KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) DAPAT MEMPERPANJANG WAKTU PERDARAHAN DAN KOAGULASI PADA MENCIT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) DAPAT MEMPERPANJANG WAKTU PERDARAHAN DAN KOAGULASI PADA MENCIT"

Transkripsi

1 TESIS KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) DAPAT MEMPERPANJANG WAKTU PERDARAHAN DAN KOAGULASI PADA MENCIT KETUT WIDYANI ASTUTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

2 TESIS KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) DAPAT MEMPERPANJANG WAKTU PERDARAHAN DAN KOAGULASI PADA MENCIT KETUT WIDYANI ASTUTI NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

3 KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) DAPAT MEMPERPANJANG WAKTU PERDARAHAN DAN KOAGULASI PADA MENCIT Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana KETUT WIDYANI ASTUTI NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011 ii

4 LEMBAR PENGESAHAN TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 4 AGUSTUS 2011 Pembimbing I Pembimbing II Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp. FK NIP Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Bomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila Sp. And. FAACS NIP Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP iii

5 Tesis Ini Telah Diuji Tanggal 4 Agustus 2011 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No: 1334/UN14.4/HK/2011, Tanggal : 1 Agustus 2011 Ketua : Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK Anggota : 1. Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si 2. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And 3. Dr. dr. I P. G. Adiatmika, M. Kes 4. dr. I B. Ngurah, M.For iv

6 UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga penulis dapat menyusun tesis yang berjudul Kombinasi Asetosal dan Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Dapat Memperpanjang Waktu Perdarahan dan Koagulasi pada Mencit. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk meraih gelar magister pada Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedis Kekhususan Ilmu Kedokteran Dasar Bidang Farmakologi Universitas Udayana. Penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak dalam penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM) selaku rektor Universitas Udayana. 2. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. 3. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila FAACS, Sp. And. selaku Ketua Program Studi Pasca Sarjana Biomedis Universitas Udayana. 4. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK selaku pembimbing I yang telah memberi banyak masukan. 5. Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberi banyak masukan. v

7 6. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And selaku penguji tesis yang telah banyak memberi masukan. 7. Dr. dr. I P. G. Adiatmika, M. Kes selaku penguji tesis yang telah banyak memberi masukan. 8. dr. I B. Ngurah, M.For selaku penguji tesis yang telah banyak memberi masukan. 9. dr. Ketut Suwetra, M.S. AIF., Sp. GK yang telah memberi banyak masukan. 10. Dosen-dosen lain yang telah banyak memberikan saran selama penulisan tesis ini. 11. Rekan-rekan yang telah banyak memberi masukan selama proses penulisan tesis berlangsung. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pendidikan. Denpasar, 4 Agustus 2011 Penulis vi

8 ABSTRAK KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) DAPAT MEMPERPANJANG WAKTU PERDARAHAN DAN KOAGULASI PADA MENCIT Buah mengkudu telah diteliti memiliki efek meningkatkan waktu perdarahan dan koagulasi. Adanya kesamaan aktivitas antara ekstrak buah mengkudu dan asetosal memungkinkan adanya potensiasi aktivitas yang ditandai dengan waktu perdarahan dan koagulasi yang semakin panjang. Tujuan penelitian ini adalalah untuk mengetahui adanya peningkatan waktu perdarahan dan koagulasi dalam pemberian kombinasi ekstrak buah mengkudu dengan asetosal pada mencit. Penelitian ini dilakukan di Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian pre test-post test control group design. Subjek terdiri dari 3 kelompok mencit yang tiap kelompok terdiri dari 8 ekor mencit. Kelompok 1 diberi asetosal dengan dosis 40 mg/kg bb, kelompok 2 diberi ekstrak etanol buah mengkudu dengan dosis 100 mg/kg bb dan kelompok 3 diberi kombinasi asetosal dengan dosis 40 mg/kg bb dan ekstrak etanol buah mengkudu dengan dosis 100 mg/kg bb satu kali sehari selama 7 hari. Waktu perdarahan ditetapkan dengan metode tail bleeding sedangkan waktu koagulasi ditetapkan dengan metode pipa kapiler. Hasil menunjukkan bahwa kelompok 1 yang menerima asetosal 40 mg/kg bb mengalami peningkatan waktu perdarahan dari 58, ,25 detik menjadi 167, ,77 detik dan waktu koagulasi 56, ,60 detik menjadi 133, ,89 detik. Kelompok 2 yang menerima ekstrak buah mengkudu 100 mg/ kg bb mengalami peningkatan waktu perdarahan dari 59,14 + 7,13 detik menjadi 137, ,92 dan waktu koagulasi 57, ,35 detik menjadi 147, ,80 detik. Kelompok 3 yang menerima kombinasi asetosal 40 mg/kg bb dan ekstrak buah mengkudu 100 mg/kg bb mengalami peningkatan waktu perdarahan dari 63,75 + 8,14 detik menjadi 220, ,25 dan waktu koagulasi 67,5 + 8,02 detik menjadi 198, ,83 detik. Analisis data dilakukan dengan uji One Way Anova dan menunjukkan rerata yang berbeda secara bermakna pada waktu perdarahan (p = 0,002) dan waktu koagulasi (p = 0,001) pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan. Waktu perdarahan dan koagulasi kelompok yang menerima kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian tunggal asetosal dan ekstrak buah mengkudu pada mencit. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dapat memperpanjang waktu perdarahan dan koagulasi pada mencit Kata kunci : asetosal, ekstrak buah mengkudu, waktu perdarahan, waktu koagulasi. vii

9 ABSTRACT COMBINATION OF ACETOSAL AND NONI FRUITS EXTRACT (Morinda citrifolia L.) COULD PROLONG BLEEDING TIME AND COAGULATION TIME OF MICE Noni fruits have been investigated to increase the bleeding time and the coagulation time. The similar activity between noni fruits extract and acetosal could potentiatite the activity that prolonged bleeding time and coagulation time. The goal of this research was to know whether there was a prolonged bleeding time and coagulation time in a group given combination of acetosal and noni fruit extract. This research has been done in Pharmacology Department - Medicine Faculty of Udayana University. The research was pure experimental with pre test-post test control group design. The subjects consisted of 3 groups of mice with 8 mice each group. Group 1 was treated with 40 mg/kg body weight acetosal, group 2 was treated with 100 mg/ kg body weight noni fruits extract, and group 3 was treated with combination of 40 mg/ kg body weight and 100 mg / kg body weight once daily for 7 days. The bleeding time was determined by tail bleeding method and the coagulation time was determined by capillary pipe method. The results showed that group 1 treated with 40 mg/kg body weight acetosal had increased bleeding time from 58, ,25 to 167, ,77 seconds and coagulation time from 56, ,60 to 133, ,89 seconds. Group 2 treated with 100 mg/ kg body weight noni fruits extract had increased bleeding time from 59,14 + 7,13 to 137, ,92 seconds and coagulation time from 57, ,35 to 147, ,80 seconds. Group 3 treated with combination of 40 mg/ kg body weight and 100 mg / kg body weight had increased bleeding time from 63,75 + 8,14 to 220, ,25 seconds and coagulation time from 67,5 + 8,02 to 198, ,83 seconds. Data were analyzed by One Way Anova and showed a significant difference in mean of bleeding time (p = 0,002) and coagulation time (p = 0,001) in all three groups after the treatment. The group treated with combination of acetosal and noni fruits extract had higher bleeding and coagulation time than group given single acetosal and noni fruits extract. This research concluded that combination of acetosal and noni fruits extract could prolong bleeding time and coagulation time of mice. Keywords : acetosal, noni fruits extract, bleeding time, coagulation time. viii

10 DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... PRASYARAT GELAR... LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN i ii iii iv v vii viii ix xv xvi xviii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Manfaat Ilmiah... 5 ix

11 1.4.2 Manfaat Aplikasi... 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA Fisiologi Pembekuan Darah Mengkudu Deskripsi Tanaman Kegunaan Empiris Kandungan Kimia Asetosal Farmakologi Efek Samping Kontraindikasi Dosis dan Aturan Pakai Parameter Pengawasan Farmakokinetika Interaksi Obat dan Produk Herbal Interaksi Farmakokinetik Absorpsi Distribusi Metabolisme Ekskresi Interaksi Farmakodinamik x

12 2.4.3 Interaksi Asetosal dan Ekstrak Buah Mengkudu Hewan Percobaan Anatomi Fisiologi Perilaku Simplisia dan Ekstrak BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis BAB IV METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Sampel Perhitungan Besar Sampel Penelitian Kriteria Sampel Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Kriteria Drop Out Variabel Penelitian xi

13 4.5 Definisi Operasional Variabel Alat, Bahan dan Hewan Percobaan Alat Bahan Hewan Percobaan Prosedur Kerja Penetapan Dosis Penetapan Dosis Asetosal Penetapan Dosis Ekstrak Buah Mengkudu Preparasi Simplisia Ekstraksi Identifikasi Kumarin dalam Ekstrak Preparasi Hewan Percobaan, Uji Waktu Perdarahan dan Uji Waktu Koagulasi Alur Penelitian Pengolahan Data Analisis Normalitas Analisis Homogenitas Analisis Komparatif BAB V HASIL PENELITIAN Pembuatan Simplisia dan Ekstraksi xii

14 5.2 Identifikasi Kumarin dalam Ekstrak Buah Mengkudu Analisis Data Uji Normalitas Data Uji Homogenitas Data Antar Kelompok Analisis Uji Waktu Perdarahan Uji Komparabilitas Waktu Perdarahan Analisis Efek Perlakuan Pada Waktu Perdarahan Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Sebelum - Sesudah Perlakuan Analisis Uji Waktu Koagulasi Uji Komparabilitas Waktu Koagulasi Analisis Efek Perlakuan Pada Waktu Koagulasi Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Sebelum - Sesudah Perlakuan BAB VI PEMBAHASAN Preparasi Simplisia dan Ekstrak Identifikasi Kumarin dalam Ekstrak Uji Waktu Perdarahan dan Waktu Koagulasi Analisis Data Analisis Normalitas Analisis Homogenitas xiii

15 6.4.3 Analisis Komparatif Perbandingan Hasil Penelitian Terdahulu Interaksi Asetosal dan Ekstrak Buah Mengkudu BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

16 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Hemostasis yang Dimediasi oleh Platelet... 7 Gambar 2.2 Adhesi dan Agregasi Platelet... 8 Gambar 2.3 Mekanisme Koagulasi Darah Gambar 2.4 Mekanisme Fibrinolisis Gambar 2.5 Buah Mengkudu Gambar 2.6 Struktur Kimia Komponen Mengkudu Gambar 2.7 Struktur Damnakhantol dan Moridin Gambar 2.8 Struktur Kimia Turunan Salisilat Gambar 2.9 Mekanisme Kerja Asetosal pada Siklooksigenase Gambar 2.10 Asetosal Sebagai Antiagregasi Platelet Gambar 2.11 Mencit Gambar 3.1 Konsep Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Gambar 4.2 Alur Penelitian Gambar 5.1 Grafik Waktu Perdarahan Sebelum dan Sesudah Perlakuan Gambar 5.2 Grafik Peningkatan Waktu Perdarahan Setelah Pemberian Perlakuan Gambar 5.3 Grafik Waktu Koagulasi Sebelum dan Sesudah Perlakuan Gambar 5.4 Grafik Peningkatan Waktu Koagulasi Setelah Pemberian Perlakuan xv

17 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Dosis dan Aturan Pakai Asetosal Tabel 2.2 Dosis dan Aturan Pakai Asetosal pada Pediatri Tabel 2.3 Parameter Normal Mencit Tabel 4.1 Faktor Konversi untuk Mengubah Dosis dalam mg/kg Menjadi mg/m Tabel 5.1 Hasil Identifikasi Kumarin Tabel 5.2 Persentase Luas Area di Bawah Kurva Tabel 5.3 Rerata Waktu Perdarahan Antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan Tabel 5.4 Rerata Waktu Perdarahan Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan Tabel 5.5 Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Sesudah Perlakuan Antar Kelompok Tabel 5.6 Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Antara Sebelum-Sesudah Perlakuan Tabel 5.7 Rerata Waktu Koagulasi Antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan Tabel 5.8 Rerata Waktu Koagulasi Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan xvi

18 Tabel 5.9 Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Sesudah Perlakuan Antar Kelompok Tabel 5.10 Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Antara Sebelum-Sesudah Perlakuan xvii

19 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 : Surat Keterangan Kelaikan Etik LAMPIRAN 2 : Kromatogram Ekstrak Buah Mengkudu LAMPIRAN 3 : Kromatogram dan Spektrum UV Ekstrak Buah Mengkudu LAMPIRAN 4 : Data Hasil Penelitian LAMPIRAN 5 : Uji Normalitas Data LAMPIRAN 6 : Uji One Way Anova LAMPIRAN 7 : Uji T-Paired xviii

20 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem hemostasis yang berfungsi normal penting bagi kehidupan untuk menjaga keseimbangan faktor trombogenik dan mekanisme proteksi. Trombus berperan sebagai sumbat hemostatik pada saat terjadi injuri dan mekanisme koagulasi teraktivasi. Sumbat hemostatik ini terdiri dari platelet yang teragregasi, benang fibrin dan komponen darah lainnya. Pembentukan sumbatan yang tidak diperlukan dalam pembuluh darah disebut trombosis dan dapat membahayakan jiwa (Lullman, 2000). Trombus yang terbentuk pada plak atheroma dalam pembuluh arteri koroner akan menyebabkan infark miokardia sedangkan trombus pada pembuluh darah vena kaki dapat menyebabkan pulmonary embolism yang mengganggu aliran darah paru-paru (Lullman, 2000). Obat-obatan seperti kumarin dan heparin yang merupakan antikoagulan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya trombosis. Penggunaan obat-obatan antiagregasi platelet seperti asetosal juga digunakan untuk mencegah terjadinya agregasi platelet yang dapat membentuk sumbatan dalam pembuluh darah (Lullman, 2000). Pada pasien yang mengkonsumsi secara rutin obat golongan antikoagulan (warfarin) atau antiagregasi platelet (asetosal dan klopidogrel) untuk profilaksis tromboemboli, maka waktu perdarahan dan koagulasi menjadi lebih panjang (Despopoulos, 2003). 1

21 2 Mahalnya harga obat dan lamanya pengobatan secara medis menyebabkan pasien memilih menggunakan terapi alternatif. Penggunaan produk herbal sebagai terapi alternatif beberapa penyakit semakin berkembang luas dan populer. Hal ini disebabkan karena adanya asumsi bahwa obat bahan alam memiliki efek samping rendah dan aman untuk pengobatan jangka panjang karena alami. Pandangan ini perlu dibenahi karena setiap bahan yang memiliki aktivitas farmakologi pasti memiliki efek samping. Perlu diperhatikan juga adanya interaksi produk herbalobat sintetik apabila menggunakan produk herbal sebagai terapi tambahan bersama dengan obat. Produk herbal merupakan campuran lebih dari satu bahan aktif sehingga kemungkinan interaksi muncul menjadi sangat jelas. Secara teoritis kemungkinan interaksi produk herbal-obat lebih tinggi dari interaksi obat-obat karena obat sintetik hanya mengandung satu bahan aktif (Ebadi, 2007). Beberapa produk bahan alam mengandung senyawa kumarin, salisilat atau senyawa lain memiliki aktivitas antiplatelet sehingga dapat memperpanjang waktu perdarahan dan koagulasi. Secara teoritis terdapat kemungkinan potensiasi aktivitas farmakologi jika produk herbal ini digunakan bersama dengan warfarin atau obat sejenisnya. Bawang putih memiliki efek kardiovaskular yang menguntungkan seperti menurunkan tekanan darah tinggi dan serum lipid serta memiliki aktivitas antitrombosis. Minyak bawang putih telah dilaporkan menghambat sintesis tromboksan sehingga menghambat fungsi platelet. Ekstrak umbi bawang kapal (Eleutherine americana (Aubl.) Merr.) juga telah diteliti memiliki aktivitas antiagregasi platelet (Muttaqien, 2008). Selain itu, telah diteliti daun tanjung (Mimusops elengi Linn), daun belimbing manis (Avverhoa carambola Linn.), dan

22 3 rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) memiliki efek antiagregasi platelet (Rahminiwati dkk, 2009). Bawang putih (Allium sativum), dong quai (Angelica sinensis), ginkgo (Ginkgo biloba), dan danshen (Salvia miltiorrhiza) jika diberikan bersamaan dengan warfarin dapat menyebabkan perdarahan spontan (Ebadi, 2007). Buah mengkudu telah diteliti memiliki efek antiagregasi platelet sehingga meningkatkan waktu perdarahan dan koagulasi (Yulinah dkk., 2008). Kandungan kimia mengkudu adalah kumarin, alizarin, morindin, morindon, prokseronin, rubidin, skopoletin, asam oktanoat, kalium, vitamin C, vitamin A, terpenoid, asperulosid, asam kaprilat, asam kaproat, dan rutin (Saludes, 2002; Wang dkk., 2002; Gunawan, 2001). Kumarin memiliki aktivitas farmakologi sebagai antikoagulan. Salah satu derivat sintetik dari senyawa kumarin adalah warfarin (dikumarol) yang digunakan sebagai antikoagulan (Pengelly, 2005). Pasien yang menggunakan produk herbal yang mengandung kumarin, salisilat atau senyawa anti platelet lainnya bersamaan dengan obat yang memiliki efek anti koagulan seperti warfarin atau antiplatelet seperti asam salisilat memerlukan pengawasan terhadap tanda atau gejala perdarahan (Ebadi, 2007). Dengan mempertimbangkan kesamaan aktivitas antiagregasi platelet antara ekstrak buah mengkudu dan asetosal, kemungkinan adanya potensiasi aktivitas antiagregasi platelet yang ditandai dengan waktu perdarahan dan koagulasi yang semakin panjang, secara teoritis mungkin terjadi. Hal ini mungkin terjadi pada pasien yang rutin menggunakan asetosal untuk mencegah terjadinya trombosis dan secara bersamaan juga mengkonsumsi suplemen mengkudu untuk menurunkan

23 4 tekanan darah atau kolesterol. Perlu diteliti mengenai adanya peningkatan waktu perdarahan dan koagulasi dalam pemberian kombinasi ekstrak buah mengkudu dengan obat golongan salisilat seperti asetosal. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dapat memperpanjang waktu perdarahan pada mencit? 2. Apakah pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dapat memperpanjang waktu koagulasi pada mencit? 1.3 Tujuan Penelitian ini memiliki tujuan umum dan khusus. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dapat memperpanjang waktu perdarahan dan waktu koagulasi pada mencit Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu terhadap waktu perdarahan pada mencit.

24 5 2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu terhadap waktu koagulasi pada mencit. 1.4 Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Manfaat ilmiah Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama mengenai interaksi yang dapat berisiko membahayakan dalam penggunaan kombinasi obat dan produk herbal Manfaat aplikasi Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai penggunaan kombinasi obat seperti asetosal dan ekstrak buah mengkudu yang dapat memperpanjang waktu perdarahan dan koagulasi pada mencit.

25 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Pembekuan Darah Pada saat terjadi perdarahan, secara alami tubuh akan merespon dengan mekanisme hemostatik untuk menghentikan perdarahan tersebut. Sistem penghentian perdarahan yang berfungsi normal penting bagi kehidupan organisme, karena jika hemostasis terganggu maka luka yang kecil sekalipun dapat menyebabkan perdarahan yang membahayakan jiwa, sebaliknya pada kencederungan darah untuk membeku akan mempermudah pembentukan trombus dan meningkan risiko trombosis dan emboli (Despopoulos, 2003). Pada saat terjadi trauma, platelet, faktor pembekuan darah dalam plasma, dan dinding pembuluh darah berinteraksi untuk menutup kebocoran pada pembuluh darah. Pembuluh darah yang rusak akan berkonstriksi melepaskan endotelin dan platelet akan beragregasi pada situs luka dan menarik platelet lain untuk menutup bocoran dengan sumbatan platelet. Waktu yang diperlukan untuk menutup luka tersebut disebut waktu perdarahan yang berkisar pada 2-4 menit. Selanjutnya, sistem koagulasi akan memproduksi fibrin yang saling berikatan silang yang membentuk bekuan fibrin atau trombus yang memperkuat proses penutupan luka. Proses rekanalisasi pembuluh darah dapat dilakukan melalui fibrinolisis (Despopoulos, 2003). 6

26 7 Gambar 2.1 Hemostasis yang Dimediasi oleh Platelet (Despopoulos, 2003) Pada saat terjadi trauma pada sel endotelial, platelet merupakan sel darah yang melekat pada serat kolagen subendotelial yang dijembatani oleh faktor von Willebrand (vwf) yang dibentuk oleh sel endotelial dan bersirkulasi dalam kompleks plasma dengan faktor VIII. Kompleks glycoprotein GP Ib/ IX pada platelet merupakan reseptor vwf. Proses adesi akan mengaktivasi pletelet dan mulai melepaskan senyawa yang meningkatkan daya adesi platelet. Serotonin, platelet derived growth factor (PDGF) dan tromboxane A2 (TXA2) meningkatkan vasokonstriksi. Vasokonstriksi dan kontraksi platelet akan memperlambat aliran darah. Mediator yang dilepaskan oleh platelet meningkatkan aktivasi platelet sehingga menarik dan mengaktivasi lebih banyak platelet. Hal ini menyebabkan

27 8 bentuk dari platelet teraktivasi berubah drastis. Platelet diskoid berubah menjadi sferik dan menghasilkan pseudopodia yang saling terjalin antar platelet. Agregasi platelet ini ditingkatkan oleh trombin (IIA) yang berikatan dengan reseptor yag diaktivasi oleh protease (PAR 1 dan PAR 4) dan distabilisasi oleh GP IIb/IIIa yang diekspresikan pada permukaan platelet, yang mengarah pada ikatan fibrinogen dan agregasi platelet. Reseptor P2Y1 dan P2Y12 merupakan reseptor untuk ADP dan ketika terstimulasi akan mengaktivasi GP IIb/IIIa dan COX 1 yang meningkatkan sekresi dan daya adesi platelet sehingga memudahkan untuk berikatan dengan fibronektin subendotelial. Tromboksan A2 (TXA2) merupakan produk dari COX 1 yang mengaktivasi agregasi platelet sedangkan PGI2 atau prostasiklin dihasilkan oleh sel endotehelial untuk menghambat aktivasi agregasi platelet (Despopoulos, 2003; Brunton, 2006). Gambar 2.2 Adesi dan Agregasi Platelet (Brunton, 2006)

28 9 Koagulasi diinisiasi secara in vivo melalui jalur ekstrinsik. Sejumlah faktor VIIa dalam plasma berikatan dengan faktor jaringan subendotelial setelah adanya trauma vaskular. Faktor jaringan ini akan mempercepat aktivasi faktor X oleh faktor VIIa, fosfolipid, and Ca 2+. Faktor VIIa juga dapat mengaktivasi faktor IX yang menghasilkan efek konvergen antara jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik. Pembekuan yang disebabkan oleh jalur intrinsik diinisiasi secara in vitro ketika faktor XII, prekallikrein, dan molekul berbobot besar kininogen berinteraksi dengan kaolin, kaca atau permukaan lain yang dapat memicu faktor XIIa. Hal ini akan diikuti dengan aktivasi faktor XI menjadi XIa dan faktor IX menjadi IXa. Faktor IXa akan mengaktivasi faktor X dalam reaksi yang diakselerasi oleh faktor VIIIa, fosfolipid dan Ca 2+. Aktivasi faktor X oleh faktor IXa muncul disebabkan oleh mekanisme yang sama untuk aktivasi protrombin dan dapat diakselerasi oleh platelet secara in vivo. Aktivasi faktor XII tidak diperlukan untuk hemostasis, pasien dengan defisiensi faktor XII, prekallikrein, atau senyawa berbobot molekul tinggi kininogen tidak mengalami perdarahan yang abnormal walaupun nilai aptt mengalami perpanjangan. Defisiensi faktor XI dihubungkan dengan berbagai macam gangguan perdarahan ringan. Mekanisme aktivasi faktor XI secara in vivo tidak diketahui tetapi trombin mengaktivasi faktor XI in vitro (Brunton, 2006). Faktor II, VII, IX, dan X membutuhkan vitamin K sebagai kofaktor dalam proses translasi akhir karboksilasi dari residu glutamat (Despopoulous, 2003). g

29 10 Gambar 2.3 Mekanisme Koagulasi Darah (Brunton, 2006) Sistem fibrinolitik dalam regulasi untuk menghilangkan trombi fibrin yang tidak diinginkan, sementara fibrin dalam luka akan tetap dipertahankan untuk menjaga hemostasis. Tissue plasminogen activator (t-pa) dilepaskan dari sel endotelial dalam respon terhadap beberapa sinyal termasuk stasis yang dihasilkan oleh oklusi vaskular. Tissue plasminogen activator (t-pa) akan dihilangkan dengan cepat dari darah atau dihambat oleh inhibitor sirkulasi seperti plasminogen activator inhibitor-1 dan plasminogen activator inhibitor-2, sehingga sedikit berpengaruh pada plasminogen yang bersirkulasi. Tissue plasminogen activator (t- PA) berikatan dengan fibrin dan mengkonversi plasminogen, yang juga berikatan dengan fibrin, menjadi plasmin. Plasminogen dan plasmin berikatan dengan fibrin pada situs ikatan yang kaya akan residu lisin. Situs ini diperlukan untuk ikatan plasmin dengan inhibitor 2-antiplasmin. Dengan demikian, plasmin yang

30 11 terikat fibrin akan terlidungi dari proses inhibisi. Plasmin yang lolos dari daerah ini akan dihambat dengan cepat. Beberapa 2-antiplasmin terikat secara kovalen dengan fibrin sehingga melindungi fibrin dari lisis prematur. Ketika aktivator plasminogen diberikan pada terapi trombolitik, fibrinolisis besar-besaran akan diinisiasi dan kontrol inhibitor akan dilampaui. Gambar 2.4 Mekanisme Fibrinolisis (Brunton, 2006) 2.2 Mengkudu Mengkudu dikenal dengan berbagai nama seperti keumeudee (Aceh), pace, kemudu, kudu (Jawa), cengkudu (Sunda), kodhuk (Madura), tibah (Bali). Nama lain untuk tanaman ini adalah Noni (bahasa Hawaii), Nono (bahasa Tahiti), Nonu (bahasa Tonga), ungcoikan (bahasa Myanmar) dan Aceh (bahasa Hindi). Mengkudu berasal dari daerah Asia Tenggara dan tergolong dalam famili Rubiaceae.

31 Deskripsi tanaman Pohon mengkudu tidak begitu besar, tingginya antara 4-6 m. batang bengkok-bengkok, berdahan kaku, kasar, dan memiliki akar tunggang yang tertancap dalam. Kulit batang cokelat keabu-abuan atau cokelat kekuningkuniangan, berbelah dangkal, tidak berbulu, anak cabangnya bersegai empat. Tajuknya selalu hijau sepanjang tahun. Kayu mengkudu mudah sekali dibelah setelah dikeringkan. Bisa digunakan untuk penopang tanaman lada (Bangun, 2002). Klasifikasi tanaman mengkudu adalah sebagai berikut (Sambamurty, 2005) : Kerajaan Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Gentianales : Rubiaceae : Morinda : Morinda citrifolia Tanaman mengkudu berdaun tebal mengkilap. Daun mengkudu terletak berhadap-hadapan. Ukuran daun besar-besar, tebal, dan tunggal. Bentuknya jorong-lanset, berukuran x 5-17 cm. tepi daun rata, ujung lancip pendek. Pangkal daun berbentuk pasak. Urat daun menyirip. Warna hijau mengkilap, tidak berbulu. Pangkal daun pendek, berukuran 0,5-2,5 cm. ukuran daun penumpu bervariasi, berbentuk segi tiga lebar. Daun mengkudu dapat dimakan sebagai sayuran. Nilai gizi tinggi karena banyak mengandung vitamin A (Bangun, 2002).

32 13 Gambar 2.5 Buah Mengkudu (Sambamurty, 2005) Perbungaan mengkudu bertipe bonggol bulat, bergagang 1-4 cm. Bunga tumbuh di ketiak daun penumpu yang berhadapan dengan daun yang tumbuh normal. Bunganya berkelamin dua. Mahkota bunga putih, berbentuk corong, panjangnya bisa mencapai 1,5 cm. Benang sari tertancap di mulut mahkota. Kepala putik berputing dua. Bunga mekar dari kelopak berbentuk seperti tandan. Bunganya putih dan berbau harum (Bangun, 2002). Kelopak bunga tumbuh menjadi buah bulat lonjong sebesar telur ayam bahkan ada yang berdiameter 7,5-10 cm. Permukaan buah seperti terbagi dalam sel-sel poligonal (segi banyak) yang berbintik-bintik dan berkutil. Mula-mula buah berwarna hijau, menjelang masak menjadi putih kekuningan. Setelah matang, warnanya putih transparan dan lunak. Daging buah tersusun dari buahbuah batu berbentuk piramida, berwarna cokelat merah. Setelah lunak, daging

33 14 buah mengkudu banyak mengandung air yang aromanya seperti keju busuk. Bau itu timbul karena pencampuran antara asam kaprik dan asam kaproat (senyawa lipid atau lemak yang gugusan molekulnya mudah menguap, menjadi bersifat seperti minyak atsiri) yang berbau tengik dan asam kaprilat yang rasanya tidak enak. Diduga kedua senyawa ini bersifat aktif sebagai antibiotik (Bangun, 2002) Kegunaan empiris Mengkudu (Morinda citrifolia L.) secara umum memiliki aktivitas analgesik, antiarthritis, antipiretik, antirheumatik, antitumor, antispasmodik, ascarisida, diuretik, emetik, emmenagogue, fungisida, hipotensif, laxatif, sedatif dan tonik (Duke, 2002). Buah mengkudu di masyarakat dimanfaatkan sebagai obat cacing, sariawan, pelembut kulit, peluruh dahak, obat batuk, peluruh haid, pencegah mual, kesulitan kencing, penurun tekanan darah, mengobati malaria, cacar, radang empedu, radang ginjal, dan radang amandel (Gunawan dkk., 2001). Ekstrak buah mengkudu juga telah diteliti memiliki aktivitas sebagai anti tukak lambung dan duodenum (Muralidharan dan Srikanth, 2009). Bagian daun dari tanaman mengkudu digunakan sebagai obat cacing, pelembut kulit, peluruh dahak, obat batuk, peluruh haid, pencahar, penurun panas, kejang perut, radang amandel, difteri, masuk angin, beri-beri, setelah bersalin, kencing manis, radang usus besar sedangkan putik bunganya digunakan untuk radang usus dan radang lambung (Gunawan dkk., 2001).

34 15 Bagian akar mengkudu dimanfaatkan sebagai penyegar badan. Di Eropa, akar mengkudu digunakan sebagai peluruh air kencing, pencahar dan hipertensi. Dekokta kulit kayu sebagai astringen pada gangguan perut sedangkan infusa kulit kayu, akar dan buah untuk mencuci luka (Gunawan dkk., 2001). Bagian daun, akar dan buah mengkudu memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Zin dkk., 2002) Kontraindikasi dan interaksi mengkudu belum ada dilaporkan. Uji uterotonik dari mengkudu memberi hasil negatif dan daun dari Morinda lucida dapat membunuh jamur penghasil aflatoksin pada dosis 1000 ppm (Duke, 2002) Kandungan kimia Kandungan kimia mengkudu adalah morindin, morindon, prokseronin, rubidin, skopoletin, asam oktanoat, kalium, vitamin C, vitamin A, terpenoid, asperulosid, asam kaprilat, asam kaproat dan rutin (Saludes, 2002; Wang dkk., 2002). Buah dan akar Morinda citrifolia yang diperoleh dari daerah Yogyakarta mengandung turunan kumarin (Gunawan dkk., 2001). Kumarin merupakan senyawa lakton dari O- hidroxy cinnamic acid dengan rangka C 6 C 3 siklik. Kumarin banyak ditemukan pada famili Rubiaceae. Kumarin memiliki aktivitas farmakologi sebagai antikoagulan, antimicrobial, fungisidal, antispasmodik, dan antifertilitas. Kumarin dapat larut dalam alkohol. Warfarin merupakan derivat dari dikumarol yang digunakan sebagai antikoagulan (Pengelly, 2005). Selain itu buah dan akar Morinda citrifolia yang diperoleh dari daerah Yogyakarta juga mengandung golongan iridoid (dalam buah terdapat 3 senyawa

35 16 iridoid sedangkan dalam akar terdapat 2 macam senyawa iridoid, antrakinon, triterpen, dan saponin, 4-hidroksi flavon tanpa gugus hidroksi pada atom C-5 (Gunawan dkk., 2001). Mengkudu mengandung senyawa golongan antra kinon berikut turunannya yaitu 2-metil-3-hidroksiantrakinon, 1-hidroksi-2-metilantrakinon, rubiadin, lusidin, damnakantol, damnakantal, nor-damnakantal, morindon, soeranjidiol, alizarin, alizarin-1-metil-eter, alizarin-2-metil-eter (Gunawan dkk., 2001). Pada jenis Morinda lucida, ditemukan suatu senyawa iridoid yaitu oruwasin, oruwalol dan asperulosid. Batang dan akar mengadung antrakinon. Akar mengandung 1,7% nordamnakantal, 0,5% morindon, rubiadin, rubiadin-1- metileter, soranjidiol, glikosida (morindon, rubiadin, rubiadin-1-metileter (Gunawan dkk., 2001). Buah mengandung morindin, asam malat, asam sitrat, glukosa, gum dan suatu senyawa golongan saponin. Buah yang belum masak mengandung pektin dengan kadar antara 0,84-1,18%, sedangkan dalam air perasan buah mengkudu yang telah tua dan masak ditemukan paling sedikit tiga macam golongan senyawa aldehid atau keton (Gunawan dkk., 2001). Pada perasan buah mengkudu ditemukan golongan senyawa alkaloid pada fraksi hidrofil dan senyawa triterpen pada fraksi lipofil. Senyawa hasil isolasi salah satu komponen alkaloid dari perasan buah mengkudu mempunyai berat molekul 353 yang terdiri dari gugus inti benzen C=O suatu keton, -C=N, -C-N, C- O suatu alkil aril eter dari satu gugus metil (Gunawan dkk., 2001).

36 17 Biji buah yang telah tua dan masak mengandung paling sedikit 3 macam senyawa alkaloid dan 1 macam senyawa iridoid, tiga macam senyawa keton/aldehid. Serbuk daun mengkudu mengandung alkaloid yang dengan uji spektroskopi UV menunjukkan adanya ikatan rangkap terkonjugasi tipe etilenik dan tipe benzenoik serta kemungkinan memiliki inti indol. Dengan kultur suspensi sel menghasilkan antrakinon (Gunawan dkk., 2001).

37 Gambar 2.6 Struktur Kimia Komponen Mengkudu (Gunawan dkk., 2001) 18

38 19 Gambar 2.7 Struktur Damnakhantol dan Moridin (Gunawan dkk., 2001) Efek samping Jus buah mengkudu dapat mempengaruhi keseimbangan elektrolit dan menyebabkan hiperkalemia. Selain itu jus buah mengkudu juga dapat menyebabkan gangguan hati karena menyebabkan peningkatan aktivitas enzim transaminase dan dehidrogenase laktat (Aronson, 2009).

39 Asetosal Asetosal atau asam asetil salisilat atau aspirin adalah agen analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi. Sifat anti-inflamasi berkaitan dengan penghambatan biosintesis prostaglandin. Struktur kimia asetosal dan turunan salisilat adalah sebagai berikut : Gambar 2.8 Struktur Kimia Turunan Salisilat (Brunton, 2006) Farmakologi Asetosal menghambat secara nonselektif enzim siklooksigenase-1 (COX- 1), yang berhubungan dengan saluran cerna, ginjal dan menghambat agregasi platelet. Asetosal juga menghambat enzim siklooksigenase-2 (COX-2) yang berhubungan dengan respon inflamasi. Tidak seperti obat anti inflamasi nonsteroid lain, efek antiplatelet dari asetosal tidak dapat diubah dan permanen karena adanya transasetilasi platelet selama kehidupan platelet (8-11 hari). Salisilat tanpa gugus asetil (natrium salisilat) pada dasarnya tidak memiliki aktivitas antiplatelet tetapi tetap memiliki aktivitas analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi (Anderson, 2001).

40 21 Pada saat terjadi trauma vaskular, sistem koagulasi akan diaktivasi. Platelet dan molekul fibrin bergabung membentuk bekuan darah untuk menyumbat dan menghentikan proses perdarahan atau hemostasis (Lullman, 2000). Bekuan darah yang tidak diinginkan dalam pembuluh darah disebut trombus. Trombosis biasanya muncul pada saat aliran darah lambat sehingga faktor pembekuan darah yang teraktivasi terakumulasi dan tidak mengalir. Masalah yang biasa muncul adalah trombosis pasca operasi pada vena kaki. Kadang sebagian trombus pecah (emboli) dan dibawa jauh sehingga dapat menyebabkan kerusakan parah seperti emboli paru-paru. Pada fibrilasi atrial, kehilangan kontraksi atrial menyebabkan stasis darah dan menstimulasi pembentukan trombus. Trombus ini dapat lepas dan menyebabkan emboli pada otak atau yang lebih dikenal sebagai stroke (Neal, 2002) Asetosal menurunkan risiko infark miokard pada pasien dengan angina yang tidak stabil dan meningkatkan kelangsungan hidup pasien yang pernah mengalami infark miokardia akut. Asetosal juga menurunkan risiko stroke pada pasien dengan serangan iskemia transien. Efek yang menguntungkan dari asetosal pada penyakit tromboemboli disebabkan oleh inhibisi sintesis platelet tromboksan-a2 (TXA2). Tromboksan A2 adalah penginduksi kuat terjadinya agregasi platelet. TXA2 bekerja pada reseptor permukaan dan mengakitivasi fosfolipase C yang menyebabkan pembentukan inositol trifosfat yang menyebabkan peningkatan kalsium intraselular. Kalsium mengubah reseptor GPIIb/IIIa inaktif pada membran platelet menjadi konformasi dengan afinitas

41 22 tinggi terhadap fibrinogen yang membentuk ikatan silang antar platelet dan menyebabkan agregasi. Gambar 2.9 Mekanisme Kerja Asetosal pada Enzim Siklooksigenase (Ebadi, 2008) Sel endotel pada dinding pembuluh darah menghasilkan prostaglandin, PGI2 (prostasiklin), yang merupakan antagonis fisiologis dari TXA2. PGI2 menstimulasi reseptor yang berbeda pada platelet dan mengaktivasi adenilsiklase. Hasil dari peningkatan camp ini berhubungan dengan penurunan kalsium intraselular dan inhibisi agregasi platelet. Asetosal menghambat pembentukan TXA2 dengan menghambat siklooksigenase secara ireversibel. Platelet tidak dapat mensintesis enzim baru tetapi sel endotelial dapat dan pada dosis rendah ( mg) yang diberikan setiap hari, asetosal dapat memberikan efek inhibisi

42 23 selektif pada enzim siklooksigenase. Dengan demikian keseimbangan efek antiagregasi platelet dari PGI2 dan efek proagregasi platelet TXA2 berubah ke arah yang menguntungkan (Neal, 2002). Gambar 2.10 Asetosal Sebagai Anti Agregasi Platelet (Ebadi, 2008) Efek samping Efek samping dari asetosal adalah penurunan pendengaran, gangguan saluran cerna, dan pendarahan spontan sering terjadi, dengan perdarahan akut dari erosi lambung juga mungkin terjadi Seperti dengan obat antiinflamasi nonsteroid lainnya, asetosal dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal, khususnya pada mereka yang sudah ada penyakit ginjal atau gagal jantung kronis (Anderson, 2001). Hepatotoksisitas biasanya terjadi pada anak-anak dengan artritis rematoid, orang dewasa dengan penyakit lupus atau sudah memiliki gangguan hati. Asetosal dapat memicu sindrom asma, angioedema, dan polip hidung. Dosis analgesik

43 24 tunggal dapat menekan agregasi platelet dan memperpanjang waktu perdarahan hingga 1 minggu sedangkan dosis besar efeknya lebih lama (Anderson, 2001) Kontraindikasi Asetosal dikontraindikasikan pada kondisi gangguan perdarahan, asma, hipersensitif terhadap obat antiinflamasi nonsteroid lain atau pewarna tartrazin. Untuk tindakan pencegahan, asetosal harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan penyakit ginjal, tukak lambung, kecenderungan perdarahan, hipoprotrombinemia, memiliki sejarah asma, atau sedang menggunakan antikoagulan. Penggunaan salisilat tidak dianjurkan pada anak-anak dan remaja yang mengalami infeksi virus dengan gejala seperti flu atau cacar air karena dapat menyebabkan Reye's syndrome. Asetosal dapat menyebabkan bronkospasme. (Anderson, 2001) Dosis dan aturan pakai Asetosal digunakan pada beberapa penyakit dengan dosis dan aturan pakai yang berbeda untuk setiap kondisi. Dosis dan aturan pakai asetosal disajikan pada Tabel 2.1

44 25 Tabel 2.1 Dosis dan Aturan Pakai Asetosal (Anderson, 2001) Indikasi Dosis Dewasa Rute Demam atau nyeri minor Arthritis dan rematik mg q 4-6 jam, sampai maksimal 4 g / hari 3,6-5,4 g / hari dalam 3-4 dosis terbagi PO atau PR PO Demam rematik akut 5-8 g / hari dalam dosis terbagi PO Pencegahan trombosis atau stroke mg/hari PO Pengurangan risiko infark miokard Pencegahan primer : mg / hari Pencegahan sekunder : mg/hari PO Angina tidak stabil mg/hari PO Pencegahan coroner artery bypass occlusion graft 325 mg / hari mulai 6 jam pasca operasi dan dilanjutkan selama 1 tahun PO Fibrilasi atrial nonrematik 325 mg / hari PO Penghambatan platelet Dosis optimum belum ditentukan; dosis serendah 50 mg / hari menghambat agregasi platelet dan memberikan efektif perlindungan terhadap trombosis PO Pada pasien geriatri digunakan dosis efektif minimal karena lansia lebih rentan terhadap perdarahan saluran cerna dan insufisiensi ginjal akut. Untuk

45 26 pencegahan primer dapat diberikan dosis mg/hari. Pada kondisi uremia atau albumin berkurang cenderung menyebabkan ikatan obat berkurang dengan albumin plasma yang dapat meningkatkan efek farmakologi atauterjadi toksisitas. Pengurangan dosis mungkin dibutuhkan pada pasien misalnya penyakit ginjal atau kekurangan gizi (Anderson, 2001). Dosis dan aturan pakai asetosal pada pasien pediatri sangat bervariasi bergantung usia atau bobot badan. Pada Tabel 2.2 dicantumkan dosis dan aturan pakai asetosal untuk anak-anak: Tabel 2.2 Dosis dan Aturan Pakai Asetosal Pada Pediatri (Anderson, 2001) Indikasi Dosis Anak-anak Rute Artritis rematoid Demam rematik Penyakit Kawasaki Analgesik / antipiretik mg / kg / hari dalam dosis terbagi 100 mg / kg / hari dalam dosis terbagi awalnya selama 2 minggu, kemudian 75 mg / kg / hari di dibagi dosis untuk 4-6 minggu mg / kg / hari; penurunan sampai 10 mg / kg / hari setelah demam selesai mg / kg / dosis q 4 jam, maksimum sebesar mg / kg / hari atau (2-3 tahun) 162 mg q 4 jam; (4-5 tahun) 243 mg q 4 jam; (6-8 tahun) 325 mg q 4 jam; (9-10 tahun) 405 mg q 4 jam; (11 tahun) 486 mg q 4 jam; (>12 tahun) 650 mg q 4 jam. PO PO PO PO

46 Parameter pengawasan Pengawasan diperlukan pada kondisi perdarahan abnormal atau perdarahan pada saluran cerna. Pengawasan terhadap risiko kehilangan darah (hematokrit periodik) dilakukan pada pasien yang mengkonsumsi salisilat secara teratur. Penentuan kadar salisilat dalam serum perlu dilakukan pada pemberian dosis tinggi karena terdapat variasi yang luas pada kadar obat dalam serum. Pengawasan dilakukan terhadap fungsi ginjal dan perubahan pendengaran (tinnitus), namun tidak disarankan untuk menggunakan tinnitus sebagai indeks toleransi salisilat maksimum (Anderson, 2001) Farmakokinetik Onset asetosal yang diberikan per oral untuk analgesik adalah 30 menit. Pada kadar salisilat dalam serum mg / L (1,1-2,2 mmol / L) untuk penyakit rematik, sering disertai dengan gejala ringan keracunan. Tinnitus terjadi pada dosis mg / L (1,5-2,9 mmol / L), hiperventilasi pada> 350 mg / L (2,6 mmol / L), asidosis pada > 450 mg / L (3,3 mmol / L), dan keracunan parah atau fatal pada > 900 mg / L (6,6 mmol / L) 6 jam setelah dicerna (Anderson, 2001). Asetosal cepat diserap dari saluran pencernaan dengan bioavailabilitas oral %. Sediaan dengan lapisan enterik tidak menghambat absorpsi. Dosis antipiretik/ analgesik menghasilkan kadar puncak mg / L (0,22-0,44 mmol / L). Asetosal 49% terikat protein plasma dan bisa menurun jika terjadi uremia. Volume distribusi asetosal (Vd) 0,15 ± 0,03 L / kg dan klirens (Cl)

47 28 sebesar 0,56 ± 0,07 L / jam / kg. Asetosal cepat dihidrolisis menjadi salisilat, yang juga aktif secara farmakologi. Salisilat dimetabolisme terutama dalam hati menjadi 4 metabolit yaitu asam salisilurik, glukuronida fenolik, glukuronida asil, dan asam gentisik (Anderson, 2001). Ikatan protein plasma salisilat bergantung pada dosis, 95% pada 15 mg / L dan 80% pada 300 mg / L dan mengalami penurunan dalam uremia, hipoalbuminemia, neonatus, dan kehamilan. Volume distribusi salisilat adalah 0,17 ± 0,03 L / kg. Klirens bergantung pada dosis 0,012 L / jam / kg di mg / L dan menurun pada hepatitis dan neonatus. Hanya 1% dosis asetosal diekskresikan tidak berubah dalam urin. Waktu paruh asetosal adalah 0,25 ± 0,03 jam sedangkan waktu paruh salisilat bergantung pada dosis yaitu 2,4 jam dengan dosis 0,25 g, 5 jam dengan dosis 1 g, 6,1 jam dengan dosis 1,3 g, 19 jam dengan dosis g (Anderson, 2001). 2.4 Interaksi Obat dan Produk Herbal Beberapa tanaman obat telah diteliti khasiatnya namun masih ada kekhawatiran tentang keamanan penggunaan produk herbal bersama obat. Hal ini disebabkan kurangnya penelitian dan pengetahuan tentang potensi interaksi obat dan produk herbal yang signifikan. Penggunaan bersama produk herbal dengan obat memiliki potensi interaksi farmakokinetik atau farmakodinamik meningkat. Penggunaan bersama produk herbal dan obat biasanya tidak dilaporkan. Hal ini menimbulkan tantangan bagi profesi kesehatan dan konsumen.

48 Interaksi Farmakokinetik Interaksi farmakokinetik dapat terjadi dalam proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (Lam dkk., 2006) Absorpsi Absorpsi obat dapat menurun karena waktu transit intestinal yang pendek akibat penggunaan produk herbal mengandung antranoid yang bersifat laksatif atau pembentukan kompleks senyawa aktif (Lam dkk., 2006) Distribusi Perubahan distribusi obat dapat terjadi karena berubahnya ikatan protein dari obat yang terikat kuat dengan protein. Mekanisme interaksi ini biasanya tidak terlalu berpengaruh kecuali bila disertai gangguan metabolisme atau ekskresi. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya konsentrasi obat dalam darah (Lam dkk., 2006) Metabolisme Sebagian besar obat yang saat ini digunakan dieliminasi melalui proses metabolisme. Interaksi obat dan produk herbal dapat menginduksi atau menginhibisi proses metabolisme obat. Interaksi yang berpengaruh pada metabolisme merupakan interaksi farmakokinetik yang paling banyak dilaporkan. Jalur metabolisme obat yang lazim adalah oksidasi melalui enzim sitokrom 450 yang berada pada retikulum endoplasma sel hepatosit (Lam dkk., 2006). Mekanisme induksi metabolisme menyebabkan peningkatan konsentrasi protein yang berperan aktif dalam katalisis obat pada jaringan. Aktivitas enzim yang meningkat menyebabkan peningkatan klirens sistemik dan penurunan

49 30 bioavaibilitas obat yang dimetabolisme. Penurunan konsentrasi obat dapat menyebabkan kegagalan terapi (Lam dkk., 2006) Ekskresi Produk herbal dengan efek diuretik biasanya tidak sepotensial furosemid sehingga tidak menyebabkan peningkatan ekskresi obat. Sebagian besar produk herbal juga tidak mempengaruhi ph urin secara signifikan sehingga tidak mempengaruhi reabsorpsi obat pada tubulus renalis (Lam dkk., 2006) Interaksi Farmakodinamik Interaksi farmakodinamik dapat muncul antara produk herbal dan obat. Interaksi ini dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan efek dari produk herbal atau obat. Interaksi farmakodinamik banyak dipublikasikan karena adanya kasus atau studi eksperimental (Lam dkk., 2006). Pada literatur, interaksi farmakodinamik antara produk herbal dan obat yang banyak dipublukasikan adalah antikoagulan warfarin. Hal ini disebabkan adanya pemantauan rutin terhadap waktu koagulasi sebagai parameter pencapaian terapi. Banyaknya produk herbal yang mengandung antikoagulan atau antiplatelet menyebabkan warfarin menjadi contoh interaksi farmakodinamik dengan peningkatan efek farmakologi (Lam dkk., 2006). Interaksi farmakodinamik antara produk herbal dan obat yang bersifat antagonis diantaranya adalah koenzim Q10 dan warfarin. Koenzim Q10 menyebabkan terjadinya peningkatan koagulasi. Koenzim Q10 diduga memiliki mekanisme kerja yang berlawanan dengan warfarin (Lam dkk., 2006).

50 Interaksi Asetosal dan Ekstrak Buah Mengkudu Interaksi antara asetosal dan ekstrak buah mengkudu diduga merupakan interaksi farmakodinamik yang bersifat aditif. Asetosal merupakan obat antiinflamasi nonsteroid yang menghambat enzim siklooksigenase. Penghambatan enzim siklooksigenase menyebabkan sintesis tromboksan menurun. Tromboksan merupakan salah satu mediator yang terlibat dalam aktivasi platelet dan vasokonstriksi pada proses hemostasis yang dimediasi platelet. Jumlah tromboksan yang menurun akan menyebabkan aktivitas agregasi platelet menurun dan menyebabkan waktu perdarahan akan semakin panjang (Anderson, 2001). Kumarin merupakan salah satu senyawa yang ada dalam buah mengkudu yang memiliki aktivitas farmakologi sebagai antikoagulan. Kumarin merupakan inhibitor kompetitif vitamin K (faktor II) dalam biosintesis protrombin. Proses koagulasi membutuhkan perubahan protrombin menjadi trombin. Vitamin K merupakan kofaktor dalam reaksi konversi ini. Kemiripan struktur vitamin K dan kumarin menyebabkan kumarin dapat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim vitamin K reduktase dan vitamin K epoksida reduktase. Hal ini dapat mengganggu proses koagulasi yang ditandai dengan semakin meningkatnya waktu koagulasi (Desai, 2000). Kumarin saat ini diketahui berinteraksi dengan 250 macam obat yang berbeda. Interaksi dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan international normalised ratio atau INR. Obat antiplatelet akan memperpanjang waktu perdarahan dan dapat meningkatkan risiko perdarahan apabila digunakan bersama kumarin. Perbedaan mekanisme kerja dari antiplatelet dan kumarin menyebabkan

51 32 nilai INR tidak berubah tetapi terjadi peningkatan risiko perdarahan (Myers, 2002). Selain itu, risiko perdarahan yang diakibatkan oleh interaksi antara asetosal dan kumarin dapat terjadi melalui interaksi farmakokinetika yaitu melalui mekanisme pelepasan kumarin dari albumin dan inhibisi metabolisme kumarin Kumarin yang terlepas dari albumin menyebabkan kadar kumarin bebas meningkat dan menyebabkan peningkatan aktivitas kumarin sebagai antikoagulan. Inhibisi metabolisme kumarin juga menyebabkan akumulasi kumarin dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan aktivitas kumarin (Anonim, 2004). Erosi faktor proteksi lambung berisiko pada terjadinya perdarahan pada lambung. Hal ini disebabkan karena asetosal berperan menghambat siklooksigenase yang juga berperan dalam menghasilkan faktor proteksi lambung (Anonim, 2004). 2.5 Hewan Percobaan Mencit merupakan hewan yang paling sering digunakan dalam penelitian menggunakan hewan. Keunggulan mencit untuk penelitian adalah ukuran badan yang kecil, mudah berkembang biak, harga dan biaya perawatan murah. Selain itu, seringnya mencit digunakan dalam penelitian membuat hewan ini paling dipahami dan dikarakterisasi dengan baik secara anatomi, fisiologi dan genetik (Moore, 2000). Berikut klasifikasi taksonomi dari mencit : Kerajaan Filum Kelas : Animalia : Chordata : Mamalia

52 33 Ordo Subordo Famili Genus Spesies : Rodentia : Myomorpha : Muridae : Mus : Mus musculus Anatomi Mencit memilik rambut yang pendek, ekor panjang dan tidak berambut, telinga bulat dan berdiri, mata menonjol dan moncong meruncing dengan kumis yang panjang. Spesies ini memiliki 5 jari pada kaki depan dan belakangnya, tetapi jari pertama pada kaki depan lebih pendek dari yang lain. Warna rambut mencit ini bervariasi (Moore, 2000). Gambar 2.11 Mencit (Moore, 2000) Fisiologi Komposisi makanan yang diberikan pada hewan percobaan memegang peranan penting dalam menjaga hewan percobaan tetap sehat dan menghasilkan data yang konstan. Mencit menyukai makan rendah serat (5%) dan diberikan dalam bentuk pelet. Mencit sensitif terhadap ketidakseimbangan vitamin dan

53 34 mineral. Air yang segar dan bebas dari bakteri dan kontaminasi zat kimia harus disediakan ad libitum. Air dapat diberikan melalui botol atau sistem air automatis (Moore, 2000). Pada tabel di bawah ini dibahas mengenai parameter fisiologi normal mencit. Tabel 2.4 Parameter Normal Mencit (Moore, 2000) Parameter Usia harapan hidup Suhu tubuh Denyut Jantung Respirasi Volume urin Berat badan Usia pubertas Usia minimum berkembang biak Rentang Normal 2 tahun o C per menit per menit 0,5 1 ml / hari g 35 hari Jantan : 60 hari Betina : hari Konsumsi makanan Konsumsi air 12 g / 100 g bb / hari 15 ml / 100 g bb / hari Perilaku Mencit merupakan hewan nokturnal dan jika diganggu pada siang hari dapat menggigit. Mencit dapat dijinakkan jika ditangani secara baik sejak kecil.

54 35 Setelah jinak, hewan ini akan mudah ditangani dan tidak mudah stres. Hewan yang sudah biasa menjadi hewan percobaan memiliki daya tahan terhadap rasa sakit yang lebih tinggi dan tidak mudah stres dalam percobaan. Untuk mengurangi stres hewan ini harus dapat bergerak bebas (Moore, 2000). Mencit jantan yang tinggal bersama dalam satu kandang dapat berkelahi hingga luka atau mati. Pemindahan mencit agresor dapat menghentikan perkelahian ini. Beberapa mencit betina yang dominan sering merawat pasangan mereka dan menggigit rambutnya. Rambut yang rontok ini harus dibedakan dengan rambut rontok karena parasit. Mencit sangat sensitif terhadap perubahan aroma dalam lingkungan mereka. Perubahan tempat tidur atau mengenalkan anggota baru dapat mengganggu perilaku dan keadaan fisiologik mereka. Faktor fisik, biologik dan sosial dapat mempengaruhi integritas percobaan karena mempengaruhi konsumsi makanan dan minuman, performa reproduksi dan metabolisme obat serta parameter fisiologi lainnya (Moore, 2000). 2.6 Simplisia dan Ekstrak Batasan simplisia menurut Farmakope Indonesia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang dikeringkan (Leliqia dkk., 2006). Simplisia digolongkan menjadi simplisia nabati, hewani dan mineral. Definisi masing-masing simplisia adalah sebagai berikut: 1. Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara

55 36 spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni (Leliqia dkk., 2006). 2. Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni (Leliqia dkk., 2006). 3. Simplisia pelikan/mineral ialah simplisia yang berupa bahan pelikan/ mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni (Leliqia dkk., 2006). Diantara ketiga golongan itu, simplisia nabati merupakan jumlah terbanyak yang digunakan untuk bahan obat. Penyiapan simplisia nabati merupakan suatu proses memperoleh simplisia dari tanaman sumbernya di alam. Proses ini meliputi pengumpulan, pemanenan, pengeringan, pemilihan, serta pengepakan, penyimpanan dan pengawetan (Leliqia dkk., 2006). Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental dan cair, dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, yaitu maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat simplisia terdapat dalam bentuk kadar yang tinggi dan hal ini memudahkan agar zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Ariantari dkk., 2006). Ekstraksi merupakan proses pemisahan zat aktif dari jaringan tanaman atau hewan dari bahan inaktif dan inert dengan menggunakan pelarut yang selektif

56 37 dalam prosedur ekstraksi yang standar (Handa dkk., 2008). Secara umum terdapat beberapa metode ekstraksi yang paling banyak digunakan untuk tanaman obat diantaranya: 1. Maserasi Dalam proses maserasi, serbuk tanaman obat direndam menggunakan pelarut dalam kontainer tertutup selama 3 hari pada suhu kamar dengan sesekali diaduk hingga zat terlarut dapat larut. Campuran antara residu dan filtrat dipisahkan dengan penyaringan atau dekantasi (Handa dkk., 2008). 2. Infusa Infusa merupakan proses preparasi tanaman obat dengan cara maserasi dalam waktu singkat dalam air mendidih atau air dingin (Handa dkk., 2008). 3. Digesti Digesti merupakan proses maserasi yang disertai dengan pemanasan selama proses berlangsung. Metode ini dapat digunakan jika bahan aktif tahan terhadap panas. Pemanasan ini meningkatkan efisiensi pelarut (Handa dkk., 2008). 4. Dekoktum Dalam proses ini, tanaman obat dididihkan dalam volume dan waktu tertentu kemudian didinginkan lalu disaring atau difiltrasi. Prosedur dekoktum cocok untuk bahan aktif larut air dan tahan panas. Metode ini digunakan dalam Ayur Weda. Perbandingan tanaman obat dan air biasanya tetap seperti 1:4 atau 1:16. Volume ini biasanya dipekatkan hingga seperempatnya dengan cara dididihkan. Ekstrak yang pekat ini kemudian disaring atau difiltrasi (Handa dkk., 2008).

57 38 5. Perkolasi Metode perkolasi ini banyak digunakan untuk pembuatan ekstrak cair dan tingtur. Perkolasi merupakan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang mengalir dalam alat perkolator (Handa dkk., 2008). 6. Hot Continuous Extraction (Soxhlet) Dalam metode ini, serbuk tanaman obat diletakkan dalam kantong berpori dari kertas saring yang kuat dan diletakkan dalam alat Soxhlet. Pelarut dipanaskan dan uapnya dikondensasi dalam kondensor. Pelarut ini kemudian menetes dalam kantong yang mengandung serbuk tanaman obat dan mengekstraksi pada saat terjadi kontak. Proses ini berlangsung secara terus menerus hingga diperoleh ekstrak yang diinginkan (Handa dkk., 2008).

58 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka, maka dapat disusun kerangka berpikir bahwa waktu perdarahan dan koagulasi dapat menjadi parameter untuk mengetahui keseimbangan sistem hemostatik. Sistem hemostasis normal penting bagi kehidupan organisme karena jika hemostasis terganggu dapat terjadi gangguan perdarahan. Pembentukan sumbatan yang tidak diperlukan dalam pembuluh darah menyebabkan pembentukan trombosis dan dapat membahayakan jiwa. Obat-obatan seperti kumarin dan heparin yang merupakan antikoagulan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya trombosis. Penggunaan obat-obatan antiagregasi platelet seperti asetosal juga digunakan untuk mencegah terjadinya agregasi platelet yang dapat membentuk sumbatan dalam pembuluh darah Penggunaan kombinasi obat dan produk herbal memiliki potensi terjadinya interaksi antar bahan aktif. Produk herbal merupakan campuran lebih dari satu bahan aktif sehingga kemungkinan interaksi muncul menjadi lebih tinggi. Interaksi antara ekstrak buah mengkudu dan asetosal dapat mempengaruhi waktu perdarahan dan koagulasi. Buah mengkudu telah diteliti memiliki efek anti agregasi platelet sehingga meningkatkan waktu perdarahan dan koagulasi. Kumarin merupakan salah satu senyawa yang ada dalam buah mengkudu yang memiliki aktivitas farmakologi 39

59 40 sebagai antikoagulan. Kumarin merupakan inhibitor kompetitif vitamin K (faktor II) dalam biosintesis protrombin. Proses koagulasi membutuhkan perubahan protrombin menjadi trombin. Vitamin K merupakan kofaktor dalam reaksi konversi ini. Kemiripan struktur vitamin K dan kumarin menyebabkan kumarin dapat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim vitamin K reduktase dan vitamin K epoksida reduktase. Hal ini dapat mengganggu proses koagulasi yang ditandai dengan semakin meningkatnya waktu koagulasi. Asetosal merupakan obat antiinflamasi nonsteroid yang menghambat enzim siklooksigenase. Penghambatan enzim siklooksigenase menyebabkan sintesis tromboksan menurun. Tromboksan merupakan salah satu mediator yang terlibat dalam aktivasi platelet dan vasokonstriksi pada proses hemostasis yang dimediasi platelet. Jumlah tromboksan yang menurun akan menyebabkan aktivitas agregasi platelet menurun dan menyebabkan waktu perdarahan akan semakin panjang. Oleh karena itu, pasien yang menggunakan produk herbal bersamaan dengan obat yang memiliki efek anti koagulan golongan kumarin seperti warfarin atau antiplatelet golongan salisilat memerlukan pengawasan terhadap tanda atau gejala perdarahan. Dengan mempertimbangkan kesamaan aktivitas antara mengkudu dan asetosal, kemungkinan adanya potensiasi aktivitas farmakologi karena pemberian ekstrak mengkudu dengan obat seperti asetosal secara teoritis mungkin terjadi. Potensiasi aktivitas farmakologi ini berisiko menyebabkan meningkatnya waktu perdarahan dan koagulasi. Oleh karena itu perlu diteliti mengenai adanya peningkatan waktu perdarahan dan koagulasi karena pemberian kombinasi

60 41 ekstrak buah mengkudu dengan obat golongan salisilat seperti asetosal pada mencit. 3.2 Konsep Kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu Faktor Internal : - Genetik - Penyakit Faktor Eksternal : - Obat - Herbal Mencit Waktu Perdarahan Waktu Koagulasi Gambar 3.1 Konsep 3.3 Hipotesis 1. Kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dapat memperpanjang waktu perdarahan pada mencit. 2. Kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dapat memperpanjang waktu koagulasi pada mencit.

61 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian pre test-post test control group design (Pocock, 2008). O1 P1 O2 P2 P S RA O3 O4 O5 P3 O6 Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian 42

62 43 Keterangan : P : Populasi S : Sampel RA : Randomisasi Alokasi P1 : Perlakuan 1 (kelompok diberi asetosal 40 mg / kg bb satu kali sehari) P2 : Perlakuan 2 (kelompok diberi ekstrak mengkudu 100 mg / kg bb satu kali sehari) P3 : Perlakuan 3 (kelompok diberi kombinasi asetosal 40 mg/ kg bb dan ekstrak etanol buah mengkudu 100 mg/ kg bb satu kali sehari) O1, O3, O5 : Pengamatan waktu perdarahan dan koagulasi pada hari ke-0 O2, O4, O6 : Pengamatan waktu perdarahan dan koagulasi pada hari ke Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan di Departemen Farmakologi Universitas Udayana pada bulan Februari Mei Sampel Dalam penelitian ini ditetapkan besar sampel penelitian dan kriteria inklusi dan eksklusi sampel penelitian Perhitungan besar sampel penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitis numerik tidak berpasangan sehingga jumlah sampel ditentukan dengan rumus sebagai Pocock (2008) :

63 44 Keterangan : N = jumlah sampel σ = simpangan baku α = tingkat kesalahan 1 (α = 0,05) β = tingkat kesalahan II (β = 0,1) µ 1 = rerata nilai pada kelompok kontrol µ 2 = rerata nilai pada kelompok perlakuan Nilai α ditetapkan sebesar 0,05 dan β sebesar 0,1 sehingga nilai f (α,β) adalah 10,5 (Pocock, 2008). Dari penelitian pendahuluan (Astuti, 2011) diperoleh rerata waktu perdarahan normal mencit adalah 61,13 detik dengan simpangan baku 4,06 detik dan waktu koagulasi normal mencit 59 detik dengan simpangan baku 10,56 detik. Peningkatan waktu perdarahan (µ 1 - µ 2 ) yang diharapkan adalah 20. Dengan menggunakan rumus (1) maka diperoleh hasil sebagai berikut : Dengan demikian jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 6 ekor. Untuk mengatasi sampel yang drop out maka sampel dilebihkan 25% sehingga jumlah sampel tiap kelompok adalah 8.

64 45 Dengan demikian sampel yang digunakan adalah 24 ekor mencit galur Balb/c yang berumur 8-12 minggu dengan bobot badan g yang terbagi menjadi 3 kelompok. Sampel dikelompokkan dengan cara acak sederhana Kriteria sampel Sampel yang digunakan sebagai obyek penelitian ini adalah mencit putih jantan galur Balb/c yang memenuhi kriteria sebagai berikut : Kriteria inklusi Yang termasuk kriteria inklusi adalah : 1. Mencit jantan dewasa galur Balb/c 2. Sehat 3. Umur 8-12 minggu 4. Berat badan g Kriteria eksklusi Yang termasuk kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah mencit yang tidak mau makan Kriteria drop out Yang termasuk kriteria drop out dalam penelitian ini adalah mencit yang mati dalam penelitian. 4.4 Variabel Penelitian Variabel penelitian dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel tergantung dan variabel terkendali.

65 46 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu. 2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah lamanya waktu perdarahan dan waktu koagulasi. 3. Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah kualitas serta kuantitas makanan, umur, jenis kelamin, galur dan berat badan mencit. 4.5 Definisi Operasional Variabel 1. Asetosal yang digunakan adalah asam asetil salisilat (Brataco Chemical) yang dilarutkan dalam aquadest sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan. 2. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak buah mengkudu yang telah dipekatkan dan dilarutkan dalam air sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan. 3. Pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dilakukan secara berturut-turut sesuai dengan dosis masing-masing kelompok. 4. Waktu perdarahan adalah interval waktu dari tetes pertama sampai darah berhenti menetes dalam detik (Vogel, 2002). 5. Waktu koagulasi adalah waktu dari mulai mencit dilukai sampai benang fibrin muncul pertama kali pada patahan pipa kapiler dalam detik (Yulinah dkk., 2008; Vogel, 2002).

66 47 6. Makanan diberikan pada tempat dan jumlah yang sama untuk tiap kelompok berupa pelet dengan kadar protein %, pati 45 55%, lemak % dan serat kasar 4%. 7. Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan berumur 8-12 minggu dengan bobot badan g. 4.6 Alat, Bahan dan Hewan Percobaan Alat, bahan dan hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven Memmert, timbangan digital, toples maserasi, erlenmeyer, corong gelas, rotary evaporator, pisau cutter, kertas saring, pipa kapiler, pipet, stopwatch, plat HPTLC silika gel 60 F254 Merck, chamber kromatografi, Camag TLC Scanner dan lampu UV Bahan Bahan utama untuk penelitian ini adalah buah mengkudu berumur 4-5 bulan dengan tingkat kematangan yang sedang (buah berwarna kuning keputihan) yang didapatkan dari daerah kabupaten Badung. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah asetosal (Brataco Chemical), etanol 96 %, etanol 70%, kertas saring, metanol p.a., n-heksan p.a., etil asetat p.a., dan aquades.

67 Hewan percobaan Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 24 ekor mencit galur Balb/c yang berumur 8-12 minggu dengan bobot badan g. 4.7 Prosedur Penelitian Prosedur dalam penelitian ini meliputi penetapan dosis, preparasi simplisia, ekstraksi, identifikasi kumarin dalam ekstrak buah mengkudu, preparasi hewan uji, uji waktu perdarahan, uji waktu koagulasi dan pengolahan data Penetapan dosis Dosis yang tersedia adalah dosis pada manusia sehingga perlu dikonversi menjadi dosis mencit. Faktor konversi untuk mengubah dosis dalam mg/ kg menjadi mg/m 2 dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Faktor Konversi Untuk Mengubah Dosis Dalam mg/ kg Menjadi mg/m 2 (Hong dkk., 2010) Model Faktor Konversi Mencit 3 Tikus 6 Monyet 12 Anjing 20 Manusia 37

68 Penetapan dosis asetosal Dosis asetosal untuk antitrombosis pada manusia adalah mg per hari (Anderson, 2001). Perhitungan dosis asetosal pada mencit adalah sebagai berikut : mg/kg bb Dalam penelitian ini dipilih dosis asetosal pada mencit yaitu 40 mg/kg bb Penetapan dosis ekstrak buah mengkudu Dosis ekstrak buah mengkudu dari sediaan yang ada di pasaran untuk manusia adalah mg per hari. Perhitungan dosis ekstrak buah mengkudu pada mencit adalah sebagai berikut : mg/kg bb Dalam penelitian ini dipilih dosis ekstrak buah mengkudu yaitu 100 mg/kg bb Preparasi simplisia 1. Buah mengkudu dicuci bersih di bawah air mengalir.

69 50 2. Buah mengkudu diiris tipis 3. Irisan buah mengkudu dijemur ditempat teduh hingga irisan buah mengkudu berubah menjadi kering. 4. Buah mengkudu yang telah kering kemudian dihancurkan hingga berbentuk serbuk Ekstraksi 1. Serbuk mengkudu ditimbang sebanyak 1 Kg dan dimaserasi menggunakan pelarut etanol 96 % sebanyak 5 L selama 24 jam. 2. Setelah 24 jam, rendaman disaring dengan corong gelas yang telah dilapisi kertas saring. 3. Residunya dipisahkan dan filtrat I yang diperoleh diuapkan dengan rotary evaporator sehingga didapat ekstrak etanol kemudian ekstrak dikeringkan. 4. Residu dimaserasi ulang seperti cara di atas sebanyak tiga kali perulangan sehingga diperoleh filtrat II dan III lalu diuapkan menggunakan rotary evaporator Identifikasi kumarin dalam ekstrak 1. Chamber dijenuhkan dengan eluen metanol selam 30 menit. 2. Plat kromatografi lapis tipis dielusi dengan eluen metanol di dalam chamber.

70 51 3. Plat kromatografi lapis tipis dikeringkan selama 30 menit dalam oven dengan suhu 4. Sampel ekstrak mengkudu ditimbang sebanyak 50 mg lalu diencerkan dalam etanol 96% sebanyak 5 ml 5. Sampel diambil sebanyak 10 µl lalu ditotolkan pada plat kromatografi lapis tipis menggunakan alat nanomat. 6. Chamber dijenuhkan dengan campuran 5 ml n-heksan dan 5 ml etil asetat selama 30 menit. 7. Plat kromatografi lapis tipis yang berisi sampel dimasukkan dalam chamber dan dielusi. 8. Plat kromatografi lapis tipis diangkat dan dibiarkan kering 9. Plat kromatografi lapis tipis dilihat dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 366 nm dan dicatat hasilnya. 10. Plat kromatografi lapis tipis dipindai menggunakan alat Camag TLC scanner dan dicatat hasilnya Preparasi hewan uji, uji waktu perdarahan dan uji waktu koagulasi 1. Dari populasi mencit dipilih 30 mencit putih jantan dewasa sehat umur 8-12 minggu dengan berat badan g. 2. Mencit diadaptasi dalam kandang dan diberi makan selama satu minggu. 3. Diamati bila ada mencit yang tidak mau makan. 4. Mencit yang tidak mau makan dikeluarkan dari kelompok.

71 52 5. Dari sisa populasi tersebut dipilih 24 ekor mencit putih jantan dewasa sehat umur 8-12 minggu dengan berat badan g yang mau makan. 6. Mencit dibagi secara acak menjadi 3 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 8 ekor mencit. 7. Setiap mencit diberi makanan berupa pelet yang biasa diberikan untuk mencit dan minuman berupa air putih setiap hari secara ad libitum. 8. Sebelum diberi perlakuan, semua mencit diuji waktu perdarahan dan waktu koagulasi (hari ke-0). 9. Mencit dibaringkan di atas meja uji. 10. Untuk menentukan waktu perdarahan, mencit dimasukkan ke dalam holder. Ujung ekor mencit dibersihkan dengan alkohol 70% lalu ekor mencit dilukai dengan jarak 2 cm dari ujung ekor sepanjang 2 mm dengan pisau cutter. 11. Darah yang menetes diserap dengan menempelkan kertas saring. 12. Diukur waktu dari darah pertama kali menetes sampai berhenti menetes pada kertas saring. Interval waktu dari tetes pertama hingga darah berhenti menetes adalah waktu perdarahan (Vogel, 2002). 13. Untuk menguji waktu koagulasi, sampel darah diambil melalui sinus orbital menggunakan pipa kapiler. 14. Pipa kapiler digores menggunakan pemotong kaca kemudian dipatahkan sepanjang 0,5 cm setiap 15 detik sekali hingga diperoleh benang fibrin pada patahan pipa kapiler. Waktu koagulasi adalah

72 53 waktu dari mulai darah pertama menetes hingga benang fibrin muncul pertama kali pada patahan pipa kapiler (Yulinah dkk., 2008; Vogel, 2002). 15. Setelah itu mencit diberi makanan dan minuman, mencit mendapat perlakuan sesuai dengan kelompoknya masing-masing. 16. Larutan stok asetosal untuk kelompok 1 dibuat dengan cara melarutkan 80 mg asetosal dalam 50 ml aquadest. 17. Larutan stok ekstrak buah mengkudu untuk kelompok 2 dibuat dengan cara melarutkan 200 mg ekstrak buah mengkudu dalam 50 ml aquadest. 18. Larutan stok asetosal untuk kelompok 3 dibuat dengan cara melarutkan 80 mg asetosal dalam 25 ml aquadest sedangkan larutan stok ekstrak buah mengkudu untuk kelompok 2 dibuat dengan cara melarutkan 200 mg ekstrak buah mengkudu dalam 50 ml aquadest. 19. Kelompok 1 diberi asetosal dengan dosis 40 mg/kg bb satu kali sehari satu kali sehari selama 7 hari. Pemberian dilakukan per oral sebanyak 0,5 ml larutan stok asetosal. 20. Kelompok 2 diberi ekstrak etanol buah mengkudu dengan dosis 100 mg/kg bb satu kali sehari selama 7 hari. Pemberian dilakukan per oral sebanyak 0,5 ml larutan stok ekstrak buah mengkudu. 21. Kelompok 3 diberi kombinasi asetosal dengan dosis 40 mg/kg bb dan ekstrak etanol buah mengkudu dengan dosis 100 mg/kg bb satu kali

73 54 sehari selama 7 hari. Pemberian dilakukan per oral sebanyak 0,25 ml larutan stok asetosal dan 0,25 ml larutan stok ekstrak buah mengkudu. 22. Perlakuan diberikan selama 7 hari karena pada penelitian pendahuluan (Astuti, 2011) terjadi peningkatan waktu perdarahan dan koagulasi pada mencit pada hari ke Pada hari ke- 7 dilakukan uji waktu perdarahan dan koagulasi pada hewan uji seperti prosedur yang telah disebutkan di atas.

74 Alur Penelitian Populasi Mencit Dipilih 30 ekor mencit sehat Mencit diadaptasi di kandang selama 1 minggu Mencit yang tidak mau makan dikeluarkan dari kelompok Dipilih 24 ekor mencit Dibagi secara acak menjadi 3 8 ekor mencit dalam kandang Kelompok 1 Asetosal 40 mg/ kg bb Kelompok 2 Ekstrak Buah Mengkudu 100 mg/kg bb Kelompok 3 Kombinasi Ekstrak Buah Mengkudu 100 mg/kg bb + Asetosal 40 mg/kg bb Hari ke-0 dan 7 Uji waktu perdarahan dan koagulasi Analisis data Gambar 4.2 Alur Penelitian

75 Analisis data Data dianalisis secara statistik dengan uji normalitas data, uji homogenitas data, dan uji komparabilitas Analisis normalitas Analisis normalitas data dilakukan dengan uji Shapiro Wilk. Uji normalitas menunjukkan bahwa sebaran data adalah normal dengan nilai p > 0, Analisis homogenitas Analisis homogenitas data dilakukan dengan uji varians (Levene s test of varians). Uji varians menunjukkan bahwa data adalah homogen dengan nilai p > 0, Analisis komparabilitas Data normal dan homogen sehingga analisis komparatif data antar kelompok dilakukan dengan uji One Way Anova dan dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference.

76 BAB V HASIL PENELITIAN 5. 1 Pembuatan simplisia dan ekstraksi Dalam proses pembuatan simplisia digunakan 10 kg buah mengkudu segar yang kemudian dikeringkan hingga diperoleh simplisia buah mengkudu seberat 1,7 kg. Sebanyak 1 kg simplisia kemudian diekstraksi hingga diperoleh 60,2 gram ekstrak kental yang berwarna kecoklatan. 5.2 Identifikasi kumarin dalam ekstrak buah mengkudu Identifikasi kumarin secara kromatografi lapis tipis dengan pengembang n- heksana : etil asetat (1 : 1) di bawah lampu uv pada panjang gelombang 366 nm memberikan hasil seperti pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Identifikasi Kumarin Sampel Rf Warna Standar baku kumarin 0,31 Berfluoresensi biru (Sukmayati dkk., 2010) Ekstrak mengkudu 0,28 Berfluoresensi biru 57

77 58 Ekstrak buah mengkudu memberikan warna fluoresensi yang sama dengan standar baku kumarin sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel ekstrak buah mengkudu mengandung kumarin. Luas area di bawah kurva dari kromatogram kemudian ditentukan sehingga diperoleh hasil pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Persentase Luas Area di Bawah Kurva Rf Luas Area Luas Area % ,9 6, ,8 7, , ,2 50, ,6 32,96 Persentase luas area di bawah kurva untuk kumarin dalam ekstrak buah mengkudu dengan Rf 0,28 adalah sebesar 1,97%. 5.3 Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 24 ekor mencit galur Balb/c sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing berjumlah 8 ekor mencit, yaitu kelompk asetosal 40 mg/kg bb, kelompok Mengkudu 100 mg/kg bb, dan kelompok kombinasi asetosal-mengkudu. Hasil analisis akan diuraikan dalam uji normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.

78 Uji normalitas data Data waktu perdarahan dan waktu koagulasi baik sebelum perlakuan maupun sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasil analisis menunjukkan bahwa beberapa kelompok data tidak berdistribusi normal (p<0,05). Data kemudian ditransformasi ke dalam fungsi logaritma. Hasil transformasi data diuji normalitasnya kembali. Hasil analisis terhadap logaritma data menunjukkan bahwa data berdistribusi normal, dan hasil analisis selengkapnya disajikan pada Lampiran Uji homogenitas data antar kelompok Data waktu perdarahan dan waktu koagulasi antar kelompok baik sebelum perlakuan maupun sesudah perlakuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Lampiran Analisis uji waktu perdarahan Uji komparabilitas waktu perdarahan Uji komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata waktu perdarahan antar kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.3.

79 60 Tabel 5.3 Rerata Waktu Perdarahan Antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan Kelompok Subjek Rerata Waktu perdarahan SB F p Asetosal 40 mg/kg bb 58,75 10,25 Mengkudu 100 mg/kg bb 58,38 6,95 0,984 0,390 Asetosal 40 mg/kg bb+mengkudu 100 mg/kg bb 63,75 8,14 Tabel 5.3 menunjukkan bahwa rerata waktu perdarahan kelompok asetosal 40 mg/kg bb adalah 58,75 10,25 detik, rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg bb adalah 58,38 6,95 detik, dan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb adalah 63,75 8,14 detik. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,984 dan nilai p = 0,390. Hal ini berarti bahwa ketiga kelompok sebelum diberikan perlakuan, rerata waktu perdarahannya tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05) Analisis efek perlakuan pada waktu perdarahan Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata waktu perdarahan antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.4 berikut.

80 detik 61 Tabel 5.4 Rerata Waktu Perdarahan Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan Kelompok Subjek Asetosal 40 mg/kg bb Rerata Waktu perdarahan 167,12 SB F p 25,77 Mengkudu 100 mg/kg bb 137,86 59,21 8,47 0,002 Asetosal 40 mg/kg bb + Mengkudu 100 mg/kg bb 220,75 29,25 Tabel 5.4 menunjukkan bahwa rerata jumlah waktu perdarahan kelompok asetosal 40 mg/kg bb adalah 167,12 25,77 detik, rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg bb adalah 137,86 59,21 detik, dan kelompok asetosal 40 mg/kg bb+mengkudu 100 mg/kg bb adalah 220,75 29,25 detik. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 8,47 dan nilai p = 0,002. Hal ini berarti bahwa rerata waktu perdarahan pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05) Pre Post Asetosal 40 mg/kg BB Mengkudu 100 mg/kg BB Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB Gambar 5.1 Grafik Waktu Perdarahan Sebelum dan Sesudah Perlakuan

81 62 Gambar 5.1 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dapat meningkatkan waktu perdarahan. Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda dilakukan uji lanjut dengan Least Significant Difference test (LSD). Hasil uji disajikan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Sesudah Perlakuan Antar Kelompok Kelompok Asetosal 40 mg/kg bb dengan Mengkudu 100 mg/kg bb Asetosal 40 mg/kg bb dengan Asetosal 40 mg/kg bb + Mengkudu 100 mg/kg bb Mengkudu 100 mg/kg bb dengan Asetosal 40 mg/kg bb + Mengkudu 100 mg/kg bb Beda Rerata P 29,27 0,171 53,62 0,014 82,89 0,001 Hasil uji lanjutan di atas menunjukan bahwa: 1. Rerata waktu perdarahan kelompok asetosal 40 mg/kg bb tidak berbeda dengan kelompok mengkudu 100 mg/kg bb tetapi rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg bb lebih rendah daripada rerata kelompok asetosal 40 mg/kg bb.

82 63 2. Rerata waktu perdarahan kelompok asetosal 40 mg/kg bb berbeda secara bermakna dengan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb dengan rerata kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb lebih tinggi daripada rerata kelompok asetosal 40 mg/kg bb. 3. Rerata waktu perdarahan kelompok mengkudu 100 mg/kg bb berbeda secara bermakna dengan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb dengan rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg bb lebih rendah daripada rerata kelompok kombinasi asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb Analisis komparasi waktu perdarahan sebelum - sesudah perlakuan Analisis komparasi diuji berdasarkan rerata waktu perdarahan antara sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-paired disajikan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Antara Sebelum - Sesudah Perlakuan Kelompok Asetosal 40 mg/kg bb Mengkudu 100 mg/kg bb Kombinasi Asetosal + Mengkudu Beda Rerata pre - post 108,38 78,71 157,00 p 0,001 0,010 0,001 Berdasarkan uji t-paired didapatkan bahwa ada peningkatan waktu perdarahan pada kelompok asetosal 40 mg/kg bb sebesar 108,38, sedangkan pada

83 detik 64 kelompok mengkudu 100 mg/kg bb sebesar 78,71, dan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb sebesar 157, Asetosal 40 mg/kg BB Mengkudu 100 Asetosal 40 mg/kg BB mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB Pre Post Gambar 5.2 Grafik Peningkatan Waktu Perdarahan Setelah Pemberian Perlakuan Analisis Uji Waktu Koagulasi Uji komparabilitas Waktu Koagulasi Uji komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata waktu koagulasi antar kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Rerata Waktu Koagulasi antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan Kelompok Subjek Asetosal 40 mg/kg bb Rerata Waktu koagulasi 56,25 SB F p 10,61 Mengkudu 100 mg/kg bb 58,12 9,61 3,239 0,059 Asetosal 40 mg/kgbb + Mengkudu 100 mg/kgbb 67,50 8,02

84 65 Tabel 5.7 menunjukkan bahwa rerata waktu koagulasi kelompok asetosal 40 mg/kg bb adalah 56,25 10,61 detik, rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg bb adalah 58,12 9,61 detik, dan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb adalah 67,50 8,02 detik. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 3,239 dan nilai p = 0,059. Hal ini berarti bahwa ketiga kelompok sebelum diberikan perlakuan, rerata waktu koagulasinya tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05) Analisis efek perlakuan pada waktu koagulasi Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata waktu koagulasi antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Rerata Waktu Koagulasi Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan Kelompok Subjek Asetosal 40 mg/kg bb Rerata waktu koagulasi 133,12 SB F p 16,89 Mengkudu 100 mg/kg bb 147,86 42,80 11,74 0,001 Asetosal 40 mg/kg bb + Mengkudu 100 mg/kg bb 198,75 20,83 Tabel 5.8 menunjukkan bahwa rerata waktu koagulasi kelompok asetosal 40 mg/kg bb adalah 133,12 16,89 detik, rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg

85 Detik 66 bb adalah 147,86 42,80 detik, dan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb adalah 198,75 20,83 detik. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 11,74 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata waktu koagulasi pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05) Asetosal 40 mg/kg BB Mengkudu 100 mg/kg BB 50 0 Pre Post Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB Gambar 5.3 Grafik Waktu Koagulasi Sebelum dan Sesudah Pemberian Perlakuan Gambar 5.3 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan asetosal dan mengkudu dapat meningkatkan waktu koagulasi. Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda dilakukan uji lanjut dengan Least Significant Difference test (LSD). Hasil uji disajikan pada Tabel 5.9.

86 67 Tabel 5.9 Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Sesudah Perlakuan Antar Kelompok Kelompok Asetosal 40 mg/kg bb dengan Mengkudu 100 mg/kg bb Asetosal 40 mg/kg bb dengan Asetosal 40 mg/kg bb + Mengkudu 100 mg/kg bb Beda Rerata 14,73 0,372 65,63 0,001 p Mengkudu 100 mg/kg bb dengan Asetosal 40 mg/kg bb + Mengkudu 100 mg/kg bb 50,90 0,002 Hasil uji lanjutan menunjukan bahwa: 1. Rerata waktu koagulasi kelompok asetosal 40 mg/kg bb tidak berbeda dengan kelompok mengkudu 100 mg/kg bb tetapi rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg bb lebih tinggi daripada rerata kelompok asetosal 40 mg/kg bb. 2. Rerata waktu koagulasi kelompok asetosal 40 mg/kg bb berbeda secara bermakna dengan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb dengan rerata kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb lebih tinggi daripada rerata kelompok asetosal 40 mg/kg bb. 3. Rerata waktu koagulasi kelompok mengkudu 100 mg/kg bb berbeda secara bermakna dengan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb dengan rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg bb lebih rendah

87 68 daripada rerata kelompok kombinasi asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb Analisis komparasi waktu koagulasi sebelum - sesudah perlakuan Analisis komparasi diuji berdasarkan rerata waktu koagulasi antara sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-paired disajikan pada Tabel Tabel 5.10 Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan Kelompok Asetosal 40 mg/kg bb Mengkudu 100 mg/kg bb Asetosal 40 mg/kg bb + Mengkudu 100 mg/kg bb Beda Rerata pre - post 76,88 90,00 131,25 p 0,001 0,001 0,001 Berdasarkan uji t-paired didapatkan bahwa ada peningkatan waktu koagulasi pada kelompok asetosal 40 mg/kg bb sebesar 76,88, sedangkan pada kelompok mengkudu 100 mg/kg bb sebesar 90,00, dan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb sebesar 131,25.

88 Gambar 5.4 Grafik Peningkatan Waktu Koagulasi Setelah Pemberian Perlakuan 69

BAB I PENDAHULUAN. baik pada saat anak-anak maupun dewasa. Diakui dan dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. baik pada saat anak-anak maupun dewasa. Diakui dan dirasakan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia kaya akan tanaman sumber bahan obat alami yang telah digunakan secara turun-temurun oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Hampir setiap orang Indonesia

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dikembangkan suatu model tikus stroke dengan cara menyuntikan darah tikus autologus melalui arteri karotid kanan. Penyuntikan darah tikus autolog

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengembangan turunan asam salisilat dilakukan karena asam salisilat populer di masyarakat namun memiliki efek samping yang berbahaya. Dalam penggunaannya,

Lebih terperinci

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi BAB V HEMOSTASIS Definisi Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan karena trauma dan mencegah perdarahan spontan. Hemostasis juga menjaga darah tetap cair. Mekanisme hemostasis Jika

Lebih terperinci

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: MEKANISME HEMOSTASIS Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak itu menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang hingga manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga

Lebih terperinci

Tips kesehatan, berikut ini 7 makanan yang menurunkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh anda :

Tips kesehatan, berikut ini 7 makanan yang menurunkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh anda : Tips Alami Turunkan Kolestrol Dengan Cepat Sahabat, tips kesehatan. Dalam keadaan normal atau stabil, kolesterol memang memiliki beberapa fungsi penting dalam tubuh manusia. Beberapa fungsi kolesterol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah, trombosit dan faktor pembekuan darah (Dewoto, 2007). dengan demikian dapat menghentikan perdarahan (Tan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah, trombosit dan faktor pembekuan darah (Dewoto, 2007). dengan demikian dapat menghentikan perdarahan (Tan, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hemostatis merupakan proses penghentian perdarahan secara spontan pada pembuluh darah, trombosit dan faktor pembekuan darah (Dewoto, 2007). Hemostatika adalah produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang NSAID (non-steroidal antiinflamatory drugs) merupakan obat yang memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trauma, penyakit periodontal, impaksi dan kebutuhan perawatan. dipisahkan dari jaringan lunak yang mengelilinginya menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. trauma, penyakit periodontal, impaksi dan kebutuhan perawatan. dipisahkan dari jaringan lunak yang mengelilinginya menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekstraksi gigi dilakukan untuk sejumlah alasan, termasuk karies, trauma, penyakit periodontal, impaksi dan kebutuhan perawatan ortodontik. 1 Ekstraksi dicapai

Lebih terperinci

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN TUMPANG PAYUK ( ACALYPHA INDICA

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN TUMPANG PAYUK ( ACALYPHA INDICA TESIS PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN TUMPANG PAYUK (ACALYPHA INDICA L.) MEMPERPANJANG WAKTU PERDARAHAN DAN KOAGULASI DARAH MENCIT (MUS MUSCULUS) JANTAN GALUR BALB/C NI MADE SUMETRI NIM 1390761001 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka a. Kardiovaskuler Penyakit kardiovaskular adalah penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Karena sistem kardiovaskular sangat vital, maka penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH

UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH SKRIPSI SARJANA FARMASI Oleh: MUTIA HARISSA No. BP 0811013150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER ABSTRAK EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER Vanny Aprilyany, 2006, Pembimbing I : Jo.Suherman, dr., MS., AIF Pembimbing II : Rosnaeni,

Lebih terperinci

Mekanisme Pembekuan Darah

Mekanisme Pembekuan Darah Mekanisme Pembekuan Darah Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble fibrinogen, memperkuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat 3.2 Bahan 3.3 Hewan Uji

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat 3.2 Bahan 3.3 Hewan Uji BAB 3 PERCOBAAN Alat, bahan, dan hewan uji yang diperlukan dalam percobaan dijelaskan dalam bab ini. Prosedur yang dilakukan meliputi penyiapan bahan tanaman, pembuatan jus, orientasi pembuatan model tikus

Lebih terperinci

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini rimpang jahe merah dan buah mengkudu yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak masing-masing 9,44 % dan 17,02 %.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam keadaan tidak mudah melekat (adhesi) terhadap endotel pembuluh darah atau menempel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang terpenting di dambakan oleh setiap umat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang terpenting di dambakan oleh setiap umat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang terpenting di dambakan oleh setiap umat manusia. Apabila kesehatan terganggu, maka semua aktivitas akan tergangggu. Penyebab terganggunya

Lebih terperinci

Kata kunci: waktu perdarahan, pencabutan gigi, ekstrak etanol daun teh (Camellia Sinensis L.Kuntze), mencit Swiss Webster.

Kata kunci: waktu perdarahan, pencabutan gigi, ekstrak etanol daun teh (Camellia Sinensis L.Kuntze), mencit Swiss Webster. ABSTRAK Perdarahan merupakan salah satu komplikasi pasca tindakan pencabutan gigi. Perdarahan dapat berhenti karena terdapat efek hemostatik pada tubuh. Tanaman teh mengandung zat tannin yang sangat tinggi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH NANAS

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH NANAS ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.) MUDA DAN TUA TERHADAP JUMLAH JANIN MATI MENCIT BETINA GALUR SWISS WEBSTER BUNTING AWAL DAN AKHIR Naurah Alzena Hana Dhea, 1210005

Lebih terperinci

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM:

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM: TESIS PELATIHAN BERJALAN DENGAN TANGAN JARAK 5 METER 5 REPETISI 4 SET LEBIH MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT LENGAN DARI PADA 4 REPETISI 5 SET PADA SISWA PUTRA KELAS VII SMP NEGERI 9 DENPASAR ANAK AGUNG GEDE

Lebih terperinci

MENURUNKAN TEKANAN DARAH TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

MENURUNKAN TEKANAN DARAH TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR TESIS PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU (Morinda Citrifolia L) MENURUNKAN TEKANAN DARAH TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR (Rattus Norvegicus) YANG HIPERTENSI GUSTI NGURAH BAGUS TISTA NIM 0990761032 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 200 SM sindrom metabolik yang berkaitan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein, diberi nama diabetes oleh Aretaeus, yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri menjadi masalah umum yang sering dikeluhkan masyarakat. Secara global, diperkirakan 1 dari 5 orang dewasa menderita nyeri dan 1 dari 10 orang dewasa didiagnosis

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN Steffanny H H Katuuk, 1310114, Pembimbing I : Lusiana Darsono,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

DWI ARIFIYANI PENGARUH EKSTRAK AIR DAUN BELIMBING WULUH DAN JUS BUAH DAN BATANG NANAS TERHADAP PERILAKU MODEL TIKUS STROKE

DWI ARIFIYANI PENGARUH EKSTRAK AIR DAUN BELIMBING WULUH DAN JUS BUAH DAN BATANG NANAS TERHADAP PERILAKU MODEL TIKUS STROKE DWI ARIFIYANI 10703044 PENGARUH EKSTRAK AIR DAUN BELIMBING WULUH DAN JUS BUAH DAN BATANG NANAS TERHADAP PERILAKU MODEL TIKUS STROKE PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic

BAB I PENDAHULUAN. Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic acid atau metabolisme purin dalam tubuh. Berdasarkan penelitian bahwa 90% dari asam urat merupakan

Lebih terperinci

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid, BAB 1 PENDAHULUAN Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan terhadap protein hewani terus meningkat yang disebabkan oleh jumlah penduduk yang pesat, pendapatan masyarakat dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Asam Asetilsalisilat (AAS) merupakan turunan dari asam salisilat yang ditemukan dari ekstraksi kulit pohon Willow Bark (Miller et al.,1978). AAS diperoleh dengan mereaksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat anti inflamasi nonosteroid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi diseluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetik, antipiretik dan anti

Lebih terperinci

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK SKRIPSI Oleh Tita Swastiana Adi NIM 102010101098 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

RIZKI SITI NURFITRIA

RIZKI SITI NURFITRIA RIZKI SITI NURFITRIA 10703058 EFEK ANTIOKSIDAN IN VITRO EKSTRAK BAWANG PUTIH, KUNYIT, JAHE MERAH, MENGKUDU, SERTA BEBERAPA KOMBINASINYA DAN EX VIVO EKSTRAK BAWANG PUTIH, KUNYIT, DAN KOMBINASINYA PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suhu yang tinggi, syok listrik, atau bahan kimia ke kulit. 1, 2

BAB I PENDAHULUAN. suhu yang tinggi, syok listrik, atau bahan kimia ke kulit. 1, 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar adalah luka yang disebabkan karena pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh, baik lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar merupakan

Lebih terperinci

EFEK DIURETIK DAN DAYA LARUT BATU GINJAL DARI EKSTRAK TALI PUTRI (Cassytha filiformis L.)

EFEK DIURETIK DAN DAYA LARUT BATU GINJAL DARI EKSTRAK TALI PUTRI (Cassytha filiformis L.) EFEK DIURETIK DAN DAYA LARUT BATU GINJAL DARI EKSTRAK TALI PUTRI (Cassytha filiformis L.) Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang dilaksanakan di Poli Gigi dan Mulut Puskesmas. 1 Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar di dunia. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap tahun, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

EFEK HEMOSTATIS EKSTRAK METANOL DAUN SISIK NAGA (Drymoglossum Piloselloides Presl.) PADA TIKUS JANTAN (Rattus norvegicus L.

EFEK HEMOSTATIS EKSTRAK METANOL DAUN SISIK NAGA (Drymoglossum Piloselloides Presl.) PADA TIKUS JANTAN (Rattus norvegicus L. EFEK HEMOSTATIS EKSTRAK METANOL DAUN SISIK NAGA (Drymoglossum Piloselloides Presl.) PADA TIKUS JANTAN Ika Rahayu, Hadi Kuncoro, Arsyik Ibrahim Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan salah satu tanaman yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Jauhari & Tirtoboma (2001) memaparkan bahwa mengkudu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal dasar dalam kehidupan untuk menunjang semua aktivitas mahkluk hidup. Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. hal dasar dalam kehidupan untuk menunjang semua aktivitas mahkluk hidup. Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hal dasar dalam kehidupan manusia. Dengan kondisi yang sehat dan tubuh yang prima, manusia dapat melaksanakan proses kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia dibandingkan dengan jabatan, kekuasaan ataupun kekayaan. Tanpa kesehatan yang optimal, semuanya akan menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan posttest only control group design. 23 R : X O-1 ( ) O-2 Dalam rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serat. Kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak termasuk

BAB I PENDAHULUAN. serat. Kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perubahan gaya hidup masyarakat mulai banyak terjadi sejalan dengan kemajuan teknologi. Gaya hidup yang kurang aktivitas fisik mulai banyak ditemukan, bahkan sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit parasit di Indonesia masih menempati posisi penting seperti juga penyakit infeksi lainnya. Telah banyak upaya yang dilakukan untuk pemberantasan penyakit ini

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK Pengujian aktivitas analgetika infusa daun alpukat

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK JUS PAPRIKA (Capsicum annuum L. annuum) TERHADAP WAKTU PEMBEKUAN DARAH PRIA DEWASA NORMAL

ABSTRAK. EFEK JUS PAPRIKA (Capsicum annuum L. annuum) TERHADAP WAKTU PEMBEKUAN DARAH PRIA DEWASA NORMAL ABSTRAK EFEK JUS PAPRIKA (Capsicum annuum L. annuum) TERHADAP WAKTU PEMBEKUAN DARAH PRIA DEWASA NORMAL Yuliana, 2007. Pembimbing I : Pinandojo Djojosoewarno, dr., drs., AIF. Pembimbing II : Rosnaeni, dra.,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 01. Sample penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini banyak diderita oleh sebagian orang yaitu diabetes mellitus.

BAB I PENDAHULUAN. saat ini banyak diderita oleh sebagian orang yaitu diabetes mellitus. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, penyakit yang diderita oleh sebagian orang juga bervariasi. Salah satu penyakit degeneratif yang saat ini banyak diderita oleh sebagian

Lebih terperinci

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK SKRIPSI Oleh Mochamad Bagus R. NIM 102010101090 FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK ANTIPIRETIK EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE MERAH ( Zingiberis rhizoma) TERHADAP MENCIT GALUR SWISS-WEBSTER

ABSTRAK. EFEK ANTIPIRETIK EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE MERAH ( Zingiberis rhizoma) TERHADAP MENCIT GALUR SWISS-WEBSTER ABSTRAK EFEK ANTIPIRETIK EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE MERAH ( Zingiberis rhizoma) TERHADAP MENCIT GALUR SWISS-WEBSTER Mirna Primasari, 2006, Pembimbing utama : Winsa Husin, dr., MSc., M. Kes Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang timbul karena faktor keturunan. Padahal diabetes merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pasienpasien sakit kritis yang kerap membutuhkan

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL KUNYIT

ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL KUNYIT ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DAN EKSTAK ETANOL KENCUR (Kaempferia galanga Linn.) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN DENGAN METODE HOT PLATE Thomas Utomo, 1210023,

Lebih terperinci

penyempitan pembuluh darah, rematik, hipertensi, jantung koroner, dan batu ginjal (Henry, 2001; Martindale, 2005). Asam urat dihasilkan dari pecahnya

penyempitan pembuluh darah, rematik, hipertensi, jantung koroner, dan batu ginjal (Henry, 2001; Martindale, 2005). Asam urat dihasilkan dari pecahnya BAB 1 PENDAHULUAN Banyak penyakit yang terjadi pada tubuh manusia, selalu disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri terutama merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh yang menandakan terjadinya kerusakan

Lebih terperinci

penglihatan (Sutedjo, 2010). Penyakit ini juga dapat memberikan komplikasi yang mematikan, seperti serangan jantung, stroke, kegagalan ginjal,

penglihatan (Sutedjo, 2010). Penyakit ini juga dapat memberikan komplikasi yang mematikan, seperti serangan jantung, stroke, kegagalan ginjal, BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang dapat terjadi pada semua kelompok umur dan populasi, pada bangsa manapun dan usia berapapun. Kejadian DM berkaitan erat dengan faktor keturunan,

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam 1. Agen Pelindung Mukosa a Sukralfat Dosis Untuk dewasa 4 kali sehari 500-1000 mg (maksimum 8 gram/hari) sewaktu lambung kosong (1 jam sebelum makan dan tidur). Pengobatan dianjurkan selama 4-8 minggu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam adalah kenaikan suhu diatas normal. bila diukur pada rectal lebih dari 37,8 C (100,4 F), diukur pada oral lebih dari 37,8 C, dan bila diukur melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Prevalensi penyakit terkait inflamasi di Indonesia, seperti rematik (radang sendi) tergolong cukup tinggi, yakni sekitar 32,2% (Nainggolan, 2009). Inflamasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA meter di atas permukaan laut. Nanas berasal dari Brazil, Argentina

BAB II TINJAUAN PUSTAKA meter di atas permukaan laut. Nanas berasal dari Brazil, Argentina BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nanas Di Indonesia, nanas ditanam di kebun-kebun, pekarangan, dan tempat-tempat lain yang cukup mendapat sinar matahari pada ketinggian 1-1300 meter di atas permukaan laut. Nanas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (Sukandar et al., 2009). Diabetes menurut WHO (1999) adalah

Lebih terperinci

MANFAAT KULIT MANGGIS. OKTOBER 2013 Abdul Malik

MANFAAT KULIT MANGGIS. OKTOBER 2013 Abdul Malik MANFAAT KULIT MANGGIS OKTOBER 2013 Abdul Malik - 649226 Manggis (Garcinia mangostana) adalah tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara. Buah manggis adalah buah musiman dengan kulitnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh paling luas yang melapisi seluruh bagian tubuh, dan membungkus daging dan organ-organ yang berada di dalamnya. Ratarata luas kulit pada manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah sebuah gangguan metabolisme lipoprotein yang ditunjunkkan dengan adanya peningkatan kolesterol total, low-density lipoprotein (LDL) kolesterol,

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH (Caryophylli flos) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster

ABSTRAK. EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH (Caryophylli flos) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH (Caryophylli flos) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster Fanny Rusaydimanto, 2006, Pembimbing I : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes. Pembimbing II :

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL HERBA JOMBANG (Taraxacum officinale Weber et Wiggers) TERHADAP MENCIT BETINA GALUR Swiss Webster

ABSTRAK. EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL HERBA JOMBANG (Taraxacum officinale Weber et Wiggers) TERHADAP MENCIT BETINA GALUR Swiss Webster ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL HERBA JOMBANG (Taraxacum officinale Weber et Wiggers) TERHADAP MENCIT BETINA GALUR Swiss Webster R. Suci Indra Purnama, 2007 Pembimbing I : Diana K Jasaputra, dr.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pada lumen arteri koroner akibat arterosklerosis, atau spasme, atau gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi tanaman jeruk nipis 1. Klasifikasi Klasifikasi jeruk nipis menurut (Sarwono,2001) adalah sebagai berikut : Regnum Devisi Sub Divisi Class Subclass Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di masyarakat angka kejadian infeksi masih tinggi dan masih banyak infeksi tersebut dikarenakan oleh infeksi bakteri. Salah satu bakteri penyebab adalah Staphylococcus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup dengan memilih makan yang siap saji menjadi pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. Masyarakat kita, umumnya diperkotaan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mekanisme Hemostasis Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang amat kompleks, berlangsung secara terus menerus dalam mencegah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi BAB V PEMBAHASAN A. Uji Tekanan Darah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi larutan NaCl 8%, didapatkan hasil berupa penurunan rerata tekanan darah sebelum dan sesudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes adalah penyakit tertua didunia. Diabetes berhubungan dengan metabolisme kadar glukosa dalam darah. Secara medis, pengertian diabetes mellitus

Lebih terperinci