PROSPEK PENAWARAN DAN PERMINTAAN PANGAN UTAMA: Analisis Masalah, Kendala dan Opsi Kebijakan Revitalisasi Produksi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSPEK PENAWARAN DAN PERMINTAAN PANGAN UTAMA: Analisis Masalah, Kendala dan Opsi Kebijakan Revitalisasi Produksi"

Transkripsi

1 PROSPEK PENAWARAN DAN PERMINTAAN PANGAN UTAMA: Analisis Masalah, Kendala dan Opsi Kebijakan Revitalisasi Produksi Pantjar Simatupang dan M. Maulana Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian PENDAHULUAN Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang telah dicanangkan oleh Presiden RI tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat MERUPAKAN HAL YANG SANGAT STRATEGIS mengingat vitalitas sektor pertanian saat ini sedang mengalami degradasi yang ditunjukkan oleh terjadinya levelling off (penurunan dan deselerasi) produksi beberapa komoditas pertanian, kususnya komoditas pangan. Penurunan dan deselerasi kapasitas produksi tersebut telah menyebabkan kapasitas negara dalam menyediakan pangan menurun yang ditunjukkan masih tingginya impor komoditas pangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Sebagai gambaran umum, pada tahun 2006, untuk komoditas padi, walapun kita mampu mengurangi impor, namun tingkat produksi masih fluktuatif; Secara kuantitas, impor jagung, kedelai, gula, dan daging sapi masing-masing sebesar 11,23 persen; 64,86 persen; 37,48 persen dan 29,09 persen dari kebutuhan. Apabila hal ini dibiarkan, selain akan memperlemah perekonomian nasional karena pengurasan devisa, juga akan meningkatkan harga pangan di dalam negeri. Peningkatan harga pangan tersebut akan mengakselerasi inflasi karena sumbangan harga pangan terhadap inflasi cukup besar. Peningkatan inflasi tersebut akan mendorong kenaikan suku bunga yang akan menghambat investasi di sektor ekonomi termasuk sektor pertanian. Memang sangat ironis gejala penurunan dan deselerasi produksi terjadi pada kondisi potensi lahan dan inovasi teknologi untuk perluasan usahatani masih tersedia. Dari luas lahan yang sesuai untuk usaha pertanian sebesar 100,8 juta hektar, telah dimanfaatkan 68,8 juta hektar, sehingga lahan yang belum dimanfaatkan sekitar 32 juta hektar. Selain itu, terdapat potensi lahan untuk usaha pertanian berupa lahan terlantar 11,5 juta hektar serta pekarangan 5,4 juta hektar, dan belum termasuk lahan gambut dan lebak yang potensinya cukup besar. Para ahli pertanian Indonesia telah menguasai teknologi pertanian mutahir yang diterapkan di negera-negara maju, namun inovasi teknologi tersebut mengalami kemandekan dalam penyebarannya karena selain faktor sistem delivery-nya yang masih lemah, juga faktor receiving-nya (petaninya). Dengan demikian, masalah utama yang dihadapi sektor pertanian khususnya berkaitan dengan masalah ketahahan pangan saat ini adalah rendahnya kapasitas aktual dibanding potensinya. Sementara teknologi sudah banyak tersedia untuk mengembangkan kapasitas aktual tersebut, namun terkendala oleh rendahnya pembiayaan untuk penerapan teknologi maju, termasuk di dalamnya juga tidak memadainya infrastruktur sistem delivery dan receiving di sektor pertanian, sehingga aliran teknologi dan inputnya ke dalam sektor pertanian serta aliran output ke luar sektor pertanian tidak lancar. Pengembangan kapasitas aktual produksi pangan diperlukan agar ketahanan pangan dapat ditingkatkan, lapangan kerja dapat diciptakan, insiden kemiskinan dapat dikurangi, pengurasan devisa negara dapat ditekan, dan harga pangan dapat diturunkan. Mengingat sumbangan harga pangan terhadap inflasi cukup tinggi, maka penurunan harga pangan akan menurunkan inflasi. Penurunan inflasi akan menurunkan suku bunga bank yang akan mendorong investasi di semua sektor ekonomi. Dengan demikian peningkatan kapasitas aktual produksi pangan merupakan upaya strategis bagi pembangunan kapasitas perekonomian bangsa ini. Makalah ini membahas mengenai masalah dan kendala, serta opsi kebijakan peningkatan produksi pangan. 1

2 Produksi DINAMIKA PRODUKSI Analisis dinamika produksi difokuskan pada perkembangan level, pertumbuhan dan variabilitas hasil usahatani. Untuk usahatani tanaman (padi dan jagung), per-kembangan produksi diurai menurut sumber-sumbernya yaitu luas panen dan produktivitas lahan per hektar. Dengan sendirinya, pertumbuhan produksi dapat pula diurai menurut sumbernya, yaitu pertumbuhan luas panen dan pertumbuhan produktivitas. Bila data luas baku lahan tersedia, perubahan luas panen tanaman semusim (padi dan jagung) dapat pula diurai menjadi perubahan luas baku lahan dan perubahan produktivitas. Variabilitas diukur sebagai koefisien variasi dari galat regresi trend. Tanaman Pangan (Padi dan Jagung) Setelah mengalami akselerasi pada tahun 1980-an, produksi padi terus mengalami perlambatan pertumbuhan sejak awal dekade 1990-an. Laju pertumbuhan produksi padi meningkat dari 1,10 persen/tahun pada periode menjadi 5,32 persen/tahun pada periode , yang kemudian menurun terus menjadi 1,29 persen/tahun pada periode dan 1,04 persen/tahun pada periode (Tabel 1). Kinerja usahatani padi mengalami puncak pada periode Dengan laju pertumbuhan produksi 5,32 persen/tahun, swasembada beras dapat diraih pada tahun 1984 dan bertahan beberapa tahun kemudian. Dengan laju pertumbuhan penduduk yang masih diatas 1,30 persen/tahun, produksi padi per kapita mengalami pertumbuhan negatif sejak awal dekade 1990-an. Tabel 1. Kinerja Produksi Padi dan Jagung di Indonesia, No. Uraian Padi Luas panen a. Rata-rata (ha) b. Pertumbuhan (%) 0,94 1,78 1,28-0,17 c. Koefisien variasi (%) 2,16 2,11 2,28 1,73 Produktivitas a. Rata-rata (ton/ha) 2,87 3,86 4,34 4,47 b. Pertumbuhan (%) 0,16 3,53 0,00 1,22 c. Koefisien variasi (%) 7,96 2,46 1,72 0,60 Produksi a. Rata-rata (ton) b. Pertumbuhan (%) 1,10 5,32 1,29 1,04 c. Koefisien variasi (%) 7,93 2,45 2,68 1,35 2 Jagung Luas panen a. Rata-rata (ha) b. Pertumbuhan (%) 0,63 1,27 1,60 0,80 c. Koefisien variasi (%) 15,86 13,46 7,65 5,39 Produktivitas a. Rata-rata (ton/ha) 1,16 1,76 2,36 3,12 b. Pertumbuhan (%) 3,90 4,14 2,36 4,33 c. Koefisien variasi (%) 1,84 1,69 3,94 1,45 Produksi a. Rata-rata (ton) b. Pertumbuhan (%) 4,53 5,41 3,96 5,13 c. Koefisien variasi (%) 15,65 13,18 9,51 5,01 Sumber: BPS, diolah 2

3 Produksi padi per kapita yang mengalami pertumbuhan negatif sejak dekade 1990-an merupakan bukti sederhana bahwa sejak awal 1990-an swasembada beras tidak dapat dipertahankan secara berkelanjutan. Kiranya dicatat, pertumbuhan produksi padi pada tahun 2005 hanya 0,12 persen, yang berarti produksi padi per kapita menurun sekitar 1,2 persen. Sangat tidak mungkin swasembada beras tercapai pada tahun Oleh karena itulah, keputusan pemerintah melanjutkan kebijakan larangan impor beras telah menyebabkan harga beras domestik melonjak dan menjadi salah satu sumber utama inflasi. Pertumbuhan produksi padi yang luar biasa pada dekade 1980-an merupakan hasil kinerja prima dari peningkatan luas panen dan produktivitas. Pertumbuhan luas panen melonjak dari hanya 0,94 persen/tahun pada periode menjadi 1,78 persen/tahun pada periode , sedangkan pertumbuhan produktivitas melonjak dari hanya 0,16 persen/ tahun pada periode menjadi 3,53 persen/tahun pada periode Kinerja yang luar biasa ini merupakan hasil perpaduan dari: (1) Adanya terobosan teknologi Revolusi Hijau ; (2) Potensi intensifikasi dan ekstensifikasi lahan masih tinggi; (3) Dukungan kebijakan komprehensif dan terpadu; (4) Administrasi pemerintahan terpadu sentralistik; dan (5) Dukungan politik. Teknologi revolusi hijau untuk padi pertama kali ditemukan oleh International Rice Research Institute (IRRI) pada pertengahan 1960-an. Karakteristik dasar teknologi ini ialah: 1. Benih unggul berumur pendek sehingga dapat meningkatkan luas panen melalui peningkatan intensitas tanam. 2. Responsif terhadap pupuk kimia, utamanya urea, sehingga dapat meningkatkan produktivitas melalui peningkatan penggunaan pupuk, 3. Membutuhkan lingkungan prima, utamanya irigasi terkelola. Dengan karakteristik demikian, dengan tepat pemerintah menyusun paket kebijakan terpadu berikut. 1. Pembangunan lembaga penelitian dan pengembangan padi dengan tugas utama mengembangkan dan mengadaptasikan teknologi revolusi hijau varian IRRI. 2. Membangun jaringan irigasi, utamanya berbasis bendungan skala besar. 3. Mencetak lahan sawah baru secara besarbesaran. 4. Membangun industri input usahatani: pabrik pupuk dan pestisida. 5. Membangun lembaga sistem penyaluran (delivery system) maupun sistem penerimaan (receiving system) sarana dan permodalan usahatani, sistem pemasaran hasil usahatani, dan organisasi (kelompok) petani. 6. Memberikan insentif usahatani yang cukup merangsang: a. Benih, pupuk, pestisida dan modal usahatani dalam satu paket terpadu dan bersubsidi. b. Harga dasar gabah yang cukup tinggi. 7. Pembangunan sistem pascapanen, utamanya penggilingan padi dan mekanisasi prapanen (traktorisasi). 8. Pembangunan sistem penyuluhan yang menyentuh petani secara langsung. 9. Membangun organisasi terpadu Bimbingan Massal (BIMAS) yang dikendalikan langsung oleh Presiden. Lembaga ini yang berperan dalam menjamin semua sistem pendukung berjalan lancar di semua lini hingga tingkat petani. 10. Menjadikan kinerja usahatani padi sebagai indikator utama keberhasilan pejabat pemerintah terkait. Dukungan kebijakan pemerintah memang terkesan berlebihan, membutuhkan dukungan anggaran pemerintah yang amat besar dan kerap menimbulkan akses sosial yang kurang baik. Pengembangan industri perberasan benar-benar didominasi oleh peran pemerintah (government driven) sehingga menghilangkan prakarsa petani dan kelembagaan lokal. Terlepas dari ongkos dan akses negatif yang ditimbulkannya, dukungan pemerintah yang besar itulah yang memungkinkan produksi padi melonjak tajam dengan rata-rata laju pertumbuhan 5.32 persen per tahun pada periode Diraihnya swasembada beras pada tahun 1984 diakui oleh masyarakat dunia sebagai prestasi luar biasa mengingat pada pertengahan dekade 1970-an Indonesia merupakan importir terbesar dunia. Untuk itulah 3

4 Organisasi Pangan Dunia (FAO) memberikan penghargaan kepada Presiden Soeharto pada tahun Sayangnya, zaman keemasan usahatani padi tidak berlangsung lama. Kinerja usahatani padi benar-benar anjlok pada dekade 1990-an. Pertumbuhan luas panen menurun dari 1,78 persen per tahun pada periode menjadi 1,28 persen per tahun pada periode Sementara pertumbuhan produktivitas anjlok dari 3,53 persen per tahun pada periode menjadi praktis stagnan pada periode Dengan demikian anjloknya pertumbuhan produksi padi pada periode terutama adalah akibat dari anjloknya pertumbuhan produktivitas. Analisis lebih lanjut yang dilakukan oleh Simatupang dkk. (2004) menunjukkan bahwa penurunan kinerja usahatani padi sawah sudah terjadi sejak pertengahan 1980-an. Penyebabnya ialah penurunan pertumbuhan luas baku dan produktivitas lahan (Tabel 2). Di Jawa, luas baku lahan telah mengalami pertumbuhan negatif (berkurang absolut) sejak awal 1980-an dan terus mengalami percepatan penurunan. Luas baku lahan sawah di luar Jawa mengalami penurunan pertumbuhan sejak awal tahun 1990-an dan telah menjadi negatif sejak pertengahan tahun 1990-an. Produktivitas mengalami penurunan sejak pertengahan 1980-an dan terus mengalami percepatan sehingga menjadi negatif pada periode tahun Penurunan luas baku lahan adalah akibat dari peningkatan laju konversi lahan sawah yang akan diulas lebih lanjut pada Bab VI. Sedangkan penurunan pertumbuhan produktivitas adalah akibat dari telah terjadinya kejenuhan teknologi yang ada, sementara inovasi baru yang mampu meningkatkan produktivitas praktis sudah tidak ada sejak awal 1990-an. Selain itu, paket kebijakan terpadu yang sangat efektif pada dekade 1980-an secara parsial dan bertahap mengalami dekonstruksi. Pembangunan jaringan irigasi baru mengalami perlambatan. Sementara jaringan lama mengalami penurunan kualitas. Sekitar 25 persen dari jaringan irigasi yang ada saat ini telah mengalami kerusakan. Program pencetakan sawah baru juga praktis telah terhenti. Lembaga BIMAS telah dibubarkan. Paket kredit benih, pupuk, pestisida dan modal kerja terpadu sudah dihapuskan. Kebijakan subsidi pupuk memang masih ada namun pelaksanaannya penuh masalah sehingga kurang efektif. Penurunan pertumbuhan padi produksi terus berlanjut hingga lima tahun terakhir. Penyebab utamanya ialah penurunan luas panen yang mengalami pertumbuhan negatif. Hal ini menunjukkan penurunan luas baku lahan sawah berlanjut dan bahkan mengalami percepatan. Untunglah produktivitas kembali mengalami pertumbuhan positif sehingga pertumbuhan produksi padi masih tetap positif. Dengan demikian, kendala utama produksi padi Tabel 2. Dekomposisi Sumber-sumber Pertumbuhan Produksi Padi Sawah di Indonesia, (%) Wilayah/sumber Jawa a. Luas baku lahan b. Intensitas panen C. Hasil Total Luar Jawa a. Luas baku lahan b. Intensitas panen C. Hasil Total Indonesia a. Luas baku lahan b. Intensitas panen C. Hasil Total Sumber : Simatupang, Rusastra dan Maulana (2004) 4

5 saat ini ialah penurunan luas baku lahan sawah akibat alih fungsi lahan dan kejenuhan teknologi. Kedua masalah inilah yang mestinya agenda utama revitalisasi usahatani padi. Kiranya patut dicatat bahwa setelah sedikit menurun pada periode tahun , stabilitas produksi padi membaik pada periode Namun demikian, mengingat besarnya total produksi padi (sekitar 54 juta ton), koefisien variasi 1,35 persen masih cukup besar, utamanya bila titik perhatian ialah swasembada beras. Pada kondisi hampir tidak swasembada, penurunan produksi 1,35 persen dapat menyebabkan defisit sekitar 500 ribu ton beras yang cukup besar, untuk menimbulkan tekanan untuk mengimpor beras selanjutnya dapat menimbulkan polemik politis. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan stabilitas produksi padi masih perlu terus digiatkan. Fokus perhatian ialah stabilisasi luas panen dan faktor risiko utamanya akibat kekeringan dan kebanjiran. Perbaikan kualitas sistem irigasi merupakan kunci utama peningkatan stabilitas maupun pertumbuhan produksi padi. Tren kinerja produksi jagung relatif lebih baik daripada beras. Laju pertumbuhan produksi jagung meningkat dari 4,53 persen per tahun pada periode tahun menjadi 5,41 persen per tahun pada periode tahun , lalu sedikit menurun menjadi 3,96 persen per tahun pada periode tahun dan meningkat lagi menjadi 5,13 persen per tahun pada periode tahun (Tabel 1). Pertumbuhan produksi di atas 4-5 persen tergolong baik untuk komoditas pertanian terutama pangan. Jika dilihat menurut sumbernya, pertumbuhan produksi jagung terutama berasal dari peningkatan produktivitas. Produktivitas usahatani jagung meningkat dari 3,90 persen per tahun pada periode tahun menjadi 4,14 persen per tahun pada periode tahun , menurun menjadi 2,36 persen pada periode tahun dan meningkat lagi menjadi 4,33 persen per tahun pada periode tahun Berbeda dengan padi, laju pertumbuhan produktivitas jagung masih cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Laju pertumbuhan produktivitas jagung melampaui laju pertumbuhan produktivitas padi pada masa puncak revolusi hijau periode tahun , walaupun dukungan pemerintah untuk usahatani jagung relatif lebih kecil daripada untuk usahatani padi. Berbeda dengan padi yang sumber inovasinya lembaga penelitian publik (nasional maupun internasional), motor penggerak kemajuan inovasi pada usahatani jagung adalah lembaga penelitian swasta multinasional seperti Pioneer (kemudian merger menjadi Dupont), Cargill (Monsanto), dan BISI (Charoend Phokpand). Ketiga perusahaan swasta tersebut menguasai 93 persen dari produksi benih jagung di Indonesia. Dengan dukungan infrastruktur penelitian yang kuat, masing-masing perusahaan terus berlomba menghasilkan inovasi baru. Mereka juga memiliki sistem pemasaran benih yang amat baik sehingga inovasi baru dapat didiseminasikan dengan cepat. Secara empirik hal ini terbukti dari pertumbuhan produktivitas jagung yang tumbuh dengan kecepatan tinggi dan berkelanjutan. Seperti halnya luas panen padi pertumbuhan luas panen jagung pada awalnya meningkat dari 0,63 persen per tahun pada periode tahun menjadi 1,27 persen per tahun pada periode tahun lalu menjadi 1,60 persen per tahun pada periode tahun , namun kemudian anjlok menjadi 0,80 persen per tahun pada periode tahun Oleh karena sebagian besar usahatani jagung berbasis lahan sawah maka kiranya dapat dipastikan bahwa penurunan laju pertumbuhan luas panen jagung tersebut terutama adalah karena penurunan luas baku sawah akibat alih fungsi. Penurunan laju pertumbuhan luas panen jagung lebih lambat daripada luas panen padi karena varietas unggul jagung juga dapat ditanam dengan baik pada lahan kering. Selain tumbuh dengan kecepatan tinggi, produksi jagung juga semakin saja stabil dari tahun ke tahun. Walaupun trennya membaik signifikan, secara absolut produksi jagung masih tergolong labil. Koefisien variasi produksi jagung masih sedikit di atas 5 persen. Tingginya variabilitas produksi jagung ini adalah akibat dari tingginya variabilitas luas panen jagung. Variabilitas luas panen jagung sangat terkait dengan variabilitas harga jagung di pasar dunia dan harga jagung di tingkat petani relatif terhadap komoditas pesaing seperti padi dan kedelai. 5

6 Selain sektor swasta, peranan pemerintah daerah dalam pengembangan jagung juga relatif lebih besar dibanding komoditas tanaman lainnya. Salah satu provinsi yang telah memberikan perhatian luar biasa dalam pengembangan jagung ialah Gorontalo. Provinsi lain dipulau Sulawesi juga bekerja sama untuk mewujudkan Sulawesi sebagai sentra produksi utama (corn belt) di Indonesia. Prospek permintaan jagung juga baik. Permintaan jagung akan terus meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan terhadap pakan ternak dan ikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa prospek produksi jagung cukup baik. Masalah utamanya ialah stabilitas luas panen yang berarti pula stabilitas harga jagung di tingkat petani. Peternakan (ayam ras, sapi potong, kambing dan domba) Ayam ras adalah ternak introduksi yang baru dikembangkan di Indonesia pada awal tahun 1970-an dan datanya baru tersedia dalam dokumen resmi sejak tahun Bibit ayam ras dipasok oleh perusahaan multinasional. Usaha ternak ayam ras adalah usaha intensif. Ternak ayam dipelihara dalam kandang, diberi pakan buatan pabrik dan dirawat penuh waktu. Usaha ternak ayam pada umumnya merupakan usaha komersil, terspesialisasi dan sumber pendapatan utama bagi peternak bersangkutan. Usaha ternak ayam ras didominasi oleh perusahaan besar peternakan. Usaha ternak ayam ras ada dua jenis, ayam ras pedaging dan ayam ras petelur. Uraian berikut hanyalah untuk ayam ras pedaging. Sejak diintroduksikan pada awal tahun 1970-an, usaha ternak ayam ras pedaging berkembang pesat. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3., populasi ayam ras pedaging meningkat dengan laju pertumbuhan 35,61 persen per tahun pada periode tahun Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan pukulan berat terhadap usaha ternak ayam ras pedaging sehingga pertumbuhan populasinya anjlok menjadi hanya 2,10 persen per tahun pada periode tahun Seiring dengan pemulihan ekonomi, populasi ayam ras kembali meningkat dengan laju 16,33 persen per tahun pada periode tahun Produksi daging ayam ras berbanding lurus dengan jumlah populasinya. Produksi daging ayam ras meningkat dengan laju pertumbuhan 20,70 persen per tahun pada periode tahun Laju pertumbuhan produksi daging ayam ras anjlok menjadi 3,31 persen per tahun pada periode tahun Sekali lagi, anjloknya pertumbuhan produksi daging ayam ras pada periode ini adalah akibat dari krisis ekonomi Pada periode tahun , produksi daging ayam ras kembali meningkat pesat dengan laju pertumbuhan 16,33 persen per tahun. Rata-rata produksi daging ayam ras pada periode tahun telah mencapai ton per tahun. Pesatnya laju pertumbuhan peternakan ayam ras pedaging telah menjadikan daging ayam ras sebagai jenis daging yang paling banyak dihasilkan di Indonesia. Sejak dekade 1990-an, produksi daging ayam ras (rata-rata ton per tahun) telah melampaui produksi daging sapi (rata-rata ton per tahun). Produksi daging ayam ras juga telah melebihi total produksi daging unggas lainnya. Dengan pertumbuhan yang akseleratif, dominasi daging ayam ras terus meningkat, tidak saja pasokannya lebih melimpah, harga daging ayam ras juga lebih murah dari semua jenis daging lainnya sehingga daging ayam menjadi sumber utama protein hewani bagi rakyat Indonesia. Berbeda dengan usaha ternak ayam ras yang tumbuh dengan pesat dan akseleratif, usaha ternak sapi, kambing dan domba tumbuh lambat dan konstan atau menurun. Untuk sapi potong, misalnya laju pertumbuhan populasi meningkat dari 0,40 persen per tahun pada periode tahun menjadi 4,62 persen per tahun pada periode tahun , namun kemudian terus menurun menjadi 1,11 persen per tahun pada periode tahun dan negatif 0,91 persen per tahun pada periode tahun Jumlah populasi sapi potong, telah menurun secara absolut dari ratarata ekor per tahun pada periode tahun menjadi ekor per tahun pada periode tahun Hal ini menunjukkan kapasitas produksi usaha ternak sapi potong menurun secara absolut. Berbanding lurus dengan perkembangan populasinya, produksi daging sapi tumbuh lambat dan praktis konstan sekitar 2,3 persen per tahun. Produksi daging sapi pada periode hanya ton per 6

7 Tabel 3. Kinerja Produksi Usaha Peternakan di Indonesia, No. Uraian Ayam ras pedaging Populasi a. Rata-rata (ekor) TAD b. Pertumbuhan (%) TAD 35,61 2,10 16,33 c. Koefisien variasi (%) TAD 11,22 32,72 13,17 Produksi a. Rata-rata (ton) TAD b. Pertumbuhan (%) TAD 20,70 3,31 18,39 c. Koefisien variasi (%) TAD 4,04 31,12 7,54 2 Sapi potong Populasi a. Rata-rata (ekor) b. Pertumbuhan (%) 0,40 4,62 1,11-0,91 c. Koefisien variasi (%) 1,28 7,50 2,91 3,97 Produksi a. Rata-rata (ton) b. Pertumbuhan (%) 2,72 1,40 2,28 2,73 c. Koefisien variasi (%) 5,61 4,78 8,72 10,61 3 Kambing Populasi a. Rata-rata (ekor) b. Pertumbuhan (%) 2,11 3,62 1,44 1,41 c. Koefisien variasi (%) 6,47 8,26 5,23 2,79 Produksi a. Rata-rata (ton) b. Pertumbuhan (%) 11,77 5,81-3,35 4,49 c. Koefisien variasi (%) 16,09 13,56 13,44 9,38 4 Domba Populasi a. Rata-rata (ekor) b. Pertumbuhan (%) 1,18 3,73 2,01 2,32 c. Koefisien variasi (%) 7,10 4,73 5,25 1,17 Produksi a. Rata-rata (ton) b. Pertumbuhan (%) 6,19 6,33 0,03 12,04 c. Koefisien variasi (%) 15,30 9,08 12,67 22,31 Keterangan : Periode untuk ayam ras pedaging dan petelur dimulai tahun, jauh di bawah produksi daging ayam ras yang mencapai ton per tahun. Daging sapi tidak lagi jenis daging yang paling banyak dihasilkan di Indonesia. Kiranya juga dicatat bahwa produksi daging sapi cenderung makin tidak stabil. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3, koefisien variasi produksi daging sapi terus meningkat dari 4,78 persen pada periode tahun menjadi 10,61 persen pada periode tahun Setelah meningkat dari 2,11 persen per tahun pada periode tahun menjadi 7

8 3,62 persen per tahun pada periode tahun , laju pertumbuhan populasi kambing praktis konstan pada sekitar 1,4 persen per tahun sejak awal tahun 1990-an. Jumlah populasi kambing konstan sekitar 12,6 juta ekor. Produksi daging kambing meningkat dari rata-rata ton per tahun pada periode tahun , menjadi ton per tahun pada periode tahun dan ton per tahun pada periode tahun , lalu menurun menjadi ton per tahun pada periode tahun Produksi daging kambing cenderung makin stabil. Kinerja usaha ternak domba sedikit lebih baik daripada kambing. Walaupun laju pertumbuhan rendah, populasi domba masih menunjukkan tren peningkatan. Populasi ternak domba terus meningkat dari rata-rata 3,5 juta ekor pada periode tahun , lalu menjadi 6,8 juta ekor pada periode tahun dan 7,7 juta ekor pada periode tahun Laju pertumbuhan populasi ternak domba tetap rendah sekitar 2,0 2,3 persen per tahun dalam 15 tahun terakhir. Produksi daging domba juga terus meningkat dari ton per tahun pada periode tahun , menjadi ton per tahun pada periode tahun , lalu menjadi ton per tahun pada periode tahun dan ton per tahun pada periode tahun Sayangnya, produksi daging domba amat tidak stabil. Koefisien variasi mencapai 22,31 persen pada periode tahun Secara umum dapat dikatakan bahwa daging ayam ras akan menjadi sumber utama pertumbuhan produksi daging di Indonesia. Produksi daging ayam ras diperkirakan akan terus mengalami akselerasi pertumbuhan. Persoalan pokok dalam produksi ayam ras pedaging ialah ancaman penyakit flu burung yang merebak di Indonesia sejak tahun 2004 dan hingga kini masih belum dapat dikendalikan dan bahkan cenderung meluas di seluruh Indonesia. Ancaman kedua ialah peningkatan harga pakan yang utamanya ditentukan oleh harga jagung dunia. Dalam hal ini, stabilitas nilai tukar rupiah juga turut menentukan stabilitas harga pakan. Peternakan tradisional seperti sapi potong, kambing dan domba diperkirakan akan terus mengalami pertumbuhan lambat. Kendala utamanya ialah semakin terbatasnya padang penggembalaan dan sifat usaha ternak yang umumnya usaha sambilan. Pemacuan produksi ternak tradisional ini mungkin dapat dilakukan melalui reformasi usaha ternak. Usaha ternak harus dirubah dari land based yang mengandalkan pakan hijauan ke non land based yang mengandalkan pakan buatan. Usaha ternak juga harus diubah dari usaha sambilan menjadi usaha utama keluarga. Dalam konteks ini, peranan perusahaan besar swasta juga perlu didorong. Selama ini, perusahaan besar swasta peternakan masih sedikit dan praktis terbatas pada usaha penggemukan sapi asal impor. PROSPEK PENAWARAN DAN PERMINTAAN DOMESTIK Dalam bab ini diuraikan proyeksi penawaran dan permintaan domestik tiap komoditas serta neraca penawaran dan permintaan masing-masing komoditas tersebut. Proyeksi dilakukan dengan menggunakan elastisitas dari hasil estimasi sendiri atau penelitian terdahulu. Penawaran di proyeksi secara bertahap, melalui proyeksi luas panen dan produksi produktivitas, atau secara langsung melalui proyeksi produksi, tanpa menduga luas panen dan produktivitas, tergantung pada cara mana yang lebih tinggi validitasnya dan ketersediaan data dasar untuk proyeksi. Permintaan didefinisikan sebagai total penggunaan domestik atau konsumsi bruto domestik (apparent domestic comsumption) yang dihitung sebagai produksi domestik plus impor netto. Respon penawaran atau permintaan diduga dengan mempergunakan data deret waktu selama periode tahun /2005, kecuali untuk ayam ras pedaging yang mempergunakan data periode tahun Proyeksi dilakukan untuk periode tahun Hasil proyeksi ini hendaklah dipandang sebagai petunjuk kecenderungan ke depan. Hasil proyeksi pasti mengandung kesalahan yang membuatnya berbeda dari realisasi besaran absolutnya, tergantung pada akurasi asumsi (utamanya elastisitas dan pertumbuhan variabel determinan bersangkutan) yang digunakan. Komoditas Tanaman Pangan (Gabah/Beras dan Jagung) Hasil estimasi fungsi respon luas panen padi (Tabel 4) menunjukkan bahwa harga 8

9 Tabel 4. Fungsi Respon Luas Panen Padi dengan Memasukkan Harga Gabah dan Pupuk sebagai Determinan, Indonesia, /05 Peubah Koefisien dugaan Statistik-t P-Value Intersep 15, ,64 0,0000 Harga gabah 0, ,7483 0,4607 Harga gabah x tahun -0, ,6906 0,4957 Harga pupuk urea 0, ,8805 0,0709 Harga pupuk urea x tahun -0, ,7760 0,0870 Tahun 0, ,3542 0,0024 Tahun kuadrat -0, ,2435 0,2435 R 2 0, Tabel 5. Fungsi Tren Waktu Luas Panen Padi Aktual, Indonesia, /05 Peubah Koefisien dugaan Statistik-t P-Value Konstanta ,39 0,0000 Tahun ,5530 4,1321 Tahun kuadrat ,9770 0,0583 Tahun pangkat tiga -187,41-2,5977 0,0150 R 2 0,98 gabah yang diterima petani tidak berpengaruh nyata secara statistik. Elastisitas luas panen padi terhadap harga gabah cenderung menurun menurut waktu dan menjadi nihil pada tahun 1986/1987. Respon luas panen terhadap harga urea bertentangan dengan harapan teoritis, pada awalnya positif lalu menjadi negatif pada tahun dan selanjutnya elastisitasnya meningkat terus. Mestinya, res-pon luas panen terhadap harga pupuk selalu negatif dan besar elastisitasnya cenderung menurun. Selain itu, respon luas panen padi terhadap harga pupuk urea tersebut hanya nyata secara statistik pada taraf diatas 7 persen. Oleh karena itu, untuk proyeksi tahun , luas panen padi diasumsikan hanya dipengaruhi oleh tren waktu. Setelah melakukan berbagai uji coba, fungsi tren waktu luas panen aktual padi yang paling cocok ialah polinomial pangkat tiga (Tabel 5) dengan koefisien determinasi atau R 2 sekitar 98 persen. Dugaan parameter untuk tahun dan tahun kuadrat bertanda positif sedangkan tahun pangkat tiga bertanda negatif. Ini berarti, laju pertumbuhan luas panen berbentuk kurva parabola terbalik, mula-mula meningkat (mengalami percepatan) hingga mencapai titik maksimum dan selanjutnya terus mengalami penurunan (mengalami perlambatan) hingga menjadi negatif. Berdasarkan hasil dugaan koefisien, laju pertumbuhan luas panen padi menjadi negatif pada tahun Ini berarti pada periode proyeksi tahun , luas panen padi akan cenderung menurun secara absolut. Kiranya perlu dicatat bahwa perkiraan ini didasarkan pada pola kecenderungan masa lalu yang realitasnya dapat berbeda bila pola kecenderungan tersebut mengalami perubahan. Fungsi inilah yang akan digunakan untuk memproyeksikan luas panen padi pada periode tahun Hasil dugaan fungsi respon produktivitas padi dengan memasukkan harga gabah dan harga pupuk sebagai peubah bebas ditampilkan pada Tabel 6. Baik harga gabah maupun harga pupuk berpengaruh nyata secara statistik. Respon produktivitas padi terhadap harga gabah menurun seiring dengan pertambahan waktu. Ini berarti elastisitas produktivitas padi terhadap harga gabah cenderung menurun menjadi nihil pada tahun 1994, dan selanjutnya berubah tanda menjadi negatif. Elastisitas produktivitas padi terhadap harga gabah mestinya selalu positif atau nihil, tidak mungkin negatif. Harga pupuk urea juga berpengaruh nyata secara statistik terhadap produktivitas padi. Sesuai dengan harapan teoritis, elastisitas harga pupuk urea bertanda negatif dan cenderung menurun. Berdasarkan parameter dugaan pada Tabel 6, elastisitas produktivitas padi terhadap harga pupuk urea adalah nihil 9

10 pada tahun 2005 dan sesudahnya akan bertanda negatif yang berarti menyimpang dari harapan teoritis. Secara teoritis, respon produktivitas padi terhadap harga pupuk selalu negatif atau netral, tidak mungkin positif. Sama seperti luas panen padi produktivitas padi dapat diasumsikan sudah tidak responsif lagi terhadap harga gabah maupun harga pupuk pada periode proyeksi tahun Oleh karena itu, proyeksi produktivitas padi akan dilakukan dengan mempergunakan fungsi tren waktu. Hasil dugaan fungsi tren waktu tersebut adalah polinomial berpangkat tiga seperti yang ditampilkan pada Tabel 7. Koefisien dugaan adalah positif untuk tahun, negatif untuk tahun kuadrat dan positif untuk tahun pangkat tiga. Kurva tren laju pertumbuhan produktivitas berbentuk parabola, pada awalnya positif lalu mengalami perlambatan dan menjadi negatif dan setelah melewati titik minimum mengalami percepatan dan selanjutnya menjadi positif. Berdasarkan fungsi tren, produktivitas mengalami peningkatan setelah tahun Dengan demikian, produktivitas padi selama periode proyeksi tahun juga cenderung meningkat. Berdasarkan estimasi laju pertumbuhan luas panen dan produktivitas padi yang diperoleh dari fungsi tren waktu pada Tabel 5 dan 7, hasil produksi luas panen dan produktivitas padi pada periode tahun ditampilkan pada Tabel 8. Luas panen cenderung menurun berkelanjutan, namun produktivitas cenderung meningkat dengan resultante harganya menghasilkan produksi yang masih meningkat walau dengan pertumbuhan sangat rendah dan cenderung menaik. Terlepas dari akurasinya, kecenderungan pertumbuhan yang sangat rendah produksi padi tersebut mestinya dijadikan sebagai peringatan akan pentingnya dan mendesaknya revitalisasi usahatani padi. Kebijakan dukungan harga gabah dan subsidi pupuk tidak efektif untuk Tabel 6. Fungsi Respon Produktivitas Padi dengan Memasukkan Harga Gabah dan Pupuk Urea sebagai Determinan, Indonesia, /05 Peubah Koefisien dugaan Statistik - t P-Value Intersep -0, ,2018 0,2403 Harga gabah 0, ,9211 4,13 E-5 Harga gabah x tahun -0, ,1562 2,23 E-5 Harga pupuk urea -0, ,2324 0,0003 Harga pupuk urea x tahun 0, ,1993 0,0569 Tahun 0, ,1888 2,0 E-5 Tahun kuadrat -0, ,1968 2,0 E-5 Tahun invers 0, ,9808 0,0005 R 2 0,9887 Tabel 7. Fungsi Tren Waktu Produktivitas Padi Aktual, Indonesia, /05 Peubah Koefisien dugaan Statistik t P-Value Intersep 2, ,10 0,9999 Tahun 0, ,12 0,0000 Tahun kuadrat - 0, ,098 0,0000 Tahun pangkat tiga 0, ,091 0,0001 R 2 0, Tabel 8. Proyeksi Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi/Beras, Indonesia, Uraian Luas panen (1000 ha) 11,731 11,732 11,600 11,444 11,264 Produktivitas (kg/ha) 4,667 4,674 4,734 4,801 4,878 Produksi gabah (1000 ton) 54,750 54,839 54,910 54,939 54,942 Produksi beras* (ton) 32,159 32,211 32,253 32,270 32,273 Konversi gabah beras = dan hilang 10%. 10

11 mendorong peningkatan produksi padi. Perluasan luas baku sawah, perbaikan sistem irigasi dan innovasi teknologi adalah kunci untuk peningkatan produksi padi. Seperti halnya Syafa at dkk. (2005), berbagai uji coba model dalam penelitian ini gagal menghasilkan estimasi fungsi respon luas produksi maupun produktivitas jagung terhadap harga jagung, harga pupuk dan harga komoditas pesaingnya. Oleh karena itu, proyeksi luas panen, produktivitas dan produksi jagung akan dilakukan dengan menggunakan fungsi tren waktu. Bentuk fungsi yang paling baik untuk menjelaskan variasi data luas panen dan produktivitas adalah polinomial berpangkat tiga seperti yang ditampilkan pada Tabel 9 dan 10. Tabel 9. Fungsi Tren Waktu Luas Panen Jagung, Indonesia, /05 Peubah Koefisien dugaan Statistik - t P-Value Intersep 14, ,99 0,00000 Tahun -0, ,2097 0,2350 Tahun kuadrat 0, ,7884 0,0829 Tahun pangkat tiga -0, ,7509 0,0893 R 2 0, Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9, walaupun cukup tinggi koefisien determinasi (R 2 ) fungsi tren waktu luas panen jagung yang mencapai 72,76 persen jauh lebih rendah dari fungsi tren waktu luas panen padi yang mencapai 98,90 persen (Tabel 6). Fungsi tren waktu padi relatif lebih pas menjelaskan variasi data dibanding jagung. Koefisien dugaan untuk tahun bertanda negatif, tahun kuadrat bertanda positif sementara untuk tahun pangkat tiga bertanda negatif. Ini berarti kurva laju pertumbuhan luas panen berbentuk parabola terbalik. Laju pertumbuhan luas panen jagung mula mula meningkat (pertambahan luas panen jagung mengalami percepatan), lalu mengalami perlambatan dan setelah mencapai puncak tertentu mengalami penurunan dan selanjutnya menjadi negatif (luas panen jagung mengalami penurunan). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa laju pertumbuhan luas panen menurun, namun masih tetap positif pada periode proyeksi tahun Hasil dugaan fungsi tren waktu produktivitas jagung sangat cocok untuk menjelaskan data dengan koefisien determinasi (R 2 ) mencapai 99,68% (Tabel 10). Fungsi tren waktu produktivitas jagung jauh lebih sesuai daripada fungsi tren waktu luas panen jagung. Koefisien dugaan bertanda positif untuk tahun, negatif untuk tahun kuadrat dan positif untuk tahun pangkat tiga. Kurva laju pertumbuhan produktivitas jagung berbentuk parabola. Produktivitas jagung terus mengalami percepatan pertumbuhan selama periode proyeksi tahun Tabel 10. Fungsi Tren Waktu Produktivitas Jagung, Indonesia, /05 Peubah Koefisien dugaan Statistik - t P-Value Intersep -0, ,8262 0,0000 Tahun 0, ,3129 0,0000 Tahun kuadrat -0, ,9043 0,0065 Tahun pangkat tiga 0, ,2519 0,0311 R 2 0, Berdasarkan fungsi tren dugaan luas panen dan produktivitas jagung yang masing masing ditampilkan pada Tabel 9 dan Tabel 10, proyeksi luas panen produktivitas dan produksi jagung untuk periode tahun ditampilkan pada Tabel 11. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa walaupun positif laju pertumbuhan luas panen jagung cenderung menurun. Penyebabnya ialah kecenderungan penurunan luas baku lahan sawah. Kecenderungan penurunan ini mungkin saja berbalik menjadi positif bila ada upaya sungguh-sungguh untuk memperbaiki sistem irigasi dan atau memperluas luas baku sawah. Kemungkinan lain yang dapat mengubah kecenderungan penurunan pertumbuhan luas panen jagung tersebut ialah alih guna lahan dari usahatani lahan, utamanya padi, ke jagung yang dapat saja terjadi bila keunggulan kompetitif usahatani jagung meningkat nyata, khususnya sebagai hasil dari kemajuan inovasi dan peningkatan harga jagung. Kalau laju pertumbuhan luas panen cenderung turun, laju pertumbuhan produktivitas jagung cenderung meningkat pada proyeksi tahun Hal ini tentu didasarkan pada asumsi kecenderungan kemajuan inovasi yang pesat pada masa lalu dapat dipertahankan berkelanjutan. Asumsi ini sangat berdasar karena memang sistem inovasi pada agribisnis jagung tergolong tangguh karena didukung oleh perusahaan swasta multinasional maupun lembaga penelitian pemerintah. Selain itu, 11

12 Tabel 11. Proyeksi Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung, Uraian Luas panen (1000 ha) Produktivitas (kg/ha) Produksi (1000 ton) Tabel 12. Asumsi dan Hasil Proyeksi Permintaan Beras, Parameter Elastisitas pendapatan 0,1002 0, ,0068-0,0399-0, Pertumbuhan PDB (%/thn) 6,1 6,7 7,2 7,6 7,6 3. Pertumbuhan penduduk (%/tahun) 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 4. Pertumbuhan permintaan (%/thn) 1,7360 1,2792 1,2905 0,9966 0, Perkiraan permintaan (1000 ton) industri perunggasan yang tumbuh pesat merupakan lokomotif penarik kemajuan inovasi pada usahatani jagung. Perpaduan antara luas panen yang tumbuh positif dan produktivitas yang tumbuh akseleratif menghasilkan pertumbuhan pesat produksi jagung, selama periode tahun Walaupun cenderung menurun, laju pertumbuhan produksi jagung selama periode tahun diperkirakan masih tetap amat tinggi, yakni sekitar 9 11 persen per tahun. Permintaan beras diproyeksikan dengan asumsi bahwa harga riil beras maupun barang substitusi dan komplemen beras adalah tetap selama periode proyeksi sehingga harga-harga tidak menyebabkan perubahan terhadap permintaan beras. Perubahan permintaan beras selama periode proyeksi hanyalah akibat perubahan pendapatan riil per kapita dan perubahan selera yang direfleksikan oleh perubahan elastisitas terhadap pendapatan. Berdasarkan hasil penelitian Syafa at dkk. (2005), elastisitas permintaan beras per kapita terhadap pendapatan riil per kapita cenderung menurun yaitu 0,427 pada tahun 1999 dan 0,287 pada tahun Dengan asumsi kecenderungan penurunan elastisitas pendapatan tersebut terus berlanjut dengan besaran tetap maka diperoleh elastisitas pada setiap tahun dalam kurun waktu proyeksi seperti pada Tabel 12, konsumsi per kapita pada tahun 2005 adalah ribu ton. Asumsi dasar lain yang digunakan dalam memproyeksikan permintaan beras juga ditampilkan pada Tabel 12. Permintaan domestik jagung didefinisikan sebagai total penggunaan domestik (apparent comsumption) yang berdasarkan neraca komoditas dihitung identik dengan produksi domestik plus impor minus ekspor. Setelah melalui berbagai uji coba, fungsi respon total penggunaan domestik jagung adalah seperti yang ditampilkan pada Tabel 13. Elastisitas total penggunaan domestik terhadap pendapatan total (GDP) adalah 0, Disamping dipengaruhi oleh GDP, total penggunaan domestik juga meningkat secara otonom dengan laju 4,17 persen per tahun. Fungsi respon inilah yang digunakan untuk memproyeksikan permintaan jagung pada periode tahun seperti yang disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Fungsi Respon Total Penggunaan Domestik Jagung, Indonesia, /05 Peubah Koefisien dugaan Statisik - t R Value Intersep 12,5825 7,1741 0,0000 PDB riil total 0, ,1267 0,2683 Tahun 0, ,8086 0,0000 R 2 0, Proyeksi neraca produksi dan kebutuhan domestik beras dan jagung pada periode tahun ditampilkan pada Tabel 14. Hasil produksi menunjukkan bahwa pada tahun 2006 Indonesia diperkirakan defisit beras sebesar 195 ribu ton dan akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya bila Indonesia tidak dapat mencegah kecenderungan stagnasi atau bahkan penurunan produksi beras dimasa mendatang. Berbeda dengan beras, Indonesia diperkirakan akan mampu mencukupi kebutuhan (swasembada) jagung pada tahun

13 Tabel 14. Proyeksi Neraca Produksi dan Konsistensi Domestik Beras dan Jagung di Indonesia, (1000 ton). Uraian Beras Produksi Total konsumsi Surplus (defisit) 2. Jagung Produksi Total konsumsi Surplus (defisit) (195) (541) (906) (908) (1.431) dan bila kecenderungan akselerasi produksi jagung berlanjut, Indonesia akan mengalami surplus jagung yang terus makin besar. Komoditas Peternakan (daging ayam ras pedaging, sapi potong, kambing dan domba) Analisis statistik menunjukkan bahwa fungsi respon produksi daging ayam ras pedaging mengikuti fungsi tren kubik (polinomial tahun pangkat tiga). Koefisien dugaan untuk tahun bertanda positif, tahun kuadrat bertanda negatif dan tahun kubik bertanda positif (Tabel 15). Hal ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan produksi mula-mula menurun (deselerasi) dan kemudian berubah menjadi meningkat (akselerasi), Titik balik laju pertumbuhan tersebut terjadi pada tahun Ini berarti, pertumbuhan produksi daging ayam ras peda-ging pada periode produksi tahun berada pada fase akselerasi. Hasil dugaan fungsi produksi daging ayam ras pedaging tersebut sangat baik menjelaskan data dengan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 96 persen sehingga cocok digunakan sebagai alat proyeksi. Tabel 15. Fungsi dan Produksi Ayam Ras Pedaging, Indonesia, Peubah Koefisien Statisik dugaan t R Value Intersep 10, ,35 0,0000 Tahun 0, ,5747 0,0000 Tahun kuadrat -0, ,6660 0,0016 Tahun kubik 0, ,0896 0,0060 R 2 0,9616 Determinan total konsumsi domestik daging ayam ras pedaging adalah interaksi GDP riil dengan tahun dan tahun (Tabel 16). Variabel interaksi GDP riil dengan tahun menunjukkan bahwa elastisitas total konsumsi domestik ayam ras terhadap GDP (pendapatan) berubah menurut tahun, antara lain akibat dari perubahan preferensi konsumen. Selain itu, perubahan otonom (efek tren) total konsumsi domestik ayam ras pedaging bervariasi, tergantung pada besar GDP. Jika perubahan otonom dapat dipandang terutama efek perubahan selera maka besaran perubahan selera tersebut tergantung pada besaran GDP. Dengan koefisien interaksi GDP dengan tahun bertanda positif berarti elastisitas total konsumsi domestik ayam ras pedagang cenderung makin besar dan efek pertumbuhan otonom (tren) berhubungan positif dengan GDP. Koefisien dugaan untuk tahun bertanda negatif, berarti efek pertumbuhan otonom murni adalah negatif, fungsi respon total konsumsi tersebut cukup baik menjelaskan data historis dengan R 2 81 persen sehingga cukup valid digunakan untuk memproyeksikan total konsumsi domestik daging ayam ras pedaging. Tabel 16. Fungsi Respon Total Konsumsi Domestik Daging Ayam Ras Pedaging, Indonesia, Peubah Koefisien Statisik - R dugaan t Value Intersep 10, ,48 0,0000 Log PDB x tahun 0, ,8416 0,0077 Tahun -1, ,6352 0,0129 R 2 0,8143 Berdasarkan parameter dugaan fungsi respon produksi dan total konsumsi domestik daging ayam ras pedaging pada Tabel 15 dan 16, proyeksi produksi, total konsumsi domestik dan neraca keduanya ditampilkan pada Tabel 17. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa produksi ayam ras pedaging meningkat dari ribu ton pada tahun 2006 menjadi ribu ton pada tahun Walaupun produksi me- 13

14 Tabel 17. Proyeksi Neraca Produksi dan Total Konsumsi Domestik Ayam Ras Pedaging, di Indonesia, (1000 ton) Uraian Produksi Total konsumsi Surplus (defisit) (71) (174) (320) (522) (649) ningkat akseleratif, akselerasi peningkatan konsumsi daging ayam ras rupanya lebih tinggi lagi. Total konsumsi domestik ayam ras pedaging meningkat dari ribu ton pada tahun 2006 menjadi ribu ton pada tahun Produksi daging ayam ras diperkirakan akan mengalami defisit dengan besaran yang terus meningkat. Hal ini dapat didefinisikan betapa besarnya peluang pasar domestik daging ayam. Perkiraan defisit tersebut mungkin saja tidak terjadi bila para produsen mampu meningkatkan laju pertumbuhan produksi daging ayam ras tersebut. Pada intinya kendala usaha ternak ayam ras pedaging adalah pada penawaran, bukan pada permintaan. Dari berbagai uji coba jenis model, fungsi respon produksi daging sapi potong yang paling sesuai dengan data historis adalah fungsi tren linier. Koefisien dugaan untuk tahun adalah 0, Ini berarti, produksi daging sapi potong meningkat dengan laju pertumbuhan tetap sebesar 2,143 persen per tahun. Koefisien determinasi (R 2 ) dari regresi dugaan cukup tinggi, yakni 94,2 persen (Tabel 18) yang berarti hasil dugaan tersebut cukup baik untuk menjelaskan data historis. Oleh karena itulah, parameter dugaan tersebut akan digunakan untuk memproyeksikan produksi daging sapi pada periode tahun Tabel 18. Fungsi Tren Produksi Daging Sapi Potong, Indonesia, Variabel Koefisien dugaan Statisik t R Value Intersep 12, ,39 0,0000 Tahun 0, ,36 0,0000 R 2 0,9420 Sama seperti daging ayam ras pedaging, fungsi respon total konsumsi domestik daging sapi potong ditentukan oleh variabel interaksi PDB dengan tahun dan tahun sendiri. Koefisien dugaan untuk variabel interaksi PDB dengan tahun bertanda positif (Tabel 19). Ini berarti, elastisitas total konsumsi daging sapi potong cenderung meningkat menurut waktu. Efek tren (waktu) adalah negatif, namun besarannya juga ditentukan oleh PDB. Efek negatif tren dapat dinetralisir oleh pertumbuhan PDB. Peranan positif PDB tersebut adalah refleksi dari daging sapi potong sebagai barang konsumsi mewah bagi sejumlah besar penduduk Indonesia. Regresi dugaan cukup baik untuk menjelaskan data historis dengan R 2 sebesar 82 persen. Tabel 19. Fungsi Respon Total Konsumsi Domestik Daging Sapi Potong, Indonesia, Peubah Koefisien dugaan Statisik t R Value Intersep 11, ,89 0,0000 Log PDB x 0, ,0926 0,0041 tahun Tahun -0, ,8837 0,0070 R 2 0,8201 Produksi dan total konsumsi domestik daging sapi potong untuk periode tahun diproyeksikan dengan mempergunakan parameter dugaan masing-masing seperti yang disajikan pada tabel 18 dan Tabel 19. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa produksi daging sapi potong hanya meningkat sebesar 8 ribu ton per tahun. Total konsumsi domestik meningkat lebih cepat daripada produksi sehingga defisit produksi daging sapi potong cenderung meningkat (Tabel 20). Kendala usaha ternak sapi adalah penawaran, bukan permintaan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa fungsi respon produksi daging kambing mengikuti fungsi tren polinomial kubik. Parameter dugaan positif untuk tahun, negatif untuk tahun kuadrat dan positif untuk tahun kubik (21). Ini berarti, pada awalnya produksi daging kambing menurun dengan laju yang semakin menurun lalu kemudian berbalik dengan pertumbuhan yang semakin meningkat. Titik balik terjadi pada tahun Namun demikian, pada periode proyeksi tahun , laju produksi pertumbuhan produksi daging kambing masih negatif. Hasil dugaan fungsi tren produksi kambing cukup baik menjelaskan data historis dengan R 2 sebesar 96 persen sehingga cukup valid untuk digunakan sebagai alat proyeksi. 14

15 Tabel 20. Proyeksi Neraca Produksi dan Total Konsumsi Domestik Daging Sapi Potong, Indonesia, (1000 ton) Uraian Produksi Total konsumsi Surplus (defisit) -(141) (167) (199) (237) (279) Tabel 21. Fungsi Tren Produksi Daging Kambing, Indonesia, Peubah Koefisien dugaan Statisik - t R Value Intersep 8, ,98 0,0000 Tahun 0, ,5417 0,0000 Tahun kuadrat -0, ,7265 0,0008 Tahun kubik 0, ,9319 0,0623 R 2 0,9630 Berdasarkan analisis statistik peubah, yang secara nyata mempengaruhi total konsumsi domestik daging kambing adalah PDB riil dan tahun. Koefisien dugaan untuk logaritma PDB riil adalah positif, sedangkan untuk tahun negatif (Tabel 22). Ini berarti, elastisitas permintaan daging kambing terhadap pendapatan adalah konstan sebesar 0, Selain dipengaruhi oleh PDB riil, permintaan daging kambing cenderung menurun otonom (efek tren) sebesar 3,69 persen per tahun. Namun demikian, koefisien determinasi regresi tersebut hanya 32 persen. Walaupun tingkat kesalahannya mungkin cukup besar, parameter dugaan regresi tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk memproyeksikan permintaan daging kambing pada tahun Tabel 22. Fungsi Respon Total Konsumsi Domestik Daging Kambing, Indonesia, Peubah Koefisien dugaan Statisik t R Value Intersep 1, ,3193 0,7515 Log PDB riil 0, ,6717 0,1043 Tahun -0, ,4386 0,1599 R 2 0,3225 Proyeksi produksi dan total konsumsi domestik daging kambing dilakukan dengan menggunakan hasil dugaan parameter masingmasing seperti yang ditampilkan pada Tabel 21. dan 22. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa produksi daging kambing cenderung menurun sekitar seribu ton per tahun (Tabel 23). Sementara konsumsi domestiknya cenderung meningkat sekitar 1 2 ribu ton per tahun. Akibatnya defisit produksi daging kambing cenderung meningkat sekitar 2 3 ton per tahun. Usaha ternak kambing juga terkendala pada sisi penawaran bukan permintaan. Tahun 23. Proyeksi Neraca Produksi dan Total Konsumsi Daging Kambing, Indonesia, (1000 ton) Uraian Produksi Total konsumsi Surplus (defisit) (1) (3) (5) (7) (10) Analisis statistik menunjukkan bahwa perkembangan produksi daging domba mengikuti fungsi tren kwadratik. Koefisien dugaan untuk tahun adalah positif, sedangkan koefisien dugaan untuk tahun kuadrat negatif (Tabel 24). Ini berarti, produksi daging domba meningkat dengan laju pertumbuhan yang semakin menurun. Namun demikian, laju pertumbuhan produksi daging domba masih positif pada tahun Koefisien determinasi (R 2 ) regresi dugaan cukup tinggi, yaitu sebesar 95,20 persen, sehingga cukup valid digunakan untuk proyeksi produksi daging domba. Tabel 24. Fungsi Tren Produksi Daging Domba, Indonesia, Peubah Koefisien dugaan Statisik - t R Value Intersep 9, ,26 0,0000 Tahun 0, ,0083 0,0000 Tahun kuadrat -0, ,7353 0,0920 R 2 0,9520 Dari berbagai uji coba, fungsi terbaik secara ekonometrik untuk menjelaskan variasi data historis total konsumsi domestik daging domba adalah logaritma ganda (double log) dengan PDB riil sebagai peubah bebas. Koefisien dugaannya adalah 0, Ini berarti, elastisitas permintaan daging domba terhadap pendapatan (PDB) adalah konstan sebesar 0, Walaupun amat sederhana fungsi respon permintaan daging domba tersebut cukup baik menjelaskan data historisnya dengan R 2 sebesar 76 persen (Tabel 25). Fungsi permintaan daging domba tersebut cukup valid untuk memproyeksikan permintaan untuk periode tahun

ANALISIS KENDALA PENAWARAN DAN KEBIJAKAN REVITALISASI PRODUKSI PADI

ANALISIS KENDALA PENAWARAN DAN KEBIJAKAN REVITALISASI PRODUKSI PADI ANALISIS KENDALA PENAWARAN DAN KEBIJAKAN REVITALISASI PRODUKSI PADI Mohamad Maulana, Nizwar Syafa at, dan Pantjar Simatupang Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1)

KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1) KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1) Nizwar Syafa at, Sudi Mardianto, dan Pantjar Simatupang Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jalan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh :

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh : LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Nizwar Syafa at Prajogo Utomo Hadi Dewa K. Sadra Erna Maria Lokollo Adreng Purwoto Jefferson Situmorang Frans

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian untuk pembangunan (agriculture

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

Politik Pangan, Upaya Dalam Membentuk Sistem Ketahanan Pangan Nasional.

Politik Pangan, Upaya Dalam Membentuk Sistem Ketahanan Pangan Nasional. Analisis Kebijakan 31 Politik Pangan, Upaya Dalam Membentuk Sistem Ketahanan Pangan Nasional. Pendahuluan Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai kurun waktu 1976 Indonesia masih termasuk salah satu negara pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah kurun waktu tersebut,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beras/padi. Komoditas yang memiliki nama lain Zea mays merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. beras/padi. Komoditas yang memiliki nama lain Zea mays merupakan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung adalah salah satu komoditas yang penting di Indonesia setelah beras/padi. Komoditas yang memiliki nama lain Zea mays merupakan sumber pangan penduduk yang tersebar

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166 INDEKS A adopsi teknologi 94, 100, 106, 111, 130, 171, 177 agregat 289, 295, 296, 301, 308, 309, 311, 313 agribisnis 112, 130, 214, 307, 308, 315, 318 agroekosistem 32, 34, 35, 42, 43, 52, 55, 56, 57,

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung dengan periodisasi tiga musim tanam jagung

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada 47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Analisis Kebijakan 33 Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Pendahuluan Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang terus tumbuh berimplikasi pada meningkatnya jumlah kebutuhan bahan pangan. Semakin berkurangnya luas lahan pertanian dan produksi petani

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERTANIAN RI

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERTANIAN RI KEYNOTE SPEECH MENTERI PERTANIAN RI PADA SARASEHAN PERTANIAN DAN DEKLARASI DEWAN PIMPINAN WILAYAH PERHIMPUNAN PETANI DAN NELAYAN SEJAHTERA INDONESIA (DPW PPNSI JAWA TIMUR) Malang, 8 Juli 2007 Assalaamu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN PROGRAM SWASEMBADA PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI SERTA PENINGKATAN PRODUKSI GULA DAN DAGING SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN Dialog dalam Rangka Rapimnas Kadin 2014 Hotel Pullman-Jakarta, 8 Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras yang sangat berperan dalam menunjang ketahanan pangan, dan kecukupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya 1-1,5 ton/ha, sementara jumlah penduduk pada masa itu sekitar 90 jutaan sehingga produksi

Lebih terperinci

Pangan Nasional Tahun

Pangan Nasional Tahun Ketahanan Pangan Nasional Tahun 23Pembangunan 2000-2004 Pendahuluan Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan suatu negara, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PADI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PADI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PADI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005

ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005 ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005 A. Statistik Pertumbuhan PDB 1. Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) sektor pertanian dalam arti sempit (Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk Indonesia

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI ) Oleh : Teguh Boediyana 2)

KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI ) Oleh : Teguh Boediyana 2) Pendahuluan KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI 2010 1) Oleh : Teguh Boediyana 2) 1. Meskipun daging sapi bukan merupakan bahan makanan yang pokok dan strategis seperti

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) BAB VI PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) Agung Hendriadi, Prabowo A, Nuraini, April H W, Wisri P dan Prima Luna ABSTRAK Ketersediaan daging

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci