VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI"

Transkripsi

1 VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 ABSTRAK YETTI KUSUMAYANTI. Variasi Spasial dan Temporal Hujan Konvektif di Pulau Jawa berdasarkan Citra Satelit GMS-6 (MTSAT-1R). Dibimbing oleh SOBRI EFFENDY dan EDVIN ALDRIAN. Hujan konvektif merupakan tipe hujan yang sering dijumpai di Indonesia, yang dihasilkan oleh proses konveksi. Tipe hujan ini berupa hujan deras dalam waktu singkat dan dapat memiliki intensitas yang lebih tinggi daripada hujan monsun biasa. Proses konveksi dapat memiliki variasi yang berbeda baik terhadap waktu (temporal) maupun lokasi (spasial). Dalam penelitian ini dilakukan penentuan terhadap variasi spasial dan temporal hujan konvektif di pulau Jawa berdasarkan citra satelit GMS-6 dengan menggunakan metode gradien black body temperature (temperatur benda hitam atau T BB ). Hujan konvektif yang dianalisis adalah hujan konvektif ratarata tahunan, bulanan dan tiga bulanan (musiman). Waktu kejadian hujan konvektif baik secara tahunan, bulanan maupun musiman tidak jauh berbeda, yaitu pada pagi hari sekitar pukul sampai WIB dan malam hari antara pukul WIB sampai pagi. Puncak kejadian hujan umumnya terjadi mulai pukul WIB sampai tengah malam. Tetapi berdasarkan lokasi terjadinya hujan pada saat puncak, diperoleh adanya perbedaan antara hujan konvektif rata-rata tahunan, bulanan dan musiman. Hujan konvektif rata-rata tahunan umumnya berawal di bagian barat pulau Jawa dan kemudian mengalami pergerakan/penjalaran ke bagian timur. Pada rata-rata bulanan, hujan konvektif sebagian besar dijumpai berawal di bagian timur pulau Jawa dengan pergerakan ke arah barat. Hanya pada bulan Juli sampai November 2006 hujan terjadi di pulau Jawa bagian barat. Sementara itu, pada rata-rata musiman terdapat dua pola spasial, yaitu pada musim hujan dan musim peralihan basah-kering hujan konvektif dijumpai merata dari barat sampai ke timur pulau Jawa. Sedangkan pada musim kemarau dan peralihan kering-basah, hujan konvektif sebagian besar hanya dijumpai di pulau Jawa bagian barat.

3 VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Variasi Spasial dan Temporal Hujan Konvektif di Pulau Jawa berdasarkan Citra Satelit GMS-6 (MTSAT-1R) Nama : Yetti Kusumayanti NIM : G Menyetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Sobri Effendy, M.Si Dr. Edvin Aldrian, B.Eng M.Sc NIP: NIP: Mengetahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. drh. Hasim, DEA NIP: Tanggal lulus:

5 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berlangsung sejak bulan Mei 2007 ini mengambil tema mengenai hujan konvektif, dengan judul Variasi Spasial dan Temporal Hujan Konvektif di Pulau Jawa berdasarkan Citra Satelit GMS-6 (MTSAT-1R). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sobri Effendy, M.Si selaku pembimbing I serta Bapak Dr. Edvin Aldrian, B.Eng M.Sc selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan kepada penulis. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ahmad Bey selaku dosen penguji atas saran dan masukannya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ibu dan kedua kakak serta seluruh keluarga yang selalu mendukung penulis selama menjalani perkuliahan di Bogor. Selain itu, terima kasih pula untuk seluruh teman-teman GFM angkatan 40 yang berjuang bersama dan memberi bantuan baik tenaga maupun saran selama penelitian khususnya kepada Mamat dan Eko yang telah membantu untuk menginstall Linux. Terima kasih juga untuk Kak Fanida dan Kak Yudhya Sudarmadi yang banyak membantu selama pengumpulan data. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak lepas dari kekurangan. Tetapi penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Juni 2008 Yetti Kusumayanti

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumbawa Besar pada tanggal 17 Februari 1985 dari pasangan Arifuddin L (alm) dan Mastari Inder. Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikannya di SMU Negeri 1 Sumbawa Besar dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima pada Program Studi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menjalani perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Analisis Hidrologi pada tahun ajaran 2007/2008, serta mata kuliah Meteorologi Dinamik tahun ajaran 2007/2008. Penulis juga menjadi penerima Beasiswa Emas PT Newmont Nusatenggara sejak tahun 2003 sampai 2008.

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pembentukan Awan Konvektif Identifikasi Awan Cumuliform dengan Menggunakan Citra Satelit BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Nilai Gradien T BB (Temperatur Benda Hitam) Pola Hujan Konvektif Rata-rata Tahunan Pola Hujan Konvektif Bulanan Pola Hujan Konvektif Musiman (Tiga Bulanan) Variasi Diurnal dan Spasial Hujan Konvektif di atas Pulau Jawa KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 21

8 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Sistem global satelit meteorologi Hujan konvektif rata-rata tahunan Pergerakan hujan konvektif rata-rata tahunan pada saat kejadian dominan Pola hujan konvektif pada lintang 7 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude untuk bulan Januari-Juni Pola hujan konvektif pada lintang 7 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude untuk bulan Juli-Desember Pola hujan konvektif musiman pada 6 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude Pola hujan konvektif musiman pada 7 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude Pola hujan konvektif musiman pada 8 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude Pergerakan hujan konvektif rata-rata pada saat kejadian dominan sepanjang musim hujan (DJF) Pergerakan hujan konvektif rata-rata pada saat kejadian dominan sepanjang musim peralihan (MAM) Pergerakan hujan konvektif rata-rata pada saat kejadian dominan sepanjang musim kemarau (JJA) Pergerakan hujan konvektif rata-rata pada saat kejadian dominan sepanjang musim peralihan (SON) Pola hujan konvektif pada pagi hari ( WIB) Pola hujan konvektif pada siang-sore hari ( WIB) Pola hujan konvektif pada malam hari ( WIB) Pola hujan konvektif pada dini hari ( WIB) Wilayah daratan dan lautan yang digunakan untuk membandingkan nilai gradien T BB pada saat hujan konvektif rata-rata tahunan Perbandingan nilai gradien T BB rata-rata tahunan antara wilayah daratan ( BT dan LS) dan lautan ( BT dan LS)... 19

9 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Citra GMS-6 (MTSAT-1R) dengan format PGM (portable gray map) Contoh data kalibrasi citra GMS-6 kanal infrared 1 (IR1) Script program yang digunakan untuk melakukan kalibrasi dan pemotongan citra GMS Contoh script program yang digunakan dalam pengolahan data Hujan konvektif rata-rata pada musim hujan (DJF) Hujan konvektif rata-rata pada musim peralihan basah-kering (MAM) Hujan konvektif rata-rata pada musim kemarau (JJA) Hujan konvektif rata-rata pada musim peralihan kering-basah (SON) Perbandingan nilai gradien T BB jam WIB antara wilayah Jawa bagian barat, tengah dan timur... 39

10 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah tropik. Letak tersebut mengakibatkan curah hujan yang diterima cukup tinggi. Di daerah tropik, bentuk presipitasi yang umum terjadi adalah hujan. Di Indonesia penelitian mengenai hujan menjadi penting mengingat seringkalinya timbul persoalan baik yang berkaitan dengan rendahnya curah hujan maupun persoalan tentang curah hujan yang tinggi. Di daerah tropik, umumnya hujan terjadi karena proses konvektif. Tetapi seringkali dipengaruhi pula oleh faktor lokal misalnya orografik. Hujan konvektif merupakan hujan yang sering terjadi di Indonesia, yang dihasilkan naiknya udara hangat dan lembab dengan proses penurunan suhu secara adiabatik. Tipe hujan ini berupa hujan deras dengan waktu yang singkat. Hujan konvektif biasanya dapat memiliki intensitas yang lebih tinggi daripada hujan monsun biasa. Bila hujan ini terjadi di daerah yang kurang bervegetasi, maka dapat menyebabkan terjadinya erosi permukaan atau bahkan dapat mengakibatkan banjir dan tanah longsor. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk memonitor kondisi cuaca adalah satelit. Dengan menggunakan satelit, kondisi cuaca dapat teramati secara spasial dalam ruang lingkup yang cukup luas. Satelit GMS dapat memberikan informasi dari hasil liputannya yaitu memantau permukaan bumi, liputan awan, badai tropik, ENSO, posisi dan gerak ITCZ dan menduga curah hujan. Pemanfaatan satelit cuaca ini dapat pula digunakan untuk melihat sebaran awan di daerah Indonesia. Dengan pengolahan citra satelit dapat ditentukan pula sebaran hujan di berbagai daerah. Analisis mengenai hujan konvektif dapat dilakukan secara langsung dengan mengamati curah hujan yang terjadi di suatu wilayah ataupun secara tidak langsung seperti dengan mengamati awan. Dalam penelitian ini, analisis hujan konvektif dilakukan berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh satelit meteorologi. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan variasi temporal dan spasial hujan konvektif di wilayah pulau Jawa dengan menggunakan citra satelit GMS-6. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain dapat memprediksi potensi hujan konvektif ekstrim di wilayah Pulau Jawa secara spasial dan temporal. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pembentukan Awan Konvektif Dalam konsep Klimatologi, hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi yang jatuh ke permukaan bumi. Sedangkan curah hujan umumnya menunjukkan jumlah presipitasi cair. Secara umum presipitasi merupakan produk dari awan yang turun baik berupa air hujan ataupun salju. Di daerah tropik seperti Indonesia presipitasi yang lebih dominan adalah dalam bentuk curah hujan. Tipe-tipe presipitasi (hujan): 1. Hujan Orografik Hujan orografik dihasilkan oleh naiknya udara lembab secara paksa oleh dataran tinggi atau pegunungan. Dengan kata lain, hujan ini merupakan hujan yang dihasilkan dari pengangkatan mekanis di atas rintangrintang pegunungan (Linsley et al. 1986). Di daerah yang topografinya tidak datar, hujan orografik ini lebih menonjol dari hujan tipe lainnya. 2. Hujan Konvektif Hujan konvektif merupakan tipe hujan yang dihasilkan naiknya udara hangat dan lembab dengan proses penurunan suhu secara adiabatik. Udara hangat dan lembab tersebut dihasilkan dari pemanasan permukaan oleh radiasi matahari. Tipe presipitasi ini lebih dihubungkan dengan awan tinggi jenis Cumulus (cumulus congestus) dan awan cumulonimbus (Dyahwathi 2006). Gerakan vertikal dari udara lembab yang mengalami pendinginan dengan cepat akan menghasilkan hujan deras. 3. Hujan Gangguan Hujan siklonik dan hujan frontal adalah hujan yang termasuk dalam tipe hujan gangguan. Hujan siklonik merupakan hujan yang dihasilkan dari pengangkatan udara dalam skala besar yang berasosiasi dengan sistem pusat tekanan rendah (siklon). Hujan yang terjadi agak lebat, dalam waktu yang cukup panjang serta meliputi daerah yang luas yang menyatu ke dalam suatu daerah tekanan rendah. Hujan frontal terjadi di lintang menengah (daerah temperate) akibat naiknya udara yang mengalami konvergensi. Hujan frontal kadang termasuk pula sebagai hujan siklonik.

11 Awan konvektif Awan konvektif umumnya merupakan awan-awan jenis cumulus (cumuliform). Biasanya, awan cumuliform yang tampak di atas daratan terbentuk dari pengangkatan massa udara yang dipanasi oleh radiasi matahari (Mason 1975). Gumpalan awan yang terangkat ini, atau biasa disebut thermals memiliki diameter yang bervariasi dari beberapa puluh sampai ratusan meter selama pengangkatannya dan bercampur dengan udara yang lebih dingin dan kering dari lingkungan sekitar mereka. Di atas ketinggian dasar awan, pelepasan panas laten kondensasi cenderung meningkatkan daya apung dari massa udara naik yang menjulang ke atas dan muncul di atas awan dengan permukaan atas berbentuk bundar. Proses konveksi Proses konveksi terjadi akibat pemanasan permukaan oleh matahari sehingga udara dekat permukaan juga akan menjadi panas. Akibatnya udara menjadi tidak stabil dan bergerak naik karena pemanasan dari bawah oleh radiasi matahari yang menaikkan suhu tanah. Pada siang hari saat suhu permukaan bertambah, awan Cumulus yang relatif kecil akan terbentuk. Awan individu pertama akan menguap dalam waktu lima menit yang dilanjutkan oleh munculnya awan baru. Semakin tinggi suhu permukaan, maka awan Cumulus akan tumbuh semakin besar. Pada saat awan pertama menguap, maka udara yang ditinggalkan akan menjadi lebih lembab dari sebelumnya. Awan tersebut akan bertambah banyak dan akhirnya akan membentuk sebuah kolom udara dengan diameter yang lebih besar hingga mencapai level kondensasi. Pada umumnya udara yang membentuk awan konvektif berasal dari permukaan tanah. Pada saat arus udara naik, maka udara tersebut akan terpusat ke arah awan (Kilwalaga 2003). Perkembangan dari awan konvektif juga dipengaruhi oleh ada atau tidaknya lapisan inversi. Jika arus inversi lemah dan arus vertikalnya kuat, maka awan akan tumbuh dan menembus lapisan inversi sehingga membentuk cerobong (leher). Jika lapisan inversi cukup kuat dan antivertikalnya lemah, maka awan tidak dapat menembus lapisan inversi sehingga bentuknya melebar. Daerah konvektif dicirikan oleh updraft dan downdraft kuat (cumulonimbus) terbatas yang memiliki konsentrasi air terkondensasi dan hujan lebat yang tinggi, pengangkatan skala meso diiringi oleh awan stratiform penghasil hujan lemah, dan downdraft skala meso dari udara kering dan dingin yang berasal dari mid-troposfer biasanya terletak di bawah pengangkatan skala meso (Yano et al. 2001). Menurut Sui et al. (1997), aktivitas konvektif di daerah tropik memiliki tiga variasi. Dengan menggunakan hasil pengamatan TOGA COARE (Tropical Ocean Global Atmosphere Coupled Ocean Atmosphere Response Experiment), diperoleh tiga variasi diurnal dari aktivitas konvektif atmosfer di daerah tropik. Ketiga variasi tersebut, yaitu warm morning cumulus, afternoon convective showers, dan nocturnal convective systems. Curah hujan sore hari terutama terjadi dari sel-sel konvektif, tetapi curah hujan nokturnal disebabkan oleh sel-sel konvektif yang lebih dalam dan awan stratiform dalam wilayah yang luas. Lebih lanjut dinyatakan bahwa hujan konvektif sore hari (afternoon convective showers) lebih nyata terlihat dalam periode tak terganggu skala besar ketika siklus diurnal dari SST terjadi dengan kuat. Akan tetapi, sistem konvektif nokturnal (nocturnal convective systems) dan cumulus pagi hari (warm morning cumulus) lebih tinggi dalam periode terganggu ketika lebih banyak kelembaban yang tersedia (Sui et al. 1997). Beberapa penelitian mengenai variasi aktivitas konveksi di berbagai wilayah di dunia menyebutkan bahwa aktivitas konveksi maksimum umumnya terjadi pada sore hari. Hal ini dinyatakan oleh Reef & Jaffe (1981) berdasarkan analisis variasi diurnal dari konveksi dan presipitasi di atas wilayah Afrika Barat/Atlantik timur tropis yang menyebutkan bahwa aktivitas maksimum konveksi di Atlantik bagian timur terjadi pada sore hari dan terdapat pengaruh benua yang mungkin mempengaruhi siklus diurnal tersebut. Agustine (1984) dalam Sui et al. (1997) menemukan variasi diurnal rata-rata curah hujan dari satelit infrared di atas wilayah tropis yang luas yaitu di Pasifik tengah dan timur menunjukkan nilai maksimum pada sore hari (midafternoon) dan puncak kedua mendekati fajar. Silva Diaz et al. (1987) dalam Sui et al. (1997) juga menyatakan bahwa konveksi terkuat di atas permukaan benua terjadi menjelang malam hari atau sore hari yang bergantung pada dominasi siklus diurnal pemanasan permukaan, kecuali di daerah-daerah dimana perbedaan antara daratan dan lautan sangat nyata atau gaya orografik sangat kuat. Di atas daerah samudera yang bebas dari pengaruh daratan, awan terdingin dan curah hujan maksimum seringkali teramati di pagi hari.

12 2.2 Identifikasi Awan Cumuliform dengan Menggunakan Citra Satelit Satelit geostasioner merupakan satelit yang mengorbit bumi yang berada pada ketinggian sekitar km di atas ekuator, searah dengan rotasi bumi. Area pengamatan satelit ini terbatas pada daerah yang tampak, dan informasi serta gambar yang dihasilkan berguna pada daerah antara 70 LU dan 70 LS. Satelit geostasioner ini memantau berbagai lokasi di permukaan bumi. Kegunaan utama dari satelit geostasioner adalah untuk mengamati bumi dari posisi tetap di atas ekuator dan untuk memonitor perubahan gejala meteorologi termasuk pergerakan awan taifun atau depresi pada interval waktu yang singkat. Satelit geostasioner yang digunakan untuk mengamati daerah Asia Pasifik adalah Geostationary Meteorological Satellite yang mengorbit pada bujur 140 BT. Geostationary Meteorological Satellite (GMS) merupakan satelit geostasioner buatan Jepang yang pertama kali diluncurkan pada tanggal 14 Juli 1977 dengan nama GMS-1. Satelit GMS memiliki empat misi utama, yaitu: a. pengamatan cuaca melalui VISSR b. pengumpulan data meteorologi c. meyebarkan data citra d. pengamatan lingkungan luar angkasa (monitoring partikel matahari) Satelit GMS dapat memberikan informasi dari hasil liputannya yaitu memantau permukaan bumi, liputan awan, badai tropik, ENSO, posisi dan gerak ITCZ dan menduga curah hujan. Satelit ini memiliki dua buah sensor yaitu sensor infra merah (infrared) dan sensor cahaya tampak (visible). Sensor infrared sensitif terhadap panjang gelombang μm dan digunakan untuk mengukur emisi suhu awan. Sedangkan sensor visible yang sensitif terhadap panjang gelombang μm digunakan untuk melihat besarnya albedo objek (Darmawati 2005). Gambar 1 Sistem global satelit meteorologi. (Sumber: ties/gms/index.htm) Identifikasi jenis awan melalui citra satelit umumnya dilakukan dengan mengamati sifat dari awan (tampilan awan dalam citra). Salah satu sifat awan yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah kecerahan. Kecerahan awan dalam citra satelit merupakan indikator yang paling baik untuk mengindikasikan karakteristiknya. Secara umum, pada citra visibel (VIS), nilai kecerahan yang tinggi berasosiasi dengan awan tebal, yang cenderung untuk merefleksikan lebih banyak sinar matahari (Conway 1997). Karena itu, pada citra VIS awan tebal akan tampak putih atau abu-abu yang sangat terang. Sedangkan awan tipis akan tampak lebih gelap atau bahkan transparan. Sementara itu pada citra infrared (IR), nilai kecerahan yang tinggi berasosiasi dengan temperatur terdingin puncak awan. Sehingga puncak awan yang sangat tinggi dan dingin akan tampak putih atau abu-abu yang sangat terang. Sedangkan awan rendah dan hangat akan tampak sebagai bayangan abu-abu gelap atau bahkan menyatu dengan permukaan tanah atau perairan. Awan cumuliform merupakan jenis awan yang menghasilkan hujan konvektif. Awan ini terbentuk dalam kondisi atmosfer yang tidak stabil dimana udara naik dan turun yang menyebabkan awan mengalami perkembangan vertikal. Awan ini terdiri dari dua jenis awan yaitu stratocumulus dan cumulus serta cumulonimbus. Dalam citra satelit, stratocumulus sering tampak dalam helai, garis, atau pola jalan, khususnya di atas air pada musim dingin. Pada citra IR, awan ini akan tampak berwarna abu-abu sedang sementara dalam citra VIS dapat terlihat sangat cerah dan menggumpal. Awan cumulus rendah akan tampak dalam bentuk awan yang tidak teratur dalam ukuran yang beragam. Awan ini akan tampak menggumpal pada citra VIS karena bayangan pada puncak awan yang berbentuk tidak beraturan. Sedangkan pada citra IR awan cumulus memperlihatkan sifat abu-abu yang berkisar dari abu-abu gelap sampai sedang (Conway 1997). Pada saat awan cumuliform terbentuk pada atmosfer yang tidak stabil, udara yang naik dengan cepat menyebabkan awan tumbuh sangat tinggi dan berkembang menjadi awan cumulus yang menjulang tinggi. Dalam kondisi ekstrim awan ini dapat berkembang membentuk anvil. Tipe awan seperti ini dikenal dengan cumulonimbus dan umumnya berasosiasi dengan angin kencang, hujan deras, dan tornado. Dalam citra satelit, awan ini tampak bundar atau segitiga tergantung

13 pada kekuatan angin level atas. Awan cumulonimbus akan tampak sangat cerah baik pada citra VIS maupun IR karena dicirikan oleh awan yang sangat tebal, perkembangan awan yang tinggi dan sangat dingin, serta puncak awan yang tinggi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian berlangsung sejak bulan Mei 2007 sampai dengan bulan Februari Pengambilan dan pengolahan data dilakukan di Lab. Meteorologi dan Kualitas Udara Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB serta di UPT Hujan Buatan BPPT Jakarta. 3.2 Alat dan bahan Alat yang diperlukan adalah seperangkat komputer dengan sistem operasi Mandriva Linux 2007 dan Windows XP Software yang digunakan untuk pengolahan data adalah GrADS (The Grid Analysis and Display System) under Linux serta Microsoft Office. Data yang digunakan adalah data citra satelit GMS-6 atau Multi-Functional Transport Satellite-1R (MTSAT-1R) kanal infrared 1 (IR1) pada tahun 2006 dengan resolusi temporal 1 jam serta file kalibrasinya (Lampiran 1-2). Format citra satelit tersebut adalah PGM (Portable Gray Map). Data citra satelit tersebut dapat pula diperoleh di situs Metode penelitian Langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan semua data citra yang dibutuhkan kemudian dilanjutkan dengan melakukan kalibrasi nilai pixel-gray (nilai terang-gelap) dalam gambar ke dalam nilai temperatur Kelvin. Selanjutnya dilakukan pemotongan citra sesuai dengan daerah yang akan dikaji yaitu Pulau Jawa. Kemudian data citra akan diubah menjadi file binari sehingga dapat dibaca oleh software GrADS. Dengan menggunakan GrADS akan ditentukan nilai gradien black body temperature (T BB ) atau temperatur benda hitam, baik untuk rata-rata tahunan, bulanan maupun untuk 3 bulan (musim). Hasil dari gradien tersebut akan menunjukkan hujan konvektif yang terjadi di wilayah Pulau Jawa Kalibrasi nilai pixel-gray (nilai terang-gelap) dalam gambar ke dalam nilai temperatur Kelvin, pemotongan citra dan pengubahan format menjadi binari Kalibrasi nilai pixel gray (nilai teranggelap) dalam gambar ke dalam nilai temperatur Kelvin Citra satelit GMS-6 dari kanal infrared 1 (IR1) tersimpan berupa file image dengan format PGM dan memiliki derajat resolusi piksel. Setiap piksel memiliki nilai pixel-gray (nilai terang gelap) atau pixval dari 0 sampai 255. Nilai pixel gray ini perlu dikalibrasi menjadi nilai temperatur dalam Kelvin agar dapat diolah lebih lanjut. Setiap file data GMS-6 (citra PGM) disertai dengan file kalibrasi dalam format DAT. Pemotongan citra Citra satelit GMS-6 meliputi wilayah dengan koordinat lintang 70 LU sampai 20 LS dan bujur 70 BT sampai 160 BT dengan derajat resolusi 1/ x1800 piksel. Data citra tersebut terlalu luas jika digunakan untuk menganalisis pulau Jawa sehingga perlu diperkecil sesuai dengan koordinat pulau Jawa yaitu mulai dari 5 sampai 9 LS serta 105 sampai 115 BT. Pemotongan citra dilakukan dengan memasukkan nilai koordinat tersebut dalam script program yang akan dijalankan di Mandriva Linux (Lampiran 3). Pengubahan format citra PGM menjadi binari Pengubahan format citra menjadi binari akan menghasilkan dua file yaitu file *.grd dan file *.ctl. File *.grd merupakan file binari dari data citra sedangkan file *.ctl adalah descriptor file yang memuat informasi mengenai citra satelit tersebut (Lampiran 4). Ketiga langkah di atas dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan script bahasa pemrograman C yang dijalankan di OS Mandriva Linux Namun terlebih dahulu script tersebut harus dicompile menjadi file executable yang dapat dijalankan. Proses compile dilakukan dengan menuliskan perintah sebagai berikut: gcc <nama_script> -o <nama_file_executable> Selanjutnya, file executable tersebut dijalankan untuk memperoleh output berupa file binari. Untuk menjalankannya digunakan perintah berikut:

14 ./<namafile_executable> <namafile_kalibrasi> <namafile_pgm> <namafile_grd> <namafile_ctl> Penentuan nilai gradien T BB Gradien T BB adalah perbedaan antara nilai T BB suatu jam tertentu dengan nilai T BB jam sebelumnya. Nilai gradien inilah yang akan menunjukkan kejadian hujan konvektif. Nilai gradien positif menunjukkan terjadinya perubahan ketinggian/ketebalan awan dari awan yang tebal menjadi lebih tipis. Ini berarti pada waktu tersebut terjadi hujan. Nilai gradien yang menunjukkan kejadian hujan konvektif adalah yang lebih besar dari 6 C. Sedangkan nilai gradien negatif mengartikan hal sebaliknya yaitu terjadinya pertumbuhan/penebalan awan. Nilai gradiennya yaitu lebih kecil dari -6 C. Gradien T BB rata-rata bulanan Penentuan gradien T BB rata-rata bulanan dilakukan dengan menjumlahkan seluruh nilai gradien T BB harian untuk masing-masing jam dan kemudian membaginya dengan jumlah hari dalam satu bulan. Kemudian seluruh nilai gradien rata-rata tersebut digabungkan ke dalam satu file sehingga untuk masing-masing bulan hanya memiliki satu file hasil. Saat file tersebut dibuka di software GrADS, maka akan tampak nilai gradien T BB selama 24 jam. Selanjutnya, untuk mengetahui pola hujan konvektif selama 24 jam pada suatu lintang tertentu, akan ditentukan satu nilai lintang yaitu 7 o LS. Output yang dihasilkan akan memperlihatkan grafik gradien T BB terhadap waktu dan longitude. Gradien T BB tahunan Gradien T BB tahunan merupakan nilai ratarata tahunan dari seluruh nilai gradien harian. Untuk mendapatkannya digunakan hasil gradien rata-rata bulanan yang dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah bulan (12 bulan). Nilai gradien T BB rata-rata tahunan tersebut akan memperlihatkan pola hujan konvektif selama satu tahun di atas pulau Jawa. Gradien T BB musiman (tiga bulanan) Penentuan gradien T BB musiman tidak jauh berbeda dengan penentuan gradien T BB tahunan. Gradien T BB musiman menggunakan nilai gradien tiga bulan yang berdekatan. Nilai gradien tersebut akan dijumlahkan kemudian dibagi sesuai dengan jumlah bulannya, yaitu tiga bulan. Hasil dari gradien T BB musiman yaitu gradien T BB untuk bulan Maret-Mei (MAM), Juni-Agustus (JJA), September- November (SON), dan Desember-Februari (DJF). Hasil tersebut akan digunakan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan pola hujan konvektif pada musim hujan dan musim kemarau serta pada musim-musim peralihan Asumsi Nilai gradien yang berada pada kisaran -6 sampai 6 C tidak dianalisis karena pada kisaran tersebut dianggap hanya terjadi sedikit perubahan ketebalan awan. Dalam menentukan kejadian hujan (hujan konvektif) hanya didasarkan pada nilai perbedaan temperatur permukaan yang ditangkap oleh citra satelit (T BB ) tanpa memperhatikan besarnya curah hujan yang terjadi di lapangan. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan nilai gradien T BB (temperatur benda hitam) Dari hasil pengolahan citra GMS-6, diperoleh bahwa secara umum nilai gradien T BB tahun 2006 memiliki kisaran antara -15 C sampai 15 C. Analisis nilai gradien ini dibagi dua, yaitu untuk gradien yang bernilai positif dan gradien yang bernilai negatif. Nilai gradien positif umumnya dijumpai pada pagi hari mulai pukul WIB sampai sekitar pukul WIB, kemudian dijumpai pula pada pukul malam sampai pukul WIB. Nilai positif ini lebih banyak dijumpai di atas wilayah perairan di sekitar Jawa. Hanya pada pukul sampai WIB dijumpai adanya nilai positif di atas daratan. Gradien positif tidak dijumpai mengelompok di suatu daerah tetapi menyebar tidak terlalu rapat di seluruh wilayah pulau Jawa. Namun, bila diperhatikan secara lebih detail, sebagian besar lebih banyak dijumpai di daerah yang dekat dengan perairan. Sedangkan nilai gradien negatif mulai dijumpai pukul WIB yang terjadi di perairan sebelah utara Jawa. Nilai negatif dijumpai sampai sekitar pukul WIB dimana yang paling banyak terdapat pada pukul WIB serta berkurang sampai pukul WIB. Nilai negatif ini cenderung lebih banyak terjadi di daratan. Pada waktu dominan, nilai negatif hampir terjadi di seluruh daratan pulau Jawa.

15 Secara umum dapat dikatakan bahwa gradien T BB yang bernilai positif terjadi pada waktu malam sampai tengah malam dan dini hari sampai pagi hari. Dan sebaliknya pada siang sampai sore hari menjelang malam yang terjadi adalah gradien T BB yang bernilai negatif. 4.2 Pola hujan konvektif rata-rata tahunan Berdasarkan nilai gradien T BB rata-rata tahunan yang diperoleh, secara temporal pola hujan konvektif dapat dibagi dua yaitu siang hari dan malam hari. Pola hujan konvektif siang hari dimulai dari gradien pukul WIB sampai pukul WIB, sedangkan untuk malam hari dimulai dari gradien pukul WIB sampai pukul WIB. Pada pagi hari mulai pukul sampai WIB pola gradien T BB cenderung bernilai positif. Hal ini mengindikasikan bahwa pada waktu tersebut terjadi hujan konvektif terutama di daerah pesisir sebelah utara. Hujan tersebut berawal di atas lautan di sebelah utara Jawa kemudian bergerak ke arah barat daya menuju daratan. Pada pukul WIB mulai dijumpai gradien yang bernilai negatif, yang mengindikasikan terjadinya perubahan pada ketebalan awan, dari awan yang tipis menjadi lebih tebal. Semakin negatif nilai gradien tersebut maka perubahan ketebalan awan semakin besar, yang artinya semakin besar pertumbuhan awan yang terjadi dalam selang waktu tersebut. Gambar 2. Hujan konvektif rata-rata tahunan Dari hasil rata-rata tahunan, hujan konvektif paling banyak terjadi mulai pukul sampai WIB (Gambar 2). Pada pukul WIB, sebagian besar hujan konvektif terjadi di bagian barat pulau Jawa dengan kisaran gradien T BB sampai 15 o C. Mulai pukul WIB, hujan konvektif terjadi di tengah pulau dan mulai menyebar sampai pukul WIB. Pada pukul WIB dan WIB hujan konvektif yang terjadi sudah tidak terlalu menyebar di seluruh pulau tetapi hanya terjadi di sebagian wilayah Jawa bagian barat dan tengah. Secara umum hujan konvektif banyak terjadi di pulau Jawa bagian barat dan tengah.

16 Untuk nilai rata-rata tahunan secara umum, hujan konvektif lebih banyak dijumpai pada malam dan pagi hari daripada siang hari. Akan tetapi hujan konvektif pagi hari lebih sering dijumpai di atas perairan sekitar Jawa sedangkan di atas daratan Jawa dijumpai pada malam hari. Kejadian hujan konvektif yang dominan pada malam dan pagi hari ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa konveksi terkuat di atas permukaan benua terjadi menjelang malam hari atau sore hari yang bergantung pada dominasi siklus diurnal pemanasan permukaan (Silva Diaz et al dalam Sui et al. 1997). Pada jam-jam dimana kejadian hujan konvektif tinggi, terlihat pula bahwa secara bertahap hujan konvektif tersebut mengalami pergerakan atau pergeseran. Hasil potongan section pulau Jawa (antara lintang 7 sampai 7.5 LS) memperlihatkan adanya pergerakan hujan konvektif yang cenderung menuju ke arah barat. Hujan konvektif yang pada pukul WIB terjadi di sebelah selatan pulau Jawa bagian barat, pada jam-jam berikutnya secara bertahap bergerak ke arah barat menuju ke wilayah perairan (Gambar 3). Adanya pergerakan ini dapat disebabkan oleh faktor angin yang bertiup ke arah barat. Gambar 3. Pergerakan hujan konvektif rata-rata tahunan pada saat kejadian dominan 4.3 Pola hujan konvektif bulanan Hujan konvektif bulanan yang dianalisis adalah hujan konvektif yang terjadi dalam setiap interval waktu satu jam. Untuk melihat pola hujan konvektif bulanan selama 24 jam, dilakukan analisis terhadap satu nilai derajat lintang yaitu lintang 7 LS yang diambil berdasarkan pertimbangan bahwa daerah di sepanjang lintang tersebut merupakan daerah yang berada tepat di tengah pulau Jawa. Hasil analisis menunjukkan bahwa hujan konvektif banyak dijumpai pada bulan Januari sampai Juni 2006 serta pada bulan Desember Pada bulan-bulan tersebut hujan konvektif dijumpai cukup merata dari bagian barat sampai timur Jawa (Gambar 4). Sedangkan pada bulan Juli sampai November 2006 hujan konvektif hanya dijumpai pada wilayah bagian barat pulau Jawa (Gambar 5). Hampir di setiap bulan, hujan konvektif berawal pada pukul 0200 UTC (09.00 WIB) kecuali pada bulan Februari, September dan November. Pada bulan-bulan tersebut, lebih didominasi oleh hujan konvektif malam hari. Hujan konvektif bulan Februari terjadi mulai pukul 1300 sampai 0000 UTC (pukul WIB), sedangkan pada bulan November mulai dijumpai pada pukul WIB sampai pukl dinihari. Sementara itu hujan konvektif pada bulan September mulai dijumpai pada pukul sampai WIB.

17 Hujan konvektif pada bulan Januari sampai Juni dan Desember 2006 terjadi secara merata hampir di sepanjang pulau Jawa. Pada bulan Juli sampai November 2006 hujan konvektif hanya dijumpai di bagian barat pulau Jawa. Dari hasil tersebut dapat pula diketahui bahwa hujan konvektif pada lintang 7 LS tidak terjadi pada lokasi yang sama setiap jamnya. Sebagai contoh pada bulan Desember 2006 hujan konvektif yang terjadi terlihat jelas mengalami pergerakan yang berasal dari timur menuju ke barat. Pada bulan Januari sampai Juni 2006, dijumpai pula beberapa pergerakan yang mengarah ke barat tetapi tidak sejelas bulan Desember Tetapi pada bulan Januari 2006, selain bergerak ke barat terlihat pula pergerakan ke arah timur mulai tengah malam. Sementara itu, pada bulan lainnya terlihat pula pergerakan hujan konvektif dari arah timur ke barat. Gambar 4 Pola hujan konvektif pada lintang 7 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude untuk bulan Januari-Juni 2006.

18 Gambar 5 Pola hujan konvektif pada lintang 7 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude untuk bulan Juli-Desember Pola hujan konvektif musiman (tiga bulanan) Analisis terhadap hujan konvektif musiman dilakukan dengan membandingkan pola hujan konvektif yang muncul di masingmasing musim. Secara umum, pada semua musim hujan konvektif mulai terjadi pada pukul 0000 UTC (07.00 WIB). Tetapi batas waktu kejadian hujan konvektif di setiap musim tidak selalu sama. Pada musim hujan (DJF) dan peralihan (MAM) hujan konvektif masih dapat dijumpai sampai pukul 2200 UTC (05.00 WIB). Sedangkan pada musim kemarau (JJA) dan peralihan (SON) maksimal hanya dijumpai sampai pukul 1700 UTC (00.00 WIB). Pada DJF sendiri, hujan konvektif tidak terjadi secara terus menerus dari pukul sampai WIB. Pada pagi hari (pukul sampai WIB), hujan konvektif di musim ini lebih banyak dijumpai di atas wilayah perairan di sekitar pulau Jawa. Sedangkan hujan yang terjadi di atas daratan paling banyak dijumpai mulai pukul sampai WIB. Sementara itu, sejak pukul siang hari sampai WIB, wilayah di atas pulau Jawa lebih didominasi oleh pertumbuhan awan (Lampiran 5). Sama halnya dengan hujan konvektif DJF, hujan konvektif pada musim peralihan dari basah ke kering (MAM) mulai terjadi pada pagi hari (sekitar pukul WIB) dan dijumpai di atas wilayah daratan Jawa. Selanjutnya hujan di atas daratan dijumpai pula mulai pukul WIB sampai tengah malam yang sebagian besar terjadi di Jawa bagian barat. Sedangkan hujan konvektif yang terjadi di atas wilayah perairan mulai dijumpai pukul sampai dengan pukul WIB (Lampiran 6). Sedangkan pada musim kemarau (JJA) hujan konvektif lebih sering dijumpai di perairan daripada di daratan. Di atas daratan hujan konvektif sebagian besar terjadi pada pukul WIB sampai tengah malam. Selain itu terjadi pula pada pagi hari mulai pukul sampai WIB. Sejak tengah malam sampai pukul WIB, hujan konvektif dijumpai di perairan di sekitar pulau Jawa (Lampiran 7). Sementara itu, hujan konvektif yang dijumpai pada musim peralihan kering-basah (SON) terjadi sekitar pukul sampai WIB dan hanya dijumpai di bagian barat pulau Jawa (Lampiran 8).

19 Pada analisis hujan konvektif terhadap satu nilai lintang tidak dijumpai adanya perbedaan yang sangat jelas. Pada ketiga lintang tersebut hujan konvektif lebih banyak dijumpai pada DJF dan MAM. Pada DJF secara umum dijumpai hujan konvektif pada pagi hari dan sore sampai dini hari. Sementara di siang hari terdapat pembentukan awan. Hal tersebut terlihat baik di lintang 6, 7 maupun 8 LS (Gambar 6-8). Selain itu, terlihat pula bahwa hujan cenderung bergerak atau berpindah ke arah barat. Pada musim peralihan MAM, waktu terjadinya hujan konvektif tidak jauh berbeda dengan DJF yaitu hujan di pagi dan malam hari dengan pembentukan awan pada siang hari. Hanya saja pada musim ini pola pergerakan atau perpindahan hujan konvektif tidak terlihat dengan sangat jelas. Pada musim kemarau JJA dan peralihan SON, hujan konvektif yang dijumpai baik pada lintang 6, 7 maupun 8 LS sangat sedikit. Umumnya hujan yang terjadi pada JJA terjadi mulai sore hari sampai tengah malam. Sedangkan pada SON, hujan konvektif di lintang 6 dan 8 LS hanya terjadi pada pukul WIB tetapi pada lintang 7 LS terjadi mulai pukul WIB sampai tengah malam. Gambar 6 Pola hujan konvektif musiman pada 6 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude.

20 Gambar 7 Pola hujan konvektif musiman pada 7 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude. Gambar 8 Pola hujan konvektif musiman pada 8 LS berdasarkan grafik waktu vs longitude.

21 Sama halnya dengan hujan konvektif ratarata tahunan, hujan konvektif rata-rata musiman juga mengalami pergerakan/ pergeseran secara bertahap. Pergerakan yang dialami secara umum adalah pergerakan ke arah barat (Gambar 9, 10, dan 11). Namun, pada musim peralihan MAM pergerakan hujan konvektif tidak memiliki pola yang jelas dan hanya beberapa yang terlihat berpindah ke arah timur (Gambar 10). Hujan konvektif musiman ini secara umum juga lebih banyak terjadi pada sore hari sampai tengah malam. Sedangkan hujan yang terjadi pada pagi hari lebih sering dijumpai di atas wilayah perairan. Dan pada siang hari lebih banyak dijumpai pembentukan/ penebalan awan. Gambar 9 Pergerakan hujan konvektif rata-rata pada saat kejadian dominan sepanjang musim hujan (DJF).

22 Gambar 10 Pergerakan hujan konvektif rata-rata pada saat kejadian dominan sepanjang musim peralihan (MAM). Gambar 11 Pergerakan hujan konvektif rata-rata pada saat kejadian dominan sepanjang musim kemarau (JJA).

23 Gambar 12 Pergerakan hujan konvektif rata-rata pada saat kejadian dominan sepanjang musim peralihan (SON). 4.5 Variasi temporal dan spasial hujan konvektif di atas pulau Jawa Hujan konvektif yang terjadi di atas pulau Jawa memiliki variasi secara diurnal. Variasi diurnal hujan konvektif terlihat baik pada hasil rata-rata tahunan, bulanan maupun musiman. Pada pagi hari ( WIB atau UTC) pada umumnya hujan konvektif sudah mulai terjadi. Pada jam tersebut kejadian hujan lebih banyak dijumpai pada wilayah bagian utara Jawa termasuk di perairan sebelah utara (Gambar 13). Sedangkan pada siang hari ( WIB) cenderung terjadi pembentukan awan yang cukup tinggi yang berawal di bagian utara pulau dan secara bertahap bergerak menuju bagian tengah dari pulau Jawa (Gambar 14). Sementara itu, pada malam hari hujan konvektif kembali terjadi dan mendominasi wilayah Jawa bagian tengah sampai barat. Sampai menjelang pagi hari, hujan konvektif masih tetap dijumpai di sebagian kecil wilayah pulau Jawa dan lebih banyak terjadi di atas wilayah perairan/lautan (Gambar 15 dan 16).

24 Gambar 13 Pola hujan konvektif pada pagi hari ( WIB). Gambar 14 Pola hujan konvektif pada siang-sore hari ( WIB).

25 Gambar 15 Pola hujan konvektif pada malam hari ( WIB). Gambar 16 Pola hujan konvektif pada dini hari ( WIB). Berdasarkan analisis tersebut dapat dikatakan hujan konvektif di atas pulau Jawa memiliki variasi diurnal dimana kejadian hujan yang paling banyak adalah pada waktu malam hari yaitu mulai pukul WIB. Sedangkan pada siang hari, dijumpai pembentukan awan konvektif yang cukup tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan tingginya aktivitas konveksi di atas daratan pada siang sampai malam hari, yang diakibatkan oleh pemanasan permukaan yang internsif sepanjang siang hari. Sesuai dengan

26 penelitian Nitta dan Sekine (1994) yang menyatakan bahwa di atas benua dan pulaupulau besar, konveksi mencapai intensitas maksimumnya pada sore hari sampai malam hari, kemungkinan karena pemanasan permukaan yang kuat sepanjang siang hari. Sama halnya dengan penelitian Ichikawa dan Yasunari (2006) yang menyatakan konveksi dangkal akan menghasilkan curah hujan di daerah pantai dan pegunungan pada sore hari dan konveksi di atas daratan berlanjut sampai tengah malam. Variasi hujan konvektif bulanan maupun musiman tidak jauh berbeda dengan variasi diurnal dalam satu tahun. Hal ini menunjukkan bahwa variasi hujan konvektif tidak dipengaruhi atau kecil dipengaruhi oleh musim. Sementara itu, untuk variasi spasial hujan konvektif di pulau Jawa terdapat perbedaan antara hujan konvektif rata-rata tahunan, bulanan serta musiman. Pada rata-rata tahunan, hujan konvektif lebih dominan terjadi di Jawa bagian barat dan tengah (Gambar 15). Umumnya hujan konvektif terlebih dahulu terjadi di daerah bagian utara yang didominasi di Jawa bagian barat. Secara bertahap kemudian bergerak ke arah selatan dan terjadi hampir di seluruh daratan pulau Jawa. Selama enam jam ( WIB), sebagian besar hujan terjadi di pulau Jawa bagian barat dan tengah, sedangkan di Jawa bagian timur tidak banyak dijumpai hujan konvektif. Nilai gradien T BB yang menunjukkan hujan konvektif lebih banyak terjadi di bagian barat dan tengah dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada rata-rata bulanan, hujan konvektif dijumpai dari Jawa bagian barat sampai ke timur pada bulan Januari sampai Juni 2006 (Gambar 4). Sedangkan pada bulan Juli sampai November sebagian besar terjadi di Jawa bagian barat. Hujan konvektif pada bulan Desember 2006 dijumpai terjadi dari Jawa bagian barat sampai tengah. Gambar 17 Wilayah daratan dan lautan yang digunakan untuk membandingkan nilai gradien T BB pada saat hujan konvektif rata-rata tahunan. Pada pola hujan konvektif baik rata-rata tahunan, bulanan maupun musiman terlihat adanya perbedaan waktu kejadian hujan di wilayah daratan dan lautan. Gambar 17 menunjukkan contoh lokasi daratan dan lautan yang diambil untuk melihat perbedaan nilai gradien T BB antara daratan dan lautan. Nilai gradien rata-rata tahunan selama 24 jam untuk kedua wilayah tersebut memiliki perbedaan yang jelas pada pukul WIB sampai dini hari (Tabel 1). Pada selang waktu tersebut gradien T BB di wilayah daratan menunjukkan nilai positif yang berarti di wilayah daratan terjadi hujan konvektif.

27 Sebaliknya di atas wilayah lautan dijumpai nilai yang negatif yang menunjukkan terjadinya pembentukan awan. Perbedaan yang cukup jelas terlihat pula pada pukul sampai WIB. Pada waktu tersebut di atas wilayah daratan terjadi pembentukan awan yang ditunjukkan oleh nilai gradien negatif sedangkan di wilayah lautan terjadi hujan konvektif. Dari nilai tersebut terlihat bahwa di atas daratan hujan konvektif lebih dominan terjadi pada malam hari sampai menjelang dini hari. Lebih jelas lagi dapat dilihat pada Gambar 18 yang menunjukkan perbedaan waktu kejadian hujan konvektif di daratan dan lautan. Hal tersebut dapat terjadi karena daratan dan lautan memiliki perbedaan respon terhadap penerimaan radiasi matahari. Di daratan, pemanasan permukaan akibat penerimaan radiasi matahari berlangsung lebih cepat daripada di lautan sehingga di daratan aktivitas konveksi mencapai puncaknya pada siang hari, yang pada akhirnya menyebabkan hujan konvektif di atas daratan terjadi pada sore sampai malam hari. Tabel 1 Perbandingan nilai gradien T BB rata-rata tahunan antara wilayah daratan ( BT dan LS) dan lautan ( BT dan LS) Jam Jam Daratan Lautan (UTC) (WIB)

28 6 4 hujan konvektif daratan lautan 2 gradien TBB pembentukan awan waktu (WIB) Gambar 18 Perbandingan nilai gradien T BB rata-rata tahunan antara wilayah daratan ( BT dan LS) dan lautan ( BT dan LS). V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Nilai gradien T BB di wilayah pulau Jawa secara umum memiliki kisaran dari -15 C sampai 15 C. Dominasi gradien positif dan negatif tidak terjadi secara bersamaan. Gradien negatif paling banyak dijumpai pada pukul WIB, sedangkan dominasi gradien positif terjadi dari pukul serta WIB. Secara spasial, umumnya hujan konvektif banyak terjadi di daratan pulau Jawa sebelah selatan dan barat, walaupun hujan hampir selalu berawal di daerah bagian utara Jawa. Pada waktu-waktu dimana kejadian hujan konvektif dominan, terlihat adanya pergerakan secara bertahap dari hujan konvektif tersebut. Pergerakan tersebut umumnya terjadi ke arah selatan-barat daya dan barat-barat daya. Secara temporal tidak terlihat perbedaan yang besar antara hujan konvektif rata-rata tahunan, bulanan maupun musiman. Berdasarkan hasil rata-rata bulanan, terlihat bahwa setiap bulannya hujan konvektif umumnya terjadi mulai pada malam sampai dinihari serta pada pagi hari, dengan waktu kejadian dominan mulai pukul sampai pukul WIB. Dari hasil rata-rata tahunan, hujan konvektif paling banyak terjadi mulai pukul sampai WIB. Hujan konvektif musiman di atas wilayah pulau Jawa paling banyak terjadi pada musim hujan (DJF) dengan waktu kejadian dominan dari pukul WIB sampai tengah malam. 5.2 Saran Dalam penelitian ini, hanya digunakan data yang berupa citra satelit GMS-6 selama satu tahun yaitu tahun Untuk penelitian lebih lanjut dapat menggunakan jumlah data yang lebih banyak lagi antara lain menggunakan jangka waktu yang lebih dari satu tahun. Selain itu, untuk menambah keakuratan hasil penelitian dapat digunakan data curah hujan yang diukur di lapangan sebagai data pembanding. Akan tetapi data curah hujan tersebut haruslah yang tercatat dengan interval waktu yang sama dengan citra satelit yang digunakan yaitu satu jam.

29 DAFTAR PUSTAKA Augustine JA The diurnal variation of large-scale inferred rainfall over the tropical Pacific Ocean during Mon Wea Rev 112: Conway ED An Introduction to Satellite Image Interpretation. Baltimmore: The Johns Hopkins University Press. Darmawati M Studi curah hujan DKI Jakarta dan kaitannya dengan fenomena Madden Julian Oscillation (MJO): studi kasus bencana banjir besar di Jakarta tahun 2002 [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Dyahwathi N Karakteristik fisik siklon tropik di Samudera Hindia bagian selatan dan pengaruhnya terhadap curah hujan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Ichikawa H, Yasunari T Time-space characteristics of diurnal rainfall over Borneo and surrounding oceans as observed by TRMM-PR. J Clim 19: Kilwalaga I Pengaruh perubahan ketebalan awan terhadap curah hujan di permukaan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Linsley RK, Kohler MA, Paulhus JLH Hidrologi untuk Insinyur. Ed ke-3. Hermawan Y, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Hydrology for Engineer. Mason BJ Clouds, Rain and Rainmaking. Ed ke-2. Cambridge: Cambridge University Press. Nitta T, Sekine S Diurnal variation of convective activity over the tropical western Pacific. J Meteor Soc Japan 72: Reed RJ, Jaffe KD Diurnal variation of summer convection over West Africa and the tropical eastern Atlantic during 1974 and Mon Wea Rev 109: Silva Dias PL, Bonatti JP, Kousky VE Diurnally forced tropical tropospheric circulation over South America. Mon Wea Rev 115: Sui CH, Lau KM, Takayabu YN, Short DA Diurnal variations in tropical oceanic cumulus convection during TOGA COARE. J Atmos Sci 54: Yano JI, Moncrieff MW, Wu X, Yamada M Wavelet analysis of simulated tropical convective cloud systems. Part I: Basic analysis. J Atmos Sci 58:

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ./ 3.3.2 Penentuan nilai gradien T BB Gradien T BB adalah perbedaan antara nilai T BB suatu jam tertentu dengan nilai

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT (Spatial and Temporal Variation of Convective Rain in Java Island based on Citra Images) Yetti Kusumawati 1, Sobri Effendy

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Curah hujan merupakan unsur meteorologi yang mempunyai variasi tinggi dalam skala ruang dan waktu sehingga paling sulit untuk diprediksi. Akan tetapi, informasi curah

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

2 BAB II TEORI DASAR

2 BAB II TEORI DASAR 2 BAB II TEORI DASAR 2.1 Awan Konvektif Di wilayah tropis, sebagian besar hujan umumnya dihasilkan oleh awan-awan cumulus. Awan jenis ini tumbuh karena terjadi karena adanya konveksi, yaitu naiknya udara

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Pembentukan Hujan 1 KLIMATOLOGI

Pembentukan Hujan 1 KLIMATOLOGI Pembentukan Hujan 1 1. Pengukuran dan analisis data hujan 2. Sebaran curah hujan menurut ruang dan waktu 3. Distribusi curah hujan dan penyebaran awan 4. Fenomena iklim (ENSO dan siklon tropis) KLIMATOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017)

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017) ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017) Adi Saputra 1, Fahrizal 2 Stasiun Meteorologi Klas I Radin Inten

Lebih terperinci

MEKANISME HUJAN HARIAN DI SUMATERA

MEKANISME HUJAN HARIAN DI SUMATERA MEKANISME HUJAN HARIAN DI SUMATERA Erma Yulihastin Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN e-mail: erma@bdg.lapan.go.id; erma.yulihastin@gmail.com RINGKASAN Makalah ini mengulas hasil

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI Abstract

ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI Abstract ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI 2014 Erwin Mulyana 1 erwin6715@yahoo.com Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract Application of weather

Lebih terperinci

Informasi Kanal Sadewa 3.0. Didi Satiadi Bidang Pemodelan Atmosfer Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer

Informasi Kanal Sadewa 3.0. Didi Satiadi Bidang Pemodelan Atmosfer Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Informasi Kanal Sadewa 3.0 Didi Satiadi Bidang Pemodelan Atmosfer Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Catatan Teknis No. SADEWA-TN-001 20 Januari 2014 Pendahuluan Satellite Disaster Early Warning System

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI KEJADIAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BMKG Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Telp. Fax. : (0386) 2222820 : (0386) 2222820 Email : stamet.mali@gmail.com

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian bencana dunia meningkat dan 76% adalah bencana hidrometeorologi (banjir, longsor, siklon tropis, kekeringan). Sebagian besar terjadi di negara-negara miskin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 IDENTIFIKASI CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS STASIUN CUACA METEOROLOGI TERKAIT HUJAN

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

Analisis Hujan Lebat pada tanggal 7 Mei 2016 di Pekanbaru

Analisis Hujan Lebat pada tanggal 7 Mei 2016 di Pekanbaru BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI PEKANBARU Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau, Kode Pos 28284 Telepon. (0761)73701 674791 Fax. (0761)73701 email: bmkgpku@yahoo.com

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

DEPRESI DAN SIKLON PENGARUHI CUACA INDONESIA

DEPRESI DAN SIKLON PENGARUHI CUACA INDONESIA AKTUALITA DEPRESI DAN SIKLON INDERAJA TROPIS PENGARUHI CUACA INDONESIA DEPRESI DAN SIKLON TROPIS PENGARUHI CUACA INDONESIA Davit Putra, M.Rokhis Khomarudin (Pusbangja ) Cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Pengaruh Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Indonesia (Mulyana) 39 PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Erwin Mulyana 1 Intisari Hubungan antara anomali suhu permukaan laut di Samudra

Lebih terperinci

SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONDISI CUACA DI INDONESIA (19 23 Desember 2016) Disusun oleh : Kiki, M. Res Rudy Hendriadi

SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONDISI CUACA DI INDONESIA (19 23 Desember 2016) Disusun oleh : Kiki, M. Res Rudy Hendriadi SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONDISI CUACA DI INDONESIA (19 23 ) Disusun oleh : Kiki, M. Res Rudy Hendriadi PUSAT METEOROLOGI PUBLIK BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Januari 2017

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS CUACA STASIUN EKSTRIM METEOROLOGI TERKAIT

Lebih terperinci

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES Abstrak Kondisi fisiografis wilayah Indonesia dan sekitarnya, seperti posisi lintang, ketinggian, pola angin (angin pasat dan monsun),

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA EKSTRIM NTB HUJAN LEBAT TANGGAL 31 JANUARI 2018 LOMBOK BARAT, LOMBOK UTARA, DAN LOMBOK TENGAH Oleh : Joko Raharjo, dkk

ANALISIS CUACA EKSTRIM NTB HUJAN LEBAT TANGGAL 31 JANUARI 2018 LOMBOK BARAT, LOMBOK UTARA, DAN LOMBOK TENGAH Oleh : Joko Raharjo, dkk ANALISIS CUACA EKSTRIM NTB HUJAN LEBAT TANGGAL 31 JANUARI 2018 LOMBOK BARAT, LOMBOK UTARA, DAN LOMBOK TENGAH Oleh : Joko Raharjo, dkk I. INFORMASI CUACA EKSTREM LOKASI 1. Desa Banyu Urip Kec Gerung Lombok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta Menurut Caljouw et al. (2004) secara morfologi Jakarta didirikan di atas dataran aluvial pantai dan sungai. Bentang alamnya didominasi

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS HUJAN STASIUN SEDANG METEOROLOGI &

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BMKG Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Telp. Fax. : (0386) 2222820 : (0386) 2222820 Email : stamet.mali@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA EKSTREM LOMBOK NTB HUJAN LEBAT (CH mm) DI LOMBOK TENGAH 15 SEPTEMBER 2016

ANALISIS CUACA EKSTREM LOMBOK NTB HUJAN LEBAT (CH mm) DI LOMBOK TENGAH 15 SEPTEMBER 2016 ANALISIS CUACA EKSTREM LOMBOK NTB HUJAN LEBAT (CH. 78.2 mm) DI LOMBOK TENGAH TANGGAL 15 SEPTEMBER 2016 I. INFORMASI HUJAN EKSTREM LOKASI STASIUN METEOROLOGI SELAPARANG BIL TANGGAL 15 SEPTEMBER 2016 (Curah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI TANJUNGPANDAN

STASIUN METEOROLOGI TANJUNGPANDAN BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI TANJUNGPANDAN BMKG Bandara H.AS. Hanandjoeddin Tanjungpandan 33413 Telp. : 07199222015 Email: stamettdn@yahoo.com IDENTIFIKASI CUACA TERKAIT

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

TINJAUAN SECARA METEOROLOGI TERKAIT BENCANA BANJIR BANDANG SIBOLANGIT TANGGAL 15 MEI 2016

TINJAUAN SECARA METEOROLOGI TERKAIT BENCANA BANJIR BANDANG SIBOLANGIT TANGGAL 15 MEI 2016 TINJAUAN SECARA METEOROLOGI TERKAIT BENCANA BANJIR BANDANG SIBOLANGIT TANGGAL 15 MEI 2016 I. PENDAHULUAN Merdeka.com - Bencana banjir bandang dan tanah longsor dilaporkan terjadi di kawasan wisata Air

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS CUACA EKSTRIM ANGIN KENCANG (22 Knot)

Lebih terperinci

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR Gerakan Bumi Rotasi, perputaran bumi pada porosnya Menghasilkan perubahan waktu, siang dan malam Revolusi, gerakan bumi mengelilingi matahari Kecepatan 18,5 mil/dt Waktu:

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA DINAMIKA STASIUN ATMOSFER METEOROLOGI

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Email : stamet.mali@gmail.com Telp. : (0386) 2222820 Fax. : (0386) 2222820

Lebih terperinci

ANALISA PERGERAKAN SIKLON TROPIS STAN DAN SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI SUMBAWA BESAR

ANALISA PERGERAKAN SIKLON TROPIS STAN DAN SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI SUMBAWA BESAR ANALISA PERGERAKAN SIKLON TROPIS STAN DAN SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI SUMBAWA BESAR Oleh : Umam Syifaul Qolby, S.tr Stasiun Meteorologi Klas III Sultan Muhammad Kaharuddin

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI WILAYAH KAB. SUMBAWA TANGGAL 11 FEBRUARI 2017

ANALISIS CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI WILAYAH KAB. SUMBAWA TANGGAL 11 FEBRUARI 2017 BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III SULTAN MUHAMMAD KAHARUDDIN JL. GARUDA No. 43 SUMBAWA BESAR NTB Kode Pos 84312TELP : 0371 21859, 24134 FAX : (0371) 626144 Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan Bumi (Shoji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA TERKAIT BANJIR DI KELURAHAN WOLOMARANG, KECAMATAN ALOK, WILAYAH KABUPATEN SIKKA, NTT (7 JANUARI 2017)

ANALISIS CUACA TERKAIT BANJIR DI KELURAHAN WOLOMARANG, KECAMATAN ALOK, WILAYAH KABUPATEN SIKKA, NTT (7 JANUARI 2017) BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI WAI OTI MAUMERE Jln. Angkasa Maumere Flores Telp : ( 0382 ) 21349 B M K G Fax: ( 0382 ) 22967 PO. BOX 100 Kode Pos 86111 e-mail : met_mof@yahoo.com

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA Alamat : Bandar Udara Juanda Surabaya, Telp. 031 8668989, Fax. 031 8675342, 8673119 E-mail : meteojud@gmail.com,

Lebih terperinci

Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Jakarta

Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Jakarta Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Oleh: Kadarsah, Ahmad Sasmito, Erwin Eka Syahputra, Tri Astuti Nuraini, Edvin Aldrian Abstrak Curah hujan yang sangat deras dan bersifat lokal terjadi

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

PENENTUAN DISTRIBUSI TIPE AWAN DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MTSAT IR1

PENENTUAN DISTRIBUSI TIPE AWAN DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MTSAT IR1 PENENTUAN DISTRIBUSI TIPE AWAN DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MTSAT IR1 Saraswati Dewi Intisari Penentuan distribusi tipe awan berdasarkan diagram temperatur kecerahan (TBB) perbedaan TBB dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM (BANJIR) DI KEC.NGARAS KABUPATEN PESISIR BARAT (study kasus tgl 09 Nopember 2017)

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM (BANJIR) DI KEC.NGARAS KABUPATEN PESISIR BARAT (study kasus tgl 09 Nopember 2017) ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM (BANJIR) DI KEC.NGARAS KABUPATEN PESISIR BARAT (study kasus tgl 09 Nopember 2017) Adi Saputra 1, Fahrizal 2 Stasiun Meteorologi Klas I Radin Inten II Bandar Lampung Email

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Email : stamet.mali@gmail.com Telp. : (0386) 2222820 Fax. : (0386) 2222820

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Krismianto Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jl.

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH JAKARTA SELATAN (Studi kasus banjir, 27 dan 28 Agustus 2016) Abstrak

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH JAKARTA SELATAN (Studi kasus banjir, 27 dan 28 Agustus 2016) Abstrak ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH JAKARTA SELATAN (Studi kasus banjir, 27 dan 28 Agustus 2016) Levi Ratnasari 1, Arditho Bramandika Putra 2 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi

Lebih terperinci

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis Hujan hujan tropis adalah daerah yang ditandai oleh tumbuh-tumbuhan subur dan rimbun serta curah hujan dan suhu yang tinggi sepanjang tahun. Hutan hujan tropis

Lebih terperinci

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Ankiq Taofiqurohman S Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Bandung 40600 ABSTRACT A research on climate variation

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

3 BAB III DATA DAN METODOLOGI

3 BAB III DATA DAN METODOLOGI 3 BAB III DATA DAN METODOLOGI 3.1 Data Ada 3 data utama yang digunakan dalam penelitian ini. Data IR yang didownload dari http://www.weather.is.kochi-u.ac.jp/sat.game dalam format PGM (Portable Grey Map).

Lebih terperinci

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com www.news.detik.com STASIUN KLIMATOLOGI KELAS II JEMBRANA - BALI JUNI 2017 ANALISIS KLIMATOLOGI

Lebih terperinci

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *) Musiman dan Non Musiman di Indonesia *) oleh : Bayong Tjasyono HK. Kelompok Keahlian Sains Atmosfer Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung Abstrak Beda pemanasan musiman antara

Lebih terperinci

ANALISIS KEJADIAN ANGIN KENCANG DAN HUJAN LEBAT DI KAB. MEMPAWAH KALIMANTAN BARAT TANGGAL 09 AGUSTUS 2017

ANALISIS KEJADIAN ANGIN KENCANG DAN HUJAN LEBAT DI KAB. MEMPAWAH KALIMANTAN BARAT TANGGAL 09 AGUSTUS 2017 BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KELAS I SUPADIO PONTIANAK Jl. Adi Sucipto KM. 17 Bandara Supadio Pontianak Telp. 0561 721142 Fax. 0561 6727520 Kode Pos 78391 Email : stamet.supadio@bmkg.go.id

Lebih terperinci

ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA.

ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA. ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA. Sebagian besar Wilayah Jawa Timur sudah mulai memasuki musim kemarau pada bulan Mei 2014. Termasuk wilayah Sidoarjo dan

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI SERUI TANGGAL 10 JANUARI 2017 OLEH : EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr NABIRE 2017 ANALISIS KEJADIAN CUACA

Lebih terperinci

ANALISIS EKSTRIM DI KECAMATAN ASAKOTA ( TANGGAL 4 dan 5 DESEMBER 2016 )

ANALISIS EKSTRIM DI KECAMATAN ASAKOTA ( TANGGAL 4 dan 5 DESEMBER 2016 ) BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Email : stamet_bmu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total

Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total 8 Frekuensi siklon 160 140 120 100 80 60 40 20 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total Gambar 6 Frekuensi siklon tropis di perairan sekitar Indonesia (Pasifik

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KECAMATAN PALAS LAMPUNG SELATAN (Studi Kasus Tanggal 27 September 2017)

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KECAMATAN PALAS LAMPUNG SELATAN (Studi Kasus Tanggal 27 September 2017) ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KECAMATAN PALAS LAMPUNG SELATAN (Studi Kasus Tanggal 27 September 2017) Adi Saputra 1, Fahrizal 2 Stasiun Meteorologi Klas I Radin Inten II Bandar Lampung

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Email : stamet.mali@gmail.com Telp. : (0386) 2222820 Fax. : (0386) 2222820

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI PUTING BELIUNG DI DESA BRAJAASRI KEC.WAY JEPARA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Studi Kasus Tanggal 14 Nopember 2017)

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI PUTING BELIUNG DI DESA BRAJAASRI KEC.WAY JEPARA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Studi Kasus Tanggal 14 Nopember 2017) ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI PUTING BELIUNG DI DESA BRAJAASRI KEC.WAY JEPARA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Studi Kasus Tanggal 14 Nopember 2017) Adi Saputra Stasiun Meteorologi Klas I Radin Inten II

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA TERKAIT BANJIR DI KECAMATAN ALOK WILAYAH KABUPATEN SIKKA, NTT (16 DESEMBER 2016)

ANALISIS CUACA TERKAIT BANJIR DI KECAMATAN ALOK WILAYAH KABUPATEN SIKKA, NTT (16 DESEMBER 2016) BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI FRANSISCUS XAVERIUS SIKKA Jln. Angkasa Maumere Flores Telp : ( 0382 ) 21349 B M K G Fax: ( 0382 ) 22967 PO. BOX 100 Kode Pos 86111 e-mail

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNGTANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

ANALISIS KEJADIAN HUJAN ES DI DUSUN SORIUTU KECAMATAN MANGGALEWA KABUPATEN DOMPU ( TANGGAL 14 NOVEMBER 2016 )

ANALISIS KEJADIAN HUJAN ES DI DUSUN SORIUTU KECAMATAN MANGGALEWA KABUPATEN DOMPU ( TANGGAL 14 NOVEMBER 2016 ) NALIS BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Email : stamet_bmu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

KEJADIAN POHON TUMBANG DI PANGKALAN BUN TANGGAL 5 APRIL 2017

KEJADIAN POHON TUMBANG DI PANGKALAN BUN TANGGAL 5 APRIL 2017 KEJADIAN POHON TUMBANG DI PANGKALAN BUN TANGGAL 5 APRIL 2017 I. INFORMASI CUACA Lokasi Kota Pangkalan Bun Tanggal 5 April 2017 Dampak Dua pohon tumbang akibat angin kencang yang menyapu Kota Pangkalan

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST. MT 5. Penyebaran Suhu Menurut Ruang dan Waktu A. Penyebaran Suhu Vertikal Pada lapisan troposfer,

Lebih terperinci

ANALISIS KEJADIAN KABUPATEN SEKADAU, KALIMANTAN BARAT TANGGAL 19 FEBRUARI 2017

ANALISIS KEJADIAN KABUPATEN SEKADAU, KALIMANTAN BARAT TANGGAL 19 FEBRUARI 2017 BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KELAS I SUPADIO PONTIANAK Jl. Adi Sucipto KM. 17 Bandara Supadio Pontianak Telp. 0561 721142 Fax. 0561 6727520 Kode Pos 78391 Email : stamet.supadio@bmkg.go.id

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU Arif Ismul Hadi, Suwarsono, dan Herliana Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Bengkulu Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Telp. (0736)

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR

Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR Suaydhi 1) dan M. Panji Nurkrisna 2) 1) Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN. 2) Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS CUACA EKSTRIM STASIUN TERKAIT METEOROLOGI

Lebih terperinci