BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Gizi pada Balita Menurut Arsad (2006) status gizi balita adalah keadaan kesehatan anak balita yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri. Status gizi adalah keadaan kesehatan yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara makanan, tubuh dan lingkungan hidup manusia. Status gizi diukur dengan cara yaitu (Depkes, 1992). 1. Antropometri, yaitu mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lemak dibawah kulit. 2. Klinik, yaitu pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh ahli medis, biasanya yang melakukannya adalah seorang dokter. 3. Laboratorium, yaitu pemeriksaan darah, urine dan tinja. 4. Dietetik, yaitu pemeriksaan jenis, jumlah, komposisi makanan yang dikonsumsi oleh individu. Berdasarkan Departemen Kesehatan (2011) penentuan status gizi anak balita dilakukan secara klinis dan antropometri (BB/TB-PB), sehingga dapat diketahui tingkat status gizi balita tersebut.

2 Tabel 2.1.Penentuan Status Gizi Secara Klinis dan Antropometri (BB/TB Standar WHO-2005) Status Gizi Klinis Antropometri (BB/TB) Gizi Buruk Tampak sangat kurus dan atau < - 3 SD ada odema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh Gizi Kurang Tampak Kurus - 3 SD < - 2 SD Gizi Baik Gizi Lebih - 2 SD + 2 SD > + 2 SD Masalah Gizi pada Balita Berg ( 1989) berbicara mengenai gizi berarti membicarakan tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan dan proses dimana organisme menggunakan makanan untuk pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, bekerjanya anggota dan jaringan tubuh secara normal dan produksi tenaga. Membahas mengenai masalah gizi, dapat digolongkan kepada tiga bagian sebagai berikut : 1. Gizi kurang, yaitu keadaan tidak sehat (patologik) yang timbul karena tidak cukup makan dan dengan demikian konsumsi energi kurang selama jangka waktu tertentu, ditandai dengan berat badan yang menurun. 2. Gizi lebih, yaitu keadaan tidak sehat (patologik) yang disebabkan kebanyakan makan serta mengkonsumsi energi lebih banyak daripada yang diperlukan tubuh untuk jangka waktu yang panjang, kegemukan merupakan tanda pertama yang biasa dilihat.

3 3. Gizi buruk, yaitu keadaan tidak sehat (patologik) yang disebabkan oleh makanan yang sangat kurang dalam satu atau lebih zat esensial dalam waktu lama, biasanya diikuti dengan tanda-tanda klinis khusus seperti marasmus, kwashiorkor dan marasmus kwashiorkor Penilaian Status Gizi pada Balita Menurut standar WHO (1983) bila prevalensi kurus (wasting) < -2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan. Indeks Antropometri yang sering dipakai adalah :BB/U (berat badan menurut umur) menggambarkan ada atau tidak adanya kurang gizi (malnutrisi), tidak bisa menjelaskan apakah akut atau kronis. TB/U (tinggi badan menurut umur) menggambarkan ada atau tidak adanya malnutrisi kronik. BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) menggambarkan ada atau tidak adanya malnutrisi akut (Depkes, 2004). Khumaidi (1994) berpendapat bahwa berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh. Menurut Arsad (2006) ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat, salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan antropometri, dalam pemakaiannya untuk penilaian status gizi

4 antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain, variabel tersebut adalah sebagai berikut : umur, berat badan dan tinggi badan. Menurut Abunain (1990) berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (berat badan menurut umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu. Menurut Supariasa (2002) indeks BB/U digunakan sebagai salah satu indikator status gizi dan karena sifatnya berat badan yang labil maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi saat ini. Sebagai indikator status gizi BB/U mempunyai kelebihan dan kelemahan, adapun kelebihannya adalah: Dapat lebih mudah dan lebih cepat di mengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek, dan dapat mendeteksi kegemukan. Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk

5 indeks TB/U (tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun (Depkes, 2004) Gizi Buruk pada Balita Pengertian Gizi buruk (severe malnutrition) menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) adalah suatu istilah tehnis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran, gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Menurut Depatemen Kesehatan (2008) gizi buruk adalah keadaan kekurangan gizi menahun yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari. Kekurangan gizi tingkat berat pada anak balita berdasarkan pada indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis seperti marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor, klasifikasi gizi buruk berdasarkan gambaran klinisnya antara lain, sebagai berikut : Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan badan tampak sangat kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput. Gambaran klinis marasmus berasal dari masukan kalori/asupan kalori yang tidak cukup dikarenakan diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti pola asuh yang tidak baik, atau karena kelainan metabolik/malformasi

6 congenital. Malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau dengan hygiene yang jelek (Behrman, 2000) Penyebab Gizi Buruk pada Balita Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit/terkena infeksi, atau disebabkan oleh banyak faktor lainnya seperti, tidak tersedianya makanan yang adekuat, dan anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, serta pola asuh yang salah (IDAI, 2008). Menurut Departemen Kesehatan (2005) gizi buruk di pengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait, secara langsung gizi buruk dipengaruhi oleh tiga faktor penyebab yaitu, anak tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang, anak tidak mendapatkan asuhan gizi yang memadai, dan anak menderita penyakit infeksi. 1. Anak tidak cukup mendapat makanan yang bergizi seimbang Bayi dan anak balita tidak mendapatkan makanan yang bergizi seperti ASI (Air Susu Ibu) ekslusif, dan setelah 6 bulan anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan rendah seringkali anak mendapatkan makanan seadanya karena faktor ketidak tahuan dan ketidak mampuan. 2. Anak tidak mendapatkan asuhan gizi yang memadai

7 Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Pengetahuan orang tua yang kurang tentang pola asuh anak sehingga asupan gizi yang cukup tidak terpenuhi. Salah satu contohnya adalah anak yang tidak diasuh oleh ibunya sendiri, pengasuh kurang mengerti pentingnya makanan bergizi sehingga anak tidak mendapat gizi yang cukup. 3. Anak menderita penyakit infeksi Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian penyakit infeksi dan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga anak mudah terkena penyakit infeksi. Demikian juga anak yang menderita infeksi akan cenderung menderita gizi buruk. 2.2.Penatalaksanaan Gizi Buruk pada Balita Penatalaksanaan gizi buruk adalah suatu kegiatan pelaksanaan pelayanan /penanganan gizi yang dilakukan guna mendukung penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi sampai gizi buruk dengan komplikasi atau tanpa komplikasi, ditangani secara serius sampai dinyatakan sembuh (Depkes, 2006). Tatalaksana gizi berarti mengelola atau melaksanakan pelayanan dan pemberian zat gizi sesuai kebutuhan kepada pasien/balita yang mempunyai masalah gizi sampai pasien/balita tersebut sembuh dan status gizinya kembali pulih atau normal (Depkes, 2009). Berdasarkan standar pelayanan rumah sakit (2006) penatalaksanaan gizi di rumah sakit disebut juga dengan asuhan gizi (nutritional care) yaitu dengan pemberian zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi

8 pasien agar mencapai status gizi optimal oleh ahli gizi, yaitu dengan melakukan beberapa proses mulai dari pengukuran antropometri, diagnosa status gizi, intervensi gizi dan melakukan monitoring dan evaluasi gizi. Menurut WHO (2000) dalam Suwanti (2003) menyebutkan bahwa, cara pemulihan gizi buruk yang paling ideal adalah dengan rawat inap dirumah sakit, tetapi pada kenyataannya hanya sedikit anak dengan gizi buruk yang dirawat karena berbagai alasan. Salah satu contohnya dari keluarga yang tidak mampu, karena rawat inap memerlukan biaya yang besar dan dapat mengganggu sosial ekonomi seharihari. Menurut ASDI (2009) model asuhan gizi atau penatalaksanaan gizi adalah suatu metode pemecahan masalah yang sistematis, dimana ahli gizi (dietisien) di tuntut dapat berpikir kritis dan membuat keputusan yang tepat terkait dalam memecahkan masalah gizi dan dapat melaksanakan asuhan gizi atau penatalaksanaan gizi yang berkualitas, aman dan efektif. Alternatif lain dalam memecahkan masalah gizi buruk adalah dengan melakukan penatalaksanaan gizi balita gizi buruk yang bermutu di posyandu dengan koordinasi penuh dari puskesmas, dan penanganannya harus secara serius karena menyangkut kelangsungan hidup anak. Selain itu dalam rangka menjamin mutu (quality assurance) pelaksanaan tatalaksana gizi buruk tersebut maka itu telah dilaksanakan pelatihan tatalaksana anak gizi buruk (TLAGB) kepada tim asuhan gizi yang terdiri dari dokter, ahli gizi dan perawat yang bertugas di puskesmas dan rumah sakit (Depkes, 2009).

9 Dari berbagai kajian terhadap pelaksanaan pemantauan pertumbuhan ditemukan juga beberapa masalah yaitu seringkali balita yang mengalami gangguan pertumbuhan bahkan gizi buruk tidak dirujuk ke puskesmas/rumah sakit untuk tindak lanjut sebagaimana mestinya sesuai tatalaksana gizi buruk. Kendala lain seperti, masalah kemiskinan dan anak yang menderita infeksi, selain itu juga pengetahuan orang tua yang kurang tentang pola asuh anak, sehingga asupan gizi yang cukup tidak terpenuhi (Depkes, 2009) Aspek-Aspek Penatalaksanaan Gizi pada Balita Pelaksanaan tatalaksana gizi menyangkut banyak aspek seperti adanya tim asuhan gizi yang diperlukan untuk melakukan kegiatan anamnesa, penentuan status gizi dan melakukan pelayanan gizi, baik perawatan, maupun penyelenggaraan makanan, sampai balita gizi buruk dinyatakan sembuh (Depkes, 2006). Menurut Departemen Kesehatan (2009) untuk melihat prosedur tatalaksana gizi buruk dan rujukannya dilakukan dengan mengambil satu contoh atau lebih status pasien anak gizi buruk di puskesmas yaitu dengan melihat tahap-tahap yang dilakukan seperti, pengorganisasian yaitu dengan melihat apakah ada atau tidak tenaga gizi yang telah dilatih untuk menjadi tim asuhan gizi, serta hal-hal lain yang mendukung terlaksananya penatalaksanaan gizi buruk di puskesmas, tatacara/prosedur tatalaksana gizi seperti identifikasi/penemuan kasus baik di posyandu ataupun dipuskesmas, dan penentuan status gizi balita secara benar, serta rujukan/tindak lanjut yang dilakukan, selain itu setelah dilakukan penatalaksanaan gizi dengan benar sesuai prosedur harus dilakukan juga monitoring/pengawasan

10 sehingga balita yang sudah dinyatakan sembuh tetap terpantau berat badannya serta adanya pencatatan pelaporan yang baik. 1. Pengorganisasian Siagian (2002) fungsi pengorganisasian merupakan alat untuk mengatur semua kegiatan yang berkaitan dengan personil, finansial, material dan tatacara untuk mencapai tujuan. Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang, serta pendelegasian dari pimpinan ke staf untuk mencapai tujuan organisasi. Pada pengorganisasian ini mencakup ada tidaknya tim asuhan gizi yang sudah terlatih, tim asuhan gizi adalah sekelompok petugas kesehatan yang berada di rumah sakit ataupun puskesmas yang terkait dengan pelayanan gizi, terdiri dari dokter/dokter spesialis, tenaga pelaksana gizi, dan perawat bidan dari setiap unit pelayanan, bertugas menyelenggarakan asuhan gizi (nutrition care) untuk mencapai pelayanan paripurna yang bermutu (Depkes, 2009). 2. Tatacara (prosedur) dan Tindak Lanjut Tatalaksana Gizi Buruk Tatacara / prosedur tatalaksana gizi dapat dimulai dengan penemuan kasus balita kurang energi protein (KEP)/gizi buruk dapat dimulai dari posyandu ataupun dari puskesmas dimana ditemukannya balita dengan berat badan <-3 standar deviasi (sesuai standar WHO-2005). Untuk melihat prosedur tatalaksana anak gizi buruk dan rujukannya dilakukan dengan mengambil satu contoh atau lebih status pasien anak gizi buruk di puskesmas dimulai dari : Tahap identifikasi identitas anak, kemudian dilakukan

11 anamnesis, pemeriksaan fisik serta penentuan status gizi sehingga diketahui dengan jelas kondisi gizi buruk yang dialami pasien. Rujukan dan persiapan tindak lanjut di puskesmas yaitu menerima rujukan gizi buruk dari Posyandu dalam wilayah kerjanya serta pasien pulang dari rawat inap di rumah sakit, kemudian menyeleksi dengan cara menimbang ulang dan dicek dengan tabel BB/TB, WHO-2005 (Depkes, 2009). Anak dengan kurang energi protein berat/gizi buruk dengan komplikasi serta tanda-tanda kegawat daruratan harus segera dirujuk ke rumah sakit. Tindakan yang dapat dilakukan di puskesmas pada anak gizi buruk tanpa komplikasi yaitu : Memberikan penyuluhan gizi dan konseling diet KEP berat/gizi buruk (dilakukan dipojok gizi), melakukan pemeriksaan fisik dan pengobatan minimal 1 kali perminggu, melakukan evaluasi pertumbuhan berat badan balita gizi buruk setiap dua minggu sekali, melakukan peragaan cara menyiapkan makanan untuk KEP berat/gizi buruk, melakukan pencatatan dan pelaporan tentang perkembangan berat badan dan kemajuan asupan makanan, untuk keperluan data pemantauan gizi buruk di lapangan, posyandu, dan puskesmas. Diperlukan laporan segera jumlah balita KEP berat/gizi buruk ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam 24 jam (Depkes, 2002). 3. Pengawasan (Monitoring) Menurut George Terry berdasarkan fungsi manajemen yang dipakai Depkes, fungsi merupakan fungsi yang terakhir dari proses manajemen, fungsi pengawasan adalah proses untuk mengawasi secara terus menerus pelaksanaan

12 kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang disusun. Melalui fungsi ini standar keberhasilan program yang ditetapkan dibandingkan dengan hasil yang dicapai, apabila ada penyimpangan dan kesenjangan yang terjadi harus segera diatasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Penatalaksanaan Gizi Buruk pada Balita Perkembangan masalah gizi di Indonesia berdasarkan hasil surveilens dari seluruh Dinas Kesehatan Provinsi sejak tahun 2005 didapatkan bahwa setiap bulan kasus gizi buruk mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan karena anak yang menderita gizi buruk mendapat perawatan yang baik di puskesmas maupun rumah sakit. Dilanjutkan perawatan tindak lanjut yang berupa rawat jalan melalui posyandu, untuk memantau kenaikan berat badan serta mendapatkan makanan tambahan (Depkes,2005). Oleh karena itu dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan penatalaksanaan gizi buruk antara lain : Faktor tenaga kesehatan, faktor ibu, faktor program kesehatan, faktor kerjasama lintas sektor, faktor ekonomi dan faktor penyakit. 1. Faktor Tenaga Kesehatan Pemerintah meningkatkan akses pelayanan kesehatan gizi yang bermutu, melalui penempatan tenaga pelaksana gizi di puskesmas dan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam mendeteksi, menemukan dan menangani kasus gizi buruk sedini mungkin. Selain itu pemerintah juga membentuk tim asuhan gizi yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi dan dibantu oleh tenaga kesehatan

13 lainnya. Diharapkan dapat memberikan penanganan yang cepat dan tepat pada kasus gizi buruk, baik di puskesmas maupun rumah sakit (Depkes, 2006). 2. Faktor Ibu Pengetahuan ibu dalam pemberian gizi yang baik pada anaknya merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan pemulihan gizi buruk pada anak balita, sehingga diharapkan tidak terjadi kesalahan dalam pola asuh anaknya. Pada saat pemulihan selain intervensi medis, seharusnya orang tua mendapatkan pembinaan yang berkelanjutan, agar anaknya tidak jatuh dalam kondisi buruk lagi (Depkes, 2006), melalui kegiatan antara lain: memberikan ASI secara ekslusif, menimbang berat badan balitanya secara teratur di posyandu, mengkonsumsi makanan beraneka ragam, serta menggunakan garam beryodium serta mengkonsumsi suplemen gizi (Depkes, 2007). 3. Faktor Program Kesehatan Intervensi yang dilakukan oleh pemerintah melalui upaya promotif dan preventif, untuk melakukan pemantauan pertumbuhan anak melalui kegiatan posyandu, pemberian makanan tambahan, pendidikan dan konseling gizi serta pendampingan keluarga sadar gizi. Pemerintah juga membentuk SKPG (Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi) dalam rangka mendeteksi, menemukan dan menangani kasus gizi buruk sedini mungkin. Untuk meningkatkan status gizi anak dilakukan upaya melalui pemberian perawatan anak gizi buruk di puskesmas perawatan dan rumah sakit (Depkes, 2006). 4. Faktor Kerjasama Lintas Sektor

14 Menurut Mardiyah (2007) mengingat penyebabnya sangat kompleks, penatalaksanaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak, tidak hanya dokter dan tenaga kesehatan saja tetapi juga dari pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat, pemuka agama dan pemerintah. Oleh karena itu penanggulangan masalah gizi buruk merupakan tanggung jawab bersama, yang melibatkan masyarakat dan banyak sektor yang terkait dalam pelayanan kesehatan. Meliputi sektor ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, pemberdayaan perempuan, PKK dan pertanian yang menyangkut ketersediaan pangan dalam rumah tangga. 5. Faktor Ekonomi Adanya krisis ekonomi menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat dan peningkatan harga pangan. Dalam kehidupan sehari-hari pengaruh tersebut sangat dirasakan oleh masyarakat dalam bentuk pengurangan jumlah dan mutu konsumsi makanan sehari-hari (Depkes, 2000). Pada tahun 2000 jaringan pengaman sosial bidang kesehatan (JPSBK) telah berhasil meningkatkan akses keluarga miskin terhadap pelayanan kesehatan. Sehingga derajat kesehatan masyarakat miskin cenderung meningkat dan status gizi buruk mulai menurun (Media Ind, 2008). 6. Faktor Penyakit Salah satu faktor penyebab gizi buruk pada anak balita adalah faktor penyakit yang diderita anak, baik penyakit bawaan seperti penyakit jantung, penyakit infeksi seperti, saluran pernafasan dan diare. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengatasi masalah

15 masalah penyakit pada anak, misalnya memberikan imunisasi kepada ibu hamil dan bayi untuk mencegah terjadinya penyakit (IDAI, 2008). 2.3.Pengetahuan Pengertian Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni : Indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Suatu perbuatan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perbuatan yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan orang yang mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang tersebut akan terjadi proses sebagai berikut : 1. Kesadaran (awareness) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap obyek (stimulus). 2. Merasa tertarik (interest) terhadap stimulus atau obyek tertentu. Disini sikap subyek sudah mulai timbul. 3. Menimbang-nimbang (evaluation) terhadap baik dan tidaknya terhadap stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah tidak baik lagi. 4. Trial, dimana subyek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

16 5. Adopsi (adoption), dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus Tingkat Pengetahuan Menurut Notoadmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, adanya prinsip terhadap obyek yang dipelajari. 4. Analisis (analysis)

17 Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dalam kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan suatu justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada Faktor yang Memengaruhi Pengetahuan Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan menurut Notoadmodjo (2003) antara lain : 1. Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Pendidikan digolongkan sebagai berikut : Tamat SD, Tamat SLTP, Tamat SLTA, Tamat Perguruan Tinggi dan

18 seterusnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan akan semakin tinggi tingkat pengetahuannya. 2. Informasi Seseorang dengan sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. 3. Budaya Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan. 4. Pengalaman Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuannya tentang sesuatu yang bersifat informal. 5. Sosial Ekonomi Sosial ekonomi disini maksudnya adalah tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi akan semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki karena dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi memungkinkannya untuk mempunyai fasilitas-fasilitas yang mendukung seseorang mendapatkan informasi dan pengalaman yang lebih banyak. 2.4.Penatalaksanaan Gizi dan Perbaikan Status Gizi pada Balita Gizi Buruk Status gizi pada balita perlu mendapatkan perhatian yang serius, mengingat jumlah balita di Indonesia sangat besar yaitu sekitar 10 % dari seluruh populasi,

19 perhatian yang serius itu berupa pemberian gizi yang baik. Pada lima tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kehidupan sekaligus meningkatkan kualitas agar mencapai pertumbuhan optimal baik secara fisik, sosial maupun intelegensi. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan intraseluler, yang berarti bertambahnya ukuran tubuh sebagian atau keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat (Depkes, 2005). Apabila balita mengalami status gizi yang buruk, secara otomatis proses pertumbuhan dan perkembangan pada fungsi tubuhnya akan mengalami gangguan, baik itu secara fisik yang dapat dilihat dengan terganggunya pertumbuhan ukuran tubuhnya yaitu panjang atau tinggi badan, sedangkan perkembangan yang terganggu yaitu dalam segi motorik dan tingkat kecerdasan yang rendah dibandingkan anakanak seusianya dengan status gizi yang baik. Departemen Kesehatan (2008) telah mengupayakan penjaringan kasus gizi buruk secara dini melalui kegiatan operasi timbang untuk seluruh balita, yang pelaksanaannya turut melibatkan sektor lain. Balita yang ditemukan dilapangan akan segera divalidasi dan dirujuk ke rumah sakit atau di puskesmas bila terdeteksi gizi buruk berdasarkan indeks BB/TB, akan dilakukan perawatan dan disesuaikan dengan prosedur tatalaksana anak gizi buruk, dan dilihat apakah gizi buruk tersebut tanpa komplikasi atau dengan komplikasi, karena dari segi penanganan yang dilakukan akan berbeda. Saat ini penanganan gizi buruk tidak hanya terpusat pada rumah sakit, tetapi lebih diarahkan agar puskesmas mempunyai kemampuan dalam penanganan gizi

20 buruk, perawatan gizi buruk dapat dilakukan secara rawat inap maupun rawat jalan di puskesmas melalui klinik pemulihan gizi (PPG) atau lebih dikenal dengan TFC (Therapeutic Feeding Center). Untuk itu perlunya diberikan pelatihan tentang tatalaksana gizi buruk bagi semua petugas kesehatan terutama bagi tenaga pelaksana gizi di puskesmas, sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuannya sehingga pada saat ditemukan kasus gizi buruk di wilayahnya, mereka dapat melakukan penatalaksanaan gizi yang sesuai dengan pedoman dan prosedur yang telah ditetapkan. Penelitian Arnelia (1992) menunjukkan sebanyak 20 % anak balita yang awalnya menderita gizi buruk, pasca pemulihan di klinik gizi (pusat penelitian gizi dan makanan, Depkes) masih dalam kondisi gizi buruk. Hal ini menunjukkan bahwa ada suatu hal yang menyebabkan berulangnya kondisi gizi buruk tersebut yang disebabkan oleh banyak faktor lain yang mungkin menjadi penyebabnya. Perkembangan masalah gizi di Indonesia, berdasarkan hasil surveilens dari seluruh Dinas Kesehatan Provinsi sejak tahun 2005 didapatkan bahwa setiap bulan kasus gizi buruk mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan karena anak yang menderita gizi buruk mendapat perawatan yang baik di puskesmas maupun rumah sakit. Dilanjutkan perawatan tindak lanjut yang berupa rawat jalan melalui posyandu, untuk memantau kenaikan berat badan serta mendapatkan makanan tambahan (Depkes, 2005). Menurut Departemen Kesehatan (2009) untuk melihat penatalaksanaan gizi buruk dan rujukannya dilakukan dengan mengambil satu contoh atau lebih status

21 pasien anak gizi buruk di puskesmas yaitu dengan melihat tahap-tahap yang dilakukan seperti, ada tidaknya pengorganisasian yaitu dengan melihat apakah ada atau tidak tenaga gizi, dokter dan perawat/bidan yang telah dilatih untuk menjadi tim asuhan gizi, karena tim asuhan gizi inilah yang akan melakukan penatalaksanaan gizi pada balita gizi buruk yang ada di puskesmas tersebut, serta hal-hal lain yang mendukung terlaksananya penatalaksanaan gizi buruk di puskesmas. Sedangkan tatacara tatalaksana gizi yang dilakukan harus disesuaikan dengan buku pedoman yang ada seperti identifikasi dan penemuan kasus baik di posyandu ataupun dipuskesmas, yang biasanya dilakukan melalui deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang anak dan penentuan status gizi balita secara benar berdasarkan standar WHO 2005, serta rujukan/tindak lanjut yang dilakukan terhadap pasien sudah diberikan sesuai keadaan seperti gizi buruk dengan komplikasi atau tanpa komplikasi, selain itu setelah dilakukan penatalaksana gizi dengan benar sesuai prosedur juga yang harus dilakukan adalah pengawasan sehingga balita yang sudah dinyatakan sembuh atau status gizi sudah mulai baik dan dapat dipulangkan, tetapi tetap terpantau berat badannya. Serta adanya pencatatan pelaporan yang baik, sehingga pada saat keadaan status gizi kembali memburuk catatan dan status pasien dapat dibuka dan dilakukan penanganan dengan baik dan dapat dicari akar permasalahan kenapa dan bagaimana kondisi gizinya dapat kembali memburuk, sehingga solusi penanganan yang akan dilakukan dapat diketahui dengan pasti. Berdasarkan Departemen Kesehatan (2011) dalam pedoman pelayanan anak gizi buruk dijelaskan prosedur dalam penanganan kasus gizi buruk secara rawat jalan

22 dan rawat inap yang merupakan pedoman yang harus dilakukan tenaga kesehatan khususnya tim asuhan gizi yang ada di puskesmas. Sehingga diketahui apa sebenarnya yang menjadi kriteria dari anak gizi buruk, alur pemeriksaan/penemuan kasus, penanganan kasus rawat jalan dan rawat inap, serta pencatatan dan pelaporan dan melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan penatalaksanaan gizi buruk yang telah dilaksanakan. 2.5.Pengetahuan Tenaga Pelaksana Gizi dan Perbaikan Status Gizi pada Balita Gizi Buruk. Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh seseorang, dan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu atau berbagai gejala yang ditemui. Penginderaan melalui panca indera manusia. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoadmojo, 2007). Pengetahuan dalam penatalaksanaan gizi buruk menyangkut ilmu gizi dan segala sesuatu yang diketahui petugas dalam hal ini tenaga pelaksana gizi puskesmas, untuk melakukan penanganan kasus gizi buruk yang ada di wilayah kerjanya, meliputi pengetahuan yang dimulai: pengertian tatalaksana gizi buruk, bagaimana penatalaksanaan kasus dan hal-hal lain menyangkut penatalaksanaan gizi yang akan dilakukan terhadap balita gizi buruk. Menurut Sarjono (1999) penatalaksanaan gizi adalah suatu paket program komprehensif yang memadukan upaya promotif dan kuratif, mengkombinasikan pengobatan semua penyakit penyerta yang sering diderita atau bahkan penyakit itu

23 sendiri yang membuat keadaan anak menjadi gizi buruk, merujuk penyakit secara cepat, menilai status gizi serta menangani dan memberi konseling bagi ibu bagaimana perawatan anak dirumah, nasehat pemberian makan dan kapan harus kembali segera atau kapan harus kembali untuk tindak lanjut dan konseling bagi ibu untuk perawatan dirinya. Semua kegiatan tersebut sepenuhnya harus dipahami dan dilakukan oleh petugas kesehatan khususnya tenaga pelaksana gizi di puskesmas, sehingga diharapkan tenaga pelaksana gizi telah dan mempunyai keterampilan dan tingkat pengetahuan yang baik tentang apa dan bagaimana cara penanganan kasus dan sesuai dengan standar tatalaksana gizi buruk. Apabila petugas kesehatan mempunyai pengetahuan pada materi tatalaksana gizi buruk yang telah dipelajari sebelumnya maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk menjelaskan secara benar sampai dengan menggunakan atau berperilaku sesuai dengan pengetahuannya pada situasi yang sebenarnya. Petugas kesehatan mempunyai kemampuan menganalisa, menyusun formulasi baru berdasarkan ilmu pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan serta melakukan evaluasi sejauh mana kemampuan melaksanakan tatalaksana gizi buruk sesuai standar. 2.6.Landasan Teoritis Berbagai studi menunjukkan bahwa gizi kurang/buruk pada balita disebabkan oleh penyebab langsung dan berbagai penyebab tidak langsung, (Myers, 1990), Zeitlin et al, 1991; Engel, Mennon and Hadad (1997). seperti digambarkan dalam

24 kerangka pikir UNICEF (1998), pada penyebab langsung dari masalah gizi kurang/buruk adalah anak tidak mendapat cukup makanan bergizi dan seimbang, dan disisi lain baik secara bersama atau terpisah menderita penyakit infeksi yang dampaknya akan menyebabkan makin beratnya keadaan gizi balita. Berdasarkan konsep teori Dewan Pimpinan Pusat ASDI (2009), dalam Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) atau disebut juga standardized nutrition care process, bahwa semua pasien malnutrisi atau yang mempunyai masalah gizi diberikan asuhan gizi yang sama dengan pemberian zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien agar status gizinya optimal yang ditangani oleh ahli gizi yaitu dengan melakukan pengkajian gizi (Assessment), diagnosa masalah gizi (Diagnosis), intervensi gizi tahap rencana dan tahap implementasi (intervention) serta melakukan monitoring dan evaluasi. Menurut Depkes (2009), untuk menilai kepatuhan petugas (tim asuhan gizi) dalam menjalankan dan melaksanakan tatalaksana anak gizi buruk sesuai standar dipuskesmas perawatan dan non perawatan dengan melihat pengorganisasian, prosedur tatalaksana gizi buruk, rujukan dan tindak lanjut serta melakukan monitoring dan evaluasi yang dampaknya terhadap peningkatan/perbaikan status gizi balita yang menderita gizi buruk. Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007), diketahui bahwa faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan penatalaksanaan gizi ada 3 faktor yang salah satunya yaitu faktor predisposisi yang didalamnya termasuk pengetahuan yang akan memengaruhi tindakan dan kepatuhannya dalam penatalaksanaan kasus gizi

25 buruk sehingga diharapkan mempunyai dampak terhadap perbaikan status gizi pada balita yang menderita gizi buruk Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Penatalaksanaan gizi - Pengorganisasian - Tatacara (prosedur) - Tindak Lanjut - Pengawasan (monitoring) Pengetahuan Tenaga Pelaksana Gizi Faktor Perancu: 1. Faktor Ibu 2. Faktor Penyakit 3. Faktor Ekonomi Keberhasilan Puskesmas Dalam Perbaikan Status Gizi pada Balita Gizi Buruk Gambar 2.1 : Kerangka Konsep Penelitian. Berdasarkan kerangka konsep dapat dijelaskan dengan penatalaksanaan gizi pada balita gizi buruk seperti adanya pengorganisasian, tatacara penatalaksanaan, tindak lanjut yang diberikan dan pengawasan yang sesuai standar tatalaksana gizi

26 buruk dan tingkat pengetahuan tenaga pelaksana gizi yang baik akan berdampak pada kepatuhannya dalam melakukan penatalaksanaan gizi buruk sesuai standar sehingga puskesmas berhasil dalam perbaikan status gizi pada balita gizi buruk yang ada di wilayah kerjanya. Untuk melihat status gizi pada balita gizi buruk yang telah mendapat penatalaksanaan gizi dilakukan dengan memilih balita gizi buruk yang tidak mempunyai faktor perancu dengan kriteria Inklusi seperti, balita gizi buruk yang tidak menderita penyakit penyerta atau komplikasi, ibu balita yang mendukung dilakukannya penatalaksanaan gizi dan dengan kondisi ekonomi menengah keatas, sehingga faktor perancu pada penelitian ini dapat dihilangkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Dari data Departemen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang belum pernah tuntas ditanggulangi di dunia. 1 Organisasi kesehatan dunia memperkirakan bahwa sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

Pemberian Makanan Tambahan dalam meningkatkan status gizi anak

Pemberian Makanan Tambahan dalam meningkatkan status gizi anak Pemberian Makanan Tambahan dalam meningkatkan status gizi anak Kajian teoritis dan implementatif M I N A R T O 27-08-2016 - Konsep/teori - Praktik/implementasi - Masalah dan solusi Pendekatan komprehensif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP), dan jumlahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak balita merupakan kelompok masa yang dianggap kritis sekaligus masa keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila ditinjau dari kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Balita Balita didefinisikan sebagai anak dibawah lima tahun dan merupakan periode usia setelah bayi dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009). Menurut Sutomo dan Anggraeni (2010),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi pada anak masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antropometri (berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Balita Balita adalah kelompok anak yang berumur dibawah 5 tahun. Umur balita 0-2 tahun merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, terutama yang penting adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita

BAB I PENDAHULUAN. penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas hidup manusia. Kualitas hidup manusia terbagi atas kualitas fisik dan kualitas non

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang di pengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi di nilaidengan ukuran atau parameer gizi.balita yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masalah Gizi Pada Anak Balita Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Akan tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal

Lebih terperinci

UPTD PUSKESMAS KAMPAR KIRI

UPTD PUSKESMAS KAMPAR KIRI KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI Nomor : Revisi Ke : Berlaku Tgl: Ditetapkan Kepala UPTD Puskesmas Kampar Kiri dr. Pasniwati Nip. 19750805 200904 2 001 PEMERINTAH KABUPATEN KAMPAR DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS

Lebih terperinci

frekuensi kontak dengan media massa (Suhardjo, 2003).

frekuensi kontak dengan media massa (Suhardjo, 2003). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Ibu dalam Pemanfaatan KMS Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu) 1. Pengertian Posyandu Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) adalah pusat kegiatan masyarakat dimana masyarakat dapat memperoleh pelayanan Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, situasi gizi dunia menunjukkan dua kondisi yang ekstrem. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu rendah serat dan tinggi kalori,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari membangun manusia seutuhnya yang diawali dengan pembinaan kesehatan anak mulai sejak dini. Pembinaan kesehatan anak sejak awal

Lebih terperinci

Status Gizi. Keadaan Gizi TINDAK LANJUT HASIL PENDIDIKAN KESEHATAN. Malnutrisi. Kurang Energi Protein (KEP) 1/18/2010 OBSERVASI/PEMANTAUAN STATUS GIZI

Status Gizi. Keadaan Gizi TINDAK LANJUT HASIL PENDIDIKAN KESEHATAN. Malnutrisi. Kurang Energi Protein (KEP) 1/18/2010 OBSERVASI/PEMANTAUAN STATUS GIZI OBSERVASI/PEMANTAUAN STATUS GIZI TINDAK LANJUT HASIL PENDIDIKAN KESEHATAN MUSLIM, MPH Akademi Kebidanan Anugerah Bintan Tanjungpinang Kepulauan Riau Pemantauan Status Gizi Dalam membahas observasi/pemantauan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya dalam Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status gizi adalah ekspresi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi buruk mempunyai dimensi yang sangat luas, baik konsekuensinya terhadap penurunan kualitas sumber daya manusia maupun penyebabnya. Gizi buruk secara langsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POSYANDU 2.1.1. Defenisi Posyandu Posyandu merupakan strategi jangka panjang pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapainya, faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Balita (1 5 Tahun) Anak balita adalah anak yang berusia 1-5 tahun. Pada kelompok usia ini, pertumbuhan anak tidak sepesat masa bayi, tapi aktifitasnya lebih banyak (Azwar,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam siklus hidup manusia gizi memegang peranan penting. Kekurangan gizi pada anak balita akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak balita adalah penerus masa depan kita, anak balita juga menentukan masa depan bangsa, anak balita sehat akan menjadikan anak balita yang cerdas. Anak balita salah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI I. PENJELASAN UMUM Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu makanan yang dikonsumsi dan kesehatan anak itu sendiri. Kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh kelompok balita yang merupakan generasi penerus bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini banyak terjadi pada balita terutama di negara-negara. makanan yang tidak cukup (Nelson, 1996). Rata-rata berat badannya

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini banyak terjadi pada balita terutama di negara-negara. makanan yang tidak cukup (Nelson, 1996). Rata-rata berat badannya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malnutrisi merupakan salah satu masalah gizi balita di Indonesia. Masalah ini banyak terjadi pada balita terutama di negara-negara berkembang. Malnutrisi dapat diakibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang terjadi pada makhluk hidup. Pertumbuhan berarti bertambah besar dalam ukuran fisik, akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier,

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berbagai macam jenis penyakit yang diderita oleh pasien yang dirawat di rumah sakit membutuhkan makanan dengan diet khusus. Diet khusus adalah pengaturan makanan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gizi 2.1.1. Definisi Gizi Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari proses yang terjadi pada organisme hidup. Proses tersebut mencakup pengambilan dan pengolahan zat padat dan

Lebih terperinci

Daya tahan rendah Mudah sakit Kematian

Daya tahan rendah Mudah sakit Kematian DR. ESI EMILIA, MSI Gizi Kurang Daya tahan rendah Mudah sakit Kematian Daya tahan rendah Absensi meningkat Produktivitas rendah Pendapatan rendah Tumbuh kembang otak tidak optimal Gangguan kecerdasan &

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Menurut Supariasa dkk (2002) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu sedangkan menurut Almatsier

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa bayi berlangsung selama dua tahun pertama kehidupan setelah periode bayi baru lahir selama dua minggu. Masa bayi adalah masa dasar yang sesungguhnya untuk proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Berat Badan Balita Gizi Kurang 1. Pengertian Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan merupakan pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan

Lebih terperinci

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Apa latarbelakang perlunya KADARZI? Apa itu KADARZI? Mengapa sasarannya keluarga? Beberapa contoh perilaku SADAR GIZI Mewujudkan keluarga cerdas dan mandiri Mengapa perlu

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAYANAN GIZI PUSKESMAS WONOSARI II

PEDOMAN PELAYANAN GIZI PUSKESMAS WONOSARI II PEDOMAN PELAYANAN GIZI PUSKESMAS WONOSARI II BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, besaran masalah gizi pada balita di Indonesia yaitu 19,6% gizi kurang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi utama yang banyak dijumpai pada balita (Sarmin, 2009). pada anak usia balita (WHO, 2007). Hal ini dibuktikannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. gizi utama yang banyak dijumpai pada balita (Sarmin, 2009). pada anak usia balita (WHO, 2007). Hal ini dibuktikannya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malnutrisi adalah suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau status nutrisinya berada di bawah standar ratarata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak balita merupakan salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara

Lebih terperinci

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 1 LATAR BELAKANG Setiap tahun, lebih dari 10 juta anak di dunia meninggal sebelum Latar mencapai Belakang usia 5 tahun Lebih dari setengahnya akibat dari 5 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang baik. Menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang baik. Menciptakan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia yang baik. Menciptakan sumber daya manusia yang bermutu perlu ditata sejak dini

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Balita adalah penerus masa depan kita, balita juga menentukan masa depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah satu golongan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalalah suatu keluarga yang mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalalah suatu keluarga yang mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu

Lebih terperinci

JUKNIS PELAKSANAAN KELAS GIZI TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

JUKNIS PELAKSANAAN KELAS GIZI TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN JUKNIS PELAKSANAAN KELAS GIZI TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurang energi protein (KEP) pada anak umur dibawah lima tahun (balita) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. AIR SUSU IBU 1. ASI Sebagai Makanan Bayi ASI merupakan emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang diekresi oleh kedua belah kelenjar mammae dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang yang ditandai dengan indeks panjang badan dibanding

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (tindakan yang nyata atau practise), sedangkan stimulus atau rangsangan di sini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (tindakan yang nyata atau practise), sedangkan stimulus atau rangsangan di sini BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencegahan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pencegahan adalah proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi. Dengan demikian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia diselenggarakan dalam upaya mencapai visi Indonesia Sehat 2010. Tujuan pembangunan kesehatan 2005 2009 diarahkan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK UMUR 1 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKUAN BARU KOTA JAMBITAHUN 2013

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK UMUR 1 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKUAN BARU KOTA JAMBITAHUN 2013 HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK UMUR 1 TAHUN 1* Marinawati, 2 Rosmeri Bukit 1 STIKes Prima Prodi D III Kebidanan 2 Akademi Kebidanan Dharma Husada Pekan Baru *Korespondensi penulis

Lebih terperinci

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT VOLUME 3 Nomor 03 November 2012 Tinjauan Pustaka PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU MONITORING THE GROWTH OF INFANTS IN POSYANDU Fatmalina Febry Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

Kartu Menuju Sehat (KMS)

Kartu Menuju Sehat (KMS) Kartu Menuju Sehat (KMS) Fungsi: Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare, pemberian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proyeksi peta, serta simbol-simbol dari unsur muka bumi yang disajikan (Jatmiko,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proyeksi peta, serta simbol-simbol dari unsur muka bumi yang disajikan (Jatmiko, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemetaan Peta adalah sarana informasi (spasial) mengenai lingkungan. Pemetaan adalah suatu proses penyajian informasi muka bumi yang fakta (dunia nyata), baik bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa

Lebih terperinci

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN :

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN : HUBUNGAN ANTARA KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA REPAKING KECAMATAN WONOSEGORO KABUPATEN BOYOLALI Anik Kurniawati Jurusan Kebidanan Poltekkes Surakarta E-mail: kurniawati_anik@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN KOTA UPTD PUSKESMAS SEMEMI

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN KOTA UPTD PUSKESMAS SEMEMI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN KOTA UPTD PUSKESMAS SEMEMI Jl. RAYA KENDUNG KEL. SEMEMI KEC. BENOWO TELP. 031 7413631 S U R A B A Y A KODE POS 60198 KERANGKA ACUAN KEGIATAN PELACAKAN BALITA GIZI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Gizi merupakan penentu kualitas sumber daya manusia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Konsumsi gizi yang baik merupakan modal utama bagi kesehatan individu yang dapat mempengaruhi status kesehatan. Individu dengan asupan gizi yang tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu negara yang belum memperlihatkan kemajuan signifikan dalam mencapai tujuan Milenium

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan ini terjadi melalui

Lebih terperinci

berhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut :

berhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perilaku Menurut Lewit (1993), perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Pengertian Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Pengertian Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Pengertian Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam makanan sehari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Status Gizi Status gizi merupakan keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi atau jumlah makanan (zat gizi) yang dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak. Menurut Hidayat (2008), zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi dan Protein 1. Kebutuhan Energi Energi digunakan untuk pertumbuhan, sebagian kecil lain digunakan untuk aktivitas, tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk metabolisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia, oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi semua

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia, oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan indeks pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Pengertian Pos Pelayanan Terpadu atau yang sering disebut dengan Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus Global Scaling Up Nutrition (SUN) Movement pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Nutrisi yang cukup sangat penting pada usia dini untuk memastikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Nutrisi yang cukup sangat penting pada usia dini untuk memastikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nutrisi yang cukup sangat penting pada usia dini untuk memastikan pertumbuhan yang sehat, pembentukan organ yang tepat dan fungsi sistem kekebalan yang kuat, dan perkembangan

Lebih terperinci

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) BAB I PENDAHALUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi masih merupakan beban berat bagi bangsa, hakekatnya berpangkal dari keadaan ekonomi dan pengetahuan masyarakat,

Lebih terperinci

STUDI PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI DESA KOTARAYA BARAT

STUDI PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI DESA KOTARAYA BARAT STUDI PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI DESA KOTARAYA BARAT Bernadeth Rante Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palu Abstrak : Masalah gizi semula dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan status gizi menurun dimana keadaan ini akan

Lebih terperinci