REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA"

Transkripsi

1 REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 2008 SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.7 PEMELIHARAAN PERMUKAAN JALAN DENGAN BUBUR ASPAL EMULSI (SLURRY) DIMODIFIKASI LATEX (SKh-1.6.7)

2 SPESIFIKASI KHUSUS-1 INTERIM SEKSI 6.7 PEMELIHARAAN PERMUKAAN JALAN DENGAN BUBUR ASPAL EMULSI (SLURRY) DIMODIFIKASI LATEX SKh UMUM 1) Uraian Pekerjaan ini harus mencakup penyediaan dan penghamparan bubur aspal emulsi (slurry) dimodifikasi polimer pada permukaan yang telah disiapkan sebelumnya. Pelapisan dengan bubur aspal emulsi (slurry) dimodifikasi polimer terdiri dari campuran aspal emulsi yang dimodifikasi polimer, agregat, bahan pengisi, air, dan bahan tambah yang tertentu, ditakar, dicampur dan dihampar secara merata diatas permukaan yang telah disiapkan sebelumnya atau sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan. Bubur aspal emulsi (slurry) dimodifikasi polimer yang yang telah selesai dihampar akan membentuk lapisan homogen, melekat kuat pada permukaan yang telah disiapkan, dan mempunyai tekstur ketahanan kekesatan sepanjang umur rencananya. Spesifikasi Khusus Interim ini mengacu pada Spesifikasi Umum Direktorat Jenderal Bina Marga edisi Desember ) Pekerjaan Seksi Lain yang Berkaitan dengan Seksi Ini a) Pemeliharaan dan Pengaturan Lalu Lintas : Seksi 1.8 b) Rekayasa Lapangan : Seksi 1.9 c) Bahan dan Penyimpanan : Seksi 1.11 d) Pengembalian Kondisi Perkerasan Lama : Seksi 8.1 e) Pengembalian Kondisi Bahu Jalan Lama pada Jalan Berpenutup : Seksi 8.2 Aspal f) Pemeliharaan rutin perkerasan, bahu jalan, drainase, perlengkapan jalan dan jembatan : Seksi ) Toleransi a) Takaran penghamparan campuran harus dipantau dengan penghamparan diatas bidang pengujian selebar 25 cm x 25 cm yang terbuat dari kertas resap yang bagian bawahnya kedap, yang beratnya harus ditimbang sebelum dan sesudah penghamparan atau dengan cara lain yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan dan harus dilaksanakan Kontraktor (yang selanjutnya disebut Penyedia Jasa) di bawah petunjuk Direksi Pekerjaan. Perbedaan berat harus dipakai dalam menentukan takaran aktual pada tiap kertas dan perbedaan tiap kertas terhadap takaran rata rata yang diukur melintang pada lebar penuh yang telah dihampar tidak boleh melampaui 15 persen takaran rata rata. b) Pengukuran takaran penghamparan campuran minimum dilaksanakan pada 5 penampang melintang yang berjarak sama harus dipasang 3 kertas resap yang berjarak sama, kertas tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 0,5 meter dari tepi bidang yang dihampar atau dalam jarak 10 m dari titik awal penghamparan. Takaran pemakaian, yang diambil sebagai harga rata rata dari semua kertas resap tidak boleh berbeda lebih dari 5 persen dari takaran sasaran. SKh

3 4) Standar Rujukan Standar Nasional Indonesia (SNI) : SNI (AASHTO M82-75) SNI (AASHTO M208-87) SNI (ASTM D 1073) SNI (ASTM D242) SNI (AASHTO T 26) : Spesifikasi Aspal Emulsi Anionik : Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik : Spesifikasi Agregat Halus Untuk Campuran Perkerasan Beraspal : Spesifikasi Bahan Pengisi untuk Campuran Beraspal : Metode Pengujian Mutu Air untuk Digunakan dalam Beton ASTM : ASTM D : Design, Testing, and Construction of Slurry Seal ASTM D : Standard Test methods and Practices for Emulsified Asphalts 5) Pengajuan Kesiapan Kerja Penyedia Jasa harus menyerahkan kepada Direksi Pekerjaan berikut ini: a) Contoh semua bahan yang disetujui untuk dipakai, yang akan disimpan oleh Direksi Pekerjaan selama Periode Kontrak sebagai keperluan rujukan; b) Laporan tertulis yang menyatakan hasil pengujian untuk sifat sifat untuk semua bahan, sebagaimana disyaratkan dalm Pasal SKh ; c) Rumus Perbandingan Campuran (Job Mix Formula) dan hasil data pendukung pengujian, sebagaimana disyaratkan dalm Pasal SKh ; d) Pengujian pengukuran permukaan dalam formulir tertulis sebagaimana disyaratkan dalm Pasal SKh ); e) Data pengujian Laboratorium dan Lapangan dalam formulir laporan tertulis sebagaimana disyaratkan dalm Pasal SKh ). Untuk pengendalian harian dari penimbangan campuran dan mutu campuran. 5) Kondisi Cuaca yang Diijinkan untuk Bekerja Pekerjaan bubur aspal emulsi (slurry) dimodifikasi polimer hanya boleh dilaksanakan bila dasar jalan dalam kondisi permukaan kering dan diperkirakan tidak akan terjadi hujan. Bubur aspal emulsi (slurry) dimodifikasi polimer tidak boleh dilaksanakan bila : - Setelah hujan dengan air masih menggenang pada permukaan jalan. - Bila diperkirakan akan hujan sebelum slurry benar-benar mengering secara sempurna. 6) Perbaikan Campuran yang Tidak Memenuhi Ketentuan Pekerjaan perbaikan dari pelapisan aspal dilaksanakan pada lokasi dengan takaran penghamparan tidak sesuai dengan ketentuan atau persyaratan, atau dianggap Direksi Pekerjaan tidak sesuai ketentuan. Pekerjaan perbaikan mencakup pembongkaran dan SKh

4 penggantian, penambahan takaran penghamparan atau perbaikan lain menurut Direksi Pekerjaan. Tidak ada pembayaran tambahan yang dilakukan untuk perbaikan. 8) Pengembalian Bentuk Pekerjaan Setelah Pengujian Tempat tempat bekas kertas resap untuk pengujian takaran penghamparan harus ditutup kembali secara manual dengan kadar yang hampir sama dengan kadar di sekitarnya. 9) Kondisi Tempat Kerja a) Pekerjaan harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga masih memungkinkan lalu lintas satu lajur tanpa merusak pekerjaan yang sedang dilaksanakan dan hanya menimbulkan gangguan yang minimal bagi lalu lintas. b) Bangunan-bangunan dan benda-benda lain di samping tempat kerja (struktur, pepohonan, dll.) harus dilindungi agar tidak menjadi kotor karena percikan aspal. c) Bahan aspal tidak boleh dibuang sembarangan kecuali ke tempat yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan. d) Penyedia Jasa harus melengkapi tempat pemanasan dengan fasilitas pencegahan dan pengendalian kebakaran yang memadai, juga pengadaan dan sarana pertolongan pertama sesuai pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang berlaku. 6) Pengendalian Lalu Lintas a) Pengendalian lalu lintas harus memenuhi ketentuan Seksi 1.8, Pemeliharaan dan Pengaturan Lalu Lintas dan Pasal dari Spesifikasi Umum. b) Penyedia Jasa bertanggung jawab penuh terhadap dampak yang terjadi bila lalu lintas yang dijinkan lewat di atas slurry yang baru dikerjakan. SKh BAHAN 1) Agregat Agregat harus terdiri dari batu alam atau hasil pemecah batu seperti granit, batu kapur atau agregat berkualitas tinggi lainnya atau gabungan dari padanya yang memenuhi persyaratan kualitas menurut SNI dan harus bebas dari kotoran, bahan organik, gumpalan lempung, debu atau material lainnya yang tidak dikehendaki. Agregat mengandung sedikitnya 50% volume batu pecah, untuk jalan dengan LHR lebih besar dari 500 disyaratkan 100% batu pecah. Agregat harus memenuhi persyaratan mutu pada Tabel SKh (1), dan gradasi agregat pada Tabel SKh (2). Tabel SKh (1) Persyaratan Mutu Agregat No. Pengujian Metode Persyaratan 1. Keausan agregat dengan SNI Maks 35 % mesin abrasi Los Angeles 2. Nilai Setara Pasir SNI Min 60 % 3. Kelekatan agregat SNI Min 95% terhadap aspal 4. Penyerapan air SNI Maks 3% 5. Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfat SNI Maks 20 % SKh

5 Tabel SKh (2) Gradasi Agregat Ukuran Ayakan % Berat yang Lolos Tipe I Tipe II Tipe III 3/8 (9,5 mm) 100 ¼ (6,25 mm) No. 4 (4,75 mm) No. 8 (2,36 mm) No. 16 (1,18 mm) No. 30 (600 ) No. 50 (330 ) No. 100 (150 ) No. 200 (75 ) Catatan : Tipe I cocok untuk pelaburan, pengisian rongga pada permukaan, perbaikan erosi permukaan yang lebih parah atau akibat teroksidasi berat dan untuk meningkatkan ketahanan gelincir jalan. Jenis ini digunakan pada perkerasan bandar udara, jalan antar kota atau perkotaan dengan lalu lintas sedang sampai berat. Tipe II cocok untuk memperbaiki kondisi permukaan yang terkelupas berat, meningkatkan ketahanan gelincir jalan atau membentuk permukaan aus yang baru. Juga digunakan di daerah luar kota maupun perkotaan dengan lali lintas padat. Tipe III mempunyai manfaat serupa dengan Tipe II namun memberikan tekstur makro yang lebih besar. Pasir dengan tekstur yang licin dengan penyerapan air lebih dari 1,25 % (SNI ) tidak boleh digunakan lebih dari 50% dari total gabungan agregat. 2) Bahan Pengisi (Filler) 3) Air Bahan pengisi yang digunakan terdiri atas 2 jenis, yakni yang aktif dan tidak aktif secara kimiawi. Bahan pengisi yang aktif secara kimiawi diantaranya semen portland, kapur TOHOR, amonium sulfat, sedangkan bahan pengisi yang tidak aktif diantaranya abu batu kapur, abu arang batu, dan abu batu. Bahan pengisi harus memenuhi persyaratan SNI Bahan pengisi yang diperlukan 0,5% sampai 3% dari berat kering agregat didalam perencanaan campuran. Bahan pengisi harus dianggap sebagai bagian dari agregat kering. Air yang digunakan harus bersih, tidak mengandung kotoran organik, garam-garam berbahaya, debu, atau lanau. Air harus diuji sesuai dan memenuhi persyaratan SNI Air dengan kualitas dapat diminum boleh dipakai tanpa pengujian. Kesesuaian air menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa. Prosentase air dalam perencanaan campuran yang diperlukan seperti yang diperlukan untuk dapat menghasilkan kekentalan campuran yang memadai. 4) Aspal Emulsi Aspal emulsi harus homogen dan menunjukkan tidak adanya pemisahan setelah dicampur. Sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan, jenis emulsi yang digunakan: 1. Aspal Emulsi mutu SS-1h memenuhi persyaratan SNI ; 2. Aspal Emulsi mutu CSS-1h dan CQS-1h memenuhi persyaratan SNI Jenis aspal emulsi ditentukan dengan persetujuan Direksi Pekerjaan. Aspal emulsi jenis CQS-1h ditetapkan di lapangan bilamana waktu penutupan lalu lintas sangat terbatas. SKh

6 5) Latex Modifier Kadar latex adalah 1% - 3% berdasarkan berat bitumen di dalam aspal emulsi, yang disertifikasi oleh pemasok emulsi dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan, dan harus diaduk kedalam aspal emulsi. 6) Aspal Emulsi yang Dimodifikasi Latex Setiap aspal emulsi yang dicampur dengan latex modifier harus diaduk sebelum proses emulsifikasi. Aspal Emulsi yang Dimodifikasi Latex harus sesuai dengan persyaratan dalam Tabel SKh (3). Tabel SKh (3) Persyaratan Mutu Aspal Emulsi yang Dimodifikasi Latex No. Pengujian Metode Persyaratan 1. Viskositas Aspal, SSF (detik) SNI Sisa (residu) Minimum Destilasi (%) SNI Min Pengujian dari hasil pengujian destilasi: - Penetrasi - Titik Lembek ( o C) - Daktilitas (cm) 7) Bahan Tambah SNI SNI SNI Min 48 Min 50 Setiap bahan tambah yang digunakan untuk mempercepat atau memperlambat setting dari slurry harus mendapat persetujuan dari Direksi Pekerjaan dan sebagai bagian dari desain campuran. Jumlah dan jenis bahan tambah harus dicantumkan dalam dsain campuran. 8) Sumber Pasokan Persetujuan sumber pemasokan agregat, aspal, dan bahan pengisi (filler) harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan sebelum pengiriman bahan. Setiap jenis bahan harus diserahkan seperti diperintahkan Direksi Pekerjaan. SKh CAMPURAN 1) Komposisi Umum Campuran Bubur aspal emulsi (slurry) dimodifikasi latex terdiri dari agregat, bahan pengisi, aspal emulsi, air, latex modifier, dan bahan tambah yang ditambahkan bila diperlukan untuk menjamin sifat sifat campuran memenuhi ketentuan yang disyaratkan Tabel SKh (4). 2) Prosedur Rancangan Campuran a) Sebelum diperkenankan untuk menghampar setiap campuran slurry dalam Pekerjaan, Penyedia Jasa disyaratkan untuk menunjukkan semua usulan metode kerja, agregat, aspal emulsi dimodifikasi latex, dan campuran yang memadai dengan membuat dan menguji campuran percobaan di laboratorium dan juga dengan penghamparan campuran percobaan yang telah dibuat. b) Pengujian yang diperlukan meliputi analisa saringan agregat, dan sifat lainnya seperti diminta oleh Direksi Pekerjaan. Pengujian pada campuran percobaan meliputi pengujian konsistensi, pengujian waktu reaksi dan waktu pengeringan, dan pengujian abrasi jalur basah. SKh

7 c) Pengujian percobaan campuran laboratorium harus dilaksanakan dalam beberapa langkah dasar berikut ini: i. Penentuan Proporsi Campuran Agregat Tentukan proporsi campuran agregat, termasuk bahan pengisi, secara grafis sedemikian rupa sehingga menghasilkan gradasi yang sesuai dengan persyaratan pada Tabel SKh (2). Apabila digunakan semen portland sebagai bahan pengisi, jumlah diijinkan berkisar 1% - 3%. ii. Penentuan Kadar Residu Aspal Emulsi Dimodifikasi Latex Perkiraan Tentukan kadar residu Aspal Emulsi Dimodifikasi Latex perkiraan berdasarkan gradasi agregat campuran dengan rumus dibawah ini. p = (0,05A + 0,1B + 0,5C) x 0,7 dimana : p = persen residu Aspal Emulsi Dimodifikasi Latex perkiraan terhadap berat kering agregat A= persen agregat tertahan saringan No.8 (2,36 mm) B = persen agregat lolos saringan No.8 (2,36 mm) dan tertahan saringan No.200 (0,75 mm) C = persen agregat lolos saringan No.200 (0,75 mm) Bila kadar residu Aspal Emulsi Dimodifikasi Latex lebih kecil dari persyaratan minimum atau lebih besar dari persyaratan maksimum pada Tabel SKh (5), maka yang diambil adalah kadar minimum atau kadar maksimum. Berdasarkan persen residu, kadar aspal emulsi dimodifikasi latex perkiraan dihitung dengan rumus berikut ini. AE = (p/r) x 100 dimana : AE = persen aspal emulsi dimodifikasi latex terhadap berat kering agregat R = persen residu Aspal Emulsi Dimodifikasi Latex yang digunakan (basil percobaan) iii. Penentuan Kadar Air untuk Mencapai Konsistensi Optimum Campuran Kadar air campuran adalah kadar air yang memberikan nilai konsistensi optimum campuran dengan melakukan pengujian konsistensi campuran. iv. Pengujian Waktu Pemantapan dan Waktu Perawatan 3) Persyaratan Campuran Pengujian dilakukan untuk memperoleh waktu pemantapan (setting time) dan waktu perawatan (curing time) dari campuran slurry. Waktu yang diperoleh di laboratorium dapat berbeda dengan yang diperoleh di lapangan. Faktor yang paling penting adalah bahwa sesudah pencampuran dan penghamparan, campuran cepat mengalami reaksi sehingga memungkinkan jalan dibuka untuk lalu lintas. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh campuran slurry adalah sebagai berikut: SKh

8 Tabel SKh (4) Persyaratan Campuran Slurry Sifat Sifat Campuran Tipe I Tipe II Tipe III Takaran Pemakaian (kg/m 2 ) Min Max Kadar Residu Aspal Emulsi Dimodifikasi Min Max 7,50 10,00 6,50 8,50 5,50 8,00 Latex (%) Bahan Pengisi (%) Min 0,50 0,50 0,50 Kadar Latex (%) Kohesion (kg cm) 30 min 60 min 90 min Abrasi Jalur Basah (gr/m 2 ) Max Min Max Min Min Min 2,00 1,00 3, ,00 1,00 3, ,00 1,00 3, Max ) Toleransi Toleransi bahan secara individual untuk campuran slurry adalah sebagai berikut : a. Setelah disain kadar residu aspal emulsi dimodifikasi latex ditentukan, toleransi diberikan adalah kurang lebih satu persen. b. Prosentase agregat lolos harus berada pada rentang amplop gradasi. c. Tingkat takaran pemakaian, setelah sekali ditetapkan, tidak boleh bervariasi 0,91 kg/m2 dan harus ada pada rentang tingkat pemakaian yang direncanakan. SKh PERALATAN 1) Umum Semua metoda dan peralatan yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan harus mendapat persetujuan Direksi Pekerjaan sebelum digunakan dan bila ditemukan ketidak sesuaian peralatan harus diperbaiki seperti yang disyaratkan. Semua peralatan harus terpelihara dan pada kondisi yang memuaskan. 2) Mesin Pencampur Mesin yang digunakan harus dirancang secara khusus dan dapat memproduksi hamparan slurry seal. Bahan harus dicampur dengan mesin pencampur baik yang terpasang pada truk atau yang direncanakan secara menerus. Mesin yang berproduksi secara menerus harus dilengkapi material pemasukan tersendiri sambil terus menghampar slurry seal. Setiap jenis mesin harus mampu mengirimkan dan menakar agregat, aspal emulsi, bahan pengisi, bahan tambah, dan air secara akurat ke alat pencampur dan mengeluarkan hasil campuran mengalir secara menerus. Mesin harus mempunyai kapasitas penyimpanan yang mencukupi untuk agregat, aspal emulsi, bahan pengisi, bahan tambah dan air untuk menjaga pemasokan yang memenuhi pengendalian takaran. Mesin yang terpasang pada truk akan lebih cocok untuk pelaksanaan dengan lebar terbatas, dan pelataran parkir. SKh

9 3) Peralatan Penakaran Pengukur volume atau berat tersendiri untuk penakaran setiap material yang akan dipakai pada campuran (seperti agregat, bahan pengisi, aspal emulsi, dan bahan tambah) harus tersedia dan mempunyai tanda batas secara jelas. Alat penakaran biasanya berupa konter berputar dan digunakan pada kalibrasi material serta penentuan keluaran hasil campuran pada setiap waktu. 4) Peralatan Penghampar Kotak penghampar harus dilengkapi pencegah terbuangnya slurry seal dari semua sisi dan dengan penyipat yang lentur yang dapat diatur. Alat juga harus mampu meratakan agar dapat mengkompensasi deviasi pada geometri perkerasan. Kotak penghampar harus bebas dari penumpukan aspal dan agregat. Alat penyipat harus tetap lentur pada setiap saat. 5) Kalibrasi Setiap bagian slurry seal yang akan digunakan harus dikalibrasi dan disaksikan oleh Direksi Pekerjaan sebelum pelaksanaan. Tidak diizinkan penggunaan peralatan untuk pelaksanaan pekerjaan sebelum dikalibrasi secara menyeluruh dan/atau diterima. SKh PEMBUATAN DAN PRODUKSI CAMPURAN SLURRY 1) Kemajuan Pekerjaan Campuran slurry tidak boleh diproduksi bilamana tidak cukup tersedia peralatan pengangkutan, penghamparan, atau pembentukan, atau pekerja, yang dapat menjamin kemajuan pekerjaan dengan tingkat kecepatan minimum 60% kapasitas mesin pencampur. 2) Penyiapan Bahan Aspal Emulsi Bahan aspal emulsi harus disimpan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perubahan sifat sifat aspal emulsi selama masa penyimpanan sampai dengan pencampuran di lapangan. Sebelum pencampuran dimulai setiap hari, harus ada aspal emulsi yang siap dikirim ke mesin pencampur. 3) Penyiapan Agregat a) Agregat untuk campuran harus memenuhi persyaratan agregat, dikeringkan dan bersih dari kotoran, dan setiap pengangkutan agregat ke lokasi pekerjaan harus selalu ditimbang dan dicatat. b) Bila diperlukan untuk memenuhi gradasi yang disyaratkan, maka bahan pengisi (filler) harus ditakar sehingga kebutuhan per satuan pengukuran agregat dapat diketahui secara pasti. 4) Penyiapan Campuran Agregat kering yang disiapkan harus digabung dalam pusat pengolah mesin pencampur dalam proporsi yang akan menghasilkan fraksi agregat sesuai yang disyaratkan. Bahan aspal emulsi harus diukur dan dimasukkan ke dalam mesin pencampur. SKh

10 SKh PENYIAPAN PELAKSANAAN PEKERJAAN 1) Verifikasi Lokasi percobaan yang akan dihampar ditentukan oleh Direksi Pekerjaan sebelum pelaksanaan dimulai. Direksi Pekerjaan akan memeriksa pekerjaan percobaan untuk diverifikasi kesesuaiannya dengan spesifikasi yang disyaratkan. Bila terjadi kegagalan dalam percobaan penghamparan ini, maka harus dilakukan percobaan kembali, sampai didapatkan pecobaan yang memuaskan. 2) Pengendalian Lalu Lintas Kewajiban Penyedia Jasa untuk menyediakan pengaturan lalu lintas, seperti penghalang, pengarah, konus, tanda peringatan, personil pemegang bendera dll, untuk melindungi slurry yang belum mengering dari lalu lintas dan menyediakan keselamatan pada daerah pekerjaan. Setiap kerusakan pada slurry yang belum mengering akan menjadi tangung jawab Penyedia Jasa dan harus diperbaiki sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan. 3) Persiapan Permukaan Perkerasan Segera sebelum penghamparan slurry, perkerasan harus dibersihkan secara menyeluruh, terbebas dari material lepas, tumbuhan, tanah dan material lainnya yang tidak diharapkan. Setiap lobang, atau kerusakan lainnya harus diperbaiki sebelum penghamparan slurry seal. 4) Lapis Perekat Bila diperlukan, Penyedia Jasa harus memberikan lapis Perekat atau penutup kedua slurry seal pada perkerasan beton, atau pada perkerasan yang menyerap slurry cukup tinggi. Apabila diperlukan lapis perekat, campurkan satu bagian emulsi dengan tiga bagian air untuk lapis perekat dengan menggunakan jenis aspal emulsi yang sama seperti untuk yang dipakai pada slurry. Tingkat penyemprotan yang diperlukan adalah 0,22 lt/m 2 kotoran dan bahan yang tidak dipergunakan harus dibuang. sampai 0,44 lt/m 2. Semua SKh PELAKSANAAN PEKERJAAN 1) Penyemprotan Air Bila kondisi memerlukan, maka perkerasan harus disemprot dengan kabut air didepan kotak penghampar. Air yang digunakan pada penyemprotan di permukaan tersebut agar permukaan cukup basah tapi tidak ada air yang menggenang didepan kotak penghampar. Penyemprotan air 0,22 lt/m 2 sampai 0,68 lt/m 2. 2) Kestabilan Campuran Slurry harus cukup stabil saat dihampar sehingga emulsi tidak pecah, tidak ada pemisahan bagian agregat yang halus dengan yang kasar dan cairan campuran tidak mengalir di permukaan perkerasan. 3) Sambungan Tidak terbentuk penimbunan yang berlebihan atau ketidak rapihan diizinkan pada sambungan melintang atau memanjang. Tumpang tindih yang berlebihan tidak diizinkan pada sambungan memanjang. Penyedia Jasa harus menyediakan peralatan penghampar SKh

11 dengan lebar yang memadai untuk dapat menghasilkan jumlah sambungan memanjang seminimum mungkin. Sambungan memanjang harus ditempatkan sepanjang lajur perkerasan. 4) Pekerjaan Manual Pada daerah dimana kotak penghampar tidak dapat digunakan, slurry harus dihamparkan secara manual untuk mendapatkan penutupan yang menyeluruh dan merata. Setiap sambungan atau retak yang tidak terisi oleh slurry harus diperbaiki secara manual. Seluruh pekerjaan secara manual harus selesai sewaktu proses penghamparan dengan mesin. 5) Kerapihan Pekerjaan Garis lurus sepanjang kereb dan bahu jalan harus rapih. Tidak boleh ada bagian tercecer pada bagian ini yang diizinkan. Garis sepanjang simpangan jalan harus dipelihara tetap lurus. Slurry harus dihampar dekat dengan kereb atau pada suatu jarak tertentu sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan. 6) Penggilasan Penggilasan dan pemadatan secara umum tidak diperlukan, namun untuk daerah dengan volume lalu lintas berat dan adanya belokan dengan kecepatan rendah, umpamanya pada simpangan jalan, penggilasan mungkin akan diperlukan. Perkerasan slurry harus digilas oleh pemadat roda pneumatik dan dilengkapi dengan sistem penyemprot air. Perkerasan slurry harus digilas minimum 5 gilasan dengan alat pemadat. Penggilasan tidak boleh dilakukan sebelum slurry telah cukup matang sehingga tidak terdapat bagian yang melekat pada roda penggilas. 7) Perawatan Lalu lintas tidak diizinkan lewat diatas slurry sampai benar - benar matang, sehingga cukup kuat agar slurry tidak rusak. Setiap slurry yang rusak sebelum matang harus diperbaiki sampai memuaskan dengan biaya dari Penyedia Jasa. 8) Pembersihan Semua perlengkapan jalan yang ada seperti lobang saluran, dll, harus dikembalikan pada posisi awal. Penyedia Jasa harus membuang semua bahan yang tidak digunakan dan debu dari lokasi penghamparan sebelum penerimaan pekerjaan akhir. SKh PENGENDALIAN MUTU DAN PEMERIKSAAN DI LAPANGAN 1) Pengambilan Contoh untuk Pengendalian Mutu Campuran Contoh yang perlu diambil untuk pengujian harian: i) Agregat dari penampung untuk gradasi agregat ii) Campuran agregat untuk penentuan gradasi dengan cara pencucian iii) Bahan aspal emulsi dimodifikasi latex 2) Pengujian Pengendalian Mutu Campuran Penyedia Jasa harus menyimpan catatan dari seluruh pengujian dan catatan ini harus dikirimkan kepada Direksi Pekerjaan secara terus menerus tanpa keterlambatan. SKh

12 SKh PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN 1) Pengukuran Pekerjaan a) Kuantitas yang diukur untuk pembayaran pelapisan campuran slurry adalah meter persegi yang terhampar di lapangan, disetujui/diterima oleh Direksi Pekerjaan. Dihitung sebagai hasil perkalian panjang ruas yang diukur dan lebar yang diterima. b) Kuantitas yang diterima untuk pengukuran tidak boleh meliputi lokasi dengan takaran penghamparan kurang dari yang dapat diterima atau setiap bagian yang terkelupas. Lokasi dengan kadar aspal yang tidak memenuhi ketentuan toleransi tidak akan diterima untuk pembayaran. 2) Dasar Pembayaran Daerah yang dilapisi campuran slurry dan diterima oleh Direksi akan diukur dilapangan yaitu panjang dan lebar dalam meter persegi. Pembayaran ini akan dipertimbangkan sebagai kompensasi penuh dari pembersihan, pembuangan kotoran, seluruh bahan termasuk bahan pengisi, air dan bahan tambah, pekerja, peralatan, alat bantu, pemeliharaan dan pengendalian lalu lintas yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. No Mata Pembayaran Skh (1) Uraian Bubur Aspal Emulsi (Slurry) Dimodifikasi dengan Latex Unit Pengukuran m 2 SKh

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS MAKADAM ASBUTON LAWELE (SKh-3.6.6.1) SPESIFIKASI KHUSUS-3 INTERIM SEKSI 6.6.1 LAPIS

Lebih terperinci

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL)

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SKh-2. 6.6.1 UMUM 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Lapis Penetrasi Macadam Asbuton Lawele adalah lapis perkerasan

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 4.1.1 UMUM 1) Uraian a) Pekerjaan ini harus mencakup penambahan lebar perkerasan lama sampai lebar jalur lalu lintas yang diperlukan

Lebih terperinci

SEKSI Skh 6.8 CAPE BUTON SEAL

SEKSI Skh 6.8 CAPE BUTON SEAL SEKSI Skh 6.8 CAPE BUTON SEAL Skh 6.8.1. UMUM 1) Uraian Cape Buton Seal (C BS) adalah jenis lapis permukaan yang dilaksanakan dengan pemberian lapisan aspal cair yang diikuti dengan penebaran dan pemadatan

Lebih terperinci

Cape Buton Seal (CBS)

Cape Buton Seal (CBS) Cape Buton Seal (CBS) 1 Umum Cape Buton Seal (CBS) ini pertama kali dikenalkan di Kabupaten Buton Utara, sama seperti Butur Seal Asbuton, pada tahun 2013. Cape Buton Seal adalah perpaduan aplikasi teknologi

Lebih terperinci

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SPESIFIKASI UMUM BIDANG JALAN DAN JEMBATAN FINAL April 2005 PUSAT LITBANG PRASARANA TRANSPORTASI BADAN PENELITIAN

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN 4.1.1 UMUM DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Pelebaran Perkerasan adalah pekerjaan menambah lebar perkerasan pada jalan lama

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci

DIVISI 6 PERKERASAN BERASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP IKAT DAN LAPIS PEREKAT UMUM PERSYARATAN

DIVISI 6 PERKERASAN BERASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP IKAT DAN LAPIS PEREKAT UMUM PERSYARATAN 6.1.1 UMUM DIVISI 6 PERKERASAN BERASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP IKAT DAN LAPIS PEREKAT 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Lapis Resap Ikat adalah lapisan dari aspal keras, aspal cair atau aspal emulsi yang

Lebih terperinci

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN PERKERASAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS PONDASI AGREGAT

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN PERKERASAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS PONDASI AGREGAT DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN PERKERASAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS PONDASI AGREGAT 5.1.1 UMUM 1) Uraian Pekerjaan ini harus meliputi pemasokan, pemrosesan, pengangkutan, penghamparan, pembasahan dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SEMEN PADA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

PENGARUH PENAMBAHAN SEMEN PADA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN PENGARUH PENAMBAHAN SEMEN PADA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN Kevin Chandra 1, Percy Tambran 2, Paravita Sri Wulandari 3, Harry Patmadjaja 4 ABSTRAK : Penggunaan Campuran Aspal Emulsi Dingin

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) ICS 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS FONDASI AGREGAT. 1) Standar Rujukan Metode Pengujian Kepadatan Berat untuk Tanah.

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS FONDASI AGREGAT. 1) Standar Rujukan Metode Pengujian Kepadatan Berat untuk Tanah. 5.1.1 UMUM DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS FONDASI AGREGAT 1) Uraian a) Lapis Fondasi Agregat adalah suatu lapisan pada struktur perkerasan jalan yang terletak diantara lapis

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstuksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar

Lebih terperinci

DIVISI 6 PERKERASAN ASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP PENGIKAT DAN LAPIS PEREKAT. 2) Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan Dengan Seksi Ini

DIVISI 6 PERKERASAN ASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP PENGIKAT DAN LAPIS PEREKAT. 2) Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan Dengan Seksi Ini DIVISI 6 PERKERASAN ASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP PENGIKAT DAN LAPIS PEREKAT 6.1.1 UMUM 1) Uraian Pekerjaan ini harus mencakup penyediaan dan penghamparan bahan aspal pada permukaan yang telah disiapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Konstruksi perkerasan lentur terdiri

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Aspal Beton Aspal Beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada

Lebih terperinci

PEDOMAN. Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan

PEDOMAN. Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd T-14-2004-B Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi... i Daftar tabel... i Prakata...

Lebih terperinci

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet Menurut Kementrian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari campuran

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Pelaksanaan pengujian dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu pengujian bahan seperti pengujian agregat dan aspal, penentuan gradasi campuran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hot Rolled Sheet (HRS) Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari dari campuran agregat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Mulai Identifikasi Masalah Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan Pengujian Aspal Pengujian Agregat Pengujian filler Syarat Bahan Dasar Tidak Memenuhi Uji Marshall

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 04/SE/M/2016 TANGGAL 15 MARET 2016 TENTANG PEDOMAN PERANCANGAN PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN TELFORD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Bagan alir dibawah ini adalah tahapan penelitian di laboratorium secara umum untuk pemeriksaan bahan yang di gunakan pada penentuan uji Marshall. Mulai

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1 BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1. Pengujian Aspal Pada pengujian material aspal digunakan aspal minyak (AC Pen 60/70) atau aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU (BAGASSE ASH OF SUGAR CANE) SEBAGAI BAHAN PENGISI (FILLER) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS ATB (ASPHALT TREATD BASE) Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON Adrian Hartanto, Irawan Sugiharto 2, Paravita Sri Wulandari 3, Harry Patmadjaja 4 ABSTRAK:

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR Michael Kevindie Setyawan 1, Paravita Sri Wulandari 2, Harry Patmadjaja

Lebih terperinci

DIVISI 6 PERKERASAN ASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP PENGIKAT DAN LAPIS PEREKAT. 2) Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan Dengan Seksi Ini

DIVISI 6 PERKERASAN ASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP PENGIKAT DAN LAPIS PEREKAT. 2) Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan Dengan Seksi Ini DIVISI 6 PERKERASAN ASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP PENGIKAT DAN LAPIS PEREKAT 6.1.1 UMUM 1) Uraian Pekerjaan ini harus mencakup penyediaan dan penghamparan bahan aspal pada permukaan yang telah disiapkan

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN BAB I DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam

Lebih terperinci

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton 4.1. PENGERTIAN UMUM 4.1.1. Pendahuluan Empat elemen kompetensi

Lebih terperinci

Spesifikasi aspal emulsi kationik

Spesifikasi aspal emulsi kationik Standar Nasional Indonesia Spesifikasi aspal emulsi kationik ICS 75.140; 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Aspal Beton Menurut Sukirman (1999) aspal beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran merata antara

Lebih terperinci

SNI 6832:2011. Standar Nasional Indonesia. Spesifikasi aspal emulsi anionik

SNI 6832:2011. Standar Nasional Indonesia. Spesifikasi aspal emulsi anionik Standar Nasional Indonesia Spesifikasi aspal emulsi anionik ICS 75.140; 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ASBUTON EKSTRAKSI SEBAGAI BAHAN CAMPURAN LATASTON HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE

PENGGUNAAN ASBUTON EKSTRAKSI SEBAGAI BAHAN CAMPURAN LATASTON HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE Penggunaan Asbuton Ekstraksi sebagai Bahan Campuran Lataston HRS-WC (Hadi Gunawan) PENGGUNAAN ASBUTON EKSTRAKSI SEBAGAI BAHAN CAMPURAN LATASTON HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE Hadi Gunawan (1) (1) Staf

Lebih terperinci

PERBANDINGAN FILLER PASIR LAUT DENGAN ABU BATU PADA CAMPURAN PANAS ASPHALT TRADE BINDER UNTUK PERKERASAN LENTUR DENGAN LALU LINTAS TINGGI

PERBANDINGAN FILLER PASIR LAUT DENGAN ABU BATU PADA CAMPURAN PANAS ASPHALT TRADE BINDER UNTUK PERKERASAN LENTUR DENGAN LALU LINTAS TINGGI 38 PERBANDINGAN FILLER PASIR LAUT DENGAN ABU BATU PADA CAMPURAN PANAS ASPHALT TRADE BINDER UNTUK PERKERASAN LENTUR DENGAN LALU LINTAS TINGGI Aidil Putra 1), Rika Sylviana 2), Anita Setyowati Srie Gunarti

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Pengujian Material Dalam mendesain suatu campuran beton, perlu terlebih dahulu diadakan suatu pengujian material atau bahan-bahan pencampur beton. Di antaranya

Lebih terperinci

DIVISI 6 PERKERASAN ASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP PENGIKAT DAN LAPIS PEREKAT

DIVISI 6 PERKERASAN ASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP PENGIKAT DAN LAPIS PEREKAT DIVISI 6 PERKERASAN ASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP PENGIKAT DAN LAPIS PEREKAT 6.1.1. UMUM 1) Uraian Pekerjaan ini harus mencakup penyediaan dan penghamparan bahan aspal pada permukaan yang telah disiapkan

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC Oleh : Denny Setiawan 3113 040 501 PROGRAM STUDI DIV TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Kaku (Rigid Pavement) Pada Ruas Jalan Tol Solo - Ngawi, yaitu :

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Kaku (Rigid Pavement) Pada Ruas Jalan Tol Solo - Ngawi, yaitu : BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan. Kesimpulan Tugas Akhir ini dengan judul Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Pada Ruas Jalan Tol Solo - Ngawi, yaitu : 1. Berdasarkan metode yang

Lebih terperinci

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4 STUDI KOMPARASI PENGARUH VARIASI PENGGUNAAN NILAI KONSTANTA ASPAL RENCANA TERHADAP NILAI STABILITAS PADA CAMPURAN ASPAL BETON (HRSWC) TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHALL Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Material Dasar 1. Agregat dan Filler Material agregat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari batu pecah yang berasal dari Tanjungan, Lampung Selatan. Sedangkan sebagian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik - Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

Bab IV Penyajian Data dan Analisis 6 Bab IV Penyajian Data dan Analisis IV.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Agregat kasar, agregat halus dan filler abu batu yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari mesin pemecah batu,

Lebih terperinci

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC Januardi 1) Abstrak Dalam Ditjen (2011), khusus pada sifat-sifat campuran perkerasan hanya terdapat standar untuk

Lebih terperinci

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Aspal didefinisikan sebagai bahan yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, mempunyai sifat lekat baik dan berlemak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

DIVISI 8 PENGEMBALIAN KONDISI SEKSI 8.1 PENGEMBALIAN KONDISI PERKERASAN LAMA

DIVISI 8 PENGEMBALIAN KONDISI SEKSI 8.1 PENGEMBALIAN KONDISI PERKERASAN LAMA 8.1.1 UMUM DIVISI 8 PENGEMBALIAN KONDISI SEKSI 8.1 PENGEMBALIAN KONDISI PERKERASAN LAMA 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Pengembalian Kondisi Perkerasan Lama adalah rekonstruksi atau pengembalian kondisi

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT IJUK TERHADAP STABILITAS CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT IJUK TERHADAP STABILITAS CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN PENGARUH PENAMBAHAN SERAT IJUK TERHADAP STABILITAS CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN Harry Zentino 1, Oktavianus Danny Sivananda 2, Paravita Sri Wulandari 3, Harry Patmadjaja 4 ABSTRAK : Serat ijuk merupakan

Lebih terperinci

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit merek Holcim, didapatkan dari toko bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Mortar Mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA CAMPURAN ASPAL BETON

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA CAMPURAN ASPAL BETON PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA CAMPURAN ASPAL BETON JF Soandrijanie L 1 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl Babarsari 44 Yogyakarta Email: jose@staff.uajy.ac.id

Lebih terperinci

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT STUDI PENGGUNAAN PASIR PANTAI BAKAU SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON JENIS HOT ROLLED SHEET (HRS) AKHMAD BESTARI Dosen

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON Jeffry 1), Andry Alim Lingga 2), Cek Putra Handalan 2) Abstrak Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Pengujian Material 1. Agregat Kasar dan Steel Slag Agregat kasar merupakan agregat yang tertahan diatas saringan 2.36 mm (No.8), menurut saringan ASTM. a. Berat Jenis Curah

Lebih terperinci

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan Standar Nasional Indonesia Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan ICS 93.080.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran lapis aspal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton menggunakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( ) KAJIAN PENYEBAB PERBEDAAN NILAI BERAT JENIS MAKSIMUM CAMPURAN BERASPAL PANAS YANG DIHITUNG BERDASARKAN METODE MARSHALL DENGAN YANG DICARI LANGSUNG BERDASARKAN AASHTO T209 Maria Estela Laoli O.H. Kaseke,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton (Laston) Lapis aspal beton adalah lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC- 41 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS Praesillia Christien Ator J. E. Waani, O. H. Kaseke Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PENELITIAN

BAB III PERENCANAAN PENELITIAN BAB III PERENCANAAN PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Penelitian mengenai pengaruh perawatan beton terhadap kuat tekan dan absorpsi beton ini bersifat aplikatif dan simulatif, yang mencoba untuk mendekati

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan obyek berupa paving blok mutu rencana 400 Kg/ dan 500 Kg/ sebanyak masing-masing 64 blok. Untuk setiap percobaan kuat tekan dan tarik belah paving

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Penelitian ini menggunakan agregat kasar, agregat halus, dan filler dari Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pengujian agregat ditunjukkan

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG Lalu Heru Ph. 1) Abstrak Penelitian dilakukan untuk memberikan gambaran

Lebih terperinci

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) (Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) LABORATORIUM INTI JALAN RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS LAMPUNG Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Jurusan PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

PENGARUH KARAKTERISTIK AGREGAT TERHADAP CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

PENGARUH KARAKTERISTIK AGREGAT TERHADAP CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN PENGARUH KARAKTERISTIK AGREGAT TERHADAP CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN Lie Dick Saputra 1, Robby Saputra Pangloli 2, Paravita Sri Wulandari 3, Harry Patmajadja 4 ABSTRAK : Penelitian ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC Rizky Mamangkey O.H. Kaseke, F. Jansen, M.R.E. Manoppo Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil pengujian agregat kasar dan halus No Jenis Pengujian Satuan Hasil Spesifikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Agregat Penelitian ini menggunakan agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya yang berlokasi di Kecamatan Bongomeme. Agregat dari lokasi ini kemudian diuji di Laboratorium Transportasi

Lebih terperinci

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam BAB V METODE PENELITIAN 5.1 Lokasi, Bahan, Dan Alat Penelitian 5.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari persiapan, pemeriksaan mutu bahan yang berupa agregat dan aspal, perencanaan campuran sampai tahap

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. penambal, adukan encer (grout) dan lain sebagainya. 1. Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak

BAB III LANDASAN TEORI. penambal, adukan encer (grout) dan lain sebagainya. 1. Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Semen Semen merupakan bahan yang bersifat hidrolis yang jika dicampur dengan air akan berubah menjadi bahan yang mempunyai sifat perekat. Penggunaannya antara lain untuk pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mulai tahap perencanaan hingga tahap analisis, penelitian dilaksanakan berdasarkan sumber yang berkaitan dengan topik yang dipilih, yaitu penelitian tentang agregat

Lebih terperinci

Kata Kunci: Blok Bahan Pasangan Dinding, Agregat bekas, Aspal emulsi sisa, Kuat tekan

Kata Kunci: Blok Bahan Pasangan Dinding, Agregat bekas, Aspal emulsi sisa, Kuat tekan ABSTRAK Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, secara berkelanjutan diperlukan material untuk perumahan berupa bahan dinding. Bahan dinding yang umum dipergunakan: bata tanah liat dan blok bahan pasangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Lentur Perkerasan lentur adalah struktur perkerasan yang sangat banyak digunakan dibandingkan dengan struktur perkerasan kaku. Struktur perkerasan lentur dikonstruksikan

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK DAN APLIKASI CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN SPESIFIKASI CAMPURAN ASPAL PANAS

ANALISA KARAKTERISTIK DAN APLIKASI CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN SPESIFIKASI CAMPURAN ASPAL PANAS ANALISA KARAKTERISTIK DAN APLIKASI CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN SPESIFIKASI CAMPURAN ASPAL PANAS Kevin Alexander 1, Timotius Prasetyo 2, Paravita Sri Wulandari 3, Harry Patmadjaja 4 ABSTRAK : Jenis

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas III. METODELOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lampung untuk pembuatan Arang Tempurung Kelapa, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK Lapis permukaan konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang paling besar menerima beban. Oleh sebab itu

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM SNI 03-6798-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi prosedur pembuatan dan perawatan

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON

METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON LAPORAN AKHIR METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG Fergianti Suawah O. H. Kaseke, T. K. Sendow Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW) PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW) Vonne Carla Pangemanan Oscar H. Kaseke, Mecky R. E. Manoppo Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mulai tahap perencanaan hingga tahap analisis, penelitian dilaksanakan berdasarkan sumber yang berkaitan dengan topik yang dipilih, yaitu penelitian tentang agregat

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar ICS 91.100.15; 91.010.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Pendahuluan Penelitian ini merupakan penelitian tentang kemungkinan pemakaian limbah hasil pengolahan baja (slag) sebagai bahan subfistusi agregat kasar pada TB sebagai lapis

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 Dosen Pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Udayana E-mail : agusariawan17@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini bertempat di Laboratorium Transportasi Universitas Negeri Gorontalo. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Tahapan persiapan alat dan bahan

Lebih terperinci