BADAN PERIJINAN DAN PENANAMAN MODAL DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BADAN PERIJINAN DAN PENANAMAN MODAL DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR"

Transkripsi

1 BADAN PERIJINAN DAN PENANAMAN MODAL DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN ANGGARAN 2015

2 DAFTAR ISI BAGIAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Lingkup Materi Lingkup Wilayah... 5 BAGIAN 2 TINJAUAN KEBIJAKAN Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Rencana Tata Ruang KIPI Maloy, Provinsi Kalimantan Timur Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan RTRW Kabupaten Kutai Timur Tahun Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Review Masterplan Kawasan Industri Maloy Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Maloy Trans Kalimantan Economic Zone (MTKEZ) Kebijakan Operasionalisasi Investasi Industri Hilirisasi Kelapa Sawit 11 BAGIAN 3 GAMBARAN UMUM POTENSI DAN SUMBERDAYA PENDUKUNG Identifikasi Ketersediaan Bahan Baku Kelapa Sawit di Provinsi Kalimantan Timur Keberadaan Pabrik Kelapa Sawit Kesiapan Infrastruktur Transportasi Sumber Daya Air dan Jaringan Energi/Kelistrikan Jaringan Energi/Kelistrikan BAGIAN 4 ANALISIS PRA KELAYAKAN Tinjauan Kesesuaian Lokasi Kesesuaian Lokasi Berdasarkan Tata Ruang Aksesibilitas... 21

3 BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2012 terdapat sekitar 9,1 juta hektar perkebunan kelapa sawit milik petani rakyat, BUMN, dan swasta yang menghasilkan sekitar 29,5 juta ton minyak kelapa sawit CPO (Crude Palm Oil) dan CPKO (Crude Palm Kernel Oil) yang meghasilkan devisa sekitar US$ 19,65 miliar atau sekitar 200 triliun rupiah. Dengan jumlah produksi tersebut, Indonesia menjadi podusen minyak sawit terbesar dan menguasai 48% pangsa pasar dunia. Nilai strategis industri pengolahan kelapa sawit terletak pada penciptaan nilai tambah produk hilir kelapa sawit menjadi produk pangan (oleofood), non pangan (oleochemical), hingga sumber energi terbarukan (biofuel). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional maka industri pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical, energi terbarukan dan bahan baku industri farmasi. Potensi penyediaan bahan baku industri hilir kelapa sawit Indonesia menurut Rencana Strategis Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian tahun 2012 maka tahun 2015 dari areal luas tanam sebesar 9,112 juta hektar terdapat areal luas tanam yang menghasilkan komersial sebesar 7,198 juta hektar dan menghasilkan produksi CPO sebanyak 31,5 juta ton. Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2010 tentang Percepatan Program Prioritas Pembangunan Nasional termasuk Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit, mengamanatkan pembangunan klaster industri hilir kelapa sawit di 3 (tiga) provinsi, yaitu kawasan industri Sei Mangkei di Provinsi Sumatera Utara, kawasan industri Dumai dan Kuala Enok di Provinsi Riau, dan kawasan industri Maloy di Provinsi Kalimantan Timur. Ketiga lokasi tersebut akan menjadi satelit industri hilir kelapa sawit berskala modern internasional sekaligus sebagai pusat bangkitan perekonomian berbasis sektor produktif industri nasional. Kawasan Industri Maloy direncanakan sebagai kawasan industri berbasis oleochemical dengan skala internasional yang akan difokuskan untuk mengolah hasil pertanian kelapa sawit berupa Crude Palm Oil (CPO) beserta dengan industri olahan dan turunannya, seperti minyak goreng, biodiesel, kosmetik, dan lain-lain. KIPI Maloy diarahkan untuk menampung kegiatan industri, ekspor dan impor serta kegiatan lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Seiring dengan proses pembangunan KIPI Maloy, hingga pada tahun anggaran 2011 telah dilakukan penyusunan Feasibility Study, Masterplan, Bussiness Plan, DED Pelabuhan, Studi AMDAL Kawasan Industri, dan KLHS Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Maloy. Selanjutnya, dengan mengacu kebijakan pemerintah tentang ekspor CPO, maka dalam perencanaan KIPI Maloy diskenariokan sebesar 30 % produk CPO dijual dalam pasar ekspor dan 70 % produk CPO (sekitar Mton/tahun) akan digunakan sebagai bahan baku produk hilir di kawasan Maloy. Jika potensi bahan baku CPO hanya berasal dari propinsi 1

4 Kalimantan Timur, maka jumlah bahan baku CPO untuk KIPI Maloy sebesar Mton/tahun. Kawasan Industri Maloy ini dirancang sebagai industri hilir dari CPO yang diharapkan mampu mengolah produk CPO dari wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi. Jenis Industri yang berpotensi dikembangkan adalah industri hilir berbasis CPO atau kelapa sawit, antara lain: 1.2 Tujuan a. Industri berbasis makanan - Minyak goreng - Margarin dan shortening - Minyak sawit merah - Palmega - Palm Frying Shortening - Palm Ghee atau Vanaspati - Beta karoten b. Industri biodiesel c. Industri Oleokimia Dasar - Industri fatty acid - Fatty alkohol - Industri purified glyserin d. Industri Produk Perawatan - Industri surfaktan - Deterjen - Industri sabun - Kosmetika e. Industri Berbasis Produk Samping Pabrik Kelapa Sawit - Industri briket arang - Industri makanan ternak - Industri kompos - Industri karbon aktif - Industri particle board Tujuan dari studi ini adalah untuk melakukan kajian teknis dan ekonomis serta menilai kelayakan pembangunan industri hilirisasi CPO di KIPI Maloy dalam usaha pemenuhan kebutuhan hilirisasi CPO di Provinsi Kalimantan Timur khususnya dan kebutuhan hilirisasi CPO nasional umumnya serta untuk kebutuhan ekspor. 1.3 Lingkup Materi Studi pra kelayakan pembangunan industri hilirisasi CPO di KIPI Maloy Provinsi Kalimantan Timur ini menitikberatkan pada kajian kelayakan pembangunan industri hilirisasi CPO ditinjau 2

5 dari aspek kelembagaan, tata ruang, site plan, sumberdaya alam, lingkungan hidup, sosial, ekonomi,dan investasi. 1.4 Lingkup Wilayah Kawasan yang akan dilakukan penilaian kelayakan pembangunan industri hilirisasi CPO adalah di KIPI Maloy, Kabupaten Kutai Timur sesuai dengan hasil Review Master Plan KIPI Maloy I. 3

6 BAGIAN 2 TINJAUAN KEBIJAKAN 2.1 Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Dalam dokumen MP3EI, dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran strategis masingmasing pulau besar (sesuai dengan letak dan kedudukan geografis masing-masing pulau), telah ditetapkan 6 (enam) koridor ekonomi di Indonesia, salah satunya yaitu Koridor Ekonomi Kalimantan. Koridor Ekonomi Kalimantan atau dikenal sebagai Koridor Ekonomi 3 (tiga) memiliki 6 kegiatan ekonomi utama, yaitu kelapa sawit, perkayuan, migas, besi baja, bauksit, dan batubara dengan infrastruktur pendukung utama Pelabuhan Maloy, Trans Kalimantan, dan Bandara Sepinggan Balikpapan. Koridor Kalimantan dalam peningkatan dan percepatan ekonominya diarahkan sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional. Sumber: Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, 2011 Gambar 2.1 Peta Koridor Ekonomi Kalimantan Berdasarkan rencana percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi pada Koridor Ekonomi Kalimantan, terdapat 4 (empat) simpul ekonomi utama yang dikembangkan pada koridor wilayah Kalimantan Timur, yaitu simpul batubara, simpul kegiatan migas, simpul kelapa sawit, dan simpul perkayuan. Kawasan Industri Maloy, memiliki pelabuhan internasional yang berada di Kabupaten Kutai Timur dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 2. Pengembangan kapasitas pelabuhan Maloy bernilai investasi sebesar Rp Miliar yang berasal dari APBN. Pengembangan kapasitas pelabuhan 4

7 Maloy sangat mendukung rencana pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Maloy yang berbasis industri oleochemical. Sumber: Masterplan KIPI Maloy Gambar 2.2 Kalimantan Timur dalam Koridor MP3EI 2.2 Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun Dalam penataan ruang, Provinsi Kalimantan Timur memiliki tujuan penataan ruang provinsi yaitu: Terwujudnya penataan ruang yang mendukung Provinsi Kalimantan Timur sebagai pusat agroindustri dan energi terkemuka menuju masyarakat adil, makmur dengan tetap mempertimbangkan keberlanjutan dan daya dukung lingkungan Adapun terkait industri hilirisasi CPO di KIPI Maloy, maka salah satu kebijakan yang menggambarkan pencapaian tujuan diatas yaitu dengan adanya kebijakan, Pengembangan sektor uggulan untuk mengantisipasi sumber daya migas dan tambang yang tidak dapat diperbaharui melalui pengembangan sektor pertanian yang dapat diperbaharui dan sebagai bagian upaya meningkatkan ketahanan pangan nasional dan wilayah Kawasan Industri dan Pelabuhan Maloy merupakan kawasan strategis yang ditetapkan di di tingkat Provinsi, yakni Provinsi Kalimantan Timur. Kawasan Industri dan Pelabuhan Maloy diprioritaskan untuk mengakomodasi kecenderungan meningkatkan transaksi global. Kawasan ini dikembangkan dengan tujuan utama meningkatkan ekspor komoditas dan produksi utama serta mempermudah impor bahan baku untuk proses produksi di tanah air. Kawasan ini perlu didukung oleh Zona Pengolahan Ekspor, Zona Logistik, Zona Industri, Zona Pengembangan Teknologi, dan zona ekonomi lainnya seperti zona perdagangan dan zona pelayanan. Zona industri yang terintegrasi dengan kawasan ini terutama industri yang bersifat pengembangan industri dasar dan manufaktur, terutama yang berorientasi pada sumber daya lokal. Potensi industri ini dikembangkan dengan melihat potensi ekonomi unggulan lokal (sektor kunci di 5

8 masing-masing kabupaten/kota), keterkaitan antar industri dan input/output antar sektor; merupakan industri yang berorientasi menggunakan sumber daya dan material teknis secara lokal dan mengembangkan keterkaitan antar pusat industri dengan dukungan infrastruktur wilayah; terutama yang tersebar di Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Berau serta Kota Bontang. Selain itu, untuk mendukung ekonomi lokal, perlu disediakan zona usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di kawasan industri dan pelabuhan Maloy untuk mendorong linkage mereka dalam proses industri. 2.3 Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Rencana Tata Ruang KIPI Maloy, Provinsi Kalimantan Timur Dalam rangka meningkatkan ikiim investasi yang sehat dan peningkatan daya saing ekspor, pembangunan sektor industri manufaktur difokuskan pada pengembangan sejumlah sub-sektor yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif yang telah ditetapkan melalui Perpres No. 7 Tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun dan Perpres No 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun Pembangunan industri perlu lebih banyak ditekankan pada pengembangan (widening) dan pendalaman (deepening). Serta memenuhi kriteria diantaranya: (i) menyerap banyak tenaga kerja; (ii) memenuhi kebutuhan dasar dalam negeri (seperti makanan-minuman dan obatobatan); (iii) mengolah hasil pertanian dalam arti luas (termasuk perikanan) dan sumber-sumber daya alam lain dalam negeri; dan (iv) memiliki potensi pengembangan ekspor. Melihat dari keempat kriteria di atas, aturan aturan terkait berkenaan dengan keberadaan klaster industri dan studi studi sebelumnya serta tetap memperhatikan keunggulan komparatif dan kompetitif sebagai sebuah KEK, maka prioritas yang perlu dikembangkan adalah Industri pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Karnel Oli (PKO) beserta seluruh turunannya. Diantara turunan yang menjadi pangsa pasar dunia dan sangat diminati karena dapat menghasilkan bahan makanan, obat-obatan, kosmetik dan lainnya adalah : Glyserine, Fatty Alcohols dan Fatty Acids. Visi KIPI Maloy yaitu Pusat pelayanan kegiatan industri oleochemical yang professional dan berwawasan lingkungan. Adapun dengan visi tersebut maka misi yang akan dicapai adalah sebagai berikut: 1. Penyedian sarana dan prasarana kawasan industri yang aman dan nyaman. 2. Menjadikan kawasan industry dan partner memiliki daya saing. 3. Menjadikan kawasan industri yang ramah lingkungan 6

9 2.4 Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan RTRW Kabupaten Kutai Timur Tahun Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Kutai Timur bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Kutai Timur yang berkualitas, serasi dan optimal sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan kabupaten dalam rangka menuju Kutai Timur Mandiri bertumpu pada pembangunan agribisnis yang mempertimbangkan kebutuhan pembangunan dan kemampuan daya dukung lingkungan, melalui pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dalam rangka mencapai keseimbangan pembangunan antar sektor dan antar kawasan yang berkelanjutan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Kutai Timur terkait pengembangan industri hilirasasi CPO adalah sebagai berikut: 1. pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pembangunan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kutai Timur; 2. pemanfaatan potensi-potensi agribisnis secara optimal sebagai salah satu sektor utama pembangunan Wilayah dalam rangka peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat Kutai Timur; 3. pengembangan prasarana wilayah yang ditujukan untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah; 4. pengembangan pola ruang wilayah yang optimal yang mendukung terciptanya kemandirian wilayah disertai upaya terciptanya pemanfaatan lahan yang berwawasan lingkungan. 2.5 Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Review Masterplan Kawasan Industri Maloy Kawasan industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy dirancang sebagai kawasan industri hilir dari CPO yang diharapkan mampu mengolah produk CPO dari wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Tujuan dan sasaran pengembangan kawasan Industri KIPI Maloy ini yaitu Terwujudnya Kawasan Industri Hilir Kelapa Sawit (IHKS) yang didukung Pelabuhan Internasional. Dari tujuan pengembangan kawasan tersebut, sasaran yang dapat menjadi arahan pengembangan kawasan Industri KIPI Maloy adalah sebagai berikut: 1. Terciptanya kawasan industri yang berwawasan lingkungan dan berdaya saing tinggi. 2. Mengembangkan kawasan dengan menyediakan fasilitas pendukung dan dapat memberikan peningkatan perekonomian pada wilayah sekitar. 3. Mengutamakan pengembangan kebutuhan sarana dan prasarana dasar serta menghilangkan kesan kumuh kawasan untuk menciptakan rasa nyaman. 7

10 2.6 Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Maloy Trans Kalimantan Economic Zone (MTKEZ) Terkait kebijakan industri hilirisasi CPO, rencana MTKEZ diarahkan untuk mensinergikan 3 (tiga) basis klaster industri, yaitu industri oleochemical, industri kima, serta industri berbasis batubara. Diharapkan di masa datang KEK MTKEZ dapat menjadi Kawasan Ekonomi Khusus terbesar di Benua Asia dan mampu menyaingi IFEZ (Incheon Free Economic Zone) di Korea Selatan, baik dari segi kewilayahan, investasi, maupun aspek bisnis. MTKEZ direncanakan berlokasi di Kabupaten Kutai Timur, yaitu meliputi Kecamatan Sangkulirang, Kecamatan Kaliorang, dan Kecamatan Bengalon (Lubuk Tutung) dengan luas wilayah sebesar Ha. Sumber: Zoning Regulation Kawasan Industri Pelabuhan Internasional Maloy, 2014 Gambar 2.3 Wilayah Maloy Trans Kalimantan Economic Zone Pada kawasan tersebut direncanakan pengembangan 3 (tiga) kawasan industri utama, yaitu: a. Industri oleochemical seluas Ha, terdiri atas: - KIPI Maloy I seluas 1000 Ha di Kecamatan Kaliorang, dan - KIPI Maloy II seluas Ha di Kecamatan Sangkulirang b. Industri mineral seluas Ha; serta c. Industri kimia seluas Ha 2.7 Kebijakan Operasionalisasi Investasi Industri Hilirisasi Kelapa Sawit Dalam rangka memacu dan meningkatkan investasi yang ada di KIPI Maloy, pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa pemberian insentif investasi, restrukturisasi bea keluar CPO dan Produk Turunannya, serta promosi investasi dan antinegative campaign (Menteri Perindustrian). 1. Pemberian Insentif Investasi a. Tax Allowance 8

11 untuk Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu sesuai (PP 1 tahun 2007 jo PP 62 tahun 2008 jo PP 52 tahun 2011) b. Tax Holiday sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan Badan c. Pembebasan bea masuk atas Impor Mesin serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri dalam rangka Penanaman Modal (PMK 76 tahun 2012) 2. Restrukturisasi Bea Keluar CPO dan Produk Turunannya (PMK 75 Tahun 2012) Restrukturisasi ini diperlukan untuk menjamin ketersediaan bahan baku minyak sawit bagi industry domestic, mengamankan pasokan serta harga minyak goreng di dalam negeri, dan mendukung program nasional hilirisasi industri kelapa sawit. Prinsip Restrukturisasi: a. BK dikenakan setelah produsen CPO memperoleh keuntungan, (Batas bawah dikenakan BK CPO adalah pada saat harga CPO lebih besar dari US$ 750/ton, sementara biaya produksi CPO sekitar US$ 500/ton) b. Tarif BK produk Hilir lebih rendah daripada produk hulu, sehingga akan mendorong tumbuhnya industri turunan MSM yang lebih hilir di dalam negeri c. Tarif BK Minyak Goreng cukup rendah, dengan Tarif Bea Keluar Min 3. Pengembangan kawasan Industri (Sei Mangkei, Dumai, Maloy), dan Kalbar Kalteng Papua serta Pembangunan Pusat Inovasi Teknologi Industri Perkelapasawitan 4. Promosi Investasi dan Antinegative Campaign 9

12 BAGIAN 3 GAMBARAN UMUM POTENSI DAN SUMBERDAYA PENDUKUNG 3.1 Identifikasi Ketersediaan Bahan Baku Kelapa Sawit di Provinsi Kalimantan Timur Dalam mendukung KIPI Maloy sebagai Kawasan Industri berbasis CPO tentunya perlu didukung bahan baku yang potensial yakni kelapa sawit. Buah kelapa sawit yang dipanen dari perkebunan sering disebut sebagai tandan buah segar (TBS). Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Minyak inti sawit (Palm Kernel Oil/PKO ) yang berasal dari biji sawit menjadi bahan baku minyak alkohol, industri kosmetika, dan lain-lain. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil inti sawit itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurung atau cangkang digunakan sebagai bahan bakar dan arang. S Appalasami menyebutkan bahwa setiap 1 ton tandan buah segar (TBS) akan menghasilkan 200 kg CPO dan 40 kg bijih sawit yang jika diolah akan menghasilkan 20 kg PKO. Setiap hektar perkebunan kelapasawit akang menghasilkan ton/tahun TBS yang akan menghasilkan 4 5 ton CPO dan kg PKO dalam satu tahun. Perkembangan industri hilir kelapa sawit di Indonesia adalah selaras dengan pertumbuhan areal perkebunan dan produksi kelapa sawit sebagai sumber bahan baku. Perkebunan kelapa sawit menghasilkan buah kelapa sawit/tandan buah segar (hulu) kemudian diolah menjadi minyak sawit mentah (hilir perkebunan sawit dan hulu bagi industri yang berbasiskan minyak sawit mentah). Disamping menghasilkan produk CPO, pengolahan tandan buah segar (TBS) juga menghasilkan produk Palm Kernel Oil (PKO). Produksi PKO meningkat seiring dengan meningkatnya produk CPO, yakni sekitar 10% dari CPO yang dihasilkan (Permen RI No 13/M-IND/PER/2010). Industri CPO di Maloy,Kalimantan Timur membutuhkan banyak kelapa sawit yang merupakan bahan utama dalam industry ini. Areal perkebunan di Kalimantan Timur secara keseluruhan pada tahun 2013 adalah ha dengan produksi ton. Wilayah terbesar dari luas perkebunan ditanami kelapa sawit. Produksi kelapa sawit mencapai ton dari luas tanaman ha (Kalimantan Timur dalam Angka 2014). 10

13 Dari tahun ke tahun luas perkebunan kelapa sawit selalu meningkat, sejalan dengan program gubernur dalam upaya meluncurkan program "satu juta hektar kelapa sawit" sehingga area pabrik akan meningkat dari tahun ke tahun (Kalimantan Timur dalam Angka 2014). Tabel 3.1 Luas Tanaman (Ha) dan Produksi Kelapa Sawit (Ton) Tahun di Provinsi Kalimantan Timur Tahun Luas (Ha) Produksi (Ton) *) *) Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka *) Hasil Proyeksi dari Basis Data Kalimantan Timur Dalam Angka Keberadaan Pabrik Kelapa Sawit Dalam melahirkan industri hilirisasi CPO, yang mana menghasilkan industri turunan seperti asam lemak, fatty acid, minyak goreng, dan lain tentunya membutuhkan input berupa CPO yang sudah dikelola oleh pabrik-pabrik kelapa sawit yang berada di sekitar perkebunan besar kelapa sawit. Keberadaan pabrik minyak sawit di Provinsi Kalimantan Timur hingga tahun 2015, sudah ada 57 perusahaan dengan beraneka ragam kapasitas dan produksinya. Adapun pada Kabupaten Kutai Timur sebagai lokasi keberadaan KIPI Maloy, sudah terdapat 19 pabrik kelapa sawit dari 271 perusahaan perkebunan besar swasta. Keberadaan pabrik minyak sawit umumnya berlokasi disekitaran perkebunan, sehingga pabrik dapat mengolah bahan baku menjadi lebih mudah, hal tersebut terkait transportasi dari perkebunan ke pabrik. Pada Kabupaten Kutai Timur tidak semua perusahaan perkebunan besar swasta memiliki pabrik pengolahan minyak sawit yang nantinya akan menghasilkan CPO. 11

14 Gambar 3.1 Peta Sebaran Perkebunan Swasta Tahun 2014 di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur Sumber: Dinas Perkebunan,

15 Tabel 3.2 Lokasi dan Kapasitas Pabrik Minyak Sawit di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2015 Sumber: Bidang Usaha, Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, Juni

16 Tabel 3.3 Perkiraan Jarak Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Kutai Timur Ke KIPI Maloy No Nama Perusahaan Lokasi Pabrik Jarak Ke Maloy Kapasitas (Produksi CPO) 1 PT.Fairco Agro Mandiri Kecamatan Kaliorang ± 11 Km PT.Indonesia Plantation Kecamatan Sangkulirang ± 25 Km Energy 3 PT.Sawit Prima Nusantara Kecamatan Kaubun ± 52 km PT.Bima Palma Nugraha Kecamatan Bengalon ± 91 Km PT.Anugerah Energitama Kecamatan Bengalon ± 91 Km PT.Etam Bersama Lestari Kecamatan Sangkulirang ± 100 km PT.Gunta Samba Kecamatan Karangan ±126 km PT.Multi Pacific International Kecamatan Karangan ±126 km PT.Telen (Pengadaan Baay) Kecamatan Karangan ±126 km PT.Gunta Samba Jaya Kecamatan Kongbeng ±135 km PT.Sinergi Agro Industri Kecamatan Sangkulirang ± 150 km Produksi Tdk diketahui 12 PT.Bima Agri Sawit Kecamatan Sangkulirang ± 150 km Produksi Tdk diketahui 13 PT.Telen Prima Sawit Kecamatan ± 233 km Muara.Bengkal 14 PT.Kemilau Indah Nusantara Kab.Kutim ± 250 Km PT.Sawit Sukses Sejahtera Kecamatan Muara ± 250 Km Ancalong 16 PT.Tapian Nadengan Kecamatan Muara Wahau ±333 km PT.Swakarsa Sinar Sentosa Kecamatan Muara Wahau ±333 km PT.Dewata Inti Sawit Nugraha Kecamatan Muara Wahau ±333 km PT.Karya Nusa Ekadaya Kecamatan Muara Wahau ±333 km Sumber: Hasil Analis Kesiapan Infrastruktur Dalam upaya mendukung investasi pembangunan industri hilirisasi CPO di KIPI Maloy, tentunya banyak hal yang dipertimbangkan selain bahan baku, yaitu keberadaan infrastruktur sebagai 14

17 pendukung mobilitas dari alur industry itu sendiri. Adapun infrastruktur tersebut yakni sebagai berikut Transportasi Transportasi Darat Rencana Sistem transportasi darat dan sarana prasarananya Kabupaten Kutai Timur yang mengakses dan mempengaruhi sirkulasi ke KIPI Maloy yaitu : 1. Jaringan jalan kolektor primer nasional, yaitu :ruas jalan Sp. 3 Sangkulirang Pelabuhan Maloy; 2. Jaringan jalan kolektor primer kabupaten, yaitu : ruas jalan Sp. 4 Kaliorang Sangkulirang; ruas jalan Sp. 4 Kaliorang Maloy; 3. Jaringan jalan lokal primer, yaitu seluruh jalan 4. Terminal angkutan barang dan penumpang, yaitu : a. Terminal tipe B; Sangatta dan Sangkulirang b. Terminal tipe C; seluruh ibukota kecamatan c. Terminal barang; Kaliorang (sebagai dukungan untuk Pelabuhan Maloy) 5. Jaringan layanan angkutan lalulintas umum, yaitu : Sangatta Sangkulirang; Sangkulirang Kaliorang; Pada KIPI Maloy sebagai pusat investasi pembangunan industri hilirisasi CPO, tentunya membutuhkan infrastruktur pendukung. Adapun infrastruktur jalur darat yang sedang dikembangkan pada KIPI Maloy adalah sebagai berikut: Tabel 3.4 Infrastruktur Darat Sebagai Infrastruktur Pendukung KIPI Maloy No Jenis Infrastruktur Darat 1 Pembangunan Jalan Akses menuju Kawasan Industri Maloy (12km) 2 Pembangunan Rel Kereta Api Ma. Wahau Lb.Tutung (115km) Tabang Lb.Tutung (185km) 3 Pembangunan Jembatan Manor Bulatn Sumber: MP3EI Kalimantan Timur Pembangunan Jembatan Tulur Aji Jelangkat (Manor Bulatan) merupakan jembatan untuk membuka akses Kutai Barat Kutai Kartanegara Kutai Timur, jembatan ini dibangun untuk mendukung kelancaran distribusi orang dan barang ke Kawasan Industri Maloy dari arah Barat. Pada pelaksanaannya telah dibangun jalan akses menuju jembatan Tulur Aji Jejangkat. 15

18 Transportasi Laut Berdasarkan peta jalur pelayaran internasional, KIPI Maloy sebagai kawasan pengembangan industri terpadu dilengkapi dengan Pelabuhan Internasional Maloy, direncanakan ke depan sebagai pusat distribusi barang ekspor dan impor produksi industri. Berdasarkan RTRW Kabupaten Kutai Timur tahun , rencana pengembangan sistem transportasi laut yaitu : 1. Pelabuhan pengumpul, yaitu Pelabuhan Maloy 2. Pelabuhan pengumpan, yaitu Pelabuhan Sangatta dan Pelabuhan Sangkulirang 3. Terminal khusus, yaitu 12 pelabuhan khusus yang merupakan pelabuhan khusus batubara dan pelabuhan khusus pertamina 4. Alur pelayaran, terdiri dari: a. Sangatta Barru Majene (Sulawesi Selatan) PP; b. Sangatta Tanjung Redeb PP; c. Sangatta Pare-pare (Sulawesi Selatan) PP; d. Sangatta Samarinda Balikpapan PP; dan e. Sangatta Tanjung Redeb Makassar (Sulawesi Selatan) PP. Berdasarkan kajian Pematapan Materi Teknis dan Penyiapan Raperda RTR 4 Kawasan Strategis Kawasan Industri Maloy, DPU Provinsi Kalimantan Timur, 2012 bahwa disebutkan : 1. Pelabuhan kargo dan tangki timbun sebagai pelabuhan khusus skala pelayaran internasional 2. Pelabuhan maloy sebagai pelabuhan umum skala pelayaran internasional 3. Pelabuhan batubara pelabuhan khusus skala pelayaran intenasional 4. Pelabuhan kawasan industry sebagai pelabuhan umum skala pelayaran regional 5. Pelabuhan Maloy diarahkan sebagai pelabuhan barang dengan lingkup pelayanan internasional dan regional. Pelabuhan Maloy merupakan pintu gerbang distribusi dan koleksi seluruh hasil industri dan pertanian yang dihasilkan oleh Kabupaten Kutai Timur. Pelabuhan Sangkulirang dan Pelabuhan Sangatta direncanakan untuk dapat melayani angkutan penumpang umum yang melayani rute-rute nasional dan terintegrasi dengan alur pelayaran nasional yang dikelola oleh PT. PELNI Sumber Daya Air dan Jaringan Energi/Kelistrikan Sumber Daya Air Pembangunan industri hilirisasi CPO tentunya membutuhkan sumber air terkait pemenuhan pasokan air terhadap Kawasan Industri. Kawasan industri didalam berbagai aktivitasnya membutuhkan air bersih dalam jumlah yang relatif cukup besar. Sumber air yang potensial dijadikan sebagai sumber air bagi KIPI Maloy adalah Sumber Air Sekerat dan Sungai Kaliorang. A. Sumber Air Sekerat 16

19 Lokasi Sumber Air berada di Desa Sekerat Kecamatan Bengalon, sumber air ini terletak di pesisir pantai sekerat di desa sekerat, sumber air ini merupakan artesis dengan estimasi debit aquifer berkisar antara 1 1,5 m3/detik. Berdasarkan interpretasi peta HIDROGEOLOGI Regional yang dikeluarkan Kemetrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diketahui bahwa sumber air Sekerat mempnyai potensi akuifer sebesar liter/detik. Secara fisik, sumber air sekarat merupakan salah satu alternatif terbaik untuk mensuplai kebutuhan air bersih di kawasan Maloy, yakni dengan asumsi pengambilan sebesar 0,5 m3/detik atau 500 liter/detik, Adapun sesuai dengan kebutuhan air untuk kawasan industri pelabuhan internasional yaitu sebesar 472 liter/detik mengacu pada standar Peraturan Menperin no 35 tahun 2010 sebesar 0.75 l/det/ha. Jarak sumber air sekarat ke KIPI Maloy adalah sekitar 12 km, dengan pertimbangan jarak dan karakteristik wilayah antara lokasi sumber air dan lokasi Maloy, maka konsep rencana suplesi air baku tersebut akan dilakukan dengan sistem pipanisasi dari desa Sekerat (lokasi sumber air) menuju ke kawasan pengembangan Maloy. Sumber: Booklet Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku KIPI Maloy, Kabupaten Kutai Timur Gambar 3.2 Bendung Sekerat Sungai Kaliorang Salah satu sumber air permukaan yang terdekat dengan kawasan Maloy adalah sungai Kaliorang atau penduduk setempat menamai Kali Progo. Sumber ini memiliki luas DAS ± 35 km2 dengan panjang sungai 19 km. Debit aliran dasar dari sungai diperkirakan hanya mencapai 200 liter/detik pada saat kondisi musim kering, namun pada saat terjadi musim hujan debit normal sungai Kaliorang bias mencapai 3 4 kali dari debit minimum tersebut. Saat ini Sungai kaliorang telah dimanfaatkan untuk pemenuhan air baku bagi Daerah irigasi (D.I.) Kaliorang seluas 1220 Ha yang masih berada dalam masa konstruksi. Dan telah dilakukan perencanaan desain Bendungan Kaliorang yang direncanakan untuk suplai air irigasi D.I. Kaliorang dan Suplasi Air Baku KIPI Maloy. Namun dalam pelaksanaannya terdapat permasalahan (Booklet Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku KIPI Maloy, Kabupaten Kutai Timur, 2014) yaitu sebagai berikut: 17

20 1. Pembebasan lahan seluas 120 Ha oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur masih dalam tahap Penetapan lokasi. 2. Pengesahan Dokumen AMDAL Bendungan Kaliorang belum selesai dan terkendala Surat penetapan lokasi 3. Sertifikasi Desain Bendungan, belum selesai. Kendala : kurang dokumen AMDAL dan Izin lokasi Jaringan Energi/Kelistrikan Berdasarkan profil kawasan Maloy, Rencana pengembangan sistem tenaga listrik dan prasarana energi di Kawasan Maloy antara lain : 1. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Sangkulirang di Kecamatan Sangkulirang 2. Gardu Induk (GI) Sangatta di Kota Sangatta dan Sangkulirang di Kecamatan Sangkulirang 3. Gardu Induk (GI) Maloy Kecamatan Kaliorang (Tegangan 150 KV) 4. Pengembangan Pembangkit Listrik 5. Tenaga Diesel (PLTD) di Kawasan Industri Maloy 6. Pengembangan Sistem Jaringan Pipa Minyak dan Gas Bumi yaitu depo BBM Sangkulirang Berdasarkan Dokumen MTKEZ bahwa PT Bakrie Power akan berinvestasi energy kelistrikan dengan kapasitas 2 x 100 MW dan akan didistribusikan untuk MTKEZ sebesar 200 KVA. Rencana pelaksanaan pembangunan tahun Kondisi eksisting kawasan studi belum terlayani jaringan energy kelistrikan, permukiman yang berada di kawasan dilayani dengan genset yang diatur pola pemakaiannya. Pada Kabupaten Kutai Timur, telah direkomendasikan adanya sumber energy cadangan, yang bersumber dari 2 sumber energi yang cukup potensial diwilayah tersebut, yaitu : Genset dan Tenaga Surya. Pada kawasan studi terdapat genset, sebanyak 1 (satu) unit untuk melayani permukiman kelurahan Maloy, dengan kapasitas 20 KVA. 18

21 BAGIAN 4 ANALISIS PRA KELAYAKAN 4.1 Tinjauan Kesesuaian Lokasi Kesesuaian Lokasi Berdasarkan Tata Ruang Industri hilirisasi di Provinsi Kalimantan Timur, diletakkan di KIPI (Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Maloy). Adapun berdasarkan RPJMD Kaltim Tahun , Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Maloy terletak di Kecamatan Kaliorang dan Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten Kutai Timur dengan luas areal Ha. Berdasarkan Inpres Nomor 1 tahun 2010 dan dokumen Masterplan Perluasan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), KIPI Maloy diarahkan untuk menjadi pusat pengolahan kelapa sawit, oleochemical, dan industri turunannya. Berdasarkan Masterplan 2012, tahap awal pembangunan KIPI Maloy seluas areal Ha dan tahap dua seluas Ha. KIPI Maloy 1 berlokasi di Kecamatan Kaliorang dan KIPI Maloy tahap 2 berlokasi di Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. KIPI Maloy dalam perspektif tata ruang, terdiri dari zona lindung dan zona budidaya, kedua zona tersebut berpengaruh terhadap perkembangan kawasan secara keseluruhan Zona Lindung Pada kawasan KIPI Maloy, terdapat kawasan lindung berupa kawasan mangrove yang terletak di pulau-pulau Kecil yang tercakup dalam Kecamatan Sangkulirang dan Kecamatan Kaliorang. Adapun kawasan lindung ini sudah ditetapkan sebagai zonasi bagi kegiatan preservasi dan reservasi guna guna menyeimbangkan ekosistem yang ada, dimana keberadaannya tidak bisa diganggu gugat oleh keberadaan fungsi yang lain. Keberadaan KIPI Maloy direncanakan sebagai industrial park (RTR KSP Maloy), sehingga memiliki konsekuensi sebagai kawasan industri yang ramah lingkungan dengan dilengkapi oleh kawasan hutan kota yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan konservasi dan penyangga lingkungan kota, (pelestarian, perlindungan dan pemanfaatan plasma nutfah, keanekaragaman hayati) khususnya kawasan industry yang ada dibawahnya serta dapat juga dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas sosial masyarakat (secara terbatas, meliputi aktivitas pasif seperti duduk dan beristirahat dan atau membaca, atau aktivitas yang aktif seperti jogging, senam atau olahraga ringan lainnya), wisata alam, rekreasi, penghasil produk hasil hutan, oksigen, ekonomi (buah-buahan, daun, sayur), wahana pendidikan dan penelitian. Adapun berdasarkan RTR KSP Maloy, kawasan hutan kota pada Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Maloy berada pada kawasan Blok B dengan posisi berada di kontur yang paling tinggi, luas kawasan hutan kota sekitar ha. 19

22 Zona Budidaya Pada KIPI Maloy terdapat zona budidaya yang terbagi dalam Kawasan Budidaya non Budidaya. Kawasan Budidaya ini terdiri dari dari zona kawasan industri, perumahan, pergudangan, kesehatan, olah raga, peribadatan, bisnis/show room, perkantoran, pabrik, pelataran, dan IPAL. Kawasan non budidaya adalah merupakan kawasan ruang terbuka hijau (RTH), terdiri dari taman kawasan, hijau Jalan, dan hijau perumahan. Berdasarkan pembagian zona pada RTR KSP Maloy, rencana pengembangan zonasi di KIPI Maloy terdapat 5 zona. Zona Industri: Zona 1: Industri Oleochemical Zona 2: Industri Makanan dan Kosmetik Zona 3: Industri Kimia dan Barat Zona 4: Industri UMKM Zona 5: Industri Pertanian Lain Adapun zona-zona tersebut didukung oleh fasilitas penunjang yang meliputi perkantoran komersil, perumahan & fasilitas, RTH dan rekreasi, Pelabuhan, IPAL, Power Plant Aksesibilitas Jaringan Jalan Jaringan jalan pada KIPI Maloy dalam sistem transportasi wilayah, bersinggungan dan overlay dengan wilayah Kabupaten Kutai Timur, yang mana dipastikan akan berperan sebagai prasarana utama dalam memperlancar proses interaksi antar wilayah kota/kabupaten Provinsi Kalimantan Timur melalui kawasan pelabuhan sehingga dapat mempengaruhi sistem pergerakan sekitar wilayah pengembangan dan juga akan berdampak secara luas terutama dalam wilayah perkotaan, secara fungsional jaringan jalan KIPI MALOY dibagi dua bagian yaitu : Jaringan internal kawasan industri (KIPI MALOY) yang diharapkan meningkatkan aksesibilitas antar blok dalam wilayah industri yang direncanakan. Jaringan eksternal kawasan industri (KIPI MALOY) yang diharapkan menjadi akses utama dari (keluar) dan menuju (masuk) kawasan melalui gerbang utama (exit & entry) Ruas jalan yang menghubungkan antara jaringan eksternal dan jaringan internal kawasan industri yang direncanakan sekaligus merupakan pintu gerbang kawasan Pelabuhan KIPI Maloy berlokasi di Kabupaten Kutai Timur, terkait keberadaan pelabuhan dalam menunjang Kawasan Industri Hilirisasi CPO Maloy maka berdasarkan tatanan kepelabuhan di Kabupaten Kutai Timur terdiri atas: 1. Pelabuhan Internasional, yaitu Pelabuhan Maloy di Kecamatan Kaliorang 2. Pelabuhan Regional, yaitu Pelabuhan Sangkulirang di Kecamatan Sangkulirang dan Pelabuhan Sangatta di Kenyamukan Kecamatan Sangatta Utara; dan 20

23 3. Pelabuhan/terminal khusus, yaitu pelabuhan khusus yang merupakan pelabuhan khusus batubara, pelabuhan khusus pertamina dan pelabuhan khusus CPO Pelabuhan Maloy diarahkan sebagai pelabuhan barang dengan lingkup pelayanan internasional dan regional. Pelabuhan Maloy merupakan pintu gerbang distribusi dan koleksi seluruh hasil industri dan pertanian yang dihasilkan oleh Kabupaten Kutai Timur. Pelabuhan Sangkulirang dan Pelabuhan Sangatta direncanakan untuk dapat melayani angkutan penumpang umum yang melayani rute-rute nasional dan terintegrasi dengan alur pelayaran nasional yang dikelola oleh PT. PELNI Jalur Kereta Api Pada Kawasan KIPI Maloy terdapat rencana jaringan kereta api, adapun rencana tersebut didasari oleh arahan pengembangan jaringan jalur kereta api yang tercantum dalam MP3EI Kalimantan Timur dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Pembangunan rel kereta api di KIPI Maloy, akan dibuat menjadi dua rute yaitu: 1. Rute Muara Wahau Lubuk Tutung dengan panjang 135 Km 2. Rute Tabang Lubuk Tutung dengan panjang 185 Km Sumber: RTR KIPI Maloy Gambar 4.1 Peta Rencana Pola Ruang KIPI Maloy 21

24 Sumber: RTR KIPI Maloy Gambar 4.2 Peta Rencana Jaringan Jalan KIPI Maloy 4.2 Peluang Pasar Industri Hilirisasi CPO Dalam perkembangannya, setiap perkebunan kelapa sawit pada akhirnya akan meningkatkan produksi CPO, dimana tentunya meningkatkakan manfaat ekonomi, sosial, dan ekologis dari industri minyak sawit. Dalam upaya memperbesar manfaat industri minyak sawit, nilai tambah CPO dilakukan berupa hilirisasi, dengan adanya pengembangan pasar CPO dalam negeri melalui hilirisasi perlu maka sebagian besar produksi CPO diserap didalam negeri baik untuk kebutuhan domestik dan diekspor dalam bentuk olahan/produk jadi Industri Minyak Goreng Sawit/Margarin/Shortening Di Indonesia, sebelum industri minyak goreng sawit berkembang, industri minyak goreng kelapa sudah lebih dahulu berkembang dan menjadi sumber utama minyak goreng di Indonesia. Dengan semakin langkanya bahan baku kelapa/kopra di satu pihak dan makin tersedia minyak sawit, secara bertahap sebagian besar industri minyak kelapa beralih kepada industri minyak goreng sawit. 22

25 Sumber: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), 2014 Gambar 4.3 Perkembangan Produksi Minyak Goreng Sawit Indonesia Tahun Sumber: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), 2014 Gambar 4.4 Rata-rata Pangsa Pasar Minyak Goreng Sawit dalam Konsumsi Minyak Goreng Indonesia Tahun Secara relatif pangsa konsumsi minyak goreng sawit menduduki pangsa terbsesar dalam total konsumsi minyak goreng Indonesia, kemudian disusul minyak goreng lainnya (minyak kedelai, minyak jagung) dan minyak goreng kelapa Industri Margarin/Shortening Industri margarin/shortening di Indonesia telah memiliki sejarah yang panjang. Pada awal perkembangannya menggunakan bahan baku minyak kelapa namun akibat kurangnya minyak kelapa beralih pada bahan baku minyak sawit. Pangsa produksi margarin yang dipasarkan ke pasar domestik cenderung meningkat yakni dari sekitar 78% tahun 2000 menjadi 84% tahun 2008, sementara pangsa untuk tujuan pasar ekspor 23

26 menurun dari 23% menjadi 15%. Tampaknya pertumbuhan pasar domestik lebih mampu menyerap produksi margarin daripada pasar ekspor (GAPKI, 2014). Tujuan pasar eskpor margarin Indonesia adalah Hongkong, Srilangka, Angola, Philipina, Vietnam dan Rusia. Sekitar 50% ekspor margarin Indonesia diserap oleh negara-negara tersebut. Sedangkan sisanya ditujukan untuk ekspor ke negara-negara lain (GAPKI, 2014). Sumber: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), 2014 Gambar 4.5 Perkembangan Produksi Margarine Indonesia Tahun Industri Biodiesel Industri biodiesel. Industri biodiesel merupakan industri hilir minyak sawit yang masih tergolong baru di Indonesia. Industri ini memiliki momentum untuk tumbuh-berkembang setelah harga BBM fosil mengalami kenaikan yang signifikan di pasar dunia khususnya setelah tahun Selain itu, keprihatinan dunia akan pemanasan global yang terutama akibat emisi CO2 dari konsumsi BBM fosil juga ikut merangsang tumbuhnya industri biofuel di seluruh dunia termasuk di Indonesia (Gapki, 2014). 24

27 Sumber: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), 2014 Gambar 4.6 Perkembangan Produksi Biodiesel Indonesia Tahun Sumber: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), 2014 Gambar 4.7 Perkembangan Produksi Biodiesel dan Penggunaannya di Indonesia Industry biodiesl nasional sudah mampu memasok setidak-tidaknya 3 juta ton biodiesel untuk kebutuhan dalam negeri. Realisasi produksi biodiesel Indonesia sejauh ini belum diperoleh data yang akurat, dengan Indonesia sebagai produksi CPO terbesar di dunia, sebenarnya Indonesia juga akan mampu menjadi produsen biofuel terbesar dunia. Dari produksi perkebunan kelapa sawit saja, Indonesia dapat menghasilkan biopremium, biogasolin, biopertamax, dan biosolar jika serius mengembangkannya. Produk biofuel tersebut selain dapat diperbaharui (renewable energy) juga ramah lingkungan (environtment friendly) (GAPKI, 2014). 25

28 4.3 Kelayakan Industri Hilirisasi CPO di KIPI Maloy Aspek Sosial Peningkatan produksi CPO maupun hilirisasi menciptakan kesempatan kerja baru. Teknologi pada industri minyak sawit yang umumnya lebih padat karya (labor intensive), berarti setiap peningkatan produksi pada industri minyak sawit akan menggunakan banyak tenaga kerja. Tabel 4.1 Proyeksi Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Sawit Nasional Tahun Tahun Tenaga Kerja Perkebunan Sawit Supplier Industri Hilir Total Sumber: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), 2014 Penyerapan tenaga kerja pada industri minyak sawit nasional di proyeksikan meningkat dari 5,6 juta tahun 2013 menjadi 7.5 juta tahun 2020, dan menjadi 15.8 juta tahun Aspek Lingkungan Hidup Analisis Kelayakan Lingkungan dilakukan untuk menjawab apakah keberadaan rencana Industri Hilirisasi CPO di KIPI Maloy akan berdampak terhadap lingkungan. Dampak lingkungan ini dapat diidentifikasi dari saat kegiatan kegiatan konstruksi, dan pengolahan. 26

29 Tabel 4.2 Kajian Analisa Dampak Keberadaan Industri Hilirisasi CPO Terhadap Lingkungan Hidup No Kegiatan Keterangan Dampak Positif Dampak Negatif 1 Konstruksi Pembangunan Pondasi dan Main Building Pendatangan dan Prasarana Sarana Proses pembangunan pabrik merupakan hal utama atau hal dasar yang harus dilakukan untuk membangun perkebunan kelapa sawit. Karena pabrik merupakan tempat terjadinya proses pengolahan Sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang akan membantu segala aktifitas pengolahan pabrik yang tidak dapat dilakukan oleh manusia. 2 Pengolahan - Menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) dan industry turunan lainnya yang memberi keuntungan secara financial, membuka lapangan pekerjaan sehingga berkurangnya pengangguran, serta dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat sekitar 1. Kebisingan terhadap masyarakat sekitar terutama dalam proses penancapan tiang pancang pondasi bangunan 2. Ramainya para pekerja yang datang untuk pembangunan pabrik dapat menimbulkan ketidak tenangan terhadap warga sekitar 1. Kebisingan 2. Kerusakan terhadap jalan yang dilalui oleh mobil pembawa sarana dan prasarana tersebut Dampak Pencemaran Udara: 1. Dampak Kesehatan: Infeksi Saluran Pernapasan (ISNA), termasuk diantaranya asma, bronchitis, dan gangguan pernapasan lainnya. Zat-zat lain yang umumnya mencemari lingkungan yaitu Oksida Karbon (CO dan CO2), Oksida Sulfur (SO2 dan SO3), Oksida Nitrogen (NO dan NO2), Hidrokarbon (CH4 dan C4H10), dan Ozon (O3) 2. Dampak Terhadap Tanaman: Tanaman yang tumbuh di daerah dengan tingkat pencemaran udara tinggi dapat terganggu dan rawan penyakit 3. Hujan Asam ph biasa air hujan adalah 5,6 karena adanya CO2 di atmosfer. Pencemar udara seperti SO2 dan NO2 bereaksi 27

30 No Kegiatan Keterangan Dampak Positif Dampak Negatif dengan air hujan membentuk asam dan menurunkan ph air hujan yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas air permukaan, kerusakan tanaman, bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan, mempengaruhi kualitas air tanah 4. Perubahan Iklim Regional dan Global 5. Efek Rumah Kaca 6. Limbah gas yang dihasilkan industri kelapa sawit dapat berupa gas hasil pembakaran serat dan cangkang untuk pembangkit energi serta gas metan dan CO2 yang dihasilkan oleh kolam-kolam pengolahan limbah cair. Limbah gas ini akan menyebabkan meningkatnya kadar CO2 dan mengakibatkan polusi udara Dampak Pencemaran Air: Limbah Cair, limbah cair yang dihasilkan berupa Palm Oil Mill Effluent (POME) air buangan kondensat (8-12 %) an air hasil pengolahan (13-23 %) (Naibaho, 1996) Dampak Pencemaran Tanah: Limbah Padat, Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit terdiri atas tandan kosong kelapa sawit (20-23 %), serat (10-12 %), dan tempurung / cangkang (7-9 %) (Naibaho, 1996). Sumber: Kesuma,

31 Berdasarkan dampak-dampak negatif yang telah dijelaskan pada tabel di atas, tentunya sangat penting dalam pembangunan industri hilirisasi CPO di KIPI Maloy memperhatikan dampak-dampak tersebut, sehinga nantinya pada tahap pengolahan dampak-dampak tersebut dapat diminimalisir, tentunya dengan teknologi dan pengetahuan yang ada Aspek Ekonomi dan Investasi Asama Lemak dari Minyak Kelapa Sawit Analisa ekonomi berfungsi untuk mengetahui apakah pabrik yang akan didirikan dapat menguntungkan atau tidak dan layak atau tidak jika didirikan berdasarkan valuasi ekonominya. Berdasarkan evaluasi ekonomi yang telah dilakukan pabrik direncanakan beroprasi selama 330 hari pertahun dengan jumlah karyawan 200 orang, maka: 1. Modal tetap sebesar Rp ,00 pertahun 2. Modal kerja sebesar Rp ,00 pertahun 3. Kebutuhan Raw Material CPO ,66 ton/tahun 4. Kebutuhan Bahan Penolong HCl ton/tahun, NaOH ton/tahun 5. Kebutuhan listrik 520kW 6. Kebutuhan Air m 3 /tahun Setelah dipotong pajak, keuntungan mencapai Rp ,17 per-tahun Percent Return On Investment (ROI) sesudah pajak sebesar 40,97%. Pay Out Time (POT) setelah pajak adalah 2,12 tahun. Break Event Point terjadi pada kapasitas produksi 31,19% dengan asumsi sebagai berikut: 1. Harga listrik Rp /kwh 2. 1USD = Rp Harga CPO = 818 USD/ton 4. Harga Produk = 1604 USD/ton 5. Jarak rata-rata pabrik CPO =30 km 29

32 Sumber: Hasil Analisis, 2015 Gambar 4.8 Analisis Sensitivitas Pabrik Asam Lemak dari CPO Berdasarkan Gambar di atas, terlihat bahwa pabrik asam lemak sangat sensitif terhadap harga bahan baku dan harga jual dari produknya. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa penurunan harga jual asam lemak (produk) sebesar 20% akan menurunkan ROI hingga di bawah 20%. Sebaliknya, kenaikan harga CPO (bahan baku) sebesar 20% akan mengakibatkan penurunan ROI dari 44,79% hingga menjadi 25,68%. Hasil analisis sensitifitas tersebut menunjukkan bahwa semenjak pabrik didirikan, pihak manajemen pabrik asam lemak harus sudah mempersiapkan strategi untuk menghadapi kemungkinan naiknya harga bahan baku atau turunnya harga jual produk, sehingga usahanya akan dapat bertahan Minyak Goreng Industri minyak goreng kelapa sawit ini diperhitungkan akan membutuhkan investasi sebesar: Rp ,48, dengan kapasitas pabrik ton/tahun produk, maka fixed capital mencapai Rp ,48 dan working capital mencapai Rp ,00. Adapun nilai tersebut berdasarkan perhitungan dari beberapa komponen, yakni sebagai berikut. 1. Keperluan Bahan Baku CPO: ton /tahun 2. Kebutuhan listrik : 796 kw 3. Kebutuhan air : m 3 4. Kebutuhan lahan : m 2 5. Bahan Bakar Boiler : 5446 L/hari 6. Kebutuhan bahan Pendukung: H 3PO 4, Diatomic 7. Kebutuhan Tenaga Kerja : 134 orang 30

33 Analisis ekonomi memberikan hasil besaran Return On Investment (ROI) sesudah pajak sebesar 47,28%. Pay Out Time (POT) setelah pajak adalah 2,06 tahun. Break Event Point terjadi pada kapasitas produksi 44%. Selain analisis ekonomi untuk mengetahui parameter-parameter kelayakan di atas, dilakukan juga analisis sensitifitas untuk mengetahui pengaruh dari perubahan beberapa variabel ekonomi terhadap ROI dari pabrik minyak goreng tersebut. Variabel-variabel yang dimaksud adalah harga bahan baku, biaya transportasi, harga listrik, harga air, harga jual produk, biaya tenaga kerja, serta tingkat suku bunga. Sumber: Hasil Analisis, 2015 Gambar 4.9 Analisis Sensitivitas Pabrik Minyak Goreng dari CPO Berdasarkan Gambar di atas, terlihat bahwa pabrik minyak goreng sangat sensitif terhadap harga bahan baku dan harga jual dari produknya. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa penurunan harga jual minyak goreng (produk) sebesar 10% akan menurunkan ROI hingga di bawah 20%. Sebaliknya, kenaikan harga CPO (bahan baku) sebesar 15% akan menurunkan ROI hingga di bawah 20%. Hasil analisis sensitifitas tersebut menunjukkan bahwa semenjak pabrik didirikan, pihak manajemen pabrik minyak goreng harus sudah mempersiapkan strategi untuk menghadapi kemungkinan naiknya harga bahan baku atau turunnya harga jual produk, sehingga usahanya akan dapat bertahan Biodiesel Berdasarkan evaluasi ekonomi yang telah dilakukan, pabrik direncanakan beroperasi selama 330 hari pertahun dengan kapasitas ton/tahun 1. Total Modal sebesar Rp ,11 31

34 2. Kebutuhan Raw Material CPO ton/tahun 3. Kebutuhan Bahan Penolong Metanol ton/tahun, KOH 3.343ton/tahun 4. Kebutuhan listrik 1494 kw 5. Kebutuhan Air m 3 /tahun Percent Return On Investment (ROI) sesudah pajak sebesar 8,2% dengan asumsi: 1. Harga listrik Rp /kwh 2. 1USD = Rp Harga Produk = harga CPO+228USD/ton RUGI dengan asumsi: Harga Produk = USD/ton (Keputusan Menteri ESDM No K/12/MEM/2015 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati (Biofuel) yang Dicampurkan ke dalam Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan). Percent Return On Investment (ROI) sesudah pajak sebesar 56,05%, IRR = 35,58%, BEP=17,49%, dengan asumsi: 1. Harga Produk = 888USD/ton harga MOPS solar dari Pertamina 2. Harga CPO = Rp /ton (Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI). Sumber: Hasil Analisis, 2015 Gambar 4.10 Sensitifitas Industri Biodiesel 32

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan sejak krisis ekonomi dan moneter melanda semua sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan antar perusahaan semakin ketat dalam suatu industri termasuk pada agroindustri. Salah satu produk komoditi yang saat ini sangat digemari oleh perusahaan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Kunjungan Kerja ke PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik, 17 April 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Kunjungan Kerja ke PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik, 17 April 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Kunjungan Kerja ke PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik, 17 April 2015 Bismillahirrohmanirrahim Yth.Pimpinan dan Karyawan PT. Wilmar Nabati Indonesia Yth. Pejabat Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor pertanian yang dapat meningkatkan devisa negara dan menyerap tenaga kerja. Pemerintah mengutamakan

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN JAKARTA, 7 FEBRUARI 2012 OUTLINE I. Pendahuluan II. Peluang Pengembangan Industri Agro III. Hal-hal yang Perlu Dilakukan IV.Contoh Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Nama : Budiati Nur Prastiwi NIM : 11.11.4880 Jurusan Kelas : Teknik Informatika : 11-S1TI-04 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 Abstrack Kelapa Sawit

Lebih terperinci

Peluang & Tantangan Pengembangan Ketenagalistrikan di Kalbar

Peluang & Tantangan Pengembangan Ketenagalistrikan di Kalbar Peluang & Tantangan Pengembangan Ketenagalistrikan di Kalbar Oleh : Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kalimantan Barat Pada Acara Seminar dan Workshop MKI Wilayah Kalimantan Barat 2013 Pontianak. 13 Maret

Lebih terperinci

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS Jakarta, 27 Mei 2015 Pendahuluan Tujuan Kebijakan Industri Nasional : 1 2 Meningkatkan produksi nasional. Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PENDIDIKAN INVESTASI BIDANG INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN PENGENTASAN KEMISKINAN PERKEBUNAN

PENDIDIKAN INVESTASI BIDANG INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN PENGENTASAN KEMISKINAN PERKEBUNAN PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2014 PENDIDIKAN INVESTASI BIDANG INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN PENGENTASAN KEMISKINAN PERKEBUNAN BADAN AMIL ZAKAT DAERAH 2 PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

di kota tetap Balikpapan menjanjikan. Era ini (tahun milik setara Produksi ton atau Segar) ton CPO (Crude skala cukup luas saat Paser

di kota tetap Balikpapan menjanjikan. Era ini (tahun milik setara Produksi ton atau Segar) ton CPO (Crude skala cukup luas saat Paser Peluang Industri Komoditi Kelapaa Sawit di kota Balikpapan (Sumber : Dataa Badan Pusat Statistik Pusat dan BPS Kota Balikpapan dalam Angka 2011, balikpapan.go.id, www..grandsudirman.com dan berbagai sumber,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI PROVINSI JAMBI DR. EVI FRIMAWATY

PEMANFAATAN LIMBAH SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI PROVINSI JAMBI DR. EVI FRIMAWATY Zumi Zola Zulkifli Gubernur Jambi JAMBI TUNTAS 2020 PEMANFAATAN LIMBAH SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI PROVINSI JAMBI DR. EVI FRIMAWATY PROVINSI JAMBI TERLETAK DI BAGIAN TENGAH PULAU SUMATERA GAMBARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional, karena selain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, sektor ini juga menyumbang devisa, menyediakan

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC) NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha)

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha) 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terbesar di dunia. Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan di

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN PEMBERITAHUAN ATAS PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN PT ANUGERAH PALM INDONESIA OLEH PT USAHA AGRO INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Selama ini Indonesia menggunakan BBM (Bahan Bakar Minyak) sebagai sumber daya energi primer secara dominan dalam perekonomian nasional.pada saat ini bahan bakar minyak

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub sektor agroindustri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (elaeis guineensis) menurut para ahli secara umum berasal dari Afrika. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) dan Kawasan Strategis () Imam S. Ernawi Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU 31 Januari 2012 Badan Outline : 1. Amanat UU RTR dalam Sistem

Lebih terperinci

PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL)

PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL) PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL) 2 nd Lecture of Fat and Oil Technology By Dr. Krishna P. Candra PS Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL DAN PROGRAM MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI)

PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL DAN PROGRAM MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL DAN PROGRAM MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) Disampaikan Pada Acara Forum Komunikasi

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri minyak kelapa sawit (crude palm oil CPO) di Indonesia dan Malaysia telah mampu merubah peta perminyakan nabati dunia dalam waktu singkat. Pada tahun

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA STUDI PEMANFAATAN BIOMASSA LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP DI KALIMANTAN SELATAN (STUDI KASUS KAB TANAH LAUT) OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA 2206 100 036 Dosen Dosen

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi disampaikan pada Forum Sinkronisasi Perencanaan Strategis 2015-2019 Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Kebijakan Energi Nasional Yogyakarta, 13 Agustus 2015

Lebih terperinci

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Rubrik Utama MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Oleh: Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor olume 18 No. 2, Desember

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha di bidang pertanian merupakan sumber mata pencaharian pokok bagi masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian berperan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016 Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi Jambi, 31 Mei 2016 SUMBER PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA 1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Jambi pada Februari 2015 sebesar 4,66

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sudah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Di satu sisi konsumsi masyarakat (demand) terus meningkat,

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia diawali pada tahun 1848 sebagai salah satu tanaman koleksi kebun Raya Bogor, dan mulai dikembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di Indonesia dengan komoditas utama yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). Minyak sawit

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA ARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa agribisnis memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagai Negara penghasil minyak bumi yang cukup besar, masa keemasan ekspor minyak Indonesia telah lewat. Dilihat dari kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak nabati dunia. Prestasi yang membanggakan sebagai negara perintis budidaya kelapa sawit, Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci