk membantu posisi dari otot, fascia, atau sendi untuk menstimulasi mechanoreseptor sehingga akan membantu tubuh beradaptasi dengan stimulus tersebut 2) Fascia correction Fascia correction ini diaplikasikan untuk membuat fascia pada posisi yang benar, dan menjaga fascia untuk tidak kembali ke posisi yang tidak diinginkan. Teknik ini dimaksudkan untuk mengurai keterbatasan fascia secara perlahan melalui gerakan kulit dan kemampuan elastisitas dari Kinesiotaping itu sendiri. 3) Space correction

46 30 Space corection ini diaplikasikan untuk membuat ruang lebih langsung di area nyeri, inflamasi, atau oedem. Ruang yang meningkat akan menurunkan tekanan dengan cara mengkerutkan kulit pada area cidera. Hasil dari penurunan tekanan akan menurunkan tingkat iritasi receptor kimia dan akan menurunkan nyeri. 4) Ligament/ tendon correction Ligamen/ tendon correction ini diaplikasikan untuk membuat peningkatan pada daerah ligamen atau tendon yang dihasilkan dari peningkatan stimulasi mechanoreceptor. Stimulus ini dipercaya akan dirasakan sebagai propioceptive stimulation yang akan diinterpretasikan oleh otak sebagai tegangan jaringan yang normal. 5) Functional correction Functional correction digunakan ketika membantu keterbatasan gerak melalui stimulasi sensoris. Kinesiotaping diaplikasikan dengan tanpa tarikan selama gerak aktif. Tegangan yang muncul dipercaya akan memberikan stimulasi pada mechanoreceptor. Persepsi stimulasi dipercaya diinterpretasikan sebagai stimulasi propioceptif yang bertindak sebagai penanda pada posisi akhir gerakan. 6) Lymphatic correction Lymphatic corection digunakan untuk membantu mengurangi bengkak dengan cara mengarahkan cairan menuju nodus lympatik yang lebih longgar. Hal yang perlu dipahami pada aplikasi Kinesio taping adalah derajad dari penguluran pada area target. Ada beberapa pembagian penguluran sesuai dengan teknik aplikasi yang diberikan: a) Full : 100%

47 31 b) Berat : 75% c) Sedang : 50% d) Ringan/ Paper off : 15-25% e) Sangat ringan : 0-15% f) Tidak diulur f. Tujuan aplikasi kinesio taping Metode kinesio taping dikembangkan berdasarkan struktur jaringan otot sebagai penggerak utama tubuh manusia. Pemasangan Kinesio taping diawali dengan mengukur lembar kinesio taping mulai 2 inci dibawah origo atau 2 inci diatas insersio otot. Pemasangan diharuskan menyesuaikan bentuk anatomis tubuh manusia. Dasar pemasangan Kinesio taping selalu diawali dan diakhiri dan diakhiri tanpa adanya tegangan dari Kinesio taping. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir rasa kurang nyaman dari aplikasi kinesio taping (Kase et. al, 2003) kinesio taping memiliki 4 fungsi utama yaitu: 1. Supporting muscle Kinesio taping dapat meningkatkan kemampuan otot yang lemah, mengurangi nyeri dan rasa lelah, dan menjaga otot dari keadaan kram, ketegangan dan kontraksi yang berlebihan. 2. Melancarkan sistem sirkulasi Kinesiotaping dapat meningkatkan sirkulasi darah dan sistem limfatik, juga mengurangi pembengkakan yang terjadi pada jaringan. 3. Mengaktifkan sistem analgesik endogen

48 32 Kinesiotaping dapat memfasilitasi tubuh untuk melakukan Self healing dan memproduksi zat analgesik sehingga dapat mengurangi nyeri. 4. Memperbaiki masalah persendian Tujuan dari Kinesio taping adalah memperbaiki Range of motion dan menyesuaikan posisi sendi yang salah yang dihasilkan dari otot yang tegang. Pada penelitian ini penulis menggunakan mechanic correction dan fungsional correction untuk meningkatkan stimulasi mechanoreceptor pada insan stroke. Mechanoreseptor merupakan salah satu informasi yang diperlukan untuk feedback sebuah gerakan volunter. Aplikasi Kinesio taping cukup tiga hari karena sesuai dengan penelitian Slupik et. al (2007), bahwa berdasarkan data electromyography (EMG) pengaruh puncak dari Kinesiotaping setelah 24 jam akan memfasilitasi motor unit untuk dapat melakukan kontraksi, dan akan menurun setelah 72 jam pemakaian Aplikasi kinesio taping pada sindroma nyeri patellofemoral Sesuai dengan penjelasan tentang sindroma nyeri patellofemoral dinyatakan bahwa sindroma nyeri patellofemoral memiliki masalah pada perubahan arah dari tulang patella yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangnya otot vastus medialis obliquus dan vastus lateralis. maka diberikan alat bantu berupa taping yang ditujukan untuk memfasilitasi otot vastus medialis obliquus, menginhibisi akitivitas dari otot vastus lateralis, dan mengkoreksi atau mengarahkan tulang patella ke posisi normal. Pertama berikan fasilitasi pada otot vastus medialis obliquus dengan menggunakan kinesiotaping kurang lebih panjangnya 20 cm dan berikan potongan pada sisi tengah (potongan huruf Y) dan sisakan 5 cm sebagai jangkar. fleksikan kaki kira-kira 30 o dan

49 33 letakkan jangkar pada origo vastus medialis obliquus. kemudian potongan taping diletakkan melingkari vastus medialis obliquus dengan tarikan 25%. Untuk koreksi posisi patella, dengan posisi lutut yang sama, ambil 17 cm kinesio taping dan potong membentuk huruf Y berikan 5 cm sebagai jangkar. Letakkan jangkar tepat di atas epikondilus medial tulang femur. Lalu lingkari patella dengan potongan kinesio taping tersebut dengan tarikan 25%. Untuk menginhibisi otot vastus lateralis posisikan pasien tidur miring dengan target kaki yang akan diberikan kinesio taping berada di atas. Kemudian pasien diminta untuk menekukkan kaki yang menjadi target, lalu hiperkestensikan dan adduksikan. Hal tersebut untuk mengulur otot vastus lateralis dan tensor facia lata. Dengan posisi tersebut berikan taping sepanjang otot vastus lateralis tanpa dipotong sisi tengahnya (bentuk huruf I) berikan jangkar 5 cm yang diletakkan di tuberositas tibia dan berikan tarikan ke proksimal 25%. 2.5 Teknik Fasilitasi/Fasilitasi Otot Vastus medialis obliquus Teknik fasilitasi atau fasilitasi otot adalah pendekatan dasar secara sistemik, biomekanik untuk mengidentifikasi dan mengobati kelemahan atau disfungsi jaringan otot. Teknik fasilitasi pada otot ini dapat mengidentifikasi kelemahan dan meningkatkannya, antara lain dengan pengukuran dan penilaian gerak aktif, pasif, dan resisted untuk menentukan nilai neurological integrity, dan kontraksi isomertik atau palpasi untuk memperbaiki jaringan. Hasil dari pengukuran dan penilaian otot tersebut menetukan teratmen apa yang nantinya akan digunakan untuk menormalkan atau mengembalikan fungsi otot (Medeleine, 2012). Fasilitasi atau fasilitasi otot merupakan modalitas terapi untuk meningkatkan fungsi seseorang dengan mengaktifkan otot dan memproduksi gerak stabil yang diperlukan pada daerah/sendi yang bermasalah. Teknik ini dikembangkan satu decade yang lalu oleh Greg Roskopf dan Nugget pada tim olahraga professional di Amerika Serikat. Fasilitasi otot ini menggunakan berbagai

50 34 penilaian gerak yang antara lain setiap sendi di tubuh dan lebih dari 190 test otot yang digunakan untuk mengetahui bagian yang lemah dan adanya ketidakstabilan posisi. Fasilitasi pada otot vastus medialis obliquus merupakan usaha untuk mngaktivkan, meningkatkan dan mengembalikan kekuatan dan fungsi otot vastus medialis obliquus dengan tujuan kekuatan otot kembali atau meningkat Mekanisme kontraksi otot 1) Filamen filament tebal dan tipis yang saling bergeser saat proses kontraksi. Menurut fakta, kita telah mengetahui bahwa panjang otot yang terkontraksi akan lebih pendek daripada panjang awalnya saat otot sedang rileks. Pemendekan ini rata-rata sekitar sepertiga panjang awal. Melalui mikrograf elektron, pemendekan ini dapat dilihat sebagai konsekuensi dari pemendekan sarkomer. Sebenarnya, pada saat pemendekan berlangsung, panjang filamen tebal dan tipis tetap dan tak berubah (dengan melihat tetapnya lebar lurik A dan jarak disk Z sampai ujung daerah H tetangga) namun lurik I dan daerah H mengalami reduksi yang sama besarnya. Berdasar pengamatan ini, Hugh Huxley, Jean Hanson, Andrew Huxley an R.Niedergerke pada tahun 1954 menyarankan model pergeseran filamen (=filament-sliding). Model ini mengatakan bahwa gaya kontraksi otot itu dihasilkan oleh suatu proses yang membuat beberapa set filamen tebal dan tipis dapat bergeser antar sesamanya 2) Aktin merangsang aktivitas ATPase myosin. Model pergeseran filamen tadi hanya menjelaskan mekanika kontraksinya dan bukan asal-usul gaya kontraktil. Pada tahun 1940, Szent- Gyorgi kembali menunjukkan mekanisme kontraksi. Pencampuran larutan aktin dan miosin untuk membentuk kompleks bernama Aktomiosin ternyata disertai oleh peningkatan kekentalan larutan yang

51 35 cukup besar. Kekentalan ini dapat dikurangi dengan menambahkan ATP ke dalam larutan aktomiosin. Maka dari itu, ATP mengurangi daya tarik atau afinitas miosin terhadap aktin. Selanjutnya, untuk dapat mendapatkan penjelasan lebih tentang peranan ATP dalam proses kontraksi itu, kita memerlukan studi kinetika kimia. Daya kerja ATPase miosin yang terisolasi ialah sebesar 0.05 per detiknya. Daya kerja sebesar itu ternyata jauh lebih kecil dari daya kerja ATPase miosin yang berada dalam otot yang berkontraksi. Bagaimanapun juga, secara paradoks, adanya aktin (dalam otot) meningkatkan laju hidrolisis ATP miosin menjadi sekitar 10 per detiknya. Karena aktin menyebabkan peningkatan atau peng-akti-vasian miosin inilah, muncullah sebutan aktin. Selanjutnya, Edwin Taylor mengemukakan sebuah model hidrolisis ATP yang dimediasi / ditengahi oleh aktomiosin. Model ini dapat dilihat pada skema gambar 8. Pada tahap pertama, ATP terikat pada bagian miosin dari aktomiosin dan menghasilkan disosiasi aktin dan miosin. Miosin yang merupakan produk proses ini memiliki ikatan dengan ATP. Selanjutnya, pada tahap kedua, ATP yang terikat dengan miosin tadi terhidrolisis dengan cepat membentuk kompleks miosin- ADP-Pi. Kompleks tersebut yang kemudian berikatan dengan Aktin pada tahap ketiga. Pada tahap keempat yang merupakan tahap untuk relaksasi konformasional, kompleks aktin-miosin-adp-pi tadi secara tahap demi tahap melepaskan ikatan dengan Pi dan ADP sehingga kompleks yang tersisa hanyalah kompleks Aktin- Miosin yang siap untuk siklus hidrolisis ATP selanjutnya. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa proses terkait dan terlepasnya aktin yang diatur oleh ATP tersebut menghasilkan gaya vektorial untuk kontraksi otot. 3) Model untuk interaksi Aktin dan Miosin berdasarkan srtuktur.

52 36 Rayment, Holden, dan Ronald Milligan telah memformulasikan suatu model yang dinamakan kompleks rigor terhadap kepala S1 miosin dan Faktin Faktin. Mereka mengamati kompleks tersebut melalui mikroskopi elektron. Daerah yang mirip bola pada S1 itu berikatan secara tangensial pada filamen aktin pada sudut 45o terhadap sumbu filamen. Sementara itu, ekor S1 mengarah sejajar sumbu filamen. Relasi kepala S1 miosin itu nampaknya berinteraksi dengan aktin melalui pasangan ion yang melibatkan beberapa residu Lisin dari miosin dan beberapa residu asam Aspartik dan asam Glutamik dari aktin. 4) Kepala kepala myosin berjalan sepanjang filament aktin. Hidrolisis ATP dapat dikaitkan dengan model pergeseran-filamen. Pada mulanya, kita mengasumsikan jika cross-bridges miosin memiliki letak yang konstan tanpa berpindahpindah, maka model ini tak dapat dibenarkan. Sebaliknya, cross-bridges itu harus berulangkali terputus dan terkait kembali pada posisi lain namun masih di daerah sepanjang filamen dengan arah menuju disk Z. Melalui pengamatan dengan sinar X terhadap struktur filamen dan kondisinya saat proses hidrolisis terjadi, Rayment, Holden, dan Milligan mengeluarkan postulat bahwa tertutupnya celah aktin akibat rangsangan (berupa ejeksi ADP) itu berperan besar untuk sebuah perubahan konformasional (yang menghasilkan hentakan daya miosin) dalam siklus kontraksi otot. Postulat ini selanjutnya mengarah pada model perahu ayung untuk siklus kontraktil yang telah banyak diterima berbagai pihak. Gambar 9 menjelaskan tentang tahaptahap siklus tersebut. Pada mulanya, ATP muncul dan mengikatkan diri pada kepala miosin S1 sehingga celah aktin terbuka. Sebagai akibatnya, kepala S1 melepaskan ikatannya pada aktin. Pada tahap kedua, celah aktin akan menutup kembali bersamaan dengan proses hidrolisis ATP yang menyebabkan

53 37 tegaknya posisi kepala S1. Posisi tegak itu merupakan keadaan molekul dengan energi tinggi (jelas-jelas memerlukan energi). Pada tahap ketiga, kepala S1 mengikatkan diri dengan lemah pada suatu monomer aktin yang posisinya lebih dekat dengan disk Z dibandingkan dengan monomer aktin sebelumnya. Pada tahap keempat, Kepala S1 melepaskan Pi yang mengakibatkan tertutupnya celah aktin sehingga afinitas kepala S1 terhadap aktin membesar. Keadaan itu disebut keadaan transien. Selanjutnya, pada tahap kelima hentakan-daya terjadi dan suatu geseran konformasional yang turut menarik ekor kepala S1 tadi terjadi sepanjang 60 Angstrom menuju disk Z. Lalu, pada tahap akhir, ADP dilepaskan oleh kepala S1 dan siklus berlangsung lengkap (Gunawan, 2001). 2.6 Lower Extremity Fungtional Scale Lower extremity functional scale atau skala fungsional ekstremitas bawah adalah kuisioner yang berisi 20 pertanyaan tentenag kemampuan seseorang untuk melakukan tugas sehari hari. Kuisioner inidapat digunakan sebagai ukuran aktivitas fungsional dari awal, kemajuan yang sedang berlagsung, dan hasi, serta untuk menetapkan tujuan fungsional. Skala fungsional ekstremitas bawah dapat digunakanuntuk memantau pasien dari waktu ke waktu dan untuk mengevaluasi efektifitas intervention dari sebuah perlakuan Petunjuk penilaian Kolom pada skala dijumlahkan untuk mendapatkan nilai total (keseluruhan). Nilani maksimum pada skala ini adalah Intepretasi penilaian

54 38 1. Semakin rendah total nilai, semakin besar tingkat disability (semakin rendah nilai fungsi/semakin jelek) 2. Perubahan yang terdeteksi pada skala minimal 9 point 3. Perbedaan klinis minimal 9 point 4. Persen dari fungsi maksimal = nilai score keseluruhan skala dibagi 80 * 100 Nilai Skor Skala Performa / Kinerja : 80 x Potensial error yang diberikan pada titik waktu tertentu adalah +/- 5,3 poin skala 2. Nilai tes Retest reabilitas adalah 0,94 3. Menentukan reabilitas ditentukan oleh perbandingan dengan SF -36. Skala ini dapat diandalkan dengan sensitivitas untuk mengubah nilai atas menjadi SF Instruksi Kami ingin mengetahui apakah anda mengalami beberapa kesulitan dengan kegiatan yang tercantum di bawah ini dikarenakan masalah pada ekstremitas bawah yang anda keluhkan. Mohon berikan jawaban untuk setiap kegiatan

55 39

56 44 BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian pustaka, kerangka pikir yang dapat disusun adalah sebagai berikut : kinesio taping dan kombinasi teknik mulligan dengan fasilitasi vastus medialis obliquus dari sangat berpengaruh terhadap peningkatan fungsional pada penderita sindroma nyeri sendi patellofemoral. Serabut otot dari vastus medialis obliquus cenderung lebih miring daripada serabut otot vastus medialis. serabut ini muncul dari tendon magnus adduktor dan menyatu untuk menyatu dengan paha dan otot-otot lain memasukkan melalui tendon patela, ke tuberositas tibialis di bagian atas tibia (tulang kering tulang). posisi relatif vastus medialis obliquus, tepat di atas dan bagian dalam lutut. Vastus medialis obliquus adalah stabilizer aktif dan dinamis dari patela. dalam keadaan sehat vastus medialis obliquus aktif sepanjang rentang gerakan. pada pasien dengan nyeri lutut (chondromalacia patela) serabut patello-femoralis kontraksi secara bertahap, konsisten dan dapat mengalami kelelahan dengan mudah. Peran spesifik vastus medialis obliquus adalah untuk menstabilkan patela dalam alur patela dan mengontrol dari 'pergeseran' patela ketika lutut dibengkokkan dan diluruskan. maltracking dan kelemahan adalah penyebab vastus medialis obliquus bergeser kearah abnormal dan menyebabkan nyeri. Pada sindroma nyeri patellofemoral penggunaan kinesiotaping ditujukan untuk memfasilitasi kinerja otot vastus medialis obliquus untuk meningkatkan kinerja neuromuscular anggota gerak bawah dan mengontrol posisi patela, reposisi patela ke medial 44

57 45 untuk mengurangi gesekan antar tulang patela dan femur sehingga rasa nyeri dan bengkak dapat berkurang, dan inhibisi otot vastus lateralis mengurangi kinerja biomekanika gerak dari patela ke arah lateral. Dari beberapa pengaruh yang dapat dibantu menggunakan kinesio taping dapat mempengaruhi dari performa fungsional dalam aktifitas olahraga. Hal tersebut dikarenakan gerakan fungsional memerlukan kontrol neuromuskular yang baik dengan kemampuan normal dari biomekanik setiap gerakan fungsional. Tentunya kemampuan fungsional setelah diberikan KT memerlukan evaluasi sebagai persiapan sebelum melakukan pertandingan atau latihan. Disinilah peran FMS untuk mengetahui pengaruh yang dimiliki kinesio taping dalam gerakan fungsional untuk mengetahui resiko cedera berulang pada penderita sindroma nyeri patellofemoral. Selain kinesio taping ada beberapa metode untuk memperbaiki struktur jaringan yang cedera salah satunya fasilitasi otot vastus medialis obliquus atau levih sering dikenal fasilitasi muscle vastus medialis obliquus, dimana usaha untuk mengaktifkan otot ini dapat mengembalikan fungsi dan letak alur patella karena otot vastus medialis obliquus yang gerakan dan letaknya terisolasi, diberikan tretmen khusus untuk mengkontraksikan latihan ini dengan latihan. Mobilisasi juga dirasa perlu untuk mengembalikan lingkup gerak sendi dan memaksimalkan kerja otot. Sekarang ini mobilisasi yang sedang tenar yaitu mobilisasi dengan gerak oleh Brian Mulligan, dimana mobilisasi itu beriringan dengan gerak fisiologis tubuh, sehingga lebih memaksimalkan gerak dan mengoreksi pergerakan sendi. Teknik ini dirasa baik untuk pengobatan sindroma nyeri patellofemoral dikarenakan maltracking yang

58 46 terjadi pada patella dapat dimobilisasi dan terjadi fasilitasi dan fasilitasi pada jaringan otot sekitasnya khususnya vastus medialis obliquus tanpa menimbulkan nyeri.

59 Kerangka Konsep Kombinasi Teknik Mulligan dan Fasilitasi Vastus medialis obliquus Aplikasi Kinesio Taping Faktor Internal Tempurung Lutut Kecil Kelemahan Otot Hip Anterior Sudut Q-angel lebih besar Rantai kinetik (tekanan patella dan trochlea) Gaya vector resultan di tendon menggeser dan menekan patella ke lateral Faktor Eksternal Over use Riwayat Dislokasi Lutut Over Load Sindroma nyeri patellofemoral Gambar 3.1 Kerangka konsep

60 Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Kombinasi teknik Mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus dapat meningkatkan aktifitas fungsional ekstremitas bawah pada penderita sindroma nyeri patellofemoral 2. Aplikasi kinesio taping mampu meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada pasien sindroma nyeri patellofemoral 3. Kombinasi teknik mulligan fasilitasi vastus medialis lebih efektif meningkatkan aktifitas fungsional ektremitas bawah dibanding dengan aplikasi kinesio taping pada pasien dengan sindroma nyeri patellofemoral.

61 49 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Pre and Post Test Group Design (Pocock, 2007; Bakta, 1997). Masing-masing kelompok terdiri dari 11 orang. Semua kelompok di ukur kemampuan fungsional dengan Lower ektremity fungtional scale antara perlakuan satu dan perlakuan dua (kontrol) diberikan intervensi secara bersamaan, kemudian masing-masing perlakuan diobservasi. O1 P1 O2 P R S RA O2 P2 O4 Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian Keterangan : P R S : Populasi : Random : Sampel. RA : Random Alokasi. O1 : Data pada kelompok 1 sebelum perlakuan. O2 : Data pada kelompok 1 setelah perlakuan. 49

62 50 O3 : Data pada kelompok 2 sebelum perlakuan. O4 : Data pada kelompok 2 setelah perlakuan. P1 : Fasilitasi Vastus medialis obliquus P 2 : Kinesio Taping 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di klini fisioterapi Rumah Sakit Islam Gondanglegi selama 5 Minggu terhitung bulan Maret dampai April Pemberian kolabotrasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus dengan kinesio taping diobservasi dengan menggunakan lower ekstremity fungtional scale. 4.3 Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien dengan kondisi nyeri lutut. b. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dari klinik fisioterapi Rumah Sakit Islam Gondanglegi Malang yang datang dengan kondisi nyeri lutut akibat sindroma nyeri patellofemoral yang telah masuk criteria inklusi, eksklusi, dan criteria drop out. i. Kriteria Inklusi 1) Pasien dengan sindroma nyeri patellofemoral 2) Pasien dengan rentang umur tahun

63 51 3) Pasien dengan pekerjaan yang aktivitasnya konstan (duduk lama, berdiri lama) 4) Bersedia menjadi responden penelitian 5) Mampu menyelesaikan penelitian sampai dengan selesai sesuai dengan jadwal yang telah diprogramkan ii. Kriteria Ekslusi 1) Pasien dengan luka terbuka 2) Responden tidak bersedia mengikuti dan tidak dapat bekerjsama untuk penelitian. 3) Responden memiliki riwayat penyakit lutut selain sindroma nyeri patellofemoral (kesobekan ligament sendi lutu, dll) 4) Pasien memiliki kecacatan tubuh 5) Pasien memiliki riwayat penyakit dalam dan dapat mengganggu jalannya penelitian 6) Responden merupakan seorang atlet iii. Kriteria Drop Out 1) Pasien dengan alergi pada perekat kinesio taping 2) Responden tidak menyelesaikan latihan atau tidak teratur mengikuti program latihan. 3) Responden tidak mengikuti program latihan dengan baik. c. Besar sampel Besar sampel ditentukan berdasarkan penelitian pendahuluan, kinesio taping pada cedera lutut. Perhitungan sampel dengan menggunakan rumus Pocock

64 52.Dengan mengambil data dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang disusun oleh Mo-An et a.l (2012) di Amerika didapatkan nilai rerata lower extremity functional scale kelompok kontrol µ 1 =2,05 dan standar deviasi = 0,52, sedangkan nilai rerata kelompok perlakuan µ 2 =2,74. Dengan demikian dapat dihitung besaran sampel tiap kelompok adalah: n = 2 (. ) (µ 2 - µ 12 ) 2 Keterangan: = Standar deviasi kelompok kontrol µ 1 = Rerata/mean berat badan kelompok kontrol yang diberi placebo µ 2 = Rerata/mean berat badan kelompok perlakuan yang diberi kinesio taping α = Tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05); Interval kepercayaan (1-0,05) = 0,95 β = Tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,20) Tingkat kekuatan uji (power of test) 0,80 ( α,β) = Interval kepercayaan 7,9 (sesuai tabel pocock) = 2 x (0,52) 2 x 7,9 (2,74-2,05) 2 = 0,54 x 7,9 0,47 = 1,13 x 7,9

65 53 = 8,9 (dibulatkan menjadi 9) Jadi, berdasarkan hasil perhitungan sampel di atas diperoleh jumlah sampel sebanyak 9 ditambah kenaikan 20% menjadi 10,8 dengan pembulatan menjadi 11 responden setiap kelompoknya. Sehingga total sampel sebanyak 22 responden. d. Teknik pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Melakukan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh polulasi yang terindikasi PFPS, berdasarkan kriteria inklusi. 2) Jumlah sampel yang terpilih, diseleksi lagi berdasarkan kriteria inklusi. 3) Mengadakan pemilihan besar sampel sebanyak 22 responden secara acak sederhana dari subjek yang terpilih tersebut (subjek yang memenuhi kriteria inklusi diberi nomor urut yang berbeda sebanyak 22 responden). 4) Melakukan pembagian kelompok menjadi dua kelompok masing-masing kelompok sejumlah 11 responden. Pembagian kelompok dilakukan dengan cara acak sederhana. Selanjutnya kelompok-1 akan diberikan perlakuan kombinasi teknik mulligan dengan fasilitasi/fasilitasi otot vastus medialis dan kelompok 2 diberikan kinesio taping. 4.4 Variabel Penelitian Variabel yang di ukur dalam penelitian ini adalah: a. Variabel Independent a. Fasilitasi Vastus medialis obliquus Pada Pasien sindroma nyeri patellofemoral b. Kinesio Taping Pada Pasien sindroma nyeri patellofemoral

66 54 b. Variabel dependent a. Peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah 4.5 Definisi Operasional Variabel a. Fasilitasi otot vastus medialis merupakan usaha meningkatkan kemampuan dari otot vastus medialis obliquus untuk dapat berkontraksi. Dimana serabut vastus medialis obliquus ini bentuknya tidak sejajar, lebih miring dari pada serabut otot lainya. Vastus medialis obliquus merupakaan stabilisasi yang aktif dan dinamis pada patella. Oleh karena itu kelemahan pada otot ini akibat letak nya yang terisolasi menyebabkan ketidakseimbangan pada kekuatan vector quadriceps femoris dalam mempertahankan patela tepat pada alurnya. Fasilitasi ini merupakan usaha yang didesain untuk meningkatkan kekuatan kekuatan otot dan meningkatkan stabilisasi dari otot vastus medialis obliquus sehingga kekuatan vector pada kuadricep femoris kembali seimbang dan patella tetap berada di alurnya. Adapun Latihan yang diambil dalam penelitian ini untuk meningkatkan fasilitasi dari otot vastus medialis obliquus (Bolgia, et.al. 2008) adalah sebagai berikut : 1) Kontraksi quadriceps isomertik dengan leg straight raise Responden diposisikan tidur terlentang dengan kedua kaki lurus, kemudian kaki yang mengalami sindroma nyeri patellofemoral tersebut dikontraksikan quadrisepnya (lutut menekan kebawah) kemudian ankle dorsofleksi dan angkat kaki tersebut lurus ke atas (fleksi sendi panggul). Lakukan secara perlahan lahan dengan 20 repetisi pengulangan 5 set. 2) lliotibial Band Stretch

67 55 Posisikan pasien seperti pada gambar 4.3 dengan kaki kanan diatas kaki kiri. Pegang tangan dan bersama sama letakkan ke lantai. Peregangan dibagian bagian paha luar. Tahan selama 20 samapai 30 detik dan lakukan sebanyak 5 5 set. 3) Posterolaterar hip muscle Posisi pasien menghadap ke bed dengan posisi tangan posisi ekstensi elbow (seperti full push up) dengan wajah menghadap ke bawah, posisi kaki dengan fleksi lutut dengan lutut sebagai sanggahan tubuh, jarak antar hip sejajar dengan pinggul, berikan theraband pada medial hip. Sisi yang yang sakit menggerakkan pinggul ke arah lateral dengan posisi lutut tetap ekstensi dan pertahankan posisi ankle sehingga ketika akhir gerakan menghadap ke sisi lateral. Lakukan 8 kali repetisi dengan pengulangan 2 set. b. Teknik mulligan adalah evolusi dari manual terapi dengan konsep mobilisasi dengan gerak yang dilakukan secara bersamaan tanpa menimbulkan rasa sakit selama teknik ini diterapkan yang berfungsi untuk rehabilitasi dan pemulihan kekuatan otot, daya tahan, dan pengembangan yang konsisten pada neuro kontrol motor. Teknik ini dikombinasikan dengan fasilitasi vastus medialis obliquus setiap 3 kali seminggu dengan sekali treatme ±1 jam selama 5 minggu. Teknik mulligan mobilisasi untuk sindroma nyeri patellofemoral antara lain : 1) Patellofemoral gliding Posisi pasien liying, dengan lutut disannga bantal kecil dan terapis berada di samping lutut. Fiksasi tepat di patella. Berikan penekanan tepat pada patela

68 56 kearah posterior dengan lingkup pergerakan yang kecil dari arah cranial ke caudal, dan dari arah medial ke lateral. i. Patellofemoral Mobs (Caudal dan chephalad) Posisi pasien terlentang dengan lutut semi fleksi (sedikit menekuk), dengan posisi terapis disamping lutut pasien. Fiksasikan tangan terapis pada inferior atau superior patella dengan penahanan posisi pada patella medial dan lateral dengan jempol dan telunjuk tangan yang memfiksasi, kemudian tangan terapis yang satunya mendorong dengan pangkal telapak tangan yang membentuk posisi mangkok kearah inferior atau superior. Teknik mobilisasi dengan posisi tangan yang berbeda untuk mengaplikasikan gliding mobilisasi kearah caudal atau cephalad. Tangan bagian bawah dapat digunakan untuk dekompresi patellofemoral joint atau menambah kompresi selama treatment berlangsung. ii. Patellofemoral Mobs (Caudal dengan fleksi) Posisi pasien duduk dengan diberi alas pada posisi lututk fleksi dengantumit disangga dengan kursi atau fisioterapis. Posisi terapis tepat didepan pasien dengan tangan fiksasi pada medial dan lateral patella melalui ibu jari dan telunjuk sebagai tahanan. Pangkal tangan (tangan yang memobilisasi) dengan membentuk posisi mangkuk dengan pemberian gliding melalu pangkal tangan. Teknik mobilisasi dengan gliding patella melalui superior patella dengan pangkal telapak tanngan, variasikan derajat lengkungan lutut untuk mendapatkan progress pada

69 57 setiap latihan. Tangan bagian bawah dapat digunakan untuk dekompresi pada patellofeoral joint atau menambah kompresi selama latihan. iii. Patellofemoral Mobs (medial dan Lateral) Posisi pasien terlentang dengan lutut pasien sedikit menekuk dengan sanggahan lutut terapis. Posisi terapis tepat berada disamping pasie, untuk gliding kearah medial kedua jempol pada jari tangan terapis berada pada lateral patella dan kedua jari lainnya memfiksasi patella bagian inferior dan superior, jari jari disekitar medial patella. Lateral glide dilakukan dengan posisikedua jari telunjuk tepat pada medial patella dengan jedua jempol di lateral patella. Teknik mobilisasi pada gliding medial dengan melakukan dorongan patella kearah medial dengan ibu jari terapis sedangkan untuk gliding kearah lateral mobilisasi dilakuakan dengan tarikan kearah lateral dengan jari telunjuk terapis. 2) Mobilization and Movement Patela Inferior Mobilisasi dan gerak pada patella merupakan treatment dimana patella digerakkan normal secara normal pada alur gerak arthokinematicnya (inferior dan sedikit ke medial) selama fleksi assisted knee (pasif dengan bantuan thera band) (Joseph, 2011). 3) Mobilization and Movemen Patella Superior Mobilisasi dinamis pada patella dirancang untuk memperpanjang jaringan lunak (infra patella) dengan membeti penekanan pada patella agar tidak bergerak kearah inferior selama fleksi lutut. Teknik ini memberikan peregangan langsung antara pangkal/ujung patela dan tuberositas tibialis (Joseph, 2011)

70 58 c. Kinesio taping adalah sebuah elastik tape berbahan polimer yang dibungkus oleh 100% serat kapas dan memiliki perekat berbahan 100% acrylic. Pada kasus Patellofemoral pain kinesio taping menggunakan metode Y yang direkatkan dari dorsal patella melalui vastus medialis sampai ke origonya (Kaze, 2003). Kinesio taping ini dirancang secara individual, dimana penerapan kinesio taping ini berbeda beda untuk setiap kondisi seseorang. Pada kasus sindroma nyeri patellofemoral ini, kinesio taping diaplikasikan pada otot vastus medialis obliquus dan quadriceps femoris untuk memberikan rangsangan propioseptik untuk kelemahan otot ini (dari origo ke insersio) dan untuk memungkinkan pergerakan patella secara normal pada alur femoralis/trochlea. Aplikasi kinesio taping diberikan selama 3 hari, setelah itu perekat diganti dengan yang baru dan diaplikasikan ditempat yang sama selama 5 minggu. i. Pertama pengaplikasian kinesio taping difasilitasi pada otot vastus medialis obliquus, potong taping hingga panjangnya kurang lebih 20 cm, pototng bangian tengah pada 1 sisi hingga membentuk Y, potong bagian tengah dan sisakan 5 cm pada sisi yang tidak dipotong tengahnya. Posisi pasien liying dengan fleksi lutut 30 derajat. Tentukan origo otot vastus medialis obliquus dan tempelkan bagian yang tiding dipotong, 2 cabang yang telah dipotong ditarik kira kira 25% dan ditempelkan melingkari otot vastus medialis obliquus dengan akhir di insersio otot. ii. Kedua kinesio taping diberikan disepanjang otot quadriceps femoris dan lateral medial patella, gunakan taping dengan panjang kira kira 50 cm, potong bagian tengah salah satu sisi kira kira 10 cm. Posisi pasien tidur terlentang dengan.

71 59 Kemudian rekatkan percabangan kinesio taping di upper knee kemudian bagian yang tidak dipotong ditempelkan sepanjang otot rekrtus femoris, posisikan kaki klien diatas bed dengan posisi knee fleksi disamping bed. Rekatkan kinesio taping dari upper quadriceps menyusuri inferior dan percabangan berhenti di upper knee. Kemudian posisikan lutut ekstensi 90 derajat diatas bed dan rekatkan percabangan taping yang sudah dipotong kea rah epicondilus lateral dan medial dan melingkari patella medial dan lateral. iii. Ketiga kinesio taping diaplikasikan di patella, dengan tujuan untuk mengorekci patella agar tetap berada dijalurnya, posisi lutut pasien fleksi dibed kira kira 30 derajat dengan kinesio taping yang kira kira 20 cm, potong salah satu sisi hingga menyisakan 5 cm dan membentuk Y. Tempelkan bagian yang tidak tepotong di epicondilus medial pada femur, kemudian tarik kira kira 25 cm dengan melingkari patella melewati patella atas dan yang satunya melewati bagian bawah patela dengan cabang yang sudah dipotong tadi hingga membentuk lingkaran dan patella tepat ditengah lingkaran kinesio taping tersebut. d. Lower Extremity Fungtional Scale adalah pengukuran yang mengggunakan kuisioner umumnya untuk menilai ekstremitas bawah yang berisi 20 pertanyaan dengan total nilai 80 poin, Skala penilaian ini dapat menilai aktivitas fungsoinal pada keterbatasan penderita sindroma nyeri patellofemoral. ( Amber and Steeg, 2011) e. Aktivitas fungsional ekstremitas bawah adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan kapasitas fisik gerak bawah yang dimiliki guna memenuhi kewajiban hidupnya, yang berintegrasi atau berinteraksi dengan lingkungan dimana ia berada.

72 60 f. Tinggi badan adalah panjang tubuh yang diukur dari telapak kaki sampai titik tertinggi kepal (ubun-ubun / vertex) pada posisi tegak, pandangan lurus ke depan, dengan menggunakan alat stadiometer merek camry dengan satuan cm dan ketelitian 0,1 cm g. Umur adalah usia yang ditentukan atas dasar tanggal, bulan, tahun kelahiran pada akte kelahiran sampel penelitian h. Berat badan adalah bobot tubuh yang diukur dengan timbangan berat badan merk Camry dalam satuan kilogram dn ketelitian 0,1 kg 4.5 Tempat Dan Waktu Penelitian a. Tempat penelitian Penelitian dilakukan di klinik fisioterapi Rumah Sakit Islam Gondanglegi Malang. b. Waktu penelitian Penelitian dilakukan selama 5 minggu untuk setiap pasiennya dari bulan maret - Juni 4.6 Instrument Penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data primer 1) Hasil pengukuran lower ekstremitas fungtional sccale 2) Hasil pre test dan post lower ekstremitas fungtional scale 3) Kinesio taping 4) Belt Mulligan 5) Alat dokumentasi untuk merekan jalannya penelitian

73 61 b. Data sekunder 1) Data sekunder yang didapatkan dari klinik fisioterpi Unit Medical Center Universitas Muhammadiyah Malang, klinik fisioterapi Rumah Sakit Islam Gondanglegi Malang, Laboratorium Dasar Keperawatan Fikes UMM, dan kediaman pasien Matahari Home Care.meliputi jumlah pasien, rentang usia, lama serangan terakhir. 2) Lembar pemeriksaan lower ekstremitas fungtional scale 4.7 Prosedur Penelitian a. Studi kepustakaan dari buku, jurnal, proseding, internet dan lain-lain yang relevan dengan topik penelitian. b. Mengurus surat-surat penelitian persetujuan penelitian c. Membuat jadwal pelaksanaan penelitian. d. Menyiapkan alat-alat ukur yang baku dan punya ketelitian yang dapat dipercaya dan diakui secara ilmiah. e. Melakukan penentuan sampel secara acak sederhana dengan cara undian, berdasarkan metode dan kriteria yang telah ditentukan. f. Mengadakan pelatihan. b. Tahap penelitian awal a. Melakukan penelitian perbandingan antara kombinasi teknik mulligan dengan fasilitasi/fasilitasi vastus medialis dengan kinesiotaping terhadap pasien sindroma nyeri patellofemoral

74 62 b. Mengolah hasil penelitian pendahuluan untuk menentukan besar sampel dalam penelitian selanjutnya c. Tahap pemilihan dan penentuan sampel Prosedur pemilihan dan penentuan sampel menyangkut: a. Semua responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel diberikan nomor urut yang berbeda. b. Selanjutnya sampel dipilih secara acak sederhana dengan menggunakan teknik undian genap dan ganjil. Jumlahnya sesuai dengan hasil perhitungan yang diperoleh berdasarkan penelitian pendahuluan. c. Melakukan pembagian kelompok pelatihan secara acak sederhana, dengan teknik undian sebanyak dua kelompok, yang masing-masing kelompok beranggotakan 11 orang. d. Tahap pelaksanaan penelitian Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagi berikut: a. Sebelum pelaksanaan penelitian responden diberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tatalaksana penelitian, dan hak-hak subjek dalam pelaksanaan penelitian. b. Memberikan aplikasi kombinasi teknik mulligan dengan aktifasi/fasilitasi pada otot vastus medialis obliquus pada pasien sindroma nyeri patellofemoral dengan diberikan tiga kali dalam seminggu dan dalam waktu lima minggu.

75 63 c. Memberikan aplikasi perekat kinesio taping pada otot Vastus medialis obliquus dan patela. Dengan aplikasi perekat kinesio taping tetap dipasangkan selama tiga hari, tidak di lepas atau digantikan dengan yang baru. Dengan observasi setelah tiga hari. 4.8 Alur Penelitian 1. Alur penelitian pada penelitian ini didapatkan 22 sample dibagi 2 kelompok menjadi 11 sampel dalam 1 kelompoknya berdasarkan hasil perhitungan Pocock. 2. Sampel dilakukan pre test untuk mendapatkan besar nilai aktivitas fungsional mereka yang di ukur dengan skala fungsional ekstremitas bawah. 3. Data yang diperoleh digunakan untuk membagi sampel menjadi dua kelompok dengan cara alokasi acak sederhana 4. Tiap kelompok diberikan perlakuan. Pada kelompok 1 diberikan perlakuan kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus dan kelompok 2 diberikan perlakuan kinesio taping 5. Perlakuan dilakukan di Klinik Fisioterapi Rumah Sakit Gondanglegi Malang. Tiap-tiap kelompok diberikan perlakuan 3 kali seminggu. 6. Perlakuan untuk masing-masing kelompok dilakukan selama 5 minggu 7. Setelah waktu yang ditentukan berakhir maka akan dilakukan pengambilan data akhir atau post test

76 64 8. Dilanjutkan analisis data dengan menggunakan SPSS. Dari hasil analisis data dilanjutkan penyusunan tesis. Alur penelitian sebagai berikut :

77 65 POPULASI KRITERIA EKSKLUSI DAN EKSKLUSI SAMPEL PEMERIKSAAN FISIOTERAPI ALOKASI ACAK SEDERHANA KELOMPOK 1 KELOMPOK 2 Pre Test (Awal) : Lower Ekstremitas Funftional Scale 5 Pre Test (Awal) : Lower Ekstremitas Funftional Scale Intervensi : Teknik Mulligan Dan Fasilitasi Vastus medialis obliquus Post Test (Akhir) : Lower Ekstremitas Funftional Scale M I N G G U Intervensi : Aplikasi Kinesio Taping Post Test (Akhir) : Lower Ekstremitas Funftional Scale ANALISIS DATA PENYUSUNAN TESIS Gambar 4.10 Skema Alur Penelitian

78 Teknik Analisis Data Data yang diperoleh sejak persiapan dan pelaksanaan (pre test dan post test) diproses dengan SPSS. Data yang ada sebagai berikut: a. Mendeskripsikan rerata dan standard deviasi terhadap umur, berat badan,dan tinggi badan. b. Uji normalitas data dengan Saphiro Wilk Test, bertujuan untuk mengetahui distribusi data masing-masing kelompok perlakuan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Hasil p > 0,05 maka dikatakan bahwa data berdistribusi normal dan apabila p < 0,05 menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi normal. c. Uji komparasi data pada kedua kelompok perlakukan dengan menggunakan uji komparasi parametrik (paired t-test). Uji ini bertujuan untuk membandingkan rerata penderita patellofemoral pain sindrome pada perlakuan teknik mulligan dan fasilitasi/fasilitasi vastus medialis obliquus dengan perlakuan kinesio taping. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Hasil p > 0,05, maka Ho diterima dan Hi ditolak (hipotesis penelitian ditolak atau tidak ada perbedaan yang signifikan) dan p < 0,05 maka Ho ditolak atau Hi diterima (hipotesis penelitian diterima atau ada perbedaan yang signifikan). d. Uji komparasi data penderita sindroma nyeri patellofemoral pada kedua kelompok dengan menggunakan uji komparasi parametrik (Independent t-test). Uji ini bertujuan untuk membandingkan hasil setelah perlakuan teknik mulligan dan fasilitasi/fasilitasi vastus medialis obliquus dengan perlakuan kinesio taping diantara kedua kelompok. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05.Hasil p>0,05 maka Ho diterima atau Hi ditolak (hipotesis penelitian ditolak atau tidak

79 67 ada perbedaan yang signifikan) dan p < 0,05 maka Ho ditolak atau Hi diterima (hipotesis penelitian diterima atau ada perbedaan yang signifikan). e. Uji komparasi data antara sebelum dan sesudah pemberian perlakuan kombinasi teknik mulligan dengan fasilitasi vastus medialis dan aplikasi kinesio taping pada masing-masing kelompok perlakuan dengan menggunakan uji komparasi parametrik (uji t- berpasangan). Uji ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas fungsional khususnya ekstremitas bawah dengang lower ekstremitas fungtional scale setelah intervensi pada masing-masing kelompok. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Hasil p > 0,05 maka Ho diterima atau Hi ditolak (hipotesis penelitian ditolak atau tidak ada perbedaan yang signifikan) dan nilai p 0,05 maka Ho ditolak atau Hi diterima (hipotesis penelitian diterima atau ada perbedaan yang signifikan).

80 75 BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Penelitian ini dilaksanakan di beberapa tempat antara lain di Klinik Fisioterapi Rumah Sakit Gondanglegi Malang, masing masing selama 5 minggu menggunakan rancangan eksperimental terhadap dua kelompok pelatihan. Subjek penelitian berjumlah 22 orang, yang dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 11 orang Data Numerik Karakteristik Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini pada keluhan sindroma nyeri sendi patellofemoral, dalam tindakan terapinya terbagi atas 2 kelompok perlakuan. Karakteristik subjek penelitian yang meliputi ; umur, tinggi badan, dan berat badan pada kedua kelompok pelatihan dapat dilihat pada Tabel 5.1 Tabel 5.1 Data Numerik Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Subjek Numerik Descriptive Statistics Kelompok 1 ± Kelompok 2 (n=11 ) (n=11) Rerata Umur 28,36 ± 3,17 27,36 ± 5,714 TB (cm) 158,82 ± 5,98 157,09 ± 4,742 SB BB (kg) 67,18 ± 8,56 65,91 ± 8,215 77

81 76 Tabel 5.2 Data Kategorik Karakteristik Subjek Penelitian Variabel Kategori Kelompok 1 Kelompok 2 % % Jenis Kelamin Pria 54,5 36,4 Jenis Pekerjaan Wanita 45,5 63,6 Pendidik ,2 Pekerja Medis 9,1 18,2 Lain-lain 45,5 63,6 Status Pernikahan Belum Menikah 45,5 54,5 Menikah 54,5 45,5 Pendidikan SLTA 27,3 27,3 D3/S1 45,5 72,7 S2 27,3 - Hobi Olahraga 54,5 18,2 Traveling 27,3 18,2 Lain-lain 18,2 27, Uji Persyaratan Analisis (Normalitas) Untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas data hasil test sebelum dan sesudah pelatihan. Uji normalitas dengan menggunakan uji Saphiro Wilk Test. Tabel 5.3

82 77 Uji Normalitas Data Peningkatan Aktifitas Fungsional Ekstremitas Bawah Sebelum dan Sesudah Perlakuan Peningkatan Fungsional Ekstremitas Bawah p. Uji Normalitas (Shapiro Wilk-Test) Kelompok 1 Kelompok 2 Sebelum terapi 0,238 0,051 Sesudah terapi 0,609 0,364 Selisih 0,371 0,313 Keterangan Normal Normal Normal Hasil uji normalitas (Saphiro Wilk-Test) score peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah sebelum terapi dan sesudah terapi semua kelompok berdisribusi normal (p > 0,05) Uji Hipotesis Berdasarkan hasil uji normalitas sesuai table 5.3, maka untuk uji hipotesis 1 dan 2 menggunakan uji parametrik dimana untuk menguji signifikansi hipotesis dua sampel yang berpasangan menggunakan uji paired sample t-test Pengujian hipotesis I dan II Tabel 5.4 Uji beda nilai aktivitas fungsional ekstremitas bawah Kelompok 1 dan Kelompok II Sebelum Setelah Variebel N Beda t p Rerata SB Rerata SB Kelompok ,82 4,33 72,00 1,18 28,18 21,24 0,001 Kelompok ,00 4,92 61,18 4,49 16,18 9,55 0,001 Berdasarkan hasil uji paired sample t-test dari data pengukuruan aktivitas fungsional ekstremitas bawah sebelum dan sesudah perlakuan kombinasi teknik mulligan dengan fasilitasi vastus medialis dengan (n=11) dan (α=0,05) diperoleh nilai p value 0,001 (p value > α). Hal ini berarti Ho ditolak. Karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan

83 78 aktivitas fungsional ekstremitas bawah setelah diberikan perlakuan kombinasi teknik mulligan dengan fasilitasi vastus medialis. Berdasarkan hasil uji paired sample t-test dari data pengukuruan aktivitas fungsional ekstremitas bawah sebelum dan sesudah aplikasi kinesio taping dengan (n=11) dan (α=0,05) diperoleh nilai p value 0,001 (p value > α). Hal ini berarti Ho ditolak. Karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah setelah diberikan perlakuan kinesio taping Uji kompatibilitas data pengukuran lower extremity fungsional scale sebelum perlakuan Untuk mengetahui perbedaan rerata kemampuan fungsional sebelum perlakuan pada masing masing kelompok kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis dengan aplikasi kinesio taping. Serta untuk mengetahui signifikansi perbedaan peningkatan kemampuan fungsional sebelum perlakuan pada masing masing kelompok kombinasi teknik mulligan dengan fasilitasi vastus medialis dan aplikasi kinesio taping. Tabel 5.5 Uji Kompatibilitas Sebelum Perlakuan Kedua Kelompok Variabel dengan Independent t- test Variabel Kelompok 1 Rerata SB Kelompok 2 Rerata SB t p Sebelum Perlakuan 43,82 ± 4,333 45,00 ± 8, ,109 Tabel 5.4 diatas menunjukan bahwa pada kedua kelompok sebelum perlakuan menunjukan tidak adanya perbedaan yang signifikan p = 0,109 (p > 0,05). Dengan demikian data yang diuji

84 79 pada hipotesis yang menyebutkan bahwa kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis lebih efektif meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah dari padaaplikasi kinesio taping menggunakan data sesudah perlakuan kedua kelompok. Pada table 5.3 telah dijelaskan bahwa data sesudah perlakuan terdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji hipotesis 3 menggunakan independen t-test Pengujian Hipotesis III Untuk mengetahui perbedaan rerata peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah sebelum dan sesudah pelatihan pada masing masing kelompok digunakan uji t- berpasangan (paired t- test) yang hasilnya tertera pada Tabel 5.6 Tabel 5.6 Uji Komparasi Hasil Peningkatan Aktivitas Fungsional pada Sindroma Nyeri Sendi Patellofemoral Sesudah Perlakuan Kelompok Subyek Sesudah Perlakuan N Rerata ± SB t P Kelompok 1 Kelompok ,00 ± 1, ,18 ± 4,490 7,727 0,001 Tabel 5.5 memperlihatkan beda rerata peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah antar kelompok pada kedua kelompok yang diberikan perlakuan berupa kombinasi teknik

85 80 mulligan dan fasilitasi vastus medialis dengan aplikasi kinesio taping ada perbedaan yang bermakna (p < 0,05). Berarti ada perbedaan yang bermakna hasil perlakuan kelompok-1 dibanding perlakuan kelompok-2 terhadap hasil score peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah bila dilihat dari selisihnya. BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Sampel Deskripsi sampel pada penelitian ini terdiri atas deskripsi berdasarkan data numeric dan kategorik. Pada Deskripsi kategorik terdapat umur subjek yang terlibat dalam penelitian berkisar antara tahun dengan rerata umur dengan rerata umur untuk Kelompok satu 28,36±3,171 dan untuk Kelompok dua 27,36±5,714. Rerata jenis pekerjaan subjek dalam penelitian ini pada Kelompok satu yang memiliki pekerjaan pendidik terbanyak pada kelompok 1 yaitu sebesar 45,5 % dan pekerja medis terbanyak pada Kelompok 2 sebanyak 18,2 % dan yang berprofesi lain yang antara lain sebagai penjahit, sales promotion girl, satpam, supir, terbanyak pada kelompok 2 dengan jumlah persentase 63,3 %. 6.2 Penanganan Kombinasi Teknik Mulligan dan Fasilitasi Vastus medialis Efektif meningkatan Aktivitas Fungsional Ekstremitas Bawah

86 81 Kombinasi Teknik Mulligan dan Fasilitasi Vastus Medialis ,82 Sebelum Sesudah Teknik Mulligan dan Fasilitasi Vastus Medialis Grafik 6.1 Hasil Pengukuran Kelompok 1 Sebelum dan Sesudah Berdasarkan hasil uji paired sample t diperoleh nilai rerata untuk peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada perlakuan kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus dengan nilai rerata sebelum perlakuan sebesar 43,82 dan meningkat setelah perlakuan sebesar 72,00, didapatkan perbedaan yang signifikan pada nilai lower ekstremitas fungtional scale secara bermakna sebelum dan sesudah intervensi. Hal ini menunjukan bahwa pemberian teknik mulligan pada fasilitasi vastus medialis obliquus efektif memberikan peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah. Sindroma nyeri patellofemoral merupakan nyeri retropatellar atau lebih tepatnya nyeri pada area anterior lutut yang diakibatkan melemahnya otot vastus medialis obliquus (Kushion et al. 2012). Akibat melemahnya otot vastus medialis membuat ketidakseimbangan vector (kekuatan) stabilisator patella khususnya vastus lateralis ini menyebabakan bergesenya patella kearah lateral yang menyebabkan bergesernya patella pada jaringan lunak dan artikulasio sekitarnya, jika dibiarkan terus menerus akan menyebabkan iritasi dan dapat menyebabkan nyeri hingga kesulitan untuk melakukan aktivitas. Kombinasi teknik mulligan merupakan salah satu intervensi yang tepat diberikan pada kondisi tersebut dengan problem keterbatasan aktivitas fungsional bawah. Teknik mulligan

87 82 merupakan salah satu teknik manual terapi modern yang menggunakan mobilisasi pada sendi dimana konsep mulligan ini tidak ada rasa sakit yang ditimbulkan selama dan setelah aplikasi dilakukan. Nyeri disini dijadikan suatu panduan. Keberhasilan dari teknik ini ditandai dengan tidak ditemukannya rasa nyeri selama praktisi melakukan teknik dalam menggerakkan dan meningkatkan fungsi. Setelah fungsi sendi kembali, program selanjutnya adalah pemulihan kekuatan otot, daya tahan, dan pengembangan neuro control motor. Patokan mulligan adalah mengendalikan dari posisi yang salah untuk dijadikan konsep, satu per satu mekanisme penelusuran gerak dan fungsi sendi dirotasikan dengan mempertimbangkan respon neurofisiologisnya (Mulligan, 1999). Teknik aktivasi pada otot ini dapat mengidentifikasi kelemahan dan meningkatkannya, antara lain dengan pengukuran dan penilaian gerak aktif, pasif, dan resisted untuk menentukan nilai neurological integrity, dan kontraksi isomertik atau palpasi untuk memperbaiki jaringan. Hasil dari pengukuran dan penilaian otot tersebut menetukan teratment apa yang nantinya akan digunakan untuk menormalkan atau mengembalikan fungsi otot (Medeleine, 2012). Aktivasi pada otot vastus medialis obliquus merupakan usaha untuk mengaktivkan, meningkatkan dan mengembalikan kekuatan dan fungsi otot vastus medialis obliquus dengan tujuan mengembalikan kekuatan atau meningkat meningkatkan kekuatan otot. Perpaduan dua kombinasi ini diberikan berdasarkan fungsi kerja kedua perlakuan yang sinergis dalam meningkatkan aktivitas fungional khususnya pada problematika sindroma nyeri sendi patellofemoral. Dimana fungsi teknik mulligan dalam mengembalikan fungsi sendi dan reposisi patella pada tempatnya, kemudian dikombinasikan dengan fasilitasi vastus medialis obliquus yang menguatkan dan meningkatkan fungsi otot.

88 83 Suatu penelitian yang membuktikan efektifitas teknik mulligan terhadap pengurangan nyeri dan perbaikan fungsi sendi secara substansial pada kondisi musculoskeletal (Vicenzini et al. 2003) dan didukung pula pada penelitian Lowri et al. (2008) yang membuktikan pengaruh manual terapi dan latihan aktivasi pada vastus medalis pada penurunan nyeri dan peningkatan fungsional pada penderita sindroma nyeri sendi patellofemoral. Kedua aplikasi diberikan selama tiga hari sekali dalam jangka waktu tiga minggu pada setiap sampel, hasil akhir setelah tiga minggu perlakuan didapatkan perbedaan hasil rerata peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah yang bermakna Aplikasi Kinesio Taping Dapat Meningkatkan Aktivitas Fungsional Ekstremitas Bawah Aplikasi Kinesio Taping 61,18 45,00 Sebelum Sesudah Aplikasi Kinesio Taping Grafik 6.2 Hasil Pengukuran LEFS Pada Kelompok 2 Berdasarkan hasil pengukuran Lower Ekstremitas Functional Scale pada kelompok II didapatkan nilai rerata untuk sebelum perlakuan sebesar 45,00 dan menjadi 61,18 setelah perlakuan. Perbedaan hasil antara sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan pada kelompok 2 dimana didapatkan perbedaan yang signifikan, nilai hasil pengukuran setelah perlakuan lebih

89 84 besar dari nilai sebelum perlakuan, yang berarti aplikasi kinesio taping meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada penderita sindroma nyeri sendi patellofemoral. Berdasarkan uji statistik parametrik berpasangan (t-paired test) terhadap hasil penelitian terdapat perbedaan hasil dari sebelum dan sesudah perlakuan yaitu didapatkan nilai p < 0,05 untuk peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah. Hal ini menunjukan bahwa pemberian aplikasi kinesio taping dapat meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada pederita sindroma nyeri patellofemoral. Tujuan aplikasi kinesio taping pada penderita sindroma nyeri patellofemoral adalah untuk memperbaiki tempurung lutut k earah yang normal dan menurunkan ketegangan struktur jaringan di sekitar sendi patellofemoral yang berlebihan. Selain penguatan quadriceps otot quadriceps secara keseluruhan dan peningkatan vastus medialis obliquus, kinesio taping juga mempertahankan letak patella tetap pada tempatnya, sementara terjadi microkontraksi pada otot vastus medialis obliquus (Bolgla et al. 2008). Penderita nyeri sendi patellofemoral mengalami ketidakseimbangan otot quadriceps dan menyebabkan terjadinya tracking abnormal pada patella sehingga akan menyebabkan banyaknya struktur jaringan lunak yang menegang di sekitar sendi patellofemoral yang pada akhirnya yang menyebabkan nyeri. Di sinilah peran kinesio taping sebagai fasilitas aktivasi keseimbangan otot quadriceps sehingga terjadi koreksi dari ketidakseimbangan dan dengan kinesio taping menurukan gejala dari penderita sindroma nyeri patellofemoral. 6.4 Beda Pengaruh Antara Kombinasi Teknik Mulligan Dengan Aktivasi Vastus medialis Dengan Aplikasi Kinesio taping Pada Peningkatan Aktivitas Fungsional Ekstremitas Bawah.

90 85 Peningkatan Aktivitas Fungsional Ekstremitas Bawah Kelompok 1 dan Kelompok 2 45,00 43,82 72,00 61,18 Sebelum Sesudah Kelompok 1 Kelompok 2 Grafik 6.3 Selisih Hasil Pengukuran Kedua Kelompok Berdasarkan hasil pengukuran kedua kelompok diatas didapatkan perbedaan hasil antara perlakuan kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialiss obliquus dengan perlakuan aplikasi kinesio taping. Dimana pada kelompok 1 nilai rerata lebih besar dibanding dengan kelompok 2, yang berarti perlakuan kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus (kelompok 1) lebih efektif meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah dibanding dengan aplikasi kinesio taping (kelompok 2). Walaupun terlihat adanya peningkatan hasil pengukuran pada kelompok 2, tetapi peningkatan yang lebih besar terlihat pada kelompok 1 sesuai dengan hipotesis 3. Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji independent sample t test diperoleh nilai p < 0,05 untuk peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada penderita sindroma nyeri patellofemoral. Hal ini menunjukan bahwa kombunasi teknik mulligan dengan aktivasi vastus medialis lebih baik dari pada aplikasi kinesio taping. Penambahan mulligan pada aktivasi vastus medialis mampu menghasilkan peningkatan aktivitas fungsional ektremitas bawah pada penderita sindroma nyeri patellofemoral. Hal ini disebabkan karena sifat dari aktivasi yang memfokuskan pada otot vastus medialis berkontraksi lebih besar, mengingat letak otot yang sulit untuk dikontraksikan secara khusus, dengan adanya

91 86 aktivasi khusus pada otot ini membuat kerja otot maksimal. Ditambah dengan gerakan sendi yang terdapat pada teknil mulligan yang dapat merangsang aktivitas biologis karena cairan synovial yang membawa nutrisi ke kartilago ke jaringan fibrocartilago (meniscus) dan dapat memelihara ekstensibilitas dan kekuatan regangan dari jaringan sendi. Dengan efek mekanikal tersebut maka teknik mobilisasi digunakan untuk mengobati kekakuan sendi (stiffness) atau hipomobilitas sendi, dimana dapat menghasilkan peningkatan mobilitas kapsul-ligamentair dan deformasi plastic serta menghasilkan stretching pada jaringan lunak yang memendek (Mulligan, 1999). Secara khusus, teknik mobilisasi Mulligan bertujuan untuk mengoreksi kegagalan positional dari facet joint akibat adanya minor sprain/strain (Exelby, 1999). Sedangkan yang terjadi pada kinesio taping kurang efektif karena kontraksi yang diberikan kurang maksimal walaupun kerjanya selama 72 jam nonstop memberikan kontraksi dan menjaga koreksi patella pada tempatnya. Seperti yang sebutkan pada penelitian Golik (2012) pada orang dengan sindroma nyeri sendi patellofemoral dengan tidak, dengan enam metode aplikasi kinesio taping yang berbeda untuk menilai efektifitas kinesio taping selama 72 jam didapatkan hasil yang tidak signifikan secara statistik dimana dijelaskan penguatan quadriceps pada penderita sindroma nyeri patellofemoral tidak begitu bermakna perbedaannya, yang terjadi hanya penurunan nyeri sesaat. Peningkatan yang berbeda ini dikarena cara kerja teknik mulliagan dan aktivasi vastus medialis oblique memberikan kerja otot yang maksimal dan 2 hari istirahat untuk adaptasi otot terhadap latihan, sehingga dalam 3 hari latihan yang diberikan memberikan hasil yang maksimal dibanding kerja kinesio taping yang minimal dan tidak maksimal memberikan latihan otot yang lemah pada khususnya. Kelebihan dari kinesio taping ini adalah pasien tidak perlu menyiapkan waktu untuk latihan dan tenaga untuk latihan, dikarenakan aplikasi ini tetap bekerja dalam keadaan apapun selama 72

92 87 jam walaupun pasien sedang beristirahat dengan catatan kinesio taping tetap menempel dengan sempurna, sedangkan pada latihan aplikasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis pasien harus menyiapkan waktu seminggu sekali untuk latihan, dan latihan ini membutuhkan waktu kira-kira satu jam per sesi latihanya. Sedangkan kelebihan pada teknik mulligan ini, pasien lebih cepat merasakan peningkatan aktivitas fungsionalnya, dikarenakan kontraksi yang terjadi maksimal sehingga otot yang mengalami kelemahan mengalami penguatan maksimal. Kekurangan pada kinesio taping terletak pada cara kerja kinesio taping yang minimal walaupun kerja mikro kontraksi yang dilakukan selama 72 jam, tetapi tidak adanya proses latihan otot yang lemah, walaupun stabilisator otot diinhibisi dan dan reposisi patella pada tempatnya walaupun tetap beraktivitas. Dari segi cost and sharing kinesio taping dapat dikatakan mahal, sehingga yang menggunakan kebanyakan dikalangan atlet dan menengah ke atas, untuk pasien dengan golongan mampu tetapi tidak punya untuk latihan, pemasangan kinesio taping dirasakan tepat tetapi efektifitas kesembuhannya lebih lama. Pada akhir penelitian ini membuktikan kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus jauh lebih efektif dalam meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah daripada aplikasi kinesio taping. Kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus terdiri dari 11 sampel yang diberikan perlakuan ini setelah diukur dengan lower extremity functional scale dan didapatkan peningkatan skor pengukuran, yang berarti adanya peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah. Sedangkan pada Kelompok kinesio taping yang mempunyai jumlah sampel 11 orang pada penelitian ini juga mengalami peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah tetapi rerata peningkatanseluruh sampel pada kelompok ini tidak lebih tinggi dari kelompok 1. Jadi dapat disimpulkan bahwa kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus lebih efektif dalam meningkatkan aktivitas fungsional

93 88 ekstremitas bawah daripada aplikasi kinesio taping pada penderita sindroma nyeri patellofemoral.

94 89 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: a. Terapi kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus dapat meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada sindroma nyeri sendi patellofemoral. b. Pemberian kinesio taping efektif meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada sindroma nyeri sendi patellofemoral c. Terapi kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus lebih baik dalam meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah daripada aplikasi kinesio taping pada sindroma nyeri sendi patellofemoral. 7.2 Saran Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan temuan dan kajian dalam penelitian ini adalah : a. Perlu penelitian lanjutan terkait jumlah sampel dan intervensi tambahan lain yang diberikan pada pasien sindroma nyeri sendi patellofemoral b. Diperlukan pengembangan penelitian selanjutnya pada kondisi sindroma nyeri sendi patellofemoral dengan melihat efektivitas antara teknik mulligan dengan teknik mobilisasi lainnya seperti maitland. 84

95 90 c. Dapat dijadikan standar penatalaksanaan yang lebih baik dimana kombinasi teknik mulligan dengan fasilitasi vastus medialis sebagai penatalaksanaan fisioterapi pada kasus sindroma nyeri sendi patellofemoral. d. Sebagai bahan pertimbangan untuk tidak menggunakan kinesio taping murni (tanpa latihan) pada kasus sindroma nyeri sendi patellofemoral, dikarenakan efek yang diberikan tidak begitu berpengaruh pada peningkatan fungsional ekstremitas bawah (aplikasi diberikan selama 5 minggu)

96 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Sampel Deskripsi sampel pada penelitian ini terdiri atas deskripsi berdasarkan data numeric dan kategorik. Pada Deskripsi kategorik terdapat umur subjek yang terlibat dalam penelitian berkisar antara tahun dengan rerata umur dengan rerata umur untuk Kelompok satu 28,36±3,171 dan untuk Kelompok dua 27,36±5,714. Rerata jenis pekerjaan subjek dalam penelitian ini pada Kelompok satu yang memiliki pekerjaan pendidik terbanyak pada kelompok 1 yaitu sebesar 45,5 % dan pekerja medis terbanyak pada Kelompok 2 sebanyak 18,2 % dan yang berprofesi lain yang antara lain sebagai penjahit, sales promotion girl, satpam, supir, terbanyak pada kelompok 2 dengan jumlah persentase 63,3 %. 6.2 Penanganan Kombinasi Teknik Mulligan dan Fasilitasi Vastus medialis Efektif meningkatan Aktivitas Fungsional Ekstremitas Bawah Kombinasi Teknik Mulligan dan Fasilitasi Vastus Medialis ,82 Sebelum Sesudah Teknik Mulligan dan Fasilitasi Vastus Medialis Grafik 6.1 Hasil Pengukuran Kelompok 1 Sebelum dan Sesudah 75

97 76 Berdasarkan hasil uji paired sample t diperoleh nilai rerata untuk peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada perlakuan kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus dengan nilai rerata sebelum perlakuan sebesar 43,82 dan meningkat setelah perlakuan sebesar 72,00, didapatkan perbedaan yang signifikan pada nilai lower ekstremitas fungtional scale secara bermakna sebelum dan sesudah intervensi. Hal ini menunjukan bahwa pemberian teknik mulligan pada fasilitasi vastus medialis obliquus efektif memberikan peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah. Sindroma nyeri patellofemoral merupakan nyeri retropatellar atau lebih tepatnya nyeri pada area anterior lutut yang diakibatkan melemahnya otot vastus medialis obliquus (Kushion et al. 2012). Akibat melemahnya otot vastus medialis membuat ketidakseimbangan vector (kekuatan) stabilisator patella khususnya vastus lateralis ini menyebabakan bergesenya patella kearah lateral yang menyebabkan bergesernya patella pada jaringan lunak dan artikulasio sekitarnya, jika dibiarkan terus menerus akan menyebabkan iritasi dan dapat menyebabkan nyeri hingga kesulitan untuk melakukan aktivitas. Kombinasi teknik mulligan merupakan salah satu intervensi yang tepat diberikan pada kondisi tersebut dengan problem keterbatasan aktivitas fungsional bawah. Teknik mulligan merupakan salah satu teknik manual terapi modern yang menggunakan mobilisasi pada sendi dimana konsep mulligan ini tidak ada rasa sakit yang ditimbulkan selama dan setelah aplikasi dilakukan. Nyeri disini dijadikan suatu panduan. Keberhasilan dari teknik ini ditandai dengan tidak ditemukannya rasa nyeri selama praktisi melakukan teknik dalam menggerakkan

98 77 dan meningkatkan fungsi. Setelah fungsi sendi kembali, program selanjutnya adalah pemulihan kekuatan otot, daya tahan, dan pengembangan neuro control motor. Patokan mulligan adalah mengendalikan dari posisi yang salah untuk dijadikan konsep, satu per satu mekanisme penelusuran gerak dan fungsi sendi dirotasikan dengan mempertimbangkan respon neurofisiologisnya (Mulligan, 1999). Teknik aktivasi pada otot ini dapat mengidentifikasi kelemahan dan meningkatkannya, antara lain dengan pengukuran dan penilaian gerak aktif, pasif, dan resisted untuk menentukan nilai neurological integrity, dan kontraksi isomertik atau palpasi untuk memperbaiki jaringan. Hasil dari pengukuran dan penilaian otot tersebut menetukan teratment apa yang nantinya akan digunakan untuk menormalkan atau mengembalikan fungsi otot (Medeleine, 2012). Aktivasi pada otot vastus medialis obliquus merupakan usaha untuk mengaktivkan, meningkatkan dan mengembalikan kekuatan dan fungsi otot vastus medialis obliquus dengan tujuan mengembalikan kekuatan atau meningkat meningkatkan kekuatan otot. Perpaduan dua kombinasi ini diberikan berdasarkan fungsi kerja kedua perlakuan yang sinergis dalam meningkatkan aktivitas fungional khususnya pada problematika sindroma nyeri sendi patellofemoral. Dimana fungsi teknik mulligan dalam mengembalikan fungsi sendi dan reposisi patella pada tempatnya, kemudian dikombinasikan dengan fasilitasi vastus medialis obliquus yang menguatkan dan meningkatkan fungsi otot.

99 78 Suatu penelitian yang membuktikan efektifitas teknik mulligan terhadap pengurangan nyeri dan perbaikan fungsi sendi secara substansial pada kondisi musculoskeletal (Vicenzini et al. 2003) dan didukung pula pada penelitian Lowri et al. (2008) yang membuktikan pengaruh manual terapi dan latihan aktivasi pada vastus medalis pada penurunan nyeri dan peningkatan fungsional pada penderita sindroma nyeri sendi patellofemoral. Kedua aplikasi diberikan selama tiga hari sekali dalam jangka waktu tiga minggu pada setiap sampel, hasil akhir setelah tiga minggu perlakuan didapatkan perbedaan hasil rerata peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah yang bermakna Aplikasi Kinesio Taping Dapat Meningkatkan Aktivitas Fungsional Ekstremitas Bawah Aplikasi Kinesio Taping 61,18 45,00 Sebelum Sesudah Aplikasi Kinesio Taping Grafik 6.2 Hasil Pengukuran LEFS Pada Kelompok 2 Berdasarkan hasil pengukuran Lower Ekstremitas Functional Scale pada kelompok II didapatkan nilai rerata untuk sebelum perlakuan sebesar 45,00 dan

100 79 menjadi 61,18 setelah perlakuan. Perbedaan hasil antara sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan pada kelompok 2 dimana didapatkan perbedaan yang signifikan, nilai hasil pengukuran setelah perlakuan lebih besar dari nilai sebelum perlakuan, yang berarti aplikasi kinesio taping meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada penderita sindroma nyeri sendi patellofemoral. Berdasarkan uji statistik parametrik berpasangan (t-paired test) terhadap hasil penelitian terdapat perbedaan hasil dari sebelum dan sesudah perlakuan yaitu didapatkan nilai p < 0,05 untuk peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah. Hal ini menunjukan bahwa pemberian aplikasi kinesio taping dapat meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada pederita sindroma nyeri patellofemoral. Tujuan aplikasi kinesio taping pada penderita sindroma nyeri patellofemoral adalah untuk memperbaiki tempurung lutut k earah yang normal dan menurunkan ketegangan struktur jaringan di sekitar sendi patellofemoral yang berlebihan. Selain penguatan quadriceps otot quadriceps secara keseluruhan dan peningkatan vastus medialis obliquus, kinesio taping juga mempertahankan letak patella tetap pada tempatnya, sementara terjadi microkontraksi pada otot vastus medialis obliquus (Bolgla et al. 2008). Penderita nyeri sendi patellofemoral mengalami ketidakseimbangan otot quadriceps dan menyebabkan terjadinya tracking abnormal pada patella sehingga akan menyebabkan banyaknya struktur jaringan lunak yang menegang di sekitar sendi patellofemoral yang pada akhirnya yang menyebabkan nyeri. Di sinilah peran kinesio taping sebagai fasilitas aktivasi keseimbangan otot quadriceps

101 80 sehingga terjadi koreksi dari ketidakseimbangan dan dengan kinesio taping menurukan gejala dari penderita sindroma nyeri patellofemoral. 6.4 Beda Pengaruh Antara Kombinasi Teknik Mulligan Dengan Aktivasi Vastus medialis Dengan Aplikasi Kinesio taping Pada Peningkatan Aktivitas Fungsional Ekstremitas Bawah. Peningkatan Aktivitas Fungsional Ekstremitas Bawah Kelompok 1 dan Kelompok 2 45,00 43,82 72,00 61,18 Sebelum Sesudah Kelompok 1 Kelompok 2 Grafik 6.3 Selisih Hasil Pengukuran Kedua Kelompok Berdasarkan hasil pengukuran kedua kelompok diatas didapatkan perbedaan hasil antara perlakuan kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialiss obliquus dengan perlakuan aplikasi kinesio taping. Dimana pada kelompok 1 nilai rerata lebih besar dibanding dengan kelompok 2, yang berarti perlakuan kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus (kelompok 1) lebih efektif meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah dibanding dengan aplikasi kinesio taping (kelompok 2). Walaupun terlihat adanya peningkatan hasil pengukuran pada kelompok 2, tetapi peningkatan yang lebih besar terlihat pada kelompok 1 sesuai dengan hipotesis 3. Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji independent sample t test diperoleh nilai p < 0,05 untuk peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas

102 81 bawah pada penderita sindroma nyeri patellofemoral. Hal ini menunjukan bahwa kombunasi teknik mulligan dengan aktivasi vastus medialis lebih baik dari pada aplikasi kinesio taping. Penambahan mulligan pada aktivasi vastus medialis mampu menghasilkan peningkatan aktivitas fungsional ektremitas bawah pada penderita sindroma nyeri patellofemoral. Hal ini disebabkan karena sifat dari aktivasi yang memfokuskan pada otot vastus medialis berkontraksi lebih besar, mengingat letak otot yang sulit untuk dikontraksikan secara khusus, dengan adanya aktivasi khusus pada otot ini membuat kerja otot maksimal. Ditambah dengan gerakan sendi yang terdapat pada teknil mulligan yang dapat merangsang aktivitas biologis karena cairan synovial yang membawa nutrisi ke kartilago ke jaringan fibrocartilago (meniscus) dan dapat memelihara ekstensibilitas dan kekuatan regangan dari jaringan sendi. Dengan efek mekanikal tersebut maka teknik mobilisasi digunakan untuk mengobati kekakuan sendi (stiffness) atau hipomobilitas sendi, dimana dapat menghasilkan peningkatan mobilitas kapsul-ligamentair dan deformasi plastic serta menghasilkan stretching pada jaringan lunak yang memendek (Mulligan, 1999). Secara khusus, teknik mobilisasi Mulligan bertujuan untuk mengoreksi kegagalan positional dari facet joint akibat adanya minor sprain/strain (Exelby, 1999). Sedangkan yang terjadi pada kinesio taping kurang efektif karena kontraksi yang diberikan kurang maksimal walaupun kerjanya selama 72 jam nonstop memberikan kontraksi dan menjaga koreksi patella pada tempatnya. Seperti yang sebutkan pada penelitian Golik (2012) pada orang dengan sindroma

103 82 nyeri sendi patellofemoral dengan tidak, dengan enam metode aplikasi kinesio taping yang berbeda untuk menilai efektifitas kinesio taping selama 72 jam didapatkan hasil yang tidak signifikan secara statistik dimana dijelaskan penguatan quadriceps pada penderita sindroma nyeri patellofemoral tidak begitu bermakna perbedaannya, yang terjadi hanya penurunan nyeri sesaat. Peningkatan yang berbeda ini dikarena cara kerja teknik mulliagan dan aktivasi vastus medialis oblique memberikan kerja otot yang maksimal dan 2 hari istirahat untuk adaptasi otot terhadap latihan, sehingga dalam 3 hari latihan yang diberikan memberikan hasil yang maksimal dibanding kerja kinesio taping yang minimal dan tidak maksimal memberikan latihan otot yang lemah pada khususnya. Kelebihan dari kinesio taping ini adalah pasien tidak perlu menyiapkan waktu untuk latihan dan tenaga untuk latihan, dikarenakan aplikasi ini tetap bekerja dalam keadaan apapun selama 72 jam walaupun pasien sedang beristirahat dengan catatan kinesio taping tetap menempel dengan sempurna, sedangkan pada latihan aplikasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis pasien harus menyiapkan waktu seminggu sekali untuk latihan, dan latihan ini membutuhkan waktu kirakira satu jam per sesi latihanya. Sedangkan kelebihan pada teknik mulligan ini, pasien lebih cepat merasakan peningkatan aktivitas fungsionalnya, dikarenakan kontraksi yang terjadi maksimal sehingga otot yang mengalami kelemahan mengalami penguatan maksimal. Kekurangan pada kinesio taping terletak pada cara kerja kinesio taping yang minimal walaupun kerja mikro kontraksi yang dilakukan selama 72 jam, tetapi tidak adanya proses latihan otot yang lemah, walaupun stabilisator otot diinhibisi dan dan reposisi patella pada tempatnya

104 83 walaupun tetap beraktivitas. Dari segi cost and sharing kinesio taping dapat dikatakan mahal, sehingga yang menggunakan kebanyakan dikalangan atlet dan menengah ke atas, untuk pasien dengan golongan mampu tetapi tidak punya untuk latihan, pemasangan kinesio taping dirasakan tepat tetapi efektifitas kesembuhannya lebih lama. Pada akhir penelitian ini membuktikan kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus jauh lebih efektif dalam meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah daripada aplikasi kinesio taping. Kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus terdiri dari 11 sampel yang diberikan perlakuan ini setelah diukur dengan lower extremity functional scale dan didapatkan peningkatan skor pengukuran, yang berarti adanya peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah. Sedangkan pada Kelompok kinesio taping yang mempunyai jumlah sampel 11 orang pada penelitian ini juga mengalami peningkatan aktivitas fungsional ekstremitas bawah tetapi rerata peningkatanseluruh sampel pada kelompok ini tidak lebih tinggi dari kelompok 1. Jadi dapat disimpulkan bahwa kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus lebih efektif dalam meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah daripada aplikasi kinesio taping pada penderita sindroma nyeri patellofemoral.

105 84 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: a. Terapi kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus dapat meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada sindroma nyeri sendi patellofemoral. b. Pemberian kinesio taping efektif meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah pada sindroma nyeri sendi patellofemoral c. Terapi kombinasi teknik mulligan dan fasilitasi vastus medialis obliquus lebih baik dalam meningkatkan aktivitas fungsional ekstremitas bawah daripada aplikasi kinesio taping pada sindroma nyeri sendi patellofemoral. 7.2 Saran Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan temuan dan kajian dalam penelitian ini adalah : a. Perlu penelitian lanjutan terkait jumlah sampel dan intervensi tambahan lain yang diberikan pada pasien sindroma nyeri sendi patellofemoral b. Diperlukan pengembangan penelitian selanjutnya pada kondisi sindroma nyeri sendi patellofemoral dengan melihat efektivitas antara teknik mulligan dengan teknik mobilisasi lainnya seperti maitland. 84

106 85 c. Dapat dijadikan standar penatalaksanaan yang lebih baik dimana kombinasi teknik mulligan dengan fasilitasi vastus medialis sebagai penatalaksanaan fisioterapi pada kasus sindroma nyeri sendi patellofemoral. d. Sebagai bahan pertimbangan untuk tidak menggunakan kinesio taping murni (tanpa latihan) pada kasus sindroma nyeri sendi patellofemoral, dikarenakan efek yang diberikan tidak begitu berpengaruh pada peningkatan fungsional ekstremitas bawah (aplikasi diberikan selama 5 minggu)

107 DAFTAR PUSTAKA Akbas, E. Atay, A O. Yuksel, I The effect of additional kinesio taping over exercise in the treatment of patellofemoral pain syndrome. Turkey. Institute of Health Sciences, Uneversity Hacattepe. (diunduh : 29 desember 2012). Available from : Amis, A.A Current concept on anatomy and biomechanics of patellar stability. United Kingdom. Sport Medicine Arthroscopy Revie.(diunduh 25 Januari 2013). Available from : Bakta, I. M Diktat Mata Kuliah Metodelogi Penelitian. Denpasar: Program Studi Ergonomi dan Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Bolgla. Lori, A,Scott W, Malone, Terry R Vastus Medialis Activation During Knee extension Exercise : Evidence Based for Exercise Prescription. Journal of sport rehabilitation. (diunduh 30 Januari 2013). Available from : %20knee.pdf Bolgla, Lori A, Boling, Michael C An Update for the conservative managemen of patellofemoral pain syndrome. A systemic Review of the literature from 2000 to USA. The international journal of sport physical therapy. (diunduh 18 januari 2013). Available from : Biedert R M Patellofemoral Disorder ; Diagnosis and Treatment. E-book From Google Book. USA. (diunduh 28 Desember 2012). Available From : patellofemoral+malalignment+roland&source=bl&ots=ji9qlpepff&sig=nukajc

108 X66IVSihNXTUtll3OwCxw&hl=id&sa=X&ei=SFhCUfLZMc7IrQez2oHQDA &redir_esc=y#v=onepage&q=patellofemoral%20malalignment%20roland&f=fal se Carey, M. Odegaard, R. Peterson, C. Tavera, M Digital concept s publication of Mulligan practitioner. RX Box is aregistered trademark of therapies, Inc. Dixit S, Difori J P, Burton M, Miner B Management of patellofemoralpain syndrome. Amerika.Anerican Family Physician.(diunduh 24 januari 2013). Available from : Domino A, Steeg B V Patellofemoral pain syndrome minimal data set information anf instruction. Journal of Orthopedic and Physiotherapi. (diunduh 7 januari 2013). Available from : Exelby L The Mulligan concepr : Its Application in the Management of Spinal Condition. UK. Eseiver Science Ltd. (diunduh 2 Februari 2013). Avilable From : Fourie W J R Vastus Medialis anf vastus medialis oblique A new prespective. Physiotherapist/treatment for neck, knee pain or sport injury. (diunduh 5 januari 2013). Available from : Gunawan, A Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot. Integral: Majalah Ilmiah Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol. 6 no. 2 (Okt. 2001), halaman Indonesia. (diunduh 25 februari 2013). Available from : Gunawan_M.pdf

109 Golik K The Effect of Kinesio Taping on Muscle Activation or Pain in Adults with and without Patellofemoral Pain : An Evidence Based Review. (diunduh 4 April 2013). Available from : of%20kinesio%20taping%20on%20muscle%20activation%20or%20pain%20i n%20adults%20with%20and%20without%20patellofemoral%20pain_golik.pd f Hafez A R, Zakaria A, Brugadda S Eccentric versus concentric contravtion of quadriceps muscle in treatmen of chondromalacia patella. Riyadh.World journal of medical science7 (3): (diunduh 7 januari 2013). Available from : Hains G, Hains F Patellofemoral pain syndrome managed by ischemic compression to the trigger points located in the peri-patellar and retro-patelar areas: A randomized clinical trial. Original article elsevier clinical chiropractic. Canada. (diunduh 7 Januari 2013). Available from : Hsu, Y H, Chen, W Y, Lin, H C, Wang W T J, Shih Y F The Effects of Taping on Scapular Kinematics and Muscle Performance in Baseball Players with Shoulder Impingement Syndrome. Journal of Electromyography and Kinesiologi. Taiwan. (diunduh 16 Januari 2013). Awailable from : Ingaraham P Patellofemoral pain syndrome. Kanada. E-book Patellofemoral pain syndrome. (diunduh 25 januari 2013). Available from :

110 Jensen, R Patellofemoral pain syndrome: studies on a treatment modality, somatosensory function, pain, and psychological parameters (tesis). Norwaygia. University of Bergen. Jhun, Mark S Patellofemoral pain Syndrome : a revie an guidelines for treatment. USA. Journal of the American Academu of Family Physician.(diunduh 15 januari 2013). Available from : Joseph, M F Clinical Evaluation and Rehabilitation Prescription for Knee motion Loss. University of Connecticut, Department of Kinesiology, Physical Therapy Program, 358 Mansfield Rd, Storrs, CT 06269, USA. (diunduh 1 Maret 2013). Available from : Kase, K. Wallis, J. Kase, T Clinical therapeutic applications of the kinesiotaping method 2 nd edition. Jepang. Ken Ikai Co Kisner C. Colby L,A Therapeutic Exercise : Foundation and Techniques fourth edition. Philadelphia. F A Davis Company. (diunduh : 5 Maret 2013). Avilable from : Kushion D, Rheaume J, Kopchitz K, Glass S, Alderink, Jinn J H EMG activation of the vastus medialis oblique and Vastud Laterapis During Four Rehabilitative Exercise. The ope Rehabilitation Journal. USA. (diunduh 30 Juni 2013). Available is : Linsschoten R, Van Patellofemoral pain syndrome anf exercise therapy, layout and printing. Netherland. (diunduh 3 februari 2013). Availanble from :

111 Lowri C D, Clealand J A, Dyke K. 2008, Management of patient with patellofemoral pain syndrome using a multimodal approache:a case series. Journal orthopedic nand sport physical therapy. (diunduh 24 januari 2013). Available from : Madeleine, C Muscle Activation Technique. Apana Bodywork. Canada. (diunduh 1 Februari 2013). Available from : Malanga G A, Andrus S, Nadler S F, McLean J Physical Examination of Knee : A Review of the Original Test Description and Scientific Validity of Common Orthopedic Test. Archive Physical Medic Rehabilitation. (Diunduh 15 Januari 2013). Available From : Mo-An, H. Miller, C. Mcelveen, M. Lynch, J The effect of kinesiotape on lower extremity functional movement screen scores. Amerika. International Journal of Exercise Science 5(3): Mulligan, B R Ebook ; Manual Therapy Nags, Snags, MWMs, etc., 4 th Edn. New Zealand. Nambi G S. Manisha. Vora P K Lumbo Pelvic Manipulation Versud Patellat Mobilization in Chronic Patella Femoral Pain Syndrome Patient in Terms of Pain. International Journal of Pharmaceutical and Health Care. India. (diunduh 13 April 2013). Available from : Naslund J Patellofemoral Pain Syndrome Clinical and Pathophysiological Consideration. Sweden. (diunduh 2 Januari 2013). Thesis from department of Physioligi and Pharmacology of karolin Instituet. Available from :

112 Nobre, T.L Comparison of exercise open kinetic chain dan closed kinetic chain in the rehabilitation of patellofemoral dysfunction: an update revision. Brazil. (di unduh 25 Januari 2013). Available from : 1 O sullivan, Celeste A, Popelas Activation of vastus medialis obliquus among individual with patellofemoral pain syndrome. Journal og strength ang conditioning research Ontario. Peng, H T. Kernozek T W. Song C Y Muscle activation of vastus medialis obliquus and vastus lateralis during a dynamic leg press exercise with and without isometric hip adduction. Physical Therapy in Sport. (diunduh : 8 Januari 2013) Available from : Prentice, William E Principle of Athletic Training : a Competency-Based Approach 14 th Edition.New York. The McGraw-Hill. p Pocock, Clinical Trial, A Practical Approach. New York: A Willey Medical Publication. Power C M, Chen Y J, Scher I S, Lee T Q Multiplane loading of the extensor mechanism alters the patellar ligament force ratio. USA. J Biomech Enf. (diunduh 17 Februari 2013). Available From : Reider, Bruce The Orthopaedic Physical Examination, Second Edition. Ebook exellent clinical examination. (diunduh 2 Januari 2013). Available from : Reider

113 Sacket, D L. Straus S E. Richardson S. Rosenberg W. Haynes B Evidence based Medicine : How to practice and teach EBM, 2 nd edn. Journal of oxford. (diunduh 10 Januari 2013). Available from: Salsich, B B, Brechter, J H. Farwell D, Power C M The effect of patellar taping on knee kinetic, kinematics, and vastus lateralis muscle activity during stair ambulation in individual with patellofemoral pain. The journal of orthopaedic and sport physical therapy. USA. (diunduh 2 februari 2013). Available from : Selfe, J. Harper, L. Pedersen, I. Turner, J B. Waring, J Four Outcome Measures for Patellofemoral Joint Problem : Part 2 Realibility and Clinical Sensitivity. Physiotherapy Departement of Burnley General Hospital. England. (diunduh 5 februari 2013). Available from : Slupik A, Dwornik M, Bialoszewski D, Zych E Effect of kinesio taping on bioelectrical activity of vastus medialis muscle. Prelimubnary report. Ortopedia traumatologi rehabilitica. (diunduh 8 desember 2012). Available from : Souza T A, Hyde T E. The knee. In: Hyde TE, Gengenbach M S Conservative management of sports injuries. 2nd ed. Sudbury, MA: Jones and Bartlett Publishers, Sra, A. Ba, T. Oo, J Comparison Of Bilateral Quadriceps Angle In Asymptomatic And Symptomatic Males With Unilateral Anterior Knee Pain. The Internet Journal of Pain, Symptom Control and Palliative Care. Volume 6 Number 1. DOI: /b99. Internet Scientific publication. (diunduh 1 Februari 2013).

114 Available from : Tang, S F. Chen, C K. Hsu, R. Chou, S W. Hong, W H. Lew, H L Vastus medialis obliquus and vastus lateralis activity In open and closed kinetic chain exercises in patients with Patellofemoral pain syndrome: an electromyographical study. Archive of. Physical Medicine Rehabilitasion. Taiwan. (diunduh 15 Februari 2013). Available from : Thelen M D, Dauber J A, Stoneman P D The clinical efficacy of kinesio tape for shoulder pain : a randomized, double blinded, Clinical trial. J Orthop sport PhysTer. Thoome R A Cpmprehensive treatment approach for patellofemoral pain syndrome in young women. America. Journal of the American physical therapy association. (diunduh 1 februari 2013). Available from : Vicenzini B. Paungmali A. Teys P Mulligan s Mobillization With Movement, Positional Faul and Pain Relief : Current Concept From a Critical Review of Literatur. Journal of Manual Therapi. Australia. ( diunduh 5 maret 2013). Available from : Waryasz. G.R, McDermott, A.Y Patellofemoral pain syndrome (PFPS): a systematic review of anatomy and potentials risk factors. USA. Dynamic Medicine. (di unduh 25 Januari 2013). Available from :

115 94 Lampiran 1 : Deskripsi Numerik Karakteristik Subjek Penelitian Descriptive Statistics N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance Umur Tinggi Badan Berat Badan Valid N (listwise) 22 Lampiran 2 : Deskripsi Kategorik Karakteristik Subjek Penelitian Kelompok 1 Jenis Kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Pria Wanita Total Jenis Pekerjaan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Pendidik Pekerja Medis Lain-lain Total Status Pernikahan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Belum Menikah Menikah Total Pendidikan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid SLTA D3/S

116 95 S Total Hobi Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Olahraga Traveling Lain-lain Total Lampiran 3 : Deskripsi Kategorik Karakteristik Subjek Penelitian Klompok 2 Frequenc y Jenis Kelamin Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Pria Wanita Total Jenis Pekerjaan Frequenc y Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Pendidik Valid Op. Komputer Lain-lain Total Belum Menikah Status Pernikahan Frequenc y Percent Valid Percent Cumulative Percent Menikah Total Pendidikan

117 96 Frequenc y Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid SLTA D3/S Total Frequenc y Hobi Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Olahraga Main Game Traveling Lain-lain Total Lampiran 4 : Uji Normalitas Group Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Pre MT * KT * Post MT * KT * a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

118 94 Lampiran 5 : Uji beda paired sample t-test kelompok 1 Paired Samples Test Paired Differences Pair 1 Pre1 - Post1 Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper t df Sig. (2-tailed) Lampiran 6: Uji Beda Paired Sampel t-test Kelompok 2 Paired Samples Test Paired Differences Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper t df Sig. (2-tailed) Pair 1 Pre2 - Post

119 95 Lampiran 7:Uji Kompatibilitas Independent t-test Sebelum Perlakuan P r e Levene's Test for Equality of Variances Independent Samples Test t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Equal variances assumed Equal variances not assumed Lower Upper Lampiran 8 : Uji Beda Rerata paired t-test sebelum dan sedudah kedua kelompok perlakuan Levene's Test for Equality of Variances F Independent Samples Test Sig. t df Sig. (2-tailed) t-test for Equality of Means Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Post Equal variances assumed Equal variances not assumed Lower Upper

120 96 Lampiran 9 : Uji Komparasi t-independen sesudah kedua kelompok Independent Samples Test Test Levene's Test Test for Equality for of t-test t-test for for Equality of Means Equality Variances of Variances 95% Confidence Interval Mean Std. Error 95% Confidence Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Error of the Difference F Sig. t df Difference Difference of the Difference F tailed) Difference Difference Lower Upper Lower Upper Pre Equal variances assumed Post Equal variances variances not assumed Post Equal variances assumed not Equal assumed variances not assumed

121 93 Lampiran 10 : Pemeriksaan Khusus Sindroma Nyeri Patellofemoral Gambar Pemeriksaan Keterangan Gambar 1. Vastus Medialis Coordination Test Posisi pasien berbaring terlentang, dan posisi terapis berada di dekat lutut pasien, pasien diminta untuk meluruskan lututnya perlahan tanpa ada penekanan dan penarikaan dari hip. Pasien diinstruksikan untuk melakukan ekstensi penuh. Tes itu dianggap positif ketika terlihat jelas pasien tidak bisa melakukkan ekstensi hip secara penuh, yaitu ketika pasien kesulitan meluruskan lututnya dan terlihant pasien melakukan fleksor pinggut. Tes dinyatakan positif karena ters diatas menjadi indicator dari disfungsi dari vastus medialis obliquus yang dapat menyebabkan sindroma nyeri patellofemoral. 2. Patellar Apreheshion Test dengan posisi pasien berbaring terlentang dan relaks (Reider, 1999). Pemeriksaan ini menggunakan satu tangan untuk mendorong patela pasien ke arah lateral, dimaksud untuk mendapatkan pergeseran patella kearah lateral. Dimulai dengan lutut di fleksikan di 30 derajat, tangan terapis yang satunya memegang tumit dan dengan pelan mendorong, fleksi gabungan di lutut dan pinggul (Reider, 1999;. Malanga, et al, 2003). Pergeseran arah patella ke lateral dipertahan sepanjang pengujian. Tes dianggap positif ketika direproduksi pasien nyeri atau ketika adanya rasa takut dari pasien. kekhawatiran tersebut

122 94 dapat memanifestasikan dirinya dalam berbagai cara, mulai dari ekspresi verbal kecemasan yang memanivestasi pasien membuat lututnya untuk mengkontraksikan otot paha depan (menjadi tidak nyaman karena mencegah fleksi lutut untuk bergerak lebih lanjut) 3. Eccentric Step Test Untuk eccentric step test, pasien mengenakan celana pendek dan melakukan pengujian tanpa menggunakan alas kaki. Siapkan stool atau bangku yang memiliki tinggi 50% dari panjang tibia Selfe et al, (2001). Bangku yang digunakan berbahan kayu, dan lapisan non-slip (karet) pada bagian atas kayu untuk mencegah pasien tergelincir saat melakukan tes. Berikan aba aba pada pasien: berdiri di banggu, letakkan tangan di pinggul, dan mundur dari bangku secara perlahan-lahan dan lakukan semampu yang bisa dilakukan. Pasien diminta untuk menjaga tetap meletakkan tangganya di pinggu mereka selama latihan. Setelah setiap pasien dilakukan tes dengan satu kaki, prosedur itu diulang dengan menggunakan kaki yang lain. Pasien tidak diperbolehkan untuk istirahat selama tes. Tes ini adalah dianggap positif ketika pasien melaporkan nyeri lutut selama tes dilakukan.

123 93 Lampiran 11 : Prosedur Kombinasi Teknik Mulligan dan Fasilitasi Vastus Medialis Obliquus Gambar Latihan Keterangan 1. Patellofemoral Gliding Posisi pasien liying, dengan lutut disannga bantal kecil dan terapis berada di samping lutut. Fiksasi tepat di patella. Berikan penekanan tepat pada patela kearah posterior dengan lingkup pergerakan yang kecil dari arah cranial ke caudal, dan dari arah medial ke lateral 2. Patellofemoral Mobs (medial dan lateral) Posisi pasien terlentang dengan lutut pasien sedikit menekuk dengan sanggahan lutut terapis. Posisi terapis tepat berada disamping pasie, untuk gliding kearah medial kedua jempol pada jari tangan terapis berada pada lateral patella dan kedua jari lainnya memfiksasi patella bagian inferior dan superior, jari jari disekitar medial patella. Lateral glide dilakukan dengan posisikedua jari telunjuk tepat pada medial patella dengan jedua jempol di lateral patella. Teknik mobilisasi pada gliding medial dengan melakukan dorongan patella kearah medial dengan ibu jari terapis sedangkan untuk gliding kearah lateral mobilisasi dilakuakan dengan tarikan kearah lateral dengan jari telunjuk terapis.

124 94 3. Patellofemoral Mobs (Caudal dan chephalad) Posisi pasien terlentang dengan lutut semi fleksi (sedikit menekuk), dengan posisi terapis disamping lutut pasien. Fiksasikan tangan terapis pada inferior atau superior patella dengan penahanan posisi pada patella medial dan lateral dengan jempol dan telunjuk tangan yang memfiksasi, kemudian tangan terapis yang satunya mendorong dengan pangkal telapak tangan yang membentuk posisi mangkok kearah inferior atau superior. Teknik mobilisasi dengan posisi tangan yang berbeda untuk mengaplikasikan gliding mobilisasi kearah caudal atau cephalad. Tangan bagian bawah dapat digunakan untuk dekompresi patellofemoral joint atau menambah kompresi selama treatment berlangsung. 4. Patellofemoral Mobs (caudal dengan fleksi) Posisi pasien duduk dengan diberi alas pada posisi lututk fleksi dengantumit disangga dengan kursi atau fisioterapis. Posisi terapis tepat didepan pasien dengan tangan fiksasi pada medial dan lateral patella melalui ibu jari dan telunjuk sebagai tahanan. Pangkal tangan (tangan yang memobilisasi) dengan membentuk posisi mangkuk dengan pemberian gliding melalu pangkal tangan. Teknik mobilisasi dengan gliding patella melalui superior patella dengan pangkal telapak tanngan, variasikan derajat lengkungan lutut untuk mendapatkan progress

125 95 pada setiap latihan. Tangan bagian bawah dapat digunakan untuk dekompresi pada patellofeoral joint atau menambah kompresi selama latihan. 5. Mobilization and Movement Patella Inferior Mobilisasi dan gerak pada patella merupakan treatment dimana patella digerakkan normal secara normal pada alur gerak arthokinematicnya (inferior dan sedikit ke medial) selama fleksi assisted knee (pasif dengan bantuan thera band). Gerakan dilakukan 8 kali repetisi setiap 2 set 6. Mobilization and movement patella superior Mobilisasi dinamis pada patella dirancang untuk memperpanjang jaringan lunak (infra patella) dengan membeti penekanan pada patella agar tidak bergerak kearah inferior selama fleksi lutut. Teknik ini memberikan peregangan langsung antara pangkal/ujung patela dan tuberositas tibialis. Dilakukan 8 kali repetisi dengan 2 set. 7. Leg Straight Raise Responden diposisikan tidur terlentang dengan kedua kaki lurus, kemudian kaki yang mengalami sindroma nyeri patellofemoral tersebut dikontraksikan quadrisepnya (lutut menekan kebawah) kemudian ankle dorsofleksi dan angkat kaki tersebut lurus ke atas (fleksi sendi panggul). Lakukan secara perlahan lahan dengan 20 repetisi pengulangan 5 set.

126 96 8. Illiotibial band stretch Posisikan pasien seperti pada gambar 4.3 dengan kaki kanan diatas kaki kiri. Pegang tangan dan bersama sama letakkan ke lantai. Peregangan dibagian bagian paha luar. Tahan selama 20 samapai 30 detik dan lakukan sebanyak 5 5 set. 9. Posterolateral hip muscle Posisi pasien menghadap ke bed dengan posisi tangan posisi ekstensi elbow (seperti full push up) dengan wajah menghadap ke bawah, posisi kaki dengan fleksi lutut dengan lutut sebagai sanggahan tubuh, jarak antar hip sejajar dengan pinggul, berikan theraband pada medial hip. Sisi yang yang sakit menggerakkan pinggul ke arah lateral dengan posisi lutut tetap ekstensi dan pertahankan posisi ankle sehingga ketika akhir gerakan menghadap ke sisi lateral. Lakukan 8 kali repetisi dengan pengulangan 2 set.

127 97 Lampiran 12 : Prosedur aplikasi kinesio taping Gambar Latihan Keterangan Gambar 1. Kinesio taping pada vastus medialis obliquus Pertama pengaplikasian kinesio taping difasilitasi pada otot vastus medialis obliquus, potong taping hingga panjangnya kurang lebih 20 cm, pototng bangian tengah pada 1 sisi hingga membentuk Y, potong bagian tengah dan sisakan 5 cm pada sisi yang tidak dipotong tengahnya. Posisi pasien liying dengan fleksi lutut 30 derajat. Tentukan origo otot vastus medialis obliquus dan tempelkan bagian yang tiding dipotong, 2 cabang yang telah dipotong ditarik kira kira 25% dan ditempelkan melingkari otot vastus medialis obliquus dengan akhir di insersio otot. 2. Kinesio taping pada quadriceps femoris Kedua kinesio taping diberikan disepanjang otot quadriceps femoris dan lateral medial patella, gunakan taping dengan panjang kira kira 50 cm, potong bagian tengah salah satu sisi kira kira 10 cm. Posisi pasien tidur terlentang dengan. Kemudian rekatkan percabangan kinesio taping di upper knee kemudian bagian yang tidak dipotong ditempelkan sepanjang otot rekrtus femoris, posisikan kaki klien diatas bed dengan posisi knee fleksi disamping bed. Rekatkan kinesio taping dari upper quadriceps menyusuri inferior dan percabangan berhenti di upper knee. Kemudian posisikan lutut ekstensi 90 derajat diatas bed dan rekatkan percabangan taping yang sudah dipotong kea rah epicondilus lateral dan medial dan melingkari patella medial dan lateral.

128 3. Kinesio taping pada patella Ketiga kinesio taping diaplikasikan di patella, dengan tujuan untuk mengorekci patella agar tetap berada dijalurnya, posisi lutut pasien fleksi dibed kira kira 30 derajat dengan kinesio taping yang kira kira 20 cm, potong salah satu sisi hingga menyisakan 5 cm dan membentuk Y. Tempelkan bagian yang tidak tepotong di epicondilus medial pada femur, kemudian tarik kira kira 25 cm dengan melingkari patella melewati patella atas dan yang satunya melewati bagian bawah patela dengan cabang yang sudah dipotong tadi hingga membentuk lingkaran dan patella tepat ditengah lingkaran kinesio taping tersebut. 98

129 Lampiran 13 : Rekapitulasi Daftar Responden 99

BAB I PENDAHULUAN. Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting dalam mempertahankan fungsi sendi patellofemoral dengan menarik patela ke arah

Lebih terperinci

Atika Yulianti 1, Ketut Tirtayasa 2, Sugijanto 3

Atika Yulianti 1, Ketut Tirtayasa 2, Sugijanto 3 KOMBINASI TEKNIK MULLIGAN DAN FASILITASI VASUS MEDIALIS OBLIQUUS LEBIH EFEKTIF MENINGKATKAN AKTIVITAS FUNGSIONAL DARIPADA APLIKASI KINESIO TAPING PADA SINDROMA NYERI SENDI PATELLOFEMORAL Atika Yulianti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara, termasuk masyarakat Indonesia. Salah satu

Lebih terperinci

Yulianti A Fisioterapis - Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Raya Tlogo Mas No.246, Jawa Timur

Yulianti A Fisioterapis - Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Raya Tlogo Mas No.246, Jawa Timur KOMBINASI TEKNIK MULLIGAN DAN FASILITASI VASTUS MEDIALIS OBLIQUUS LEBIH EFEKTIF MENINGKATKAN AKTIVITAS FUNGSIONAL DARIPADA APLIKASI KINESIO TAPING PADA SINDROMA NYERI SENDI PATELLOFEMORAL Yulianti A Fisioterapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupannya manusia memiliki banyak aktivitas untuk dilakukan baik itu rutin maupun tidak rutin. Ada berbagai macam aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

KOMBINASI TEKNIK MULLIGAN

KOMBINASI TEKNIK MULLIGAN KOMBINASI TEKNIK MULLIGAN DAN FASILITASI VASUS MEDIALIS OBLIQUUS LEBIH EFEKTIF MENINGKATKAN AKTIVITAS FUNGSIONAL DARIPADA APLIKASI KINESIO TAPING PADA SINDROMA NYERI SENDI PATELLOFEMORAL Atika Yulianti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bergerak dalam menjalankan aktivitasnya. Sering kita jumpai seseorang mengalami keterbatasan gerak dimana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perubahan akan terjadi pada tubuh sejalan dengan semakin meningkatnya usia manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada semua organ dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera ligamen kolateral medial sendi lutut merupakan salah satu gangguan yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas dan fungsional, sehingga menghambat aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsionalnya. Kompleksnya suatu gerakan dalam aktifitas seperti. tulang-tulang yang membentuk sendi ini masing-masing tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. fungsionalnya. Kompleksnya suatu gerakan dalam aktifitas seperti. tulang-tulang yang membentuk sendi ini masing-masing tidak ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia melakukan aktifitasnya tidak pernah lepas dari proses gerak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sepanjang daur kehidupannya, manusia tidak akan terlepas dari gerak dan aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas, kepribadian,

Lebih terperinci

Dewasa ini didapati angka kehidupan masyarakat semakin meningkat. Hal ini

Dewasa ini didapati angka kehidupan masyarakat semakin meningkat. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini didapati angka kehidupan masyarakat semakin meningkat. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membuat manusia dituntut untuk hidup lebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu bergerak dan beraktivitas dalam kehidupannya. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERBEDAAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DAN INFRARED

PERBEDAAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DAN INFRARED SKRIPSI PERBEDAAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DAN INFRARED DENGAN POSITIONAL RELEASE TECHNIQUE DAN INFRARED TERHADAP PENURUNAN NYERI MYOFASCIAL PAIN SYNDROME OTOT UPPER TRAPEZIUS PUTU MULYA KHARISMAWAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas sendi dapat menurunkan proprioseptif dan koordinasi yang dapat. mengakibatkan meningkatkan risiko cedera.

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas sendi dapat menurunkan proprioseptif dan koordinasi yang dapat. mengakibatkan meningkatkan risiko cedera. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekuatan dan daya tahan otot saling mempengaruhi. Saat kekuatan otot meningkat, daya tahan juga meningkat dan sebaliknya. Lemahnya stabilitas sendi dapat menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelincahan merupakan salah satu komponen fisik yang banyak dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan sebagai kemampuan mengubah arah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu ada kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan di mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gerak. Manusia selalu berhubungan dengan proses gerak untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. gerak. Manusia selalu berhubungan dengan proses gerak untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sepanjang hidupnya tidak pernah terlepas dari aktivitas gerak. Manusia selalu berhubungan dengan proses gerak untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa memiliki beranekaragam aktivitas sehingga dituntut memiliki gerak fungsi yang baik dalam hal seperti mengikuti perkuliahan, melaksanakan tugas-tugas kuliah

Lebih terperinci

SKRIPSI NYOMAN HARRY NUGRAHA

SKRIPSI NYOMAN HARRY NUGRAHA SKRIPSI KOMBINASI INTERVENSI INFRARED DAN CONTRACT RELAX STRETCHING LEBIH EFEKTIF DARIPADA INFRARED DAN SLOW REVERSAL DALAM MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI LEHER PADA PEMAIN GAME ONLINE DI BMT NET BAJERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Colin Mathers, koordinator divisi kematian dan penyakit di WHO,

BAB I PENDAHULUAN. Colin Mathers, koordinator divisi kematian dan penyakit di WHO, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan tekhnologi informasi pada era sekarang ini, menyebabkan perbaikan kuwalitas hidup manusia diseluruh dunia. Colin Mathers, koordinator divisi kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulutangkis adalah olahraga raket yang dimainkan oleh dua orang atau dua pasang yang saling berlawanan, bertujuan memukul shuttlecock melewati bidang permainan lawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan jumah penduduk yang memasuki peringkat 5 besar penduduk terbanyak didunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk di Indonesia membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran sehingga dapat memperbaiki kualitas kesehatan para penduduk

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran sehingga dapat memperbaiki kualitas kesehatan para penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan keberhasilan pemerintah Indonesia dalam pembanguan nasional, telah di wujudkan dengan hasil yang positif dalam berbagai bidang, seperti adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persendian melakukan aktivitas atau gerakan (Helmi, 2012). Usia tua merupakan salah satu faktor risiko terjadi osteoarthritis.

BAB I PENDAHULUAN. persendian melakukan aktivitas atau gerakan (Helmi, 2012). Usia tua merupakan salah satu faktor risiko terjadi osteoarthritis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi osteoarthritis merupakan suatu penyakit degenaratif pada persendiaan yang disebabkan oleh beberapa macam faktor. Penyakit ini mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan, sehingga membuat manusia menjadi kurang bergerak (hypokinetic),

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan, sehingga membuat manusia menjadi kurang bergerak (hypokinetic), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini tehnologi sudah sangat berkembang sehingga memudahkan semua kegiatan, sehingga membuat manusia menjadi kurang bergerak (hypokinetic), seperti contohnya tehnologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mobilisasi yang baik, tidak ada keluhan dan keterbatasan gerak terutama

BAB I PENDAHULUAN. dan mobilisasi yang baik, tidak ada keluhan dan keterbatasan gerak terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG WHO menyatakan Health is a state of complete physical, mental and social well being and not merely the absence of deaseas or infirmity. Sehat adalah suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknogi (IPTEK) pada zaman globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan pekerjaan manusia lebih hemat waktu,

Lebih terperinci

KOMBINASI LATIHAN STAR EXCURSION BALANCE DAN KINESIOLOGY TAPE

KOMBINASI LATIHAN STAR EXCURSION BALANCE DAN KINESIOLOGY TAPE TESIS KOMBINASI LATIHAN STAR EXCURSION BALANCE DAN KINESIOLOGY TAPE LEBIH EFEKTIF DIBANDINGKAN LATIHAN WOOBLE BOARD DAN KINESIOLOGY TAPE TERHADAP PERBAIKAN INSTABILITAS FUNGSIONAL PADA PERGELANGAN KAKI

Lebih terperinci

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM:

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM: TESIS PELATIHAN BERJALAN DENGAN TANGAN JARAK 5 METER 5 REPETISI 4 SET LEBIH MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT LENGAN DARI PADA 4 REPETISI 5 SET PADA SISWA PUTRA KELAS VII SMP NEGERI 9 DENPASAR ANAK AGUNG GEDE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut

BAB I PENDAHULUAN. robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera sering dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan pertolongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup dan untuk melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA METODE FELDENKRAIS TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN PADA PASIEN PASCA STROKE

PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA METODE FELDENKRAIS TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN PADA PASIEN PASCA STROKE TESIS PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA METODE FELDENKRAIS TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN PADA PASIEN PASCA STROKE ADITYA DENNY PRATAMA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sehari-hari manusia dalam bekerja dan beraktivitas selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak karena hampir seluruh

Lebih terperinci

I GUSTI PUTU ARTHA NIM

I GUSTI PUTU ARTHA NIM SKRIPSI PELATIHAN DENGAN PENDEKATAN METODE BOBATH LEBIH EFEKTIF DARI PADA PELATIHAN AKTIVITAS FUNGSIONAL UNTUK MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI STATIK PADA PASIEN STROKE SUB AKUT I GUSTI PUTU ARTHA NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), menunjukkan bahwa kejadian osteoartritis lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria di antara semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya penggunaan komputer atau laptop di kalangan anak sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya penggunaan komputer atau laptop di kalangan anak sekolah, 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi pada era globalisasi saat ini sangat berkembang pesat dan membawa dampak besar terhadap gaya hidup manusia. Salah satunya adalah semakin banyaknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di era yang serba modern seperti sekarang ini maka mudah sekali untuk mendapatkan semua informasi baik dalam bidang teknologi, bisnis, serta bidang kesehatan. Setiap

Lebih terperinci

PENAMBAHAN SHAKING MASSAGE

PENAMBAHAN SHAKING MASSAGE SKRIPSI PENAMBAHAN SHAKING MASSAGE PADA LATIHAN ACTIVE ISOLATED STRETCHING LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING DARI PADA LATIHAN ACTIVE ISOLATED STRETCHING PADA SEKAA TERUNA BANJAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan atau aktivitas sehari-hari dalam kehidupannya. Salah satu contoh aktivitas seharihari adalah bersekolah,kuliah,bekerja

Lebih terperinci

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION Oleh: Sugijanto Pengertian Traksi: proses menarik utk meregangkan jarak antar suatu bagian. Traksi spinal: tarikan utk meregangkan jarak antar vertebra. Traksi Non

Lebih terperinci

KOMBINASI HALF SQUAT EXERCISE

KOMBINASI HALF SQUAT EXERCISE SKRIPSI KOMBINASI HALF SQUAT EXERCISE DAN METODE PROGRESSIVE RESISTANCE LEBIH BAIK DARI PADA KOMBINASI HALF SQUAT EXERCISE DAN METODE THE STEP TYPE APPROACH DALAM MENINGKATKAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup sehat adalah tujuan semua orang. Salah satu yang mempengaruhi kualitas hidup individu adalah kondisi fisiknya sendiri. Sehingga manusia yang sehat sudah tentu

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBEDAAN LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH JUMP DAN JUMP TO BOX TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SMA N 1 MANGGIS

SKRIPSI PERBEDAAN LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH JUMP DAN JUMP TO BOX TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SMA N 1 MANGGIS SKRIPSI PERBEDAAN LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH JUMP DAN JUMP TO BOX TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SMA N 1 MANGGIS I MADE HENDRA MEIRIANATA KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING

KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING TESIS KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING DAN KINESIOTAPING LEBIH BAIK DIBANDINGKAN DENGAN FOOT MUSCLE STRENGTHENING TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA ANAK DENGAN FLEXIBLE FLATFOOT LUH ITA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta

BAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern seperti sekarang, banyak pekerjaan yang dilakukan oleh sebagian besar orang, salah satunya adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dimana profesi sebagai

Lebih terperinci

KOMBINASI LATIHAN EKSENTRIK M.GASTROCNEMIUS DAN LATIHAN PLYOMETRIC LEBIH BAIK DARI PADA LATIHAN EKSENTRIK M

KOMBINASI LATIHAN EKSENTRIK M.GASTROCNEMIUS DAN LATIHAN PLYOMETRIC LEBIH BAIK DARI PADA LATIHAN EKSENTRIK M TESIS KOMBINASI LATIHAN EKSENTRIK M.GASTROCNEMIUS DAN LATIHAN PLYOMETRIC LEBIH BAIK DARI PADA LATIHAN EKSENTRIK M.QUADRICEPS DAN LATIHAN PLYOMETRIC TERHADAP PENINGKATAN AGILITY PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN LATIHAN ISOMETRIK PADA INTERVENSI ULTRASOUND TERHADAP PENINGKATAN AKTIFITAS FUNGSIONAL PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS LUTUT

PENGARUH PENAMBAHAN LATIHAN ISOMETRIK PADA INTERVENSI ULTRASOUND TERHADAP PENINGKATAN AKTIFITAS FUNGSIONAL PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS LUTUT PENGARUH PENAMBAHAN LATIHAN ISOMETRIK PADA INTERVENSI ULTRASOUND TERHADAP PENINGKATAN AKTIFITAS FUNGSIONAL PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS LUTUT SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, tingkat aktivitas masyarakat Indonesia semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari penyakit

Lebih terperinci

INTERVENSI ULTRASOUND

INTERVENSI ULTRASOUND SKRIPSI INTERVENSI ULTRASOUND DAN CLOSED KINEMATIC CHAIN EXERCISE LEBIH EFEKTIF DARIPADA INTERVENSI ULTRASOUND DAN OPEN KINEMATIC CHAIN EXERCISE DALAM MENURUNKAN NYERI PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS LUTUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang melakukan aktifitas fisik untuk menunjang hidup sehat, karena Kesehatan sangat penting bagi kehidupan manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia tidak akan terlepas dari masa remaja. Masa remaja merupakan saah satu periode dari perkembangan manusia, masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan

Lebih terperinci

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda Apakah Anda menderita nyeri MAKOplasty pilihan tepat untuk Anda Jangan biarkan radang sendi menghambat aktivitas yang Anda cintai. Tingkatan Radang Sendi Patellofemoral compartment (atas) Medial compartment

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. eksentric m.quadriceps dan latihan plyometric terhadap peningkatan agilty pada

BAB IV METODE PENELITIAN. eksentric m.quadriceps dan latihan plyometric terhadap peningkatan agilty pada BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat studi eksperimental untuk melihat perbedaan pemberian antara latihan eksentrik m.gastrocmineus dan latihan plyometric dengan latihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga,

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sekarang ini, terjadi banyak perkembangan di berbagai bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sekarang ini, terjadi banyak perkembangan di berbagai bidang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini, terjadi banyak perkembangan di berbagai bidang kehidupan manusia. Baik dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia harus memiliki kemampuan untuk bergerak atau melakukan aktivitas demi memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya. tuntut untuk memperbaiki kualitas kehidupan manusia, karena banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya. tuntut untuk memperbaiki kualitas kehidupan manusia, karena banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya pengetahuan masyarakat akan arti hidup sehat, maka ilmu kedokteran selalu di tuntut untuk memperbaiki kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan gerak tubuh yang benar maka akan terus menerus dipertahankan di

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan gerak tubuh yang benar maka akan terus menerus dipertahankan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan pada manusia ada empat fase, yaitu fase anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Remaja adalah fase yang sangat penting yang menjadi kunci pertumbuhan

Lebih terperinci

PENGARUH FISIOTAPING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS

PENGARUH FISIOTAPING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS PENGARUH FISIOTAPING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS Afrianti Wahyu Widiarti, Sukadarwanto Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Fisioterapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak dijumpai dibanding dengan penyakit sendi lainnya. Semua sendi dapat terserang, tetapi yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis. Pemelihara kesehatan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PILATES EXERCISES

PERBEDAAN PILATES EXERCISES SKRIPSI PERBEDAAN PILATES EXERCISES DAN CORE STABILITY EXERCISES UNTUK MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT PERUT PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI UNIVERSITAS UDAYANA Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu

Lebih terperinci

SKRIPSI AUTO STRETCHING

SKRIPSI AUTO STRETCHING SKRIPSI AUTO STRETCHING LEBIH MENURUNKAN INTENSITAS NYERI OTOT UPPER TRAPEZIUS DARIPADA NECK CAILLIET EXERCISE PADA PENJAHIT PAYUNG BALI DI DESA MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG NI WAYAN PENI SUWANTINI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu dari negara dengan jumlah penduduk terbesar didunia, sangat berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH PEDAL EXERCISE

PENGARUH PEDAL EXERCISE SKRIPSI PENGARUH PEDAL EXERCISE DAN PEREGANGAN OTOT BETIS LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN NILAI AMBANG NYERI OTOT BETIS PADA PEMOTONG KAIN DI KECAMATAN KEDIRI KABUPATEN TABANAN NI PUTU AYU SASMITA SARI

Lebih terperinci

APLIKASI ICE MASSAGE SESUDAH PELATIHAN LEBIH BAIK DALAM MENGURANGI TERJADINYA

APLIKASI ICE MASSAGE SESUDAH PELATIHAN LEBIH BAIK DALAM MENGURANGI TERJADINYA APLIKASI ICE MASSAGE SESUDAH PELATIHAN LEBIH BAIK DALAM MENGURANGI TERJADINYA DELAYED ONSET MUSCLE SORENESS DARIPADA TANPA ICE MASSAGE PADA OTOT HAMSTRING ANDUNG MAHESWARA RAKASIWI PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi optimal untuk berinteraksi dengan lingkungan menjadi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi optimal untuk berinteraksi dengan lingkungan menjadi tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi optimal untuk berinteraksi dengan lingkungan menjadi tuntutan terhadap manusia, untuk dapat melakukan aktivitas dengan menggunakan kapasitas individu yang dimilikinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk menjalankan aktivitas harian tanpa adanya rasa lelah yang berlebih (Kisner & Colby, 2012). Di era globalisasi yang penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoartritis (OA) penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertropi.

BAB I PENDAHULUAN. Osteoartritis (OA) penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertropi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoartritis (OA) penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertropi. Penyakit ini merupakan kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Patella merupakan tulang sesamoid terbesar yang ada di tubuh, menduduki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Patella merupakan tulang sesamoid terbesar yang ada di tubuh, menduduki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Patella Patella merupakan tulang sesamoid terbesar yang ada di tubuh, menduduki femoral trochlea. Bentuknya yang oval asimetris dengan puncaknya mengarah ke distal.

Lebih terperinci

PENAMBAHAN ISOMETRIK HAMSTRING MENINGKATKAN PANJANG LANGKAH PASIEN PEREMPUAN DENGAN OSTEOARTRITIS LUTUT

PENAMBAHAN ISOMETRIK HAMSTRING MENINGKATKAN PANJANG LANGKAH PASIEN PEREMPUAN DENGAN OSTEOARTRITIS LUTUT SKRIPSI PENAMBAHAN ISOMETRIK HAMSTRING MENINGKATKAN PANJANG LANGKAH PASIEN PEREMPUAN DENGAN OSTEOARTRITIS LUTUT OLEH : ENY SULISTINAWATI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu gerak dan fungsi dari sendi bahu harus dijaga kesehatannya. tersebut, salah satu diantaranya adalah frozen shoulder.

BAB I PENDAHULUAN. itu gerak dan fungsi dari sendi bahu harus dijaga kesehatannya. tersebut, salah satu diantaranya adalah frozen shoulder. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu keadaan bebas dari penyakit, baik penyakit fisik maupun penyakit mental dan juga bebas dari kecacatan, sehingga keadaan tubuh secara biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesehatan saat ini merupakan hal yang sangat penting dikarenakan meningkatnya jumlah pasien di rumah sakit dan meningkat juga pengguna jasa asuransi kesehatan.

Lebih terperinci

INTERVENSI ULTRA SOUND

INTERVENSI ULTRA SOUND SKRIPSI INTERVENSI ULTRA SOUND DAN MUSCLE ENERGY TECHNIQUE SAMA BAIK DENGAN INTERVENSI ULTRA SOUND DAN MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE DALAM MENURUNKAN NYERI PIRIFORMIS SYNDROME DI KLINIK P DENPASAR 011 SUCI

Lebih terperinci

MEKANISME GERAK SISTEM MUSKULOSKELETAL. Sasanthy Kusumaningtyas Departemen Anatomi FKUI

MEKANISME GERAK SISTEM MUSKULOSKELETAL. Sasanthy Kusumaningtyas Departemen Anatomi FKUI MEKANISME GERAK SISTEM MUSKULOSKELETAL Sasanthy Kusumaningtyas Departemen Anatomi FKUI 1 ILMU GERAK KINESIOLOGI : Adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu melakukan gerakan. Beberapa disiplin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman dan pembangunan disegala bidang kehidupan menyebabkan perubahan dalam tingkah laku dan pola hidup manusia. Perkembangan tersebut memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Suatu pergerakan

BAB I PENDAHULUAN. selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Suatu pergerakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan sehari-hari manusia dalam bekerja dan beraktivitas selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Suatu pergerakan membutuhkan kontraksi dari otot-otot yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya kemajuan dibidang teknologi dan komunikasi menyebabkan perubahan gaya hidup manusia, dampak besar yang terjadi terlihat jelas pada status kesehatan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian akan dilakukan pada bulan Januari - Februari 2014

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian akan dilakukan pada bulan Januari - Februari 2014 BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian akan dilakukan di Balai pertemuan warga villa tangerang elok rw 10 Pasarkemis-Tangerang. 2. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam studi kasus ini, seorang pasien perempuan dengan inisial Ny. NF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam studi kasus ini, seorang pasien perempuan dengan inisial Ny. NF BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Dalam studi kasus ini, seorang pasien perempuan dengan inisial Ny. NF berusia 52 tahun dengan keluhan nyeri pinggang bawah dan menjalar sampai kaki kiri akibat Hernia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang saling berinteraksi dengan lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal dalam bergerak atau beraktivitas.

Lebih terperinci

PENAMBAHAN PROPRIOCEPTIVE EXERCISE PADA INTERVENSI STRENGTHENING EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN KELINCAHAN PADA PEMAIN SEPAKBOLA

PENAMBAHAN PROPRIOCEPTIVE EXERCISE PADA INTERVENSI STRENGTHENING EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN KELINCAHAN PADA PEMAIN SEPAKBOLA TESIS PENAMBAHAN PROPRIOCEPTIVE EXERCISE PADA INTERVENSI STRENGTHENING EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN KELINCAHAN PADA PEMAIN SEPAKBOLA ISMANINGSIH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dizaman globalisasi seperti sekarang ini, dimana perkembangan dan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Dizaman globalisasi seperti sekarang ini, dimana perkembangan dan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dizaman globalisasi seperti sekarang ini, dimana perkembangan dan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat membawa dampak perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan

Lebih terperinci

ABSTRAK KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING

ABSTRAK KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING ABSTRAK KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING DAN KINESIOTAPING LEBIH BAIK DIBANDINGKAN DENGAN FOOT MUSCLE STRENGTHENING TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA ANAK DENGAN FLEXIBLE FLATFOOT Keseimbangan

Lebih terperinci

PENAMBAHAN BALLISTIC STRETCHING

PENAMBAHAN BALLISTIC STRETCHING SKRIPSI PENAMBAHAN BALLISTIC STRETCHING PADA LATIHAN KNEE TUCK JUMP LEBIH EFEKTIF DIBANDINGKAN LATIHAN KNEE TUCK JUMP TERHADAP PENINGKATAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA PEMAIN VOLI LAKI- LAKI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia globalisasi menuntut masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia globalisasi menuntut masyarakat untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia globalisasi menuntut masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Bekerja merupakan hal wajib yang dilakukan, seiring kemajuan globalisasi maka daya konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, manusia dituntut untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan tersebut,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental bertujuan untuk

BAB VI PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental bertujuan untuk BAB VI PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental bertujuan untuk mengetahui perbedaan kombinasi Mc.Kenzie dan William flexion exercise dengan pilates exercise dalam meningkatkan keseimbangan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KINESIO TAPPING PADA QUADRICEP EXERCISE TERHADAP LINGKUP GERAK SENDI PENDERITA PATELLA FEMORAL SYNDROME NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PENAMBAHAN KINESIO TAPPING PADA QUADRICEP EXERCISE TERHADAP LINGKUP GERAK SENDI PENDERITA PATELLA FEMORAL SYNDROME NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENAMBAHAN KINESIO TAPPING PADA QUADRICEP EXERCISE TERHADAP LINGKUP GERAK SENDI PENDERITA PATELLA FEMORAL SYNDROME NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Nama : Iswandari Ekarini Nim: 201210301046 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. digilib.uns.ac.id 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. Selama latihan fisik akan terjadi

Lebih terperinci