ANALISA YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN SEWA-MENYEWA SAFE DEPOSIT BOX BANK INTERNASIONAL INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN SEWA-MENYEWA SAFE DEPOSIT BOX BANK INTERNASIONAL INDONESIA"

Transkripsi

1 1 ANALISA YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN SEWA-MENYEWA SAFE DEPOSIT BOX BANK INTERNASIONAL INDONESIA ASEP ARI FIRMANSYAH, AKHMAD BUDI CAHYONO FAKULTAS HUKUM, PROGRAM KEKHUSUSAN HUBUNGAN SESAMA ANGGOTA MASYARAKAT, DEPOK Abstrak Salah satu jenis usaha bank yang terdapat dalam Undang-Undang Perbankan Tahun 1998 yaitu menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga atau lebih dikenal dengan istilah Safe Deposit Box (SDB). SDB mulai berkembang pesat, hal itu terbukti dengan banyaknya bank yang melakukan kegiatan usaha ini. Nasabah yang ingin menikmati jasa SDB dapat melakukan perjanjian dengan pihak bank. Perjanjian antara bank dengan nasabah didasari oleh perjanjian sewa-menyewa. Pada prakteknya, Perjanjian SDB menimbulkan beberapa masalah, diantaranya mengenai konstruksi hukum yang mendasari perjanjian dan penerapan klausula eksonerasi dalam perjanjian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan sewa-menyewa pada Perjanjian SDB sudah sesuai dengan konstruksi sewa-menyewa dalam KUH Perdata. Selain itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apa yang menjadi alasan dan dasar penerapan klausula eksonerasi dalam perjanjian SDB. Penelitian akan dilakukan terhadap Perjanjian Safe Deposit Box yang terdapat pada Bank Internasional Indonesia (BII). Juridical Analysis of Safe Deposit Box Agreement Against Bank Internasional Indonesia Abstract One type of banking business contained in the Banking Act of 1998 which provides a place to store goods and securities or better known as the Safe Deposit Box (SDB). SDB began to grow rapidly, it is evidenced by the many banks conducting this business. Customers who want to enjoy the services of SDB may enter into agreements with the bank. Agreement between the bank and its customers is based on the lease agreement. In practice, the Treaty of SDB raises several problems, including laws regarding the construction and application of the agreement underlying the exoneration clause in the agreement. This study aims to determine whether the application of the tenancy agreement is in conformity with the construction of SDB tenancy in the Civil Code. Moreover, the purpose of this study is to see what is the reason and basis for the exoneration clause in the agreement SDB. Research will be conducted on Safe Deposit Box Agreement contained in Bank Internasional Indonesia (BII). Lease Agreement, Safe Deposit Box, Exoneration Clause

2 2 Pendahuluan Sektor perbankan memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian di Indonesia. Perbankan diatur dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Pasal 4 UU Perbankan 1998 menyatakan bahwa: Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Bank merupakan salah satu bagian dalam Perbankan. Semakin banyaknya bank yang berdiri membuktikan bahwa peran bank dalam pembangunan nasional khususnya di bidang perekonomian sangat besar. Pengertian bank berdasarkan berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU Perbankan 1998 yaitu : Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai suatu lembaga keuangan, bank harus dapat menjaga kepercayaan para nasabahnya. Kepercayaan nasabah terhadap suatu bank merupakan faktor penentu bank tersebut agar dapat selalu bereksistensi. Dalam Pasal 6 huruf h UU Perbankan 1998 dijelaskan bahwa salah satu jenis usaha bank yaitu menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga atau lebih dikenal dengan istilah Safe Deposit Box (SDB). Nasabah mengikatkan diri dengan pihak bank melalui Perjanjian Sewa-Menyewa SDB. Dalam praktek perbankan yang lazim di Indonesia, pada umumnya perjanjian yang merupakan produk bank adalah perjanjian standar atau perjanjian baku yang klausula-klausulanya telah disusun sebelumnya oleh bank, sehingga nasabah hanya mempunyai pilihan antara menerima isi perjanjian dengan klausula-klausula baku atau tidak mengikatkan diri sama sekali. Salah satu permasalahan yang terdapat dalam Perjanjian SDB yaitu mengenai konstruksi hukum dan klausula baku. Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa dalam Perjanjian SDB, hubungan antara bank dan nasabah adalah hubungan sewa-menyewa. Bank sebagai pihak yang menyewakan (menyediakan tempat) sedangkan nasabah sebagai penyewa.

3 3 Dalam Perjanjian SDB, bank menyatakan tidak bertanggung jawab terhadap barang atau dokumen yang disimpan dalam SDB jika terjadi kehilangan, musnah, susut, keaslian, berubah wujud atau kualitas dari barang-barang yang disimpan. Dalam praktek banyak nasabah yang merasa dirugikan atas klausula tersebut. Nasabah beranggapan bahwa klausula tersebut seakan menjadi perisai ampuh bagi bank agar bisa terbebas dari tanggung jawab. Konsep pertanggung jawaban yang dipahami oleh kebanyakan nasabah adalah konsep pertanggung jawaban dalam penitipan barang, Melihat permasalahan di atas, penulis berminat untuk melakukan penelitian lebih jauh terhadap perjanjian sewa-menyewa SDB yang terdapat pada Bank Internasional Indonesia (BII) dengan judul Analisa Yuridis Terhadap Perjanjian Sewa-Menyewa Safe Deposit Box Bank Internasional Indonesia. Dari uraian di atas timbul beberapa permasalahan hukum yang terkait dengan perjanjian sewa menyewa SDB, diantaranya adalah : 1. Bagaimana ketentuan sewa-menyewa jika dibandingkan dengan ketentuan penitipan barang menurut KUH Perdata? 2. Apakah sewa-menyewa pada Perjanjian SDB BII sesuai dengan ketentuan sewamenyewa dalam KUH Perdata? 3. Apakah penerapan Klausula Eksonerasi dalam Perjanjian SDB BII sudah tepat jika diterapkan dalam sewa-menyewa? Tujuan penelitian ini diantaranya adalah : a) Untuk mencari persamaan dan perbedaan antara ketentuan sewa-menyewa dengan ketentuan penitipan barang menurut KUH Perdata. b) Untuk mengetahui apakah sewa-menyewa pada perjanjian SDB sudah sesuai dengan ketentuan sewa-menyewa dalam KUH Perdata. c) Untuk mengetahui apakah Klausula Eksonerasi dalam perjanjian SDB sudah tepat jika diterapkan dalam sewa-menyewa

4 4 Tinjauan Teoritis 1. Perjanjian Dalam buku Hukum Perjanjian, Perjanjian adalah Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 2. Sewa-menyewa Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak terakhir disanggupi pembayarannya. 3. Safe Deposit Box Salah satu jasa perbankan yang menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga sehingga barang-barang tersebut terjamin dari kerusakan maupun kehilangan. 4. Risiko Kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak. 5. Perjanjian penitipan barang Perjanjian dimana pihak satu menerima barang dari pihak lainnya, dengan janji untuk menyimpan dan kemudian mengembalikannya dalam keadaan seperti semula. 6. Perjanjian baku Perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. 7. Klausula Eksonerasi Klausula Eksonerasi adalah syarat yang secara khusus membebaskan pengusaha dari tanggung jawab terhadap akibat yang merugikan, yang timbul dari pelaksanaan perjanjian.

5 5 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah, yang membutuhkan data penunjang. Untuk dapat memperoleh data tersebut maka dilakukan metode tertentu yaitu metode penelitian hukum. Fungsi dari metode penelitian hukum tersebut adalah menentukan, merumuskan, dan menganalisa serta memecahkan masalah tertentu untuk dapat mengungkapkan kebenaran-kebenaran. Kajian terhadap perjanjian sewa menyewa SDB ini menggunakan penelitian hukum normatif. Biasanya, pada penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Penelitian dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau disebut juga sebagai studi kepustakaan. Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini bersifat deskriptif analitis, yaitu hanya menggambarkan atau melukiskan permasalahan yang ada, kemudian melakukan analisa berdasarkan bahan hukum yang relevan. Lazimnya di dalam penelitian, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh dari masyarakat adalah data primer, sedangkan yang diperoleh dari bahan pustaka adalah data sekunder. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Akan tetapi dalam penelitian ini, data sekunder lebih banyak digunakan melalui penelusuran kepustakaan atau studi kepustakaan. Hasil Penelitian Perjanjian sewa-menyewa merupakan salah satu perjanjian khusus yang ketentuan-ketentuannya terdapat dalam Buku III KUH Perdata. Sistematika Buku III KUH Perdata terdiri dari dua bagian, yaitu ketentuan umum yang memuat peraturanperaturan yang berlaku bagi perikatan pada umumnya dan ketentuan khusus yang memuat peraturan-peraturan mengenai perjanjian-perjanjian yang telah ditentukan oleh KUH Perdata. Seperti halnya jual beli, sewa-menyewa merupakan perjanjian konsensuil. Perjanjian ini sah dan mengikat para pihak sejak tercapainya kesepakatan mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. Pasal 1548 berbunyi: Sewa-menyewa

6 6 adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. Perjanjian sewa-menyewa bersifat konsensuil artinya perjanjian telah sah dan mengikat kedua belah pihak pada saat kata sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga sewa. Dapat dikatakan bahwa kesepakatan para pihak mengenai barang dan harga merupakan unsur yang mutlak perjanjian sewa-menyewa terbentuk. Tetapi perlu dibedakan antara lahirnya perjanjian sewa-menyewa dengan sahnya perjanjian sewamenyewa. Untuk melahirkan sewa-menyewa adalah cukup dengan tercapainya kesepakatan kedua belah pihak mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. Namun demikian, untuk sahnya perjanjian sewa-menyewa di samping harus ada kesepakatan mengenai pokok perjanjian, juga harus memenuhi syarat-syarat lain yang telah ditentukan oleh Pasal 1320 KUH Perdata. Sebagaimana diketahui bahwa perjanjian sewa-menyewa merupakan perjanjian timbal balik, artinya masing-masing pihak harus berprestasi, sehingga dalam hal apa yang merupakan hak penyewa menjadi kewajiban yang menyewakan dan sebaliknya kewajiban penyewa merupakan hak bagi yang menyewakan. Definisi penitipan dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 1694 KUH Perdata yang berbunyi: Penitipan adalah terjadi apabila seorang menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujud asalnya. Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa terdapat dua (2) orang yang merupakan pihak pertama dan pihak kedua, dimana pihak pertama adalah pihak yang menitipkan barang, sedangkan pihak kedua adalah pihak yang menerima barang titipan atau penerima titipan. Pada umumnya suatu perjanjian lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengikatkan diri atau dikenal dengan asas konsensualisme. Pada perjanjian penitipan barang, sifat konsensualisme belum dapat mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian. Perjanjian penitipan barang merupakan salah satu bentuk perjanjian yang bersifat riil, yang artinya persetujuan baru terjadi dengan dilakukannya

7 7 suatu perbuatan nyata, yaitu pada saat barang yang dititipkan diserahkan, maka lahirlah perjanjian itu. Seperti yang pernah dibahas pada bab sebelumnya, dalam hukum perjanjian, kewajiban yang harus dilaksanakan merupakan hak bagi pihak lainnya. Jadi, hak dan kewajiban selalu berdampingan dan berhadapan. Dalam perjanjian penitipan barang, antara pihak yang melakukan penitipan dan yang menerima titipan masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Perjanjian penitipan adalah terjadi apabila seorang menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpan dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Jika dilihat dari definisi di atas, maka mengenai berakhirnya perjanjian penitipan barang adalah ketika barang yang dititipkan itu telah dikembalikan seperti wujud asalnya kepada pihak penitip. Perjanjian penitipan merupakan perjanjian riil, sehingga berakhirnya perjanjian penitipan adalah saat barang yang dititipkan dikembalikan kepada penitip atau kuasanya. Perjanjian sewa-menyewa Safe Deposit Box (SDB) merupakan salah satu bentuk perjanjian baku, dimana pihak bank sebelumnya telah menyusun dan membuat suatu formulir perjanjian baku dengan menetapkan syarat serta ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tersebut. SDB merupakan salah satu jasa perbankan yang menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga sehingga barang-barang tersebut terjamin dari kerusakan maupun kehilangan. Subyek hukum dalam Perjanjian SDB adalah bank selaku pihak yang menyewakan dengan nasabah sebagai pihak penyewa. Penyewa atau nasabah yang ingin menggunakan SDB harus memiliki rekening pada bank yang bersangkutan. Obyek sewa-menyewa dalam Perjanjian SDB adalah kotak penyimpanan yang dipakai untuk menyimpan barang berharga. Untuk memiliki atau menjadi pemegang SDB tidaklah terlalu rumit, bahkan sangat sederhana, nasabah cukup mengisi formulir dan menyerahkan fotocopy KTP/SIM/Paspor serta pas foto. Selain mengisi formulir dan menyerahkan kartu identitas, calon penyewa juga harus memberikan tanda tangan yang kemudian dibuat menjadi kartu tanda tangan, membayar uang jaminan dan uang sewanya, menyetujui syarat-syarat yang tertuang di dalam perjanjian dan kemudian menaatinya. SDB hanya dapat dibuka dengan menggunakan 2 (dua) buah anak kunci yang berbeda, yaitu jenis anak kunci (Guard Key) yang dipegang oleh pihak bank dan kunci masternya (Master Key) yang dipegang oleh

8 8 pihak nasabah atau penyewa. Jika salah satu kunci hilang, baik yang dipegang oleh pihak bank maupun nasabah, maka SDB tersebut tidak dapat dibuka dan harus dibongkar. Pembahasan Bahwa antara sewa-menyewa dengan penitipan barang, memiliki lebih banyak perbedaan dibandingkan persamaannya. Seharusnya akan menjadi lebih mudah untuk menentukan perjanjian mana yang sesuai dengan Perjanjian SDB. Kebanyakan orang berpendapat bahwa Perjanjian SDB itu merupakan perjanjian penitipan barang, karena dalam hal ini nasabah menyimpan barangnya pada suatu ruangan atau tempat milik bank, walaupun sebenarnya nasabah melakukan penyewaan, bukan penitipan. Pada Perjanjian SDB permasalahan yang lebih sering muncul adalah ketika barang atau benda berharga milik nasabah hilang pada ruangan atau tempat menyimpan barang. Hal ini erat hubungannya dengan masalah tanggung jawab. Pada beberapa kasus yang ada, dalam hal terjadi kehilangan barang, nasabah pasti meminta tanggung jawab kepada pihak bank untuk memberikan ganti rugi seperti halnya dalam perjanjian penitipan barang. Bank mendasari perjanjian SDB melalui ketentuan Pasal 6 huruf h UU Perbankan 1998 yang bunyinya: usaha bank umum meliputi: menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga. Dalam penjelasan pasal di atas, yang dimaksud dengan menyediakan tempat dalam ketentuan ini adalah kegiatan bank yang sematamata melakukan penyewaan tempat penyimpanan barang dan surat berharga (safety box) tanpa perlu diketahui mutasi dan isinya oleh bank. Jadi jelas bahwa bank dalam mendasari perjanjian SDB dengan konstruksi sewa-menyewa sudah sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam undang-undang. Seharusnya Perjanjian SDB tidak menimbulkan perbedaan pemahaman, karena jelas bahwa judul dalam perjanjian tersebut adalah sewa-menyewa, bukan penitipan barang. Perjanjian SDB BII diatur dalam sebuah Perjanjian yang diberi nama Perjanjian Sewa-Menyewa Safe Deposit Box Bank Internasional Indonesia. Dalam KUH Perdata definisi sewa-menyewa terdapat pada Pasal 1548 KUH Perdata. Dari ketentuan Pasal di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pengertian sewa-menyewa terdapat tiga unsur penting yaitu, menyerahkan suatu barang untuk

9 9 dinikmati, selama waktu tertentu, dan pembayaran suatu harga. Berhubungan dengan unsur pertama yaitu menyerahkan suatu barang untuk dinikmati terjadi perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat bahwa dalam Perjanjian SDB BII unsur ini tidak terpenuhi dan ada juga yang berpendapat bahwa unsur ini terpenuhi. Secara fisik, memang tidak terjadi penyerahan barang karena kotak box tersebut tidak diserahkan kepada penyewa melainkan tetap berada pada penguasaan pihak bank. Melihat kondisi ini, memang unsur menyerahkan barang tidak terpenuhi. Pendapat lain menyatakan bahwa pada unsur menyerahkan suatu barang untuk dinikmati, yang utama adalah penyewa dapat menikmati sesuatu barang yang disewanya. Substansinya adalah penyewa menerima kenikmatan dari sesuatu barang yang disewa sesuai fungsinya, hal itu menjadikan penyewa tidak harus menguasai fisik barang. Implikasi dari penyerahan barang dalam sewa-menyewa yaitu memberikan kenikmatan atas obyek sewa, tetapi tidak hanya sebatas itu saja karena penyerahan barang sangat erat hubungannya dengan pertanggung jawaban terhadap obyek sewa. Keadaan ini menimbulkan perdebatan mengenai siapa pihak yang bertanggung jawab terhadap kotak box tersebut. Ketidak pastiaan mengenai siapa pihak yang bertanggung jawab terhadap barang yang disimpan dalam kotak box terjadi pula jika Perjanjian SDB BII dianggap sebagai perjanjian penitipan barang. Agar dapat dikatakan sebagai penitipan, menurut ketentuan Pasal 1694 KUH Perdata dinyatakan bahwa penitipan terjadi jika seorang menerima sesuatu barang dari orang lain dimana si penerima titipan diwajibkan untuk menyimpan dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Pada Perjanjian SDB BII bank tidak pernah menerima barang apapun dari nasabah, karena nasabah menyimpan sendiri barang tersebut ke dalam kotak box, sementara untuk bisa dikatakan sebagai penitipan, nasabah berkewajiban untuk menyerahkan barang tersebut kepada pihak bank, sehingga bank memiliki kewajiban untuk menyimpan dan mengembalikannya dalam wujud semula. Melihat hal ini, penulis berpendapat bahwa pertanggung jawaban terhadap obyek hukum dalam Perjanjian SDB BII tidak termasuk ke dalam pertanggung jawaban pada perjanjian sewa-menyewa ataupun perjanjian penitipan barang, karena konstruksi hukum mana pun yang digunakan pada Perjanjian SDB BII tidak memberikan kepastian hukum mengenai siapa pihak yang bertanggung jawab. Perjanjian SDB sebaiknya dimasukkan sebagai jenis perjanjian tidak bernama (innominat), karena hingga sekarang belum ada peraturan

10 10 perundang-undangan yang mengatur secara khusus. Perjanjian SDB lahir berdasarkan perkembangan masyarakat yang mengikuti kepentingannya masing-masing berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Pada Perjanjian SDB BII jelas dinyatakan dalam Pasal 3 angka 8 dan angka 13 yang pada intinya menyatakan bahwa bank tidak bertanggung jawab terhadap isi dari kotak box atau bank tidak bertanggung jawab terhadap barang simpanan milik nasabah yang disimpan dalam kotak box tersebut. Kebanyakan orang berpendapat bahwa ketentuan ini termasuk ke dalam klausula eksonerasi, karena berisi suatu pernyataan yang intinya bank melepaskan tanggung jawab atas barang-barang milik nasabah yang disimpan dalam kotak box. Menurut penulis, alasan bank menerapkan klausula eksonerasi cukup beralasan, pertama yaitu karena bank mendasari Perjanjian SDB BII dengan konstruksi sewamenyewa, pada Pasal 1564 sampai 1566 KUH Perdata dijelaskan bahwa dalam sewamenyewa, pihak penyewa bertanggung jawab terhadap obyek sewa selama masa sewa berlangsung, Alasan kedua adalah berhubungan dengan obyek sewa, dimana dalam Perjanjian SDB BII yang menjadi obyek sewa adalah kotak box, bukan mengenai barang yang disimpan dalam kotak box tersebut. ketiga yaitu berhubungan dengan barang yang disimpan dalam kotak box tersebut. Dalam Perjanjian SDB BII bank tidak pernah berhubungan langsung dengan barang yang disimpan dalam kotak box, karena pada prakteknya penyewa atau nasabah menyimpan sendiri barang ke dalam kotak box yang disewanya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa pada Perjanjian SDB BII, siapa pihak yang harus bertanggung jawab terhadap obyek sewa dan barang yang disimpan dalam kotak box mengalami ketidak pastian jika kita hanya melihat berdasarkan konstruksi hukum yang mendasarinya. Untuk itu adanya Penerapan klausula baku seperti yang terdapat dalam Pasal Pasal 3 angka 8 dan angka 13 Perjanjian SDB BII tidak sematamata mengalihkan tanggung jawab, tetapi merupakan suatu penegasan sekaligus menjawab ketidak pastiaan mengenai siapa pihak yang harus bertanggung jawab. Bukan tidak mungkin akan timbul permasalahan baru jika bank tidak menerapkan klausula tersebut. Dalam Putusan Pengadilan Nomor 21/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST pada kasus hilangnya barang berharga milik nasabah atau penyewa dalam SDB milik Bank

11 11 Internasional Indonesia (BII), diketahui bahwa Majelis Hakim menolak gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat. Dalam perkara ini, nasabah atau penyewa merupakan pihak Penggugat, sedangkan BII merupakan pihak Tergugat. Penggugat mengajukan tuntutan kepada Tergugat untuk membayar kerugian atas hilangnya barang yang disimpan dalam kotak box. Majelis Hakim dalam perkara tersebut menolak gugatan penggugat dengan berbagai pertimbangan, Salah satu pertimbangan hakim menolak tuntutan ganti rugi pihak Penggugat adalah ketentuan Pasal 3 angka 8 dan 13 Perjanjian SDB BII. Disini terlihat bahwa hakim tidak melihat dari konstruksi yang mendasari Perjanjian SDB BII, tetapi lebih melihat pada isi dari sebuah perjanjian yang merupakan kesepakatan para pihak. Putusan hakim memang menimbulkan pro dan kontra, karena jika kita melihat dari pihak nasabah sebagai konsumen, putusan tersebut sangatlah tidak adil. Perjanjian SDB yang sekarang ini jelas tidak memberikan perlindungan hukum bagi nasabah, sehingga pemerintah perlu turun tangan dalam menyelesaikan permasalahan ini melalui suatu peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur perjanjian baku seperti Perjanjian SDB. Undang-Undang Perlindungan Konsumen saja tidaklah cukup, sejauh ini belum memberikan perlindungan yang efektif. Kesimpulan 1. Antara Perjanjian sewa-menyewa dengan Perjanjian penitipan barang merupakan dua perjanjian yang memiliki karakteristik yang berbeda. Perjanjian SDB merupakan perjanjian yang didasari oleh adanya hubungan sewa-menyewa antara bank sebagai pihak yang menyewakan dengan nasabah sebagai penyewa. Dalam ketentuan Pasal 6 huruf h UU Perbankan 1998, dijelaskan bahwa salah satu usaha bank adalah menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga. Menyediakan tempat dalam pasal tersebut adalah kegiatan bank yang semata-mata melakukan penyewaan tempat penyimpanan barang dan surat berharga (safety box). Jadi menurut penulis, sewa-menyewa yang dijadikan sebagai dasar Perjanjian SDB telah sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh ketentuan perundang-undangan. 2. Penerapan sewa-menyewa pada Perjanjian SDB merupakan suatu implementasi dari ketentuan yang terdapat dalam UU Perbankan Dalam sewa-menyewa, salah satu kewajiban dari pihak yang menyewakan adalah menyerahkan barang yang menjadi

12 12 obyek sewa kepada pihak penyewa. Kewajiban di atas tidak sepenuhnya dipenuhi oleh pihak bank, karena bank hanya menyerahkan haknya saja tanpa ada penyerahan fisik dari obyek sewa. Dapat dikatakan bahwa sewa-menyewa dalam Perjanjian SDB BII berbeda dengan sewa-menyewa pada umumnya, sehingga menimbulkan ketidak pastian mengenai pihak yang harus bertanggung jawab terhadap obyek sewa. Seharusnya Perjanjian SDB BII tidak menggunakan konstruksi sewa-menyewa, tetapi dapat dikategorikan sebagai Perjanjian Innominat, tumbuh dan berkembangnya SDB mengikuti perkembangan dalam masyarakat. Perjanjian SDB dapat lahir berdasarkan kesepakatan dan asas kebebasan berkontak, sehingga isi perjanjian mengikuti kepentingan para pihak dan memberikan kepastian hukum, khususnya mengenai tanggung jawab terhadap kotak box dan barang yang disimpan dalam kotak box. 3. Berdasarkan analisa, penulis berpendapat bahwa penerapan klausula ini sudah tepat, karena yang mendasari Perjanjian SDB BII adalah sewa-menyewa. Alasan pertama adalah menurut Pasal 1564 dan 1566 KUH Perdata menerangkan bahwa penyewa bertanggung jawab secara penuh terhadap obyek sewa selama waktu sewa berlangsung. Kedua adalah berhubungan dengan obyek sewa. Pada Perjanjian SDB BII yang menjadi obyek sewa adalah kotak box yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang dan surat berharga, bukan mengenai barang yang disimpan dalam kotak box tersebut. Ketiga adalah terkait dengan barang yang disimpan dalam kotak box. Mengenai barang yang disimpan dalam kotak box, pihak bank sama sekali tidak pernah mengetahui apa-apa saja yang disimpan, karena pada Perjanjian SDB BII penyewa menyimpan sendiri barang tersebut ke dalam kotak box tanpa melalui pihak bank, dengan kata lain bank tidak berhubungan secara langsung dengan barang yang disimpan dalam kotak box tersebut, jadi tidak ada unsur penitipan barang. Saran 1. Sebaiknya Perjanjian SDB dikategorikan sebagai Perjanjian Innominat, sehingga kedepannya dapat dilakukan pengaturan ke dalam perundang-undangan, tidak hanya didasari oleh kesepakatan dan asas kebebasan berkontrak, sehingga dapat menjamin kepentingan para pihak.

13 13 2. Perlu dibentuk suatu aturan khusus yang mengatur mengenai perjanjian yang sifatnya sudah dibakukan seperti Perjanjian SDB dengan tetap memperhatikan ketentuan yang terdapat dalam Hukum Perjanjian, Undang-Undang Perbankan 1998 dan peraturanperaturan lain yang terkait, sehingga pada prakteknya tidak menimbulkan masalah. Daftar Referensi BUKU Badrulzaman, Mariam Darus. et al. Kompilasi Hukum Perikatan. Cet. Kesatu. Bandung: Citra Aditya Bakti, Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perikatan. Cet. Ketiga. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Nasution, AZ. Hukum Perlindungan Konsumen, Cet. Ketiga. Jakarta: Diadit Media, Sjahdeini, Sutan Remi. Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia. Cet. Kesatu. Jakarta: Institut Bankir Indonesia, Subekti, R. Aneka Perjanjian. Cet. Kesepuluh. Bandung: Citra Aditya Bakti, Subekti, R. Hukum Perjanjian. Cet. Ketujuh belas. Jakarta: Intermasa, PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia. Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. UU No. 10 Tahun LN No. 182 Tahun TLN No Kitab Undang-Undang Hukum perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita, 1984.

RINGKASAN SKRIPSI / NASKAH PUBLIKASI KUALIFIKASI PERJANJIAN PELAYANAN SAFE DEPOSIT BOX ANTARA NASABAH DENGAN PIHAK BANK SINARMAS

RINGKASAN SKRIPSI / NASKAH PUBLIKASI KUALIFIKASI PERJANJIAN PELAYANAN SAFE DEPOSIT BOX ANTARA NASABAH DENGAN PIHAK BANK SINARMAS RINGKASAN SKRIPSI / NASKAH PUBLIKASI KUALIFIKASI PERJANJIAN PELAYANAN SAFE DEPOSIT BOX ANTARA NASABAH DENGAN PIHAK BANK SINARMAS Diajukan oleh : SEPTALIANA TEMMY DWIJAYA NPM : 11 05 10586 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menunjang pembangunan nasional, pembangunan dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan. Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara.

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENGGUNA SAFE DEPOSIT BOX

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENGGUNA SAFE DEPOSIT BOX PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENGGUNA SAFE DEPOSIT BOX PADA LEMBAGA PERBANKAN (Suatu Tinjauan terhadap Asas Keseimbangan dan Perlindungan Konsumen) Calvin Chandra 1087027 Salah satu layanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, meskipun di dalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut telah membubuhkan tanda tangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama

BAB I PENDAHULUAN. berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama BAB I PENDAHULUAN Perjanjian berkembang pesat saat ini sebagai konsekuensi logis dari berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama bisnis dilakukan oleh pelaku bisnis dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pelaksanaan pembangunan nasional harus lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG Oleh : Dewa Ayu Ariesta Dwicahyani Putri I Dewa Nyoman Sekar Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Ida Bagus Oka Mahendra Putra Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI : (STUDI TENTANG PERJANJIAN DALAM APLIKASI PENYEDIA LAYANAN BERBASIS ONLINE)

KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI : (STUDI TENTANG PERJANJIAN DALAM APLIKASI PENYEDIA LAYANAN BERBASIS ONLINE) KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI : (STUDI TENTANG PERJANJIAN DALAM APLIKASI PENYEDIA LAYANAN BERBASIS ONLINE) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I Pada Jurusan Hukum Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : Putu Prasintia Dewi Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACK Standard contract is typically made

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tri Hasta Prasojo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

Bab IV PEMBAHASAN. A. Hubungan Hukum dalam Perjanjian Penyimpanan Barang di SDB pada

Bab IV PEMBAHASAN. A. Hubungan Hukum dalam Perjanjian Penyimpanan Barang di SDB pada Bab IV PEMBAHASAN A. Hubungan Hukum dalam Perjanjian Penyimpanan Barang di SDB pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Yogyakarta Safe Deposit Box yaitu merupakan suatu jasa pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diemban negara sebagaimana tertuang di dalam Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. yang diemban negara sebagaimana tertuang di dalam Pancasila dan Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang, terus meningkatkan roda perekonomian dan melaksanakan pembangunan yang berkesinambungan di berbagai bidang. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DARI KLAUSULA EKSEMSI DALAM KONTRAK STANDAR PERJANJIAN SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DARI KLAUSULA EKSEMSI DALAM KONTRAK STANDAR PERJANJIAN SEWA BELI TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DARI KLAUSULA EKSEMSI DALAM KONTRAK STANDAR PERJANJIAN SEWA BELI oleh : Putu Ayu Dias Pramiari Putu Tuni Cakabawa L Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

PEMBATALAN PERJANJIAN SECARA SEPIHAK OLEH KONSUMEN KEPADA PT. BALI DEWATA MAS SEBAGAI PENGEMBANG PERUMAHAN

PEMBATALAN PERJANJIAN SECARA SEPIHAK OLEH KONSUMEN KEPADA PT. BALI DEWATA MAS SEBAGAI PENGEMBANG PERUMAHAN PEMBATALAN PERJANJIAN SECARA SEPIHAK OLEH KONSUMEN KEPADA PT. BALI DEWATA MAS SEBAGAI PENGEMBANG PERUMAHAN Oleh : Luh De Masdiah Anggreni I Ketut Westra I Wayan Novy Purwanto Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GANTI RUGI. (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.522/Pdt.G/2013/PN.Dps )

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GANTI RUGI. (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.522/Pdt.G/2013/PN.Dps ) WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GANTI RUGI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.522/Pdt.G/2013/PN.Dps ) Oleh: Ayu Septiari Ni Gst. Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, sosial dan politik, telah mendudukkan masyarakat Indonesia pada posisi yang sulit. Hanya segelintir orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah perjanjian bernama (benoemd/nominaat) dan perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah perjanjian bernama (benoemd/nominaat) dan perjanjian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian di Indonesia secara umum ada yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, atau sering disebut dengan istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain dengan melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan. tujuan negara yaitu mensejahterakan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain dengan melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan. tujuan negara yaitu mensejahterakan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globlisasi mendorong peningkatan dalam setiap segi kehidupan masyarakat. Indonesia sebagai negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Persaingan usaha antar Bank yang semakin tajam dewasa ini telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Persaingan usaha antar Bank yang semakin tajam dewasa ini telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan usaha antar Bank yang semakin tajam dewasa ini telah mendorong munculnya berbagai jenis produk dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan kompetitif.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

Perlindungan Konsumen Atas Keamanan Penggunaan Jasa Safe Deposit Box (SDB)

Perlindungan Konsumen Atas Keamanan Penggunaan Jasa Safe Deposit Box (SDB) Perlindungan Konsumen Atas Keamanan Penggunaan Jasa Safe Deposit Box (SDB) Terkait Klausula Baku : Studi Kasus Gugatan Ganti Rugi Atas Hilangnya Perhiasan di Safe Deposit Box (SDB) Pada PT. Bank Internasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM PERJANJIAN SEWA-MENYEWA SAFE DEPOSIT BOX PADA BANK MAYBANK INDONESIA Devina Janice*, Rinitami Njatrijani, Aminah Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) ARTHA JAYA MAKMUR SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) ARTHA JAYA MAKMUR SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) ARTHA JAYA MAKMUR SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Oleh : FERRI HANDOKO NIM :C100080118 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS KEABSAHAN JUAL BELI SECARA ELEKTRONIK (E-COMMERCE) DENGAN MENGGUNAKAN KARTU KREDIT

KAJIAN YURIDIS KEABSAHAN JUAL BELI SECARA ELEKTRONIK (E-COMMERCE) DENGAN MENGGUNAKAN KARTU KREDIT KAJIAN YURIDIS KEABSAHAN JUAL BELI SECARA ELEKTRONIK (E-COMMERCE) DENGAN MENGGUNAKAN KARTU KREDIT Oleh Anak Agung Gde Siddhi Satrya Dharma I Made Sarjana Anak Agung Sri Indrawati Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fenomena itu kembali berulang. Setelah 10 tahun redup, skandal derivatif kembali menggema. Krisis keuangan global yang melanda akhir tahun 2008 memicu maraknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK

KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK Oleh : Pande Putu Frisca Indiradewi I Gusti Ayu Puspawati I Dewa Gede Rudy Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Goals

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalam mewujudkan cita-cita atau tujuan pembangunan nasional, sub sektor ini

BAB I PENDAHULUAN. di dalam mewujudkan cita-cita atau tujuan pembangunan nasional, sub sektor ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perbankan sebagai salah satu sub sektor ekonomi sangat besar peranannya dalam mendukung aktivitas dan pelaksanaan pembangunan yang merupakan alat di dalam mewujudkan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Di dalam memahami pengertian kredit banyak pendapat dari para ahli, namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu

Lebih terperinci

PEMBATALAN PERJANJIAN MAATSCHAP YANG DIDIRIKAN TANPA JANGKA WAKTU DAN ATAS DASAR WANPRESTASI

PEMBATALAN PERJANJIAN MAATSCHAP YANG DIDIRIKAN TANPA JANGKA WAKTU DAN ATAS DASAR WANPRESTASI PEMBATALAN PERJANJIAN MAATSCHAP YANG DIDIRIKAN TANPA JANGKA WAKTU DAN ATAS DASAR WANPRESTASI Oleh : Ni Luh Putri Santika I G A A Ari Krisnawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang bisa memiliki mobil sebagai barang milik pribadi. Rental mobil (persewaan mobil) yang dapat membantu seseorang yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. orang bisa memiliki mobil sebagai barang milik pribadi. Rental mobil (persewaan mobil) yang dapat membantu seseorang yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mobil adalah suatu kendaraan roda empat yang digerakkan dengan tenaga mesin dengan bahan bakar bensin atau solar yang mempunyai bentuk tertentu. Mobil termasuk barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian. Kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap sektor masyarakat

I. PENDAHULUAN. perekonomian. Kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap sektor masyarakat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin pesatnya perkembangan bidang pengetahuan dan teknologi, di era yang modern ini membuat bank semakin berperan penting dalam kehidupan masyarakat, yaitu menjaga

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU DAN KONSUMEN: Studi Tentang Perlindungan Hukum dalam Perjanjian Penitipan Barang

NASKAH PUBLIKASI KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU DAN KONSUMEN: Studi Tentang Perlindungan Hukum dalam Perjanjian Penitipan Barang NASKAH PUBLIKASI KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU DAN KONSUMEN: Studi Tentang Perlindungan Hukum dalam Perjanjian Penitipan Barang di Terminal Tirtonadi Surakarta Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

Perjanjian Kredit Pada Bank BTPN Ditinjau. Dari Asas Kebebasan Berkontrak. Dian Saputra Sinaga, Budi Santoso, Ery Agus Priyono*) ABSTRACT

Perjanjian Kredit Pada Bank BTPN Ditinjau. Dari Asas Kebebasan Berkontrak. Dian Saputra Sinaga, Budi Santoso, Ery Agus Priyono*) ABSTRACT Perjanjian Kredit Pada Bank BTPN Ditinjau Dari Asas Kebebasan Berkontrak Dian Saputra Sinaga, Budi Santoso, Ery Agus Priyono*) ABSTRACT In Law no. 10 of 1998 concerning Amendment to Law no. 7 of 1992 concerning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk membeli rumah, mobil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perbankan memiliki peran penting dalam pembangunan khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah satu lembaga pembiayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berjanji atau membuat suatu perjanjian merupakan perbuatan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM BAGI PENERBIT BILYET GIRO KOSONG

AKIBAT HUKUM BAGI PENERBIT BILYET GIRO KOSONG AKIBAT HUKUM BAGI PENERBIT BILYET GIRO KOSONG Oleh: Desi Adilia Wulandari I Wayan Parsa Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Udayana Abstract: The background of this scientific work entitled

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN Oleh : Dewa Made Sukma Diputra Gede Marhaendra Wija Atmadja Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

ASURANSI DAN KREDIT PERBANKAN

ASURANSI DAN KREDIT PERBANKAN ASURANSI DAN KREDIT PERBANKAN (Studi Tentang Polis Asuransi Sebagai Cover Jaminan Kredit di PT. Asuransi Bumiputeramuda 1967 Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terkadang mengalami kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia saling membutuhkan dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN Oleh : Avina Rismadewi Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Many contracts are in writing so as to make it

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan di segala bidang pada umumnya merupakan salah satu dari tujuan utama pembangunan nasional. Dalam rangka melindungi segenap Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERJANJIAN SEWA BELI. Oleh A.A Putu Krisna Putra I Ketut Mertha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

ASPEK HUKUM PERJANJIAN SEWA BELI. Oleh A.A Putu Krisna Putra I Ketut Mertha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ASPEK HUKUM PERJANJIAN SEWA BELI Oleh A.A Putu Krisna Putra I Ketut Mertha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Dalam suatu perjanjian sewa beli tidak tertutup kemungkinan bahwa pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bisnis tentunya didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang Perikatan, mempunyai sifat sistem terbuka. Maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci