CROWDING (KESESAKAN) DAN DENSITY (KEPADATAN) HASNIDA, S.Psi. Fakultas Kedokteran Program Studi Psikologi Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "CROWDING (KESESAKAN) DAN DENSITY (KEPADATAN) HASNIDA, S.Psi. Fakultas Kedokteran Program Studi Psikologi Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 CROWDING (KESESAKAN) DAN DENSITY (KEPADATAN) HASNIDA, S.Psi. Fakultas Kedokteran Program Studi Psikologi Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN. Kesesakan (crowding) dan kepadatan (densitiy) merupakan fenomena yang akan menimbulkan permasalahan bagi setiap negara di dunia di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan terbatasnya luas bumi dan potensi sumber daya alam yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia, sementara perkembangan jumlah manusia di dunia tidak terbatas. Kesesakan dan kepadatan yang timbul dari perkembangan jumlah manusia di dunia pada masa kini telah menimbulkan berbagai masalah sosial di banyak negara (misalnya : Indonesia, India, Cina, dan sebagainya), baik permasalahan yang bersifat fisik maupun psikis dalam perspektif psikologis. Contoh permasalahan sosial yang nyata dalam perspektif psikologis dari kesesakan dan kepadatan penduduk adalah semakin banyaknya orang yang mengalami stres dan berperilaku agresif destruktif. Berdasarkan fenomena yang muncul dari dari realitas kini dan perkiraan berkembangnya dan timbulnya masalah di masa yang akan datang, maka dalam perspektif psikologi lingkungan kiranya dipandang tepat untuk menjadikan kesesakan dan kepadatan menjadi argumen bagi suatu pengkajian secara lebih dini dan lebih mendalam dalam usaha mengantisipasi persoalan-persoalan sosial yang pasti akan timbul pada masa kini dan masa yang akan datang. II. MENGAPA PENDUDUK DUNIA MAKIN PADAT. Masalah kependudukan atau lebih tepatnya lagi masalah kepadatan penduduk yang melanda hampir hampir semua negara di dunia dewasa ini, sebenarnya adalah akibat menurunnya tingkat kematian dengan tanpa disertai menurunnya tingkat kesuburan. Umumnya di negara-negara berkembang (maju) sudah mampu menurunkan tingkat kesuburannya, sedangkan di negara yang sedang berkembang belum mampu menurunkan tingkat kematian dan tingkat kesuburannya. Sekarang ini, kira-kira ¾ penduduk dunia hidup di negara-negara yang sedang berkembang. Dibandingkan dengan mereka yang hidup di negara berkembang (maju) tingkat kelahirannya berbeda jauh. Di negara yang sedang berkembang angka kelahirannya mencapai 37.5 per 1000 penduduk. Seorang wanita di negara sedang berkembang mempunyai 5-6 orang, sementara di negara maju rata-rata jumlah anaknya hanya 2 orang. Angka kelahiran yang tertinggi terjadi di beberapa negara Asia dan Afrika, dimana untuk setiap pasangan suami-istri mempunyai rata-rata jumlah anak 6-8 orang. Di negara-negara ini angka kelahirannya tersebut tercatat cukup tinggi, yaitu mencapai 45 per 1000 penduduk. Ada alasan-alasan tertentu mengapa tingkat pertambahan penduduk di negara-negara yang sedang berkembang itu tetap tinggi. Beberapa pendapat yang diperkuat oleh hasil penelitian mengungkapkan bahwa tingkat pertambahan penduduk yang tinggi tersebut antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : 1. Sejak berabad-abad lamanya kesuburan yang tinggi itu merupakan jawaban terhadap kematian yang tinggi untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarga bangsa dan agama. 2. Di negara-negara yang sedang berkembang, anak adalah kekayaan orang tua yang paling dibanggakan karena merupakan jaminan sosial, ekonomi, dan 2002 digitized by USU digital library 1

2 emosi di hari tua. Oleh karena itu, kesuburan sangat dihormati untuk menjamin cukup anak, terutama anak laki-laki. Di negara-negara agraris, anak laki-laki sangat diperlukan untuk membantu mengerjakan sawah ladang atau melaksanakan upacara keagamaan tertentu pada waktu orang tuanya meninggal. Anak juga dianggap merupakan jaminan bagi para ibu, apabila kelak mereka diceraikan atau dimadu. 3. Di negara-negara yang sedang berkembang, perkawinan pada usia remaja sering dilakukan, terutama bagi wanita di daerah pedesaan. Banyaknya perkawinan muda usia tersebut antara lain disebabkan orang tua merasa malu kalau anak gadisnya belum ada yang melamar, takut menjadi perawan tua. Oleh karena itu, banyak orang tua yang aktif mencarikan jodoh (calon suami) bagi anak gadisnya, meskipun anak gadisnya belum cukup umur untuk menikah, bahkan belum menginjak usia remaja. 4. Para orang tua dan mertua selalu mengharapkan perkawinan anaknya segera dikaruniai anak. Bagi mereka ini penting, sebab anak dari perkawinan tersebut merupakan bukti kesuburan anak gadisnya atau kejantanan anak laki-lakinya. Kebudayaan untuk menunda anak pertama pada usia yang lebih tua belum ada, sehingga pasangan itu akan dihadapkan kepada masa subur yang sangat panjang. 5. Menurut Masri Singarimbun (1977), para orang tua di Sunda dan Jawa, baik di desa maupun di kota mempunyai konsep yang sama tentang besarnya keluarga ideal. Keluarga yang ideal tersebut terdiri dari suami, istri, dan 4 orang anak, dengan 2 laki-laki dan 2 perempuan. Kalau ditakdirkan hanya mempunyai anak laki-laki saja atau perempuan saja, maka jumlah anak tersebut tidak lebih dari 4 5 anak (Sumapradja, 1981). III. MASALAH KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP. Strategi konservasi dunia dicanangkan 6 Maret Juga di Indonesia strategi tersebut memberikan cetak biru bagi aksi konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkesinambungan serta menunjuk pentingnya aksi terpadu dalam memecahkan masalah-masalah lingkungan hidup, sumber daya alam, dan kependudukan. Hubungan antara masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup memang sangat kompleks dan sangat majemuk sifatnya, karena di dalamnya tercakup banyak sekali faktor-faktor, misalnya saja dampak teknologinya, pola konsumsinya, dan faktor-faktor sosial, ekonomi, serta politiknya. Adanya Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dalam Kabinet sekarang ini sudah memberikan gambaran adanya hubungan timbal balik yang erat sekali antara penduduk dan lingkungan hidup ini. Kepadatan penduduk yang tinggi akan memberikan tekanan pada daya dukung alam lingkungannya. Manakala tekanan tersebut melampaui batas kemampuan daya dukung alam lingkungan tersebut, mejadi rusak lingkungan hidupnya. Sebaliknya, suatu lingkungan hidup yang terpelihara kelestariannya akan sangat menunjang bagi kelangsungan hidup suatu masyarakat. Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, sementara lahan untuk pertanian dan pemukiman sangat terbatas, memungkinkan timbulnya lapar tanah. Lapar tanah untuk pertanian sangat terasa di Jawa yang jumlah penduduknya hanya 60% dari seluruh penduduk Indonesia. Sedangkan sawah-sawah kelas satu di pinggiran kota dan di sepanjang jalan ekonomi menciut akibat perluasan daerah pemukiman serta kegiatan industri. Kaki-kaki gunung di Jawa sekarang sudah tidak luput dari jamahan tangantangan manusia. Kelaparan akan tanah ini jelas terlihat dengan merayapnya 2002 digitized by USU digital library 2

3 kegiatan pengolahan tanah serta pembangunan menuju puncak-puncak bukit dan gunung. Kesinambungan kehidupan alami sudah tidak diperhitungkan lagi. Tegakan pepohonan yang tadinya berfungsi untuk menahan curah hujan dan mengatur aliran air, sekarang sudah digantikan dengan tanaman ketela pohon atau jagung. Akibatnya, di musim hujan terjadi genangan air, tetapi di musim kemarau orang sulit mencari air. Ahli-ahlipun mengatakan daya dukung lingkungan sudah terlampaui oleh kepadatan penduduk. Akibatnya, keseimbangan kehidupan antara manusia dan lingkungannya terganggu. Gangguan tersebut akan mengarah kepada keadaan yang lebih parah dan merugikan, apabila tidak ada usaha untuk memperbaikinya. Berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal itu, anatar lain program penghijauan dan reboisasi, sementara untuk mengurangi tekanan penduduk agar tidak melampaui daya dukung alam serta lingkungan dilakukan transmigrasi. Namun, semua usaha ini masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Dari gambaran tadi, jelas nampak ada hubungan erat antara unsur manusia dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan hidup (Tanah Air, 1983) IV. PERTUMBUHAN PENDUDUK MENGANCAM KESEIMBANGAN LINGKUNGAN. Sejak masalah kependudukan dilontarkan oleh Thomas Robert Malthus lebih dari satu abad yang lalu, maka masalah itu mulai diapandang serta didekati dari berbagai aspek dan kemudian berkembang menjadi subyek, dengan dimensi aneka ragam. Di negara-negara berkembang hal ini berjalan cepat, karena tuntutan pembangunan nasional telah melibatkan masalah kependudukan sebagai masalah pokok. Berbagai aspek kehidupan mulai terganggu oleh pertambahan penduduk yang cepat, seperti kehidupan sosial ekonomi, budaya politik, hankamnas, dan lingkungan hidup. Hambatan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk di negara berkembang umumnya karena adanya pola berpikir masyarakat yang konservatif, yang pada hakekatnya menolak perubahan nilai tradisional dan budaya Indonesia termasuk dalam masyarakat heterogen yang sifatmya tradisional dan religius, misalnya bahwa banyak anak berarti banyak rejeki atau pola berpikir bahwa anak adalah investasi bagi orang tuanya di masa depan. Pola berpikir dan sikap seperti itu merupakan hambatan, khususnya bagi penduduk yang sebagaian besar tinggal di pedesaan, dimana nilai budaya tradisional tumbuh subur. Contoh lain, untuk mencapai pemerataan penduduk dalam mencapai keseimbangan ekonomi dan ekologi, dilaksanakan transmigrasi dari pulau yang padat penduduk ke Pelau yang konsentrasi penduduknya rendah. Usaha itu tidak dapat menghindari perubahan nilai-nilai tradisional, sebab masih ada yang beranggapan bahwa tanah kelahiran adalah warisan leluhur yang tak boleh ditinggalkan. Timbullah istilah transmigrasi bedol desa yang mengangkut seluruh harta miliknya berikut sedikit tanah kelahirannya. Perubahan di bidang nilai-budaya memerlukan waktu yang lama dan perlu dilaksanakan dengan seksama. Tetapi, membiarkannya sebagai proses evolusi, berdasarkan berbagai pertimbangan akan memperlambat pencapaian tujuan. Tujuan dalam konteks ini adalah pembangunan segala bidang bagi kesejahteraan rakyat banyak (Tanah Air, 1983). Di sisi lain, sebagian pengamat sosial berpendapat bahwa pelaksanaan transmigrasi yang dilakukan selama ini terkesan hanyalah sekedar upaya membuang orang dari kepadatan. Meski ada yang berhasil, secara umum yang ada hanyalah kegagalan, keluhan, jeritan perasaan disingkirkan. Namun, itu dipoles atas nama pembangunan yang dicanangkan pemerintah digitized by USU digital library 3

4 Di antara mereka yang ditansmigrasikan lewat program pemerintah, ternyata tidak sedikit yang pulang kembali ke daerah asalnya. Mereka merasa tidak produktif, tidak dimanusiakan setelah berada di daerah tujuan transmigrasi (Maryoto, 2000). Bertolak dari pemikiran ini, pemerintah mengadakan usaha untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dengan program Keluarga Berencana. Namun, sejauh itu KB bukan satu-satunya cara yang sasarnnya terbatas bagi pasangan suami-istri yang masih subur, sedang golongan muda yang belum menikah terhindar dari usaha tersebut. Padahal pada waktu dekat, mereka akan menjadi potential acceptor. Masalah kependudukan bukan hanya karena naiknya tingkat kelahiran (fertilitas), tetapi juga masalah kepadatan penduduk (density). Pulau Jawa dan Madura misalnya mempunyai kepadatan tertinggi pada tahun 1971, yaitu 576 orang per km2, sedangkan pulau lainnya di bawah 50 orang. Pertumbuhan pendudk dipengaruhi oleh tiga komponen variable demografi yang meliputi fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Apabila masalah kependudukan tidak dapat dibenahi, implikasinya akan semakin kompleks. Aristoteles dalam karyanya berjudul Politics menyebutkan bahwa pertambahan jumlah penghuni pada suatu pemukiman dengan melebihi batas tertentu akan mempengaruhi hubungan antara penghuni tersebut. Artinya, terjadi kepincangan kehidupan sosial ekonomi, budaya, politik, dan hankamnas, dan lingkungan hidup. Setiap usaha pelestarian alam tak lain untuk mendukung lingkungan agar tercapai keseimbangan manakala manusia melaksanakan kegiatannya sehari-hari. Komponen lingkungan yang terdiri dari manusia, materi, energi, dan kreasi oleh ilmu lingkungan diatur agar komponen serta hubungan timbal baliknya dapat mempertahankan eksistensi manusia, menciptakan dinamika dan kesejahteraan manusia. Pemecahan masalah lingkungan oleh ilmu lingkunganbaru dapat dikatakan berhasil apabila pengaturannya dilaksanakan pada areal ang tetap dengan jumlah manusia yang tetap pula. Disini terlihat merupakan korelasi belaka dari setiap komponen lainnya, dimana ilmu lingkungan sebagai suatu system lingkungan sebagai suatu system pencegahan terhadap tindak lanjut manusia terhadap kerusakan lingkungan dan sekaligus mencoba mengurangi masalah yang sudah terjadi. Bagaimana seharusnya manusia ditempatkan sebagai faktor utama di dalam pengelolaan lingkungan, karena manusia paling dominan dalam tingkah lakunya terhadap lingkungan sendiri. Barangkali, konsep demografi George W. Barclay dapat memberikan gambaran yang menarik dari penduduk, bahwa demografi mempelajari tingkah laku keseluruhan dan bukan tingkah laku perorangan. Darwin juga menunjukkan pembuktian pada flora dan fauna, dan Durkheim (Antropolog) melihatnya dalam masyarakat bahwa suatu pertambahan penduduk sementara areal tetap, maka cenderung menghasilkan perbedaan dan pengkhususan. Dampak dari penduduk padat (density) akan menambah kompleksitas struktur sosialnya, yang pada akhirnya akan mengganggu keseimbangan lingkungan hidup (Tanah Air, 1983). V.KEPADATAN DAN KESEHATAN FISIK. Kepadatan mencakup banyak dimensi. Kepadatan tidak hanya mencakup dimensi fisik seperti ukuran jumlah penduduk per wilayah atau jumlah orang per rumah (kepadatan hunian dan kepadatan rumah) akan tetapi juga mengandung aspek sosial, ekonomi, dan lain-lain. Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi kepadatan perlu memperhatiakn aspek lain di luar aspek fisik. Berbagai aspek tersebut terutama yang menguntungkan kehidupan penduduk perlu dipertahankan sehingga kebiasaan dan perilaku yang positif tetap dapat dipertahankan. Dengan demikian, identitas cultural 2002 digitized by USU digital library 4

5 penduduk tetap terjaga, terutama tatanan sosial seperti misalnya interaksi sesama penduduk, kebiasaan saling mengunjungi serta saling pinjam meminjam ada pada upaya perbaikan pemukiman. Di tinjau dari segi penduduk, terungkap bahwa rumah padat bagi penduduk berarti rumah yang luasnya tidak sebanding dengan jumlah penghuninya, serta tidak ada tempat bermain atau halaman. Kriteria ini sesuai dengan kriteria yang dianut para ahli, akan tetapi ukuran lain seperti jumlah orang yang tidur dalam satu kamar, jumlah ruangan dalam kamar, jumlah WC per orang/rumah, jumlah anak balita per tempat tidur, dan lain-lain ukuran yang berkaitan dengan jumlah fasilitas perumahan dengan jumlah penghuni tidak dirasakan sebagai ukuran kepadatan oleh penduduk. Oleh karenanya, penyuluhan tentang hal ini perlu ditingkatkan tidak hanya oleh Dinas Kesehatan tetapi juga Dinas Perumahan dan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan jumlah fasilitas perumahan dan jumlah penghuni tidak dirasakan sebagai ukuran kepadatan (Surjadi et al., 1996). Sangatlah mengherankan bahwa di negara-negara yang sedang berkembang, dampak kepadatan yang berlebihan (overcrowding) terhadap kesehatan masih belum banyak mendapat perhatian. Oleh Karena itu, pada tahun 1992, UNCHS (habitat) minta kepada kelompok-kelompok konsultan internasional dan para peneliti untuk meneliti dan mengidentifikasi hubungan timbal balik yang mendasar antara kepadatan di dalam rumah (in-house crowding) dan kesehatan di daerah perkampungan dengan masyarakat berpenghasilan rendah. Analisa statistik dipusatkan pada identifikasi indikator-indikator kepadatan yang bermakna (signifikan) untuk dampak kesehatan yang buruk (poor health outcome), misalnya diare, batuk/demam (penyakit saluran pernapasan, dan berat badan waktu lahir. Parameter-parameter kepadatan, jumlah orang per ruangan (persons per room) dan jumlah anak berusia di bawah lima tahun (balita) per ruang muncul sebagai resiko yang bermakna untuk diare dan penyakit saluran pernapasan. Jumlah orang per ruangan akan muncul terutama sebagai faktor risiko yang bermakna dalam analisa multivariate bila dicari faktor resiko yang paling dominan. Indikator kepadatan di dalam rumah, luas lantai (dalam m2) per orang atau per anak balita juga muncul sebagai faktor resiko. Terlihat bahwa lantai rumah yang kurang dari 10m2 per orang merupakan faktor resiko yang bermakna baik untuk diare maupun batuk/demam. Indikator kepadatan yang lain yang dianalisa adalah jumlah orang jumlah balita per keluarga dan luas kamar tidur atau kepadatan di dalam kamar tidur. Tidak satupun dari indikator kepadatan ini muncul sebagai faktor resiko yang bermakna. Kurang lebih 20% dari keluarga yang diteliti bertempat tinggal dalam satu unit rumah bersama dengan kegiatan komersial (commercial activity). Menyiapkan makanan untuk rumah makan yang berskala kecil dan menyablon kaos dapat merupakan faktor resiko (Cowi, 1996). VI.KEPADATAN DAN KESEHATAN MENTAL. Petambahan penduduk yang eksplosif dan lajunya arus urbanisasi ini jelas merupakan beban bagi perkotaan. Salah satu masalah yang timbul adalah masalah penyediaan pemukiman bagi penduduk, karena kebutuhan akan pemukiman sudah merupakan kebutuhan masyarakat di samping sandang dan pangan. Pertambahan penduduk dan keterbatasan lahan untuk pemukiman di kota menimbulkan daerah yang semakin padat. Dalam tinjauan psikologi lingkungan, maka pemukiman penduduk perkotaan pada umumnya mempunyai dua ciri, yaitu kepadatan (density) dan kesesakan (crowding) yang tinggi. Proporsi luas tanah untuk rumah tempat tinggal penduduk kota yang semakin sempit menyebabkan kepadatan yang tinggi dan ruang untuk keperluan-keperluan individu dan kelompok juga semakin menyempit. Menurut Holahan (1982), 2002 digitized by USU digital library 5

6 kepadatan (density) adalah sejumlah individu pada setiap ruang atau wilayah. Altman (1975) membagi kepadatan menjadi kepadatan dalam dan kepadatan luar. Kepadatan dalam berarti jumlah manusia dalam suatu ruangan, sedangkan kepadatan luar berarti jumlah orang atau pemukiman di suatu wilayah. Dalam hubungannya dengan kondisi psikologis penghunian rumah, kiranya apa yang dikatakan oleh Holahan dan definisi kepadatan dalam dari Altman lebih bisa diterapkan, dimana dalam setiap unit rumah dihuni oleh sejumlah orang. Rumah merupakan lingkungan yang paling dekat dan penting bagi manusia karena hampir setengah dari hidupnya dihabiskan di rumah (Awaldi, 1990). Parwati (dalam Budiharjo, 1984) mengatakan bahwa fungsi rumah bagi orang hidup semakin penting, di samping tempat berlindung, rumah juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses dimana seorang individu diperkenalkan kepada nilai-nilai, adat kebiasaan, yang berlaku dalam masyarakat, juga rumah berfungsi sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup. Mengingat pentingnya fungsi rumah sebaiknya rumah dapat dirasakan sebagai suatu lingkungan psikologis yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi penghuninya dan perlu dihindarkan rumah yang terlalu sempit. Penyempitan ruang individual dalam rumah akan menimbulkan berbagai macam permasalahan psikologis yang serius. Suasana tidak nyaman tersebut disebabkan oleh banyaknya anggota keluarga yang menempati rumah tersebut, banyaknya orang yang berlalu lalang di sekitar rumah, dan jarak antar rumah yang terlalu dekat, serta suara biasing yang mengganggu terus menerus. Kondisi ini jelas akan merugikan perkembangan psikologis anggota keluarga, terutama pada anak-anak dan remaja. Selain masalah kepadatan, ciri kedua dari pemukiman kota adalah kesesakan. Pengertian kesesakan (crowding) adalah perasaan subyektif individu terhadap keterbatasan ruang yang ada (Holahan, 1982) atau perasaan subyektif karena terlalu banyak orang lain di sekelilingnya (Gifford, 1987). Kesesakan muncul apabila individu berada dalam posisi terkungkung akibat persepsi subyektif keterbatasan ruang, karena dibatasi oleh system konstruksi bangunan rumah dan terlalu banyaknya stimulus yang tidak diinginkan dapat mengurangi kebebasan masingmasing individu, serta interaksi antar individu semakin sering terjadi, tidak terkendali, dan informasi yang diterima sulit dicerna (Cholidah et al., 1996) Kepadatan memang dapat mengakibatkan kesesakan (crowding), tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Setidaknya ada tiga konsep yang dapat menjelaskan terjadinya kesesakan, yaitu teori information overload, teori behavioral constraint, dan teori ecological model (Stokols dalam Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982; Jain, 1987). Secara teoritis, ketiga konsep tersebut dapat menjelaskan hubungan kepadatan fisik dengan kesesakan. Kenyataan bahwa semakin padat suatu kawasan. Maka semakin banyak informasi yang melintas di hadapan penghuni adalah dinamika yang tida terhindarkan. Bila kemudian informasi tersebut melampaui batas kemampuan penerimaannya, maka mulailah timbul masalah-masalah psikologis. Semakin banyak penduduk dalam wilayah yang terbatas juga bisa menyebabkan adanya constrain bagi individu dalam berperilaku sehari-hari. Konsep ini berkaitan erat dengan pendekatan ekologis. Prinsipnya, ketika daya dukung wilayah tidak mencukupi lagi maka lingkungan alam dan lingkungan sosial akan saling terkait dalam menimbulkan masalah (Sulistyani et al., 1993). Dalam suasana padat dan sesak, kondisi psikologis yang negatif mudah timbul yang merupakan faktor penunjang yang kuat untuk munculnya stress dan bermacam aktifitas sosial negatif (Wrightsman dan Deaux, 1981). Bentuk aktifitas sosial negatif yang dapat diakibatkan oleh suasana padat dan sesak, antara lain : 1) munculnya bermacam-macam penyakit baik fisik maupun psikis, seperti stres, tekanan darah meningkat, psikosomatis, dan gangguan jiwa; 2) munculnya patologi 2002 digitized by USU digital library 6

7 sosial, seperti kejahatan dan kenakalan remaja; 3) munculnya tingkah laku sosial yang negatif, seperti agresi, menarik diri, berkurangnya tingkah laku menolong (prososial), dan kecenderungan berprasangka; 4) menurunnya prestasi kerja dan suasana hati yang cenderung murung (Holahan, 1982). Menurut Baum et al.(dalam Evans, 1982), peristiwa atau tekanan yang berasal dari lingkungan yang mengancam keberadaan individu dapat menyebabkan stres. Bila individu tidak dapat menyesuaikan dengan keadaan lingkungannya, maka akan merasa tertekan dan terganggu dalam berinteraksi dengan lingkungan dan kebebasan individu merasa terancam sehingga mudah mengalami stres. Kawasan padat dan sesak juga menyebabkan individu lebih selektif dalam berhubungan dengan orang lain, terutama dengan orang yang tidak begitu dikenalnya. Tindakan ini dilakukan individu untuk mengurangi stimuli yang tidak diinginkan yang dapat mengurangi kebebasan individu. Tindakan selektif ini memungkinkan menurunnya keinginan seseorang untuk membantu orang lain (intensi prososial). Perilaku prososial adalah perilaku seseorang yang ditujukan pada orang lain dan memberikan keuntungan fisik maupun psikologis bagi yang dikenakan tindakan tersebut. Perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan kerja sama, membagi, menolong, kejujuran, dermawan serta mempertimbangkan kesejahteraan orang lain (Mussen et al., 1979). Perilaku prososial sangat penting artinya bagi kesiapan seseorang dalam mengarungi kehidupan sosialnya. Karena dengan kemampuan prososial ini seseorang akan lebih diterima dalam pergaulan dan akan dirasakan berarti kehadirannya bagi orang lain (Cholidah, 1996). Dalam pendekatan kognitif, pada teori psikologi lingkungan tentang rasa sesak, Stanley Milgram (1970) menyimpulkan bahwa bila orang dihadapkan pada stimulasi yang terlalu banyak, orang akan mengalami beban indera yang berlebihan dan tidak akan dapat menghadapi semua stimulasi itu. Milgram yakin bahwa beban indera yang berlebihan selalu bersifat tidak menyenangkan dan mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi secara tepat (Evans et al., 1996). VII. STRATEGI ADAPTASI DALAM SITUASI KEPADATAN SOSIAL. Ketika manusia dihadapkan pada situasi padat, yang dapat dipersepsikan sebagai situasi yang mengancam eksistensinya, manusia melakukan adaptasi. Hal ini berarti ada hubungan interaksionistis antara lingkungan dan manusia. Lingkungan dapat mempengaruhi manusia, manusia juga dapat mempengaruhi manusia (Holahan, 1982). Oleh karena bersifat saling mempengaruhi maka terdapat proses adaptasi dari individu dalam menanggapi tekanak-tekanan yang berasal dari lingkungan seperti yang dinyatakan oleh Sumarwoto (1991), bahwa individu dalam batas tertentu mempunyai kelenturan. Kelenturan ini memungkinkan individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kemampuan adapatasi ini mempunyai nilai untuk kelangsungan hidup. Adaptasi diartikan sebagai kapasitas individu untuk mengatasi lingkungan, yang merupakan proses tingkah laku umum yang didasarkan atas faktor-faktor psikologis untuk melakukan antisipasi kemampuan melihat tuntutan di masa yang akan datang (Altman dalam Gifford, 1980). Dengan demikian, adaptasi merupakan tingkah laku yang melibatkan perencanaan agar dapat mengantisipasi suatu peristiwa di masa yang akan datang. Pengertian adaptasi sering dibaurkan dengan pengertian penyesuaian. Adaptasi merupakan perubahan respon pada situasi, sedangkan penyesuaian merupakan perubahan stimulus itu sendiri. Misalnya dalam menghadapi air yang panas, penyesuaian diri dilakukan dengan memasukkan tangan yang diselimuti kaos tangan, tetapi ketika orang melakukan adaptasi, orang berlatih memasukkan tangan ke tempat air panas yang dimulai dari suku terrendah yang 2002 digitized by USU digital library 7

8 mampu memasukinya dan kemudian secara bertahap dinaikkan suhu air tersebut (Sonnenfelt, 1966 dalam Baum et al, 1978) (Helmi, 1994).. Tujuan adaptasi dikatakan Berry (Altman et al., 1985) untuk mengurangi disonansi dalam suatu system, yaitu meningkatkan harmoni serangkaian variable yang berinteraksi. Jika dikaitkan dengan interaksi manusia-lingkungan, disonansi dalam suatu system dapat diartikan ada ketidakseimbangan transaksi antara lingkungan dan manusia. Salah satu bentuk ketidakseimbangan tersebut adalah tuntutan lingkungan yang melebihi kapasitas manusia untuk mengatasinya. Salah satu upaya mencapai keseimbangan adalah melakukan pembiasaan terhadap stimulus yang datang secara konstan, sehingga kekuatan stimulus melemah (Heimstra & McFarling, 1978; Bell et al., dalam Gustinawati, 1990). Inilah yang disebut adaptasi. Orang dikatakan mampu beradaptasi secara efektif jika dalam situasi yang menekan, terjadi keseimbangan, baik dalam aspek psikis maupun fisik. Indikator strategi adaptasi yang efektif dalam situasi kepadatan sosial yang tinggi dilihat dari 3 aspek, yaitu aspek kesesakan (crowding), aspek kemampuan konsentrasi, dan aspek tekanan darah (arousal). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adaptasi dalam situasi kepadatan sosial tinggi dilakukan dengan cara membiasakan diri dalam situasi kepadatan sosial tinggi sampai dicapai kondisi yang seimbang, yang tercermin dari rendahnya kesesakan, kemampuan berkonsentrasi, dan tidak terjadi arousal. Pengertian adaptasi berbeda dengan koping. Koping tidak memperhatikan hasil (Folkman, 1984), sedangkan adaptasi mementingkannya (Fisher et al., 1984). Namun demikian, strategi adaptasi dilakukan atas dasar strategi koping yang dipilih. Pemilihan strategi koping dikatakan Folkman (1984) didasarkan atas penilaian primer dan sekunder. Pilihan strategi koping dalam situasi kepadatan sosial tinggi bersifat individual, juga tergantung pada faktor situasional dan faktor kondisi sosial (Fisher et al., 1984). Faktor situasional yang dimaksud adalah apakah individu berada dalam situasi yang saling mengenal atau belum. Orang yang belum mengenal sebelumnya, kemungkinan besar mengalami penyebab kesesakan. Kondisi sosial yang dimaksudkan adalah iklim interaksi sosial, misalnya iklim kompetitif ataukah kooperatif. Dalam situasi kooperatif, perasaan tenggang rasa dan kehendak memperhatikan orang lain, lebih penting, sehingga individualitas kurang penting artinya. Dalam situasi kompetitif, individualitas dijunjung tinggi, sehingga orientasi seseorang terhadap produktivitas kerja semata-mata bersifat individual. Kehadiran orang lain, seringkali dianggap mengancam dirinya. Jika dikaitkan dengan kepadatan sosial, dalam iklim kompetitif, kehadiran orang lain lebih dipersepsikan sebagai ancaman, sehingga perasaan kesesakan/stres semakin tinggi. Faktor kepribadian, terutama harga diri, berpengaruh besar dalam menanggapi tekanan kepadatan sosial (Gove dalam Gove & Hughes, 1983). Harga diri tinggi lebih mampu mempertahankan jarak lebih dekat dengan orang lain (Brigham, 1991). Harga diri dan kesesakan berkorelasi negatif (r=0.4755;p<05) dari studi pendahuluan yang dilakukan pada subyek mahasiswa teknik elektro UGM. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa di dalam manipulasi kepadatan sosial tinggi, terdapat interaksi antara faktor situasional (kompetitif), faktor kondisi sosial (situasi di antara subyek kurang saling mengenal), dan faktor kepribadian (tingkat harga diri). Dinyatakan oleh Holahan (1982) bahwa manusia adalah agen aktif dalam mengatasi tekanan lingkungan, sementara itu aspek penting dari kepribadian adalah harga diri (Coopersmith dalam Hidayati, 1995). Dengan demikian, harga diri diduga yang paling berpengaruh dalam pemilihan strategi koping digitized by USU digital library 8

9 Salah satu staregi koping adalah menyusun kembali latar fisik berdasarkan prinsip environmental-fit model, yaitu merancang bangunan sesuai dengan tipe-tipe interaksi sosial (Brigham, 1991). Jika interaksi sosial yang diinginkan seminimal mungkin diijinkan, diperlukan tingkat privasi yang optimal. Caranya adalah membuat rancangan bangunan fisik dengan mempertimbangkan ruang personal (personal space) dari territorial (Holahan, 1982; Guilford, 1987), sehingga kontrol personal meningkat (Humphrey Osmond dalam Gifford, 1987). Ruang personal adalah ruang di sekitar individu yang tidak mengijinkan individu lain memasukinya (Holahan, 1982). Biasanya, ruang tersebut digambarkan sebagai gelembung yang tidak tampak, menyelimuti seseorang, dan dibawa kemana saja. Sifat lainnya adalah dinamis dan berubah-ubah sesuai dengan situasi dan kondisi. Namun demikian, ruang personal dikontrol kuat oleh seseorang. Jika terjadi pelanggaran, dianggap sebagai ancaman. Hal ini disebabkan oleh fungsi ruang personal adalah melindungi harga diri seseorang (Dosey & Meisels dalam Gifford, 1987), sehingga menurut teori beban lingkungan, stimulasi informasi tetap dalam kondisi optimal. Ruang personal bagi Altman (Brigham, 1991) merupakan salah satu upaya meningkatkan privasi. Cara memperoleh ruang personal dengan merancang bangunan fisik yang menghambat interaksi sosial (latar sosiopetal). Latar sosiopetal terlihat pada meja makan yang dikelilingi tempat duduk yang saling menatap, sedangkan latar sosiofugal terlihat pada tempat duduk di ruang tunggu pelabuhan udara (Osmond dalam Gifford, 1987). Sementara itu, territorial dipandang Sommers sebagai tempat yang dimiliki atau dikontrol individu atau kelompok (Fisher et al., 1984). Menurut teori beban lingkungan, territorial berfungsi menurunkan jumlah dan kompleksitas stimulasi. Teritorial menurut pandangan ekologis merupakan upaya mempertegas batas-batas kepemilikan sumberdaya, batas antara pemiliki dan bukan pemilik. Teritorial menurut teori kendala perilaku merupakan upaya meningkatkan kontrol personal terhadap lingkungan sehingga privasi yang optimal dapat tercapai. Diperolehnya kontrol personal merupakan dasar pengembangan identitas personal (Edney dalam Holahan, 1982). Salah satu penelitian tentang territorial di laboratorium dilakukan oleh Desor (Holahan, 1982). Desor menggunakan partisi, baik yang permanen maupun bukan dalam laboratorium merupakan upaya efektif mengatasi perasaan kesesakan. Seperti yang telah diuraikan, bahwa pemilihan strategi koping ditentukan oleh faktor kepribadian, yaitu tingkat harga diri, yang dimulai dari proses penilaian primer dan sekunder. Penilaian primer subyek harga diri tinggi adalah percaya pada diri sendiri, sehingga dalam situasi kepadatan sosial tinggi, situasi di antara subyek kurang saling mengenal dan dalam iklim kompetitif, kehadiran orang lain tidak dipersepsikan sebagai ancaman (penilaian sekunder). Akibatnya, strategi koping yang dipilih didasarkan kebutuhan untuk memperoleh ruang personal, tanpa perlu kejelasan batas-batas fisik. Persentase latar sosiofugal diperkirakan lebih banyak dipilih subyek harga diri tinggi sebagai strategi koping. Strategi tersebut akan dipertahankan sebagai strategi adaptasi dan merupakan strategi adaptasi yang efektif. Dalam situasi kepadatan sosial tinggi, di antara subyek kurang saling mengenal dan dalam kondisi kompetitif; kehadiran orang lain dipersepsikan sebagai ancaman bagi subyek harga diri rendah. Hal ini disebabkan, penilaian primer subyek harga diri rendah adalah kurang percaya diri dan memandang orang lain lebih mampu (penilaian sekunder). Strategi koping yang dipilih adalah territorial. Melalui territorial kontrol personal dapat ditingkatkan (Sommers dalam Fisher et al., 1984), informasi dapat diseleksi, dan kebebasan memilih perilaku dapat dilakukan. Strategi adaptasi dan merupakan strategi adaptasi yang efektif (Helmi dan Ancok, 1995) digitized by USU digital library 9

10 DAFTAR PUSTAKA Cholidah, Lilih; Ancok, Djamaludin; dan Haryanto Psikologika Nomor 1 : Hubungan Kepadatan Dan Kesesakan Dengan Stres Dan Intensi Prososial Pada Remaja Di Pemukiman Padat. Cowi Majalah Kesehatan Perkotaan : Crowding and Health in Low- Income Settlements, Studi Kasus di Jakarta Mei 1993-Juni Jakarta, Universitas Katolik Indonesia Atmajaya. Evans, Gary W.; Schoeder, Alex: dan Lepore, Stephen J Journal Personality and Social Psychology : The Role Of Interior Design Elements In Human Responses To Crowding. American, American Psychological Association. Helmi, Avin Fadilla Buletin Psikologi, Tahun II, Nomor 2 : Hidup Di Kota Semakin Sulit, Bagaimana Strategi Adaptasi Dalam Situasi Kepadatan Sosial? Yogyakarta, Fakultas Psikologi UGM BPPS-UGM : Strategi Adaptasi Yang Efektif Dalam Situasi Kepadatan Sosial. Yogyakarta, Fakultas Psikologi UGM. Maryoto, Andreas Kesan Sekilas Transmigrasi : Hanya Membuang Orang Dari Kepadatan. Jakarta, Lembaga Demografi FEUI. Sumapradja, Sudraji Kabar : Kenapa Penduduk Dunia Makin Padat. Jakarta, PKBI. Sulistyani, Nurul; Faturochman; dan As ad, Mohamad Jurnal Psikologi, Tahun XX, Nomor 2 : Agresivitas Warga Pemukiman Padat Dan Bising Di Kotamadya Bandung. Yogyakarta, Fakultas Psikologi UGM. Surjadi, Charles; Soedarno, Tina R; dan Baare, Anton Majalah Kesehatan Perkotaan : Kepadatan Pemukiman dan Kesehatan, Studi Kualitatif. Jakarta, Universitas Kristen Indonesia Atmajaya. Tanah Air, No. 25, Th. III Masalah Kependudukan Dan Lingkungan Hidup. Yogyakarta. Tanah Air, No. 25, Th. III Pertumbuhan Penduduk Mengancam Keseimbangan Lingkungan. Yogyakarta digitized by USU digital library 10

HIDUP DI KOTA SEMAKIN SULIT : Bagaimana strategi adaptasi dalam situasi kpadatan sosial?

HIDUP DI KOTA SEMAKIN SULIT : Bagaimana strategi adaptasi dalam situasi kpadatan sosial? HIDUP DI KOTA SEMAKIN SULIT : Bagaimana strategi adaptasi dalam situasi kpadatan sosial? Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia pada masa yang akan datang masih menunjukkan trend peningkatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di kota-kota besar di negara-negara dunia sering ditemukan adanya daerah kumuh atau pemukiman miskin. Daerah kumuh ini merupakan pertanda kuatnya gejala kemiskinan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk relatif tinggi merupakan beban dalam pembangunan nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati oleh rakyat.

Lebih terperinci

STRATEGI ADAPTASI YANG EFEKTIF DALAM SITUASI KEPADATAN SOSIAL Effective Adaptation Strategy on Social Density Situation

STRATEGI ADAPTASI YANG EFEKTIF DALAM SITUASI KEPADATAN SOSIAL Effective Adaptation Strategy on Social Density Situation STRATEGI ADAPTASI YANG EFEKTIF DALAM SITUASI KEPADATAN SOSIAL Effective Adaptation Strategy on Social Density Situation Avin Fadilla Helmi 1 Djamaludin Ancok 1 Program Studi Psikologi Program Pasca sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini kota besar masih memiliki daya tarik bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah kegiatan perekonomian dan pendidikan yang menyebabkan banyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut.

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut. PERKEMBANGAN PENDUDUK DAN DAMPAKNYA BAGI LINGKUNGAN A. PENYEBAB PERKEMBANGAN PENDUDUK Pernahkah kamu menghitung jumlah orang-orang yang ada di lingkunganmu? Populasi manusia yang menempati areal atau wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah, komposisi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai jumlah penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia menduduki posisi ke-4 sebagai

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Mengenai Perbedaan Tingkat Crowding (Kesesakan) pada Anak Panti Asuhan Usia 10 dan 12 Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Muhammadiyah Cabang Sumur Bandung 1 Andhini

Lebih terperinci

D. Dinamika Kependudukan Indonesia

D. Dinamika Kependudukan Indonesia D. Dinamika Kependudukan Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi sumber daya manusia yang sangat besar. Jumlah penduduk yang tinggal di Indonesia mencapai 256 juta jiwa (Worl Population

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

ASPEK KEPENDUDUKAN I. Tujuan Pembelajaran

ASPEK KEPENDUDUKAN I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Geografi K e l a s XI ASPEK KEPENDUDUKAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian antroposfer. 2. Memahami

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan saudara kandung

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Masalah Kependudukan Masalah kependudukan di Indonesia dikategorikan sebagai suatu masalah nasional yang besar dan memerlukan pemecahan segera. Hal ini mencakup lima masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran

Lebih terperinci

HIDUP DI KOTA SEMAKIN SULIT:

HIDUP DI KOTA SEMAKIN SULIT: StraJegi adaptasi dalam situasi kep.jaum sosial 1 HIDUP DI KOTA SEMAKIN SULIT: Bagaimana strategi adaptasi dalam situasi kepadatan sosial? Avin Fadilla Helmi Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Istilah komunikasi bukanlah suatu istilah yang baru bagi kita. Bahkan komunikasi itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari sejarah peradaban umat manusia, dimana pesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang masalah kualitas perumahan di kota-kota besar amat terasa. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang masalah kualitas perumahan di kota-kota besar amat terasa. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah dan fasilitas pemukiman yang memadai merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi manusia dalam melangsungkan kehidupannya. Di negaranegara berkembang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang yang dapat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pemasaran Pemasaran adalah suatu kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang yang dapat memuaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan kondisi iklim global di dunia yang terjadi dalam beberapa tahun ini merupakan sebab pemicu terjadinya berbagai bencana alam yang sering melanda Indonesia. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan manusia dari generasi ke generasi untuk menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK INDIVIDUAL ANGGOTA MASYARAKAT

KARAKTERISTIK INDIVIDUAL ANGGOTA MASYARAKAT 71 KARAKTERISTIK INDIVIDUAL ANGGOTA MASYARAKAT Anggota masyarakat yang menjadi sampel sekaligus menjadi responden berjumlah orang yang merupakan anggota KTH dalam program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di abad 21 ini tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan dimana-mana sudah semakin cepat dan kompleks, guna memenuhi kebutuhan manusia yang juga semakin banyak. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata

Lebih terperinci

Dr.Ir. Edi Purwanto, MT

Dr.Ir. Edi Purwanto, MT i MEMAHAMI CITRA KOTA TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA Dr.Ir. Edi Purwanto, MT Diterbitkan Oleh: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang 2014 ii MEMAHAMI CITRA KOTA TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA

Lebih terperinci

GENDER DALAM TERITORI

GENDER DALAM TERITORI GENDER DALAM TERITORI Oleh Dina Fatimah Abstrak. Teritori merupakan suatu wujud pembagian wilayah kekuasaan. Teritori sangat berkaitan dengan pemahaman akan keruangan. Pada manusia, teritorialitas ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap pasangan menikah pasti menginginkan agar perkawinannya langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan akan kelanggengan perkawinan

Lebih terperinci

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN ISSN 0216-8138 52 DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN Oleh I Ketut Suratha Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja-Bali Abstrak

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI

KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Disusun oleh : DENI HERBYANTI F 100 050 123 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketakutan besar dalam kehidupan, dapat berdampak terhadap kualitas kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ketakutan besar dalam kehidupan, dapat berdampak terhadap kualitas kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan bertujuan untuk mendapatkan keturunan yang sah guna melanjutkan silsilah garis keturunan dalam memelihara keberlangsungan kehidupan (Tamrin, 2009). Permasalahan

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya. Permukiman dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan antara golongan satu dengan golongan yang lain. Adanya golongan yang berlapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan kata lain masa dewasa adalah masa di mana seseorang semestinya sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan kata lain masa dewasa adalah masa di mana seseorang semestinya sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa merupakan waktu yang paling lama dialami setiap manusia dalam rentang kehidupan. Menurut Hurlock (2012) tugas perkembangan pada masa dewasa yang

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara berkembang yang memiliki banyak permasalahan penduduk, salah satunya adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang multikultur, yakni bangsa yang memiliki aneka ragam budaya yang dapat memperkaya budaya nasional sekaligus sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata diseluruh tanah air dan ditujukan bukan hanya untuk satu golongan, atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi penduduk yang termasuk empat atau lima besar di dunia setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian Indonesia. Sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekaligus menggiring manusia memasuki era globalisasi ini, agaknya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekaligus menggiring manusia memasuki era globalisasi ini, agaknya memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi yang pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir yang sekaligus menggiring manusia memasuki era globalisasi ini, agaknya memiliki kontribusi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONTEKS MASALAH Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang banyak memberikan sumber kehidupan bagi rakyat Indonesia dan penting dalam pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut

Lebih terperinci

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN 1. Pendahuluan Dalam demografi pertumbuhan penduduk antara lain dipengaruhi oleh fertilitas. Perkawinan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun badan hukum. Usaha pemerintah ini tidak terlepas dari tujuan negara

BAB I PENDAHULUAN. maupun badan hukum. Usaha pemerintah ini tidak terlepas dari tujuan negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Masalah Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk watak serta kepribadian bangsa. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan perumahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, korban jiwa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, korban jiwa BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Peristiwa terorisme pada tahun 2002 di Bali dikenal dengan Bom Bali I, mengakibatkan banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Masalah Kependudukan Masalah kependudukan di Indonesia di kategorikan sebagai suatu masalah nasional yang besar dan memerlukan pemecahan segera. Hal ini mencangkup lima masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan yang membutuhkan adaptasi bagi siapa saja yang akan menjalankannya. Setiap individu yang akan

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENDIDIKAN REMAJA DAN EKONOMI KELUARGA DENGAN SIKAP REMAJA UNTUK MEMUTUSKAN MENIKAH DI USIA MUDA DI DESA PRAPAG KIDUL - LOSARI - BREBES S K R I P S I Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN PRODI PSIKOLOGI RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN PRODI PSIKOLOGI RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN PRODI PSIKOLOGI RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Nama Mata Kuliah : Psikologi Lingkungan Kode/SKS : 2 sks

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN KOPASSUS DI CIJANTUNG

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN KOPASSUS DI CIJANTUNG HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN KOPASSUS DI CIJANTUNG S K RI P S I Untuk Memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat merupakan suatu perwujudan kehidupan bersama manusia sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat merupakan suatu perwujudan kehidupan bersama manusia sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat merupakan suatu perwujudan kehidupan bersama manusia sebagai makhluk sosial. Dimana sebagai makhluk sosial manusia mempunyai naluri untuk selalu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dewasa, anak juga memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya,

BAB 1 PENDAHULUAN. dewasa, anak juga memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga dengan baik, dalam tumbuh kembangnya menjadi manusia dewasa, anak juga memiliki harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak kandungan zat berbahaya di dalam rokok. Bahaya penyakit akibat rokok juga sudah tercantum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kekayaan Indonesia akan flora dan faunanya membawa indonesia kepada sederet rekor dan catatan kekayaan di dunia. Tanahnya yang subur dan iklim yang menunjang, memiliki

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan dan daerah lainnya. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. dari pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan dan daerah lainnya. Hal tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang terletak di pulau Sumatera, tepatnya berada di ujung Pulau Sumatera yang merupakan pintu masuk pendatang dari pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu di antara sejumlah daftar negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu di antara sejumlah daftar negaranegara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu di antara sejumlah daftar negaranegara berkembang di dunia. Hal yang paling mendasar yang umum dijumpai dalam suatu negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005, jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. KB, keinginan dalam memiliki sejumlah anak, serta nilai anak bagi PUS.

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. KB, keinginan dalam memiliki sejumlah anak, serta nilai anak bagi PUS. II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Georgafi dan Keluarga Berencana Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai penyebab banyaknya jumlah anak yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh pasangan muda yang usianya masih dibawah 15 tahun. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh pasangan muda yang usianya masih dibawah 15 tahun. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia fenomena pernikahan usia dini bukanlah hal yang baru dalam masyarakat. Pernikahan usia dini merupakan suatu hal yang wajar karena dilihat dari sejarah Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek. kota besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek. kota besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Eksistensi Proyek Meningkatnya kebutuhan akan rumah, terbatasnya lahan, serta tingginya nilai lahan menjadi fenomena umum yang terjadi hampir

Lebih terperinci

ABSTRACT HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG NILAI ANAK PROGRAM KELUARGA BERENCANA DENGAN JUMLAH ANAK

ABSTRACT HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG NILAI ANAK PROGRAM KELUARGA BERENCANA DENGAN JUMLAH ANAK ABSTRACT HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG NILAI ANAK PROGRAM KELUARGA BERENCANA DENGAN JUMLAH ANAK Nurlaili 1) Trisnaningsih 2) Edy Haryono 3) This research aimed to find out correlation between university

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak akan terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip definisi Gillian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang dapat memperlambat lajunya pembangunan, walaupun

I. PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang dapat memperlambat lajunya pembangunan, walaupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara yang sedang melaksanakan pembangunan selalu dihadapkan pada masalah penduduk dan peningkatan pendapatan penduduk. Kedua permasalahan di atas merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal 1 perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA MASALAH

BAB III ANALISA MASALAH BAB III ANALISA MASALAH 3.1 MASALAH FISIK MENYANGKUT PROGRAM FASILITAS 3.1.1 Organisasi Ruang Dan Alur Sirkulasi Sekolah Kegiatan belajar mengajar disekolah merupakan aktifitas rutin harian bagi seluruh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, yang diistilahkan dengan adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress 1. Definisi Coping Stress Lazarus dan Folkman (Sugianto, 2012) yang mengartikan coping stress sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang ketika dihadapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci