BAB 3 KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN DAN LINTAS BIDANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN DAN LINTAS BIDANG"

Transkripsi

1 BAB 3 KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN DAN LINTAS BIDANG Pembangunan nasional direncanakan dan dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya pencapaian pembangunan tersebut, dilaksanakan melalui pembangunan di masing-masing bidang, dengan upaya penguatan melalui pengarusutamaan dan koordinasi lintas bidang, yang satu sama lain saling terkait. Dalam pelaksanaan pembangunan, pengarusutamaan menjadi prinsip yang mewarnai berbagai kebijakan di setiap bidang pembangunan. Pelaksanaan prinsip-prinsip pengarusutamaan merupakan usaha sinergis yang diarahkan dan tercermin pada keluaran kebijakan pembangunan. Pengarusutamaan mencakup tiga isu besar yaitu: (1) Pembangunan Berkelanjutan, (2) Tata Kelola Pemerintahan yang Baik, dan (3) Gender. Kebijakan pengarusutamaan dilaksanakan secara terstruktur dengan kriteria: (1) Pengarusutamaan bukanlah merupakan upaya yang terpisah dari kegiatan pembangunan sektoral; (2) Pengarusutamaan tidak mengimplikasikan adanya tambahan pendanaan (investasi) yang signifikan; dan (3) Pengarusutamaan dilakukan pada semua sektor yang terkait, tetapi diprioritaskan pada sektor penting yang terkait langsung dengan isu-isu pengarustamaan. Selain kebijakan pengarusutamaan pelaksanaan pembangunan perlu pula dilakukan dengan pendekatan lintas bidang. Hal ini perlu dilakukan mengingat permasalahan dan isu-isu pembangunan

2 tertentu sifatnya sedemikian kompleks dan memerlukan keterlibatan berbagai bidang dan sektor pembangunan sehingga tidak dapat ditangani oleh kebijakan yang terfokus pada bidang tertentu saja. Permasalahan pembangunan yang bersifat lintas bidang tersebut perlu ditangani secara holistik dan tidak terfragmentasi sehingga dapat menyelesaikan persoalan yang sebenarnya dengan tepat sasaran. Untuk itu dalam RPJM telah ditetapkan empat isu pembangunan yang ditangani dengan pendekatan lintas bidang, yaitu: (1) Penanggulangan Kemiskinan, (2) Perubahan Iklim, (3) Pembangunan Kelautan Berdimensi Kepulauan, (4) Perlindungan Anak, dan (5) Pembangunan Karakter Bangsa. Kebijakan lintas bidang akan menjadi suatu rangkaian kebijakan antarbidang yang terpadu dan meliputi Prioritas, Fokus Prioritas serta Kegiatan prioritas lintas bidang; untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan yang semakin kompleks. 3.1 KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN PENGARUSUTAMAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Konsep pembangunan berkelanjutan telah dicanangkan sejak tahun 1987 oleh The World Commission on Environment and Development dalam dokumen laporan yang dikenal sebagai Brundlant Report dan terus berkembang sejak Earth Summit pada tahun 1992 di Rio de Janeiro. Di Indonesia penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dimulai pada tahun 1997 melalui penyusunan dokumen National Sustainable Development Strategy (Agenda 21) yang berisi rekomendasi kepada sektor dalam penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan hingga tahun 2020 yang selanjutnya ditetapkan pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu prinsip dalam Rencana Kerja Pemerintah setiap tahun pada RPJMN dan Pembangunan berkelanjutan tidak hanya memprioritaskan kepentingan sesaat dalam periode tertentu saja, namun juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kepentingan bangsa khususnya generasi di masa yang akan datang. Untuk mencapai keberlanjutan yang menyeluruh, diperlukan keterpaduan antara 3 3-2

3 (tiga) pilar utama pembangunan, yaitu keberlanjutan dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berintegrasi dan saling memperkuat satu dengan yang lain. Selain ketiga pilar tersebut, untuk menjaga dan menjamin pencapaian pembangunan berkelanjutan, diperlukan pula aspek kelembagaan yang meliputi kerangka kerja kelembagaan dan kemampuan lembaga PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah diupayakan melalui berbagai kebijakan dan program pembangunan, namun belum secara nyata mencapai tujuan yang diharapkan. Saat ini masih diperlukan metode yang efektif untuk melakukan pengintegrasian isu pembangunan berkelanjutan tersebut ke dalam implementasi program-program pembangunan secara terpadu dan terarah. Penerapan pembangunan berkelanjutan menghadapi tantangan utama dalam memenuhi kebutuhan manusia akan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat; masalah kesenjangan dan pemerataan pembangunan, serta ketimpangan sosial; serta perilaku dominasi penggunaan sumber daya alam secara berlebihan. Adanya benturan kepentingan pemanfaatan ekonomi dan kepentingan pelestarian lingkungan merupakan hal yang dilematis bagi bangsa Indonesia. Permasalahan sumber daya alam tidak saja mengenai terkurasnya sumber daya alam untuk kepentingan ekonomi dan penggunaan teknologi yang belum efisien dan tidak ramah lingkungan, namun juga berkurangnya kemampuan lingkungan dalam menetralisir bahan-bahan pencemar, atau menyebabkan turunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan. Jika sumber daya alam dan lingkungan hidup tidak dikelola dengan baik, serta tidak memperhatikan keberlanjutan dan daya dukungnya, maka pada akhirnya kekayaan bangsa akan terus terkuras yang pada akhirnya kepentingan kesejahteraan rakyat tidak dapat terpenuhi. Permasalahan lain yang dihadapi adalah belum adanya ukuran nasional yang dipakai untuk mengetahui perkembangan kondisi dan 3-3

4 kualitas lingkungan di Indonesia. Ukuran juga harus dapat mencerminkan keterkaitan antara proses pembangunan ekonomi dan sosial serta dampaknya terhadap lingkungan hidup. Meskipun telah disusun Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH), data serta konsep indikator, namun indeks yang bersifat komposit tersebut masih perlu dipertajam dan disederhanakan. Banyaknya pemangku kepentingan yang berperan dalam pembangunan berkelanjutan, memerlukan koordinasi serta sinergi yang baik antar berbagai pihak agar memiliki peran dan fungsi dalam menggerakkan subsistem yang membentuk sistem pembangunan berkelanjutan. Langkah awal yang perlu ditekankan adalah konsep pembangunan berkelanjutan harus bersifat transparan dan membuka akses ke seluruh/bagi pemangku kepentingan (masyarakat, swasta dan pemerintah) untuk berperan aktif dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL- HASIL YANG DICAPAI Langkah-langkah Kebijakan Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi dalam menyusun kerangka strategis, struktur kelembagaan, strategi dan kebijakan nasional, sektoral dan wilayah, serta dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan. Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan juga harus dilakukan dengan memperhatikan permasalahan strategis lingkungan dan sosial yang ada. Langkah-langkah kebijakan dalam pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan antara lain: (1) Melanjutkan proses internalisasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam 3 (tiga) pilar utama pembangunan berkelanjutan; (2) Menjabarkan halhal konkrit dalam pilar kerangka kelembagaan terutama untuk memastikan berbagai pemangku kepentingan dalam kerangka kelembagaan yang tepat dan dapat mempercepat internalisasi 3 (tiga) 3-4

5 prinsip pembangunan berkelanjutan; dan (3) Menyepakati ukuranukuran untuk pembangunan berkelanjutan yang tepat dan dapat digunakan baik di tingkat nasional dan daerah sehingga prinsip pembangunan berkelanjutan dapat berjalan nyata di lapangan. Ke depan, kebijakan pembangunan diarahkan untuk mendorong pembangunan ekonomi yang efisien dan adil dalam mendistribusikan sumber daya. Selain itu, upaya untuk memelihara ekosistem alam, dan upaya menekan ketergantungan pada bahanbahan yang merugikan alam perlu terus ditingkatkan, sehingga perbaikan ekonomi nasional dapat tetap lestari dan berkelanjutan. Hasil-hasil yang dicapai Berbagai upaya dalam penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan telah diupayakan mulai dari RPJMN tahap pertama ( ), yang dilanjutkan dengan RPJMN tahap kedua ( ), dimana pembangunan berkelanjutan menjadi prioritas untuk memperkuat sinergi antar bidang dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Adapun upaya-upaya yang telah dilaksanakan dalam menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan, antara lain dilakukan dengan penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu kebijakan pengarusutamaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) , RPJMN , RPJMN serta Rencana Kerja Tahunannya. Selain itu pada tahun 2011 Pemerintah Indonesia memfokuskan kebijakan pembangunannya yang selaras dengan arah pencapaian pembangunan berkelanjutan, yaitu dengan ditetapkannya 4 (four) track strategy: pembangunan yang pro-growth, pro-job, pro-poor dan pro-environment. Ini menunjukkan bahwa pilar-pilar pembangunan berkelanjutan mendapatkan perhatian yang sejajar dan perlu dilakukan secara sinergis. Pada aspek ekonomi, pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan diupayakan dengan penerapan model pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan atau disebut sebagai Green Economy, yang menitikberatkan pada efisiensi penggunaan sumber 3-5

6 daya alam termasuk energi terutama sumber daya alam tidak terbarukan, penurunan emisi karbon serta pengembangan eko-produk dan teknologi bersih dan rendah karbon. Perubahan struktur ekonomi, pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan dilakukan untuk menerapkan konsep ini (penerapan efisiensi energi, pemakaian energi terbarukan, penerapan mekanisme pembangunan bersih, subsidi dan pajak lingkungan, peningkatan transportasi massal yang rendah karbon, penerapan penangkapan ikan berkelanjutan, penerapan pola pertanian berkelanjutan, serta pemanfaatan hasil hutan yang lestari). Selanjutnya, pada aspek sosial telah diupayakan diprioritaskannya pembangunan kesehatan, pendidikan, perumahan, keamanan, dan kependudukan, dengan mengedepankan prinsip kesetaraan. Tujuan pembangunan berkelanjutan juga telah disinergikan dalam pencapaian 8 (delapan) tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs) pada tahun Pada aspek lingkungan hidup, aspek keberlanjutan dilakukan dengan upaya-upaya pengendalian daya dukung dan daya tampung lingkungan, yang juga meliputi upaya perlindungan terhadap atmosfer, pengendalian pencemaran dan kerusakan air, laut dan pesisir, udara, serta perlindungan terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity) dengan penyusunan serta evaluasi dokumen Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP). Selain itu telah disusun langkah-langkah konkrit untuk menurunkan dampak perubahan iklim dengan penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN), yang juga akan diikuti dengan Rencana Aksi Daerah (RAD) Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Penyusuan RAN/RAD GRK ini merupakan momentum yang tepat untuk mewujudkan konsep pembangunan berkelanjutan dalam bentuk upaya yang nyata TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN Untuk melaksanakan dan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan tersebut di atas, diperlukan upaya tindak lanjut ke depan baik dalam bentuk kebijakan maupun langkah nyata yaitu: (1) Penyusunan sistem, serta mekanisme yang andal untuk 3-6

7 melakukan pengintegrasian isu pembangunan berkelanjutan ke dalam program-program pembangunan secara terarah; (2) Peningkatan sinergi antar pemangku kepentingan dalam menjalankan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan secara serasi dengan mengembangkan dan menerapkan instrumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di setiap sektor; (3) Perluasan kesempatan akses seluruh pihak atau subsistem pembangunan untuk menggerakkan dan membentuk sistem pembangunan berkelanjutan; (4) Penerapan konsep green economy dalam pembangunan nasional dan daerah; (5) Penerapan metode partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan dan program pembangunan, termasuk keterlibatan masyarakat terutama masyarakat marjinal (miskin, perempuan, pemuda dan anak-anak); (6) Penerapan pertimbangan struktur dan nilai sosial kemasyarakatan untuk pengentasan kemiskinan dan ketimpangan sosial dalam kegiatan/program pembangunan; (7) Penyusunan peraturan-peraturan operasional di bidang lingkungan hidup yang akan diprioritaskan pada: (a) pengelolaan lingkungan hidup yang terintegrasi mulai dari hulu ke hilir dan lintas sektoral, yang dititikberatkan pada penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan, (b) KLHS, (c) pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, serta (d) penyusunan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup dan indeks kualitas lingkungan hidup; dan (8) Penerapan sistem dan instrumen pengendalian dan pengelolaan lingkungan untuk menahan meningkatnya laju degradasi lahan, meningkatkan kualitas air dan udara, serta pelestarian struktur dan nilai-nilai masyarakat TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan tatanan manajemen pemerintahan yang ditandai dengan penerapan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi. Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik secara konsisten dan berkelanjutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi terwujudnya visi pembangunan nasional yaitu Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan. Terbangunnya tata kelola yang baik dalam manajemen pemerintahan, tercermin dari berkurangnya angka korupsi, meningkatnya 3-7

8 keberhasilan pembangunan di berbagai bidang, meningkatnya kualitas pelayanan publik, dan terbentuknya birokrasi pemerintahan yang profesional dan berkinerja tinggi. Selain itu, tata kelola pemerintahan yang baik mendesak untuk segera diimplementasikan mengingat beberapa permasalahan hingga saat ini belum juga dapat teratasi PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Dalam upaya melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik masih dihadapi berbagai permasalahan baik dalam tataran perencanaan dan perumusan kebijakan, maupun dalam implementasinya. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu segera diatasi guna mendukung dan mempercepat pencapaian sasaran pembangunan nasional. Secara umum permasalahan yang dihadapi diuraikan berikut ini. Dalam aspek penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, permasalahan yang muncul antara lain, belum tuntasnya peraturan yang mengatur pengawasan nasional, kualitas pengelolaan keuangan negara belum sepenuhnya akuntabel dan transparan sesuai standar akuntansi pemerintah, praktek pengadaan barang dan jasa pemerintah belum transparan; kualitas dan kompetensi aparat pengawas internal pemerintah belum memadai, dan masih rendahnya penerapan sistem integritas di lingkungan instansi pemerintah. Dari sisi pelayanan publik, penyelenggaraan pelayanan publik belum berjalan secara maksimal, yang ditandai dengan sistem perizinan yang masih berbelit-belit; profesionalisme dan integritas SDM ujung tombak pelayanan masih rendah, belum diterapkannya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) secara optimal dalam manajemen pelayanan, belum diterapkannya standar pelayanan minimal (SPM) secara konsisten; dan belum ditindaklanjutinya berbagai pengaduan masyarakat sebagai bahan evaluasi guna perbaikan kualitas pelayanan. Terkait dengan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, beberapa permasalahan yang muncul sangat terkait dengan 3-8

9 kelembagaan dan ketatalaksanan. Dari sisi kelembagaan, masih terjadi tumpang tindih kewenangan, tugas pokok dan fungsi, dan pelaksanaan program/kegiatan antar Kementerian/Lembaga (K/L). Dari sisi ketatalaksanaan, bisnis proses instansi pemerintah belum disertai dengan standard operating procedure (SOP) utama yang mencerminkan tugas pokok dan pelayanan. Pada aspek SDM aparatur, penerapan sistem merit dalam manajemen kepegawaian belum diterapkan secara maksimal. Dari segi akuntabilitas kinerja, sistem yang ada sekarang, mulai dari proses perencanaan, penganggaran, penilaian kinerja, manajemen kinerja, hingga sistem ganjaran dan sanksi (reward and punishment) belum terintegrasi dengan baik LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL- HASIL YANG DICAPAI Langkah-langkah Kebijakan Untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas dan dalam upaya untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, langkah kebijakan yang harus ditempuh oleh K/L adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN, melalui penegakan disiplin PNS di seluruh instansi pemerintah; penerapan pakta integritas bagi pejabat pemerintah; kepatuhan penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), kebijakan antikorupsi, penyelenggaraan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP), pengembangan sistem e-procurement nasional; pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK, peningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, serta pengembangan sistem pengaduan masyarakat. 2. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, melalui penerapan standar pelayanan pada unit penyelenggara pelayanan publik; penerapan maklumat pelayanan; penerapan pelayanan terpadu satu pintu; penerapan manajemen pengaduan; percepatan 3-9

10 3-10 peningkatan kualitas pelayanan publik; serta pelaksanaan evaluasi dan penilaian terhadap kinerja pelayanan publik. 3. Peningkatan Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi, melalui penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan instansi pemerintah; pemantapan kualitas manajemen SDM; pengembangan dan penerapan e-government; pengembangan sistem kearsipan dan dokumentasi berbasis TIK; serta penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja aparatur. Hasil-hasil yang dicapai Dalam upaya untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, langkah-langkah strategis yang telah dan sedang dilaksanakan oleh setiap K/L, beserta hasil-hasil yang telah dicapai adalah sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah telah memperlihatkan kemajuan yang berarti. Terkait sistem pengendalian intern, sampai dengan Juni 2011, di tingkat pusat terdapat 6 K/L yang telah memiliki peraturan internal tentang SPIP, sedangkan di tingkat daerah terdapat 348 pemda yang telah memiliki Perkada tentang penerapan SPIP. Selanjutnya, untuk mengakselerasi implementasi SPIP di berbagai instansi, telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2011 tentang Percepatan Peningkatan Kualitas Akuntabilitas Keuangan Negara. Selain itu, BPKP telah mengadakan diklat SPIP terhadap peserta dari K/L/Pemda; penyusunan 26 pedoman teknis penyelenggaraan SPIP; sosialisasi SPIP kepada 432 K/L/Pemda; pemberian konsultasi dan bimbingan teknis SPIP kepada 48 K/L/Pemda; pemetaan (diagnostic assesment) pada 63 K/L/Pemda, serta pemberian bimbingan teknis penyusunan Perkada SPIP kepada 348 pemda. Terkait dengan sistem penegakan disiplin PNS, pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala BKN No. 21/2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan terkait dengan mekanisme pengadaan barang dan jasa, pemerintah telah menerbitkan Perpres 54 Tahun 2010 tentang

11 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagai pengganti Keppres Nomor 80 Tahun 2003, yang kemudian akan diperkuat melalui penyusunan RUU Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang saat ini telah dibahas dengan Tim Antar Kementerian/Lembaga. Langkahlangkah untuk mengurangi praktek KKN dalam pengadaan barang dan jasa diperkuat dengan penerapan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), yang diatur melalui Peraturan Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2010, dimana saat ini telah tersedia 262 LPSE yang tersebar di 32 provinsi dan melayani 445 instansi pusat dan daerah. 2. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Beberapa langkah yang telah ditempuh oleh pemerintah, antara lain penyusunan peraturan turunan UU 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu PP tentang penerapan sistem pelayanan terpadu, standar pelayanan publik, tata cara peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dan manajemen pengaduan. Terkait standar pelayanan, sampai dengan tahun 2010 telah ditetapkan 8 SPM, yaitu SPM Bidang Kesehatan, SPM Bidang Lingkungan Hidup, SPM Bidang Sosial, SPM Bidang Perumahan Rakyat, SPM Bidang Pemerintahan Dalam Negeri, SPM Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, SPM Bidang Pendidikan dan SPM Bidang Keluarga Berencana. Selain itu, sampai dengan akhir 2010 telah terdapat 394 pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) yang telah membentuk unit pelayanan terpadu satu pintu (OSS). Jumlah hari yang dibutuhkan untuk memulai usaha di Indonesia juga telah mengalami peningkatan, dari 76 hari (2009) menjadi 46 hari pada tahun Peningkatan Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi Pemerintah telah menyusun berbagai RUU sebagai landasan penataan birokrasi pemerintah, yang meliputi RUU Administrasi Pemerintahan; RUU Etika Penyelenggara Negara; RUU SDM Aparatur; dan RUU Akuntabilitas Penyelenggara Negara. Seiring dengan hal tersebut, pada tahun 2011 akan diterbitkan Grand Design 3-11

12 Sistem Kelembagaan Pemerintah, yang diharapkan dapat menjadi pedoman bagi penataan kelembagaan di seluruh instansi pemerintah. Dari sisi akuntabilitas, berdasarkan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pusat tahun 2010, tercatat 50 K/L atau 63,29 persen mendapatkan kategori cukup dan baik. Persentase ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya 47,37 persen. Capaian tersebut memperlihatkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk senantiasa mendorong upaya-upaya meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas birokrasi, sebagai langkah untuk mengembangkan manajemen pemerintahan berbasis kinerja. Untuk melihat perkembangan implementasi kebijakan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik pada K/L, pada awal tahun 2011 telah disampaikan edaran kepada seluruh K/L agar dapat menyampaikan data dan informasi kemajuan pelaksanaan kebijakan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik di masing-masing instansinya. Sampai dengan awal Juni 2011, terdapat 42 K/L (54 persen) yang telah menyampaikan kemajuannya. Ringkasan hasil implementasi kebijakan pengarusutamaan tata kelola yang baik sebagai berikut: a) Implementasi indikator sasaran penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, rata-rata untuk seluruh K/L adalah sebesar 60 persen telah diimplementasikan baik dalam bentuk kebijakan yang harus diatur pada level instansi maupun penerapan dari kebijakan yang sifatnya nasional. Indikator yang diukur, antara lain penegakan disiplin, penerapan pakta integritas, kepatuhan penyampaian LHPKN, penerapan SPIP, dan lainnya. b) Implementasi indikator sasaran peningkatan kualitas pelayanan publik, rata-rata untuk seluruh K/L adalah sebesar 41 persen. Indikator yang diukur antara lain penerapan standar pelayanan, penerapan maklumat pelayanan, penerapan manajemen pengaduan, dan lainnya. c) Implementasi indikator sasaran peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, rata-rata untuk seluruh K/L 3-12

13 adalah sebesar 49 persen. Indikator yang diukur antara lain penataan kelembagaan, penyusunan SOP utama, manajemen SDM aparatur, penerapan SAKIP, dan lainnya. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa telah terdapat kemajuan dalam implementasi indikator-indikator dari kebijakan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik pada seluruh K/L, sesuai mandat RPJMN Namun demikian, kemajuan tersebut harus terus ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya, mengingat tahun 2014 diharapkan seluruh K/L telah sepenuhnya mengimplementasikan indikator-indikator tersebut, sebagai salah satu upaya perluasan dan peningkatan kualitas reformasi birokrasi nasional TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN Langkah-langkah tindak lanjut dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, khususnya implementasi pada seluruh K/L adalah menegakkan dan mengimplementasikan sistem disiplin PNS, mengembangkan dan menerapkan pakta integritas, mewajibkan pejabat untuk menyampaikan LHKPN dan melaporkan gratifikasi, meningkatkan penerapan SPIP, meningkatkan penerapan pelaksanaan e-procurement, menindaklanjuti temuan pemeriksaan BPK, meningkatkan akuntabilitas pengelolaan anggaran dan pelaporannya, dan meningkatkan penerapan sistem pengaduan masyarakat. Tindak lanjut yang diperlukan dalam peningkatan kualitas pelayanan publik, khususnya implementasi pada seluruh K/L, ialah meningkatkan penerapan standar pelayanan, meningkatkan penerapan maklumat pelayanan, memperluas penerapan pelayanan terpadu satu pintu di lingkungan pemda; meningkatkan penerapan manajemen pengaduan pada unit pelayanan publik di lingkungan K/L, menyusun dan melaksanakan rencana peningkatan kualitas pelayanan publik, serta menyusun dan mengimplementasikan sistem evaluasi kinerja pelayanan publik pada unit pelayanan di lingkungan K/L. Tindak lanjut dalam peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, khususnya implementasi pada seluruh 3-13

14 K/L ialah meningkatkan upaya restrukturisasi organisasi dan tata kerja instansi pemerintah; menyusun SOP di tiap K/L sesuai dengan proses bisnis yang lebih sederhana; meningkatkan kualitas manajemen SDM melalui sistem rekrutmen pegawai yang transparan dan berbasis merit/kompetensi; sistem penilaian kinerja yang terukur; sistem promosi dan penempatan dalam jabatan struktural yang terbuka, transparan, berbasis merit/kompetensi; sistem diklat berbasis merit dan kompetensi; menyusun rencana penerapan e- government; serta menyediakan dan mengimplementasikan sistem kearsipan dan dokumentasi berbasis TIK PENGARUSUTAMAAN GENDER Kesetaraan gender merupakan salah satu bagian penting dalam upaya pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam kaitan itu, pembangunan nasional harus memenuhi prinsip pemenuhan hak asasi manusia dan selayaknya memberikan akses yang memadai bagi orang dewasa dan anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki, untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan, serta turut mempunyai andil dalam proses pengendalian/kontrol pembangunan. Dengan demikian, pengarusutamaan gender (PUG) dalam pembangunan merupakan strategi yang digunakan untuk mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol proses pembangunan. Penerapan pengarusutamaan gender ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk, baik laki-laki maupun perempuan PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Upaya dalam mewujudkan kesetaraan gender Indonesia antara lain dapat diukur dengan Indeks Pembangunan Gender (IPG) atau Gender-related Development Index (GDI), yang merupakan indikator komposit yang diukur melalui variabel angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pendapatan, 3-14

15 yang dihitung berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP&PA), IPG Indonesia mengalami peningkatan dari 0,664 pada tahun 2008 menjadi 0,668 pada tahun Namun, jika dilihat dari indikator-indikator komposit penyusun IPG, akan terlihat adanya kesenjangan yang cukup signifikan antara laki-laki dan perempuan, khususnya dalam hal pendapatan karena jumlah upah pekerja perempuan hanya sekitar 50 persen dari jumlah upah yang diterima oleh pekerja laki-laki. Di samping itu, kesetaraan gender juga dapat ditunjukkan dengan indikator Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) atau Gender Empowerment Measurement (GEM), yang diukur melalui partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan. Nilai IDG Indonesia berdasarkan data BPS-KPP&PA menunjukkan peningkatan, dari 0,623 pada tahun 2008 menjadi 0,635 pada tahun Walaupun demikian, peningkatan nilai IDG yang relatif kecil setiap tahunnya mengindikasikan bahwa peningkatan kesetaraan gender di bidang ketenagakerjaan, ekonomi, dan politik belum signifikan. Kedua indikator di atas menunjukkan sebagian dari berbagai permasalahan yang masih dihadapi dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam pembangunan di Indonesia, yakni sebagai berikut. Pertama, meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan. Rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, antara lain disebabkan oleh terjadinya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat, dan partisipasi dalam pembangunan, serta penguasaan terhadap sumber daya, terutama di bidang politik, jabatan-jabatan publik, dan di bidang ekonomi, baik di tatanan antarprovinsi dan antarkabupaten/kota; serta rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim, krisis energi, krisis ekonomi, bencana alam dan konflik sosial, serta terjadinya penyakit. Pada lembaga yudikatif, data tahun 2010 menunjukkan bahwa dari hakim yang ada, terdapat hakim perempuan (23,4 persen), dan dari 39 hakim agung, 6 diantaranya adalah perempuan (15,4 persen). Sementara itu, data Kejaksaan RI menunjukkan bahwa pada tahun 2010, jumlah jaksa perempuan sebanyak orang (29,50 persen), sedangkan laki-laki sebanyak orang (70,

16 persen). Di lembaga eksekutif, walaupun terjadi peningkatan partisipasi perempuan yang menduduki jabatan eselon, namun jabatan yang diduduki perempuan masih berpusat pada eselon IV. Dari uraian tersebut terlihat bahwa posisi, komposisi, serta peran perempuan di lembaga yudikatif dan eksekutif masih relatif kecil. Di samping itu, marginalisasi perempuan di sektor informal merupakan masalah yang masih harus dihadapi, mengingat bahwa sektor informal ini menyerap perempuan tenaga kerja terbesar, dan telah terbukti menjadi 'sabuk pengaman' perekonomian keluarga. Partisipasi politik aktif perempuan dalam lembaga perwakilan menghadapi tantangan berkenaan dengan masih belum optimalnya peran dan fungsi yang diberikan kepada perempuan dalam memperjuangkan aspirasi pada konstituennya. Tantangan yang dihadapi perempuan dalam politik adalah mengikis budaya patriakal yang masih berpotensi menghambat kemajuan bagi perempuan. Selain itu, perempuan juga masih belum dianggap sebagai kelompok yang berhak memiliki peran independen dalam melakukan aktualisasi diri di bidang sosial dan politik, serta masih belum memiliki akses yang memeadai terhadap sumber-sumber informasi publik. Kedua, meningkatkan perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan. Hal ini terlihat dari masih belum memadainya jumlah dan kualitas tempat pelayanan bagi perempuan korban kekerasan karena banyaknya jumlah korban yang harus dilayani dan luasnya cakupan wilayah yang harus dijangkau. Data Susenas 2006 menunjukkan bahwa prevalensi kekerasan terhadap perempuan sebesar 3,1 persen atau sekitar 3-4 juta perempuan mengalami kekerasan setiap tahun. Namun, hingga saat ini, pusat krisis terpadu (PKT) untuk penanggulangan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perdagangan perempuan hanya tersedia di 3 provinsi dan 5 kabupaten. Di samping itu, masih terdapat ketidaksesuaian antarproduk hukum yang dihasilkan, termasuk antara produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dengan daerah, sehingga perlindungan terhadap perempuan belum dapat terlaksana secara komprehensif. Ketiga, meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan. Permasalahan yang muncul dalam 3-16

17 meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan serta perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan, antara lain, disebabkan oleh belum efektifnya kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan. Hal ini terlihat dari: (1) belum optimalnya penerapan piranti hukum, piranti analisis, dan dukungan politik terhadap kesetaraan gender sebagai prioritas pembangunan; (2) belum memadainya kapasitas kelembagaan dalam pelaksanaan PUG, terutama sumber daya manusia, serta ketersediaan dan penggunaan data terpilah menurut jenis kelamin dalam siklus pembangunan; dan (3) masih rendahnya pemahaman mengenai konsep dan isu gender serta manfaat PUG dalam pembangunan, terutama di kabupaten/kota LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL YANG TELAH DICAPAI Langkah-langkah Kebijakan Dengan memperhatikan berbagai permasalahan tersebut, maka sasaran pembangunan pengarusutamaan gender yang hendak dicapai pada tahun 2011 adalah meningkatnya kesetaraan gender, yang ditandai oleh: a) meningkatnya kualitas hidup dan peran perempuan terutama di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi termasuk akses terhadap penguasaan sumber daya, serta politik dan pengambilan keputusan; (b) meningkatnya persentase cakupan perempuan korban kekerasan yang mendapat penanganan pengaduan; dan (c) meningkatnya efektivitas kelembagaan PUG dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan yang responsif gender di tingkat nasional dan daerah. Dalam mengupayakan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan tersebut, langkah-langkah kebijakan yang dilakukan adalah: (1) peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan, melalui peningkatan akses terhadap pelayanan yang berkualitas serta harmonisasi peraturan perundangan dan pelaksanaannya di semua tingkat pemerintahan, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan; (2) perlindungan perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan, melalui upaya-upaya 3-17

18 pencegahan, pelayanan, dan pemberdayaan; dan (3) peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan. Hasil-hasil yang dicapai Hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai dalam upaya peningkatan kesetaraan gender sampai dengan Juni 2011 diuraikan di bawah ini. 1. Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan: 3-18 (a) Di bidang pendidikan, kemajuan yang dicapai dapat dilihat dari peningkatan Indeks Pembangunan Gender (IPG) angka partisipasi murni (APM), yakni rasio nilai APM perempuan terhadap APM laki-laki. Pada tahun 2010, IPG APM pada tingkat sekolah dasar termasuk madrasah ibtidaiyah (SD/MI) adalah sekitar 99,86; di tingkat sekolah menengah pertama termasuk madrasah tsanawiyah (SMP/MTs) sebesar 102,03; di tingkat sekolah menengah atas termasuk madrasah aliyah (SMA/MA) sebesar 96,00; dan di tingkat perguruan tinggi 102,11. Hal ini menunjukkan semakin meratanya akses terhadap pendidikan, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Demikian juga dengan angka melek huruf perempuan dan laki-laki berusia 15 tahun ke atas yang mengalami peningkatan, masing-masing sebesar 89,10 persen dan 95,38 persen pada tahun 2008, menjadi 99,52 persen dan 99,35 persen pada tahun (b) Di bidang kesehatan, data BPS menunjukkan adanya peningkatan angka harapan hidup, baik laki-laki maupun perempuan, dari masing-masing 66,8 tahun dan 70,7 tahun pada tahun 2007 menjadi 67,5 tahun dan 71,4 tahun pada tahun Selain itu, terjadi penurunan yang signifikan pada angka kematian ibu melahirkan, dari 307 per kelahiran hidup (SDKI ) menjadi 228 per kelahiran hidup pada tahun Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian ibu,

19 antara lain melalui penerapan pedoman revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) di 294 kecamatan dari 147 kabupaten/kota di 33 provinsi. Di samping itu, yang perlu diperhatikan adalah peningkatan upaya pelibatan laki-laki untuk berperan aktif dalam upaya penurunan AKI, baik secara langsung maupun tidak, dalam proses penyelamatan ibu melahirkan. Hal yang sama juga perlu dicermati untuk kesehatan reproduksi, tidak hanya menyangkut kesehatan reproduksi perempuan, namun juga pentingnya partisipasi laki-laki. Data SDKI menunjukkan bahwa prevalensi pemakaian kontrasepsi laki-laki telah meningkat, dari 1,30 persen (2002/03) menjadi 1,50 persen (2007), sedangkan untuk perempuan telah meningkat dari 55,4 persen menjadi 55,9 persen pada periode yang sama. (c) Di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, peningkatan akses lapangan kerja bagi perempuan ditunjukkan oleh penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT) perempuan, dari 9,29 persen pada tahun 2008 menjadi 7,38 persen pada tahun 2011 (Sakernas, Februari). Hal yang sama juga terjadi pada TPT laki-laki, yang mengalami penurunan dari sebesar 7,94 persen pada tahun 2008 menjadi 6,42 persen pada tahun Di samping itu, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan juga mengalami peningkatan, dari 51,25 persen pada tahun 2008, menjadi 55,13 persen pada tahun 2011, walaupun jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan laki-laki, yaitu sebesar 84,86 persen (2011). Hal ini disebabkan oleh lebih banyaknya perempuan yang memilih untuk mengurus rumah tangga jika dibandingkan dengan laki-laki, sehingga perempuan lebih banyak berada di luar angkatan kerja. Sebagai gambaran, pada Februari 2011 perempuan yang mengurus rumah tangga mencapai sekitar 28,63 juta, sementara laki-laki hanya 1,4 juta orang. (d) Dalam jabatan publik, terdapat peningkatan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan, terutama perempuan yang menduduki jabatan eselon II sampai eselon IV. Pada tahun 2009, persentase perempuan yang menjabat eselon II sampai eselon IV, masing-masing adalah 7,

20 3-20 persen; 15,24 persen; dan 24,49 persen. Pada tahun 2010, persentase tersebut mengalami perubahan masing-masing menjadi 7,55 persen; 15,70 persen; dan 24,90 persen. Sedangkan persentase perempuan yang menduduki jabatan eselon I berubah dari 8,13 persen (51 orang dari total 627 orang) pada tahun 2009 menjadi 8,70 persen (47 orang dari total 540 orang) pada tahun (e) Di bidang politik, kemajuan yang dicapai antara lain ditunjukkan dengan ditetapkan dan disosialisasikannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang tersebut mengamanatkan dengan jelas 30 persen keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik di tingkat pusat dan daerah dalam daftar yang diajukan untuk calon anggota legislatif, sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 Ayat 2 UU No. 2/2011 dan Pasal 8 Ayat d UU No.10/2008. Di samping itu, hasil pemilu 2009 juga menunjukkan peningkatan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, yaitu dari 11,30 persen pada pemilu tahun 2004, menjadi 17,90 persen pada tahun Demikian pula halnya dengan anggota DPD perempuan, yang meningkat dari 19,80 persen pada tahun 2004 menjadi 27,30 persen pada tahun Dalam rangka meningkatkan perlindungan perempuan. Dari berbagai tindak kekerasan, kemajuan yang dicapai hingga saat ini antara lain adalah (a) Dibentuknya Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di 20 provinsi dan 117 kabupaten/kota, (b) Pusat Krisis Terpadu (PKT) bagi perempuan korban kekerasan berbasis rumah sakit di 22 rumah sakit umum daerah dan vertikal, (c) Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di 42 rumah sakit Polri, (d) Selain itu, Kepolisian RI juga telah menyediakan 305 Unit Pelayanan

21 Perempuan dan Anak (UPPA) yang berlokasi di Polda dan Polres, dan (e) Selanjutnya, telah pula dibentuk dan berfungsinya Women Crisis Centre/Women Trauma Centre yang jumlahnya mencapai 42 buah, dan tersebar di seluruh Indonesia. 3. Dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan serta perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan. Melalui peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan, baik di tingkat nasional maupun daerah telah dilakukan berbagai kegiatan. Kemajuan yang telah dicapai antara lain adalah: (a) telah dibentuknya ASEAN Committee on Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (ACWC) dalam rangka memajukan dan melindungi HAM dan kebebasan fundamental perempuan dan anak serta mendukung, memajukan, melindungi, dan memenuhi hak-hak perempuan dan anak di ASEAN, (b) tersusunnya laporan Convention on the Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW) VI dan VII periode , (c) Dalam hal perencanaan dan penganggaran yang responsif gender, sebagai kelanjutan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 119/PMK.02/2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran K/L dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA Tahun Anggaran 2010, yang merupakan dasar penerapan Anggaran Responsif Gender (ARG) tahun 2010, telah ditetapkan pula PMK Nomor 104/PMK.02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011, sebagai dasar pelaksanaan ARG tahun Lebih lanjut, telah ditetapkan pula PMK Nomor 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, sebagai dasar pelaksanaan ARG tahun 2012 dan tahun-tahun selanjutnya. Di samping itu, berbagai upaya peningkatan kapasitas kelembagaan-pug telah dilakukan untuk mengintegrasikan perspektif gender ke dalam pendidikan agama, antara lain dengan 3-21

22 ditetapkannya Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan PUG di Madrasah pada Kementerian Agama RI dan Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender pada Pendidikan Islam. Di bidang kesehatan, kemajuan yang telah dicapai adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penerapan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui; Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 9 Tahun 2010 tentang Perencanaan dan Penganggaran dalam Pencegahan dan Penanggulangan HIV-AIDS yang Responsif Gender; Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 10 Tahun 2010 tentang Perencanaan dan Penganggaran Keluarga Berencana yang Responsif Gender; dan dikeluarkannya Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Kesehatan, yang ditindaklanjuti dengan terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1459/MENKES/SK/X/2010 tentang Panduan Perencanaan dan Anggaran Responsif Gender. Selain itu, dalam upaya peningkatan kesetaraan gender di bidang politik dan pengambilan keputusan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 25 Tahun 2010 tentang Pedoman Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender di Kementerian PAN dan RB dan Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 27 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG dalam Pendidikan Politik pada Pemilihan Umum. Lebih lanjut, telah ditetapkan Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 1 Tahun 2011 tentang Strategi Nasional (Stranas) Sosial Budaya untuk Mewujudkan Kesetaraan Gender. Stranas tersebut dikeluarkan sebagai strategi pendukung keberhasilan strategi PUG dengan pendekatan kultural, yaitu mencari akar permasalahan ketidaksetaraan gender melalui aspek sosial budaya. Berbagai upaya juga telah dilakukan untuk meningkatkan kesetaraan gender di bidang ekonomi, ketenagakerjaan, dan infrastruktur. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah (1) ditetapkannya Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Responsif 3-22

23 Gender (PPRG) di Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian; Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 16 Tahun 2010 tentang Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) di Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 17 Tahun 2010 tentang Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) di Bidang Perdagangan; Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 18 Tahun 2010 tentang Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) di Bidang Perindustrian; Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 19 Tahun 2010 tentang Model Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah Bidang Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah; (2) dikeluarkannya Pedoman Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP), Pedoman Penyusunan Model Penanggulangan Kemiskinan yang Responsif Gender di Wilayah Perdesaan; dan Pedoman Pengintegrasian Isu Gender dalam Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Pekerjaan Umum, Perhubungan, Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Keuangan. Dalam rangka perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan, kemajuan yang dicapai adalah dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dan Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 20 Tahun 2010 tentang Panduan Umum Bina Keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Selain itu, telah ditetapkan pula Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 23 Tahun 2010 tentang Panduan Umum Pembentukan Pusat Informasi dan Konsultasi Bagi Perempuan Penyandang Cacat dan Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 24 Tahun 2010 tentang Model Perlindungan Perempuan Lanjut Usia yang Responsif Gender. Ditetapkannya peraturan perundang-undangan tersebut sekaligus menjadi dasar yang kuat bagi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk meningkatkan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan melalui upaya pencegahan, pelayanan, dan pemberdayaan. Upaya peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan juga telah melibatkan lembaga 3-23

24 masyarakat, baik dalam hal peningkatan kualitas hidup, maupun perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang masih akan dihadapi, maka tindak lanjut yang akan dilaksanakan ke depan adalah: 1. meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan, antara lain melalui: (a) penyediaan layanan pendidikan masyarakat; (b) pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi; (c) penyehatan lingkungan; (d) peningkatan advokasi dan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program Kependudukan dan KB; (e) fasilitasi politik dalam negeri, termasuk di dalamnya peningkatan kualitas kemampuan perempuan dalam lembaga perwakilan dan peningkatan pelaksanaan pendidikan politik bagi perempuan; dan (f) bina ideologi dan wawasan kebangsaan; 2. meningkatkan perlindungan perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan, antara lain melalui: (a) penyusunan dan harmonisasi kebijakan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan; (b) peningkatan perlindungan dan pelayanan Warga Negara Indonesia (WNI)/Badan Hukum Indonesia (BHI) di luar negeri; (c) peningkatan perlindungan pekerja perempuan dan penghapusan pekerja anak; serta (d) pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak korban; dan 3. meningkatkan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan, antara lain melalui: (a) penyusunan dan harmonisasi kebijakan bidang pendidikan yang responsif gender; (b) penyusunan dan harmonisasi kebijakan penyusunan data gender; dan (c) perancangan peraturan perundang-undangan. 3-24

25 3.2 KEBIJAKAN LINTAS BIDANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) mengamanatkan bahwa pelaksanaan pembangunan harus dilaksanaan secara inklusif dan berkeadilan dalam upaya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan inklusif dan berkeadilan dilakukan dengan melibatkan sebanyak-banyaknya masyarakat, termasuk masyarakat miskin, serta berbagai pihak lainnya dalam proses pembangunan dan pemanfaatan hasil pembangunan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat. Pembangunan inklusif dan berkeadilan dilaksanakan dengan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor growth). Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi harus dapat diterjemahkan kedalam berbagai kegiatan yang dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin serta memiliki dampak langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, yaitu melalui upaya menjaga kestabilan ekonomi serta upaya keberpihakan (affirmative action) PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Pemerintah melalui berbagai kebijakan dan upaya konkrit telah berhasil menurunkan angka kemiskinan. Akan tetapi diakui adanya pelambatan penurunan kemiskinan, dibandingkan tahun sebelumnya. Berbagai permasalahan dihadapi pemerintah dalam rangka percepatan upaya penanggulangan kemiskinan demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Permasalahan secara makro adalah menjaga stabilitas ekonomi makro agar dapat menjaga tingkat inflasi untuk tidak naik secara tajam, terutama untuk bahan-bahan pokok, yang dapat menurunkan daya beli masyarakat. Arus globalisasi juga menjadi tantangan yang tidak mudah untuk diatasi dalam rangka meningkatkan daya saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Selain itu, perubahan iklim juga berpengaruh pada pendapatan petani dan nelayan yang sebagian besar adalah masyarakat miskin. 3-25

26 Dilain pihak, upaya keberpihakan Pemerintah kepada masyarakat miskin juga menghadapi permasalahan yang tidak sederhana. Dalam pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan di dalam Klaster I mengenai program bantuan sosial, keakuratan data sasaran program masih menjadi tantangan yang cukup berat. Penggunaan single database untuk rumah tangga sasaran program bantuan sosial sudah mulai dapat dilaksanakan akan tetapi pemutakhiran data secara kontinu agar dapat memperoleh gambaran kondisi riil di lapangan masih menjadi tantangan agar dapat dilaksanakan secara cepat, tepat waktu dan akurat, terutama mengingat perkembangan penduduk miskin yang sangat dinamis, serta keberagaman program bantuan sosial yang akan mempengaruhi target sasaran program. Peran aktif pemerintah daerah menjadi salah satu alternatif yang dapat ditawarkan untuk meningkatkan keakuratan pendataan. Selain itu, koordinasi antar program maupun didalam pelaksanaan di pusat maupun daerah juga masih menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan program bantuan sosial, agar dapat meningkatkan efektivitas program dalam menurunkan kemiskinan. Pelayanan dan penyediaan jaminan sosial khususnya bagi masyarakat lanjut usia yang tidak produktif juga menjadi hal yang masih perlu diperhatikan, demikian juga dalam hal penyediaan fasilitas dan lapangan kerja bagi masyarakat penyandang cacat. Pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang tergabung dalam Klaster II, juga menghadapi permasalahan yang tidak sederhana. Sinkronisasi program-program sektoral yang berbasis pemberdayaan termasuk juga program-program di daerah dengan PNPM Mandiri, walaupun sudah mulai dijalankan, tetapi masih belum terlaksana secara optimal. Pemanfaatan kelembagaan di tingkat masyarakat yang telah terbentuk melalui PNPM mandiri juga masih belum optimal dilakukan oleh program-program sektoral atau daerah berbasis pemberdayaan masyarakat. Selain itu, integrasi perencanaan partisipatif melalui PNPM Mandiri dengan perencanaan reguler juga masih belum berjalan baik, sehingga sinkronisasi antara kegiatan yang menjadi usulan masyarakat dengan program/kegiatan di daerah masih sangat terbatas. Kegiatan dalam PNPM Mandiri juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat salah satunya melalui penciptaan lapangan kerja. Akan tetapi lapangan 3-26

BAB 3 KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN DAN LINTAS BIDANG

BAB 3 KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN DAN LINTAS BIDANG BAB 3 KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN DAN LINTAS BIDANG Pembangunan nasional direncanakan dan dilaksanakan dengan dilandasi oleh beberapa pengarusutamaan. Pengarusutamaan ini menjadi prinsip yang menjadi jiwa

Lebih terperinci

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah

Lebih terperinci

KERANGKA LOGIS PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI TINGKAT MAKRO

KERANGKA LOGIS PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI TINGKAT MAKRO Lampiran A 73 KERANGKA LOGIS PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI 2015 2019 TINGKAT MAKRO Sasaran Reformasi A. yang bersih dan akuntabel. 1. Penerapan sistem nilai dan integritas birokrasi yang efektif. 2.

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN BUKU II: Prioritas Pembangunan Bidang

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN BUKU II: Prioritas Pembangunan Bidang [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU II: Prioritas Pembangunan Bidang DIPERBANYAK OLEH : KEMENTERIAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB 11 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. KONDISI UMUM

BAB 11 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. KONDISI UMUM BAB 11 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. KONDISI UMUM Upaya peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan

Lebih terperinci

BAB I KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN DAN LINTAS BIDANG

BAB I KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN DAN LINTAS BIDANG BAB I KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN DAN LINTAS BIDANG 1.1. PENGARUSUTAMAAN 1.1.1. Pengarusutamaan Pembangunan Berkelanjutan Kondisi Saat ini Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang berprinsip

Lebih terperinci

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DEPUTI BIDANG PUG BIDANG EKONOMI KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PERPRES NO. 5 TAHUN 2010 RPJMN 2010-2014 A. 3

Lebih terperinci

PROGRAM MIKRO REFORMASI BIROKRASI

PROGRAM MIKRO REFORMASI BIROKRASI PROGRAM MIKRO REFORMASI BIROKRASI Manajemen Perubahan Seluruh proses reformasi birokrasi di instansi akan mengarah pada rekonseptualisasi organisasi dan mekanisme kerja instansi secara menyeluruh. Proses

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN DAN LINTAS BIDANG

DAFTAR ISI BAB I KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN DAN LINTAS BIDANG DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN DAN LINTAS BIDANG... II.1-1 1.1 Pengarusutamaan... II.1-2 1.1.1 Pengarusutamaan Pembangunan Berkelanjutan... II.1-2 1.1.2 Tata Kelola Pemerintahan

Lebih terperinci

Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010

Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010 RAKORNAS PP DAN PA 2010 Jakarta, 29 Juni 2010 Jakarta, KLA.Org - Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010 Rakornas PP dan PA Tahun 2010

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR : SP DIPA-047.01-0/2016 A. DASAR HUKUM : 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

- 9 - BAB II PENCAPAIAN DAN ISU STRATEGIS

- 9 - BAB II PENCAPAIAN DAN ISU STRATEGIS - 9 - BAB II PENCAPAIAN DAN ISU STRATEGIS A. KEMAJUAN PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Sebagai langkah strategis,

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

Oleh : BAPPEDA KABUPATEN MALANG

Oleh : BAPPEDA KABUPATEN MALANG Oleh : BAPPEDA KABUPATEN MALANG 1 Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN - 3 - LAMPIRAN: NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 910/3839-910/6439 TENTANG : PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA APBD KOTA

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (MUSRENBANGNAS) TAHUN 2010 Jakarta, 28 April-1 Mei 2010 RISALAH KESEPAKATAN PEMBAHASAN SIDANG KELOMPOK

Lebih terperinci

BAB III VISI DAN MISI

BAB III VISI DAN MISI BAB III VISI DAN MISI 3.1 Visi Pembangunan di Jawa Barat pada tahap kedua RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2008-2013 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan yang belum terselesaikan,

Lebih terperinci

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana CAKUPAN PEKERJAAN KOORDINATOR SEKTOR DAN STAF ADMINISTRASI PADA SEKRETARIAT PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJM-D) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep Tabel 6.1 Strategi dan Kabupaten Sumenep 2016-2021 Visi : Sumenep Makin Sejahtera dengan Pemerintahan yang Mandiri, Agamis, Nasionalis, Transparan, Adil dan Profesional Tujuan Sasaran Strategi Misi I :

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sampai sekarang ini

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

Pendahuluan. Latar Belakang

Pendahuluan. Latar Belakang Pendahuluan Latar Belakang Pembangunan daerah Kabupaten Bangkalan yang dilaksanakan dalam kurun waktu Tahun 2008 2013 telah memberikan hasil yang positif dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Namun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Sesuai dengan amanat Permendagri No. 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET TAHUN 2010-2014 DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET 2012 SEKRETARIAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung Bab III Isu-Isu Strategis Berdasarkan Tugas dan Fungsi 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung Bila dilihat dari hasil evaluasi pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaiman pemerintah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien. Dengan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2011

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2011 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2011 Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala RAKORBANGPUS Jakarta, 7 April 2010

Lebih terperinci

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK BATANG TUBUH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi 2017 adalah : Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- ACEH TAMIANG SEJAHTERA DAN MADANI MELALUI PENINGKATAN PRASARANA DAN SARANA

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Oleh Kepala BPKP. A. Pendahuluan

Oleh Kepala BPKP. A. Pendahuluan Program Strategis Kementerian PAN dan RB, ANRI, BKN, BPKP dan LAN Dalam Rangka Percepatan Pencapaian Target Prioritas I Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola dalam RPJMN tahun 2010-2014 A. Pendahuluan Oleh

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

MATRIK RENSTRA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

MATRIK RENSTRA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK MATRIK RENSTRA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK VISI MISI TUJUAN 1. Mewujudkan 1. Meningkatnya 1. meningkatnya 1. Kesetaraan Gender dan Program masyarakat Kesetaraan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN IV.1. Tujuan 1. Menguatkan akses pelayanan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera yang merata dan berkualitas 2. Peningkatan pembinaan peserta KB

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya

Lebih terperinci

BAB III ARAH STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB III ARAH STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB III ARAH STRATEGI DAN KEBIJAKAN 3.1 Arah Strategi dan kebijakan Nasional Arah strategi dan kebijakan umum pembangunan nasional 2010-2014 adalah sebagai berikut: 1. Melanjutkan pembangunan mencapai

Lebih terperinci

POLICY BRIEF NO. 005/DKK.PB/2017

POLICY BRIEF NO. 005/DKK.PB/2017 POLICY BRIEF NO. 005/DKK.PB/017 Upaya Percepatan Pengarusutamaan Gender di Birokrasi Pendahuluan Istilah gender yang berasal dari bahasa Inggris tidak merujuk kepada jenis kelamin tertentu (laki-laki atau

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN KABUPATEN/KOTA

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN KABUPATEN/KOTA - 2-2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Peraturan Presiden

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, No.1312, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Raperda tentang RPJP Daerah dan RPJM Daerah serta Perubahan RPJP

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAPPEDA

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAPPEDA BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAPPEDA 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pencapaian tujuan daerah diawali dengan perumusan perencanaan yang berkualitas.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN BIROKRASI PEMERINTAH KOTA MALANG

BAB II GAMBARAN BIROKRASI PEMERINTAH KOTA MALANG BAB II GAMBARAN BIROKRASI PEMERINTAH KOTA MALANG A. Gambaran Umum Birokrasi Pemerintah Kota Malang Pemerintah Kota Malang pada dasarnya telah melakukan langkah-langkah perubahan untuk mewujudkan pemerintahan

Lebih terperinci

SUMMARY RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA BARAT (PROVINCIAL GOVERNMENT ACTION PLAN) TAHUN 2011

SUMMARY RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA BARAT (PROVINCIAL GOVERNMENT ACTION PLAN) TAHUN 2011 SUMMARY RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA BARAT (PROVINCIAL GOVERNMENT ACTION PLAN) TAHUN 2011 Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 merupakan pelaksanaan

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Kementerian PPN/Bappenas Lokakarya Mengarusutamakan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Agenda

Lebih terperinci

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH Drs. Eduard Sigalingging, M.Si Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan

BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI A. Pendahuluan Salah satu area perubahan dalam reformasi birokrasi yang wajib dilaksanakan oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah adalah penataan tata

Lebih terperinci

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014 Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2013 ISU STRATEGIS, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2014 A. Isu Strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Isu kemiskinan masih menjadi isu strategik dan utama dalam pembangunan, baik di tingkat nasional, regional, maupun di provinsi dan kabupaten/kota. Di era pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) Deputi Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas Disampaikan pada Rapat Pedoman Teknis Perumusan RAN TPB Jakarta, 23 Juni 2016 OUTLINE 1.

Lebih terperinci

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur IV Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur IV.1 Agenda Pembangunan Berdasarkan visi, misi, dan strategi pembangunan, serta permasalahan pembangunan yang telah diuraikan sebelumnya, maka disusun sembilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota Tanjungbalai telah melaksanakan Pemilukada pada tahun 2015 dan hasilnya telah terpilih pasangan M. Syahrial, SH, MH dan Drs.H. Ismail sebagai Walikota dan Wakil

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Pada bab ini akan disampaikan seluruh program dalam RPJMD 2013-2017 baik yang bersifat Program Unggulan maupun program dalam rangka penyelenggaraan Standar Pelayanan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

memperoleh gambaran tentang hasil pembangunan yang telah dilakukan oleh Kementerian PP dan PA selama Tahun 2010.

memperoleh gambaran tentang hasil pembangunan yang telah dilakukan oleh Kementerian PP dan PA selama Tahun 2010. KATA PENGANTAR Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban tentang penyelenggaraan negara yang berdaya guna dan berhasil guna dengan mengacu pada Instruksi

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Renstra BPM, KB dan Ketahanan Pangan Kota Madiun I - 1

BAB I PENDAHULUAN. Renstra BPM, KB dan Ketahanan Pangan Kota Madiun I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Strategis (Renstra) Badan Pemberdayaan Masyarakat, Keluarga Berencana dan Ketahanan Pangan Kota Madiun merupakan dokumen perencanaan strategis untuk memberikan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RPJMN 2010-2014 Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) menjelaskan bahwa Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

MENGENALI DAN MEMAHAMI PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN YURNI SATRIA

MENGENALI DAN MEMAHAMI PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN YURNI SATRIA MENGENALI DAN MEMAHAMI PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN YURNI SATRIA MASYARAKAT SEBAGAI LINGKUNGAN STRATEJIK/ASET PEMBANGUNAN Perempuan, 49.9% Laki- laki 50.1 % KUALITASNYA? JUMLAH PENDUDUK

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 Kata Pengantar Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung Bab III Isu-Isu Strategis Berdasarkan Tugas dan Fungsi 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung Bila dilihat dari hasil evaluasi pelaksanaan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi merupakan cara pandang ke depan tentang kemana Pemerintah Kabupaten Belitung akan dibawa, diarahkan dan apa yang diinginkan untuk dicapai dalam kurun

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Analisis isu-isu strategis merupakan bagian penting dan sangat menentukan dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerah untuk melengkapi tahapan-tahapan yang telah

Lebih terperinci

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun BAB 2 PERENCANAAN KINERJA 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berdasarkan amanat dari Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA INSPEKTORAT KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci