BAB VI. RINGKASAN TEMUAN, KESIMPULAN DAN SARAN
|
|
- Yuliana Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB VI. RINGKASAN TEMUAN, KESIMPULAN DAN SARAN A. Ringkasan Temuan Beberapa temuan pokok penelitian setiap bab telah disajikan dalam ringkasan di bagian akhir masing-masing bab. Berikut, intisari temuan pokok tersebut. 1. Dari mulai masa penjajahan sampai era pasca kemerdekaan, pengelolaan hutan alam di Indonesia mengalami beragam pendekatan dan orientasi pengelolaan yang berbeda yang pada hakekatnya menyiratkan seolah-olah ada keragaman dalam kerangka berpikir dan landasan pengelolaan yang digunakan. Sekalipun, keseluruhannya sama-sama berpijak pada landasan konstitutional, yakni menjalankan mandat keramat Pasal 33 UUD Dalam kurun itu pula, semangat eksploitatif begitu dominan dan konsisten, bahkan ditengah kondisi dan situasi hutan alam yang telah mengalami fluktuasi dengan kecenderungan menurun. Konsistensi ini begitu kuat, sekalipun penurunan kondisi tersebut telah menjadi keprihatinan publik yang meluas dan bahkan telah menjadi perhatian dunia internasional. 2. Usaha kehutanan di hutan alam produksi di luar Jawa secara sosial ekonomi dan lingkungan dipandang kurang berhasil untuk tidak mengatakan gagal dalam menjalankan mandat keramat pasal 33 UUD 45. Usaha kehutanan itu bahkan di klaim tidak lestari, tidak mensejahterakan, dan tidak adil. 3. Sekalipun seolah-olah ada keragaman dalam kerangka berpikir dan landasan pengelolaan yang digunakan, peta diskursus yang dibangkitkan dari teks perundangan menunjukkan bahwa aliran pemikiran yang ada dan dominan mengerucut ke satu bentuk aliran pemikiran yang stagnan dalam kurun itu, bahkan sampai saat ini. Tidak tampak ada perubahan kerangka pikir yang berarti dalam kurun yang sama, bahkan terindikasi lebih tidak menentu. 4. Dari unsur-unsur bagaimana hutan alam diposisikan, kelestarian dimaknai, usaha kehutanan ditetapkan, dan kebijakan untuk semua itu dikonstruksi, tampak bahwa aliran pemikiran yang stagnan itu memperlihatkan ciri-ciri atau karakteristik (a) memosisikan sistem alami hutan alam sebagai faktor utama, dan karenanya (b) kelestarian hutan dimaknai lebih sebagai daftar kewajiban dan atau aturan kerja yang harus dijalankan, (c) ikhtiar pencapaian kelestarian
2 192 direduksi sebatas menjalankan silvikultur, (d) hasil hutan kayu menjadi orientasi pokok kebijakan usaha kehutanan, dan (e) substansi kebijakan didominasi perspektif dan bangunan logika pemerintah yang cenderung teknikal, administratif prosedural, jangka pendek, dan lawas menukik pada unit manajemen, (f) proses konstruksi kebijakan dimonopoli pemerintah, tidak tampak ada proses interaksi para pemangku kepentingan lain yang bersifat transaksi, negosiasi, dan kontestasi ide-pemikiran-pengalaman praktis. 5. Ciri dan karakteristik aliran diatas merupakan juga ciri aliran pemikiran the forest first (FF) yang dimaksud Sfeir-Younis (1991), dimana sistem alami hutan diposisikan sebagai faktor utama, sehingga pengelolaan hutan dan usaha kehutanan bersifat monolitik, yakni hal-hal diluar sistem alami hutan dianggap sebagai faktor eksogen; dengan ciri yang juga lebih beorientasi kayu dengan konsep pengaturan hasil lestari dalam perspektif jangka panjang, maka aliran itu pun identik dengan doktrin yang diprihatinkan Gluck (1987) sebagai doktrin usang; 6. Lepasnya aspek sosial politik dari aliran pemikiran itu, terutama dalam mendefinisikan kelestarian hutan telah dipermasalahkan pula oleh Kaivo-Oja et al (tt) dan MacCleery (tt); mereka menyebut aliran demikian sangat terpusat pada aspek biologi (bio-centris) yang steril dari unsur sosial kemanusia an (human being) dan jauh dari konsep kemandirian (self-sustaining) 7. Kalaupun teks peraturan-perundangan memperlihatkan menyebut dan memasukan aspek-aspek sosial, politik dan ekonomi, maka dengan menggunakan pendekataan Bolman and Deal (1984) dapat diperlihatkan bahwa itu semua hanya sekedar symbol yang penyebabnya dipertegas dalam pendekatan Alvessoon dan Karreman (2000) sebagai lepasnya makna dari diskursus. 8. Diskursus yang dibangkitkan dari wawancara mendalam dan internet on-line polling menunjukkan hasil serupa. Para pemangku kepentingan yang berpartisipasi dalam penelitian ini memperlihatkan menganut aliran dengan ciri dan karakteristik yang sama. Ini diperlihatkan terutama dari komponen pemerintah dan praktisi bisnis; hanya komponen akademisi dan masyarakat sipil/lsm yang mengusung pula isu-isu sosial-politik kedalam diskursusnya; menimbang dan mengusung isu-isu ini dalam pendekatan Sfeir-Younis (1991)
3 193 disebut sebagai aliran pemikiran the forest second (FS), yang sekaligus merupakan opsi penting dalam menyoal aliran pemikiran the forest first (FF). 9. Bagaimanapun, diskursus yang diusung kalangan komponen akademisi dan masyarakat sipil ini dapat merupakan representasi dari ruang publik dalam kurun dimana berbagai peraturan perundangan itu dikonstruksi. Bila hal ini dilacak dari substansi peraturan perundangan usaha kehutanan yang ada, yang notabene dilandasi aliran pemikiran berciri the forest first, maka dapat dikatakan bahwa komponen akademisi dan masyarakat sipil tergolong pihak yang kalah dalam kontestasi ide kalau proses kontestasi itu ada! 10. Kekalahan komponen akademisi dan masyarakat sipil dimungkinkan setidaknya oleh dua hal: proses konstruksi kebijakan yang tertutup dan statebased sifatnya dan kualitas diskursus yang lemah. Meminjam pemikiran IDS (2006) rendahnya kualitas diskursus ini mencerminkan sempitnya ruang kebijakan, minimnya jaringan aktor para pembuat kebijakan, sehingga tidak terkontestasikannya secara memadai keseluruhan kepentingan dan politik kedalam ruang transaksi dan negosiasi dalam proses konstruksi kebijakan. 11. Berbagai temuan pokok di atas menegaskan, bahwa aliran pemikiran usaha kehutanan adalah situasi masalah yang penting dan luput dari perhatian para pemangku kepentingan kehutanan. Situasi masalah aliran pemikiran sangat mungkin disebabkan karena rendahnya kualitas diskursus. Rendahnya kualitas diskursus sangat ditentukan setidaknya dua hal terkait pengetahuan dan pengalaman masyarakat dan absennya mekanisme konstruksi kebijakan yang terbuka, transparan dan bertanggung gugat. 12. Tingkat pengetahuan dan pengalaman masyarakat, dapat dilihat dari sempit dan terbatasnya kosa-kata dan perbendaharaan isu yang diusung dalam diskursus. Dari perbendaharaan isu dan kosa kata yang ada dan digunakan dalam dunia pendidikan, riset, dan keorganisasian (Fahutan IPB, Litbang Kemenhut dan Ditjen BUK) terindikasi kuat bahwa kesempatan membincang aspek-aspek sosial ekonomi politik dalam kaitan usaha kehutanan dan hutan secara umum kecil sekali. 13. Fenomena di atas berimplikasi kepada kenyataan bahwa tingkat kebenaran yang mengemuka dalam diskursus lebih didominasi oleh kebenaran teknikal dan hukum, padahal kebenaran yang plausible menurut Dunn (2000) perlu juga dukungan kebenaran dari sisi ekonomi, politik dan penerimaan sosial.
4 194 Fenomena ini telah menyebabkan absennya sejumlah pengetahuan dan pemanfaatan pengetahuan dalam tataran praktis (the absence of knowledge in practice) manakala kebijakan dikonstruksi. 14. Persoalan absennya sejumlah pengetahuan dan pemanfaatannya dalam tataran praktis merupakan persoalan besar, karena berkaitan erat dengan persoalan kompetensi kepepimpinan (leadership competence) 15. Di atas itu semua (top of the top) dan manakala keseluruhan butir-butir temuan pokok diatas, ditempatkan pada pemikiran Foucault tentang diskursus dan kekuasaan, dimana diskursus adalah proses siklik memproduksi pengetahuan dan regime kebenaran untuk tujuan melanggengkan kekuasaan (Mills, 1997), maka baik substansi maupun proses konstruksi kebijakan dan sekaligus aliran pemikiran yang berkembang merupakan produk kekuasaan dan sekaligus proses dominasi dan hegemoni kekuasaan dalam pemahaman Gramsci. Maka, dengan akumulasi pengetahuan ini, aliran pemikiran yang tejadi yang terindikasi kuat the forest first dan sekaligus kualitas diskursus dan pengetahuan para pemangku kepentingan yang minim sejauh ini, tidak lain adalah produk dari hegemoni kekuasaan. Dengan argumentasi ini, boleh dikatakan bahwa kerusakan hutan alam dan ketidak lestariannya pun adalah produk kekuasaan. 16. Temuan sebagaimana dideskripsikan dalam butir 15 itu pada dasarnya menegaskan bahwa berbagai langkah dan ikhtiar perbaikan dan pembaruan sebagaimana telah teridentifikasi dalam butir-butir temuan pokok diatas hampir mustahil dapat dijalankan efektif, tanpa diawali ikhtiar untuk mengurai dan sekaligus melepas hegemoni kekuasaan. Sebagai salah satu implikasi penting dari penegasan ini antara lain adalah bahwa praktisi usaha kehutanan dan rimbawan harus segera keluar dari kotak pemikirannnya yang biasa. B. Kesimpulan 1. Peta diskursus yang dibangkitkan dari teks perundangan menunjukkan bahwa aliran pemikiran yang ada secara dominan mengerucut ke satu bentuk aliran pemikiran yang memperlihatkan ciri-ciri atau karakteristik yang identik dengan aliran pemikiran the forest first; peta diskursus yang sama juga identik
5 195 dengan empat doktrin yang dianggap usang antara lain beorientasi kayu dengan konsep pengaturan hasil lestari dalam perspektif jangka panjang. 2. Lepasnya aspek sosial politik ekonomi dari aliran pemikiran itu memosisikan dan menegaskan aliran pemikiran itu sebagai sangat bio-centris dan steril dari human being dan jauh dari konsep self-sustaining. Pemanfaatan aliran ini menjadi persoalan, antara lain karena berpontensi menyebabkan kehancuran hutan yang bahkan tidak dapat balik (irreversible). Sementara, fakta empiris terkait kinerja usaha kehutanan Indonesia sejauh ini seolah menggenapkan pembuktian hal potensial ini menjadi hal yang aktual. 3. Diskursus yang dibangkitkan dari wawancara mendalam dan internet on-line polling menunjukkan hasil serupa: menganut aliran dengan ciri dan karakteristik yang sama, yakni FF, terutama yang diperlihatkan komponen pemerintah dan praktisi bisnis. Komponen akademisi dan masyarakat sipil yang mengusung diskursus FS tergolong pihak yang kalah dalam kontestasi ide. 4. Proses konstruksi kebijakan dan kualitas diskursus yang lemah terindikasi sebagai penyebab kekalahan ini cerminan sempitnya ruang kebijakan, minimnya jaringan aktor pembuat kebijakan, sehingga tidak semua kepentingan dan politik terkontestasikan secara memadai. 5. Aliran pemikiran usaha kehutanan adalah situasi masalah yang penting dan luput dari perhatian para pemangku kepentingan kehutanan selama ini. Hal ini dimungkinkan karena rendahnya kualitas diskursus sebagai akibat minimnya pengetahuan dan pengalaman masyarakat dan absennya mekanisme konstruksi kebijakan yang terbuka, transparan dan betanggung gugat. 6. Keseluruhan butir kesimpulan di atas, bila ditempatkan pada pemikiran Foucault tentang diskursus dan kekuasaan, maka baik substansi maupun proses konstruksi kebijakan dan sekaligus aliran pemikiran yang telah berkembang sejauh ini merupakan produk kekuasaan. Dalam pemahaman Gramsci hal itu juga merupakan proses dominasi dan hegemoni kekuasaan. Dengan argumentasi ini pula, boleh dikatakan bahwa kerusakan hutan alam dan ketidak lestariannya selama ini adalah produk kekuasaan. 7. Maka, agar berjalan efektif, berbagai langkah dan ikhtiar perbaikan dan pembaruan yang telah teridentifikasi dalam penelitian ini perlu diawali ikhtiar
6 196 untuk mengurai dan sekaligus melepas hegemoni kekuasaan. Implikasinya, praktisi usaha kehutanan dan rimbawan pada umumnya harus keluar dari kotak pemikirannnya yang biasa. C. Saran 1. Perlu agenda pembaruan dan atau perubahan kebijakan yang diorientasikan pada pelurusan aliran pemikiran; ini mencakup perbaikan kebijakan dari sisi substansi dan proses serta perbaikan kualitas diskursus sebagai konsekwensi logis dari keperluan menata aliran pemikiran. 2. Substansi kebijakan perlu diarahkan agar dapat menggambarkan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai, siapa yang diharapkan harus berubah perilaku, sebab-akibat terjadinya sesuatu atau situasi tertentu yang menjadi kepentingan dibalik kebijakan, instrumen yang akan digunakan, dan program serta kegiatan untuk memastikan kebijakan bisa berjalan efektif. Perubahan substansi semacam ini diperlukan, baik di tingkat UU, terlebih di tingkat PP dan ke hilir. 3. Pembaruan proses perlu ditekankan pada keterbukaan, termasuk proses pembuatan teksnya untuk menguatkan hubungan antara tujuan, masalah dan solusi. Artinya, proses penetapan kinerja, program dan kegiatan harus didasarkan pada masalah yang dihadapi para pemangku kepentingan, khususnya pembuat, pelaku dan pelaksana kebijakan. 4. Perbaikan kualitas diskursus perlu menyentuh ikhtiar peningkatan kualitas pengetahuan dan pengalaman para pihak pemangku kepentingan. Karenanya, perlu menyentuh sampai pada aspek-aspek pendidikan, riset dan keorganisasian kehutanan, dengan sasaran akhir ditekankan kepada memperkaya ruang diskursus sekaligus ruang kebijakan, dan memperlebar jejaring aktor, sehingga dapat membuka ruang transaksi, negosiasi dan kontestasi lebih memadai. 5. Sekalipun beberapa kelemahan riset ini diyakini juga sebagai poin kekuatan karena menunjukkan unsur kebaruan, pelurusan kelemahan ini oleh riset-riset lain yang serupa di masa datang perlu dilakukan dengan semangat continuously improvement. Ini mencakup antara lain tapi tidak terbatas pada: penetapan lawas, ketepatan pilihan dan keluasan nara sumber dalam melakukan wawancara mendalam dan pemanfaatan internet online polling.
7 Di atas itu semua (top of the top), perlu agenda konkret mengurai sekaligus melepas dulu hegemoni kekuasaan.
BAB V. IMPLIKASI PENTING. B. Kebijakan: Pelurusan kerangka pikir, melepas hegemoni
BAB V. IMPLIKASI PENTING A. Pendahuluan Beragam kecenderungan dan peta serta kontestasi kerangka pikir di balik diskursus dan kebijakan usaha kehutanan telah berhasil dibangkitkan, dikompilasi dan disintesis.
Lebih terperinciI. KONTEKS DAN FOKUS PENELITIAN
I. KONTEKS DAN FOKUS PENELITIAN A. Latar Belakang Dua puluh tahun lalu, Sfeir-Younis (1991) telah menganalisis panjang lebar aspek ekonomi kelestarian pembangunan kehutanan yang didalamnya dicakup aspek
Lebih terperinciKERANGKA PIKIR DIBALIK KEBIJAKAN USAHA KEHUTANAN INDONESIA: SEBUAH ANALISIS DISKURSUS. Azis Khan
KERANGKA PIKIR DIBALIK KEBIJAKAN USAHA KEHUTANAN INDONESIA: SEBUAH ANALISIS DISKURSUS Azis Khan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Lebih terperinciBAB IV. KECENDERUNGAN DAN KONTESTASI KERANGKA PIKIR
BAB IV. KECENDERUNGAN DAN KONTESTASI KERANGKA PIKIR A. Pendahuluan Dari gambaran kinerja usaha kehutanan sejauh ini, antara lain sebagaimana telah dijabarkan pada Bab 3, diperoleh pengetahuan, bahwa usaha
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian menunjukkan berbagai temuan penelitian yang
Lebih terperinciMovement mudah diterima oleh masyarakat global, sehingga setiap individu diajak untuk berpikir kembali tentang kemampuannya dalam mempengaruhi
BAB IV KESIMPULAN Pemahaman masyarakat global terhadap istilah globalisasi dewasa ini didominasi oleh definisi-definisi yang merujuk pada pengertian globalisasi dari atas. Globalisasi dari atas merupakan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. kebangkitan gerakan perempuan yang mewujud dalam bentuk jaringan. Meski
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kehadiran gerakan perempuan yang ada di Yogyakarta telah dimulai sejak rejim orde baru berkuasa. Dalam tesis ini didapatkan temuan bahwa perjalanan gerakan perempuan bukanlah
Lebih terperinciBAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. dilengkapi dengan hasil wawancara, implikasi, keterbatasan, dan saran-saran
BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bagian ini akan menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilengkapi dengan hasil wawancara, implikasi, keterbatasan, dan saran-saran penelitian terhadap pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori
Lebih terperinciVI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV
VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bagian ini diuraikan kesimpulan, implikasi dan rekomendasi berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan. 6.1. Kesimpulan Berdasarkan temuan-temuan dan analisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan.
BAB I PENDAHULUAN I. 1.Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan tulang punggung dalam demokrasi karena hanya melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan. Kenyataan ini
Lebih terperinciBAB IX MANAJEMEN PERUBAHAN SISTEM PEMASYARAKATAN
BAB IX MANAJEMEN PERUBAHAN SISTEM PEMASYARAKATAN A. Alasan Perlunya Perubahan Sudah menjadi kecenderungan umum, bahwa hukum akan selalu terlambat dari perkembangan masyarakat. Demikian pula dengan kemampuan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN: ADAT ISTIADAT SEBAGAI LANDASAN GERAKAN SOSIAL SUKU DAYAK IBAN
BAB V KESIMPULAN: ADAT ISTIADAT SEBAGAI LANDASAN GERAKAN SOSIAL SUKU DAYAK IBAN A. Prolog Skripsi ini dimulai dari keingintahuan peneliti terhadap fenomena unik yang terjadi di bumi Kapuas Hulu, tepatnya
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. dan rekomendasi. Pembahasan dari masing-masing dijelaskan secara runtut sebagai
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI Bab ini membahas tentang kesimpulan penelitian, implikasi, saran, keterbatasan dan rekomendasi. Pembahasan dari masing-masing dijelaskan
Lebih terperinciPOLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK
POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyesuaian yang bermakna sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang berlangsung cepat dan masif menuntut kemampuan sumber daya pendidikan melakukan penyesuaian yang bermakna
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung dari masyarakat penerima program
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. terkait dengan judul penelitian serta rumusan masalah penelitian. yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya.
BAB VI PENUTUP Bab ini mengulas tentang kesimpulan dari pembahasan terkait dengan judul penelitian serta rumusan masalah penelitian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya. Peneliti juga memberikan
Lebih terperinciBab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi 6.1. Kesimpulan Melalui berbagai serangkaian aktivitas pelacakan data dan kemudian menganalisisnya dari berbagai perspektif, beberapa pernyataan ditawarkan dalam uraian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut paham nomokrasi bahkan semenjak negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Paham nomokrasi adalah sebuah paham yang menempatkan
Lebih terperinciA. Simpulan Peran public relations dalam organisasi semakin signifikan dalam kurun beberapa tahun terakhir. Divisi public relations yang mulanya hanya
BAB V PENUTUP Kehadiran social media sebagai media komunikasi telah memberikan warna baru dalam dinamika praktik komunikasi korporat. Proses komunikasi yang bersifat egaliter, langsung, dan dialogis mendorong
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK
IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK (Laporan Penelitian Individu 2016) Oleh Hariyadi BIDANG EKONOMI DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencapaian tujuan pendidikan ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan untuk menghasilkan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan
Lebih terperinciBAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini,
BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini, yaitu: 1. Tahapan dan Bentuk Gerakan Lingkungan di
Lebih terperinciPERAN ANGGARAN PARTISIPATIF
PERAN ANGGARAN PARTISIPATIF SEBAGAI VARIABEL INTERVENING DALAM HUBUNGAN ANTARA KEADILAN PROSEDURAL DAN KINERJA MANAJERIAL (Studi pada Pejabat Eselon III dan IV pada Pemerintah Daerah se-eks Karesidenan
Lebih terperinciReview Buku : Rozaqul Arif
Review Buku : Rozaqul Arif Judul Buku : Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia) Penulis : Rulli Nasrullah Jumlah Halaman : xxix + 296 Tahun : 2014 Penerbit : Kencana Prenadamedia Group Perubahan merupakan
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN KERJA SARASEHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN INDONESIA Jakarta, 4 Februari 2009
KERANGKA ACUAN KERJA SARASEHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN INDONESIA Jakarta, 4 Februari 2009 Tema: Perumahan dan Permukiman Indonesia: Masa Lalu, Kini dan Ke Depan I. LATAR BELAKANG Sarasehan ini merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan
Lebih terperinciIDQAN FAHMI BUDI SUHARDJO
RINGKASAN EKSEKUTIF WISHNU TIRTA, 2006. Analisis Strategi Penggunaan Bahan Baku Kayu Bersertifikat Ekolabel Di Indonesia. Di bawah bimbingan IDQAN FAHMI dan BUDI SUHARDJO Laju kerusakan hutan di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. pergeseran. Penyusunan kebijakan publik tidak lagi murni top down, tetapi lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses penyusunan kebijakan publik pada saat ini cenderung mengalami pergeseran. Penyusunan kebijakan publik tidak lagi murni top down, tetapi lebih merupakan proses
Lebih terperinciRINGKASAN. vii. Ringkasan
RINGKASAN Politik hukum pengelolaan lingkungan menunjukkan arah kebijakan hukum tentang pengelolaan lingkungan yang akan dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberlanjutan pembangunan didekati dengan tiga nilai utama (Todaro dan Smith,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberlanjutan pembangunan didekati dengan tiga nilai utama (Todaro dan Smith, 2009) yaitu sustainance, self esteem, and freedom. Pembangunan harus terencana dan berkelanjutan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kesatuan yang menganut Sistem Pemerintahan Presidensiil. Dalam sistem ini dijelaskan bahwa kepala eksekutif
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP. sosio-kultural dan struktural. Pemikiran dan aksi politik tersebut
438 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan. Penelitian tentang etika politik legislator muslim era demokrasi lokal ini menitikberatkan pada pemikiran dan aksi yang dijalankan legislator dalam arena sosio-kultural
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai
Lebih terperinciKesimpulan. Bab Sembilan
Bab Sembilan Kesimpulan Rote adalah pulau kecil yang memiliki luas 1.281,10 Km 2 dengan kondisi keterbatasan ruang dan sumberdaya. Sumberdayasumberdaya ini tersedia secara terbatas sehingga menjadi rebutan
Lebih terperinciIMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TERHADAP PERAN PERENCANA DAN ASOSIASI PROFESI PERENCANA
IMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TERHADAP PERAN PERENCANA DAN ASOSIASI PROFESI PERENCANA Oleh: Ir. Imam S. Ernawi, MCM, M.Sc. Direktur Jenderal Penataan Ruang, Dep. Pekerjaan Umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun evaluasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam negara demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, maka kebebasan untuk memperoleh informasi publik menjadi instrumen untuk menciptakan partisipasi
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta
BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari
Lebih terperinciPENGUATAN KERJA SAMA PENEGAKAN HUKUM GLOBAL DAN REGIONAL Oleh: Viona Wijaya * Naskah diterima: 23 Agustus 2017; disetujui: 31 Agustus 2017
PENGUATAN KERJA SAMA PENEGAKAN HUKUM GLOBAL DAN REGIONAL Oleh: Viona Wijaya * Naskah diterima: 23 Agustus 2017; disetujui: 31 Agustus 2017 Dalam perkembangan pergaulan internasional saat ini, tidak mungkin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan
Lebih terperinciBAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118
BAB 6 PENUTUP Bab ini menguraikan tiga pokok bahasan sebagai berikut. Pertama, menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian secara garis besar dan mengemukakan kesimpulan umum berdasarkan temuan lapangan.
Lebih terperinciproses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe.
BAB V KESIMPULAN Studi ini menyimpulkan bahwa politik luar negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe merupakan konstruksi sosial yang dapat dipahami melalui konteks struktur sosial yang lebih luas. Khususnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proklamasi itu telah mewujudkan Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun internasional harus bekerja secara kompetitif dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi
Lebih terperinciGrafik 1. Area Bencana
Untuk mendapatkan gambaran awal sejauh mana masyarakat Indonesia sadar akan isuisu lingkungan dan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam jangka panjang, pada penghujung tahun 2013, WWF-Indonesia
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pertama Kedua
BAB V PENUTUP Bagian ini adalah bab final yang merangkum hasil penelitian tentang framing majalah Tempo terhadap representasi perempuan dalam pemberitaan skandal politik Anatsari Azhar. Penelitian yang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan paparan temuan dan analisa yang ada penelitian menyimpulkan bahwa PT. INCO mengimplementasikan praktek komunikasi berdasarkan strategi dialog yang berbasis
Lebih terperinciA. Kesimpulan BAB V PENUTUP
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini yang fokus terhadap Partai Golkar sebagai objek penelitian, menunjukkan bahwa pola rekrutmen perempuan di internal partai Golkar tidak jauh berbeda dengan partai
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
Lebih terperinciBAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam
BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Berdasarkan uraian bab demi bab dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam kepercayaan kepada Gikiri Moi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan melalui Otonomi Daerah.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian Bandung Berkebun di usia pergerakannya yang masih relatif singkat tidak terlepas dari kemampuannya dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada tahun 1999 terjadi reformasi institusi kehutanan yang diformalisasikan dalam
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perubahan Institusi Kehutanan Pada tahun 1999 terjadi reformasi institusi kehutanan yang diformalisasikan dalam perubahan undang-undang no 5 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menulis merupakan salah satu cara manusia untuk mengungkapkan sebuah ide atau gagasan kepada orang lain melalui media bahasa tulis. Bahasa tulis tentu berbeda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada era Orde Baru, pemerintah daerah tidak mempunyai kemandirian untuk berkembang. Semua kebijakan pemerintah daerah dikontrol oleh pemerintah pusat. Reformasi diawal
Lebih terperinciBAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Analisis melalu komponen-komponen visual yang ditemukan pada karakter sticker LINE messenger Chocolatos pada tataran denotatif dan konotatif telah selesai dijelaskan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertimbangan-pertimbangan subjektif masing-masing masyarakat berupa filosofi, nilai-nilai,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Praktik penyelenggaraan pendidikan dalam masyarakat dilatarbelakangi oleh adanya pertimbangan-pertimbangan subjektif masing-masing masyarakat berupa filosofi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) kemampuan representasi matematis yaitu kemampuan menyatakan ide-ide matematis dalam bentuk gambar, grafik, tulisan atau simbol-simbol
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dengan pemaparan dan analisa sebagaimana diuraikan di atas maka dapat disusun beberapa kesimpulan sebagai berikut; 1. Latarbelakang lahirnya kontestasi multi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut dengan UUD 1945) secara tegas menyebutkan negara Indonesia adalah
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan hak atau sering disebut sebagai hutan rakyat yang merupakan lahan milik dengan hasil utama berupa kayu merupakan barang milik pribadi (private good) dari petani hutan
Lebih terperinciWORKSHOP Penyusunan Buku Kelompok Rentan. Yogyakarta, Juni 2010 MAKALAH. Otda & Konflik Tata Ruang Publik. Oleh: Wawan Mas udi JPP Fisipol UGM
WORKSHOP Penyusunan Buku Kelompok Rentan Yogyakarta, 21-22 Juni 2010 MAKALAH Otda & Konflik Tata Ruang Publik Oleh: Wawan Mas udi JPP Fisipol UGM Otda & Konflik Tata Ruang Publik Wawan Mas udi JPP Fisipol
Lebih terperinciPENERAPAN HUKUM PADA E COMMERCE
Nama : Achmad Fahrul Rozi NIM : 120413423817 PENERAPAN HUKUM PADA E COMMERCE Definisi E-Commerce Dunia tehnologi informatika komputer tidak pernah berhenti berkembang. Perkembangan tersebut sangat membawa
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan dan mencakup seluruh aspek kehidupan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam proses pembangunan
Lebih terperinciBAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Pada bagian ini akan diuraikan beberapa butir kesimpulan berdasarkan temuan dan analisis data (yang tercermin dalam uraian tentang implikasi teoritis
Lebih terperinciRENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2009-2014 1. PENGANTAR Proses penyusunan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Garut Tahun 2009-2014 saat
Lebih terperinciKeputusan Dewan Kehutanan Nasional. tentang Protokol Konsultasi Publik. Nomor : SKN.02/DKN-KP/2012
Keputusan Dewan Kehutanan Nasional tentang Protokol Konsultasi Publik Nomor : SKN.02/DKN-KP/2012 Mengingat a. Konsultasi Publik, selanjutnya disingkat KP, merupakan suatu langkah penting bagi pelibatan
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN
VI, RINGUSAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN DAN SARAN 1. Cara pandang masyarakat terhadap sumberdaya hutan, masih sebatas pemanfmtan kayu dari hutan. Tuntutan masyarakat untuk turut mengelola sumberdaya hutan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang telah berlangsung lama dan mendapat pembenaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di kalangan birokrat, politisi,
Lebih terperinciBAB III TEMUAN PENELITIAN
BAB III TEMUAN PENELITIAN Bab ini merupakan bab yang menjabarkan temuan penelitian yang mencakup : karakteristik responden, peran significant others, konsep diri, kemampuan mereduksi konflik dalam pemutusan
Lebih terperinciPengantar: Kebijakan Berbasis Bukti
Pengantar: Kebijakan Berbasis Bukti 1 Kebijakan Publik dan Penelitian Sosial Proses Kebijakan: Anggapan bahwa proses kebijakan merupakan suatu chaos tujuan dan kecelakaan. Sama sekali bukan persoalan pelaksanaan
Lebih terperinciBULETIN ORGANISASI DAN APARATUR
BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia menjadi semakin beragam dan kompleks sifatnya. Berbagai hal sebisa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju globalisasi yang berkembang semakin cepat ini menuntut kebutuhan manusia menjadi semakin beragam dan kompleks sifatnya. Berbagai hal sebisa mungkin tersaji dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Media massa merupakan sarana manusia untuk memahami realitas. Oleh sebab itu, media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realitas dunia yang benar-benar
Lebih terperinci8 KESIMPULAN DAN SARAN
8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat
Lebih terperinciMEMBANGUN E-LEGISLASI DI INDONESIA Oleh: Arfan Faiz Muhlizi*
MEMBANGUN E-LEGISLASI DI INDONESIA Oleh: Arfan Faiz Muhlizi* Naskah diterima: 20 Juli 2017; disetujui: 1 Agustus 2017 Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat telah membawa dampak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah menyebar ke seluruh pelosok negeri dan telah merambah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi yang telah berjalan kurang lebih dari tiga belas tahun di Indonesia telah menyebar ke seluruh pelosok negeri dan telah merambah hampir ke seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Masalah utama dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan lahan pertanian adalah penurunan kualitas lahan dan air. Lahan dan air merupakan sumber daya pertanian yang memiliki peran
Lebih terperincikinerja DPR-GR mengalami perubahan, manakala ada keberanian dari lembaga legislatif untuk kritis terhadap kinerja eksekutif. Pada masa Orde Baru,
i K Tinjauan Mata Kuliah onsep perwakilan di Indonesia telah terejawantahkan dalam berbagai model lembaga perwakilan yang ada. Indonesia pernah mengalami masa dalam pemerintahan parlementer meski dinyatakan
Lebih terperinciWidiyanto, HuMa
Widiyanto, HuMa 2013 0878 8143 1952 Proses Riset Temuan Empirik Rekomendasi Metode Riset: a. Legal Review Forestry law, human rights law, conservation law, environment law, spatial planning law, and regional
Lebih terperinciMencari Format Kerangka Kebijakan yang Ramah Bagi Masyarakat Lokal : Sebuah Diskusi Awal. Indriaswati Dyah Saptaningrum
Mencari Format Kerangka Kebijakan yang Ramah Bagi Masyarakat Lokal : Sebuah Diskusi Awal Indriaswati Dyah Saptaningrum Pendahuluan Pada jamaknya, suatu kekhasan yang menjadi bagian dari identitas individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan
Lebih terperinciImaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU
RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbincang tentang persoalan pendidikan memang tidak ada habisnya. Semakin dibicarakan dan didialektikakan semakin tidak menemukan ujungnya. Bukan karena pendidikan
Lebih terperinciB. Maksud dan Tujuan Maksud
RINGKASAN EKSEKUTIF STUDI IDENTIFIKASI PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH DAN PENANGANANNYA DI KOTA BANDUNG (Kantor Litbang dengan Pusat Kajian dan Diklat Aparatur I LAN-RI ) Tahun 2002 A. Latar belakang Hakekat
Lebih terperinciPELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA. A. Lukman Irwan, SIP Staf Pengajar Ilmu Pemerintahan Fisip UNHAS
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA A. Lukman Irwan, SIP Staf Pengajar Ilmu Pemerintahan Fisip UNHAS Abstraksi Tulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. progresifitas yang amat pesat. Hal ini bisa diidentifikasikan melalui eksistensi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri perbankan syari ah di Indonesia di masa sekarang mengalami laju progresifitas yang amat pesat. Hal ini bisa diidentifikasikan melalui eksistensi lembaga keuangan,
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
85 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi serta menelaah perbedaan pengaruh faktor-faktor tersebut pada masa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH PENELITIAN. Isu globalisasi saat ini menuntut sumberdaya manusia yang berkualitas dan
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH PENELITIAN Isu globalisasi saat ini menuntut sumberdaya manusia yang berkualitas dan mampu berkomunikasi dalam berbagai bahasa asing terutama bahasa Inggris
Lebih terperinciPenjaminan Mutu Pada Pendidikan Tinggi
Penjaminan Mutu Pada Pendidikan Tinggi Gumilar Rusliwa Somantri I Pendidikan tinggi di Indonesia menghadapi tantangan luar biasa untuk terus meningkatkan mutu kompetitif tingkat internasional. Mereka dituntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif. Inisiatif Tata Kelola Kehutanan Indonesia. Proses dan Hasil Penelitian Kondisi Tata Kelola Kehutanan Indonesia.
Pendahuluan Ringkasan Eksekutif Inisiatif Tata Kelola Kehutanan Indonesia Proses dan Hasil Penelitian Kondisi Tata Kelola Kehutanan Indonesia Disusun oleh: Jaringan Masyarakat Sipil untuk Tata Kelola Kehutanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah yang rendah dan cenderung mengalami tekanan fiskal yang lebih kuat,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rendahnya kapasitas fiskal suatu daerah menunjukan tingkat kemandirian daerah yang rendah dan cenderung mengalami tekanan fiskal yang lebih kuat, namun bukan berarti
Lebih terperinci