DIKLAT UJIAN DINAS TINGKAT I MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA OLEH: TIM PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DIKLAT UJIAN DINAS TINGKAT I MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA OLEH: TIM PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA"

Transkripsi

1

2 DIKLAT UJIAN DINAS TINGKAT I MODUL PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA OLEH: TIM PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA JAKARTA 2014

3 KATA PENGANTAR KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Berdasarkan Surat Tugas Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan Nomor: ST-420/PP.2/2011 tanggal 15 Desember 2011 tentang Penyusunan Kembali Modul Untuk Diklat di Lingkungan Pusdiklat Pengembangan SDM, Sdr. Bambang Widjajarso, ditunjuk sebagai penyusun modul Pengelolaan Keuangan Negara Ujian Dinas Tingkat I yang sebelumnya disusun oleh Sdr. Sampurna Budi Utama. Penunjukan ini sangat beralasan karena penyusun memiliki pengalaman mengajar cukup lama yang memungkinkan penyusun memilih materi yang diharapkan memenuhi kebutuhan belajar bagi peserta Diklat Ujian Dinas Tingkat I. Hasil Penyusunan modul ini telah dipresentasikan di hadapan para Widyaiswara serta pejabat struktural terkait di lingkungan Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK), Kementerian Keuangan. Kami menyetujui modul ini digunakan sebagai bahan ajar bagi peserta Diklat Ujian Dinas Tingkat I. Namun mengingat modul Pengelolaan Keuangan Negara sebagai bahan studi yang senantiasa berkembang, penyempurnaan modul perlu selalu diupayakan agar tetap memenuhi kriteria kemutakhiran dan kualitas. Pada kesempatan ini, kami juga mengharapkan saran atau kritik dari semua pihak (termasuk peserta diklat) untuk penyempurnaan modul ini. Setiap saran dan kritik yang membangun akan sangat dihargai. Atas perhatian dan peran semua pihak, kami ucapkan terima kasih. Jakarta, Oktober 2014 Kepala Pusat, Ttd Safuadi NIP ii

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... v PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL... vi PETA KONSEP MODUL... vi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Deskripsi Singkat Prasyarat Kompetensi Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Kegiatan Belajar 1 Pengertian Pengelolaan Keuangan Negara Indikator Keberhasilan Uraian dan Contoh Pengertian Keuangan Negara menurut peraturan perundangan Ruang Lingkup Keuangan Negara Pengertian Pengelolaan Keuangan Negara Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut Kegiatan Belajar 2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indikator keberhasilan Uraian dan Contoh Pengertian APBN Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Struktur dan Format Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Reformasi Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Reformasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut Kegiatan Belajar 3 Pengelolaan Pendapatan Negara dan Hibah Indikator Keberhasilan Uraian dan Contoh Pengertian Pengelolaan Pendapatan Negara dan Hibah Penerimaan Perpajakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penerimaan Hibah Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut Kegiatan Belajar 4 Pengelolaan Belanja Pemerintah dan Pembiayaan Defisit Anggaran Indikator Keberhasilan iii

5 5.2. Uraian dan Contoh Pengertian Pengelolaan Belanja dan Pembiayaan Defisit Anggaran Belanja Pemerintah Pembiayaan Defisit Anggaran Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut Kegiatan Belajar 5 Pengawasan atas Pelaksanaan APBN dan Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Indikator Keberhasilan Uraian dan Contoh Pengertian Pengawasan atas APBN Sistem Pengawasan atas APBN Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Latihan Rangkuman Tes Formatif Bab VI Umpan Balik dan Tindak Lanjut Tes Sumatif KUNCI JAWABAN TES FORMATIF KUNCI JAWABAN TES SUMATIF DAFTAR PUSTAKA iv

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 1: Kewenangan dalam Pengelolaan Keuangan Negara di tingkat Pemerintah Pusat Gambar 2: Pokok-Pokok Proses Perencanaan dan Penganggaran Negara Gambar 3. Hubungan Kontrak Prinsipal Agen: Solusi Gambar 4: Perubahan Dalam Sistem Penganggaran Negara. Gambar 5: Pemisahan Kewenangan dalam Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara v

7 PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL Modul Pengelolaan Keuangan Negara ini disusun dalam rangka diklat Ujian Dinas yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Modul ini berisi materi pengertian keuangan negara secara umum, pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Sistem Pengawasan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara. Pengelolaan APBN meliputi pengelolaan pendapatan negara dan hibah, pengelolaan belanja pemerintah dan pengelolaan pembiayaan defisit anggaran. Untuk memudahkan pemahaman, peserta diklat sebaiknya mempelajari isi modul secara berurutan mulai dari bagian awal (Pendahuluan) dan dilanjutkan dengan kegiatan belajar 1 sampai dengan kegiatan belajar 5. Untuk efektivitas pemahaman modul, kepada peserta diklat sangat disarankan untuk belajar secara berkelompok secara disiplin. Pemahaman modul dapat diukur dengan kemampuan peserta diklat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tersedia dalam modul ini. Cocokkan jawaban anda dengan jawaban yang tersedia pada bagian akhir modul. Skor minimal yang diharapkan untuk dianggap paham adalah 80. PETA KONSEP MODUL Isi modul Pengelolaan Keuangan Negara ini dapat digambarkan dengan konsep sebagai berikut: Pengelolaan Keuangan Negara Pengelolan APBN Pengelolaan Pendapatan Negara & Hibah Pengelolaan Belanja Pemerintah & Pembiayaan Defisit Pengawasan & Pertanggungjawab an APBN vi

8 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Modul Pengelolaan Keuangan Negara ini khusus disusun untuk diklat dalam rangka Ujian Dinas bagi pegawai Kementerian Keuangan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Didasari pertimbangan bahwa seluruh pegawai Kementerian Keuangan perlu memahami ruang lingkup tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, modul ini disusun agar supaya para pegawai, khususnya yang akan disesuaikan kepangkatan dan jabatannya, memperoleh pemahaman seperti itu. Modul disusun dengan mempertimbangkan juga aspek kemudahan bagi peserta diklat, karena berbagai variasi latar belakang pendidikan dan pekerjaan peserta diklat Deskripsi Singkat Pengelolaan Keuangan Negara adalah pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sumber-sumber keuangan berupa pendapatan negara, terhadap belanja negara dan sumber keuangan untuk menutupi membiayai kekurangan yang mungkin timbul. Pendapatan negara bisa berasal dari berbagai sumber yakni dari pajak dan bukan pajak yang menurut peraturan perundangan memang menjadi wewenang pemerintah. Belanja pemerintah pada hakekatnya dilakukan dalam rangka melaksanakan fungsinya mensejahterakan masyarakat. Sedangkan, sumbersumber keuangan untuk pembiayaan pembangunan dapat berasal dari hutang atau sumber lainnya. Karena wewenang dan fungsi pemerintah dibatasi oleh peraturan perundangan, maka materi yang akan diuraikan dalam modul ini juga mencakup pembatasan-pembatasan seperti itu, misalnya persetujuan dan pengawasan yang dilakukan oleh pihak legislatif. Dengan demikian, pertanggungjawaban keuangan yang dikelola oleh pemerintah diharapkan sesuai dengan koridor peraturan, selain aspek-aspek transparansi dan akuntabilitas. Isi modul ini mencakup pokok bahasan tentang maksud dan tujuan pengelolaan keuangan negara secara umum dan kemudian diikuti dengan pokok bahasan pengelolaan APBN yang mencakup pengelolaan pendapatan, pengelolaan belanja dan pengelolaan pembiayaan untuk menutup defisit anggaran. Di bagian akhir modul diuraikan pokok bahasan pengawasan dan 1

9 pertanggungjawaban APBN. Setiap pegawai di Kementerian Keuangan selayaknya memahami dasar-dasar pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh pemerintah, dengan segala keterbatasannya, karena Kementerian Keuangan mempunyai posisi strategis dalam pengelolaan keuangan negara, yakni sebagai Chief Financial Officer Prasyarat Kompetensi Sebelum mempelajari modul Pengelolaan Keuangan Negara ini, pengetahuan awal yang perlu dimiliki oleh peserta diklat adalah dasar-dasar pengetahuan tentang keuangan pemerintah, setidaknya overview anggaran pendapatan dan belanja negara Standar Kompetensi Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diklat diharapkan mampu menjelaskan tentang pengertian dasar pengelolaan keuangan negara, pengertian pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan pengertian sistem pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Pengelolaan APBN akan mencakup aspek pendapatan negara, belanja negara dan aspek pembiayaan untuk menutup defisit anggaran Kompetensi Dasar Setelah mempelajari modul Pengelolaan Keuangan Negara ini, para peserta diklat diharapkan dapat: a. memahami konsep pengelolaan keuangan negara; b. memahami ruang lingkup keuangan negara; c. menjelaskan konsep kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara; d. menjelaskan asas-asas umum pengelolaan keuangan negara; e. memahami konsep pengelolaan APBN; f. menguraikan siklus APBN; g. memahami reformasi penyusunan dan pelaksanaan APBN; h. memahami konsep pengelolaan pendapatan negara dan hibah; i. memahami konsep pengelolaan belanja negara; j. memahami konsep pengelolaan pembiayaan defisit anggaran; k. menjelaskan sistem pengawasan dalam pengelolaan APBN; l. menjelaskan sistem pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. 2

10 2. Kegiatan Belajar 1 Pengertian Pengelolaan Keuangan Negara 2.1. Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu memahami pengertian keuangan negara, khususnya seperti yang didefinisikan oleh peraturan perundangan di bidang keuangan negara, ruang lingkupnya dan kemudian menghubungkan dengan pengelolaan keuangan negara yang mencakup kekuasaan pengelolaan keuangan negara dan asas umum dalam pengelolaan keuangan negara Uraian dan Contoh Pengertian Keuangan Negara menurut peraturan perundangan Keuangan negara, jika dilihat dari sisi teori, bisa mengandung beberapa pengertian, tetapi pengertian yang diuraikan dalam modul ini dibatasi pada pengertian-pengertian seperti diatur dalam peraturan perundangan di bidang keuangan negara. Sesuai dengan yang diuraikan dalam Undang Undang Keuangan Negara (UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara), yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu - baik berupa uang maupun berupa barang - yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Kemudian, dalam penjelasan dalam Undang Undang tersebut, diuraikan secara lengkap bahwa: 1. Objek dari keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal dan moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 2. Subjek keuangan negara adalah seluruh objek keuangan negara yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan badan hukum publik lainnya. 3. Menurut prosesnya, keuangan negara merupakan seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai 3

11 dengan uang dimulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. 4. Tujuan seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek keuangan negara tersebut dimaksudkan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara Ruang Lingkup Keuangan Negara Ruang lingkup keuangan negara menurut UU Nomor 17 Tahun 2003 mencakup tiga area, yakni pengelolaan fiskal, pengelolaan moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Fiskal mengandung pengertian segala kegiatan yang mencakup penerimaan dan pengeluaran uang yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan demikian pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabean dan perbendaharaan. Tujuan kebijakan fiskal mencakup alokasi sumber dana keuangan, distribusinya dan stabilisasi ekonomi, yakni mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja dan kestabilan harga-harga umum. Penjelasan lebih lanjut akan diuraikan dalam materi di bab-bab berikutnya. Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang keuangan yang berkenaan dengan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat, ketetapan mengenai cadangan wajib bank, tingkat diskonto, kebijakan pengendalian kredit dan kebijakan pasar terbuka, termasuk kurs valuta asing. Pemerintah selalu mengusahakan agar ada keseimbangan yang dinamis antara jumlah uang yang beredar dengan barang dan jasa yang tersedia di masyarakat. Tujuan kebijaksanaan moneter secara umum adalah: 1. Menyesuaikan jumlah uang yang beredar di masyarakat 2. Mengarahkan penggunaan uang dan kredit sedemikian rupa sehingga nilai rupiah dapat dipertahankan kestabilannya 3. Menyediakan kredit dengan suku bunga rendah untuk mendorong produsen untuk meningkatkan kegiatan produksi 4. Menyediakan tingkat lapangan kerja tertentu 4

12 5. Mengusahakan agar kebijakan moneter dapat dilaksanakan tanpa memberatkan beban keuangan negara dan masyarakat. Kebijakan moneter ini dalam prakteknya dilakukan oleh Bank Indonesia. Kekayaan negara yang dipisahkan adalah komponen keuangan negara yang pengelolaannya diserahkan kepada perusahaan yang seluruh atau sebagian modal atau sahamnya dimiliki oleh negara, atau sering disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Kekayaan negara yang dipisahkan ini dikelola secara berbeda, sehingga hubungan dengan APBN bukan hubungan langsung, tetapi tidak langsung, misalnya dalam hal pemerintah menyertakan tambahan modal dalam BUMN atau dalam hal adanya setoran bagian laba BUMN untuk pemerintah merupakan pos-pos pembiayaan APBN Pengertian Pengelolaan Keuangan Negara Dengan ruang lingkup keuangan negara yang meliputi fiskal, moneter, dan kekayaan negara yang dipisahkan seperti itu, bahasan pengelolaan menjadi titik kritis dalam keuangan negara. Bagaimana mengelola kebijakan-kebijakan seperti itu? Musgrave mengatakan bahwa keuangan negara tidak sekedar hanya menyangkut uang masuk sebagai penerimaan negara dan uang keluar sebagai belanja negara. Keuangan negara juga menyangkut fungsi alokasi sumbersumber ekonomi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi, termasuk pertumbuhan ekonomi dan dampaknya pada kegiatan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, Musgrave melanjutkan bahwa keuangan negara harus dikelola dengan baik d0engan alasan-alasan berikut: 1. Mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Adam Smith dalam bukunya yang berjudul An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation menyatakan bahwa negara tidak boleh campur tangan dalam perekonomian masyarakat karena perekonomian sudah diatur oleh invisible hands, yaitu mekanisme naik atau turunnya harga sebagai akibat dari hukum penawaran dan permintaan barang dan jasa (disebut mekanisme pasar). Misalnya, jika permintaan lebih besar dari penawaran maka tingkat harga 5

13 cenderung akan naik, dan sebaliknya. Kemudian, kenaikan harga akan mendorong kenaikan penawaran dan menekan permintaan sehingga terjadi keseimbangan baru dalam penawaran dan permintaan pada tingkat harga tertentu. Sebaliknya, turunnya harga akan menyebabkan naiknya permintaan dan menurunkan penawaran sehingga terjadi keseimbangan baru. Dengan demikian, naik/turunnya harga atau mekanisme pasar bekerja secara otomatis dan ini akan menjaga keseimbangan antara penawaran dan permintaan atas barang dan jasa. Keuangan negara, melalui penerimaan/pendapatan dan pengeluaran/belanja negara dapat mempengaruhi bekerjanya mekanisme harga. Pungutan pajak kepada masyarakat di satu titik akan meningkatkan penerimaan negara, namun dilain pihak akan mengurangi daya beli masyarakat sehingga mengurangi permintaan masyarakat. Sebaliknya, belanja pemerintah, yang digunakan untuk membeli barang dan jasa dari masyarakat, akan mendorong ekonomi masyarakat dan kemudian akan menambah daya beli masyarakat. Lalu, bagaimana hubungan antara penerimaan negara dengan belanja negara seperti yang dikelola dalam APBN? Apabila penerimaan negara melebihi pengeluaran negara, yang berarti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan mengalami surplus. Surplus berarti penerimaan negara cukup untuk mendanai belanja pemerintah, namun dilain pihak akan mengurangi daya beli masyarakat (karena beban pajak yang tinggi) dan terjadi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Sebaliknya, apabila pengeluaran lebih besar dari penerimaannya, yang berarti APBN defisit, defisit akan menambah daya beli masyarakat lebih besar. Apabila permintaan masyarakat atas barang dan jasa melebihi penawarannya, harga-harga barang dan jasa akan naik atau terjadi inflasi dan jika penawaran lebih besar dari permintaannya maka harga-harga akan turun atau deflasi. Menurut Boediono (1980), inflasi adalah suatu proses atau kecenderungan kenaikan harga secara umum dan terus menerus, sedangkan deflasi adalah kondisi sebaliknya. Baik inflasi maupun deflasi dapat menganggu kegiatan ekonomi masyarakat. Untuk mencegah dampak yang tidak dikehendaki, Adam Smith menganjurkan agar penerimaan negara harus sama dengan pengeluaran negara. Pajak yang dipungut negara tidak boleh terlalu banyak atau terlalu sedikit, sebatas cukup untuk membiayai penyelenggaraan tugas dan fungsi 6

14 negara, berupa penyelenggaraan pertahanan dan keamanan, penyelenggaraan peradilan, dan penyediaan barang publik. Pemerintah hanya mengatur pada area-area dimana mekanisme pasar tidak berjalan, sehingga posisi pemerintah adalah inferior dalam perekonomian masyarakat. 2. Menjaga stabilitas ekonomi Pendapat Adam Smith diikuti sampai tahun 1930-an karena pada tahun itu terjadi peristiwa resesi dunia. Pada periode tersebut, meskipun hampir semua negara menerapkan APBN seimbang, pada kenyataannya terjadi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan barang dan jasa. Ketidakseimbangan ini mengakibatkan jatuhnya perekonomian dan meningkatkan pengangguran. Pada tahun 1936, John Maynard Keyness menulis buku yang berjudul The General Theory of Employment, Interest and Money, yang menguraikan hasil penelitiannya bahwa employment (ketersdiaan lapangan kerja) ditentukan oleh permintaan agregat (keseluruhan jumlah uang yang diterima oleh pengusaha dari hasil penjualan barang dan jasa yang diproduksinya) dan penawaran agregat (keseluruhan jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk membeli faktor-faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan barang dan jasa). Apabila permintaan agregat lebih besar dari penawaran agregat maka pengusaha akan melakukan ekspansi usaha untuk menangkap kesempatan mencari laba, yang secara agregat akan mengakibatkan lapangan kerja akan bertambah, dan sebaliknya. Menurut Keyness, resesi dunia yang terjadi pada tahun 1930 an disebabkan oleh penawaran agregat yang lebih besar daripada permintaan agregatnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi pengangguran, pemerintah melalui politik anggaran dapat memperbesar permintaan agregat agar sama dengan penawaran agregat. Ini berarti bahwa APBN tidak lagi harus seimbang, tetapi APBN dapat juga digunakan sebagai alat untuk mengatasi inflasi dan deflasi, serta untuk memelihara stabilisasi perekonomian Sejak lahirnya teori Keyness, tugas dan fungsi negara menjadi lebih penting karena tidak sekedar menyelenggarakan pertahanan dan keamanan, menyelenggarakan peradilan dan menyediakan barang publik semata, namun juga menjaga kestabilan perekonomian. 7

15 3. Merealokasi sumber-sumber ekonomi Pendapat Keyness kemudian dikembangkan oleh Richard Musgrave. Dalam bukunya yang berjudul The theory of Public Finance, Musgrave menyatakan bahwa tugas dan fungsi negara meliputi: realokasi sumber-sumber daya ekonomi, redistribusi pendapatan, dan stabilisasi. Realokasi sumber-sumber ekonomi dilakukan dengan memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang terbatas secara optimal. Apabila sumber daya yang ada di masyarakat tersebut tidak terdistribusikan secara optimal akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam peekonomian negara. Oleh karena itu, negara melalui kebijakan fiskal yang persuasif, dapat mendorong penggunaan sumber daya ekonomi secara maksimal, yang pada akhirnya juga bermuara pada pertumbuhan ekonomi, pembukaan lapangan kerja dan stabilisasi ekonomi negara. 4. Mendorong Re-distribusi Pendapatan Melalui kebijakan fiskal dalam APBN, pemerintah dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan agar tidak terjadi kesenjangan antara golongan masyarakat kaya dan golongan masyarakat miskin secara menyolok. Sumber daya ekonomi berupa faktor-faktor produksi secara natural tidaklah terdistribusi secara merata di masyarakat. Akibatnya, sebagian masyarakat yang menguasai lebih banyak faktor produksi akan lebih diuntungkan dari kegiatan perekonomian yang ada. Untuk menciptakan keadilan, pemerintah akan mengenakan pajak yang lebih banyak kepada kelompok masyarakat yang lebih mampu (ability to pay principle) dan mengalokasikannya dalam bentuk pengeluaran/belanja negara yang berpihak kepada masyarakat yang kurang mampu (pro poor). Oleh karena itu, pengelolaan APBN tidak hanya menyangkut pada jumlah penerimaan dan jumlah pengeluaran saja, tetapi harus memperhatikan juga rincian dari penerimaan dan pengeluaran negara dan juga distribusinya Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara Sekarang mari kita lihat siapa yang akan melaksanakan fungsi-fungsi pengelolaan fiskal di negara kita. Sebelum itu, ada baiknya pembaca memeperoleh infromasi secara umum tiga Undang Undang dalam bidang 8

16 keuangan negara yang sering disebut paket perundangan dibidang keuangan negara yakni Undang Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang Undang No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang Undang No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara. Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Presiden adalah pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Dalam melaksanakan mandat Undang Undang ini, fungsi pemegang kekuasaan umum atas pengelolaan keuangan negara tersebut dijalankan dalam bentuk: selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan Negara yang dipisahkan dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga negara dikuasakan kepada masing-masing menteri/pimpinan lembaga penyerahan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan kekuasaan di bidang fiskal tidak termasuk kewenangan di bidang moneter. Untuk mencapai stabilitas nilai rupiah, penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh Bank Sentral, yakni Bank Indonesia yang tunduk pada peraturan perundangan di bidang moneter. Pengaturan kekuasaan keuangan negara tersebut dapat digambarkan dalam diagram seperti di bawah ini. 9

17 PENGATURAN WEWENANG PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara; Pres iden (Selaku Kepala P emerintahan) Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan Men teri Tek n is (selak u Pen gg un a An gg aran ) Kep ala Kan to r (selak u Ku asa Pen g gu n a Ang g aran) Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian negara/lembaga. Ben d ah ara Pen erimaan /Peng elu aran Menteri K euangan (selaku B endahara Umum Negara) Kepala KPKN (s elaku Kuasa Bendahara Um um Negara) Pendel egasi an kewenangan pel aksanaanprogram Pendel egasi an kewenangan perbendaharaan Gambar 1: Kewenangan dalam Pengelolaan Keuangan Negara di tingkat Pemerintah Pusat Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) yang berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional, sedangkan para menteri dan pimpinan lembaga negara pada hakikatnya adalah Chief Operational Officer (COO) yang berwenang dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai bidang tugas dan fungsi masing-masing. Pembagian kewenangan yang jelas, sebagaimana tampak dalam gambar di atas, dalam pelaksanaan anggaran antara Menteri Keuangan dan menteri teknis tersebut diharapkan dapat memberikan jaminan terlaksananya mekanisme saling uji (check and balance) dalam pelaksanaan pengeluaran negara dan jaminan atas kejelasan akuntabilitas Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara dan Menteri Teknis sebagai Pengguna Anggaran. Selain itu, pembagian kewenangan ini memberikan fleksibilitas bagi menteri teknis, sebagai pengguna anggaran, untuk mengatur penggunaan anggaran kementeriannya secara efisien dan efektif dalam rangka optimalisasi kinerja kementeriannya untuk menghasilkan output yang telah ditetapkan, karena kementerian teknis yang paling memahami operasional kebijakan sektor-sektor yang menjadi bidangnya. 10

18 Atas kuasa yang diterimanya, Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal memiliki tugas-tugas sebagai berikut: a. menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro b. menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN c. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran d. melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan e. melaksanakan pungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang f. melaksanakan fungsi bendahara umum negara g. menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN, dan h. melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang. Sementara Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Penguna Anggaran/Pengguna Barang, yang tidak perlu memikirkan sumber-sumber keuangannya, memiliki tugas-tugas sebagai berikut: a. menyusun anggaran kementerian negara/lembaga b. menyusun dokumen pelaksanaan pemungutan penerimaan negara c. melaksanakan anggaran kementerian negara/lembaga d. melaksanakan pungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara e. mengelola piutang dan utang Negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga f. mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga g. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara/lembaga, dan h. melaksanakan tugas-tugas lain berdasarkan ketentuan undang-undang. Undang Undang No 17 tahun 2003 ini juga mengatur tentang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah yakni dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah. 11

19 Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas sebagai berikut : a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD b. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah d. melaksanakan fungsi bendahara umum daerah, dan e. menyusun laporan keuangan yang merupakan per-tanggungjawaban pelaksanaan APBD. Kemudian, kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut: a. menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; b. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; c. melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; d. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak; e. mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang f. dipimpinnya; g. mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat h. daerah yang dipimpinnya; i. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya. Coba anda perhatikan bahwa peraturan perundangan sangat mempertimbangkan konsistensi antara sistem pengelolaan keuangannya pemerintah pusat dan pemerintah daerah dari segi pembagian tugas antara Chief Financial Officer dan Chief Operating Officer Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara Agar tujuan pengelolaan seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek keuangan negara 12

20 dapat memberikan daya dukung penyelenggaraan pemerintahan negara yang optimal, keuangan negara dikelola berdasarkan asas umum sebagai berikut: 1. Akuntabilitas yang berorientasi pada hasil, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan keuangan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara, karena pada dasarnya setiap sen uang negara adalah uang rakyat, dan akuntabilitas ini harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Profesionalitas, yang berarti mengutamakan keahlian dan kompetensi yang berlandaskan kode etik dan ketentuan perundang-undangan. 3. Proporsionalitas, yakni asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara. 4. Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan keuangan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak-hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. 5. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, yang dalam praktiknya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI). Asas-asas baru sebagai pencerminan penerapan kaidah-kaidah yang baik (best practices) yang diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2003 di atas dalam penerapannya didukung dengan asas-asas umum yang sebelumnya telah dipakai dalam pengelolaan keuangan negara seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan dan asas spesialitas. Asas-asas umum tersebut diperlukan guna mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara serta menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan negara sebagaimana telah dirumuskan dalam Undang Undang Dasar. 13

21 2.3. Latihan 1 1. Sebutkan tiga peraturan perundangan dalam paket Undang Undang di bidang Keuangan Negara! 2. Sebutkan contoh tugas Menteri Keuangan dan Menteri Teknis dalam pengelolaan keuangan negara! 3. Apa saja asas umum pengelolaan keuangan negara yang saudara pahami? Uraikan! 4. Uraikan secara ringkas maksud dan tujuan kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah! 5. Uraikan secara ringkas objek dan subjek keuangan negara sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku! 6. Bagaimana pengelolaan keuangan negara pada tingkat pemerintah daerah? Uraikan secara ringkas! 2.4. Rangkuman 1 Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Ruang lingkup keuangan negara menurut UU Nomor 17 Tahun 2003 meliputi: pengelolaan fiskal, pengelolaan moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Keuangan negara harus dikelola dengan baik mengingat dampak besarnya bagi perekonomian negara. Secara ekonomi, terdapat tiga fungsi pemerintah dalam perekonomian, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Keuangan Negara dapat dikelola sebagai sarana untuk pemenuhan fungsi-fungsi tersebut. Pengelolaan keuangan negara didasarkan pada asas-asas akuntabilitas, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. 14

22 2.5. Tes Formatif 1 PERNYATAAN BENAR /SALAH Pilihan B jika pernyataan di bawah ini Benar dan pilihlah S jika pernyataan di bawah ini Salah! 1 B S Menurut Undang-Undang Keuangan Negara, keuangan negara mencakup pengelolaan fiskal dan pengelolaan moneter yang tercermin dalam anggaran negara. 2 B S Belanja pemerintah akan mendorong usaha ekonomi masyarakat, tetapi tidak meningkatkan daya beli masyarakat atas barang dan jasa. 3 B S Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu yang dapat dijadikan milik negara 4 B S Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan satu-satunya pengelola kekayaan negara yang dipisahkan. 5 B S Untuk menjalankan fungsi kepemerintahan, Menteri Keuangan berfungsi sebagai pihak yang mencari uang, dan Menteri Teknis berfungsi sebagai pihak yang menggunakan uang. 6 B S Menurut Musgrave, negara tidak boleh campur tangan dalam perekonomian masyarakat karena sudah diatur oleh mekanisme pasar. 7 B S Adam Smith menyarankan agar pendapatan pemerintah perlu seimbang dengan belanja negara untuk menghindari inflasi. 8 B S Kebijakan tentang jumlah uang yang beredar, tingkat bunga, dan kebijakan pengendalian kredit merupakan contoh-contoh kebijakan moneter 9 B S Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan pengelolaan keuangan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat merupakan asas profesionalitas. 10 B S Pemerintah merupakan pihak yang mengelola keadilan dalam ekonomi karena pihak swasta tidak bisa diharapkan untuk itu. PILIHAN GANDA Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dari alternatif jawaban yang tersedia dari pernyataan-pernyataan berikut ini! 1. Peraturan perundangan yang dijadikan dasar pengelolaan keuangan negara adalah... A. Undang Undang No 17 tahun 2003 B. Undang Undang No 1 tahun 2004 C. Undang Undang No 15 tahun 2004 D. Semua jawaban benar 15

23 2 Fungsi pemerintah dalam pengelolaan ekonomi, termasuk APBN, adalah seperti berikut ini, kecuali... A. Fungsi stabilisasi B. Fungsi distribusi C. Fungsi alokasi D. Fungsi budgetair 3. Ruang lingkup pengelolaan keuangan negara mencakup... A. Kebijakan fiskal B. Jawaban A ditambah kebijakan moneter C. Jawaban B ditambah kebijakan atas kekayaan negara yang dipisahkan D. Jawaban C ditambah kebijakan perdagangan luar negeri 4. Asas umum pengelolaan keuangan negara mencakup... A. Keterbukaan B. Keterbukaan dan akuntabilitas C. Keterbukaan, akuntanbilitas dan proporsionalitas D. Keterbukaan, akuntanbilitas, proporsionalitas dan efisiensi 5. Untuk memperluat mekanisme saling uji (check and balance) dalam kekuasaan pengelolaan keuangan negara dilakukan dengan... A. Menteri Keuangan bertindak sebagai Bendahara Umum Negara B. Menteri Keuangan berfungsi sebagai Chief Financial Officer C. Menteri Teknis mengelola operasional yang menjadi tugas dan fungsinya D. Semua jawaban benar 6. Fungsi pengelolaan keuangan negara pada tingkat pemerintah daerah dilakukan dengan: A. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah B. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah berfungsi sebagai Chief Financial Officer pada tingkat pemerintah daerah C. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah mengelola operasional yang menjadi tugas dan fungsinya D. Semua jawaban benar 7. Pemegang kekuasaan umum atas pengelolaan keuangan negara dijalankan dalam bentuk, kecuali... 16

24 A. Penyerahan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah B. Penyerahan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah dalam mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan C. Selaku pengelola fiskal dikuasakan kepada Menteri Keuangan D. Selaku wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan kepada Menteri yang membidangi bidang usahanya. 8. Untuk menciptakan keadilan dalam fungsi distribusi pendapatan, pemerintah akan... A. Mengalokasikan dalam bentuk belanja yang berpihak pada masyarakat kurang mampu B. Mengenakan pajak yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang lebih mampu. C. Memberlakukan prinsip ability to pay principle dan pro poor D. Semua jawaban benar 9. Dari pernyataan di bawah ini yang paling tepat adalah, kecuali: A. Tugas Menteri Teknis adalah melaksanakan pungutan penerimaan negara bukan pajak B. Tugas Menteri Keuangan adalah melaksanakan pungutan penerimaan negara pajak dan bukan pajak C. Tugas Menteri Teknis adalah mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian/lembaga D. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 10. Asas umum pengelolaan keuangan negara yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara adaalah: A. Proporsionalitas B. Profesionalitas C. Akuntabilitas D. Transparansi 17

25 2.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang tersedia. Hitunglah jawaban Anda yang benar kemudian gunakan rumus berikut ini untuk mengetahui tingkat pemahaman (TP) anda terhadap materi kegiatan belajar ini. 18

26 3. Kegiatan Belajar 2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 3.1. Indikator keberhasilan Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mempu menguraikan kembali pengertian dan isi anggaran negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang mencakup ruang lingkup, siklus, dan pengertian aspek-aspek reformasi pengelolaan APBN Uraian dan Contoh Pengertian APBN Membahas pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) perlu dimulai dari pengertian anggaran negara. Anggaran adalah suatu rencana keuangan yang merupakan perkiraan tentang apa yang akan dilakukan dimasa yang akan datang, sedangkan anggaran negara berarti rencana keuangan yang disusun dan dilaksanakan oleh pemerintah. Anggaran negara menjadi sangat penting, karena rencana tersebut merupakan keputusan politik antara pemerintah dan badan legsilatif, yakni Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga apa yang tercantum dalam anggaran pendapatan, anggaran belanja dan anggaran pembiayaan merupakan hasil perhitungan yang kemudian merupakan kebijakan politik yang menyangkut keuangan negara. Anggaran negara juga bisa dipandang sebagai alat pengendalian keuangan negara, karena merupakan batas-batas yang diatur dalam perundangan. Kebijakan yang tercantum dalam anggaran negara mencakup kebijakan fiskal dan moneter. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang anggaran negara, berikut akan kita lihat beberapa pengertian anggaran negara yang telah dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut: (a) Due (1973) menyatakan bahwa anggaran belanja negara memuat datadata keuangan mengenai pengeluaran-pengeluaran dan penerimaanpenerimaan dari tahun tahun yang lalu, jumlah-jumlah taksiran untuk tahun yang sedang berjalan, dan jumlah-jumlah yang diusulkan untuk tahun yang akan datang. 19

27 (b) Suparmoko (1992) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan anggaran (budget) ialah suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu satu tahun. (c) UU Nomor 17 tahun 2003 menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pada dasarnya, APBN mengandung perkiraan jumlah pengeluaran dan perkiraan jumlah pendapatan untuk menutupi pengeluaran tersebut serta pembiayaan anggaran dalam rangka pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada Pemerintah. Arah keuangan negara menurut Musgrave (1989) adalah untuk mengusahakan stabilitas ekonomi, mengusahakan pembagian pendapatan yang lebih merata, dan mengusahakan alokasi sumber-sumber secara efisien. Pendapat Musgrave ini menunjukkan bahwa keuangan negara dapat dijadikan landasan kebijakan untuk mencapai apa yang diinginkan oleh pemerintah. Menurut sejarahnya, urutan sasaran yang dikemukakan oleh Musgrave di atas ada kaitannya dengan keadaan perekonomian Amerika Serikat pada waktu Musgrave mengadakan penelitian. Stabilitas ekonomi dan pembagian pendapatan menjadi perhatiannya karena merupakan titik kritis perekonomian Amerika Serikat. Sistem ekonomi liberal yang dianut Amerika Serikat dimana perekonomian sebagian besar dikendalikan oleh mekanisme pasar sering mengakibatkan fluktuasi perekonomian yang besar/konjungtur. Untuk mengurangi fluktuasi seperti ini, keuangan negara dapat dijadikan salah satu alat anti konjungtur. Dalam sistem ekonomi kapitalis, modal memegang peranan yang sangat penting karena pemilik modal mempunyai pendapatan yang tinggi. Sebaliknya mereka yang tidak memiliki modal mempunyai pendapatan yang sangat rendah. Dengan demikian terjadi kesenjangan pendapatan yang sangat besar. Dalam keadaan demikian, keuangan negara dapat dijadikan alat untuk menjadikan pendapatan yang lebih merata melalui perpajakan. Alokasi sumber-sumber juga menjadi sorotan Musgrave karena faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal dan keahlian) merupakan piranti yang sangat penting dalam sistem ekonomi kapitalis, dan dengan demikian keuangan 20

28 negara harus diarahkan agar jangan sampai tejadi pengangguran atas faktorfaktor produksi tersebut. UU Nomor 17 tahun 2003 antara lain menyatakan bahwa pihak yang menyiapkan rancangan APBN adalah pemerintah yang kemudian diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapat persetujuan. Dalam prakteknya, RUU APBN itu setelah disetujui oleh DPR baru dinyatakan berlaku setelah disahkan oleh Presiden Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pengelolaan APBN secara keseluruhan dilakukan melalui 5 tahap, yaitu: 1. Tahap perencanaan APBN 2. Tahap penetapan UU APBN 3. Tahap pelaksanaan UU APBN 4. Tahap pengawasan pelaksanaan UU APBN, dan 5. Tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Pentahapan pengelolaan APBN tersebut dapat digambarkan seperti pada siklus di bawah ini. Perencanaan dan Penganggaran APBN (2) (1) RKP Pagu Indikatif (Maret) (6) Rincian Anggaran Belanja K/L (Akhir November) Perpres (7) Pokok-pokok Kebijakan Fiskal dan Kerangka Ekonomi Makro (Pertengahan Mei) DIPA K/L (31 Desember) (5) APBN (Akhir Oktober) UU Pagu Sementara (Pertengahan Juni) RAPBN (Agustus) (3) (4) RUU & NK Gambar 2: Pokok-Pokok Proses Perencanaan dan Penganggaran Negara 21

29 1) Tahap Perencanaan APBN Tahap perencanaan APBN dapat diuraikan sebagai berikut: Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, tahap perencanaan APBN dimulai ketika Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Rancangan APBN, yang terdiri atas a) anggaran pendapatan negara, b) anggaran belanja negara dan c) pembiayaan. Besaran anggaran belanja negara didasarkan atas kapasitas fiskal yang dapat dihimpun oleh Pemerintah. Dalam hal rencana belanja negara melebihi dari rencana pendapatan negara, Pemerintah dapat melampaui kapasitas fiskal dengan menjalankan anggaran defisit yang ditutup dengan pembiayaan. Besaran anggaran belanja negara dapat disesuaikan dengan perubahan kapasitas fiskal dan/atau perubahan pembiayaan anggaran sebagai akibat dari: a. perubahan asumsi makro; b. perubahan target pendapatan negara; c. perubahan prioritas belanja negara; dan/atau d. penggunaan saldo anggaran lebih tahun-tahun sebelumnya. Anggaran belanja negara disusun berdasarkan RKA-K/L (Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga) dan Menteri Keuangan menetapkan pola pendanaan pembiayaan. Mari kita lihat proses penyusunan RKA yang dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga. Penyusunan RKA-K/L RKA-K/L disusun untuk setiap Bagian Anggaran dan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran wajib menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran yang dikuasainya. Selain menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan menyusun RDP-Bendahara Umum Negara. Penyusunan RKA-K/L harus menggunakan pendekatan: a. kerangka pengeluaran jangka menengah; b. penganggaran terpadu; dan c. penganggaran berbasis Kinerja. RKA-K/L disusun secara terstruktur dan dirinci menurut klasifikasi anggaran, yang meliputi: a. klasifikasi organisasi 22

30 b. klasifikasi fungsi c. klasifikasi jenis belanja Penyusunan RKA-K/L menggunakan instrumen: a. indikator Kinerja; b. standar biaya; dan c. evaluasi Kinerja. Menteri/Pimpinan Lembaga menetapkan indicator Kinerja setelah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan. Proses Penyusunan RKA-K/L dan Penggunaannya dalam penyusunan Rancangan APBN Presiden menetapkan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional pada bulan Januari untuk tahun direncanakan berdasarkan hasil evaluasi kebijakan berjalan. Berdasarkan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional, Kementerian/Lembaga mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan berjalan. Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan berjalan, Kementerian/Lembaga dapat menyusun rencana Inisiatif Baru dan indikasi kebutuhan anggaran yang diselaraskan dengan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional untuk disampaikan kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan. Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan dari program yang sedang berjalan dan mengkaji usulan Inisiatif Baru berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi kebutuhan dananya. Kementerian Perencanaan mengoordinasikan pelaksanaan evaluasi dan pengintegrasian hasil evaluasi. Uraian tahapan penyusunan RKA K/L dapat dirinci sebagai berikut: Tahap 1 1. Kementerian Keuangan menyusun perkiraan kapasitas fiskal untuk penyusunan Pagu Indikatif tahun anggaran yang direncanakan, termasuk penyesuaian indikasi pagu anggaran jangka menengah paling lambat pertengahan bulan Februari. 23

31 2. Pagu Indikatif disusun oleh Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan, dengan memperhatikan kapasitas fiskal dan pemenuhan prioritas pembangunan nasional. 3. Pagu Indikatif yang disusun oleh Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan dirinci menurut unit organisasi, program, kegiatan, dan indikasi pendanaan untuk mendukung Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden. 4. Pagu Indikatif yang sudah ditetapkan beserta prioritas pembangunan nasional yang dituangkan dalam rancangan awal RKP disampaikan kepada Kementerian/Lembaga dengan surat yang ditandatangani Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan pada bulan Maret. 5. Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun Renja-K/L dengan berpedoman pada surat pada poin Renja-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disusun dengan pendekatan berbasis Kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu yang memuat kebijakan, program dan kegiatan. 7. Dalam proses penyusunan Renja-K/L dilakukan pertemuan 3 (tiga) pihak antara Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan. 8. Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan Renja-K/L kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan untuk bahan penyempurnaan rancangan awal RKP dan penyusunan rincian pagu menurut unit organisasi, fungsi, program, dan kegiatan sebagai bagian dari bahan pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN. Tahap 2 1. Menteri Keuangan dalam rangka penyusunan RKA-K/L, menetapkan Pagu Anggaran K/L dengan berpedoman kapasitas fiskal, besaran Pagu Indikatif, Renja-K/L, dan memperhatikan hasil evaluasi Kinerja Kementerian/Lembaga. 2. Pagu Anggaran K/L menggambarkan Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden dirinci paling sedikit menurut unit organisasi dan program. 3. Pagu Anggaran K/L disampaikan kepada setiap Kementerian/Lembaga paling lambat akhir bulan Juni. 4. Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L berdasarkan: 24

32 a. Pagu Anggaran K/L b. Renja-K/L c. RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalampembicaraan pendahuluan Rancangan APBN, dan d. standar biaya. 5. Penyusunan RKA-K/L termasuk menampung usulan Inisiatif Baru. Tahap 3 1. RKA-K/L menjadi bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN setelah terlebih dahulu ditelaah dalam forum penelaahan antara Kementerian/Lembaga dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan. 2. Dalam hal Kementerian/Lembaga melakukan pembahasan RKA-K/L dengan DPR dalam rangka pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN, pembahasan tersebut difokuskan pada konsultasi atas usulan Inisiatif Baru. 3. Dalam pembahasan RKA-K/L dengan DPR dapat dilakukan penyesuaian terhadap usulan Inisiatif Baru, sepanjang: a. sesuai dengan RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN b. pencapaian sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga, dan c. tidak melampaui Pagu Anggaran K/L. 4. Menteri Keuangan mengoordinasikan penelaahan RKAK/L dalam rangka penetapan Pagu RKA-K/L yang bersifat final. 5. Penelaahan dilakukan secara terintegrasi, yang meliputi: a. kelayakan anggaran terhadap sasaran Kinerja yang direncanakan; dan b. konsistensi sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga dengan RKP. 6. Penelaahan RKA-K/L diselesaikan paling lambat akhir bulan Juli. 7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penelaahan RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Tahap 4 1. Kementerian Keuangan menghimpun RKA-K/L hasil penelaahan untuk digunakan sebagai: a. bahan penyusunan Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN; dan b. dokumen pendukung pembahasan Rancangan APBN. 25

33 2. Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN dibahas dalam Sidang Kabinet. 3. Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN hasil Sidang Kabinet disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR pada bulan Agustus. 2) Tahap Penetapan UU APBN Selanjutnya, Nota Keuangan dan Rancangan APBN beserta Himpunan RKA- KL yang telah dibahas dalam Sidang Kabinet disampaikan Pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan Agustus untuk dibahas dan ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN selambat-lambatnya pada akhir bulan Oktober. Proses penyelesaian pada tahap ini melalui beberapa tingkat pembicaraan, yaitu: Tingkat I Pada tingkat ini disampaikan keterangan atau penjelasan Pemerintah tentang Rancangan UU APBN. Pada kesempatan ini Presiden menyampaikan pidato Pengantar Rancangan UU APBN didepan Sidang Paripurna DPR. Tingkat II Dilakukan pandangan umum dalam Rapat Paripurna DPR dimana masingmasing Fraksi di DPR mengemukakan pendapatnya mengenai RUU APBN dan keterangan Pemerintah. Jawaban pemerintah atas pandangan umum tersebut biasanya diberikan oleh Menteri Keuangan. Tingkat III Pada tingkat ini dilakukan pembahasan dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi atau Rapat Panitia Khusus. Pembahasan dilakukan bersama-sama Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan. Tingkat IV Diadakan rapat Paripurna DPR yang kedua. Pada rapat ini disampaikan laporan hasil pembicaraan pada tingkat III dan pendapat akhir dari masingmasing fraksi DPR. Apabila ada dan dianggap perlu dapat juga pendapatpendapat itu disertai dengan catatan tentang pendirian fraksinya. Setelah penyampaian pendirian akhir masing-masing fraksi selanjutnya dengan menggunakan hak budget yang dimilikinya DPR menyetujui RUU APBN. Setelah DPR menyetujui RUU APBN, pada kesempatan ini pula DPR mempersilahkan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan untuk 26

34 menyampaikan sambutannya bertalian dengan keputusan DPR tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang ada, agar RUU APBN yang telah disetujui DPR dapat berlaku efektif maka Presiden mengesahkan RUU APBN itu menjadi UU APBN. 3) Tahap Pelaksanaan UU APBN UU APBN yang sudah disetujui DPR dan disahkan oleh Presiden, sudah disusun dengan rinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR. Selanjutnya pelaksanaan UU APBN dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga negara dalam melaksanakan anggaran. Penuangan dalam Keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut halhal yang belum dirinci di dalam UU APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian/lembaga negara, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian/lembaga negara. Selain itu, penuangan tersebut juga meliputi alokasi dana perimbangan untuk propinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima. Kondisi tersebut berbeda dengan penyusunan UU APBN sebelum diundangkannya UU Nomor 17 Tahun Ketika itu, UU APBN baru memuat ketentuan-ketentuan secara garis besar yaitu rincian sampai sektor dan subsektor. Agar rencana pengeluaran dan pendapatan itu dapat dilaksanakan, maka diadakan pengaturan yang lebih rinci. Pengaturan demikian dituangkan dalam Keputusan Presiden. Setelah sektor dan subsektor, anggaran rutin diadakan perincian lebih lanjut kedalam program, kegiatan, jenis pengeluaran dan bagian anggaran. Anggaran pembangunan dirinci lebih lanjut kedalam program, proyek dan bagian anggaran. Bila masih ada hal-hal yang perlu diatur lebih khusus lagi, hal ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan. Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan Negara, yakni UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, 27

35 mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administrastif antar kementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah. Selama tahun anggaran dilaksanakan penerimaan-penerimaan dan pengeluaran-pengeluaran uang, yang kesemuanya ini harus dibukukan secara cermat. Pengeluaran uang terutama ditujukan untuk pengadaan barang, pembayaran jasa dan pembiayaan proyek-proyek pembangunan serta pembayaran cicilan hutang dan bunga. Seperti halnya dalam hal keuangan, dalam hal pengadaan barang, masalah penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran perlu pembukuan yang memadai. Demikian pula dalam hal piutang dan kekayaan negara. Dalam rangka usaha mengadakan pemantapan dan penertiban penerimaan dan pengeluaran negara, telah ditetapkan Inpres No. 4 tahun 2000 tanggal 11 Mei tahun 2000, tentang Penertiban Rekening Departemen dan Lembaga Non Departemen. Secara garis besarnya isi Inpres tersebut adalah sebagai berikut: (a) Semua Departemen dan semua Lembaga Non Departemen harus menyampaikan data tentang rekening yang ada pada Departemen/ Lembaga Non Departemen yang bersangkutan kepada Departemen Keuangan/Direktorat Jenderal Anggaran, yang meliputi: 1) Nama 2) Nomor Rekening 3) Saldo per 30 April ) Nama Bank di mana rekening itu dibuka 5) Laporan paling lambat harus dilakukan paling lambat tanggal 31 Mei tahun ) Selanjutnya harus melaporkan saldo rekening pada setiap akhir bulan. (b) Agar Menteri Keuangan melaksanakan penyempurnaan sistem pengelolaan Kas Negara tersebut dalam rangka usaha efisiensi dan efektivitas administrasi keuangan negara. Tujuan pemantapan dan penertiban penerimaan dan pengeluaran Negara di atas kemudian disempurnakan secara signifikan dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara melalui penerapan Treasury Single Account (TSA) dalam pengelolaan kas negara yang memungkinkan dana pemerintah dikelola secara optimal untuk mendukung pelaksanaan APBN. Dalam Sistem Kas 28

36 Tunggal (Treasury Single Account), semua rekening keuangan negara berada di tangan satu otoritas yaitu Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara. Pasal 70 ayat 4 UU Nomor 1 Tahun 2004 mengamanatkan agar penyimpanan uang negara dalam Rekening KUN pada Bank Sentral dilaksanakan secara bertahap, sehingga terlaksana secara penuh selambat-lambatnya pada tahun ) Tahap Pengawasan Pelaksanaan UU APBN Di tingkat intern pemerintah, pengawasan pelaksanaan UU APBN dilakukan oleh Inspektorat Jenderal untuk lingkup masing-masing Kementerian/ Lembaga dan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk lingkup semua Kementerian/Lembaga. Instansi-instansi tersebut melakukan pemeriksaan/pengawasan atas penerimaan, penyimpanan, pengeluaran dan pembukuan uang, barang, piutang/kekayaan dan hutang negara. Pemeriksaan/pengawasan dilakukan secara periodik selama tahun anggaran berjalan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat 5 UUD 1945, pengawasan ekstern dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Seperti halnya Inspektorat Jenderal dan BPKP, BPK mengadakan pemeriksaan/pengawasan atas penerimaan, penyimpanan, pengeluaran dan pembukuan uang, barang, piutang/kekayaan dan hutang negara. BPK ditetapkan dengan undang-undang tersendiri dan memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada DPR. Walaupun demikian sesuai dengan penjelasan ayat 5 Pasal 23 UUD 1945, BPK bukanlah badan yang berdiri di atas Pemerintah. Dalam kaitannya dengan pengawasan DPR, pada tiap semester Pemerintah membuat Laporan Semesteran. Dalam laporan ini dicantumkan prospek keuangan untuk semester berikutnya. Prospektus demikian perlu diberitahukan kepada DPR agar DPR dapat mengantisipasi kemungkinan adanya Anggaran Belanja tambahan (ABT) untuk semester/tahun yang akan datang. Selain Laporan Semesteran, sebelum tahun anggaran berakhir, Pemerintah membuat laporan sementara pelaksanaan APBN tahun yang berjalan. Apabila ada dan dianggap perlu bersama-sama laporan tahunan sementara ini disertakan RUU APBN T/P (Tambahan dan Perubahan) yang menggambarkan setiap perubahan rencana keuangan dari yang sudah disetujui DPR terdahulu. Karena 29

37 laporan ini masih bersifat sementara (tahun anggaran masih belum berakhir), maka angka-angka yang tertera didalamnya masih mengandung perkiraanperkiraan. Adapun prosedur pembicaraan RUU APBN T/P, sama dengan prosedur pembicaraan RUU APBN seperti telah diuraikan di atas. 5) Tahap Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan UU APBN. Tahap pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN ini dapat digambarkan dalam skema seperti di bawah ini. HUBUNGAN KONTRAK PRINSIPAL AGEN: SOLUSI P R I N S I P A L R A K Y A T L E M B A G A P E R W A K I L A N Ketentuan Undang-Undang Rencana Anggaran / Kerja Akuntansi Pelaporan Auditing P E M E R I N T A H A G E N AKUNTABILITAS Gambar 3. Hubungan Kontrak Prinsipal Agen: Solusi Dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden menyampaikan Rancangan Undang-Undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa laporan keuangan yang disusun atas dasar realisasi yang sudah diaudit BPK. Laporan keuangan tersebut disiapkan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya APBN tahun anggaran yang bersangkutan. Laporan keuangan tersebut, sesuai dengan standar akuntansi pemerintah, setidak-tidaknya terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan (dilampiri laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya). 30

38 Pada Laporan Realisasi Anggaran, tugas pemerintah adalah menyajikan realisasi pendapatan dan belanja negara serta menjelaskan prestasi kerja yang dicapai oleh masing-masing kementerian negara/lembaga. Laporan keuangan tersebut sesungguhnya merupakan upaya konkret dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang disusun secara tepat waktu serta mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum Struktur dan Format Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Sejak tahun anggaran 1969/70 sampai dengan 1999/2000 APBN disusun dalam bentuk rekening scontro (T account). Di sebelah debet, dicantumkan semua penerimaan dan di sebelah kredit dicantumkan semua pengeluaran. Mulai tahun anggaran 2000 struktur dan format APBN disusun dalam bentuk stafel (I account). Struktur APBN yang demikian itu disesuaikan dengan standar yang berlaku secara internasional sebagaimana digunakan dalam statistik keuangan pemerintah (Government Finance Statistics). Struktur dan format APBN seperti ini dapat digunakan untuk beberapa tujuan yaitu: 1) Untuk meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN 2) Mempermudah melakukan analisis komparasi mengenai perkembangan operasi fiskal pemerintah dengan berbagai negara lain. 3) Mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian pelaksanaan dan pengelolaan APBN sehingga dapat diambil langkah-langkah untuk memperkecil diskripensi dengan data pembiayaan Bank Indonesia. 4) Menghadapi pelaksanaan desentralisasi fiskal sesuai dengan dengan UU No. 33 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Mulai Maret 2003 seiring dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, format RAPBN meski menggunakan I-Account mengalami perubahan format pada struktur anggarannya. UU Keuangan Negara mengamanatkan format baru yang disebut format anggaran terpadu (unified budget), yakni tidak ada pemisahan antara anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan, tetapi digabungkan menjadi satu. Adapun struktur dan format pokok RAPBN yang berlaku saat ini dapat dilihat pada tabel berikut. 31

39 32

40 STRUKTUR DAN FORMAT RINGKAS APBN PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH PENERIMAAN DALAM NEGERI Penerimaan Perpajakan Pajak Dalam Negeri Pajak Perdagangan Internasional Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penerimaan SDA Bagian Pemerintah atas Laba BUMN PNBP Lainnya PENERIMAAN HIBAH BELANJA NEGARA BELANJA PEMERINTAH PUSAT Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Pembayaran Bunga Hutang Subsidi Belanja Hibah Bantuan Sosial Belanja Lain-lain BELANJA DAERAH Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian KESEIMBANGAN PRIMER SURPLUS/DEFISIT ANGGARAN (A-B) PEMBIAYAAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI Perbankan Dalam Negeri Non Perbankan Dalam Negeri PEMBIAYAAN LUAR NEGERI Pinjaman Proyek Pembayaran Cicilan Pokok Hutang Pinjaman Program dan Penundaan Cicilan Hutang Dari struktur APBN tersebut dapat kita ketahui bahwa pendapatan negara bersumber dari Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan Dalam Negeri terdiri atas Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Penerimaan Perpajakan terdiri atas Pajak Dalam Negeri dan Pajak Perdagangan Internasional. Pajak Dalam Negeri terdiri atas Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas 33

41 Tanah dan Bangunan (BPHTB) 1, Cukai, dan Pajak Lainnya. Pajak Perdagangan Internasional terdiri atas Bea Masuk dan Pajak Ekspor. Penerimaan Negara Bukan Pajak, terdiri atas Penerimaan Sumberdaya Alam, Bagian Pemerintah atas Laba BUMN, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya. Belanja Negara terdiri atas Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan Belanja untuk Daerah. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat terdiri atas Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembayaran Bunga Hutang, Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial dan Belanja lain-lain. Sedangkan, belanja untuk Daerah terdiri atas Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Dana Perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Dana Otonomi Khusus yaitu dana yang disediakan untuk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Papua sehubungan dengan diberinya Otonomi Khusus kedua Provinsi tersebut. Dana Penyesuaian yaitu dana yang disediakan agar dana Alokasi Umum yang diberikan kepada setiap Provinsi jumlahnya tidak lebih kecil dari jumlah yang diberikan pada tahun anggaran sebelumnya. Jumlah Pendapatan Negara (A) dikurangi dengan jumlah Belanja Negara (B) merupakan Surplus/Defisit Anggaran (A - B) = D. Surplus/defisit anggaran tersebut biasa dinamakan Keseimbangan Umum. Karena mulai tahun 2000 dianut anggaran defisit, maka D merupakan defisit anggaran. Defisit Anggaran tersebut akan ditutup dengan Pembiayaan Anggaran (E), yang terdiri atas Pembiayaan Dalam Negeri dan Pembiayaan Luar Negeri. Pembiayaan Dalam Negeri terdiri atas Perbankan Dalam Negeri dan Non Perbankan Dalam Negeri. Pembiayaan Non Perbankan Dalam Negeri terdiri atas tiga sumber pembiayaan yaitu Privatisasi, Penjualan Asset Program Restrukturisasi Perbankan, dan Obligasi Negara. Privatisasi yaitu penjualan saham-saham BUMN kepada masyarakat (perorangan dan atau perusahaan), baik masyarakat dalam negeri maupun 1 Berdasarkan UU No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menggantikan UU No 18 tahun 1997 tentang hal yang sama, sejak 1 januari 2010, pengelolaan PBB Perdesaan dan Perkotaan dan BPHTB dalihkan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Kabupaten/Kota. Meskipun pengalihan kedua jenis penerimaan ini dilakukan secara bertahap dengan masa transisi sampai dengan tahun 2014 berdasarkan kesiapan infrastruktur daerah, modul Pengelolaan Keuangan Negara yang ditujukan untuk pegawai pemeirntah pusat ini tidak mencakup PBB dan BPHTB. 34

42 masyarakat luar negeri. Penjualan Asset Program Restrukturisasi Perbankan yaitu penjualan asset bank-bank yang telah diambil alih oleh BPPN. Pembiayaan Luar Negeri yang menjadi sumber pembiayaan adalah pembiayaan luar negeri bersih yaitu penarikan pinjaman luar negeri bruto setelah dikurnangi pembayaran cicilan hutang pokok luar negeri. Dalam setiap penyusunan APBN selalu digunakan asumsi, maksudnya sebagai pedoman agar jumlah dan sasaran APBN itu dapat dicapai sesuai dengan yang direncanakan Reformasi Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyusunan APBN dimaksudkan sebagai penjabaran rencana kerja Pemerintah untuk kurun waktu satu tahun. Penyusunannya disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Dalam penyusunan ini diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Menurut UU Nomor 17 tahun 2003, dalam hal anggaran diperkirakan mengalami defisit, defisit yang terjadi dibatasi maksimal 3 % dari Produk Domestik Bruto dan jumlah pinjaman untuk membiayai defisit tersebut maksimal adalah 60 % dari Produk Domestik Bruto. Apabila anggaran diperkirakan akan surplus, Pemerintah dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada DPR dengan mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antar generasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial. Mekanisme pembahasan dan penyusunan APBN dimulai ketika pemerintah menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR yang akan diikuti dengan pembahasan dalam pembicaraan pendahuluan RAPBN. Kegiatan ini selambat-lambatnya dilaksanakan pada pertengahan bulan Mei tahun anggaran berjalan. Pada bulan Agustus, Pemerintah mengajukan RUU tentang APBN untuk tahun anggaran yang akan datang beserta nota keuangan dan dokumen-dokumennya kepada DPR. Pembahasan atas RUU dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR. Pada tahap ini, DPR dapat mengajukan usul yang berakibat pada perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU 35

43 APBN tersebut. Perubahan ini dimungkinkan sepanjang tidak berakibat pada peningkatan defisit anggaran. Selanjutnya, selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan, DPR sudah harus mengambil keputusan mengenai RUU APBN yang diajukan Pemerintah. Apabila DPR tidak memberi persetujuan atas RUU APBN maka Pemerintah dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun sebelumnya. Mulai APBN tahun 2005, format penyusunan APBN menggunakan format baru yakni format anggaran terpadu (unified budget) yang melebur anggaran rutin dan pembangunan ke dalam satu format anggaran. Penggabungan belanja rutin (meliputi gaji, pemeliharaan, perjalanan dinas dan belanja barang) dengan belanja pembangunan diharapkan akan mengurangi alokasi yang tumpang tindih. Bersamaan dengan itu, dilakukan juga reklasifikasi belanja negara, khususnya belanja negara untuk pemerintah pusat. Beberapa perubahan pokok dalam format anggaran ditampilkan dalam gambar berikut: PERUBAHAN SISTEM PENGANGGARAN s.d Anggaran Rutin & Anggaran Pembangunan 2. Pendekatan Sektor : Sektor/Subsektor/Program (berbeda ant Rutin & Proyek) 3. Klasifikasi Ekonomi : Belanja Rutin menurut Jenis & Belanja Pembangunan menurut Sektor 4. Pengelola Anggaran : Instansi untuk Belanja Rutin & Proyek/Bagian Proyek untuk Belanja Pembangunan 5. Dokumen Anggaran : DUK/DUP/LK dan Satuan 3 DIK/SKOR/DIKS untuk Belanja Rutin DIP/SKOP/DIPP untuk Belanja Pembangunan Mulai Anggaran Terpadu 2. Pendekatan Fungsi: Fungsi/Sub Fungsi, Program, Kegiatan 3. Klasifikasi Ekonomi : Menurut Jenis Belanja 4. Pengelola Anggaran : Kementerian sebagai Pengguna Anggaran, Satuan Kerja sebagai Kuasa Pengguna Anggaran 5. Dokumen Anggaran : RKA-KL Satuan Anggaran DIPA Gambar 4: Perubahan Dalam Sistem Penganggaran Negara. Disamping format anggaran terpadu, akan dilakukan perbaikan efisiensi dan efektivitas pengelolaan belanja negara serta penyempurnaan manajemen negara melalui anggaran berbasis kinerja, rencana anggaran berjangka menengah 36

44 (medium term expenditure frame work), standar akuntansi pemerintah, reklasifikasi belanja menurut fungsi, organisasi dan jenis. Penerapan anggaran terpadu dan reklasifikasi belanja negara tersebut dimaksudkan untuk: 1. Menghilangkan duplikasi anggaran yang disebabkan tidak tegasnya pemisahan antara kegiatan operasional dengan proyek, khususnya proyekproyek non-fisik. 2. Memudahkan penyusunan anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) guna memperjelas keterkaitan antara output/outcome yang dicapai dengan penganggaran organisasi. 3. Memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan keuangan pemerintah. 4. Meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah dengan mengacu kepada format keuangan pemerintah sesuai standar internasional. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, penyusunan APBN mulai tahun 2005 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang didukung oleh Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL). RKP merupakan dokumen perencanaan nasional untuk periode 1 (satu) tahun yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional., yang berisi kebijakan pembangunan untuk periode 5 (lima) tahun, baik yang terkait dengan APBN maupun yang diarahkan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sedangkan RKA-KL adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu kementerian negara/lembaga, yang merupakan penjabaran dari rencana kerja pemerintah dan rencana strategis kementerian negara/lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran, serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. Berbeda dengan penyusunan APBN tahun-tahun sebelumnya yang lebih bersifat top down, penyusunan APBN mulai tahun 2005 dilakukan melalui proses penganggaran yang mengkombinasikan antara pendekatan top down dan pendekatan bottom up. Dalam penyusunan APBN yang baru, masing-masing kementerian negara/lembaga menyusun rencana kerja (RK-KL) yang didalamnya memuat program-program yang akan dilaksanakan oleh unit-unit organisasi yang 37

45 bersangkutan. Selanjutnya, RK-KL dari semua kementerian negara/lembaga dihimpun menjadi satu Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Bersamaan dengan itu, Pemerintah bersama-sama Panitia Anggaran DPR menetapkan pagu anggaran sementara untuk setiap kementerian negara/lembaga berdasarkan program. RK- KL dan pagu sementara tersebut menjadi dasar bagi masing-masing kementerian negara/lembaga bersama dengan komisi-komisi yang menjadi mitra kerjanya di DPR membagi pagu anggaran sementara ke dalam kegiatan yang direncanakan dan menurut jenis belanja, sehingga tersusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga (RKA-KL). Selanjutnya, kementerian negara/lembaga menyusun dan sekaligus menyampaikan RKA-KL dimaksud kepada Menteri Keuangan. Akhirnya, RKA-KL dari semua kementerian negara/lembaga dan RKP dijadikan pedoman dalam penyusunan nota keuangan dan RAPBN dan sekaligus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari UU APBN. Salah satu aspek reformasi keuangan negara yang menyangkut penganggaran adalah penerapan anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) adalah penyiapan anggaran negara dimana mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran (outputs) dan manfaat yang dihasilkan (outcomes) dari belanja yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan demikian, anggaran negara akan dituangkan dalam program dan kegiatan untuk mencapai kinerja tahunan dan terintegrasi dari rencana kinerja tahunan (Renja)/operasional Renstra dan anggaran tahunan yang konsisten dari tahun ke tahun sesuai dengan kerangka belanja jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework) yang sudah anda pahami Reformasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pemerintah bersama DPR, pada tangal 14 Januari 2004, mensahkan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU perbendaharaan Negara tersebut merupakan ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut atas disahkannya UU Nomor 17 Tahun Menurut UU Nomor 1 Tahun 204, yang dimaksud dengan Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang 38

46 dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Berdasarkan definisi tersebut, cakupan ruang lingkup Perbendaharaan Negara meliputi: 1. Pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah. 2. Pengelolaan penerimaan dan pengeluaran negara/daerah. 3. Pengelolaan kas negara/daerah. 4. Pengelolaan piutang dan utang negara/daerah. 5. Pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah 6. Penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/ daerah 7. Penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD 8. Penyelesaian kerugian negara/daerah 9. Pengelolaan keuangan badan layanan umum, dan 10. Perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan Keuangan Negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pelaksanaan anggaran dilakukan melalui pembagian tugas antara Menteri Keuangan selaku pemegang kewenangan kebendaharaan dengan Menteri Negara/Lembaga selaku pemegang kewenangan administratif. Dalam Penjelasan Umum UU Nomor 1 Tahun 2004 dijelaskan bahwa kewenangan administratif yang dimiliki menteri negara/lembaga mencakup kewenangan untuk melakukan perikatan atau tindakan lain yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, kewenangan melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada menteri negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran. Sedangkan dalam upaya melaksanakan kewenangan kebendaharaan, Menteri Keuangan merupakan pengelola keuangan yang berfungsi sebagai kasir, pengawas keuangan, dan sekaligus sebagai manajer keuangan. Fungsi pengawasan yang dimiliki menteri keuangan terbatas pada aspek rechmatigheid (ketaatan pada aturan hukum) dan wetmatigheid (ketaatan pada aturan perundangan) serta hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh menteri negara/lembaga atau post-audit yang dilaksanakan oleh aparat pengawasan fungsional. 39

47 Dalam pelaksanaannya, setelah APBN ditetapkan, Menteri Keuangan memberitahukan kepada semua menteri/pimpinan lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran. Atas permintaan ini, Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan oleh Presiden. Dalam dokumen pelaksanaan anggaran dimaksud, masing-masing kementerian/lembaga menguraikan: 1. sasaran yang hendak dicapai, 2. fungsi, 3. program dan rincian kegiatan, 4. anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan 5. rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja, serta 6. pendapatan yang diperkirakan diterima. Pada dokumen pelaksanaan anggaran tersebut dilampirkan rencana kerja dan anggaran Badan Layanan Umum dalam lingkungan kementerian negara yang bersangkutan. Selanjutnya, dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada: 1. Menteri/pimpinan lembaga, 2. Kuasa bendahara umum negara, dan 3. Badan Pemeriksa Keuangan. Untuk memberikan gambaran lebih rinci, pembagian wewenang dan pelaksanaan anggaran belanja disajikan gambar berikut: PEMISAHAN KEWENANGAN DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA \ Menteri/Ketua Lembaga Selaku Pengguna Anggaran Menteri Keuangan Selaku BUN PEMBUATAN KOMITMEN PENGUJIAN & PEMBEBANAN PERINTAH PEMBAYARAN PENGUJIAN PENCAIRAN DANA Pengurusan Administratif (Administratief Beheer) Pengurusan Komtabel (Comptabel Beheer) Pasal dan Pasal UUPN Gambar 5: Pemisahan Kewenangan dalam Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara 40

48 Mari kita lihat penjelasan atas pembagian wewenang dan pelaksanaan anggaran belanja seperti pada gambar di atas. 1. Tahapan Pembuatan Komitmen Pada tahapan ini, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan. Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan ikatan/ perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan. 2. Tahapan Pengujian dan Perintah Pembayaran Setelah kegiatan dilaksanakan, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk: a. melakukan pengujian, b. membebankan pada mata anggaran yang telah disediakan, dan c. memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN/APBD. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang: a. menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih; b. meneliti kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan/kelengkapan sehubungan dengan ikatan/perjanjian pengadaan barang/jasa; c. meneliti tersedianya dana yang bersangkutan; d. membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan; e. memerintahkan pembayaran atas beban APBN. Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud. 41

49 3. Tahapan Pembayaran Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum Negara (BUN)/Kuasa BUN. Dalam rangka pelaksanaan pembayaran BUN/Kuasa BUN berkewajiban untuk: a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran; b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran; c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan; d. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara; e. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Apabila persyaratan pencairan dana telah terpenuhi, atas tagihan yang menjadi beban negara tersebut dilakukan pembayaran oleh bendaharawan pengeluaran dengan memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a. Pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima. b. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. c. Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya setelah: 1. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran; 2. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran; 3. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan. d. Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila persyaratan tidak dipenuhi. e. Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya. f. Pengecualian dari ketentuan ini diatur dalam peraturan pemerintah. 42

50 3.3. Latihan 2 A. Jelaskan secara umum maksud dan tujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dikelola oleh pemerintah! B. Sebutkan siklus APBN secara lengkap! C. Uraikan secara ringkas proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran yang dilakukan oleh Kementerian atau Lembaga! D. Sebutkan rincian isi belanja negara seperti diatur dalam Undang Undang APBN! E. Apa saja isi reformasi keuangan negara di bidang penganggaran? Sebutkan dan uraikan! 3.4. Rangkuman 2 APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Yang menjadi dasar hukum APBN adalah UU APBN. Siklus pengelolaan APBN melalui lima tahap yaitu tahap perencanaan, tahap penetapan, tahap pelaksanaan, tahap pengawasan pelaksanaan, dan tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Mulai tahun 2000 kebijakan APBN antara lain ditentukan bahwa tahun anggaran mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Dilihat dari strukturnya, APBN disusun dalam rekening I (I account) dengan tujuan antara lain untuk meningkatkan transparansi, dan mempermudah analisis komparasi mengenai perkembangan operasi fiskal. Reformasi dalam pengelolaan APBN dimulai dari penganggaran yang menerapkan prinsip anggaran terpadu, anggaran berbasis kinerja, yang menggunakan format I account, bukan lagi T account. Kemudian, pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran secara substantif berada pada pengguna anggaran (Kementerian/Lembaga), dan secara administratif berada pada Kementerian Keuangan. 43

51 3.5. Tes Formatif 2 PERNYATAAN BENAR/SALAH Pilihan B jika pernyataan di bawah ini Benar dan pilihlah S jika pernyataan di bawah ini Salah! 1 B S Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga mengatur tahap pelaksanaan dalam siklus APBN. 2 B S Stabilitas ekonomi dan pembagian pendapatan menjadi perhatian ahli keuangan negar karena merupakan titik kritis perekonomian suatu negara. 3 B S Arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional ditetapkan oleh Kementerian Perencanaan bersama Kementerian Keuangan. 4 B S Dana Otonomi Khusus hanya diberikan kepada Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Papua sehubungan dengan diberinya otonomi khusus atas kedua provinsi tersebut. 5 B S Rencana Kerja Kementerian/Lembaga disusun dengan pendekatan berbasis Kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu. 6 B S Anggaran negara bukan merupakan politik, tetapi kebijakan keuangan antara pemerintah dan Bank Sentral suatu negara. 7 B S Sesuai dengan peraturan perundangan, laporan keuangan pemerintah setidak-tidaknya terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. 8 B S Pemberlakuan Treasury Single Account tidak mengharuskan bahwa rekening keuangan negara perlu berada di tangan satu otoritas Menteri Keuangan. 9 B S Sebelum tahun anggaran berakhir, pemerintah perlu membuat laporan sementara (interim) pelaksanaan APBN tahun yang berjalan. 10 B S Rancangan APBN yang telah dibahas dalam Sidang Kabinet disampaikan Pemerintah kepada DPR, tanpa perlu dilampiri dengan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, karena DPR hanya membahas output anggaran. PILIHAN GANDA Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dari alternatif jawaban yang tersedia dari pernyataan-pernyataan berikut ini! 1. Reformasi pengelolaan keuangan negara tidak mencakup... A. Penyusunan anggaran negara B. Pelaksanaan anggaran negara C. Pertanggungjawaban atas pengelolaan negara D. Penguasaan kekayaan negara yang dipisahkan 44

52 2. Pembagian wewenang pengelolaan keuangan negara adalah... A. Presiden pemegang kekuasaan umum keuangan negara B. Jawaban A ditambah selaku pengelola fiskal dikuasakan kepada Menteri Keuangan C. Jawaban B ditambah selaku wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan dikuasakan kepada menteri teknis D. Jawaban C ditambah penyerahan kepada gubernur, walikota/bupati selaku kepala kepemerintahan di daerah 3. Sumber-sumber pembiayaan defisit anggaran mencakup... A. Pembiayaan dalam negeri dan luar negeri B. Penerimaan pajak dan nonpajak C. Pendapatan tunai dan nontunai D. Penerimaan hasil sumber daya alam 4. Pernyataan yang benar dari bahasan tentang belanja adalah, kecuali... A. Belanja negara dirinci belanja kedalam pemerintah pusat dan daerah B. Belanja kementerian/lembaga dirinci kedalam belanja modal dan belanja operasional C. Belanja daerah berupa transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah D. Belanja pemerintah pusat dipertanggungjawabkan oleh Menteri Keuangan kepada DPR 5. Pakar keuangan publik Musgrave berpendapat bahwa arah kebijakan keuangan negara meliputi berikut ini, kecuali... A. Mengusahakan alokasi sumber ekonomi secara efisien B. Mengusahakan stabilitas ekonomi C. Mengusahakan pembagian pendapatan yang lebih merata D. Mengusahakan agar anggaran dapat dirinci untuk memudahkan pengawasan 6. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga didasarkan pada peraturan perundangan... A. PP No 20 tahun 2004 B. PP No 21 tahun 2004 C. PP No 90 tahun 2010 D. Semua jawaban benar 45

53 7. Perubahan sistem penganggaran yang berlaku sejak tahun 2005 meliputi... A. Pengelolan anggaran berada pada satuan kerja sebagai kuasa pengguna anggaran B. Penerapan prinsip anggaran terpadu C. Penerapan prinsip anggaran berbasis kinerja D. Semua jawaban benar 8. Pembagian wewenang dan pelaksanaan anggaran belanja diatur sebagai berikut... A. Menteri/Ketua Lembaga selaku pengguna anggaran berfungsi sebagai pejabat pembuat komitmen B. Selain jawaban A, juga Menteri/Ketua Lembaga selaku pengguna anggaran melaksanakan fungsi pengujian C. Selain jawaban B, juga Menteri/Ketua Lembaga selaku pengguna anggaran melaksanakan fungsi sebagai pemegang perintah pembayaran D. Selain jawaban C, juga Menteri Keuangan melaksanakan fungsi pencairan dana 9. Kementerian/Lembaga mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBN dengan menyusun laporan keuangan berupa, kecuali... A. Laporan Realisasi Anggaran B. Neraca C. Laporan Arus Kas D. Catatan atas Laporan Keuangan 10. Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dilakukan dalam tahapan sebagai berikut... A. Dimulai dengan tahap perancanaan APBN dan diakhiri dengan tahap pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN B. Dimulai dengan tahap perancanaan APBN dan diakhiri dengan tahap pemeriksaan atas pelaksanaan APBN C. Dimulai dengan tahap perancanaan APBN dan diakhiri dengan tahap pelaksanaan APBN D. Dimulai dengan tahap perancanaan APBN dan diakhiri dengan tahap pengawasan atas pelaksanaan APBN 46

54 3.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang tersedia. Hitunglah jawaban Anda yang benar kemudian gunakan rumus berikut ini untuk mengetahui tingkat pemahaman (TP) anda terhadap materi kegiatan belajar ini. 47

55 4. Kegiatan Belajar 3 Pengelolaan Pendapatan Negara dan Hibah 4.1. Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mempu menguraikan kembali pengertian dan isi pendapatan negara dan hibah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Uraian dan Contoh Pengertian Pengelolaan Pendapatan Negara dan Hibah Pendapatan Negara dan Hibah terdiri atas Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan Dalam Negeri terdiri atas Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Dalam kegiatan belajar tiga ini akan diuraikan secara umum jenis-jenis penerimaan negara tersebut dan hibah Penerimaan Perpajakan Penerimaan Perpajakan bersumber dari penerimaan Pajak Dalam Negeri dan Pajak Perdagangan Internasional. Penerimaan Pajak Dalam Negeri terdiri atas Pajak Penghasilan Migas dan Non Migas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (lihat catatan sebelumnya tentang PBB dan BPHTB), Cukai, dan Pajak Lainnya. Pajak Perdagangan Internasional terdiri atas Bea Masuk dan Pajak Ekspor Pajak Dalam Negeri Pajak Dalam Negeri terdiri atas Pajak Penghasilan Non Migas, Pajak Penghasilan Migas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), Cukai dan Pajak Lainnya. Ada dua jenis pajak dalam negeri yang telah diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah yakni Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tidak dibahas di sini. a. Pajak Penghasilan Non Migas 48

56 Seperti disebutkan di muka penerimaan dari Pajak Penghasilan bersumber dari Pajak Penghasilan Non Migas dan Pajak Penghasilan Migas. Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak selama tahun pajak. Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang dikelompokkan dalam empat kelompok, yaitu: a. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya. b. penghasilan dari usaha dan kegiatan. c. penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun harta tidak bergerak seperti bunga, deviden, sewa, keuntungan, penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha dan sebagainya. d. penghasilan lain-lain seperti pembebasan hutang, hadiah dan sebagainya. Selain hal-hal yang ditentukan sebagai objek pajak ada juga yang ditentukan tidak termasuk objek pajak, yaitu: a. bantuan atau sumbangan. b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, pemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. c. warisan. d. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh suatu badan sebagai pengganti saham atau pengganti penyertaan modal. e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam bentuk natural. f. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa. 49

57 g. dividen atau bagian laba yang diterima perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, yayasan, atau organisasi yang sejenis, badan usaha milik negara/daerah dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia. h. iuran yang diterima atau diperoleh dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai, dan penghasilan dana pensiun tersebut dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. i. bagian laba yang diterima atau diperoleh dari anggota perseroan komanditer, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi. j. bunga obligasi yang diterima perusahan reksadana. k. penghasilan yang diterima oleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia. Subjek Pajak Penghasilan adalah orang pribadi atau perorangan dan badan hukum di luar perusahaan minyak bumi tetapi tidak termasuk pejabat-pejabat Perwakilan Diplomatik, Konsulat dan pejabat negara asing serta orang yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka dan berkebangsaan asing selama mereka tidak melaksanakan kegiatan yang bersifat perusahaan di Indonesia (secara timbal balik) dan organisasi internasional dan pejabat perwakilan organisasi internasional. Ketentuan tentang pajak penghasilan diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 tahun b. Pajak Penghasilan Migas Minyak Bumi merupakan kekayaan potensial bagi negara kita. Eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi telah dimulai sejak zaman penjajahan. Berdasar ketentuan Pasal 33 UUD 1945 bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara sehingga semua usaha eksplorasi dan eksploitasi di bidang minyak bumi dipegang oleh pemerintah dengan Pertamina sebagai penanggungjawabnya. Oleh karena pemerintah belum memiliki kemampuan teknologi yang memadai untuk mengeksplorasi maupunn mengeksploitasi minyak bumi maka 50

58 perusahaan-perusahaan yang akan melakukan kegiatan di bidang minyak bumi dan gas alam harus mendapat izin dari Pertamina. Melalui perjanjian dengan Pertamina ditetapkan hak dan kewajiban masing-masing pihak antara lain kontraktor harus menyerahkan sebagian dari minyak dan gas alam yang dihasilkannya kepada Pertamina, membayar pajak atas penghasilan yang diperolehnya (Pajak Penghasilan MIGAS), membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan jenis-jenis pajak lainnya.. Perjanjian antara Indonesia dengan perusahaan kontraktor minyak semula dilaksanakan dalam bentuk perjanjian Kontrak Karya (Contract of Work), dan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) dan terakhir dalam Kontrak Bagi Hasil yang Disempurnakan (Modified Production Sharing Contract) atau yang dikenal sebagai Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract) yang mulai berlaku tahun Perbedaan yang utama dari berbagai macam Kontrak tersebut adalah bagian Indonesia yang lebih menguntungkan. c. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak tidak langsung, yang dikenakan atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak maupun penmanfaatan Jasa Kena Pajak. Pada dasarnya pengenaan Pajak Pertambahan Nilai akan dibebankan kepada konsumen akhir. Karena merupakan pajak tidak langsung, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang sama dapat dikenakan berkali-kali. Namun demikian, Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar setiap pengenaan PPN tersebut, terlebih dahulu harus diperhitungkan dengan pajak masukan yang berkaitan dengan pengadaan Barang Kena Pajak tersebut. Ini berarti bahwa PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak pada setiap transaksi tersebut dikenakan atas nilai tambah dari Dasar Pengenaan Pajak setiap transaksi. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur pertama kali dalam Undang-undang No 8 tahun 1983 dan terakhir diubah menjadi Undang Undang No 42 tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang Undang No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 51

59 Yang menjadi subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha, b. impor Barang Kena Pajak, c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha, d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, dan h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Sedangkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan atas: a. penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, dan b. impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. d. Cukai Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik yang ditentukan yang disebut Barang Kena Cukai (BKC). Cukai diatur dalam Undang-undang No. 11 tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-undang No. 39 tahun 2008 tentang cukai. Yang dimaksud dengan BKC yaitu barang-barang yang dalam pemakaiannya perlu dibatasi dan diawasi. Subjek cukai adalah pengusaha pabrik atau pengusaha tempat menimbun dan importir BKC sedangkan sebagai objek adalah Barang Kena Cukai (BKC) yang terdiri atas: a. Etil alkohol atau etanol dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya. 52

60 b. Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol. c. Hasil tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris dan hasil pengolahan tembakau lainnya. Terdapat beberapa BKC yang tidak dipungut cukainya seperti: a. tembakau iris hasil tanaman di Indonesia dan tidak dikemas untuk penjualan secara eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional dan tidak dicampur dengan tembakau yang berasal dari luar negeri. b. minuman yang mengandung etil alkohol hasil peragian ataau penyulingan yang dibuat oleh rakyat Indonesia. c. BKC yang diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan di luar Daerah Pabean. d. BKC yang diekspor. e. BKC yang dimasukkan ke Pabrik atau ke Tempat Penyimpanan. f. BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan sesuatu barang hasil akhir yang merupakan BKC. Selain barang-barang yang cukainya tidak dipungut, ada juga beberapa jenis barang yang cukainya dibebaskan. Barang-barang tersebut adalah: a. Yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan BKC. b. Untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. c. Untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik. d. Untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia e. Yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan. f. Yang digunakan untuk tujuan sosial. g. Yang dimasukkan ke dalam Tempat Penimbunan Berikat. h. Etil Alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum. i. Minuman dan tembakau yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana angkutan yang berangkat langsung keluar daerah pabean. 53

61 e. Pajak Lainnya Penerimaan negara yang tercantum dalam Pos Pajak Lainnya adalah penerimaan dari Bea Meterai. Bea Meterai merupakan pajak atas dokumen yang diatur dalam UU Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Materai. Dokumen yang dikenakan Bea Materai adalah dokumen yang berbentuk: 1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata 2. Akta-akta Notaris termasuk salinannya 3. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya 4. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu: a. yang menyebutkan penerimaan uang b. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank c. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank, atau d. yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagainya telah dilunasi atau diperhitungkan; 5. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep; atau 6. Dokumen yang digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan; yaitu : a. surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan; b. surat-surat yang semula tidak dikenakan Mea Materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula. Besaran tarif bea materai diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1995, yang terakhir kali mengalami perubahan tarif dan batas pengenaan harga nominal sebagaimana diatur dalam PP Nomor 24 tahun Benda Meterai terdiri atas Meterai tempel dan kertas Meterai. Bentuk, ukuran dan warna benda meterai ditetapkan oleh Menteri Keuangan Pajak Perdagangan Internasional Sebagaimana disebutkan di muka penerimaan dari Pajak Perdagangan Internasional terdiri atas Bea Masuk dan Pajak Ekspor. 54

62 a. Bea Masuk Penerimaan negara yang tercantum dalam Pos Bea Masuk pada APBN, adalah penerimaan yang berasal dari pembayaran bea masuk oleh para importir sehubungan dengan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean. Jadi yang menjadi Objek Bea Masuk adalah barang yang dimasukkan kedalam Daerah Pabean (barang yang diimpor). Menurut Undang-undang No. 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan maka yang dimaksud sebagai Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang didalamnya berlaku Undang-undang Kepabeanan. Sedangkan yang menjadi Subjek Bea Masuk adalah pihak-pihak yang pada prinsipnya harus bertanggung jawab atas pembayaran Bea Masuk dimaksud yaitu pihak-pihak yang memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean (importir). Bea Masuk Anti Dumping dikenakan terhadap barang impor yang harganya lebih rendah daripada harga normalnya sehingga dapat menyebabkan atau mengancam terjadinya atau menghalangi perkembangan dan/atau mengakibatkan kerugian pada industri dalam negeri yang memproduksi barang sama sejenis tersebut. Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor yang diketahui atau diperkirakan barang tersebut mendapat subsidi di negara asalnya. Bea Masuk Tindakan Pengamanan adalah bea masuk yang dipungut sebagai tindakan yang diambil Pemerintah untuk memulihkan kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan impor barang sejenis atau barang yang secara langsung merupakan saingan hasil industri dalam negeri dengan tujuan agar industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius dan/atau ancaman kerugian serius tersebut dalam melakukan penyesuaian struktural. Yang dimaksud dengan kerugian serius di sini adalah kerugian nyata industri dalam negeri yang didasarkan pada fakta-fakta, bukan berdasarkan tuduhan, dugaan atau perkiraan. Dalam hal terjadi perlakuan yang bersifat diskriminatif terhadap barang ekspor Indonesia oleh negara tujuan ekspor, pemerintah dapat menerapkan bea masuk balasan terhadap barang yang diimpor dari negara tersebut. Barang yang dimasukkan ke dalam suatu Daerah Pabean untuk diangkut keluar Daerah Pabean tidak dikenakan Bea Masuk. Bea Masuk terutang mulai sejak tanggal 55

63 pendaftaran Pemberitahuan Pabean oleh importir atas impor barang yang bersangkutan. b. Pajak Ekspor Penerimaan negara yang tercantum dalam Pos Pajak Ekspor pada APBN adalah penerimaan sebagai hasil pungutan pajak yang dikenakan atas ekspor beberapa komoditi tertentu misalnya kulit, rotan mentah, kayu gelondongan, karet, kopra, kopi dan sebagainya. Kebijaksanaan negara di bidang ekspor berkaitan dengan upaya-upaya yang di satu pihak ditujukan untuk mendorong ekspor barang jadi, menciptakan lapangan kerja, mendorong industri hilir, dan meningkatkan pendapatan devisa tetapi di pihak lain ditujukan untuk membatasi ekspor jenis komoditi tertentu dalam rangka usaha menciptakan lapangan kerja misalnya dengan dibatasinya ekspor kulit mentah, rotan mentah dan kayu gelondongan. Untuk membatasi ekspor komoditi tersebut dikenai pajak ekspor yang tinggi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) meliputi penerimaan negara yang bersumber dari Penerimaan Sumber Daya Alam (SDA), Bagian Pemerintah atas laba BUMN, Surplus Bank Indonesia, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak lainnya. Ketentuan tentang PNBP diatur dalam UU Nomor 20 tahun a. Penerimaan Sumber Daya Alam 1. Penerimaan Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Alam Penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas alam adalah penerimaan Pemerintah dari sektor minyak bumi dan gas alam. Seperti diuraikan terdahulu, dari sektor minyak bumi Pemerintah memperoleh bagian dari minyak bumi dan gas alam yang dihasilkan sesuai dengan isi perjanjian/kontraknya dengan Pertamina yang besar kecilnya dipengaruhi oleh harga rata-rata minyak mentah di pasar internasional, tinggi-rendahnya tingkat produksi dan rata-rata nilai tukar Rupiah; bagian Pemerintah ini langsung disetor ke rekening Pemerintah di Bank Indonesia. 56

64 2. Penerimaan Sumber Daya Alam Lainnya Penerimaan negara dari sumber daya alam lainnya adalah bagian negara dari penerimaan sektor kehutanan, pertambangan umum, dan perikanan. (a) Kehutanan Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan yaitu Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan Dana Reboisasi (DR). (b) Pertambangan Umum Penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan umum meliputi iuran tetap (land rent), serta iuran eksplorasi dan eksploitasi (royalty). Land rent merupakan iuran yang dibayarkan kepada negara sebagai imbalan atas kesempatan penyelidikan umum, eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah pertambangan. Iuran eksplorasi merupakan iuran yang dibayarkan kepada negara atas kesempatan eksplorasi yang diberikan kepada perusahaan yang bersangkutan. Iuran eksploitasi merupakan iuran produksi yang dibayarkan kepada negara atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan satu atau lebih bahan galian. (c) Perikanan Penerimaan negara dari SDA sektor perikanan berupa: a. Pungutan perusahaan perikanan b. Pungutan hasil perikanan c. Pungutan perikanan zone ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI). b. Bagian Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan ini adalah penerimaan Pemerintah dari bagian laba yang diperoleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai deviden atas modal (saham) yang ditanam dalam BUMN. Untuk meningkatkan penerimaan ini banyak usaha/kebijaksanaan yang telah dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan kinerja BUMN antara lain dengan merger beberapa BUMN baik yang bergerak dalam sektor riil atau perbankan. c. Surplus Bank Indonesia Surplus Bank Indonesia merupakan jumlah surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia setelah dikurangi jumlah tertentu (30 persen) untuk cadangan tujuan 57

65 dan cadangan umum sebagai penambah modal sehingga rasio jumlah modal mencapai 10,0 persen terhadap total kewajiban moneter Bank Indonesia. Sesuai pasal 62 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, setoran surplus Bank Indonesia tersebut digunakan untuk melunasi sebagian pokok kewajiban pemerintah kepada Bank Indonesia (SRBI-01). d. Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya Penerimaan Negara Bukan Pajak lainnya adalah penerimaan negara yang tidak termasuk dalam huruf 1) s/d 3) di atas sebagaimana diatur dalam Undangundang No. 20 tahun 1994 jo. Peraturan Pemerintah No. 35 tahun Penerimaan Negara Bukan pajak lainnya ini dapat dibedakan dalam dua macam yaitu penerimaan yang bersifat umum dan penerimaan yang bersifat fungsional. 1. Penerimaan Yang Bersifat Umum Penerimaan yang bersifat umum terdapat pada semua Kementerian/Lembaga yaitu yang bertalian dengan tugas-tugas Kementerian/Lembaga, misalnya penjualan barang-barang yang lebih, atau rusak dan tidak dipakai, penerimaan sewa atau jasa gedung dan sebagainya. Penerimaan negara bukan pajak yang bersifat umum ini ada pada hampir semua Kementerian/Lembaga. 2. Penerimaan Yang Bersifat Fungsional Penerimaan negara bukan pajak yang bersifat fungsional adalah penerimaan Kementerian/Lembaga yang ada kaitannya dengan pelayanan kepada masyarakat sehingga tidak perlu sama antara satu Kementerian/Lembaga dengan Kementerian/Lembaga lainnya, misalnya penerimaan pendidikan hanya ada pada Kementerian Pendidikan Nasional, penerimaan uang nikah, talak dan rujuk hanya ada pada Kementerian Agama dan sebagainya Penerimaan Hibah Hibah adalah penerimaan Pemerintah yang berasal dari pemberian pihak lain, berupa uang atau barang, dari perorangan, badan hukum, atau negara di mana Pemerintah tidak perlu mengembalikan atau membayar kembali uang/barang yang diterimanya. Hibah dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar 58

66 negeri. Dalam APBN tidak direncanakan ada penerimaan ini karena penerimaan ini sangat tergantung dari pihak lain yang akan memberinya Latihan 3 1. Sebutkan sumber-sumber penerimaan negara yang berasal dari pajak! 2. Berikan contoh-contoh penerimaan negara yang berasal dari bukan pajak! 3. Jelaskan mengapa penerimaan hibah tidak bisa dicantumkan nilainya dalam APBN! 4. Sebutkan alas an-alasan mengapa barang-barang tertentu terkena pungutan cukai! 5. Uraikan subjek Pajak Pertambahan Nilai yang saudara ketahui! 4.4. Rangkuman Pendapatan Negara dan Hibah terdiri atas Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan Dalam Negeri terdiri atas Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Hibah adalah sumbangan/pemberian dari pihak lain kepada negara baik perorangan maupun badan usaha dan dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri Tes Formatif 3 PERNYATAAN BENAR/SALAH Pilihan B jika pernyataan di bawah ini Benar dan pilihlah S jika pernyataan di bawah ini Salah! 1 B S Sejak 1 Januari 2011, pemerintah daerah sudah diijinkan mengelola penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. 2 B S Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji dan honorarium merupakan objek Pajak Penghasilan. 3 B S Iuran yang diterima atau diperoleh dari dana pensiun bukan merupakan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan 4 B S Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa Kena Pajak dapat dikenakan berkali-kali. 5 B S Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar dapat 59

67 60 diperhitungkan dengan pajak masukan yang berkaitan dengan pengadaan Barang Kena Pajak. 6 B S Pengenaan cukai atas barang-barang tertentu ditujukan untuk membatasa konsumsi atas barang-barang tersebut oleh masyarakat. 7 B S Setiap bukti pembayaran uang atau kuitansi harus kenakan Bea Materai. 8 B S Kebijakan pengenaan pajak ekspor ditujukan hanya untuk optimalisasi penerimaan negara. 9 B S Seluruh surplus Bank Indonesia merupakan penerimaan negara bukan pajak. 10 B S Setiap Kementerian/Lembaga dimungkinkan menghasilkan penerimaan negara bukan pajak. PILIHAN GANDA Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dari alternatif jawaban yang tersedia dari pernyataan-pernyataan berikut ini! 1. Diantara jenis pajak berikut ini yang menurut peraturan perundangan diserhakan pengurusannya dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah... A. Pajak Penghasilan Non Migas B. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan C. Pajak Perseroan D. Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 2. Jenis penerimaan negara yang berasal dari perdagangan internasional mencakup... A. Bea Masuk B. Bea Masuk dan Pajak Ekspor C. Bea Masuk, Pajak Ekspor dan Pajak Valuta Asing D. Bea Masuk, Pajak Ekspor, Pajak Valuta Asing dan Pajak atas impor barang modal 3. Penerimaan negara yang berasal dari sumber daya alam mencakup... A. Penerimaan dari sumber daya minyak B. Penerimaan dari sumber daya minyak dan gas alam C. Penerimaan dari sumber daya minyak, gas alam, perikanan dan kehutanan D. Penerimaan dari sumber daya minyak, gas alam, perikanan, kehutanan dan pertambangan lain

68 4. Dari contoh berikut ini, mana yang merupakan pendapatan negara, kecuali A. Penerimaan dari hasil divestasi... B. Hasil sumber daya alam C. Penerimaan negara bukan pajak D. Penerimaan hibah 5. Pernyataan berikut ini yang paling tepat untuk bahasan hibah adalah, kecuali... A. Hibah tidak perlu ada pengembalian kepada pemberi hibah B. Kebijakan hibah hanya diperuntukkan yang berasal dari dalam negeri C. Hibah dapat berbentuk uang dan barang D. Hibah dalam bentuk barang tidak perlu dicantumkan dalam APBN, karena APBN hanya mencakup rencana yang dapat dinilai dengan uang 6. Diantara jenis perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan perusahaan kontraktor minyak yang paling menguntungkan adalah... A. Kontrak Karya B. Kontrak Bagi Hasil C. Kontrak Operasi Bersama D. Kontrak Bangun, Operasi dan Transfer (BOT) 7. Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan meliputi... A. Iuran Hak Pengusahaan Hutan B. Provisi Sumber Daya Hutan C. Dana Reboisasi D. Semua jawaban benar 8. Diantara ontoh-contoh dokumen di bawah ini yang dikenakan Bea Meterai meliputi, kecuali... A. Akte Notaris B. Surat Keterangan Penghasilan C. Kuitansi pembayaran D. Surat Perjanjian Kontrak Sewa 9. Termasuk dalam subjek Pajak Pertambahan Nilai di bawah ini adalah... A. Impor Barang Kena Pajak B. Jawaban A, ditambah ekspor Barang Kena Pajak C. Jawaban B, ditambah penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha barang didalam daerah pabean 61

69 D. Jawab C, ditambah pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud di daerah pabean 10. Yang tidak termasuk dalam objek pajak dalam Pajak Penghasilan di bawah ini adalah... A. Warisan B. Penghasilan dokter C. Hadiah D. Penghasilan dari usaha 4.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang tersedia. Hitunglah jawaban Anda yang benar kemudian gunakan rumus berikut ini untuk mengetahui tingkat pemahaman (TP) anda terhadap materi kegiatan belajar ini. 62

70 5. Kegiatan Belajar 4 Pengelolaan Belanja Pemerintah dan Pembiayaan Defisit Anggaran 5.1. Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mempu menguraikan kembali pengertian dan isi APBN tentang belanja pemerintah dan pembiayaan defisit anggaran Uraian dan Contoh Pengertian Pengelolaan Belanja dan Pembiayaan Defisit Anggaran Belanja negara adalah pengeluaran negara untuk membiayai tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Seperti disebutkan di muka Belanja Negara terdiri atas Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat terdiri atas belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial dan belanja lain-lain. Anggaran Belanja Daerah terdiri atas Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang. Dana Perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Pada dasarnya belanja negara dilakukan dengan berlandaskan pada prinsip optimalisasi pemanfaatan dana untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Defisit anggaran mengandung arti bahwa anggaran belanja pemerintah lebih besar jika dibandingkan dengan anggaran pendapatannya. Kondisi ini dimaksudkan dalam rangka mempercepat kesejahteraan masyarakat dengan memperbesar belanja negara, karena belanja pemerintah mempunyai efek ganda dalam menumbuhkan kegiatan eknomi yang sekaligus meningkatkan lapangan kerja. Deifisit ini perlu didanai dari berbagai sumber pembiayaan, termasuk hutang. 63

71 Belanja Pemerintah Belanja pemerintah yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terdiri atas belanja pemerintah pusat dan belanja pemerintah daerah Belanja Pemerintah Pusat Dalam format baru APBN, disisi Belanja Pemerintah Pusat tidak dikenal lagi pemisahan antara belanja rutin dengan belanja pembangunan. Sebelumnya, pengelompokan belanja rutin dengan belanja pembangunan dimaksudkan untuk memberi penekanan pada arti penting anggaran pembangunan. Namun dalam pelaksanaannya justru menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan dan penyimpangan anggaran. Dalam rangka menghilangkan kelemahan tersebut serta sebagai antisipasi pelaksanaan sistem perencanaan fiskal yang terdiri atas sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure frame work) dan berbasis kinerja, maka pemisahan antara belanja rutin dengan belanja pembangunan tersebut ditiadakan. Belanja Pemerintah Pusat merupakan pengeluaran pemerintah yang ditujukan untuk menjamin kelancaran roda pemerintahan dan untuk memenuhi kewajiban pemerintah baik kewajiban dalam negeri maupun kewajiban luar negeri sehingga terjaga kredibilitas dan nama baik bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Belanja Pemerintah Pusat dibedakan menjadi dua macam yaitu Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi, dan Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Klasifikasi Fungsi. Klasifikasi berdasar fungsi ini merupakan reklasifikasi atas program-program yang dalam format lama APBN merupakan Klasifikasi Berdasarkan Sektor dan Subsektor. Berdasarkan format anggaran yang baru, anggaran belanja Pemerintah Pusat dirinci sebagai berikut. 1) Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi Sejalan dengan upaya untuk menegakkan disiplin anggaran dan menerapkan transparansi dalam pengelolaan anggaran belanja negara, mulai tahun 2000 dilakukan perubahan struktur anggaran belanja negara. Perubahan tersebut 64

72 selain dimaksudkan agar alokasi pengeluaran rutin sejauh mungkin dapat mencerminkan prioritas kebutuhan, tapi juga untuk menyesuaikan dengan struktur pengeluaran negara menurut standar Government Finance Statistic yang berlaku secara internasional. Langkah reformasi di bidang keuangan negara tersebut terus berlanjut. Melalui pendekatan anggaran yang bersifat terpadu, mulai APBN tahun 2005 anggaran belanja Pemerintah Pusat dialokasikan kedalam Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembayaran Bunga Hutang, Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial dan Pengeluaran Lain-lainnya. Rincian selengkapnya anggaran belanja berdasarkan klasifikasi ekonomi adalah sebagai berikut: 1. Belanja pegawai, merupakan kompensasi, baik berupa uang ataupun barang yang diberikan kepada aparatur negara, yang bertugas diluar negeri maupun dalam negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. 2. Belanja barang, merupakan belanja negara yang digunakan untuk pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan. Belanja barang ini dirinci dalam belanja barang, belanja jasa, belanja pemeliharaan, dan belanja perjalanan. 3. Belanja modal, adalah belanja negara yang diarahkan untuk mempercepat penyediaan sarana dan prasarana fisik yang manfaatnya dapat dinikmati lebih dari satu tahun anggaran. Belanja modal tersebut dipergunakan untuk kegiatan investasi pemerintah melalui penyediaan sarana dan prasarana pembangunan dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta belanja modal fisik lainnya. 4. Pembayaran bunga utang, merupakan belanja pemerintah pusat untuk memenuhi sebagian kewajiban dalam negeri maupun kewajiban luar negeri. 5. Subsidi, adalah belanja pemerintah pusat sebagai upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas harga, membantu masyarakat kurang mampu, dan usaha kecil dan menengah dalam memenuhi sebagian kebutuhannya, serta membantu BUMN yang melaksanakan tugas pelayanan umum. 65

73 6. Belanja hibah, merupakan transfer yang sifatnya tidak wajib kepada negara lain atau kepada organisasi internasional. Sebagaimana dalam APBN 2004, APBN 2005 juga belum mengalokasikan anggaran hibah mengingat sifatnya yang tidak wajib serta sifat APBN 2005 yang masih defisit. 7. Bantuan sosial, merupakan transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat melalui kementerian negara/lembaga guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Adapun penggunaannya antara lain untuk penanggulangan bencana alam, serta bantuan untuk sarana peribadatan, bea siswa, pelayanan hukum, usaha ekonomi produktif, dan penanggulangan kemiskinan. 8. Pos belanja lain-lain, merupakan pos untuk menampung belanja Pemerintah Pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja yang telah disebut di atas, dan dana cadangan umum. Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi Jenis Pengeluaran Nama Pengeluaran 1. Belanja Pegawai a. Gaji dan pensiun b. Tunjangan beras c. Biaya makan/lauk pauk d. Lain-lain belanja pegawai dalam negeri e. Belanja pegawai luar negeri 2. Belanja Barang a. Belanja barang b. Belanja jasa c. Belanja pemeliharaan d. Belanja perjalanan 3. Belanja Modal a. Belanja sarana dan prasarana b. Belanja modal fisik lainnya 4. Pembayaran Bunga a. Utang dalam negeri *) Utang b. Utang luar negeri 5. Subsidi a. Subsidi BBM b. Subsidi Non BBM #) 6. Belanja Hibah 7. Bantuan Sosial 8. Pengeluaran Lainlainnya +) *) Bunga obligasi program restrukturisasi perbankan. #) Termasuk bunga pinjaman program +) Termasuk tunggakan-tunggakan dan pembayaran klaim fihak ketiga (yang dalam APBN tahun-tahun yang lalu, ditampung dalam utang dalam negeri). 66

74 2) Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Fungsi UU Nomor 17 Tahun 2003 mengamanatkan bahwa salah satu rincian belanja negara adalah belanja negara menurut fungsi. Mengacu pada amanat tersebut, belanja Pemerintah Pusat menurut fungsinya dibagi menjadi 11 (sebelas) fungsi, yaitu: (1) pelayanan umum, (2) pertahanan, (3) ketertiban dan keamanan, (4) ekonomi, (5) lingkungan hidup, (6) perumahan dan fasilitas umum, (7) kesehatan, (8) pariwisata dan budaya, (9) agama, (10) pendidikan, dan (11) perlindungan sosial. Penerapan belanja pemerintah pusat berdasarkan fungsi mengacu pada standar internasional yang disusun oleh UNDP, yaitu classification of the functions of government, dan diadopsi Government Finance Statistics (GFS manual 2001). Hanya ada sedikit perbedaan dimana pada pemerintahan kita terdapat pemisahan fungsi agama dari fungsi rekreasi, budaya dan agama (recreation, culture and religion). Rincian belanja pemerintah pusat menurut fungsi terdiri atas sub fungsi-sub fungsi yang merupakan kumpulan dari program-program yang akan dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga dalam melaksanakan 3 (tiga) agenda pokok pembangunan, yaitu: a. Percepatan penyelesaian agenda reformasi. b. Peningkatan kesejahteraan rakyat. c. Pengokohan kesatuan dan persatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Sejalan dengan agenda tersebut, sebagian besar anggaran belanja negara untuk Pemerintah Pusat dialokasikan untuk menjalankan program-program dalam fungsi pelayanan umum, fungsi ekonomi, fungsi pendidikan, fungsi pertahanan dan fungsi ketertiban dan keamanan. Meski demikian, programprogram yang tercakup dalam fungsi-fungsi yang lain bukan berarti tidak penting karena program-program tersebut juga mendapat alokasi anggaran sesuai dengan kebutuhan anggaran yang diperlukan. Dasar alokasi dalam proses penganggaran adalah program-program yang diajukan oleh kementerian negara/lembaga. Besaran anggaran untuk masingmasing fungsi atau subfungsi merupakan kompilasi anggaran dari programprogram yang termasuk fungsi atau subfungsi yang bersangkutan. Jika dibandingkan, klasifikasi fungsi, subfungsi dan program dalam klasifikasi APBN yang saat ini digunakan, merupakan pengganti dari klasifikasi APBN sebelumnya yang dibedakan menurut klasifikasi sektor, subsektor dan program. 67

75 Namun, meski rincian belanja menurut klasifikasi fungsi merupakan reklasifikasi atas program-program yang dalam klasifikasi lama merupakan rincian dari sektor/sub sektor, perlu diingat bahwa fungsi/subfungsi bukan merupakan dasar pengalokasian anggaran. Dengan demikian, sesungguhnya rincian belanja negara baik menurut fungsi maupun sektor merupakan kompilasi dari programprogram yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga. Rincian Belanja Pemerintah Pusat berdasarkan klasifikasi fungsi/subfungsi disajikan dalam tabel terlampir Belanja Daerah Dalam rangka mewujudkan sistem perimbangan keuangan mencerminkan pembagian tugas, kewenangan, dan tanggung jawab yang jelas antara Pemerintah Pusat dan Daerah, UU No. 25 Tahun 1999, yang sudah diamandemen dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mengamanatkan bahwa setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah harus diikuti dengan pembiayaannya (money follows function). Mulai tahun 2001 Pemerintah telah menyediakan alokasi anggaran belanja daerah yang dari tahun ke tahun jumlah dan cakupannya cenderung meningkat. Atas penyerahan desentralisasi tersebut oleh Perintah Pusat mengupayakan pemantauan serta evaluasi atas pelaksanaan dana desentralisasi untuk menghindari terjadinya kegiatan yang tumpang tindih antara kegiatan yang dibiayai dengan dana desentralisasi, dan kegiatan dalam program-program yang dibiayai melalui belanja pemerintah pusat, utamanya dana dekonsentrasi, dan dana tugas perbantuan. 1) Dana Perimbangan Dana Perimbangan yaitu alokasi dana dari Pemerintah Pusat kepada Daerah yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran Daerah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Dana Perimbangan terdiri atas tiga macam yaitu Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. a) Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil merupakan bagian daerah yang bersumber dari penerimaan yang dihasilkan oleh daerah, baik penerimaan perpajakan ataupun penerimaan 68

76 sumber daya alam. Dalam pelaksanaannya, penyaluran dana bagi hasil didasarkan atas realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan, dan ditujukan untuk mengoreksi ketimpangan vertikal (vertical imbalance). Dana Bagi Hasil tersebut berasal dari penerimaan PPh pasal 21, PPh pasal 25 dan 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, PBB, BPHTB (lihat catatan sebelumnya tentang PBB dan BPHTB), dan penerimaan yang berasal dari sumber daya alam. b) Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum adalah dana yang disediakan oleh Pusat untuk dialokasikan kepada Daerah dengan tujuan terutama untuk mengatasi kesenjangan horizontal (horizontal imbalance) antar daerah, dan dialokasikan dalam bentuk block grant. Menurut UU No. 33 tahun 2004 jumlah dana tersebut sebanyak-banyaknya disediakan 26 % dari Peneriman Dalam Negeri bersih setelah dikurangi dengan dana bagi hasil dan dana alokasi khusus. Penggunaan dana ini diserahkan kepada Daerah dengan memperhatikan prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah, yang merupakan tugas dan kewenangan daerah. c) Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus adalah dana yang disediakan oleh Pusat untuk dialokasikan kepada Daerah yang penggunaannya telah ditentukan. Kriteria kebutuhan khusus tersebut meliputi: (1) kebutuhan yang tidak dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus DAU, (2) kebutuhan yang merupakan prioritas nasional, dan (3) kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan daerah penghasil. 2) Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Dana otonomi khusus diberikan hanya kepada dua daerah yaitu Nangroe Aceh Darussalam dan Papua, terkait status kedua propinsi tersebut sebagai daerah yang memiliki otonomi khusus. Penggunaan dana otonomi khusus diarahkan terutama untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan Pembiayaan Defisit Anggaran Apabila jumlah pendapatan negara lebih besar dari jumlah belanja, maka terdapat surplus anggaran, namun sebaliknya apabila belanja negara lebih besar 69

77 dari pendapatan negara, maka terdapat defisit anggaran. Dalam kondisi terdapat surplus anggaran, pemerintah tinggal mengalokasikan surplus kedalam belanja pembangunan tambahan, akan tetapi, jika terdapat defisit anggaran, pemerintah perlu mencari sumber-sumber pendanaan untuk menutup defisit tersebut. Mulai tahun anggaran 2000, APBN dirancang untuk defisit dengan berbagai pertimbangan, selain untuk ekspansi belanja pembangunan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Perkembangan terakhir realisasi pendapatan dan belanja negara dalam tahun anggaran berjalan dan proyeksi hingga akhir tahun anggaran. 2) Perkiraan riil kemampuan mobilisasi sumber-sumber pendapatan dalam negeri, 3) Perhitungan beban anggaran belanja negara tahun mendatang setelah memperhitungkan: (a) Asumsi berbagai besaran ekonomi makro. (b) Perkembangan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran APBN. (c) Pelbagai kebijakan yang telah, sedang, dan akan diambil Pemerintah baik di sisi pendapatan maupun belanja negara dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Pembiayaan adalah cara untuk menutup defisit anggaran yang terjadi. Defisit anggaran dibiayai dari dua sumber yaitu pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri. 1) Pembiayaan Dalam Negeri Pembiayaan dalam negeri adalah pembiayaan defisit anggaran yang sumbernya berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor perbankan dan sektor nonperbankan dalam negeri. (a) Sektor Perbankan Dalam Negeri Pembiayaan yang berasal dari sektor perbankan dalam negeri terdiri atas: a. Pinjaman atau kredit bank, baik dari Bank Umum maupun Bank Sentral b. Penggunaan saldo rekening pemerintah yang disimpan pada rekening pemerintah di Bank Umum maupun di Bank Sentral yang antara lain berbentuk rekening dana investasi (RDI), dan rekening non-rdi. 70

78 Oleh karena pembiayaan defisit anggaran dari sektor perbankan dalam negeri dapat menambah likuiditas perekonomian yang berpotensi memicu timbulnya inflasi maka sumber pembiayaan ini tidak digunakan oleh pemerintah dan dipilih sumber pembiayaan dari sektor non perbankan. (b) Sektor Non Perbankan Dalam Negeri Pembiayaan defisit anggaran dari sektor non perbankan berupa penerimaan hasil divestasi saham Pemerintah pada berbagai badan usaha milik negara (BUMN) atau penerimaan hasil privatisasi BUMN, dan penjualan aset perbankan dalam rangka program restrukturisasi. (1) Privatisasi Pembiayaan yang berasal dari privatisasi BUMN yaitu pembiayaan dari hasil penjualan atau pelepasan sebagian saham BUMN yang dimiliki Pemerintah kepada pihak swasta dalam/luar negeri. Dengan pelepasan sebagian saham yang dimiliki Pemerintah tersebut maka hak kontrol monopolistik negara terhadap BUMN tersebut berkurang. BUMN yang diprivatisasi adalah BUMN yang menenuhi kriteria sebagai berikut: 1. BUMN tersebut tidak bersifat strategis. 2. Mempunyai daya saing yang kuat di pasar global. 3. Mempunyai nilai dan menarik bagi investor, terutama investor dalam negeri. 4. Dalam kondisi sehat dan menguntungkan. (2) Penjualan Aset Program Restrukturisasi Perbankan Pembiayaan defisit anggaran lainnya berasal dari hasil penjualan asset dalam rangka program restrukturisasi perbankan. Seperti diketahui dalam rangka penyehatan perbankan ada beberapa bank yang dinyatakan sebagai bank beku operasi (BBO) dan bank yang diambil alih pengelolaannya oleh BPPN (bank take over-bto). Bank-bank tersebut asetnya, yang sekarang menjadi milik Pemerintah, dijual dan hasil penjualannya dijadikan dana pembiayaan defisit anggaran. (3) Penerbitan Surat Utang Negara (SUN) Pembiayaan defisit anggaran dapat berasal dari penerbitan surat utang negara (SUN). SUN diterbitkan pemerintah dalam bentuk mata uang rupiah dan 71

79 valuta asing. Penerbitan SUN mengandung aspek biaya dan resiko, antara lain berupa: a) Resiko tingkat bunga, yaitu potensi penambahan beban bunga akibat kenaikan suku bunga. b) Resiko nilai tukar, yaitu potensi penambahan beban bunga akibat melemahnya nilai tukar rupiah. c) Resiko pembiayaan kembali, yaitu resiko yang dihadapi pemerintah untuk membiayai kewajiban pokok yang jatuh tempo dari hasil penerbitan baru dengan biaya yang mahal. 2) Pembiayaan Luar Negeri Pembiayaan luar negeri merupakan pembiayaan defisit anggaran yang sumbernya berasal dari luar negeri. Sumber semacam ini masih diperlukan mengingat sumber-sumber pembiayaan dalam negeri yang dapat dihimpun masih sangat terbatas menutup seluruh pengeluaran negara yang dibutuhkan. Pembiayaan luar negeri yang dapat digunakan untuk pembiayaan defisit anggaran adalah pembiayaan luar negeri bersih yaitu selisih antara penarikan pinjaman luar negeri dengan pembayaran cicilan utang pokok luar negeri. (a) Penarikan Pinjaman Luar Negeri Seperti dimaklumi, karena sumber-sumber pembiayaan dalam negeri belum mencukupi, terutama untuk pembiayaan pembangunan, maka Pemerintah Indonesia sejak tahun 1969, mencari sumber pembiayaan dari luar negeri dalam bentuk pinjaman. Pinjaman luar negeri pada garis besarnya ada dua macam yaitu Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek. Pada mulanya Pinjaman Program diberikan dalam bentuk bahan pangan seperti beras, terigu dan sejenisnya; setelah Indonesia dianggap lebih maju dan dianggap sudah dapat memenuhi bahan pangan tersebut maka Pinjaman Program tidak diberikan dalam bentuk bahan pangan tetapi dalam bentuk uang/devisa yang dapat di Rupiahkan. Pinjaman Proyek adalah pinjaman untuk membiayai proyek-proyek Pemerintah yang diterima bukan dalam bentuk uang/devisa tetapi dalam bentuk peralatan proyek dan tenaga ahli yang diperlukan proyek yang bersangkutan. Di samping bantuan luar negeri dalam kerangka kelompok pemberi pinjaman kepada Indonesia (misalnya, CGI) dan bantuan luar negeri yang bersifat bilateral, 72

80 Pemerintah juga melaksanakan kebijaksanaan lain yaitu mengusahakan untuk memperoleh bantuan luar negeri yang berasal dari masyarakat internasional dengan cara menjual obligasi Indonesia di pasar modal internasional misalnya Indonesia menjual obligasi Pemerintah di pasar modal Jepang dengan jaminan bank terkemuka di negara tersebut. Pinjaman semacam ini biasa dinamakan pinjaman komersil karena syarat-syarat pinjaman ini sesuai dengan persyaratan yang berlaku dipasar modal internasional. (b) Pembayaran Cicilan Hutang Pokok Seperti halnya penarikan pinjaman, maka sesuai dengan isi perjajian pinjaman maka setiap tahun Indonesia harus membayar bunga dan cicilan utang pokok (amortisasi). Jumlah inilah yang sangat berkaitan erat dengan besar kecilnya Debt Service Ratio (DSR). DSR menunjukkan ratio antara Angsuran plus Bunga Pinjaman dengan Net Ekspor Migas plus Non Migas. Makin besar ratio itu bearti makin menyulitkan negara yang bersangkutan. Selisih antar jumlah penarikan pinjaman dengan cicilan hutang luar negeri merupakan jumlah pinjaman luar negeri netto pada tahun yang bersangkutan yang merupakan sumber pembiayaan defisit anggaran. Mulai tahun anggaran 2000 pemerintah berkomitmen untuk mengurangi peranan pinjaman luar negeri sebagai sumber pembiayaan anggaran negara, dan penggunaannya akan diupayakan secara optimal dalam kegiatan ekonomi produktif dan dilaksanakan secara transparan, efektif dan efisien Latihan 4 1. Sebutkan jenis-jenis belanja negara berdasarkan klasifikasi ekonomi! 2. Sebutkan jenis-jenis transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang saudara ketahui! 3. Mengapa pemerintah menerapkan prinsip defisit anggaran dalam pengelolaan APBN? Jelaskan! 4. Hutang paling sering dijadikan sumber pembiayaan untuk menutup defisit anggaran. Mengapa demikian? Jelaskan 5. Uraikan perbedaan tujuan transfer antara Dana Alokasi Umum dengan Dana Alokasi Khusus! 73

81 5.4. Rangkuman Untuk membiayai tugas dan fungsi pokok pemerintahan diperlukan belanja negara. Berbeda dengan sebelumnya, mulai APBN tahun 2005 belanja negara tidak lagi dibedakan antara belanja rutin dan belanja pembangunan. Kedua jenis belanja itu disatukan menjadi belanja pemerintah pusat. Belanja pemerintah pusat merupakan pengeluaran pemerintah yang ditujukan untuk menjamin kelancaran roda pemerintahan dan untuk memenuhi kewajiban pemerintah baik kewajiban dalam negeri maupun kewajiban luar negeri sehingga terjaga kredibilitas dan nama baik bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Alokasi dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tertampung dalam dana perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Selain dalam bentuk dana perimbangan, alokasi kepada daerah diwujudkan dalam bentuk Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Selisih antara pendapatan dan belanja negara merupakan surplus/defisit. Bila selisihnya tersebut positif, merupakan surplus dan bila selisihnya negatif merupakan defisit. Sesuai dengan kebijaksanaan yang dianut pemerintah sejak tahun 2000 maka mulai APBN 2000 direncanakan defisit. Defisit APBN tersebut akan ditutup dari sumber dalam negeri yaitu hasil privatisasi dan hasil penjualan aset program restrukturisasi perbankan dan sumber dari luar negeri yaitu pinjaman luar negeri netto Tes Formatif 4 PERNYATAAN BENAR/SALAH Pilihan B jika pernyataan di bawah ini Benar dan pilihlah S jika pernyataan di bawah ini Salah! 1 B S Belanja pemerintah pusat dirinci kedalam belanja rutin dan belanja pembangunan. 2 B S Pembayaran imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan untuk pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal diklasifikan sebagai belanja pegawai 3 B S Transfer iuran wajib kepada organisasi internasional dibebankan kepada APBN pada pos belanja bantuan. 4 B S Sistem perencanaan fiskal dalam bentuk anggaran dilaksanakan sesuai dengan kerangka pengeluaran jangka 74

82 menengah. 5 B S Sumber pembiayaan defisit anggaran diprioritaskan pada sumber-sumber perbankan. 6 B S Setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah berlaku prinsip money follows function. 7 B S Ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, serta kesehatan merupakan contoh fungsi-fungsi yang didanai dari belanja negara. 8 B S Sejak reformasi di bidang keuangan negara, tidak ada pos pengeluaran lauk pauk pada belanja negara. 9 B S Dana Alokasi Khusus adalah dana yang ditransfer oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang penggunaannya telah ditentukan, misalnya untuk pendidikan. 10 B S Kebijakan defisit anggaran ditujukan untuk ekspansi kegiatan ekonomi melalui kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. PILIHAN GANDA Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dari alternatif jawaban yang tersedia dari pernyataan-pernyataan berikut ini! 1. Pernyataan yang tepat untuk menjelaskan belanja adalah... A. Belanja modal merupakan belanja atas barang atau jasa yang umur manfaatnya lebih dari satu tahun. B. Belanja subsidi tidak membebani APBN karena yang memberikan subsidi adalah Badan Usaha Milik Negara C. Pembayaran bunga bukan merupakan belanja, tetapi merupakan kas keluar dalam pembiayaan D. Belanja dekonsentrasi dipertanggungjawabkan oleh pemerintah daerah, bukan oleh pemerintah pusat 2. Contoh sumber pembiayaan untuk menutup defisit anggaran meliputi antara lain, kecuali... A. Kredit perbankan dalam negeri B. Saldo rekening pemerintah yang disimpan di Bank Indonesia C. Surat Utang Negara (SUN) D. Hibah dari luar negeri 75

83 3. Jenis belanja pemerintah yang ditujukan untuk distribusi pendapatan adalah... B. Belanja hibah C. Belanja perimbangan keuangan D. Belanja bantuan sosial E. Subsidi 4. Bentuk dana perimbangan yang dimaksudkan untuk mencegah/mengurangi terjadinya ketimpangan ekonomi secara horizontal adalah... A. Dana Alokasi Umum B. Dana Alokasi Khusus C. Dana Otonomi Khusus D. Dana Bagi Hasil Pajak 5. Berikut ini yang bukan merupakan belanja pemerintah adalah... A. Pembayaran pokok pinjaman kredit perbankan B. Pembayaran bunga pinjaman C. Pembayaran subsidi D. Pembayaran dana perimbangan kepada pemerintah daerah 6. Diantara penerimaan negara yang dibagihasilkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah meliputi... A. Sumber dari pajak dan sumber dari sumber daya alam B. Hanya bersumber dari pajak C. Hanya bersumber dari sumber daya alam D. Tidak terdapat penerimaan yang dibagihasilkan karena tidak ada ketimpangan vertikal, sejak diberlakukan peraturan perundangan di bidang pajak daerah 7. Penerbitan Surat Utang Negara (SUN) untuk sumber pembiayaan APBN mengandung risiko berikut ini, kecuali... A. Pembiayaan kembali pinjaman B. Nilai tukar rupiah C. Tingkat bunga SUN D. Administratif 8. Pertimbangan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk sumber pembiayaan APBN meliputi kondisi di bawah ini... A. Dalam kondisi sehat dan menguntungkan. 76

84 B. Jawaban A, ditambah mempunyai daya saing yang kuat di pasar global C. Jawaban B, ditambah BUMN tersebut tidak bersifat strategis D. Jawaban C, ditambah mempunyai nilai dan menarik bagi investor 9. Belanja pemerintah pusat yang diupayakan pemerintah untuk menjaga stabilitas harga dan membantu masyarakat kurang mampu adalah... A. Belanja hibah B. Belanja subsidi C. Belanja sosial D. Belanja penyesuaian daerah otonom 10. Sesuai dengan agenda pembangunan nasional, dasar alokasi dalam proses penganggaran adalah program-program yang diajukan oleh... A. Kementerian negara/lembaga B. Kementerian Perencanaan Pembangunan C. Kementerian Keuangan D. Semua jawaban benar 5.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang tersedia. Hitunglah jawaban Anda yang benar kemudian gunakan rumus berikut ini untuk mengetahui tingkat pemahaman (TP) anda terhadap materi kegiatan belajar ini. 77

85 6. Kegiatan Belajar 5 Pengawasan atas Pelaksanaan APBN dan Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 6.1 Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mempu menguraikan kembali pengertian pengawasan atas pelaksanaan APBN dan Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Uraian dan Contoh Pengertian Pengawasan atas APBN Dilihat dari struktur pengawasan yang berlaku dalam Sistem Pemerintahan Negara Indonesia maka sistem pengawasan dapat di bagi atas dua sistem pengawasan utama yaitu Sistem Pengawasan Negara Kesatuan RI dan Sistem Pengawasan Pemerintah Pusat (yang selanjutnya disebut Pemerintah). Sistem Pengawasan yang pertama dapat disebut sebagai Sistem Pengawasan Eksternal Pemerintah dan yang kedua disebut Sistem Pengawasan Internal Pemerintah Sistem Pengawasan atas APBN Sistem Pengawasan APBN dapat dikelompokkan menjadi sistem pengawasan eksternal dan sistem pengawasan internal Sistem Pengawasan Eksternal Pemerintah RI Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 bahwa Presiden memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam melaksanakan tugas kepemerintahannya, Presiden (dalam hal ini pemerintah) memerlukan dana untuk pembiayaannya dalam bentuk APBN. Pada hakekatnya APBN tersebut merupakan mandat yang diberikan oleh DPR RI kepada pemerintah untuk melakukan penerimaan pendapatan negara dan menggunakan penerimaan tersebut untuk membiayai pengeluaran dalam melaksanakan 78

86 kepemerintahannya mencapai tujuan-tujuan tertentu dan dalam batas jumlah yang ditetapkan dalam suatu tahun anggaran tertentu. APBN ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-Undang dan setiap Undang-Undang menghendaki persetujuan bersama DPR RI dengan Presiden. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, pemerintah berkewajiban memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN yang telah disetujui oleh DPR (pasal 30 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan ketentuan dalam setiap Undang-Undang APBN). Dalam pasal 23E ayat 1 UUD 45, dinyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan itu diserahkan kepada DPR. Amanat ini direalisasikan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 5 tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun demikian, undang-undang tersebut masih belum mencukupi karena belum memiliki landasan operasional yang memadai dalam mendukung pelaksanaan tugas BPK untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Oleh karena itu, kemudian, diundangkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Baik DPR RI maupun BPK merupakan Lembaga Tinggi Negara yang berada di luar tubuh pemerintahan, yang dalam melakukan pengawasannya secara mandiri terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah akan tetapi tidak pula berada di atas pemerintah. 1. Pengawasan oleh DPR RI Landasan hukum pengawasan oleh DPR terhadap pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam UUD 45, dalam realisasinya dapat dilihat pada Undang- Undang No. 22 tahun 2003 tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPD, DPR dan DPRD serta Keputusan DPR RI No.03A/DPR RI/I/ tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI. Dalam pasal 20A Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Secara operasional, tugas DPR ini dilakukan oleh alat-alat kelengkapan DPR sesuai dengan lingkup tugasnya antara lain lewat komisi-komisi yang ada di DPR dan melalui proses yang telah ditetapkan dalam keputusan DPR. Selain itu, DPR 79

87 juga memperoleh bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBN sebagaimana diatur dalam pasal 46 UU Nomor 22 Tahun Pengawasan oleh BPK Landasan hukum dari tugas BPK diamanatkan dalam pasal 23E ayat 1 UUD Dalam pasal 23E ayat 2 UUD 1945 dinyatakan bahwa hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. BPK dalam melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi: 1. Fungsi audit dan operasional yaitu melaksanakan pemeriksaan atas tanggung jawab Keuangan Negara dan pelaksanaan APBN. 2. Fungsi yudikatif yaitu melakukan peradilan komptabel dalam hal tuntutan perbendaharaan. 3. Fungsi rekomendasi yaitu memberi saran dan atau pertimbangan kepada pemerintah bilamana dipandang perlu untuk kepentingan negara atau hal lainnya yang berhubungan dengan Keuangan Negara. Menurut cara melaksanakan pemeriksaan, sesuai dengan pasal 4 UU Nomor 15 Tahun 2004, pemeriksaan yang dilakukan BPK terdiri atas 3 tipe utama yaitu: 1) Pemeriksaan keuangan, merupakan pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemeriksaan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. 2) Pemeriksaan kinerja, merupakan pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Pemeriksaan kinerja ini merupakan pemenuhan atas pasal 23E UUD 1945 yang mengamanatkan BPK untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara. Tujuan pemeriksaan kinerja adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan. Bagi pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif. 80

88 3) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, diluar pemeriksa keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu tersebut adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Pemeriksaan atas pelaksanaan APBN mencakup seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada hakekatnya, pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan atas penerimaan anggaran dan pemeriksaan atas anggaran belanja negara yang meliputi pengujian apakah pengeluaran uang negara terjadi menurut ketentuan APBN dan ketentuan-ketentuan tentang penguasaan dan pengurusan keuangan negara lainnya sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Menurut tujuannya pemeriksaan BPK terdiri atas: 1. pemeriksaan atas penguasaan dan pengurusan keuangan 2. pemeriksaan atas ketaatan pada peraturan perundangan yang berlaku 3. pemeriksaan atas kehematan dan efisiensi dalam penggunaan keuangan negara 4. pemeriksaan atas efektivitas pencapaian tujuan (pemeriksaan program). Selanjutnya, dalam Penjelasan Umum Undang-Undang No. 15 tahun 2004 butir C dinyatakan bahwa dalam melakukan tugas pemeriksaannya, BPK memperhatikan dan memanfaatkan hasil-hasil pekerjaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Untuk keperluan itu APIP wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya kepada Badan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang. BPK juga diberi kewenangan untuk mendapatkan data, dokumen, dan keterangan dari pihak yang diperiksa, kesempatan untuk memeriksa secara fisik setiap aset yang berada dalam pengurusan pejabat instansi yang diperiksa, termasuk melakukan penyegelan untuk mengamankan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara pada saat pemeriksaan berlangsung. Laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas pelaksanaan APBN pada unit organisasi kementerian/lembaga pemerintahan non departemen (LPND) diserahkan kepada Menteri/Kepala Lembaga bersangkutan segera setelah 81

89 kegiatan pemeriksaan selesai. LHP Pemeriksaan Keuangan akan menghasilkan opini. LHP Pemeriksaan Kinerja akan menghasilkan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Sementara LHP pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan menghasilkan kesimpulan. LHP yang telah disampaikan kepada Menteri/Kepala Lembaga, selanjutnya diproses lebih lanjut oleh Menteri yang bersangkutan. LHP tersebut akan digunakan untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan, sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statement) memuat koreksi dimaksud sebelum disampaikan kepada DPR. Setelah melalui mekanisme tertentu yang disebut pemutakhiran data antara Menteri atau Kepala Lembaga, laporan yang mencakup seluruh hasil pemeriksaan Badan dalam semester tertentu itu kemudian dihimpun dalam Buku Hasil Pemeriksaan Semester Badan (HAPSEM). Hasil Pemeriksaan Semester atas Kementerian/LPND selanjutnya diserahkan kepada DPR RI dan penyampaiannya kepada DPR RI dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI. 3. Pengawasan Oleh Masyarakat Dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 dinyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal ini mengandung arti bahwa setiap penyelenggara negara wajib untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan aspirasi dan tuntutan hati nurani rakyatnya. Landasan hukum mengenai peran serta masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan pembangunan dan dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dapat dilihat pada: 1. Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tanggal 19 Mei tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN. 2. Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 1999 tanggal 14 Juli 1999 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Negara. 3. Keppres RI No. 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN serta penjelasannya. 82

90 Peraturan perundang-undangan yang mengatur peran serta masyarakat dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN. Dengan hak dan kewajiban yang dimiliki, masyarakat diharapkan dapat lebih bergairah melakukan kontrol sosial secara optimal terhadap penyelenggaraan negara dengan tetap menaati rambu-rambu hukum yang berlaku. Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara dilaksanakan dalam bentuk: 1. Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi mengenai penyelenggara negara 2. Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara 3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggara negara 4. Hak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan hak-haknya tersebut di atas. Selanjutnya dalam pasal 72 dari Keppres RI No. 42 tahun 2002 dinyatakan bahwa Inspektur Jenderal Kementerian/Pimpinan Unit Pengawasan Lembaga, Kepala BPKP, Unit Pengawasan Daerah/Desa wajib menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai pelaksanaan APBN Sistem Pengawasan Internal Pemerintah RI Struktur pengawasan Aparat Pengawas Instansi Pemerintah (APIP) pada saat ini terdiri atas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektur Jenderal Kementerian/Unit Pengawasan LPND, Satuan Pengawas Intern pada setiap BUMN. Pada modul ini, mengingat pengawasan dilakukan atas pelaksanaan APBN maka penjelasan akan dibatasi pada pengawasan yang dilakukan oleh BPKP dan Itjen Kementerian/LPND. Tujuan pengawasan APIP adalah mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan sedangkan ruang lingkup pemeriksaannya adalah pemeriksaan operasional atau pemeriksaan komprehensip yang menyampaikan rekomendasi perbaikan. 83

91 1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) BPKP dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden RI No.31 tahun 1983 tanggal 3 Juni Keppres tersebut telah dicabut dengan dikeluarkannya Keppres RI No.166 tahun 2000 tanggal 23 November 2000 jo. Keppres RI No.173 tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden No.166 tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja LPND. Sebagai pelaksanaan dari Keppres tersebut telah dikeluarkan keputusan Kepala BPKP No. Kep /K/2001 tanggal 20 Februari 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPKP. BPKP berkedudukan sebagai LPND yang berada dan bertanggung jawab kepada Presiden. BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. 2. Inspektorat Jenderal Kementerian Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian/Unit Pengawasan LPND dibentuk berdasarkan Keppres RI No.44 dan 45 tahun Pada saat ini Keppres tersebut telah dicabut dan ketentuan baru yang mengatur Organisasi dan Tata kerja Kementerian Negara RI. terdapat dalam Peraturan Presiden nomor 9 Tahun 2005 yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun Di lingkungan Kementerian Keuangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan dan terakhir diperbaharui dengan PMK No 184/PMK.01/2010 dinyatakan bahwa Itjen bertugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Kementerian Keuangan terhadap pelaksanaan tugas semua unsur berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: 1. penyiapan perumusan kebijakan pengawasan, 2. pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan, dan pengawasan untuk tujuan tertentu atas petunjuk Menteri Keuangan, 84

92 3. pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Jenderal, dan 4. penyusunan laporan hasil pengawasan. Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPKP ataupun Itjen Kementerian, bertujuan untuk menilai apakah pelaksanaan APBN telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apakah pencapaian tujuan telah sesuai dengan rencana dan dengan memperhatikan prinsip efisiensi dalam pencapaian tujuannya. Hasil pemeriksaan yang menyangkut penyimpangan dari ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku perlu ditindaklanjuti dan bentuk tindak lanjut itu dapat berupa tindakan administratif kepegawaian berupa pengenaan hukuman disiplin pegawai, tindakan tuntutan perdata, tindakan pengaduan tindak pidana serta tindakan penyempurnaan aparatur pemerintah di bidang kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan. Hasil pemeriksaan yang menunjukkan adanya prestasi kerja yang baik dan memuaskan perlu pula ditindaklanjuti dengan memberikan penghargaan agar hal ini mendorong atau memotivasi pegawai bersangkutan untuk mempertahankan/ meningkatkan prestasi kerjanya dikemudian hari Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Telah diuraikan di atas, bahwa APBN, dilihat dari segi hukum, merupakan mandat dari DPR RI kepada Pemerintah untuk melakukan penerimaan atas pendapatan negara dan menggunakannya sebagai pengeluaran untuk tujuantujuan tertentu dan dalam batas jumlah yang ditetapkan dalam suatu tahun anggaran. Mandat yang diberikan oleh DPR itu harus dipertanggungjawabkan. Sebelum terbitnya Undang-Undang No.17 tahun 2003, pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN diwujudkan dalam bentuk Perhitungan Anggaran Negara (PAN). Dalam menyusun PAN ini, Menteri Keuangan ditugasi untuk mempersiapkan PAN berdasarkan laporan keuangan Kementerian/Lembaga. Hal ini mengacu pada pasal 69 ICW yang menyatakan bahwa Pemerintah membuat suatu Perhitungan Anggaran dengan menyebutkan tanggal penutupannya. Setelah terbitnya Undang-Undang No.17 tahun 2003 pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN berubah dari PAN menjadi Laporan Keuangan. Laporan 85

93 Keuangan ini disusun dengan menggunakan standar akuntansi pemerintahan yang mengacu pada international public sector accounting standard (IPSAS). 1. Landasan hukum Sesuai dengan pasal 30 UU nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan ketentuan dalam Undang-Undang APBN tahun anggaran bersangkutan, Presiden berkewajiban untuk menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa Laporan Keuangan. Batas waktu penyampaian Laporan Keuangan kepada DPR tidaklah sama dari suatu tahun anggaran dibandingkan dengan tahun anggaran lainnya. Misalnya dalam tahun anggaran 2004 batas waktu penyampaian Laporan Keuangan adalah 9 bulan, mulai tahun anggaran 2005 batas waktunya diperpendek menjadi 6 bulan. Pemeriksaan atas Laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban keuangan dari Pemerintah atas pelaksanaan APBN, selain yang disebut di atas, diatur juga dalam pasal 23 ayat 5 UUD 45, pasal 55 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 2004 dan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No.15 tahun Prosedur penyusunan RUU pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa sesuai pasal 55 dari Undang- Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal bertugas menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Sebelumnya Menteri/Pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Menteri Keuangan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada kementerian negara/lembaga masing-masing kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Sebagai entitas pelaporan, laporan keuangan kementerian Negara/lembaga tersebut sebelumnya telah diperiksa BPK dan diberi opini atas laporan keuangan. Oleh Menteri Keuangan laporan-laporan atas pertanggungjawaban pengguna anggaran/pengguna barang tersebut dikonsolidasikan menjadi Laporan 86

94 Keuangan Pemerintah Pusat sebagai bagian pokok dari RUU tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang akan disampaikan Presiden kepada DPR. DPR melalui alat kelengkapannya yaitu komisi akan membahas RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dengan pihak pemerintah. Pembahasan dilakukan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan semester dan opini BPK. Berdasar hasil pembahasan tersebut, DPR memberikan persetujuannya dan menyampaikan persetujuan atas RUU tersebut kepada Pemerintah untuk diundangkan. 3. Bentuk dan Isi Laporan Keuangan. Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN disusun dan disajikan sesuai standar akuntansi pemerintah sebagaimana ditentukan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) yang disusun oleh suatu komite yang independen, yaitu Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Tujuan Laporan Keuangan adalah untuk menyajikan informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan dan untuk pertanggungjawaban atas pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada Pemerintah. a) Laporan Realisasi APBN Laporan realisasi APBN mengungkap berbagai kegiatan keuangan pemerintah untuk satu periode yang menunjukkan ketaatan terhadap ketentuan perundang-undangan melalui penyajian ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya yang dikelolanya. Laporan realisasi anggaran akan memberikan informasi mengenai keseimbangan antara anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan dengan realisasinya. Selain itu juga disertai informasi tambahan yang berisi halhal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasinya, dan daftar yang memuat rincian lebih lanjut mengenai angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan. 87

95 b) Neraca Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai asset baik lancar maupun tidak lancar, kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Neraca tingkat Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi dari neraca tingkat Kementerian/Lembaga. Dalam neraca tersebut harus diungkapkan semua pos asset dan kewajiban yang didalamnya termasuk jumlah yang diharapkan akan diterima dan dibayar dalam jangka waktu dua belas bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah uang yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu dua belas bulan. c) Laporan Arus Kas Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, dana cadangan, pembiayaan, dan transaksi non-anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah selama periode tertentu. Laporan arus kas ditujukan untuk memberikan informasi mengenai arus masuk dan ke keluar kas dari pemerintah dalam suatu periode laporan. Laporan Arus Kas diperlukan untuk memberi informasi kepada para pengguna laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas-aktivitas tersebut terhadap posisi kas pemerintah. Disamping itu, informasi tersebut juga dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara aktivitas operasi, investasi, pembiayaan, dan non anggaran. Sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku saat ini, Laporan Arus Kas ini disusun oleh unit pemerintah yang melaksanakan fungsi perbendaharaan. Di organisasi pemerintah pusat. Fungsi perbendaharaan dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan, sedangkan di organisasi pemerintah daerah, fungsi perbendaharaan dilaksanakan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah. d) Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) adalah bagian yang tak terpisahkan dari laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos 88

96 laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai. CaLK ditujukan agar laporan keuangan dapat dipahami dan dibandingkan dengan laporan keuangan entitas lainnya. CaLK sekurang-kurangnya disajikan dengan susunan sebagai berikut: 1). informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-Undang APBN, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target 2). ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan 3). informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakankebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksitransaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya 4). pengungkapan informasi yang diharuskan oleh PSAP yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan 5). pengungkapan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas 6). informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan Latihan 5 1. Uraikan perbedaan system pengawasan eksternal dan pengawasan internal pemerintah! 2. Sebutkan laporan keuangan apa saja yang harus disusun oleh pemerintah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku saat ini! 3. Apa fungsi Menteri Keuangan dalam proses pertanggungjawaban pelaksanaan APBN? Jelaskan! 4. Jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dapat terdiri atas tiga tipe utama. Jelaskan apa saja tiga tipe tersebut! 5. Masyarakat seringkali bingung jika mengamati lembaga pengawasan dan atau pemeriksa, karena ada BPK, BPKP dan Itjen. Uraikan tentang tugas masing-masing lembaga tersebut dalam konteks system pengawasan! 89

97 6.4. Rangkuman Pengawasan terhadap Pemerintah khususnya dalam pelaksanaan APBN dapat dibagi dalam 2 sistem pengawasan utama yaitu Sistem Pengawasan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas DPR RI, BPK, dan pengawasan masyarakat serta Sistem Pengawasan Pemerintah yaitu APIP yang dibentuk oleh Pemerintah sendiri yang terdiri atas BPKP dan Itjen. Dep./UP LPND. Di samping itu dalam setiap unit organisasi Pemerintah terdapat apa yang disebut dengan Pengawasan Atasan Langsung/Pengawasan Melekat. DPR RI melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dan kebijakan Pemerintah. APBN merupakan mandat yang diberikan oleh DPR RI kepada Pemerintah untuk menerima pendapatan negara dan menggunakan penerimaan tersebut bagi keperluan pembiayaan kegiatan-kegiatan umum Pemerintahan dan pembangunan. Pelaksanaan APBN tersebut, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, harus dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah kepada DPR RI dalam bentuk Laporan Keuangan. Untuk itu, dalam batas waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang APBN, Pemerintah harus sudah menyampaikan RUU Laporan Keuangan yang telah diberi opini oleh BPK kepada DPR RI untuk mendapat persetujuannya Tes Formatif Bab VI PERNYATAAN BENAR/SALAH Pilihan B jika pernyataan di bawah ini Benar dan pilihlah S jika pernyataan di bawah ini Salah! 1 B S Sistem Pengawasan APBN dapat dikelompokkan menjadi sistem pengawasan eksternal dan sistem pengawasan internal. 2 B S Rincian pos-pos dalam Laporan Realisasi Anggaran harus sesuai dengan rincian pos-pos dalam APBN 3 B S Dewan Perwakilan Rakyat tidak melaksanakan fungsi yudikatif, termasuk tidak melakukan peradilan tuntutan ganti rugi. 4 B S Pemeriksaan investigatif dapat dilakukan oleh lembaga pengawasan Inspektorat Jenderal Kementerian. 5 B S Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan Badan Pemeriksa Keuangan yang mempunyai posisi sejajar dengan pemerintah. 90

98 6 B S Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dapat melakukan audit keuangan dengan opini kewajaran seperti halnya Badan Pemeriksa Keuangan. 7 B S Lembaga pengawas yang ada pada pemerintah daerah bertanggungjawab kepada pemerintah pusat. 8 B S Pemeriksaan kinerja yang merupakan pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi dilakukan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah. 9 B S Aparat Pengawas Internal Pemerintah ditargetkan untuk menghasilkan laporan rekomendasi untuk perbaikan unit 10 B S Hanya Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyusun Laporan Arus Kas PILIHAN GANDA Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dari alternatif jawaban yang tersedia dari pernyataan-pernyataan berikut ini! 1 Lembaga berikut yang bukan merupakan lembaga pengawasan internal pemerintah adalah... A. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan B. Badan Pemeriksa Keuangan C. Inspektorat Jenderal Kementerian D. Inspektorat Wilayah Propinsi 2. Laporan Realisasi Anggaran yang disusun oleh kementerian/lembaga mencakup jenis anggaran berikut ini, kecuali... A. Pendapatan negara bukan pajak kementerian/lembaga B. Belanja modal C. Belanja operasional D. Pembiayaan subsidi 3. Kantor Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh yang membangun rumah yang akan diserahkan kepada masyarakat melaporkan pelaksanaan anggarannya yang... A. Menjadi kesatuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi Aceh B. Tunduk pada sistem pelaporan keuangan pemerintah pusat C. Memasukkan aset rumah yang dibangun dalam aset BRR D. Memasukkan seluruh belanjanya dalam belanja bantuan sosial. 91

99 4. Pertanggungjawaban pengelolaan anggaran kementerian/lembaga dilaporkan dalam bentuk laporan, kecuali... A. Laporan Realisasi Anggaran B. Neraca C. Laporan Arus Kas D. Catatan atas Laporan Keuangan 5. Sesuai dengan peraturan perundangan, Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan jenis-jenis pemeriksaan berikut ini, kecuali... A. Pemeriksaan keuangan B. Pemeriksaan kinerja C. Pemeriksaan ketaatan D. Pemeriksaan dengan tujuan khusus 6. Dalam hal pelaporan keuangan konsolidasi, dari pernyataan di bawah ini yang paling tepat adalah... A. Menteri Keuangan menyusun laporan keuangan konsolidasi seluruh Kementerian/Lembaga B. Menteri Keuangan menyusun laporan keuangan konsolidasi seluruh Kementerian/Lembaga dan Badan Usaha Milik Daerah C. Menteri Keuangan menyusun laporan keuangan konsolidasi seluruh Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah D. Semua jawaban benar 7. Sesuai dengan peraturan perundangan, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai fungsi-fungsi berikut ini... A. Legislasi B. Anggaran C. Pengawasan D. Semua jawaban benar 8. Sesuai dengan peraturan perundangan, fungsi yang dikelola oleh Inspektorat Jenderal Kementerian mencakup berikut ini... A. penyiapan perumusan kebijakan pengawasan B. pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan, dan pengawasan C. penyusunan laporan hasil pengawasan D. Semua jawaban benar 92

100 9. Sesuai dengan peraturan perundangan, Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan jenis-jenis pemeriksaan berikut ini, kecuali... A. Pemeriksaan keuangan B. Pemeriksaan kinerja C. Pemeriksaan ketaatan D. Pemeriksaan dengan tujuan khusus 10. Isi Catatan atas Laporan Keuangan mencakup hal-hal berikut ini... A. Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan B. Jawaban A, ditambah ikhtisar kebijakan keuangan C. Jawaban B, ditambah informasi kendala dan hambatan dalam pencapaian kinerja keuangan D. Jawaban C, ditambah pengungkapan informasi yang diperlukan untuk penyajian yang wajar 6.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang tersedia. Hitunglah jawaban Anda yang benar kemudian gunakan rumus berikut ini untuk mengetahui tingkat pemahaman (TP) anda terhadap materi kegiatan belajar ini. 93

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengelolaan keuangan negara digunakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENYUSUNAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA SERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN PEMERINTAH PUSAT. Created By: Ilma Rafika Andhianty Nur Pratiwi

SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN PEMERINTAH PUSAT. Created By: Ilma Rafika Andhianty Nur Pratiwi SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN PEMERINTAH PUSAT Created By: Ilma Rafika Andhianty Nur Pratiwi Pengertian Keuangan Negara Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Ketentuan Pengelolaan

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA KOMPETENSI DASAR Mamahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan negara INDIKATOR Sumber Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara

Lebih terperinci

Ekonomi Bisnis dan Financial

Ekonomi Bisnis dan Financial Tugas Kuliah Matrikulasi Ekonomi Bisnis dan Financial Dosen : Dr. Prihantoro, Msc Rangkuman Jurnal/Makalah Judul Makalah : Pengelolaan APBN dalam Sistem Manajemen Keuangan Negara Penulis Makalah : Suminto,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.02/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.02/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.02/2014 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN, PENELAAHAN, DAN PENETAPAN ALOKASI BAGIAN ANGGARAN BENDAHARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

Atas perhatian dan peran semua pihak, kami ucapkan terima kasih. Jakarta, Juni 2011 Kepala Pusat. ttd. Tony Rooswiyanto NIP

Atas perhatian dan peran semua pihak, kami ucapkan terima kasih. Jakarta, Juni 2011 Kepala Pusat. ttd. Tony Rooswiyanto NIP Berdasarkan Surat Tugas Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan SDM, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan Nomor ST-18/PP.2/2008 tanggal 25 Maret 2008 tentang Penyusunan

Lebih terperinci

1/8/2014 Biro Analisa APBN 1

1/8/2014 Biro Analisa APBN 1 1/8/2014 Biro Analisa APBN 1 UUD 1945 Pasal 20: Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan DPR, maka rancangan undang-undang tadi

Lebih terperinci

Disampaikan Dalam Pembekalan Tenaga Ahli DPR RI Tanggal April /3/2013 Biro Analisa APBN 1

Disampaikan Dalam Pembekalan Tenaga Ahli DPR RI Tanggal April /3/2013 Biro Analisa APBN 1 Disampaikan Dalam Pembekalan Tenaga Ahli DPR RI Tanggal 15-17 April 2013 4/3/2013 Biro Analisa APBN 1 UUD 1945 Pasal 20: (1) Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR (2) Jika sesuatu rancangan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 75, 2004 POLITIK. PEMERITAHAN. Pemeritah Pusat. Pemerintah Daerah. Kementerian Negara. Lembaga. Menteri. APBN.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Oleh Drs. Setyanta Nugraha, MM

Oleh Drs. Setyanta Nugraha, MM Oleh Drs. Setyanta Nugraha, MM Disampaikan dalam rangka Kunjungan Ilmiah Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara FISIP Universitas Jayabaya Jakarta 28 Oktober 2013 11/26/2013 Biro Analisa APBN 1 KONSTITUSI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengelolaan keuangan negara digunakan

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2017 PEMERINTAHAN. Pembangunan. Nasional. Perencanaan. Penganggaran. Sinkronisasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6056) PERATURAN

Lebih terperinci

ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Terwujudnya Good Governance dalam Penyelenggaraan Negara Sesuai Pasal 23C UUD 1945 Pengelolaan Keuangan Negara diselenggarakan secara : Profesional Terbuka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

HUKUM KEUANGAN NEGARA PERTEMUAN KE-1 PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA

HUKUM KEUANGAN NEGARA PERTEMUAN KE-1 PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA HUKUM KEUANGAN NEGARA PERTEMUAN KE-1 PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA Perkenalan Kontrak Belajar Pengenalan Silabus Materi Pertemuan I Content Kontrak Belajar Porsi Nilai UTS 40% UAS 40% Aktivitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Manajemen Keuangan Publik. Pengertian, Ruang Lingkup, Konsep dan Asas Keuangan Negara Pertemuan 2 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP

Manajemen Keuangan Publik. Pengertian, Ruang Lingkup, Konsep dan Asas Keuangan Negara Pertemuan 2 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Manajemen Keuangan Publik Pengertian, Ruang Lingkup, Konsep dan Asas Keuangan Negara Pertemuan 2 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Pengertian Keuangan Publik 1. Terminologi Keuangan Publik = Keuangan Negara =

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA Tantangan utama pengelolaan Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

Ringkasan : Undang-undang RI No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

Ringkasan : Undang-undang RI No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Ringkasan : Undang-undang RI No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara A. Pendahuluan 1. Dasar Pemikiran Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara selama ini masih digunakan ketentuan perundang-undangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1213, 2014 KEMENKEU. Bendahara Umum. Anggaran. Penetapan Alokasi. Penelahaan. Perencanaan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.677,2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.677,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.677,2012 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112/PMK.02/2012 TENTANG PETUNJUK PENYUSUNAN DAN PENELAAHAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

Lebih terperinci

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. SIKLUS ABPN

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. SIKLUS ABPN ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) SIKLUS ABPN Overview Anggaran Sektor Publik Sesi 3 Copyright 2016 bandi.staff.fe.uns.ac.id. SIKLUS APBN & ASUMSI DASAR EKONOMI Tujuan Pembelajaran pada sesi ini adalah sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

2017, No kementerian negara/lembaga dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

2017, No kementerian negara/lembaga dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.985, 2017 KEMENKEU. RKA-K/L. Pengesahan DIPA. Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94/PMK.02/2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.905, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Rencana Kerja. Anggaran. Kementerian/Lembaga. Penyusunan. Penelahaan. Petunjuk. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94/PMK.02/2013

Lebih terperinci

ANGGARAN SEKTOR PUBLIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. PENDAHULUAN APBN

ANGGARAN SEKTOR PUBLIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. PENDAHULUAN APBN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK (AnSP) PENDAHULUAN APBN Pendahuluan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Sesi 2 (APBN) Copyright 2016 bandi.staff.fe.uns.ac.id. 1 1. Memahamkan Keuangan Negara, Dasar hukum keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PROSES PENYUSUNAN APBN

PROSES PENYUSUNAN APBN PROSES PENYUSUNAN APBN A. PENDAHULUAN Setiap tahun pemerintah pusat maupun pemerintah daerah menghimpun dan membelanjakan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah. Penyusunan anggaran

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN KEUANGAN PADA BADAN LAYANAN UMUM

POLA PENGELOLAAN KEUANGAN PADA BADAN LAYANAN UMUM POLA PENGELOLAAN KEUANGAN PADA BADAN LAYANAN UMUM http://www.radarjogja.co.id I. PENDAHULUAN Paket undang-undang bidang keuangan negara merupakan paket reformasi yang signifikan di bidang keuangan negara

Lebih terperinci

2016, No b. bahwa dalam rangka pemantapan penerapan kerangka pengeluaran jangka menengah, penganggaran terpadu,penganggaran berbasis kinerja,

2016, No b. bahwa dalam rangka pemantapan penerapan kerangka pengeluaran jangka menengah, penganggaran terpadu,penganggaran berbasis kinerja, No.1629, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penyusunan dan Penelaahan RKA- KL. Pengesahan DIPA. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 163 /PMK.02/2016 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

Pertemuan ke: 06 ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA

Pertemuan ke: 06 ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA Pertemuan ke: 06 ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA POLITIK KEUANGAN NEGARA (3 SKS) Pengampu: Miftah Adhi Ikhsanto, S.IP, MiOP Amirudin, S.IP, M.Ec.Dev 1 Alamat: Jurusan Politik danpemerintahan Fisipol

Lebih terperinci

TINJAUAN KASUS OLEH. ADE DARMAWAN PELLO S.SiT WIDYAISWARA AHLI MUDA PUSAT PENGEMBANGAN SDM APARATUR PERHUBUNGAN

TINJAUAN KASUS OLEH. ADE DARMAWAN PELLO S.SiT WIDYAISWARA AHLI MUDA PUSAT PENGEMBANGAN SDM APARATUR PERHUBUNGAN TINJAUAN KASUS MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA OLEH ADE DARMAWAN PELLO S.SiT WIDYAISWARA AHLI MUDA PUSAT PENGEMBANGAN SDM APARATUR PERHUBUNGAN ABSTRAKSI SISTEM MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA Karya Tulis

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM. Direktorat Pembinaan PK BLU Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan

PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM. Direktorat Pembinaan PK BLU Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM Direktorat Pembinaan PK BLU Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan Perencanaan Anggaran Satker BLU BLU membuat rencana bisnis lima tahunan mengacu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

Pelatihan Dasar CPNS Kementerian Keuangan Manajemen Keuangan Pemerintah

Pelatihan Dasar CPNS Kementerian Keuangan Manajemen Keuangan Pemerintah Pelatihan Dasar CPNS Kementerian Keuangan Manajemen Keuangan Pemerintah 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan Ajar Manajemen Keuangan Pemerintah ini khusus disusun untuk Pelatihan Dasar CPNS bagi Calon

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI BIRO ANALISA ANGARAN DAN PELAKSANAAN APBN 19 MARET /19/2014 Biro Analisa APBN 1

RAPAT KOORDINASI BIRO ANALISA ANGARAN DAN PELAKSANAAN APBN 19 MARET /19/2014 Biro Analisa APBN 1 RAPAT KOORDINASI BIRO ANALISA ANGARAN DAN PELAKSANAAN APBN 19 MARET 2014 3/19/2014 Biro Analisa APBN 1 148 106 94 57 46 38 28 26 17 3/19/2014 Biro Analisa APBN 2 FUNGSI HA SIL SEKRETARIAT JENDERAL TENAGA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA TAHUN 2015 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI SEKRETARIAT

Lebih terperinci

Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara

Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara HUKUM KEUANGAN NEGARA PERTEMUAN KE-4 Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Dani Sugiri, SE, SST Content Fungsi Presiden sebagai pemegang kekuasaan atas Pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

1 of 6 18/12/ :41

1 of 6 18/12/ :41 1 of 6 18/12/2015 15:41 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 92/PMK.05/2011 TENTANG RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN SERTA PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 44 /PMK.05/2009 TENTANG RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN SERTA PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 44 /PMK.05/2009 TENTANG RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN SERTA PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 44 /PMK.05/2009 TENTANG RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN SERTA PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya peningkatan kinerja dan institusi kelembagaannya, Kementerian Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu peningkat- an efisiensi, efektivitas,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK ANGGARAN Rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu Fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rendahnya corporate governance merupakan salah satu hal yang memperparah terjadinya krisis di Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Hal ini ditandai dengan kurang

Lebih terperinci

2013, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA. BAB I KETENTUAN UMU

2013, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA. BAB I KETENTUAN UMU No.103, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. Pelaksanaan. APBN. Tata Cara. (Penjelesan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEUANGAN BANDI. 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN

MANAJEMEN KEUANGAN BANDI. 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA BANDI 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN 1 MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA Dalam pengelolaan keuangan negara(mkn), fungsi 1. Perencanaan Planning: UU No 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92/PMK.05/2011 TENTANG RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN SERTA PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92/PMK.05/2011 TENTANG RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN SERTA PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92/PMK.05/2011 TENTANG RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN SERTA PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan Anggaran

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK.02/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK.02/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK.02/2014 TENTANG PETUNJUK PENYUSUNAN DAN PENELAAHAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH...

DAFTAR ISI 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH... a b DAFTAR ISI 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH... 2. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2

Lebih terperinci

Seri Pengembangan Bahan Ajar Pendekatan Saintifik

Seri Pengembangan Bahan Ajar Pendekatan Saintifik Seri Pengembangan Bahan Ajar Pendekatan Saintifik [Type text] Untuk SMA/MA Kelas XI Ekonomi 2 Page Assalamu alaikum Wr, Wb. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, penyusunan modul Akuntansi

Lebih terperinci

PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN

PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN Landasan Penyusunan APBN APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang- undang. APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN

PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN Landasan Penyusunan APBN APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang- undang. APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan

Lebih terperinci

KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. Oleh Dra Nia Kania Winayanti, S.H.,M.H

KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. Oleh Dra Nia Kania Winayanti, S.H.,M.H KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Oleh Dra Nia Kania Winayanti, S.H.,M.H PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA UU Keuangan Negara telah mengatur secara jelas hubungan kewenangan dalam pengelolaan keuangan negara.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5,2012 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN 2.1 Tinjauan Umum Tentang Badan Layanan Umum Daerah 2.1.1. Definisi dan Dasar Pengaturan Badan Layanan Umum Daerah Sebelum

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 92/PMK.05/2011 TENTANG RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN SERTA PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 92/PMK.05/2011 TENTANG RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN SERTA PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 92/PMK.05/2011 TENTANG RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN SERTA PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR 4

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Regulasi Tahapan dalam Siklus Akuntansi. Contoh Hasil Regulasi Publik Sektor Publik. Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

Regulasi Tahapan dalam Siklus Akuntansi. Contoh Hasil Regulasi Publik Sektor Publik. Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) BOOK RESUME AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK - INDRA BASTIAN BAB 2 REGULASI KEUANGAN PUBLIK 2.1 DEFINISI REGULASI PUBLIK Regulasi publik adalah ketentuan yang harus dijalankan dan dipatuhi dalam proses pengelolaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH DEFINISI Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara untuk suatu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang Pasal 71. Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang. Pasal 6

Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang Pasal 71. Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang. Pasal 6 Persandingan UU Nomor 27 tahun 2009 tentang MD3 dan TATIB DPR Dalam kaitannya dengan pembahasan dan penetapan APBN, Peran DPD, Partisipasi Masyarakat, dan tata cara pelaksanaan rapat. UU NOMOR 27 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN, PENGAJUAN USULAN, PENILAIAN,

Lebih terperinci

Page 1 of 12 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. No.418, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168 /PMK.07/2009 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 t

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1519, 2017 KEMENDAGRI. Hibah. Penerimaan dan Pengelolaan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2017 TENTANG KETENTUAN PENERIMAAN DAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152/PMK.02/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152/PMK.02/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152/PMK02/2014 TENTANG PETUNJUK PENYUSUNAN RENCANA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAYA

1 UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari siklus anggaran yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Siklus anggaran dimulai dari

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN, PENGAJUAN USULAN, PENILAIAN, PEMANTAUAN,

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH. BAB I KETENTUAN UMUM

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH. BAB I KETENTUAN UMUM www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara.

Lebih terperinci

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN 2011-2015 Disampaikan Dalam Rapat Koordinasi Implementasi Jakstranas P4GN Tahun 2011-2015 Jakarta, 8 Mei

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG SALINAN PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

MAKALAH PERBENDAHARAAN NEGARA Oleh : Reince Herry Tangkowit

MAKALAH PERBENDAHARAAN NEGARA Oleh : Reince Herry Tangkowit P e r b e n d a h a r a a n N e g a r a 1 MAKALAH PERBENDAHARAAN NEGARA Oleh : Reince Herry Tangkowit A. LATAR BELAKANG Tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam suatu negara merupakan suatu

Lebih terperinci