BAB III METODE PENELITIAN. situasi dengan desain cross sectional, dimana variabel bebas dan variabel terikat
|
|
- Budi Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik yaitu suatu penelitian yang dilakukan tanpa melakukan intervensi terhadap subyek penelitian atau noneksperimental yang bertujuan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi dengan desain cross sectional, dimana variabel bebas dan variabel terikat yang terjadi pada obyek penelitian diukur dan dikumpulkan pada waktu yang bersamaan. Pendekatan ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain (Notoatmodjo, 2010) Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Usaha Penampungan Butut Jalan KL. Yosudarso Km. 7,9 Kelurahan Tanjung Mulia Hilir Kecamatan Medan Labuhan, pada bulan Juli - Oktober Populasi Dan Sampel Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja yang bekerja di proses press-packing usaha penampungan butut yang berjumlah 20 orang, namun pada saat dilakukan pemeriksaan fungsi paru terdapat 1 orang pekerja fungsi parunya tidak dapat diukur karena kurangnya suplay arus listrik ke Spirometer BTL-08 Pro,
2 hal ini diakibatkan adanya penggunaan kipas angin di ruangan tempat pemeriksaan. Oleh karena itu populasi dalam penelitian ini menjadi 19 orang Sampel Penelitian Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi (Total Sampling) yaitu sebanyak 19 orang Metode Pengumpulan Data Data Primer Data primer diperoleh dengan cara : 1. Pengukuran kadar debu lingkungan kerja proses press-packing dengan menggunakan Low Volume Dust Sampler (LVDS), sedangkan pengukuran fungsi paru pekerja diukur dengan menggunakan Spirometer BTL 08 Spiro Pro. 2. Wawancara dengan menggunakan kuesioner tentang identitas pekerja meliputi : umur, kebiasaan merokok, masa kerja, pemakaiaan APD (masker), riwayat penyakit paru dengan merujuk pada kuesioner penelitian Antonius Sardjanto (Program Studi Pascasarjana Kesehatan Kerja FKM UI) tahun Data Sekunder Data sekunder diperoleh peneliti bersumber dari data yang dimilki oleh pengusaha penampungan butut.
3 Definisi Operasional 1. Kadar debu Konsentrasi debu dalam (mg) tiap (m 3 ) udara yang berada di tempat kerja proses press-packing yang diukur dengan Low Volume Dust Sampler (LVDS) oleh petugas dari Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Balai K3) Medan yang dikategorikan menjadi : 1. Konsentrasi debu diatas NAB (> 3 mg/m 3 ) 2. Konsentrasi debu dibawah NAB (< 3mg/m 3 ) Skala : Nominal Pengukuran kadar debu di tempat kerja proses press-packing dilaksanakan pada saat pekerja sedang melakukan kegiatan/aktivitas proses presspacking di empat titik pengkuran yang berbeda dengan lama pengukuran 30 menit tiap satu titik pengukuran. 2. Fungsi Paru Pemeriksaan fungsi paru pekerja proses press-packing dengan menggunakan spirometer BTL - 08 Spiro Pro oleh petugas analis kesehatan dari Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Balai K3) Medan yang dikategorikan menjadi : 1. Normal 2. Tidak normal Skala : Nominal Pemeriksaan fungsi paru pekerja proses press-packing dilakukan pada saat pekerja sedang bekerja yaitu pukul wib dan dilanjutkan kembali
4 setelah jam istirahat yaitu pukul wib sampai dengan selesai di ruangan operator penimbangan. 3. Umur Usia pekerja proses press-packing sampai pada saat penelitian ini berlangsung yang ditanyakan pada saat mengajukan kuesioner yang dikategorikan berdasarkan uji median ( lampiran 1) menjadi : tahun 2. > 31 tahun Skala : Nominal 4. Kebiasaan merokok Aktivitas menghisap rokok yang dilakukan oleh pekerja yang diukur pada saat wawancara langsung kepada pekerja proses press-packing dikategorikan menjadi : 1. Merokok (Ya) 2. Tidak merokok (Tidak) Skala : Nominal 5. Masa kerja Lamanya pekerja bekerja di tempat kerja (tahun) dihitung mulai pekerja masuk bekerja di proses press-packing sampai dengan penelitian ini berlangsung yang diukur dengan mewawancarai langsung kepada pekerja proses press-packing yang dikategorikan berdasarkan uji median (lampiran 1) menjadi : 1. 7 tahun 2. >7 tahun
5 Skala : Nominal 6. Pemakaian alat pelindung diri (masker) Penggunaan alat pelindung diri oleh pekerja pada saat melakukan pekerjaan selama jam kerja yang diukur dengan cara wawancara langsung kepada pekerja yang dikategorikan menjadi : 1. Memakai APD (Ya) 2. Tidak memakai APD (Tidak) Skala : Nominal 7. Riwayat penyakit paru Keadaan dimana pekerja pernah / tidak pernah mengalami penyakit saluran pernapasan akut, kronis yang diukur dengan wawancara langsung pekerja proses press-packing, dikategorikan : 1. Pernah sakit (Ada) 2. Tidak pernah sakit (Tidak ada) Skala : Nominal 3.6. Aspek Pengukuran Aspek Pengukuran Debu Untuk mengetahui kadar debu di tempat kerja proses press-packing diukur dengan menggunakan Low Volume Dust Sampler (LVDS) apakah > 3 mg/m 3 atau < 3 mg/m 3.
6 Prinsip Alat diletakkan pada titik pengukuran setinggi zona pernafasan, pengambilan contoh dilakukan selama beberapa menit hingga satu jam (sesuai kebutuhan dan tujuan pengukuran) dan kadar debu total yang diukur ditentukan secara gravimetri Peralatan a) Low Volume Dust Sampler (LVDS) dilengkapi dengan pompa pengisap udara dengan kapasitas 5 liter/menit 15 liter/menit dan selang silikon atau selang teflon. b) Timbangan analitik dengan sensitivitas 0,01 mg c) Pinset d) Desikator, suhu (20 + 1) 0 C dan kelembaban udara (50 + 5)% e) Flowmeter f) Tripod g) Termometer h) Higrometer Bahan Filter hidrofobik (misal: PVC, fiberglass) dengan ukuran pori 0,5 mm Prosedur kerja Persiapan 1. Filter yang diperlukan disimpan di dalam desikator selama 24 jam agar mendapatkan kondisi stabil.
7 2. Filter kosong pada tadi kemudian ditimbang sampai diperoleh berat konstan, minimal tiga kali penimbangan, sehingga diketahui berat filter sebelum pengambilan contoh, catat berat filter blanko dan filter contoh masing- masing dengan berat B 1 (mg) dan W 1 (mg). Masing-masing filter tersebut ditaruh di dalam holder setelah diberi nomor (kode). 3. Filter contoh dimasukkan ke dalam Low Volume Dust Sampler holder dengan menggunakan pinset dan tutup bagian atas holder. 4. Pompa pengisap udara dikalibrasi dengan kecepatan laju aliran udara 10 liter/menit dengan menggunakan flowmeter (flowmeter harus dikalibrasi oleh laboratorium kalibrasi yang terakreditasi) Pengambilan contoh 1. LVDS dihubungkan dengan pompa pengisap udara dengan menggunakan selang silikon atau teflon. 2. LVDS diletakkan pada titik pengukuran (di dekat tenaga kerja terpapar debu) dengan menggunakan tripod kira-kira setinggi zona pernafasan tenaga kerja. 3. Pompa pengisap udara dihidupkan dan lakukan pengambilan contoh dengan kecepatan laju aliran udara (flowrate) 10 liter/menit. 4. Lama pengambilan contoh dapat dilakukan selama beberapa menit hingga satu jam (tergantung pada kebutuhan, tujuan dan kondisi di lokasi pengukuran). 5. Pengambilan contoh dilakukan minimal 3 kali dalam 8 jam kerja yaitu pada awal, pertengahan dan akhir shift kerja.
8 6. Setelah selesai pengambilan contoh, debu pada bagian luar holder dibersihkan untuk menghindari kontaminasi. 7. Filter dipindahkan dengan menggunakan pinset ke kaset filter dan dimasukkan ke dalam desikator selama 24 jam Penimbangan 1. Filter blanko sebagai pembanding dan filter contoh ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik yang sama sehingga diperoleh berat filter blanko dan filter contoh masing-masing B 2 (mg) dan W 2 (mg). 2. Catat hasil penimbangan berat filter blanko dan filter contoh sebelum pengukuran dan sesudah pengukuran pada formulir penimbangan berat filter Perhitungan Perhitungan kadar debu total di udara dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : (W 2 - W 1 ) - (B 2 - B 1 ) C = Atau (mg/l) V Atau (W 2 - W 1 ) - (B 2 - B 1 ) C = (10 3 mg/m 3 ) V
9 Dengan : C : Kadar debu total (mg/l) atau (mg/ m 3 ) W 2 : Berat filter contoh setelah pengambilan contoh (mg) W 1 : Berat filter contoh sebelum pengambilan contoh (mg) B 2 : Berat filter blanko setelah pengambilan contoh (mg) B 1 : Berat filter blanko sebelum pengambilan contoh (mg) V : Volume udara pada waktu pengambilan contoh (l) Aspek Pengukuran Fungsi Paru Untuk mengetahui keadaan fungsi paru pekerja maka diperiksa dengan menggunakan spirometer untuk mengetahui apakah fungsi paru pekerja proses press-packing dalam keadaan normal atau tidak (restriktif, obstruktif atau kombinasinya) yang dilihat dari persentase FVC prediksi dan persentase FEV 1 /FVC. Fungsi paru dikatakan normal bila kondisi faal paru dalam keadaan sehat/tidak mengalami gangguan yang dapat dilihat dari FVC 80% dan FEV 1 75%. Fungsi paru dikatakan tidak normal jika fungsi paru mengalami gangguan meliputi : a. Restriktif - Restriktif Ringan : Nilai FVC (60-79%) nilai prediksi. - Restriktif Sedang : Nilai FVC (30-59%) nilai prediksi. - Restriktif Berat : Nilai FVC < 30% nilai prediksi. b. Obstruktif - Obstruktif Ringan : Nilai FEV 1 / FVC (60-74%) - Obstruktif Sedang : Nilai FEV 1 / FVC (30-59%)
10 - Obstruktif Berat : Nilai FEV 1 / FVC < 30% c. Kombinasi Restriktif dan Obstruktif Nilai FVC < 80% dan nilai FEV 1 < 75%. Adapun prosedur pengukuran kapasitas fungsi paru dengan spirometer : 1. Alat dihidupkan dengan menekan switch power pada posisi on. 2. Tekan tombol ID 3. Masukkan data pekerja yang diperiksa meliputi : nama, tanggal pemeriksaaan, umur, tinggi badan, jenis kelamin. 4. Pekerja yang akan diperiksa diminta untuk menggit mouth piece yang dihubungkan dengan pipa dari spirometer sedangkan hidung dijepit supaya pernafasan hanya terjadi dari mulut saja. 5. Pekerja yang diperiksa di instruksikan menarik dan menghembuskan nafas sekuat-kuatnya sebanyak 3 kali, bila timbul bunyi tekan tombol ENT dan pekerja yang diperiksa diinstruksikan menarik nafas menarik nafas dan menghembuskan sekuat-kuatnya dalam waktu yang cepat (sampai posisi membungkuk). 6. Tekan tombol stop untuk mengakhiri pemeriksaan. 7. Tekan tombol VC dan FVC dan catat data meliputi : ID, data dan grafik. hasil pemeriksaan spirometer. 8. Tekan tombol print untuk melihat print out.
11 Gambar 3.1 Spirometri BTL 08 Spiro Pro Wawancara dengan kuesioner Untuk mengetahui faktor faktor yang memengaruhi fungsi paru pekerja, seperti : umur, kebiasaan merokok, masa kerja, pemakaian alat pelindung diri (masker), dan riwayat penyakit paru pekerja yang diukur dengan menggunakan kuesioner yang dijawab oleh responden Teknik Analisis Data Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik dengan menggunakan SPSS versi dengan interpretasi hasil sebagai berikut : 1. Jika p value 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan. 2. Jika p value > 0,01 tetapi 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan. 3. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan (Sugiyono, 2007).
12 Analisa Univariat Analisa univariat dilakukan secara deskriptif untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel frekuensi (Hastono, 2001) Analisa Bivariat Analisa bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen (kadar debu) dengan variabel dependen (fungsi paru) dengan menggunakan uji chi square. Namun, setelah dilakukan analisis hubungan kadar debu dengan fungsi paru dengan uji chi square, ternyata kadar debu tidak dapat di uji secara statistik karena hasil pengukuran kadar debu di tempat penelitian masih dibawah Nilai Ambang Batas (kadar debu konstan), sehingga kadar debu tidak dapat di kategorikan menjadi dua kategori. Oleh karena itu hubungan kadar debu dengan fungsi paru tidak dapat di uji secara statistik dengan uji chi square, sedangkan faktor pengganggu/confounding (umur, merokok, masa kerja, pemakaian alat pelindung diri /masker dan riwayat penyakit paru) dengan variabel dependen (fungsi paru) dapat dilakukan analisis dengan menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan p = 0,05, (CI) 95 % Analisis Multivariat Berdasarkan analisis bivariat kemudian dilihat variabel mana yang dapat masuk kedalam model multivariat sesuai dengan ketentuan nilai p (p value). Variabel yang memiliki nilai p < 0,25 dapat diikutkan dalam analisis multivariat. Analisis multivariat digunakan pada penelitian ini karena adanya faktor perancu (confounding factor) yang diperhitungkan banyak. Uji statistik yang digunakan
13 adalah uji regresi logistik berganda yang bertujuan untuk mengontrol faktor perancu sekaligus mengetahui variabel yang paling siginifikan berhubungan dengan variabel dependen (fungsi paru). Adapun metode uji regresi logistik berganda yang digunakan ialah Backward Stepwise, dimana keunggulan metode ini ialah variabel yang dimasukkan ke dalam model akan dikeluarkan secara otomatis (automatically) dari model multivariat berdasarkan kemaknaan statistik (nilai p) (Murti, 1997).
14 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan Gambaran Umum Lokasi Penelitian Usaha Penampungan butut ini merupakan usaha sektor informal yang didirikan pada tahun 1998 yang bergerak di bidang press-packing butut/barangbarang bekas. Luas area usaha yang berkisar 5000 m 2 ini terletak di Jalan Yosudarso Km 7,8 Medan Kelurahan Tanjung Mulia Hilir Kecamatan Medan Labuhan. Adapun batas-batas areal usaha ini adalah sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan gudang distributor surya pro dan perumahan PLN 2. Sebelah selatan berbatasan dengan perumahan cipta rimba jaya 3. Sebelah barat berbatasan dengan rumah penduduk dan café 4. Sebelah timur berbatasan dengan gudang logistik PT. Musimas Pada usaha penampungan butut ini terdapat beberapa proses kerja yaitu proses pensortiran, proses press-packing, proses penimbangan, proses bongkar muat dan proses pemugaran/maintenance mesin. Kapasitas barang yang masuk berubah-ubah sehingga pengusaha tidak dapat memastikan berapa ton barang-barang yang masuk, namun untuk kapasitas barang-barang bekas/butut yang dikirim ke luar (pabrik/perusahaan pengolahan) berkisar 200 ton. Jika kondisi barang yang masuk stabil maka kapasitas pengepakan/packing yang ditargetkan pengusaha ke ialah 2,5 ton perhari (15 ton perminggu) untuk pengpressan kaleng dan 6 ton perhari (36 ton perminggu) untuk pengepressan kardus/kertas/majalah/koran. Adapun barang-barang bekas/butut yang diterima di usaha penampungan butut ini adalah kardus, buku, kertas (HVS,koran), majalah, kertas mix (map, kertas semen, sarang telur, duplex, sampul, kertas manila, dan lain-lain).
15 Ketenagakerjaan dan Proses Kerja Seluruh pekerja di usaha penampungan butut ini berjumlah 58 orang yang terdistribusi berdasarkan jenis pekerjaannya dengan rata-rata usia berada diatas 20 tahun. Pekerja di proses press-packing sendiri berjumlah 20 orang dengan mengoperasikan sebanyak 17 mesin dimana satu mesin dioperasikan oleh satu orang terkecuali pada mesin I, III, V, IX, X yang dioperasikan oleh dua orang. Mereka bekerja selama 6 hari dengan 8 jam kerja setiap harinya dimulai dari pukul wib dengan jam istirahat pada pukul wib, dan terkhusus hari sabtu hanya bekerja sampai pukul wib, namun pada dasarnya jam kerja di usaha penampungan butut ini tidaklah dipaksakan bagi pekerja karena hal ini bergantung pada ketersediaan barang yang masuk, jika barang yang akan dikerjakan dapat selesai sebelum pukul maka pekerja dapat pulang. Jadi pada dasarnya pekerja yang bekerja di usaha penampungan butut ini bekerja sesuai dengan ketersediaan/stok barang yang dikerjakan. Pekerja di usaha penampungan butut ini terbagi menjadi pekerja tetap, mingguan dan harian. Terkhusus pekerja proses press-packing semuanya adalah pekerja mingguan. Adapun rincian jumlah pekerja di usaha penampungan butut dapat dilihat pada tabel 4.1.
16 Tabel 4.1. Distribusi Pekerja Berdasarkan Jenis Pekerjaannya di Usaha Penampungan Butut Kel. Tanjung Mulia Hilir tahun 2013 No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) 1 Press-packing 20 2 Pensortiran kertas 14 3 Operator timbangan 2 4 Operator forklift 1 5 Operator skopel 1 6 Checker barang 6 7 Adm logistic 1 8 Reparasi alat/pengelasan (teknisi) 2 9 Bongkar muat 6 10 Pemugaran mesin dynamo/forklift/skopel dan 2 lain-lain (mekanik) 11 Adm pensortiran 1 12 Kasir (keuangan) 1 13 Adm. Umum 1 Jumlah 58 (Sumber : data dari pengusaha tahun 2013) Cara Kerja Proses Press-Packing Proses press-packing merupakan kegiatan pengepressan/pengempaan barangbarang yang sudah rusak/ butut dengan menggunakan mesin press yang kemudian dilakukan pengepakan/packing dari hasil pengepressan tersebut. Proses press-packing merupakan salah satu proses kerja dari lima proses kerja yang ada di usaha penampungan butut ini. Adapun proses press-packing di usaha butut ini, pertama-tama kondisi mesin yang bekerja secara hidrolik dalam kondisi baik dengan mesin press dalam keadaan tertutup, lalu pekerja memasukkan butut ke dalam mesin press (pada saat memasukkan butut inilah debu tadi terbang). Langkah selanjutnya pekerja menekan tuas ke bawah sehingga bantalan besi press bergerak kebawah menekan butut sampai pada batas maksimum, kemudian tuas ditarik ke atas agar press naik dan berhenti menekan. Butut yang di kempa/press harus memenuhi standard yang telah ditentukan
17 perusahaan yaitu berbentuk balok dengan tinggi 120 cm (untuk barang berupa kardus/buku/kertas) dan 80 cm (untuk barang-barang berupa kaleng-kaleng, seng, kawat duri dan lain-lain), namun jika tingginya belum memenuhi standard maka butut ditambah lagi untuk dimasukkan kedalam mesin press sampai sesuai standard yang ditetatapkan oleh perusahaan. Jika tinggi butut sudah sesuai standard maka selanjutnya pintu depan dan pintu belakang mesin press dibuka dan kemudian empat buah kawat dimasukkan keempat selah-selah bantalan besi press dan keempat selahselah alas mesin press untuk diikat diikat secara vertikal (kondisi butut yang di kempa/press dalam keadaan masih di tekan oleh bantalan besi press). Selanjutnya kereta sorong dipersiapkan dengan ban yang ditopang oleh balok kayu, kemudian rantai dikaitkan ke dasar mesin press dan ke bantalan besi press yang berada diatas yang kemudian tuas ditekan keatas sehingga bantalan besi press naik dan alas mesin kempa/press terangkat akibat daya tarik bantalan besi press sehingga packingan butut jatuh tepat di atas kereta sorong, selanjutnya pengepakan/packing butut di sorong untuk di timbang di penimbangan digital.
18 Alur Proses Kerja di Usaha Penampungan Butut Pada usaha penampungan butut ini terdiri dari beberapa proses kerja. Alur proses kerja di usaha penampungan butut ini dimulai dari barang (butut) yang masuk hingga pengiriman ke pabrik. Alur proses kerja dapat dilihat pada diagram alur proses kerja dibawah ini : Di dalam Truk Barang masuk ( I ) Barang di timbang Barang di check Tidak ( III) Tidak Ya Masuk ke sortase kertas Masuk ke press ( V) Barang dikirim ke pabrik ( IX) Barang Barang masuk ke di timbang Gudang ( VII ) (VIII) Gambar 4.1 Diagram alur proses kerja Barang di press dan di packing ( VI) Berdasarkan gambar 4.1 diatas dapat dilihat bahwa pada alur proses pertama barang dari luar (dari pengumpul butut) masuk ke usaha penampungann butut, selanjutnya barang (butut) yang masih di dalam truk/mobil pengangkut langsung di timbang. Setelah butut di timbang selanjutnya dilakukan pemeriksaan oleh pekerja yang bertugas memeriksa (checker) yang dinantinya setelah diperiksa butut langsung
19 dipisahkan. Butut dari kaleng dan kardus langsung masuk ke mesin press, sedangkan butut dari jenis kertas masuk ke proses sortiran kertas. Kertas yang telah selesai di sortir meliputi : (HVS, koran), majalah, kertas mix (map, kertas semen, sarang telur, sampul, kertas manila, duplex ) masuk ke proses press-packing untuk dilakukan pengempaan (press) dan pengepakan (packing). Setelah butut selesai dilakukan pengepakan/packing selanjutnya ditimbang kemudian dimasukkan kedalam gudang penyimpanan sementara dan setelah beberapa minggu/bulan butut di kirirm ke pabrik untuk dilakukan pengolahan kembali/daur ulang (recycle) Hasil Penelitian Analisis Univariat Distribusi Kadar Debu di Usaha Penampungan Butut Pengukuran kadar debu di empat titik di usaha penampungan butut yang menjadi lokasi penelitian (lampiran 8) dengan menggunakan Low Volume Dust Sampler (LVDS), diperoleh bahwa kadar debu masih berada dibawah Nilai Ambang Batas (< 3 mg/m 3 ) berdasarkan ketentuan Permenakertrans No.13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja. Hasil pengukuran kadar debu dapat dilihat pada tabel 4.2.
20 Tabel 4.2. Data Hasil Pengukuran Kadar Debu di Usaha Penampungan Butut Kel. Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013 No Titik Pengukuran Lama pengujian Hasil pengukuran Ket (menit) (mg/m 3 ) 1 Depan mesin press X dan XI 30 0,014 < NAB 2 Depan mesin press II dan III 30 0,007 < NAB 3 Belakang mesin press V 30 0,080 < NAB 4 Depan mesin press XV 30 0,020 < NAB Berdasarkan tabel 4.2 diatas, menunjukkan bahwa titik pengukuran yang memiliki kadar debu yang paling tinggi ialah pada bagian belakang mesin press V dengan konsentrasi 0,080 mg/m 3. Tabel 4.3. Distribusi Kadar Debu (mg/m 3 ) di Usaha Penampungan Butut Kel. Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013 Variabel Mean Median Minimum Maksimum Kadar debu 0, ,014 0,007 0,080 Pada tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa kadar debu di usaha penampungan butut masih dibawah Nilai Ambang Batas (< 3 mg/m 3 ) dengan kadar debu berkisar antara 0,007 hingga 0,080 mg/m 3 dan rata-rata (mean) sebesar 0,02763 mg/m 3 serta median 0,014 mg/m Distribusi Fungsi Paru Pekerja Proses Press-Packing Berdasarkan pemeriksaan kapasitas paru pekerja dengan menggunakan spirometer BTL-08 Pro yang dikategorikan menjadi normal dan tidak normal. Distribusi gangguan fungsi paru disajikan pada tabel 4.4.
21 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fungsi Paru Pekerja Proses Press- Packing di Usaha Penampungan Butut Kel. Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013 Fungsi Paru Frekuensi Persentase (%) Normal 15 78,9 Tidak normal 4 21,1 * Restriktif ringan (1) (5,27) * Obstruktif ringan (1) (5,27) * Obstruktif sedang (1) (5,27) * Campuran (Mixed) (1) (5,27) Total Keterangan * = Klasifikasi gangguan fungsi paru (angka yang didalam kurung tidak ikutkan dalam penjumlahan) Berdasarkan tabel 4.4 diatas, menunjukkan bahwa mayoritas pekerja (78,9%) tidak mengalami gangguan fungsi paru (normal). Inhalasi debu anorganik di lingkungan kerja cenderung menyebabkan terjadinya pneumokoniosis pada pekerja. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa pneumokoniosis menimbulkan gangguan restriktif pada paru. Namun, oleh karena debu anorganik tertumpuk/terdeposit di saluran pernafasan kecil dalam waktu yang lama dan menimbulkan inflamasi kronis (pembengkakan) sehingga menyebabkan timbulnya gangguan obstruktif pada paru (Rahmatullah, 2009) Distribusi Data Confounding Factor Umur Pengukuran umur pada proses press-packing di usaha penampungan butut dikategorikan menjadi usia 31 tahun dan usia > 31 tahun. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5.
22 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Pekerja Proses Press- Packing di Usaha Penampungan Butut Kel. Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013 Umur Frekuensi Persentase 31 tahun 9 47,4 > 31 tahun 10 52,6 Total Berdasarkan tabel 4.5 diatas, menunjukkan bahwa 10 orang (52,6%) pekerja proses press-packing berusia lebih dari 31 tahun Kebiasaan Merokok Pengukuran kebiasaan merokok pada proses press-packing di usaha penampungan butut dikategorikan menjadi merokok (Ya) dan tidak merokok. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Merokok Pekerja Proses Press-Packing di Usaha Penampungan Butut Kel. Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013 Merokok Frekuensi Persentase (%) Ya 8 42,1 Tidak 11 57,9 Total Berdasarkan tabel 4.6 diatas terlihat bahwa 11 orang (57,9%) pekerja proses press-packing tidak merokok Masa Kerja Pengukuran masa kerja pada proses press-packing di usaha penampungan butut dikategorikan menjadi 7 tahun dan > 7 tahun. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada tabel 4.7.
23 Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Masa Kerja Pekerja Proses Press- Packing di Usaha Penampungan Butut Kel. Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013 Umur Frekuensi Persentase 7 tahun 7 36,8 > 7 tahun 12 63,2 Total Berdasarkan tabel 4.7 diatas, menunjukkan bahwa 12 orang (63,2%) pekerja proses press-packing di usaha penampungan butut memiliki masa kerja lebih dari 7 tahun Pemakaian APD Pengukuran pemakaian APD pada proses press-packing di Usaha Penampungan Butut dikategorikan sebagai memakai APD (Ya) dan tidak memakai APD. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemakaian APD Pekerja Proses Press-Packing di Usaha Penampungan Butut Kel. Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013 Pemakaian APD Frekuensi Persentase (%) Ya 7 36,8 Tidak 12 63,2 Total Berdasarkan tabel 4.8 terlihat bahwa 12 orang (63,2%) pekerja proses presspacking di usaha penampungan butut tidak memakai APD (masker) Riwayat Penyakit Paru Pengukuran riwayat penyakit paru pekerja proses press-packing di usaha penampungan butut dikategorikan menjadi memilki penyakit paru (ada) dan tidak memiliki penyakit paru (tidak ada). Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.9.
24 Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Penyakit Paru Pekerja Proses Press-Packing di Usaha Penampungan Butut Kel. Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013 Riwayat Penyakit Paru Frekuensi Persentase (%) Ada 8 42,1 Tidak ada 11 57,9 Total Berdasarkan tabel 4.9 diatas, menunjukkan bahwa 11 orang (57,9%) pekerja proses press-packing di usaha penampungan butut tidak memiliki riwayat penyakit paru Analisis Bivariat Hubungan Kadar Debu dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press- Packing Hubungan kadar debu dengan fungsi paru tidak dapat dianalisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square karena hasil pengukuran kadar debu di tempat penelitian menunjukkan bahwa kadar debu masih berada dibawah Nilai Ambang Batas (< 3 mg/m 3 ), sehingga pengkategorikan kadar debu tidak dapat di kategorikan menjadi dua kategori atau dengan kata lain hanya satu kategori. Oleh karena itu hubungan kadar debu dengan fungsi paru tidak dapat di uji secara statistik dengan menggunakan uji chi-square karena syarat menggunakan uji chi-square data variabel independen dan variabel dependen harus bersifat kategori (Murti, 1997) Hubungan Umur dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press-Packing Dari 19 pekerja terdapat 2 orang (22,2%) dengan umur 31 tahun yang mengalami gangguan fungsi paru, sementara pada umur > 31 tahun juga terdapat 2 orang (20%) yang mengalami gangguan fungsi paru. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.10.
25 Tabel Hubungan Umur dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press-Packing di Usaha Penampungan Butut Kel. Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013 Umur Fungsi Paru p Normal Tidak normal Total value f % f % f % 31 tahun 7 77,8 2 22, ,000 > 31 tahun Total 15 78,9 4 21, Berdasarkan tabel 4.10 di atas menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur pekerja dengan fungsi paru dengan analisis statistik uji chi square diperoleh p value = 1,000 (p > 0,05) Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press- Packing Dari 19 pekerja terdapat 3 orang (37,5%) yang memiliki kebiasaan merokok mengalami gangguan fungsi paru dan 1 orang (9,1%) yang tidak memiliki kebiasaan merokok mengalami gangguan fungsi paru. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel Tabel Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press-Packing di Usaha Penampungan Butut Kel. Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013 Kebiasaan Fungsi Paru p Merokok Normal Tidak normal Total value f % f % f % Ya 5 62,5 3 37, ,033 Tidak 10 90,9 1 9, Total 15 78,9 4 21, Berdasarkan tabel 4.11 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara merokok dengan fungsi paru dengan analisis statistik uji chi square diperoleh p value = 0,033 (p < 0,05).
26 Hubungan Masa Kerja dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press- Packing Dari 19 pekerja terdapat 1 orang (12,5%) dengan masa kerja 7 tahun yang mengalami gangguan fungsi paru, sementara pada masa kerja > 7 tahun terdapat 3 orang (27,3%) yang mengalami gangguan fungsi paru. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel Tabel Hubungan Masa Kerja dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press- Packing di Usaha Penampungan Butut Kel. Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013 Masa Fungsi Paru p Kerja Normal Tidak normal Total value f % f % f % 7 tahun 6 85,7 1 14, ,000 > 7 tahun Total 15 78,9 4 21, Berdasarkan tabel 4.12, menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan fungsi paru dengan analisis statistik uji chi square diperoleh p value = 1,000 (p > 0,05) Hubungan Pemakaian APD dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press- Packing Dari 19 pekerja terdapat 3 orang (25%) yang tidak memakai APD mengalami gangguan fungsi paru, sementara 1 orang (14,3%) yang memakai APD mengalami gangguan fungsi paru. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.13.
27 Tabel Hubungan Pemakaian APD dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press-Packing di Usaha Penampungan Butut Kel. Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013 Pemakaiaan Fungsi Paru p APD Normal Tidak normal Total value f % f % f % Ya 6 85,7 1 14, ,018 Tidak Total 15 78,9 4 21, Berdasarkan tabel 4.13 diatas menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pemakaian APD dengan fungsi paru dengan analisis statistik uji chi square diperoleh p value = 0,018 (p < 0,05) Hubungan Riwayat Penyakit Paru dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press- Packing Dari 19 pekerja terdapat 1 orang (12,5%) yang memiliki riwayat penyakit paru mengalami gangguan fungsi paru, sementara 3 orang (27,3%) yang tidak memiliki riwayat penyakit paru mengalami gangguan fungsi paru. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel Tabel Hubungan Riwayat Penyakit Paru dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press-Packing di Usaha Penampungan Butut Kel.Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013 Riwayat Penyakit Paru Fungsi Paru Normal Tidak normal Total f % f % f % p value Ya 7 87,5 1 12, ,603 Tidak 8 72,7 3 27, Total 15 78,9 4 21, Berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit paru dengan fungsi paru dengan analisis statistik uji chi square diperoleh p value = 0,603 (p > 0,05).
28 Dari enam variabel, dua variabel mempunyai hubungan dengan variabel terikat yang telah diuji dengan menggunakan uji chi square yaitu kebiasaan merokok, pemakaiaan APD dan satu variabel yaitu kadar debu tidak dapat di uji signifikansi hubungan dengan fungsi paru. Kedua variabel itu terbukti signifikan dengan p value < 0,05 dan dapat dilanjutkan untuk dilakukan analisis multivariat. Hasil rangkuman pengukuran dapat dilihat pada tabel Tabel Hasil Analisis Bivariat Hubungan Variabel Bebas Dengan Variabel Terikat Dengan Menggunakan Uji Chi Square No Variabel p value Ket 1 Kadar debu - TD 2 Umur 1,000 TB 3 Kebiasaan Merokok 0,033 B 4 Masa kerja 1,000 TB 5 Pemakaiaan APD 0,018 B 6 Riwayat penyakit paru 0,603 TB Keterangan : TD : Tidak Dapat diuji TB : Tidak Berhubungan B : Berhubungan Analisis Multivariat Dari analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pemakaiaan APD dan merokok dengan fungsi paru (p<0,05), sehingga kedua variabel tersebut dapat diteruskan untuk dilakukan analisis multivariat. Analisis multivariat variabel bebas dengan variabel terikat menggunakan Uji Regresi Logistik Berganda dengan Metode Backward Stepwise. Hasil analisis regresi logistik berganda disajikan pada tabel 4.16 di bawah ini.
29 Tabel Hasil Analisis Regresi Logistik Berganda (Metode Backward Stepwise) Variabel Independen Coeff p value Pemakaiaan APD 1,621 0,038 Kebiasaan Merokok 0,749 0,655 Varibel dependen : Fungsi Paru Berdasarkan tabel 4.16 diatas menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna/signifikan antara pemakaian APD (masker) dengan fungsi paru dengan p value = 0,038 (p < 0,05). Angka koefisien regresi APD 1,621 menunjukkan bahwa meningkatnya pemkaian APD sebesar 1 maka akan meningkatkan fungsi paru sebesar 1,621 (Richard, 2003).
30 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Kadar Debu Pada Proses Press-Packing Kadar debu di empat titik pengukuran masih berada dibawah Nilai Ambang Batas dengan kadar debu berkisar antara 0,007 hingga 0,080 mg/m 3 dan rata-rata (mean) sebesar 0,02763 mg/m 3. Artinya ialah kadar debu di usaha penampungan butut ini masih dapat ditoleransi atau dalam hal ini masih dapat diterima (acceptable) pekerja, namun bukan berarti kondisi lingkungan kerja mutlak aman (absolute safety) bagi pekerja (Harianto, 2010) Fungsi Paru Pekerja Proses Press-Packing Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 19 pekerja di proses press-packing terdapat pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 4 orang atau 20,1% meliputi 1 orang (5,27%) obstruktif ringan, 1 orang (5,27%) obstruktif sedang, 1 orang (5,27%) restriktif ringan, dan 1 orang lagi (5,27%) mengalami obstruktif dan restrikitif (campuran) dan yang tidak mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 15 orang atau 78,9 % Hubungan Kadar Debu dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press- Packing Hubungan kadar debu dengan fungsi paru tidak dapat dianalisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square karena hasil pengukuran kadar debu di tempat penelitian ternyata masih dibawah Nilai Ambang Batas (< 3 mg/m 3 ) sehingga
31 pengkategorikan kadar debu tidak dapat di kategorikan menjadi dua kategori (data tak dapat dikategorikan). Oleh karena kadar debu tak dapat dikategorikan maka hubungan kadar debu dengan fungsi paru tidak dapat di uji secara statistik dengan menggunakan uji chi-square karena syarat menggunakan uji chi-square data variabel independen dan variabel dependen harus bersifat kategori (Murti, 1997). Meskipun kadar debu di usaha penampungan butut dibawah Nilai Ambang Batas, bukan berarti kondisi lingkungan kerja mutlak aman bagi pekerja, karena hasil pemeriksaan fungsi paru menunjukkan adanya pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru restriktif akibat menginhalasi debu anorganik. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahmatullah (2009) yang menyatakan bahwa pekerja yang menginhalasi debu anorganik dapat menimbulkan pneumokoniosis, dimana pada umumnya pneumokoniosis dapat menimbulkan gangguan fungsi paru restriktif. Namun, jika debu anorganik terdeposit/tertumpuk dalam waktu yang lama di saluran nafas kecil dan menimbulkan inflamasi kronis maka dapat terjadi gangguan fungsi paru obstruktif Hubungan Umur dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press-Packing Berdasarkan analisis bivariat menunjukan hasil uji yang tidak signifikan antara umur dengan fungsi paru, dengan nilai p = 1,000 (p > 0,05). Hal ini selaras dengan penelitian Khumaidah (2009) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan fungsi paru dengan nilai p = 0,355 (p > 0,05). Pada individu normal terjadi perubahan nilai fungsi paru secara fisiologis sesuai dengan perkembangan umur dan pertumbuhan parunya. Mulai pada fase anak sampai umur
32 kira-kira tahun terjadi pertumbuhan paru, sehingga pada waktu nilai fungsi paru semakin besar dan bersamaan dengan pertambahan umur membuat nilai fungsi paru mencapai maksimal pada umur tahun. Beberapa waktu nilai fungsi paru menetap kemudian menurun secara perlahan-lahan dan pada umur 30 tahun biasanya sudah mulai terjadi penurunan, setelah itu nilai fungsi paru (KVP = Kapasitas Vital Paksa dan VEP 1 = Volume ekspirasi paksa satu detik pertama) mengalami penurunan rata-rata sekitar 20 ml tiap pertambahan satu tahun umur individu (Rahmatullah, 2009). Menurut naskah lengkap workshop COPD pada pertemuan ilmiah Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi (2003) dalam Sardjanto (2010) menyatakan bahwa meskipun fungsi paru menurun selaras dengan bertambahnya usia, namun hal tersebut tidak pernah berhubungan langsung dengan kejadian gangguan fungsi paru, sehingga memerlukan variabel lain untuk bersama-sama berkorelasi dengan gangguan fungsi paru. Dengan demikian dapat dipahami apabila dalam penelitian ini tidak terdapat adanya hubungan antara umur pekerja dengan fungsi paru, meskipun lebih banyak pekerja yang berusia di atas 31 tahun Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press-Packing Berdasarkan analisis bivariat menunjukan bahwa dari 19 pekerja terdapat 3 orang (37,5%) yang memiliki kebiasaan merokok mengalami gangguan fungsi paru dan 1 orang (9,1%) yang tidak memiliki kebiasaan merokok mengalami gangguan
33 fungsi paru. Hasil analisis bivariat juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan fungsi paru, dengan nilai p = 0,033 (p < 0,05). Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yanri (1996), yang telah melakukan penelitian tentang pengaruh debu semen terhadap kelainan fungsi paru dan penyakit paru di Semen Padang, mendapatkan adanya hubungan yang kuat antara merokok dengan kejadian penyakit paru pada para pekerja. Demikian juga dengan hasil penelitian Sardjanto (2010) didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian kelainan fungsi paru dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05). Menurut Rahajoe dkk (1994) kebiasaan merokok dapat menimbulkan gangguan ventilasi paru karena dapat menyebabkan iritasi dan sekresi mukus yang berlebihan pada bronkus. Keadaan seperti ini dapat mengurangi efektifitas mukosiler dan membawa partikel-partikel debu sehingga merupakan media yang baik tumbuhnya bakteri. Asap rokok dapat meningkatkan risiko timbulnya penyakit bronkitis dan kanker paru (Yunus, 1997). Menurut hasil penelitian Suyono (2001) yang menyebutkan inhalasi asap tembakau baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan pada orang dewasa. Asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja. Pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok (Depkes RI, 2003). Menurut Dhaise dan Rabi (1997) tenaga kerja yang perokok dan berada di lingkungan yang berdebu cenderung mengalami
34 gangguan saluran pernapasan dibanding dengan tenaga kerja yang berada pada lingkungan yang sama tetapi tidak merokok. Pada penelitian ini terdapat 3 (tiga) orang pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru memiliki kebiasaan merokok. Dari ketiga orang tersebut terdapat 2 orang yang mengalami gangguan fungsi paru obstruktif. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan gangguan fungsi paru obstruktif yang umumnya ditandai dengan penurunan Forced Expiration Volume in 1 secon (FEV 1 )/Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP 1 ), hal ini selaras dengan pendapat Rahmatullah (2009) yang menyatakan bahwa besarnya penurunan fungsi paru (FEV 1 ) berhubungan langsung dengan kebiasaan merokok (konsumsi rokok). Pada orang dengan fungsi paru normal dan tidak merokok mengalami penurunan FEV 1 20 ml pertahun, sedangkan pada orang yang merokok (perokok) akan mengalami penurunan FEV 1 lebih dari 50 ml pertahunnya (Rahmatullah, 2009). Oleh karena itu sebaiknya pekerja menghentikan kebiasaan merokok untuk mencegah laju penurunan FEV 1. Disamping pengaruh rokok, paparan debu dalam waktu lama di lingkungan kerja dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi paru obstruktif. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Aditama (2006) bahwa pada pekerja yang berada di lingkungan dengan konsentrasi debu yang tinggi dalam waktu yang lama (> 10 tahun) memiliki risiko lebih tinggi terkena gangguan fungsi paru obstruktif. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik berganda didapat bahwa kebiasaan merokok tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan fungsi paru dengan nilai p = 0,655. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pendataan tentang lamanya kebiasaan merokok para pekerja yang menjadi subyek penelitian, sehingga bukan tidak mungkin
35 terdapat banyak perokok yang memulai kebiasaanya kurang dari masa yang diperlukan untuk terjadinya gangguan fungsi paru Hubungan Masa Kerja dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press- Packing Pada penelitian ini didapatkan bahwa dari 19 pekerja terdapat 1orang (12,5%) dengan masa kerja 7 tahun mengalami gangguan fungsi paru dan 3 orang (27,3%) dengan masa kerja > 7 tahun terdapat mengalami gangguan fungsi paru. Analisa bivariat juga menunjukan hasil uji signifikansi, dimana tidak ada hubungan yang signifikan antara masa bekerja dengan fungsi paru. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p = 1,000 (p > 0,05). Hal ini selaras dengan hasil penelitian Khumaidah (2009) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p = 0,444. Demikian juga hasil penelitian Sardjanto (2010) didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama bekerja dan gangguan fungsi paru dengan nilai p = 0,354 (p > 0,05). Menurut Suma mur (2009) bahwa masa kerja menentukan lama paparan seseorang terhadap faktor risiko yaitu debu kayu. Semakin lama masa kerja seseorang kemungkinan besar orang tersebut mempunyai risiko yang besar terkena penyakit paru. Hal ini menujukkan bahwa semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin lama pula waktu terjadi paparan terhadap debu kayu tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aditama (2006) menyatakan bahwa pada pekerja yang berada di
36 lingkungan dengan konsentrasi debu yang tinggi dalam waktu yang lama (> 10 tahun) memiliki risiko lebih tinggi terkena gangguan fungsi paru obstruktif. Masa kerja mempunyai kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya obstruksi saluran pernafasan pada pekerja industri yang berdebu sejak mulai mempunyai masa kerja 5 tahun (Hyatt, 2006). Menurut hasil penelitian Suryanta (2009) dalam Sardjanto (2010), menyebutkan bahwa masa kerja tidak mempunyai hubungan langsung terhadap terjadinya gangguan pernafasan tetapi dapat menjadi faktor risiko terjadinya gangguan fungsi pernafasan. Keadaan ini disebabkan oleh karena variabel masa kerja tidak secara langsung atau tidak dapat berdiri sendiri untuk memengaruhi gangguan pernafasan, sehingga memerlukan variabel lain untuk bersama-sama mempengaruhi gangguan fungsi pernafasan. Kemungkinan lain yaitu debu yang terhirup membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat menimbulkan gangguan pernafasan, karena setiap jenis debu organik maupun anorganik sampai menimbulkan gangguan pernafasan mempunyai jangka waktu berbeda, tergantung konsentrasi atau kadar serta ukuran debu tersebut dan hal lain kemungkinan adalah adanya kerentanan pekerja terhadap pollutan. Sesuai dengan prinsip di atas maka masa kerja tidak dapat berdiri sendiri sebagai faktor risiko atas terjadinya gangguan fungsi paru.
37 5.7. Hubungan Pemakaian APD dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press- Packing Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa dari 19 pekerja terdapat 3 orang (33,3%) yang tidak memakai APD (masker) mengalami gangguan fungsi paru dan 1 orang (12,5%) yang memakai APD (masker) mengalami gangguan fungsi paru.pekerja yang memakai APD (masker) yang mengalami gangguan fungsi paru. Analisis bivariat juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemakaian APD (masker) dengan fungsi paru, dengan nilai p = 0,018 (p < 0,05). Hal ini selaras dengan penelitian Sardjanto(2010) di PT. KS bahwa pemakaian APD (masker) mempunyai hubungan yang signifikan dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p = 0,000. Demikian juga pada penelitian yang dilakukan oleh Ratuhami (2002), yang melakukan penelitian pada pabrik saniter di Jawa Barat, mendapatkan adanya hubungan erat antara pemakaian APD (masker) dan kejadian kelainan fungsi paru dengan nilai p = 0,0002 (p < 0,05). Menurut teori yang dikemukakan oleh Moray IF, Nadel MB dalam penelitian Khumaidah (2009) bahwa pemakaian APD (masker) oleh pekerja industri yang udaranya banyak mengandung debu merupakan upaya untuk mengurangi masuknya partikel debu kedalam saluran pernafasan. Penggunaan masker diharapkan dapat melindungi pekerja dari kemungkinan terjadinya gangguan pernafasan akibat terpapar udara dengan kadar debu yang tinggi. Kebiasaan menggunakan APD (masker) yang baik merupakan cara aman bagi pekerja yang berada di lingkungaan kerja berdebu untuk melindungi kesehatan, sedangkan pada lingkungan kerja dengan kadar debu yang rendah dapat diasumsikan bahwa pekerja tidak akan terpajan debu di atas NAB
38 meskipun tidak menggunakan APD (masker) dengan baik. Hal ini sesuai dengan Suharyanto (2007) yang menyebutkan alat pelindung diri yang digunakan untuk alat pernafasan bertujuan untuk melindungi alat pernafasan terhadap gas, uap,debu atau udara di tempat kerja yang telah terkontaminasi dan sifat racun atau menimbulkan rangsangan. Tanpa alat pelindung diri, debu akan menimbulkan efek yang lebih buruk, terutama debu respirabel terhadap timbulnya kelainan klinis. Beberapa pekerja di usaha penampungan butut belum memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pemakaian APD (masker) padahal pengusaha telah menyediakan APD (masker) setiap kali pekerja melaksanakan pekerjaan di tempat kerja. Beberapa pekerja juga terlihat tidak memakai APD (masker) yang sesuai, hal ini karena beberapa pekerja masih ditemui masih menggunakan kain kasa. Pekerja beranggapan pemakaian APD (masker) menghambat mereka dalam bekerja karena APD (masker) dirasakan tidak nyaman digunakan. APD (masker) yang disediakan seharusnya memenuhi syarat enak dipakai dan tidak membahayakan bagi pekerja dan tidak mengganggu kerja (Suma mur, 2009). Hal ini selaras dengan Habsari (2003) yang menyatakan APD yang baik adalah yang memenuhi standar keamanan dan kenyamanan bagi pekerja (safety and acceptation). Apabila pekerja memakai APD (masker) merasa kurang nyaman dan penggunaannya kurang bermanfaat bagi pekerja maka pekerja tersebut akan enggan memakainya,walaupun memakai karena terpaksa/hanya berpura - pura sebagai syarat agar masih diperbolehkan untuk bekerja atau menghindari sanksi perusahaan. APD (masker) yang tepat bagi tenaga kerja yang berada pada lingkungan kerja dengan paparan debu berkonsentrasi tinggi adalah :
39 1. Masker penyaring debu Masker ini berguna untuk melindungi pernafasan dari asap pembakaran, abu hasil pembakaran dan debu. 2. Masker berhidung Masker ini dapat menyaring debu atau benda sampai ukuran 0,5 mikron. 3. Masker bertabung Masker ini punya filter yang lebih baik daripada masker berhidung. Masker ini tepat digunakan untuk melindungi pernafasan dari gas tertentu. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik berganda didapat bahwa pemakaian APD (masker) memiliki hubungan yang signifikan dengan fungsi paru dengan nilai p = 0,038 (p < 0,05) Hubungan Riwayat Penyakit Paru dengan Fungsi Paru Pekerja Proses Press- Packing Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukan, dari 19 pekerja terdapat 3 orang (27,3%) yang memiliki riwayat penyakit paru mengalami gangguan fungsi paru, sementara 1 orang (12,5%) yang tidak memiliki riwayat penyakit paru mengalami gangguan fungsi paru. Hasil analisis juga menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit paru dengan fungsi paru. dengan nilai p = 0,603. Hal ini selaras dengan penelitian Sardjanto (2010) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dan gangguan fungsi paru dengan
40 nilai p = 0,056 (p > 0,05). Menurut pendapat Stanford T (1994), menyebutkan bahwa penyakit-penyakit paru seperti : bronchitis, emfisema, asma bronchial, tuberculosa paru dan pneumonia berpengaruh terhadap volume udara dalam paru. Disamping itu penyebab lain seperti trauma dada, kelainan dinding dada dan tumor pada paru juga turut berpengaruh terhadap fungsi paru. Beberapa penyakit paru tersebut akan menimbulkan kerusakan pada jaringan paru dan membentuk jaringan fibrosis pada alveoli. Hal ini menimbulkan hambatan dalam proses penyerapan udara pernafasan dalam alveoli tersebut, sehingga jumlah udara yang terserap akan berkurang. Sesuai dengan prinsip di atas maka riwayat penyakit paru tidak dapat berdiri sendiri sebagai faktor risiko atas terjadinya gangguan fungsi paru.
41 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yang diperoleh dari 19 orang pekerja proses press-packing di usaha penampungan butut di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir Medan pada tahun 2013 adalah sebagai berikut : 1. Kadar debu di empat titik pengukuran ialah sebagai berikut : a. Kadar debu di depan mesin press X dan XI adalah 0,014 mg/m 3 (<NAB). b. Kadar debu di depan mesin press II dan III adalah 0,007 mg/m 3 (< NAB). c. Kadar debu di belakang mesin press V adalah 0,080 mg/m 3 (< NAB). d. Kadar debu di depan mesin press XIV adalah 0,020 mg/m 3 (< NAB). e. Rata-rata kadar debu di usaha penampungan butut adalah 0,02763 mg/m 3 (< NAB). 2. Pekerja yang menderita gangguan fungsi paru sebanyak 4 pekerja atau (20,1%) meliputi 1 orang (5,27%) obstruktif ringan, 1 orang (5,27%) obstruktif sedang, 1 orang (5,27%) restriktif ringan dan 1 orang lagi (5,27%) mengalami obstruktif dan restriktif (campuran), sedangkan yang tidak mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 15 pekerja atau (78,9%).
42 3. Kadar debu di proses press-packing berada dibawah Nilai Ambang Batas (< 3 mg/m 3 ) sehingga hubungan kadar debu dengan fungsi paru tidak dapat di analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square. 4. Kebiasaan merokok dan pemakaian APD (masker) berhubungan signifikan dengan fungsi paru. 5. Umur, masa kerja,dan riwayat penyakit paru tidak berhubungan signifikan dengan fungsi paru Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka peneliti memberikan saran untuk perbaikan sebagai berikut: 1. Pekerja wajib memakai alat pelindung diri (masker) yang telah disediakan setiap melakukan pekerjaan di lingkungan kerja dan menghentikan kebiasaan merokok. 2. Pihak pengusaha harus mengawasi penggunaan masker secara ketat dan kontinu setiap kali masuk lingkungan kerja, serta menjamin ketersediaan masker yang aman dan nyaman bagi pekerja (safety and acceptation). 3. Pekerja tidak boleh menggunakan masker yang tidak sesuai standard seperti sapu tangan,kain kasa dan sejenisnya di tempat kerja. 4. Pihak pengusaha wajib memberikan penyuluhan kepada pekerja khususnya pekerja proses press-packing tentang manfaat pemakaian APD (masker) di tempat kerja secara rutin.
HUBUNGAN KADAR DEBU DENGAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA PROSES PRESS-PACKING DI USAHA PENAMPUNGAN BUTUT KELURAHAN TANJUNG MULIA HILIR MEDAN TAHUN 2013
HUBUNGAN KADAR DEBU DENGAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA PROSES PRESS-PACKING DI USAHA PENAMPUNGAN BUTUT KELURAHAN TANJUNG MULIA HILIR MEDAN TAHUN 2013 Dunia Terang Sihombing 1, Halinda Sari Lubis 2, Eka Lestari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat kerja merupakan tempat dimana setiap orang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun keluarga yang sebagian besar waktu pekerja dihabiskan
Lebih terperinciPengukuran kadar debu total di udara tempat kerja
Standar Nasional Indonesia Pengukuran kadar debu total di udara tempat kerja ICS 17.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1. Ruang lingkup... 1 2.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu melakukan pengukuran terhadap nilai kapasitas vital
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. waktu pengukuran atau observasi data dalam satu kali pada satu waktu yang
48 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. 23 April 2013. Penelitian dilakukan pada saat pagi hari yaitu pada jam 09.00-
BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian akan dilakukan di peternakan ayam CV. Malu o Jaya Desa Ulanta, Kecamatan Suwawa dan peternakan ayam Risky Layer Desa Bulango
Lebih terperinciMetoda pengukuran kadar debu respirabel di udara tempat kerja secara perseorangan
Standar Nasional Indonesia Metoda pengukuran kadar debu respirabel di udara tempat kerja secara perseorangan ICS 13.040.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar Isi...i Prakata... ii Pendahuluan...iii
Lebih terperinciRimba Putra Bintara Kandung E2A307058
Hubungan Antara Karakteristik Pekerja Dan Pemakaian Alat Pelindung Pernapasan (Masker) Dengan Kapasitas Fungsi Paru Pada Pekerja Wanita Bagian Pengampelasan Di Industri Mebel X Wonogiri Rimba Putra Bintara
Lebih terperinciKadar Debu Kayu, Kebiasaan Merokok, Masa Kerja Dan Volume Ekspirasi Paksa Pada Tenaga Kerja Industri Mebel CV Bandengan Wood Desa Kalijambe Sragen
Kadar Debu Kayu, Kebiasaan Merokok, Masa Kerja Dan Volume Ekspirasi Paksa Pada Tenaga Kerja Industri Mebel CV Bandengan Wood Desa Kalijambe Sragen Reni Wijayanti D3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja, FK UNS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, Seluruh Negara dituntut untuk memasuki perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor industri akan bertambah sejalan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil
Lebih terperinciBAB III. METODE PENELITIAN
BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian tentang hubungan Pajanan Debu Kayu Lingkungan dengan Kapasitas Fungsi Paru Karyawan, dilakukan di bagian produksi CV. Valasindo
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu mata
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penambangan kapur tradisional yang terletak secara administratif di Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Analisis Univariat 5.1.1 Konsentrasi Partikulat yang Diukur Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan di lokasi pertambangan Kapur Gunung Masigit, didapatkan bahwa total
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di kawasan penambangan kapur
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Peneitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di kawasan penambangan kapur sederhana Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat. Adapun
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. penelitian eksperimental dengan desain penelitian (Pre-Post Test
31 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain penelitian (Pre-Post Test Group Design). Penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat jenis
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ngablak Kabupaten Magelang dari bulan Maret 2013.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Fisiologi Kedokteran dan Ilmu Farmakologi-Toksikologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM (Studi Pada Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya dan Peternakan Ayam Risky Layer Kabupaten Bone Bolango) Putri Rahayu H. Umar Nim. 811409003 ABSTRAK
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Konsep VARIABEL BEBAS KUALITAS UDARA : Suhu Kelembaban Kecepatan Gerak Udara Kadar debu Jumlah Kuman VARIABEL TERIKAT Sick Building Syndrome VARIABEL PENGGANGGU
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Fisiologi dan Ergonomi
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Fisiologi dan Ergonomi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di kelompok pengrajin batik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Resiko bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya kecelakaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian
Lebih terperinciHUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG. Audia Candra Meita
HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG * ) Alumnus FKM UNDIP, ** ) Dosen Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM UNDIP ABSTRAK Pasar Johar merupakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Kelamin Status Gizi Kebiasaan Merokok Kapasitas Vital Paru Masa Kerja Penggunaan Masker Posisi Kerja Gambar 3.1 Kerangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era industrialisasi di Indonesia kini telah memasuki masa dimana upaya swasembada bahan pokok sangat diupayakan agar tidak melulu mengimpor dari luar negeri. Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan sektor industri di Indonesia semakin meningkat dan berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini sejalan dengan peningkatan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dengan kemajuan di bidang teknologi telekomunikasi dan transportasi, dunia seakan tanpa batas dan jarak. Dengan demikian pembangunan sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah satu investasi perusahaan dengan kata lain ketika pekerja sehat akan menghasilkan produksi perusahaan
Lebih terperinciSUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees
SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU Dwi Purnamasari Zees Program Studi keperawatan, fakultas ilmu ilmu kesehatan dan keolahragaan, universitas negeri
Lebih terperinciNovie E. Mauliku. (Kata Kunci : lama kerja, APD (masker), Kapsitas Vital Paksa paru). Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 70
HUBUNGAN ANTARA LAMA KERJA DAN PEMAKIAN ALAT PELINDUNG DIRI (MASKER) DENGAN KAPASITAS VITAL PAKSA PARU TENAGA KERJA PADA UNIT SPINNING PT.VONEX INDONESIA Novie E. Mauliku ABSTRAK Debu kapas yang mencemari
Lebih terperinciHUBUNGAN KADAR DEBU DENGAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA PROSES PRESS-PACKING DI USAHA PENAMPUNGAN BUTUT KELURAHAN TANJUNG MULIA HILIR MEDAN TAHUN 2013
HUBUNGAN KADAR DEBU DENGAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA PROSES PRESS-PACKING DI USAHA PENAMPUNGAN BUTUT KELURAHAN TANJUNG MULIA HILIR MEDAN TAHUN 2013 SKRIPSI Oleh: DUNIA TERANG SIHOMBING 091000132 FAKULTAS
Lebih terperinciPetunjuk : Pilih salah satu jawaban dengan memberikan checklist ( ) pada kolom yang sesuai dengan jawaban responden.
LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG, DAN PENGUAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DENGAN PENCEGAHAN PNEUMOKONIOSIS PADA TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) DI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, banyak perusahaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi. Hal ini ditandai dengan adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi
Lebih terperinciBab IV Metodologi Penelitian
Bab IV Metodologi Penelitian 4.1 Alur Penelitian Secara umum alur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1: PENDAHULUAN Survei Tempat Penelitian Proses Kerja Jumlah Pekerja Kondisi Ruang Kerja PENGUMPULAN
Lebih terperinciHUBUNGAN PERILAKU PENGGUNAAN MASKER DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL DI KELURAHAN HARAPAN JAYA, BANDAR LAMPUNG
HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNAAN MASKER DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL DI KELURAHAN HARAPAN JAYA, BANDAR LAMPUNG Zamahsyari Sahli 1) Raisa Lia Pratiwi 1) 1) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi sekarang ini menuntut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan akan terpajan dengan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini begitu banyak pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan penggunaan mesin dengan kapasitas teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia dewasa ini maju sangat pesat, seiring dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk. Penerapan teknologi berbagai bidang tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini tentunya berdampak langsung pula pada
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan waktu penelitian 3.1.1 Lokasi Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah. 3.1.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
31 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental dengan desain penelitian analitik korelatif. Penelitian ini dilakukan dengan metode
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 15 Agustus 20 Oktober 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa
BAB 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang: Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa anak anak karena masa perkembangan dan maturasi fungsi paru dimulai sebelum lahir. Berat
Lebih terperinciHubungan Lama Bekerja dengan Kapasitas Vital Paru pada Operator SPBU Sampangan Semarang
Hubungan Lama Bekerja dengan Kapasitas Vital Paru pada Operator SPBU Sampangan Semarang Oleh Rr. Vita Nur Latif (Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Pekalongan rr.vitanurlatif@yahoo.com ABSTRAK Studi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok umumnya terbagi menjadi tiga kelompok yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Oleh karena itu peranan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
kerja. 2) Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan mempunyai dampak yang menyebabkan kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paru-paru merupakan alat ventilasi dalam sistem respirasi bagi tubuh, fungsi kerja paru dapat menurun akibat adanya gangguan pada proses mekanisme faal yang salah satunya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
37 BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas : Variabel Terikat : 1. Kadar Debu 2. iklim kerja 3. Ventilasi 4. Umur 5. Kebiasaan Merokok Kapasitas Vital Paru 6. Kebiasaan Olahraga 7.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak tenaga kerja yang bekerja di sektor industri informal dan formal. Banyak industri kecil dan menengah harus bersaing dengan industri besar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)
32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) Puskesmas yang ada di Kabupeten Pohuwato, dimana
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) NON KONTAINER DI IPC TPK KOTA PONTIANAK
ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) NON KONTAINER DI IPC TPK KOTA PONTIANAK Rafita, Ani Hermilestari dan Mohammad Nasip Jurusan Kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
37 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SD Negeri
Lebih terperinciPROSIDING. Seminar Nasional Conference of Indonesian Occupational Safety and Health (CIOSH)
PROSIDING Seminar Nasional Conference of Indonesian Occupational Safety and Health (CIOSH) Tema: Strategi Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Industri Berbudaya K3 untuk Meningkatkan Kualitas Hidup dan Produktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk meningkatkan produktivitas kerja. Bentuk bentuk paparan yang berupa faktor risiko bahaya harus diminimalisasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi yaitu
39 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi yaitu untuk mencari arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono,
Lebih terperinciPEMERIKSAAN FUNGSI PARU DENGAN SPIROMETRI. Hj. Efy Afifah, SKp, M.Kes. Pengukuran obyektif paru menggunakan alat spirometer.
PEMERIKSAAN FUNGSI PARU DENGAN SPIROMETRI Hj. Efy Afifah, SKp, M.Kes Tujuan praktikum: - Mahasiswa menjelaskan tujuan, indikasi dan kontraindikasi dilakukan pemeriksaan spirometri dengan benar - Mahasiswa
Lebih terperinciPemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll
LAMPIRAN 1 Lembaran Pemeriksaan Penelitian Nama : Umur :...tahun Tempat / Tanggal Lahir : Alamat : Pekerjaan : No telf : No RM : Jenis kelamin : 1. Laki laki 2. Perempuan Tinggi badan :...cm Berat badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. Industri menimbulkan polusi udara baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan erat dengan lamanya pajanan terhadap debu tertentu karena pada dasarnya saluran pernafasan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri mempunyai peranan penting yang sangat besar dalam menunjang pembangunan di Indonesia. Banyak industri kecil dan menengah baik formal maupun informal mampu menyerap
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA MASA KERJA DENGAN KAPASITAS FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL
HUBUNGAN ANTARA MASA KERJA DENGAN KAPASITAS FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL (Survei pada Mebel Sektor Informal di Kampung Sindanggalih Kelurahan Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya Tahun 2014) Indri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberadaannya. Terutama industri tekstil, industri tersebut menawarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Industri di Indonesia sekarang ini semakin pesat keberadaannya. Terutama industri tekstil, industri tersebut menawarkan berbagai kesempatan yang penting
Lebih terperinciAnalisis Pengaruh Faktor-Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Area Produksi Industri Kayu
Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Area Produksi Industri Kayu Rifqi Rismandha 1, Am Maisarah Disrinima 2, Tanti Utami Dewi 3 Program Studi Teknik Keselamatan dan
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Studi Penelitian ini merupakan studi analitik dengan menggunakan rancangan Cross Sectional, yaitu mengukur variabel independen dan dependen secara bersamaan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, dan motorisasi (Dharmawan, 2004).
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, pembangunan, industri, dan transportasi. Pesatnya
Lebih terperinciIndikasi Pemeriksaan
Definisi Suatu prosedur pemeriksaan dengan menggunakan alat spirometer yang bertujuan untuk mengukur ventilasi yaitu mengukur volume statik dan volume dinamik paru. Indikasi Pemeriksaan Menilai status
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan kain tradisional dari Indonesia yang telah diakui oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik merupakan kain tradisional dari Indonesia yang telah diakui oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) sebagai salah satu
Lebih terperinciAnalisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gangguan Faal Paru Pada Perusahaan Galangan Kapal
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gangguan Faal Paru Pada Perusahaan Galangan Kapal Amilatun Nazikhah 1*, Binti Mualifatul R. 2, Am Maisarah Disrinama 3 1 Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel
1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah Menurut International Labor Organisasion (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau yang disebabkan oleh pekerjaan. Ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok menimbulkan berbagai masalah, baik di bidang kesehatan maupun sosio-ekonomi. Rokok menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan respirasi, gangguan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Faal, khususnya ilmu Kedokteran Olahraga. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di
Lebih terperinciPENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG
PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG Vironica Dwi Permatasari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
37 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dan merupakan penelitian semi kualitatif dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional. Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan (inhalasi). Pneumokoniosis membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian observasional dengan rancangan Cross Sectional, yaitu
37 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian observasional dengan rancangan Cross Sectional, yaitu pengukuran variabel-variabelnya (status merokok orang tua, pergaulan teman sebaya,
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 KUESIONER WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI GAMBARAB ANTARA KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN KAPASITAS VITAL PAKASA PARU PEKERJA BAGIAN PRODUKSI
LAMPIRAN 1 KUESIONER WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI GAMBARAB ANTARA KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN KAPASITAS VITAL PAKASA PARU PEKERJA BAGIAN PRODUKSI ASPAL HOTMIX PT SABARITHA PERKASA ABADI TAHUN 2014 PETUNJUK
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan cross sectional untuk. peleburan besi baja PT. Gunung Gahapi Sakti Medan.
33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan cross sectional untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian APD pada pekerja bagian peleburan
Lebih terperinci* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
Hubungan Antara Lama Paparan dengan Kapasitas Paru Tenaga Kerja Industri Mebel di CV. Sinar Mandiri Kota Bitung Donald J.W.M Kumendong*, Joy A.M Rattu*, Paul A.T Kawatu* * Fakultas Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan pesat di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam perkembangan industrialisasi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PP RI No. 50 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja
Lebih terperinciSTATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.
LAMPIRAN 1 STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.RM : Tanggal I. DATA PRIBADI 1. Nama 2. Umur 3. Alamat 4. Telepon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun 2013 mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur adalah 4,5 %. Prevalensi asma
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA LAMA PAPARAN DEBU KAYU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA KAYU DI KECAMATAN KELAPA LIMA TAHUN 2015
HUBUNGAN ANTARA LAMA PAPARAN DEBU KAYU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA KAYU DI KECAMATAN KELAPA LIMA TAHUN 2015 ABSTRAK Reza Eka Putra, Dwita Anastasia Deo, Dyah Gita Rambu Kareri Bekerja di industry
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.03/MEN/1985 T E N T A N G KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEMAKAIAN ASBES
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : T E N T A N G KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEMAKAIAN ASBES MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa industri asbes semakin
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu
BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang lingkup A.1. Tempat BKPM Semarang. A.2. Waktu 20 September 20 Oktober 2011. A.3. Disiplin ilmu Disiplin ilmu pada penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Masyarakat. B.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja terdapat berbagai potensi bahaya yang dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tempat kerja terdapat berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja, debu adalah
Lebih terperinciPREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI
ABSTRAK PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI Pekerja Batu padas adalah pekerjaan yang beresiko terkena polusi udara akibat paparan debu hasil olahan batu padas.
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang dikarenakan bukan hanya penyakit menular yang menjadi tanggungan negara tetapi dengan
Lebih terperinci