UPAYA MENGENALKAN MODEL RUMAH LANTING YANG RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MENGURANGI LAJU ABRASI SUNGAI MARTAPURA DALAM WILAYAH KOTA BANJARMASIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UPAYA MENGENALKAN MODEL RUMAH LANTING YANG RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MENGURANGI LAJU ABRASI SUNGAI MARTAPURA DALAM WILAYAH KOTA BANJARMASIN"

Transkripsi

1 UPAYA MENGENALKAN MODEL RUMAH LANTING YANG RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MENGURANGI LAJU ABRASI SUNGAI MARTAPURA DALAM WILAYAH KOTA BANJARMASIN H. Muhammad Zaini Abstrak Kota Banjarmasin dikenal dengan kota seribu sungai, akan tetapi julukan kota seribu sungai saat ini sulit dipertahankan, karena banyak sungai yang tidak berfungsi, dangkal, dan sempit; sebaliknya sungai-sungai besar justru bertambah lebar karena mengalami abrasi. Masyarakat yang tinggal di rumah lanting berpotensi terhadap menurunnya kondisi lingkungan perairan, Akan tetapi mereka juga sebagai penyelamat lingkungan, karema rumah mereka dapat menahan laju abrasi. Kehadiran rumah lanting masih dilematis bagi pengambil kebijakan di kota seribu sungai ini. Pada satu sisi ada pengakuan oleh pemerintah kota, sehingga kelak sepanjang Sungai Martapura akan dijadikan permukiman di atas air seperti Kota Banjarmasin pada tahun 50-an. Akan tetapi pada sisi lain penggusuran rumah lanting terus berlangsung. Berdasarkan analisis situasi yang telah diuraikan, masalah penerapan teknologi dirumuskan sebagai berikut, bagaimana mengenalkan model rumah lanting yang ramah lingkungan untuk mengurangi laju abrasi sungai Martapura dalam wilayah Kota Banjarmasin. Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, secara umum penerapan teknologi ini bertujuan untuk mengenalkan model rumah lanting yang mengutamakan aspek-aspek keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi. Adapun kegunaan kegiatan ini yaitu 1) masyarakat di lingkungan perairan, kegiatan ini merupakan tawaran model rumah lanting agar dapat diikuti, karena mengutamakan prinsip-prinsip keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi 2). Pemerintah Kota Banjarmasin dapat memanfaatkan inovasi ini sebagai bahan rekomendasi permukiman di lingkungan perairan, dan dapat dijadikan sebagai obyek wisata. Kegiatan penerapan teknologi masyarakat dilaksanakan dalam bentuk bimbingan dan tindakan terprogram sesuai dengan rancangan tindakan yang dibuat. Metode kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu obesrvasi dan kolaborasi Tim dengan penghuni rumah lanting. Kegiatan berlangsung secara keseluruhan pada tanggal 8 10 Mei 2006 dengan tenaga kerja berjumlah 15 orang terdiri dari mahasiswa dan seorang tenaga ahli. Pembimbing Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penerapan Teknologi tahun Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unlam Banjarmasin

2 54 Hasil kegiatan telah terselesaikannya renovasi 2 buah rumah lanting yang ramah lingkungan dengan mengutamakan aspek-aspek keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan tidak mengganggu kelancaran transportasi. Atas dasar hasil yang diperoleh, dan dengan mempertimbangkan respon masyarakat sebagai pemilik rumah lanting, maka rumah lanting perlu dipertahankan guna mengurangi laju abrasi sungai, karena rumah jenis ini merupakan bagian dari lingkungan pemukiman di perkotaan yang juga dapat diciptakan sesuai dengan kaidah-kaidah rumah sehat dan indah. Kata kunci: rumah lanting, ramah lingkungan PENDAHULUAN Masyarakat Banjar sejak zaman dahulu akrab dengan kehidupan di air. Di sini digunakan istilah masyarakat Banjar bukan suku Banjar. Masyarakat Banjar merupakan perpaduan berbagai suku yakni Dayak, Melayu, Bugis, Jawa, dan Madura. Perkampungan didirikan di tepi sungai, baik rumah panggung maupun rumah lanting. Rumah lanting diikatkan pada sebatang pohon, pada umumnya tanah di sekitar rumah lanting milik penghuni lanting itu sendiri atau milik keluarganya. Rumah lanting memiliki nilai ekologis karena dapat meredam gelombang air. Bukan saja sebagai tempat tinggal, akan tetapi juga sebagai toko menjual barang dagangan, kegiatan usaha, pandai besi dan lain-lain (Saleh, 1986:18). Rumah lanting pada awal abad ke- 21 ini, juga berfungsi sebagai stasiun pengisian bahan bakar bagi kapal motor, tempat pandai besi, dan bengkel. Sebagian masyarakat di lingkungan perairan, memanfaatkan rumah lanting sebagai tempat tinggal sementara, setelah cukup mampu mereka membangun rumah di darat, sedangkan rumah lanting miliknya dialihkan kepada orang lain. Rumah lanting juga berfungsi sebagai tempat menginap ketika menjajakan barang dagangan ke kota, setelah barang dagangan habis mereka pulang ke daerah asal, mereka umumnya berasal dari lingkungan perairan di hulu sungai. Masyarakat di lingkungan ini terdiri atas Masyarakat Banjar Batang Banyu dan Masyarakat Banjar Kuala. Kedua masyarakat ini secara historis telah menjadikan perairan Sungai Barito dari muara hingga daerah hulu sebagai tempat tinggal, mereka menempati pula perairan Sungai Martapura untuk menambatkan rumah lantingnya.

3 55 Masyarakat Banjar yang telah beradaptasi ratusan tahun dengan lingkungan perairan menjadi perhatian pemerintah kota saat ini. Perhatian ditujukan pada status pemilikan rumah lanting dan rumah-rumah di bantaran sungai (rumah yang dibangun menghadap sungai), khususnya di sekitar kawasan pasar terapung untuk diberi sertifikat pemilikan rumah, asal sesuai dengan pola perumahan di atas air. Kawasan yang berada di muara Sungai Kuin ini merupakan pusat kota lama yang terbentuk dari konsentrasi permukiman penduduk di sekitar keraton tempo dulu yakni ketika Kerajaan Banjar didirikan. Kini kawasan pasar terapung telah ditetapkan sebagai obyek wisata air oleh pemerintah kota. Badan Perencanaan Pembangunan Kota (BAPPEKO) Banjarmasin tanggal 26 September 2000 telah menerbitkan usulan pembenahan permukiman terapung. Badan ini telah melakukan pendataan rumah lanting dari berbagai aspek sebagai bahan rekomendasi untuk pengembangan kota. Mereka mungkin sadar rumah lanting tidak bisa dipisahkan dari sejarah perkembangan kota seribu sungai ini sejak hampir 500 tahun lalu. Pemerintah kota berencana mempertahankan rumah lanting agar tidak punah. Aspek-aspek yang menjadi perhatian adalah keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi. Kota seribu sungai ini selayaknya harus dikembangkan dengan meniru pengembangan permukiman air Negara Brunei Darussalam. Negara ini berhasil menjadikan lingkungan air sebagai obyek wisata, tetapi tetap menjaga kualitas air dan hutan yang masih perawan sebagai ekowisata unggulan. Pemerintah negara ini beranggapan melalui sektor wisata dapat menjadi perekat sosial, meningkatkan perekonomian, dan mewujudkan perdamaian dunia (Cameron, 2000). Sarana dan prasarana transportasi darat yang makin baik berakibat rumah lanting kurang diminati oleh penghuninya. Namun demikian, saat ini masih tersisa sebanyak 132 buah rumah lanting di sepanjang Sungai Martapura dan sebanyak 11 buah di Sungai Barito dekat muara Sungai Kuin. Kehadiran rumah lanting masih dilematis bagi pengambil kebijakan di kota seribu sungai ini. Pada satu sisi ada pengakuan oleh pemerintah kota, sehingga kelak sepanjang Sungai Martapura akan dijadikan permukiman di atas air seperti Kota Banjarmasin pada tahun 50-an. Akan tetapi pada sisi lain penggusuran rumah lanting terus berlangsung.

4 56 Gagasan-gagasan ideal yang telah dilontarkan pemerintah kota, ternyata di dalam pelaksanaannya tidak selalu berjalan mulus, bahkan cenderung bertentangan dengan keinginan semula. Rumah lanting yang seyogyanya harus dipertahankan, ternyata menjadi sasaran penggusuran seperti pada Gambar 1. Gambar 1 Foto Rumah Lanting Dekat Pusat Kota Sedang Digusur Sumber: Harian Banjarmasin Post edisi 30 Nopember 2004 Sungai Martapura memiliki ruang yang cukup luas untuk mengantisipasi kebutuhan lahan permukiman yang terbatas. Jika ruang terbuka ini dimanfaatkan untuk permukiman, maka kota air ini akan bernuansa seperti tahun 50-an. Ketika itu menurut H. M. Gazali Usman, purnakarya dosen Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin, lebar Sungai Martapura yang dapat dilalui kendaraan air hanya beberapa meter saja, sebagian besar merupakan deretan rumah lanting. Thomas Karsten seorang ahli tata kota Belanda sebelum Perang Dunia II juga menyarankan agar rumah lanting tetap diizinkan bertambat di tepi sungai, karena mampu meredam gelombang yang ditimbulkan oleh hiruk-pikuk lalu lintas air (Banjarmasin Kota Air, 1988). Sifat mampu meredam gelombang air diduga belum dipahami betul oleh pemerintah setempat. Pembuatan siring (beram, tanggul) yang berfungsi menyelamatkan tepi sungai dengan biaya besar sangat digalakkan, sedangkan rumah lanting dengan peran yang sama justru digusur. Permukiman

5 57 penduduk di rumah lanting terkesan kumuh, tetapi bila ditata rapi dan dengan sentuhan estetika justru menjadi daya tarik wisatawan. Jumlah penduduk makin meningkat, berarti bertambah pula kebutuhan lahan untuk mendukung kegiatan perumahan, pendidikan, perdagangan, industri, taman kota dan sebagainya. Kota Banjarmasin sangat terbatas luasnya, maka salah satu alternatif adalah mengembangkan secara horisontal bangunan di lingkungan perairan yakni beberapa sungai dijadikan sebagai tempat permukiman, akan tetapi tetap mempertahankan lebar sungai agar fungsinya sebagai alur transportasi air tidak terganggu (Pemko Dati II Banjarmasin, 1999). Pemerintah kota telah memanfaatkan sebagian badan sungai untuk dijadikan taman kota, seharusnya pemerintah juga mempersilakan kepada masyarakat di lingkungan perairan untuk memanfaatkan badan sungai sebagai lahan permukiman, khususnya rumah lanting. seperti pada Gambar 2. Gambar 2. Foto Rumah Lanting Dilihat dari Depan (Sumber: Survai lapangan) Rumah lanting senantiasa terapung di atas air, karena ditopang oleh ikatan bambu atau kayu gelondongan sebagai penyangga. Rumah lanting diikat pada sebatang pohon atau tonggak, menggunakan tali terbuat dari baja berpilin. Beranda depan menghadap sungai dan bagian belakang menghadap daratan yang berjarak sekitar 5 meter, maksudnya agar tetap mengapung ketika air surut. Ruang dapur dan

6 58 tempat MCK berada di samping kiri atau samping kanan rumah lanting dan bahkan ada yang dibangun di beranda depan seperti pada Gambar 3. Gambar 3. Foto yang Memperlihatkan Beranda Depan Rumah Lanting dan Fasilitas MCK (Sumber: Survai lapangan) Rumah lanting hanya memiliki WC cemplung, tidak ada ruang terbuka di kolong rumah, jadi sampah dibuang ke sungai melalui beranda depan atau samping. Jadi pada hakikatnya tidak ada perbedaan antara rumah panggung dan rumah lanting ditinjau dari peluang masyarakat ketika membuang sampah dan limbah rumah tangga. Penghuni rumah lanting telah mengikuti perkembangan peradaban, mereka sebagian bukan hanya memanfaatkannya untuk tempat tinggal, tetapi juga untuk usaha, seperti menjual kebutuhan hidup sehari-hari, beberapa keperluan usaha, di antaranya roda kapal, minyak solar, sampai usaha kecil produksi kecambah ( - media.com/bpost/9702/21/kota/kota4.htm.). Masyarakat yang tinggal di rumah lanting banyak memperoleh kemudahan seperti membeli air untuk keperluan minum, suplai air untuk MCK, dan membeli bahan makanan. Para pedagang sayur, ikan dan kebutuhan rumah tangga, pada umumnya menggunakan jukung dan perahu tambangan setiap hari lewat di depan rumah. ( Karena rumah lanting selamanya tergenang air, sampah yang dibuang selalu akan hanyut terbawa arus air.

7 59 Masalah dalam kegiatan ini adalah bagaimana menciptakan rumah lanting yang berwawasan lingkungan, artinya pemukiman di air yang mengutamakan aspekaspek keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi. Berdasarkan analisis situasi yang telah diuraikan terdahulu, dirumuskan masalah penerapan teknologi sebagai berikut: bagaimana mengenalkan model rumah lanting yang mengutamakan aspek-aspek keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi. Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan, secara umum penerapan teknologi ini bertujuan untuk mengenalkan model rumah lanting yang mengutamakan aspek-aspek keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi. Hasil pengabdian ini diharapkan dapat memberi manfaat khususnya bagi masyarakat lingkungan perairan di Sungai Martapura dalam wilayah Kota Banjarmasin sebagai berikut: 1. Masyarakat di lingkungan perairan, kegiatan ini merupakan tawaran model rumah lanting agar dapat diikuti, karena mengutamakan prinsip-prinsip keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi. 2. Pemerintah Kota Banjarmasin dapat memanfaatkan inovasi ini sebagai bahan rekomendasi permukiman di lingkungan perairan, dan dapat dijadikan sebagai obyek wisata. METODE Kegiatan penerapan teknologi dilaksanakan melalui bimbingan dan tindakan terprogram sesuai dengan rancangan tindakan yang dibuat yaitu membuat model rumah lanting yang ramah lingkungan dengan sasaran 2 buah rumah lanting di Kelurahan Seberang Mesjid RT. 04 Banjarmasin Tengah. Metode kegiatan yang akan dilaksanakan melalui 2 tahapan yakni tahap observasi dan tahap kolaborasi. Pada tahap observasi, tim mengadakan survei untuk mengamati langsung keadaan rumah lanting di sungai Martapura dalam wilayah kota Banjarmasin dan mengadakan wawancara pada beberapa orang masyarakat yang bertempat tinggal di rumah lanting pada daerah tersebut. Wawancara dimaksudkan untuk mengetahui keinginan mereka dan hal-hal yang telah dilaksanakan terutama dalam hubungannya

8 60 dengan usaha menciptakan rumah lanting yang ramah lingkungan. Rumah lanting hanya menggunakan WC cemplung, tidak ada ruang terbuka di kolong rumah. Pada tahap kolaborasi, tim pengabdi dengan penghuni rumah lanting dalam menciptakan model rumah lanting yang ramah lingkungan dengan sentuhan estetika. Oleh karena itu menciptakan rumah lanting yang ramah lingkungan difokuskan pada pembenahan WC, dan renovasi rumah. Secara keseluruhan kegiatan dilaksanakan di lingkungan RT. 04 Kelurahan Seberang Mesjid Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin. Jenis kegiatan dan waktu pelaksanaan kegiatan seperti pada Tabel 1. Kegiatan dilaksanakan oleh tim Tabel 1. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Renovasi Rumah Lanting Tanggal Kegiatan 12 Maret 2006 Survei kawasan pemukiman perairan 17 Maret 2006 Survei kawasan pemukiman perairan (lanjutan) 29 Maret 2006 Survei kawasan pemukiman perairan (lanjutan) 8 Mei 2006 Renovasi rumah lanting 9 Mei 2006 Renovasi rumah lanting (lanjutan) 10 Mei 2006 Renovasi rumah lanting (lanjutan) PKMT 2006 FKIP Unlam Banjarmasin yang diketuai oleh Akhmad Riandie dan dibantu 3 orang anggota yakni 1) Herry Helman, 2) Hulwatul Munajah, dan 3) Srikun B. Widiastuti. Pelaksanaan kegiatan pekerjaan dibagi atas 2 tahap yakni tahap survei dan tahap renovasi. Pada tahap survei, tim menetapkan rumah lanting yang akan direnovasi. Sebelum kegiatan ini dilaksanakan, terlebih dahulu mengurus perijinan kepada Pemerintah Kota Banjarmasin. Tim menawarkan gagasan kepada penghuni rumah lanting dan menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan. Kesepakatan diperoleh sesuai dengan lokasi yang telah dijelaskan di atas. Meskipun rumah lanting yang akan direnovasi hanya 2 unit, akan tetapi permintaan renovasi melebihi kemampuan tim, terutama bila dikaitkan dengan sumber dana yang tersedia. Langkah selanjutnya adalah menetapkan kebutuhan riil yang akan dijadikan dasar dalam kegiatan renovasi.

9 61 Pada tahap renovasi, kegiatan dilaksanakan selama 3 hari atau setara dengan 24 jam kerja dengan melibatkan tenaga kerja yang berasal dari para mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Unlam Banjarmasin angkatan 2000 dan 2002, sedangkan rincian kegiatan seperti pada Tabel 2. Kolaborasi tim dengan penghuni rumah lanting Tabel 2. Jenis Kegiatan Pelaksanaan Renovasi Rumah Lanting Tanggal Jumlah tenaga kerja yang terserap (orang) Tenaga ahli (orang) Rincian kegiatan 8 Mei Membuat teras/beranda depan Membersihkan sisi luar Melaksanakan pengecatan 9 Mei Membuat sekat/membuat kamar Membuat jendela Melaksanakan pengecatan (lanjutan) 10 Mei Membuat WC Pembuatan benteng penghalang sampah Melaksanakan Pengecatan (Lanjutan) dalam menciptakan rumah lanting dengan sentuhan estetika, ini dicapai pada hari ke- 3, meskipun diakui secara keseluruhan belum membuahkan hasil yang maksimal. Dengan tidak mengurangi makna pengabdian para mahasiswa yang tergabung dalam PKM pengabdian, maka untuk menciptakan rumah lanting yang ramah lingkungan difokuskan pada pengecatan sisi luar, pembuatan sekat kamar, pembuatan jendela, pembuatan teras depan dan pembuatan WC termasuk di dalamnya membuat septik tank apung. HASIL DAN PEMBAHASAN Kolaborasi yang dilakukan antara mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Unlam dengan pihak penghuni rumah lanting telah membuahkan hasil yang saling menguntungkan. Para mahasiswa sebagai penyampai ide, menyediakan dana perangsang, pengajuan modal rumah lanting yang ramah lingkungan telah mengalami proses pembelajaran yang berharga, sedangkan penghuni rumah lanting telah mendapat rumah baru memiliki nilai estetika dan ramah lingkungan sebagai buah karya mahasiswa. Rangkaian proses kegiatan kolaborasi antara mahasiswa dengan penghuni rumah lanting telah menghasilkan produk akhir hasil renovasi rumah lanting seperti pada Gambar 4.

10 62 Gambar 4. Rumah Lanting yang Ramah Lingkungan Tahap awal yang dilakukan TIM adalah melakukan observasi rumah lanting di Sungai Martapura serta menetapkan 2 buah rumah lanting yang akan di renovasi. Selain itu, tim juga melakukan wawancara dengan pemilik rumah lanting guna mengetahui keinginan-keinginan mereka sehubungan dengan rumah lanting mereka. Dari observasi yang telah dilakukan tim nampak bahwa rumah lanting sangat jauh sebagai rumah sehat. Rumah lanting pada umumnya berukuran 6 x 4 m 2 tanpa ada jendela, sekat pemisah antara kamar dengan ruang tamu serta dapur. Rumah lanting ini juga tidak memiliki kamar WC terlebih kamar mandi. Mereka terbiasa dengan hidup serba praktis, mandi cuci kakus dilakukan di sungai. Kegiatan renovasi mulai dari pengecatan rumah, pembuatan jendela, pembuatan sekat kamar, pembuatan teras depan dan pembuatan WC, pembuatan benteng sampah. Kegiatan ini dilakukan oleh tim dibantu oleh pemilik rumah lanting dan seorang tenaga ahli bangunan yang secara khusus diminta untuk membantu pelaksanaan kegiatan renovasi rumah lanting. Di dalam pelaksanaan kegiatan ini, dijumpai beberapa kendala di lapangan. Tim kesulitan dalam menentukan rumah

11 63 lanting yang akan direnovasi, karena dikhawatirkan akan menimbulkan kesenjangan sosial di antara pemilik rumah lanting yang notabene memiliki latar pendidikan yang rendah serta keadaan ekonomi yang lemah. Diharapkan rumah lanting yang telah direnovasi dengan sentuhan estetika dan sentuhan teknologi dapat menjadikan rumah jenis ini sebagai salah satu pemukiman yang bersih, sehat dan indah serta menjadikan daya tarik tersendiri. Hal ini tentu tergantung dari penghuni rumah lanting sebagai pihak yang menempatinya. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pembahasan disimpulkan 1) Rumah lanting yang ramah lingkungan merupakan rumah lanting yang mengutamakan aspek-aspek keindahan, keserasian, kebersihan lingkungan, dan kelancaran transportasi. 2) Rumah lanting perlu dipertahankan guna mengurangi laju abrasi sungai. 3) Rumah lanting sebagai bagian dari lingkungan pemukiman di perkotaan dapat diciptakan sesuai dengan kaidah-kaidah rumah sehat, sehat dan indah. Berdasarkan simpulan di atas disarankan perbaikan pemukiman di lingkungan hendaknya dapat dijadikan pertimbangan oleh Pemerintah Kota untuk mengurangi keterbatasan lahan di Kota Banjarmasin DAFTAR RUJUKAN BPS-BAPPEKO Banjarmasin, Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Banjarmasin Cameron, Graham Duduk di Atas Lumbung Emas. Muhibah, Nopember/ Desember diakses 13 Juni 2004, Rumah Lanting antara Tradisi dan Kelayakan (Online). Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarmasin Laporan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Banjarmasin dalam Rangka Uji Petik Pemeriksaaan Akhir Masa Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan di Banjarmasin Tanggal 30 Agustus Saleh, M. Idwar Sekilas Mengenai Daerah Banjar dan Kebudayaan Sungainya sampai dengan Akhir Abad 19. Proyek Pengembangan Permuseuman Kalimantan Selatan.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sungai merupakan salah satu bentuk badan air lotik yang bersifat dinamis yang berguna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sungai memiliki fungsi ekologis yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota-kota di Pulau Kalimantan memiliki kaitan yang erat terhadap sungai. Hal ini dikarenakan kota-kota tersebut merupakan kota yang mengalami perkembangan dari jejalur

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (43-50)

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (43-50) INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (43-50) MUTU PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI DI BANJARMASIN Kurnia Widiastuti Jurusan Arsitektur Univ. Lambung Mangkurat Banjarmasin Abstrak Secara empiris daerah bantaran

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini memiliki posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. di wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini memiliki posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Banjarmasin merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan yang merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), sebagai Kota Pusat Pemerintahan serta sebagai pintu gerbang

Lebih terperinci

BAB I KONDISI PINGGIRAN SUNGAI DELI

BAB I KONDISI PINGGIRAN SUNGAI DELI BAB I KONDISI PINGGIRAN SUNGAI DELI Keadaan sungai Deli yang sekarang sangat berbeda dengan keadaan sungai Deli yang dahulu. Dahulu, sungai ini menjadi primadona di tengah kota Medan karena sungai ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di Indonesia sebenarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi

Lebih terperinci

PERUMAHAN PINGGIR SUNGAI DI BANJARMASIN AKIBAT PERILAKU PASANG SURUT SUNGAI BARITO

PERUMAHAN PINGGIR SUNGAI DI BANJARMASIN AKIBAT PERILAKU PASANG SURUT SUNGAI BARITO PERUMAHAN PINGGIR SUNGAI DI BANJARMASIN AKIBAT PERILAKU PASANG SURUT SUNGAI BARITO Oleh : Purwito Peneliti Bahan Bangunan dan Konstruksi Puslitbang Permukiman Ringkasan: Sebagai Ibu Kota Propinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN SELATAN 2.1.1. Kondisi Wisata di Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan merupakan salah

Lebih terperinci

Gambar sampul adalah hasil modifikasi gambar yang diambil dari

Gambar sampul adalah hasil modifikasi gambar yang diambil dari Pasar Apung, oleh Herry Libijanto Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-4462135; 0274-882262; Fax: 0274-4462136 E-mail: info@grahailmu.co.id Gambar sampul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata diseluruh tanah air dan ditujukan bukan hanya untuk satu golongan, atau

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa Hindia Belanda) yang pekerjanya sebagai pembantu pada keluarga-keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. masa Hindia Belanda) yang pekerjanya sebagai pembantu pada keluarga-keluarga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Pengertian Kampung Kampung adalah kawasan yang ditinggali oleh masyarakat atau pribumi (pada masa Hindia Belanda) yang pekerjanya sebagai pembantu pada keluarga-keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata diseluruh tanah air dan ditujukan bukan hanya untuk satu golongan, atau

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

WATERFRONT CITY, BANJARMASIN Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota

WATERFRONT CITY, BANJARMASIN Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota WATERFRONT CITY, BANJARMASIN Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota Oleh: Raditya PU * Kepala Bappeda Banjarmasin Kota Seribu Sungai. Sudah sewajarnya jika sebutan tersebut diberikan masyarakat

Lebih terperinci

PLPBK RENCANA TINDAK PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BAB III GAMBARAN UMUM KAWASAN PRIORITAS KELURAHAN BASIRIH BANJARMASIN BARAT

PLPBK RENCANA TINDAK PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BAB III GAMBARAN UMUM KAWASAN PRIORITAS KELURAHAN BASIRIH BANJARMASIN BARAT BAB III GAMBARAN UMUM KAWASAN PRIORITAS 3.1. ekonominya. RT. 37 ini merupakan salah satu kantong "PAKUMIS" (Padat, Kumuh, Miskin) dari seluruh kawasan Kelurahan Basirih yakni pada RT. 37 ini pula yang

Lebih terperinci

Rumah Lanting : Rumah Terapung Diatas Air Tinjauan Aspek Tipologi Bangunan

Rumah Lanting : Rumah Terapung Diatas Air Tinjauan Aspek Tipologi Bangunan Rumah Lanting : Rumah Terapung Diatas Air Tinjauan Aspek Tipologi Bangunan Bambang Daryanto Staf Pengajar Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik UNLAM Abstrak Salah satu bentuk rumah tradisional Banjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota-Kota Tepian Air di Indonesia Sumber: Heldiyansyah, 2010

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota-Kota Tepian Air di Indonesia Sumber: Heldiyansyah, 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepian sungai adalah termasuk kawasan tepian air yang memiliki beberapa kelebihan, terutama berkaitan dengan fungsi dan aksessibilitas yang lebih strategis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya.

Lebih terperinci

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler Kampung Hamdan merupakan salah satu daerah di Kota Medan yang termasuk sebagai daerah kumuh. Hal ini dilihat dari ketidak beraturannya permukiman warga

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan Kota Jakarta dengan visi dan misi mewujudkan Ibu kota negara sejajar dengan kota-kota dinegara maju dan dihuni oleh masyarakat yang sejahtera. Permasalahan

Lebih terperinci

KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL

KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL Konsep Lanskap Total Konsep total dari perancanaan ini adalah menata apa yang ada saat ini dan mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan

Lebih terperinci

SEBUAH TINJAUAN ANTARA PENGEMBANGAN POLA PEMUKIMAN DAN PENGELOLAAN SEMPADAN SUNGAI

SEBUAH TINJAUAN ANTARA PENGEMBANGAN POLA PEMUKIMAN DAN PENGELOLAAN SEMPADAN SUNGAI INFO TEKNIK Volume 7 No. 1, Juli 2006 (36 40) SEBUAH TINJAUAN ANTARA PENGEMBANGAN POLA PEMUKIMAN DAN PENGELOLAAN SEMPADAN SUNGAI Nurfansyah 1), Novitasari 2) Abstract Town of Banjarmasin passed by many

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah genangan pasang adalah daerah yang selalu tergenang air laut pada waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran rendah di dekat

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA BANJARMASIN WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN, PENGATURAN PEMANFAATAN SEMPADAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari. KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA Dwi Suci Sri Lestari Abstrak Kawasan tepi sungai merupakan kawasan tempat bertemunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota di Indonesia merupakan sumber pengembangan manusia atau merupakan sumber konflik sosial yang mampu mengubah kehidupan dalam pola hubungan antara lapisan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG KEBERSIHAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Stiufi Sosiaf'Elipnmi Masyardijft Ling^ngan Xumufi 'Kpta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan tujuan utama bagi penduduk untuk berurbanisasi karena mereka pada umumnya melihat kehidupan kota yang lebih modern dan memiliki lebih banyak lapangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Permukiman Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. Permukiman perlu ditata agar dapat berkelanjutan dan

Lebih terperinci

RUMAH LANTING ARSITEKTUR VERNAKULAR SUKU BANJAR YANG MULAI PUNAH

RUMAH LANTING ARSITEKTUR VERNAKULAR SUKU BANJAR YANG MULAI PUNAH LOCAL WISDOM, 9 (1): 12-26, 2017 ISSN: 2086-3764 RUMAH LANTING ARSITEKTUR VERNAKULAR SUKU BANJAR YANG MULAI PUNAH Program Pasca Sarjana Arsitektur Lingkungan Binaan-Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono,

Lebih terperinci

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat.

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat. 37 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang menjabarkan pembangunan sesuai dengan kondisi, potensi dan kemampuan suatu daerah tersebut.

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dinamika perkembangan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR 1. Terbentuknya Suku Banjar Suku Banjar termasuk dalam kelompok orang Melayu yang hidup di Kalimantan Selatan. Suku ini diyakini, dan juga berdasar data sejarah, bukanlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan sistem sanitasi ( pengelolaan air limbah domestic ) terburuk ketiga di Asia Tenggara setelah Laos dan Myanmar ( ANTARA News, 2006

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kuin adalah wilayah sepanjang daerah aliran Sungai Kuin yang terletak di kota Banjarmasin.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

POLA HUNIAN DI KAWASAN PERMUKIMAN DIATAS SUNGAI (DESA TANJUNG MEKAR, KABUPATEN SAMBAS)

POLA HUNIAN DI KAWASAN PERMUKIMAN DIATAS SUNGAI (DESA TANJUNG MEKAR, KABUPATEN SAMBAS) POLA HUNIAN DI KAWASAN PERMUKIMAN DIATAS SUNGAI (DESA TANJUNG MEKAR, KABUPATEN SAMBAS) Ely Nurhidayati *1 1 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang * Email : elmartptk@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padatnya penduduk di wilayah perkotaan berdampak terhadap daerah perkotaan

I. PENDAHULUAN. Padatnya penduduk di wilayah perkotaan berdampak terhadap daerah perkotaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Padatnya penduduk di wilayah perkotaan berdampak terhadap daerah perkotaan yakni mengakibatkan kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan semakin meningkat. Jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

Lingkungan Permukiman

Lingkungan Permukiman 8 Lingkungan Permukiman Lingkungan permukiman adalah lingkungan buatan, bukan lingkungan alami. Lingkungan permukiman merupakan salah satu komponen pembentuk perkampungan / kota. Secara garis besar, lingkungan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan Kapuk, Kelurahan Kamal dan Kelurahan Tegal Alur, dengan luas wilayah 1 053 Ha. Terdiri dari 4 Rukun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi luas perairan 3,1 juta km 2, terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai ± 81.000 km. (Dishidros,1992).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan sekitar

Lebih terperinci

Perihal : Permohonan Ijin Mendirikan Bangunan Baru Melalui Kepala Badan Penanaman Modal. Agama/Kewarganegaraan Alamat/No.Telp.

Perihal : Permohonan Ijin Mendirikan Bangunan Baru Melalui Kepala Badan Penanaman Modal. Agama/Kewarganegaraan Alamat/No.Telp. NOMOR : BPMPTSP-FORM-REG-019.01 Nomor : Kepada Lampiran : 1 (satu) berkas Yth. Walikota Palembang Perihal : Permohonan Ijin Mendirikan Bangunan Baru Melalui Kepala Badan Penanaman Modal Permohonan Ijin

Lebih terperinci

BAB I PERMASALAHAN KAWASAN DARI SUDUT PANDANG MASYARAKAT

BAB I PERMASALAHAN KAWASAN DARI SUDUT PANDANG MASYARAKAT BAB I PERMASALAHAN KAWASAN DARI SUDUT PANDANG MASYARAKAT Dalam pelaksanakan suatu proyek perancangan arsitektur diperlukan adanya pedoman pelaksanaan yang sesuai dengan tujuan perancangan. Pedoman pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 START FROM HERE. A river runs through it yang artinya sebuah sungai mengalir melewati,

BAB 1 START FROM HERE. A river runs through it yang artinya sebuah sungai mengalir melewati, BAB 1 START FROM HERE A river runs through it yang artinya sebuah sungai mengalir melewati, merupakan sebuah tema besar yang akan menjadi arahan dalam proses desain. Jadi peranan sungai sebenarnya sangat

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI BANTARAN SUNGAI DAERAH RAWA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

STRATEGI PENINGKATAN SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI BANTARAN SUNGAI DAERAH RAWA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN STRATEGI PENINGKATAN SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI BANTARAN SUNGAI DAERAH RAWA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN Juli Wibowo, Ali Masduqi, Andon Setyo Wibowo Program Pascasarjana Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

Perkiraan dan Referensi Harga Satuan Perencanaan

Perkiraan dan Referensi Harga Satuan Perencanaan Perkiraan dan Referensi Harga Satuan Perencanaan No Bidang kategori 1 Pemerintahan Peningkatan kesiagaan dan pencegahan bahaya kebakaran Pemeliharaan Hydrant Pembangunan Hydrant Kering Pemeliharaan pertitik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pasar Oeba selain sebagai layanan jasa komersial juga sebagai kawasan permukiman penduduk. Kondisi pasar masih menghadapi beberapa permasalahan antara lain : sampah

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN DAN PENANGANANNYA PADA SUMBERDAYA AIR

DAMPAK PEMBANGUNAN DAN PENANGANANNYA PADA SUMBERDAYA AIR ISBN 978-602-9092-54-7 P3AI UNLAM P 3 A I Penulis : Editor : Dr. rer. nat. Ir. H. Wahyuni Ilham, MP Cetakan ke 1, Desember 2012 Peringatan Dilarang memproduksi sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH

Lebih terperinci

BAB II. Gambaran Umum Kota Banjarmasin serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Banjarmasin

BAB II. Gambaran Umum Kota Banjarmasin serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Banjarmasin BAB II Gambaran Umum Kota Banjarmasin serta Dinas dan Kebudayaan Kota Banjarmasin A. Gambaran Umum Kota Banjarmasin 1. Sejarah Kota Banjarmasin Banjarmasin merupakan Ibu Kota dari Provinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, dimana hampir semua aktifitas ekonomi dipusatkan di Jakarta. Hal ini secara tidak langsung menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

V. ANALISIS DAN SINTESIS

V. ANALISIS DAN SINTESIS V. ANALISIS DAN SINTESIS 5.1 Analisis 5.1.1 Analisis Fisik 5.1.1.1 Analisis Topografi Wilayah Banjarmasin bagian utara memiliki ketinggian permukaan tanah rata-rata 0,16 m di bawah permukaan air laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya sebagaimana. diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya sebagaimana. diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk watak serta kepribadian bangsa. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN BAB 5 HASIL PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Bangunan yang baru menjadi satu dengan pemukiman sekitarnya yang masih berupa kampung. Rumah susun baru dirancang agar menyatu dengan pola pemukiman sekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dominan adalah Suku Dayak bukit sebagai penduduk asli kesamaan itu

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dominan adalah Suku Dayak bukit sebagai penduduk asli kesamaan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Asal-usul suku Banjar berasal dari percampuran beberapa suku, yang menjadi dominan adalah Suku Dayak bukit sebagai penduduk asli kesamaan itu dapat diidentifikasi

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SALINAN BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

KAJIAN ASPEK TEKNIS DAN ASPEK EKONOMIS PROYEK PACKING PLANT PT. SEMEN INDONESIA DI BANJARMASIN

KAJIAN ASPEK TEKNIS DAN ASPEK EKONOMIS PROYEK PACKING PLANT PT. SEMEN INDONESIA DI BANJARMASIN TUGAS AKHIR KAJIAN ASPEK TEKNIS DAN ASPEK EKONOMIS PROYEK PACKING PLANT PT. SEMEN INDONESIA DI BANJARMASIN DIYAH TRI SULISTYORINI - 3111.105.037 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan dan Drainase Banyak rumah yang

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 51 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 6

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 51 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 51 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KEGIATAN WILAYAH PERKOTAAN MARABAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KEGIATAN WILAYAH PERKOTAAN MARABAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KEGIATAN WILAYAH PERKOTAAN MARABAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk Kota Palembang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume dan keragaman sampah. Peningkatan volume dan keragaman sampah pada

Lebih terperinci

BAB II ATURAN BERSAMA A. ATURAN BERSAMA DALAM MEMBANGUN DAN MENATA (RENOVASI) RUMAH

BAB II ATURAN BERSAMA A. ATURAN BERSAMA DALAM MEMBANGUN DAN MENATA (RENOVASI) RUMAH 1 BAB I PENGANTAR Aturan bersama ini dibuat bersama oleh masyarakat dan pihak kelurahan dan selanjutnya semua pihak meneruskan aturan bersama ini kepada semua elemen masyarakat sehingga bisa diketahui

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM Menimbang : a. Bahwa sebagai

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 51 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DAN GARIS SEMPADAN SUNGAI/SALURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan, meningkatkan produktifitas dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada Bab V akan diuraikan mengenai kesimpulan dari hasil dan pembahasan pada penelitian yang telah dilakukan. Hasil dan pembahasan terdiri dari kondisi infrastruktur pada permukiman

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWA DAN RUMAH KOST

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWA DAN RUMAH KOST BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWA DAN RUMAH KOST DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/35; TLN NO. 3441 Tentang: RAWA Indeks:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi perkembangan menurut kamus bahasa Indonesia adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Definisi perkembangan menurut kamus bahasa Indonesia adalah suatu proses BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Definisi perkembangan menurut kamus bahasa Indonesia adalah suatu proses untuk menuju kedewasaan pada makhluk hidup yang bersifat kualitatif, artinya tidak dapat dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi dan moneter mengakibatkan terjadinya kelumpuhan ekonomi nasional terutama di sektor riil yang berakibat terjadinya pemutusan hubungan kerja besar-besaran

Lebih terperinci