RESILIENSI PENGAJAR MUDA DI SEKOLAH DAERAH TERPENCIL: SEBUAH STUDI KASUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESILIENSI PENGAJAR MUDA DI SEKOLAH DAERAH TERPENCIL: SEBUAH STUDI KASUS"

Transkripsi

1 RESILIENSI PENGAJAR MUDA DI SEKOLAH DAERAH TERPENCIL: SEBUAH STUDI KASUS Ratih Arruum Listiyandini dan Titi Sahidah Fitriana Fakultas Psikologi Universitas YARSI ABSTRAK Guru merupakan sosok yang berperan penting dalam rangka turut mencerdaskan anak bangsa. Melalui guru, seseorang bukan hanya belajar mengenai ilmu pengetahuan tetapi juga karakter dan cara hidup. Sayangnya, di Indonesia, pentingnya peran guru ini belum diimbangi dengan pemerataan jumlah pengajar yang berkualitas, terutama pada sekolah yang ada di daerah terpencil. Dilatarbelakangi oleh semangat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa secara lebih merata, muncul gerakan yang mendorong para pemuda lulusan perguruan tinggi untuk mengabdi sebagai guru di daerah-daerah terpencil. Para guru ini disebut sebagai pengajar muda. Penelitian studi kasus melalui wawancara dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran dinamika antara faktor internal resilliensi, faktor protekstif eksternal, dan faktor resiko pada seorang pengajar muda di daerah terpencil. Melalui studi kasus yang dilakukan, ditemukan bahwa faktor resiko yang dialami subjek meliputi tantangan geografis dan sosiologis di area penempatan. Namun demikian, ditemukan adanya berbagai faktor protektif internal yang bisa menyebabkan subjek mampu bertahan dan beradaptasi dengan baik, diantaranya fleksibilitas kognitif, regulasi emosi dan kendali impuls, keyakinan diri dan optimisme, serta empati. Sebagai penelitian awal, hasil dari penelitian diharapkan bisa menjadi acuan untuk menyusun program pengembangan dan persiapan bagi para pengajar muda sebelum turun menjadi guru di sekolah daerah terpencil. Kata Kunci: resiliensi, guru, daerah terpencil PENDAHULUAN Pendidikan adalah kunci pembangunan suatu bangsa. Melalui pendidikan, anak-anak bangsa akan ditempa pola fikirnya menjadi lebih berkualitas sehingga suatu hari ia dapat menjadi agen perubahan yang memajukan perekonomian bangsa. Pentingnya pendidikan yang berkualitas disadari pula oleh Pemerintah Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 terdapat pasal yang menjamin hak setiap warga negara untuk mendapat pendidikan (pasal 31 ayat 1). Bahkan Pemerintah juga wajib menganggarkan 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaran pendidikan nasional (pasal 31 ayat 4). Peraturan yang terdapat di dalam UUD 1945 ini menegaskan urgensi penyelenggaraan pendidikan bagi Pemerintah Indonesia. Namun sayangnya, kondisi pendidikan di Indonesia bagaikan peribahasa jauh panggang dari api. Peraturan Pemerintah yang menjamin penyelenggaraan pendidikan berkualitas tidak 1

2 terlihat implementasinya di lapangan. Pendidikan yang berkualitas (dan terus ditingkatkan kualitasnya) hanya terjadi di pusat-pusat kota di Indonesia. Sementara itu, masih banyak daerah tertinggal di Indonesia yang tidak memiliki fasilitas dan sumber daya pendidikan yang memadai. Seperti yang peneliti kutip dari beberapa permasalahan penyelenggaraan pendidikan di daerah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal (3T) antara lain; persediaan dan distribusi tenaga pendidik yang tidak seimbang, insentif rendah, guru-guru yang kurang kompeten, ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang ditempuh, serta penerapan kurikulum di sekolah belum sesuai dengan mekanisme dan proses yang standar. Secara umum dapat disimpulkan bahwa permasalahan pendidikan di daerah terpencil sangat terkait dengan ketersediaan guru yang berkualitas dan penerapan kurikulum yang standar. Ketersediaan guru yang berkualitas dapat dikatakan sebagai faktor yang paling penting dalam upaya mengubah kondisi pendidikan di Indonesia. Melalui tangan guru, maka pengetahuan dan pendidikan karakter anak bangsa dapat berubah menjadi lebih baik. Melalui tangan guru pula, sebuah kurikulum pembelajaran yang berkualitas dapat tersampaikan kepada anak didik. Konsep berfikir inipulalah yang mendasari pendirian gerakan Indonesia Mengajar. Gerakan Indonesia Mengajar memiliki misi untuk meningkatkan pemerataan pendidikan di Indonesia dengan menyediakan guru berkualitas di daerah yang membutuhkan. Pada saat yang sama, gerakan penempatan para guru di daerah terpencil ini diharapkan dapat menjadi media pembelajaran kepemimpinan bagi anak muda di Indonesia agar memiliki kompetensi kelas dunia dengan pemahaman akan realita lapangan. Misi yang dibawa oleh Indonesia Mengajar ini bukanlah misi yang ringan. Para pengajar muda akan ditempatkan di daerah terpencil di Indonesia. Kondisi demografis, karakter masyarakat dan sarana prasarana di daerah penempatan sangat jauh berbeda dengan kondisi asal dari para pengajar muda. Karena hal inilah, Indonesia Mengajar mengadakan seleksi yang amat ketat dan pembekalan yang amat memadai bagi para calon pengajar muda. Indonesia Mengajar berharap dengan seleksi dan pembekalan maka para pengajar muda mampu bertahan dan membawa perubahan di daerah penempatan. Bertahan di sebuah daerah dengan situasi yang amat berbeda tentu bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan oleh para pengajar muda. Apabila sudah terjun ke daerah penempatan, maka para pengajar muda ini dipaksa untuk bertahan selama satu tahun. Mereka ditempatkan dalam kondisi penuh stres akibat hadirnya berbagai masalah baru di 2

3 sekitar mereka. Hal ini tentu menjadi resiko tersendiri bagi pengajar muda. Di sisi lain, para pengajar muda dituntut untuk menggunakan segala aset yang mereka miliki untuk beradaptasi, mengatasi masalah dan menciptakan perubahan. Tidak hanya kepada anak didik tetapi juga masyarakat sekitar. Interaksi antara resiko dan aset ini disebut dengan resiliensi. Apabila didefinisikan, resiliensi adalah kemampuan untuk gigih, mengatasi masalah dan beradaptasi dengan baik ketika berhadapan dengan situasi yang tidak seharusnya (Reivich dan Shatte, 2002). Apabila seseorang memiliki resiliensi yang tinggi maka ia akan memanfaatkan segala aset yang ada untuk mengatasi resiko sehingga ia mampu mengatasi masalah dan beradaptasi dengan baik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa resiliensi adalah faktor yang berperan penting agar seseorang dapat bertahan pada situasi sulit. Berdasarkan latarbelakang tersebut, peneliti menduga bahwa para pengajar muda yang telah berhasil bertahan dalam masa pengabdiannya selama satu tahun di daerah terpencil tentu memiliki resiliensi diri yang tinggi. Mereka mampu mengatasi resiko yang hadir di lingkungan dengan memaksimalkan fungsi dari aset diri dan memanfaatkan aset lingkungan yang terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui lebih dalam mengenai dinamika resiliensi pengajar muda di sekolah daerah terpencil. Penelitian ini merupakan sarana untuk mengembangkan pemahaman mengenai resiliensi pada individu, khususnya mengenai pengajar di sekolah daerah terpencil dan mengetahui faktor-faktor protektif internal yang dibutuhkan dalam diri individu yang memutuskan bekerja di daerah terpencil. Bagi pihak yang berkepentingan, hasil dari penelitian diharapkan bisa menjadi acuan untuk menyusun program pengembangan dan persiapan bagi para pengajar sebelum turun menjadi guru di sekolah daerah terpencil. Resiliensi Dalam penelitian ini, definisi resiliensi yang akan digunakan adalah dari Reivich dan Shatte (2002) yaitu ability to cope well with adversity and persevere and adapt when things go awry. Dengan kata lain dapat diartikan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik berbagai tantangan yang muncul, gigih, dan beradaptasi ketika berhadapan dengan situasi yang tidak seharusnya. Resiliensi melibatkan interaksi antara risiko dan aset. Individu, keluarga, lingkungan dan seting sosial mengandung risiko dan aset. Individu hanya dapat disebut resilien ketika mereka berada dalam situasi berisiko. Faktor risiko adalah segala bentuk tindakan, tingkah 3

4 laku dan karakteristik yang dapat mengurangi resiliensi. Faktor risiko dapat memperbesar peluang kemungkinan tingkah laku maladaptif, gangguan kesehatan dan mengurangi kesejahteraan psikologis akibat kesulitan dalam hidup (Clay & Silberberg, 2004). Aset, atau biasa juga disebut dengan faktor protektif, adalah segala bentuk tindakan, tingkah laku dan karakteristik yang mendukung perkembangan resiliensi seseorang (Clay & Silberberg, 2004). Faktor protektif bersifat internal dan eksternal (Grotberg,1997). Faktor Protektif Internal dan Eksternal Menurut Reivich dan Shatte (2002) terdapat 7 faktor protektif internal yang dapat meningkatkan resiliensi yang dimiliki oleh seseorang. Ketujuh faktor tersebut adalah ; 1. Regulasi emosi yaitu kemampuan untuk tetap tenang ketika berada di bawah tekanan. Orang-orang yang resilien dapat mengendalikan emosi mereka, terutama saat berhadapan dengan tantangan dan dinamika masalah sehingga dapat tetap fokus kepada tujuan. 2. Kontrol impuls adalah kemampuan untuk mengendalikan perilaku ketika berada di bawah tekanan. Kontrol impuls sangat terkait dengan kemampuan untuk meregulasi emosi pada seseorang. 3. Fleksibilitas kognitif (Analisis sebab-akibat) adalah kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab dari masalah secara komprehensif dan akurat. Hal ini dapat menghindari terjadinya kesalahan secara berulang dan menunjukkan seberapa jauh seseorang mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya. 4. Efikasi diri adalah perasaan mampu dan menguasai kondisi di sekitar. 5. Realistic optimism adalah rasa yakin bahwa sesuatu dapat berubah menjadi lebih baik dan ada harapan di masa depan serta rasa mampu untuk mengendalikan hidup. 6. Empati adalah kemampuan untuk memahami isyarat orang lain yang menggambarkan kondisi psikologis dan emosional mereka. 7. Reaching out adalah kemampuan untuk mencari tantangan, kesempatan dan hubungan baru atau memaksimalkan semua kemampuan diri untuk mencapai kepuasan, sukses dan resiliensi yang dimiliki. Sementara itu, faktor protektif eksternal meliputi keluarga yang mendukung dan kondisi lingkungan yang melibatkan partisipasi individu (Reivich dan Shatte, 2002). 4

5 METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif melalui studi kasus. Sebagai salah satu metode penelitian ilmu sosial, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pertanyaan penelitian berhubungan dengan bagaimana (how) atau mengapa (why), bila peneliti memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa, dan bila fokus penelitian terletak pada fenomena kontemporer dalam kehidupan nyata (Yin, 2009). Menurut Poerwandari (2007), pendekatan studi kasus membuat peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari berbagai kasus khusus tersebut. Poerwandari (2007) menyatakan bahwa kasus merupakan fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded context), meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas. Kasus itu dapat berupa individu, peran, kelompok kecil, organisasi, komunitas, atau bahkan suatu bangsa. Kasus dapat pula berupa keputusan, kebijakan, proses, atau suatu peristiwa khusus tertentu. Dalam studi kasus, sumber data bisa berasal dari dokumentasi, arsip, wawancara, observasi, atau bukti fisik lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti memilih studi kasus sebagai metode atas dasar ketertarikan untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana gambaran resiliensi pada pengajar muda saat berada di daerah terpencil. Penelitian dilakukan melalui wawancara terstruktur pada satu orang untuk memahami fenomena berdasarkan teori resiliensi yang sudah ada. Melalui studi kasus, diharapkan keunikan pengalaman subjek sebagai pengajar di daerah terpencil mampu tergali lebih dalam. Partisipan Subjek penelitan dalam studi kasus ini adalah seorang perempuan bernama Bunga (bukan nama sebenarnya). Tahun 2011, ia pergi ke sebuah desa terpencil di Maluku sebagai pengajar muda. Bunga merupakan anak bungsu dari dua bersaudara dan saat ini berusia 25 tahun. Setelah kembali ke kota dari tugas mengajarnya pada tahun 2012, ia bekerja sebagai guru anak berkebutuhan khusus di sebuah sekolah swasta. Berikut gambaran subjek penelitian: Identitas Keterangan Nama Jenis Kelamin Bunga Perempuan 5

6 Usia Daerah Penempatan Suku 25 tahun Maluku Jawa Bunga merupakan anak bungsu dari dua bersaudara dan bersuku bangsa Jawa/ Ayahnya adalah seorang pengambil kebijakan di sebuah perusahaan ternama dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Di rumah, Bunga hidup berkecukupan dengan disediakannya fasilitas mobil dan supir untuk antar jemput serta rumah yang memiliki asisten rumah tangga. Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya dalam bidang ilmu perilaku di sebuah universitas negeri ternama. Sepanjang kuliah, Bunga aktif dalam berbagai kegiatan organisasi di kampus dan menyalurkan hobinya, yaitu menari, dengan membentuk kelompok peminatan tari di kampus. HASIL PENELITIAN Wawancara dilakukan untuk menggali mengenai latar belakang keberangkatan Bunga sebagai pengajar di daerah terpencil, tantangan dan pengalaman Bunga selama menjadi pengajar, dan penghayatan pribadi yang didapatkan pasca kepulangan. Dari hasil wawancara, peneliti kemudian melakukan analisa tematik berdasarkan teori yang ada. Berikut adalah pemaparan mengenai hasil peneilitian: Obervasi Umum Bunga adalah seorang perempuan berjilbab yang saat ini berusia 25 tahun. Dengan tinggi badan sekitar 155 cm dan berat badan sekitar 65 kg, postur badannya terlihat gemuk. Sepanjang wawancara, kontak matanya terjaga. Secara umum, ekspresi emosinya sesuai dengan hal yang diceritakan selama wawancara. Sebagai contoh, ia seringkali melontarkan senyum dan tertawa ketika menceritakan pengalamannya mengajar dan berinteraksi dengan anak-anak. Namun terkadang, mata Bunga juga tampak berkaca-kaca saat menceritakan beberapa peristiwa, khususnya mengenai pengalaman spiritualnya sebelum mengenakan jilbab, kebaikan para warga di tempatnya mengajar, dan perjuangan para siswanya di tengah keterbatasan yang ada. Bunga tampil komunikatif. Intonasi suaranya bervariasi dan ia juga mengungkapkan detal-detail pengalamannya dengan runtut dan tegas. 6

7 Latar Belakang Menjadi Pengajar di Daerah Terpencil Setelah lulus dari program sarjana, Bunga ingin mencari pekerjaan yang bisa menambah pengalaman baru sekaligus berkaitan dengan anak-anak. Bunga memiliki keinginan untuk mencari nilai lebih dalam kehidupannya, yaitu tantangan yang berbeda dengan rutinitas sehari-harinya. Ia ingin merasakan adanya perbedaan dan variasi pengalaman dalam pekerjaannya. Selain adanya keinginan untuk mencari tantangan baru, Bunga juga menyatakan bahwa ia sangat menyukai anak-anak. Oleh karena itu, kegiatan mengajar anak-anak merupakan suatu hal yang menarik baginya. Bunga menyatakan bahwa ia mendengar adanya program mengajar di sekolah daerah terpencil yang digagas oleh Indonesia Mengajar dari kampus tempatnya belajar. Setelah mencari tahu lebih banyak, ia merasa bahwa program mengajar di sekolah terpencil yang ditawarkan yayasan tersebut sebagai program yang terpercaya. Ia membaca buku dan kisah para pengajar muda yang sebelumnya telah bekerja di daerah terpencil dan tertarik untuk merasakan hal yang dialami oleh pengajar muda angkatan sebelumnya. Persiapan Sebelum Keberangkatan Bunga melalui beberapa tahapan proses seleksi sebelum akhirnya diterima menjadi calon pengajar. Setelah ia terpilih, Bunga bergabung dengan program pelatihan bagi Pengajar Muda yang diselenggarakan oleh pihak pengelola. Pelatihan dilakukan selama dua bulan dalam kondisi karantina. Pembekalan yang diberikan menurut Bunga sangat bermanfaat. Beberapa diantaranya adalah menonton video motivasi dari pendiri yayasan, kurikulum sekolah dasar, serta pembekalan tentang metode mengajar yang kreatif. Menurut Bunga, ia belajar banyak selama pelatihan berlangsung. Bunga merasa mendapatkan ilmu baru mengenai kurikulum yang diajarkan sekolah dan semakin memahami bahwa menjadi guru yang sejati bukanlah hal mudah. Menurutnya, guru yang sejati adalah guru yang memang benar-benar bisa menginspirasi sepanjang hidup. Dari materi yang diberikan, Bunga semakin sadar dan menghargai guru-gurunya. Tim pengajar muda sendiri sering diingatkan bahwa cita-cita dasar mereka adalah untuk mengajar dengan kerendahan hati. Mereka tidak pernah tahu sejauh mana bisa sampai tahap mendidik dan yang mereka bisa lakukan hanyalah berusaha yang terbaik. 7

8 Gambaran Daerah Penempatan Bunga ditempatkan di salah satu desa terpencil di Maluku bernama W. Desa ini adalah desa yang terletak di pesisir laut. Di desa ini, tidak ada sinyal telfon selular dan listrik hanya dapat dihasilkan melalui generator (jenset) yang berbahan bakar minyak tanah. Untuk menempuh desa ini, dibutuhkan waktu beberapa jam dari Ambon dan harus melalui perjalanan menyeberangi laut yang keadaannya sangat tergantung dengan cuaca. Secara demografis, masyarakat di sana berpenghasilan sebagai petani rumput laut dan pengering kelapa. Pendapatan mereka antara 5-20 juta per bulan karena harga komoditi yang dijual relatif berharga tinggi. Seperti halnya penduduk pesisir lainnya, makanan utama mereka adalah ikan. Seluruh penduduk beragama Kristen dan mereka sangat menghargai pemuka agama di sana. Masyarakat di sana juga memiliki tradisi pela gandong atau gotong royong, sering mengadakan pesta, dan sangat suka menari. Para penduduk menghargai pendatang dan memperlakukan tamu dengan baik. Pengalaman dan Tantangan Selama Menjadi Pengajar di Sekolah Terpencil Awal Kedatangan Selama tinggal dan bekerja jauh dari daerah asalnya, Bunga mengalami beberapa tantangan. Hal ini bermula dari kedatangan hingga saat berada di daerah untuk mengajar. Beberapa hari di awal, Bunga merasa bahwa ia merasa kesepian. Ia mengaku sebagai seorang yang senang bergaul dengan orang lain. Namun dengan kondisi belum mengerti bahasa dan budaya di desa, Bunga merasa tidak ada orang yang bisa diajaknya berdiskusi ataupun berbagi. Tidak ingin larut dalam rasa sepi, Bunga akhirnya memutuskan bahwa ia perlu bertemu dengan teman-temannya sesama pengajar muda yang ada di area Maluku untuk memberikan semangat. Setelah ia kembali dari teman-temannya, Bunga pun merasa lebih bersemangat. Ia kemudian mengajak seorang anak anggota keluarga untuk berkeliling desa. Dari sana, Bunga pun mulai mengenal penduduk desa. Perbedaan Nilai dan Budaya Setelah beberapa saat mengenal penduduk desa, Bunga menemukan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Ia menemukan bahwa kekerasan atau bullying ternyata menjadi sebuah tradisi yang lumrah bagi penduduk desanya. Berbeda dengan apa yang ia pelajari dan yakini, penduduk desanya beranggapan bahwa satu-satunya cara untuk mendidik anak agar 8

9 menurut adalah melalui kekerasan. Hal ini dilakukan orangtua terhadap anaknya maupun guru terhadap siswanya. Pada awalnya, Bunga berusaha menyampaikan ketidaknyamanannya secara lisan kepada orang di sekitarnya. Namun komentar mereka adalah Ibu itu guru orang jawa, kalau kami mana bisa. Cara penyampaian lisan yang dilakukan Bunga ternyata tidak berhasil. Ia tetap melihat kekerasan terus menerus terjadi di depannya. Pada awalnya, ia merasa putus asa karena tidak bisa mengubah lingkungan sesuai dengan apa yang diharapkannya. Ia juga sering menangis seorang diri saat melihat para siswanya mendapat kekerasan dari guru yang lain. Namun, setelah ia berpikir dan melakukan refleksi lebih dalam, Bunga menemukan bahwa tidak semua hal bisa ia ubah, termasuk budaya kekerasan di desanya itu. Ia kemudian memutuskan untuk menerima itu sebagai bagian dari perbedaan nilai. Namun di sisi lain, ia juga mulai berpikir bahwa hal yang paling kecil yang bisa ia lakukan hanyalah memberi pengetahuan lebih banyak mengenai dampak kekerasan dengan tetap menjaga integritas yang dimilikinya di depan siswa-siswanya. Untuk memberi kesadaran dan pengetahuan, Bunga akhirnya menemukan ide, yaitu membawa dan meletakkan majalah mengenai edukasi anti kekerasan di meja rapat para guru. Beberapa guru mulai tertarik untuk membaca dan kemudian bertanya lebih lanjut kepada Bunga. Meskipun hal ini tidak mengubah perilaku para guru, namun para guru mulai memahami sudut pandang Bunga mengenai kekerasan dan menerima cara Bunga untuk mendidik siswanya. Selain itu, untuk menjaga integritas yang dimilikinya, setiap kekerasan muncul, Bunga berusaha tidak melihat dan menunjukkan keberadaannya di lokasi. Ia sendiri tetap konsisten untuk tidak menerapkan metode kekerasan kepada para siswanya. Lebih lanjut, Bunga juga merasakan adanya tantangan berkaitan dengan lingkungan sosial. Bunga mengemukakan bahwa penduduk di desanya, tidak satu pun yang beragama Islam. Oleh karena itu, ketika Bunga memutuskan untuk menggunakan jilbab, ada banyak orang yang berpikir negatif bahwa Bunga akan menyebarkan paham keislamannya kepada penduduk. Bunga berusaha untuk tidak menganggap hal ini sebagai ancaman dan dia tetap menjalin hubungan baik dengan masyarakat. Hingga suatu ketika penduduk akan mengadakan tradisi pesta rakyat, Bunga kemudian mengajarkan mereka gerakan-gerakan menari yang dikuasainya. Dari sana, penduduk desa kemudian menjadi lebih terbuka dab merasa senang dengan mengatakan bahwa Bunga ternyata meskipun keturunan jawa namun Ambon sekali karena pandai menari... Melalui kejadian itu, para penduduk tidak pernah mengungkit mengenai agama dan asal suku Bunga yang berbeda. 9

10 Siswa dan Pembelajaran Kisah lain yang berhubungan dengan budaya kekerasan di sekolah juga terjadi pada siswanya. Pada saat itu, Bunga mengaku bahwa dirinya harus mengajar beberapa kelas sekaligus karena para guru yang lain sedang pergi ke kota. Saat ia mengajar di satu kelas, tiba-tiba ada seorang siswanya dari kelas lain melaporkan bahwa seorang siswa bernama X, yang terkenal sering membuat ulah, melukai temannya bernama Y hingga mengalami cedera kepala. Pada awalnya ia tidak percaya, namun karena siswa tersebut terus meyakinkannya, maka Bunga segera mengunjungi lokasi kejadian. Bunga pada saat itu merasa sangat kaget saat melihat bahwa kepala Y ternyata terluka cukup parah hingga mengeluarkan darah. X sendiri, sebagai pelaku, berdiri di pojok ruangan dengan gemetar, wajah pucat dan kepala tertunduk. Hal yang dipikirkan Bunga saat itu adalah ia harus segera mencari pertolongan pertama terlebih dahulu bagi Y yang terluka. Berbeda dengan apa yang ia pikirkan, para siswa lainnya justru langsung berkerumun dan berkata Mari kita laporkan X ke papanya, biar X kena pukul papanya. Mendengar hal itu, Bunga langsung menghalangi jalan keluar menuju gerbang dan mengingatkan dengan tegas para siswanya bahwa ia tidak ingin satu pun siswanya ke luar kelas sebelum ia kembali. Bunga berpikir bahwa apabila X sampai dilaporkan oleh para siswanya, maka nilai anti kekerasan yang sudah ditanamkannya kepada para siswa menjadi luntur. Setelah menenangkan dirinya, Bunga kemudian segera membawa Y ke rumah terdekat dari sekolah dan mengambil peralatan untuk pertolongan pertama ke rumahnya. Setelah Y diberi pertolongan pertama, Bunga kembali ke sekolah dan kemudian melakukan pengarahan kepada para siswanya. Ia menyampaikan pertanyaan kepada siswanya, Apa gunanya kalian melaporkan X ke rumahnya?. Mereka berkata bahwa agar X terkena hukuman dari ayahnya dan tidak mengulang lagi perbuatannya. Dari sana, Bunga kemudian memberikan pertanyaan lain kepada siswanya, Lalu, bagaimana dengan Y? Apakah kalian tidak lihat bahwa dia luka? Sebaiknya, kalau ada teman yang terluka.lebih penting untuk menolongnya terlebih dahulu. Setelah itu, Bunga kemudian memberikan pengarahan kepada para siswanya bahwa ia sendiri yang akan memulangkan X dan memberi penjelasan kepada orangtua X. Setelah para siswanya tenang, pembelajaran hari itu diselesaikan. Bunga kemudian langsung menemani X menemui orangtuanya. Pada waktu itu, Bunga hanya bertemu dengan ibu X. Setelah memberi penjelasan, Bunga menyampaikan bahwa ia berharap bahwa ibunya tidak perlu melaporkan hal itu kepada ayahnya. Bunga khawatir bahwa ayah X akan 10

11 memberikan hukuman kekerasan apabila mengetahui hal itu. Bunga juga berhasil meyakinkan ibu X bahwa ia sendiri sebagai guru yang akan bertanggungjawab dan memberikan konsekuensi pada X. Keesokan harinya, X diberikan konsekuensi olehnya untuk membantu Y menyelesaikan piket selama beberapa minggu. Menurutnya, pengalaman itu menjadi hal yang sangat berkesan karena semenjak peristiwa pertengkaran X dan Y, X justru mulai menunjukkan minat untuk belajar. X mulai mengurangi ulahnya dan sangat senang untuk mendatangi Bunga untuk menanyakan banyak hal. Di akhir semester, X bahkan bisa termasuk menjadi siswa dengan nilai tertinggi di kelas. Melihat hasil yang dicapainya, para guru di sana bertanya-tanya bagaimana cara Bunga melakukannya. Bunga pun kemudian mengemukakan bahwa itu semua terjadi karena pendidikan dengan menekankan kasih sayang yang ia terapkan. Dari sana, para guru pun semakin sadar bahwa untuk mendidik anak menjadi cerdas, kekerasan terkadang tidak berguna dan justru kasih sayang yang bisa membantu menumbuhkan kecerdasan dan semangat belajar siswa. Selain berkaitan dengan budaya kekerasan yang ada di sekolah dan lingkungan desanya, Bunga juga mengalami tantangan terkait dengan keterbatasan fasilitas di daerahnya. Sebagai contoh, suatu saat desanya tidak bisa mendapatkan minyak tanah dari luar pulau karena faktor cuaca. Hal ini mengakibatkan generator listrik tidak bisa berfungsi dan dampaknya adalah tidak ada listrik pada malam hari. Padahal, Bunga biasanya selalu membuka kelas belajar malam bagi para siswanya sebagai bimbingan tambahan. Pada awalnya, Bunga merasa bingung. Namun tiba-tiba ia tersadar akan sesuatu bahwa meskipun di dalam ruangan tampak gelap, di luar justru terang karena cahaya bulan. Bunga pun mendapat ide untuk mengajak para siswanya belajar diterangi cahaya bulan. Suatu hal yang membuatnya tersentuh dan juga menjadi bagian dari hidayah spiritualnya adalah pada saat salah seorang siswanya berkata sambil menatap bulan, Tuhan, terima kasih. Walau tak ada listrik, Engkau sudah menyalakan lampu dari atas sana. Dari pengalaman itu, Bunga merasa bahwa ia semakin yakin akan keagungan Sang Pencipta. Pengalaman lainnya adalah berkaitan dengan ketidaktersediaan mesin cetak di sekolahnya. Di desa, para siswanya tidak mendapatkan akses lembar kerja siswa dari kota dan hal ini mengharuskan para guru untuk menyusunnya sendiri. Pada awalnya, Bunga bingung bagaimana caranya untuk memberikan lembar kerja siswa dalam jumlah banyak dengan tidak tersedianya komputer dan mesin cetak. Bunga kemudian mendapatkan ide untuk menggunakan kertas bon hitam yang bisa menduplikat tulisan pada kertas di atasnya. 11

12 Menurutnya, hal ini sedikit membantunya untuk tidak perlu menulisa satu demi satu lembar kerja siswanya. Setelah beberapa bulan menggunakan kertas bon hitam itu, Bunga kemudian berinisiatif mengusulkan kepada para guru lainnya untuk mulai menabung dari kas sekolah membeli laptop dan mesin cetak. Hal ini disambut oleh para guru yang selama ini tidak terpikirkan hal tersebut dan di semester berikutnya, sekolah sudah memiliki laptop dan mesin cetak sebagai pendukung kegiatan belajar. PEMBAHASAN Faktor Internal Resiliensi Berdasarkan hasil analisa tematik yang dilakukan, cara Bunga untuk mengatasi berbagai masalah yang muncul sebelum keberangkatan, selama di lokasi penempatan, dan saat kembali ke daerah asal menunjukkan bahwa Bunga termasuk orang yang memiliki faktor protektif internal resiliensi. Berikut pemamparannya: Regulasi emosi dan Kendali Impuls Pengalaman di awal kedatangan ini menunjukkan bahwa Bunga sangat memahami emosi di dalam dirinya dan mampu menyalurkan emosi yang dimiliki dengan cara yang tepat. Suatu hal yang menunjukkan bahwa ia memiliki regulasi emosi yang baik contohnya adalah pada saat pertama kali datang dan saat Bunga mengalami banyak tantangan dari aspek budaya dan pembelajaran. Saat pertama kali datang, Bunga tampak sangat menyadari bahwa ia merasa kesepian dan membutuhkan dukungan dari orang-orang yang dikenalnya. Saat menghadapi masalah dengan siswanya yang bertengkar, tampak pula bahwa tidak terpancing kondisi emosi sesaat. Ia berusaha menenangkan diri dan mencari jalan keluar yang rasional terhadap peristiwa yang terjadi. Fleksibilitas Kognitif Secara kapasitas fungsi berpikir, tampak bahwa Bunga memiliki fleksibilitas berpikir yang memadai. Hal ini khususnya tampak dari cara Bunga menghadapi berbagai tantangan terkait keterbatasan fasilitas belajar di desa tempatnya mengajar. Ketika tidak ada penerangan karena generator yang tidak bisa berfungsi, Bunga kemudian bisa menemukan ide untuk menggunakan bulan sebagai sumber penerangan. Saat belum memiliki mesin cetak, Bunga 12

13 pun juga mendapat ide untuk menggunakan kertas kopi bon demi melakukan efisiensi tenaganya untuk menuliskan lembar kerja bagi siswa. Efikasi Diri dan Optimisme yang Realistis Bunga tampak memiliki keyakinan mengenai masa depan yang lebih baik dan kemampuannya sendiri dalam menghadapi berbagai tantangan. Hal ini terwujud dalam tindakan Bunga yang tetap berusaha mencari cara untuk memberikan kesadaran kepada para guru lainnya mengenai dampak buruk kekerasan bagi anak. Walaupun pada awalnya Bunga menginginkan adanya perubahan total mengenai hilangnya budaya kekerasan, Bunga pada akhirnya memiliki keyakinan yang lebih realistis bahwa membuat masyarakat sekitar sadar dan tahu mengenai efek buruk kekerasan serta pada akhirnya menerima cara Bunga yang anti-kekerasan sudah menjadi hal yang baik. Ia juga tidak menyerah saat ada tantangan terkait dengan budaya dan nilai agama yang berbeda dari masyarakat. Bunga justru tetap menjalin hubungan baik dengan masyarakat setempat karena didasari keyakinan bahwa masyarakat akan bisa menerimanya. Empati Empati yang ada pada diri Bunga juga tampak menonjol. Hal ini terlihat dari bagaimana ia memahami perasaan dan kebutuhan siswanya saat situasi konflik terjadi. Saat ada siswanya yang terkenal sering berulah melakukan tindakan melukai temannya, Bunga memahami dari raut wajah dan sikap siswanya bahwa si pelaku ini juga dalam kondisi takut dan merasa bersalah. Dengan empati yang dimilikinya, Bunga tidak langsung memarahi dan menghukum. Ia justru berfokus kepada penanganan pertama si korban terlebih dahulu dan kemudian mencari strategi untuk memberi konsekuensi yang tepat bagi siswanya. Bunga justru menunjukkan kepada siswa tersebut bahwa ia menghargai dan melindungi harga diri si pelaku di depan orangtua siswa. Dari empati tersebut, justru Bunga berhasil mengubah sikap siswa yang awalnya terkenal suka berulah itu menjadi siswa yang suka belajar dan mampu meraih hasil baik di akhir semester. Reaching Out Pada Bunga, reaching out sudah tampak terjadi sebelum keberangkatan. Dalam hal ini, motivasi Bunga untuk mencari tantangan dan nilai baru dalam kehidupan dengan menjadi pengajar muda, merupakan bentuk dari karakter reaching out yang dimilikinya. 13

14 Faktor Eksternal Resiliensi Selain adanya faktor protektif internal, tampak pula bahwa ketahanan Bunga selama berada di daerah terpencil juga didukung oleh adanya faktor protektif eksternal. Dalam hal ini, tampak bahwa keluarga yang menjadi tempat Bunga bernaung selama di daerah memegang peranan penting dengan mendukung dan memberikan berbagai pelayanan pada Bunga layaknya keluarga sendiri. Selain itu, komunitas pengajar muda sendiri yang bertugas di Maluku juga menjadi sumber penguat bagi diri Bunga ketika merasa jenuh atau kesepian. Dengan berinteraksi bersama komunitas yang saling mendukung ini, Bunga mendapatkan semangatnya kembali untuk mengajar dengan profesional. Dinamika Faktor Protektif dan Resiko Apabila melihat kehidupan Bunga di daerah terpencil, tampak bahwa Bunga mengalami berbagai faktor resiko yang sebenarnya bisa mengganggu kesehatan mental Bunga apabila ia tidak mengimbanginya dengan resiliensi. Selain tantangan geografis, Bunga mengalami tantangan yang terkait dengan nilai budaya dan agama. Bunga juga mengalami berbagai tantangan dalam hal karakter siswa dan keterbatasan fasilitas. Namun berbagai faktor resiko tersebut tampaknya mampu dilalui dengan munculnya faktor protektif internal dalam diri Bunga dan juga didukung dengan adanya faktor protektif eksternal. Hal ini membuat Bunga mampu bertahan dengan baik selama ditugaskan mengajar di daerah terpencil. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan studi kasus yang dilakukan, tampak bahwa menjadi pengajar muda merupakan di daerah terpencil memiliki tantangan sendiri. Resiko yang dialami bukan hanya tantangan geografis, namun juga sosiologis. Namun, dibekali dengan faktor protektif eksternal, yaitu keluarga dan lingkungan serta faktor protektif internal dalam diri subjek, yaitu regulasi emosi dan kendali impuls, fleksibilitas kognitif, efikasi diri dan optimisme, empati, dan reaching out, maka subjek bisa menjadi pengajar muda yang resilien. 14

15 Saran Praktis Melalui penelitian ini ditemukan bahwa resiliensi berperan penting bagi para pegajar di daerah terpencil. Oleh karena itu, perlu adanya strategi dalam pengembangan resiliensi bagi para pengajar di daerah terpencil agar kinerja menjadi lebih optimal. Proses seleksi melibatkan adanya penilaian mengenai karakter resilien pada individu dan seberapa jauh calon pengajar memahami dirinya. Faktor protektif eksternal, khususnya komunitas yang mendukung pengajar di daerah terpencil bisa diperkuat karena ternyata juga berperan dalam resiliensi pengajar. Saran Metodologis Penelitian ini merupakan studi kasus tunggal. Oleh karena itu, untuk berikutnya perlu juga dilakukan studi kasus komparatif (lebih dari satu kasus dengan karakteristik yang berbeda) untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif. Observasi partisipatoris secara langsung bila memungkinkan juga bisa dilakukan untuk menambah akurasi data. DAFTAR PUSTAKA Clay, V. & Silberberg, S. (2004). Resilience Identification Resource. Faculty of Health University of Newcastle. Grotberg, E. H. (1997). The International Resilience Project. diunduh dari ResilienceNet Virtual Library pada tanggal 18 Mei 2011 Poerwandari,E.K. (2007). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. LPSP3: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Reivich, K. & Shatte, A.(2002). The Resilience Factors. New York: Broadway Books. Wagnild, G. M. & Young, H. M. (1993). The Development and Evaluation of The Resilience Scale. Journal of Nursing Measurement. Springer Publication. Yin, R.K. (2009). Case Study Research: Design and Methods. New York: Sage Publication. 15

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Remaja adalah generasi penerus bangsa, oleh karena itu para remaja harus memiliki bekal yang baik dalam masa perkembangannya. Proses pencarian identitas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Diajukan oleh: ARYA GUMILANG PUTRA PRATHAMA F.100090190 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan merupakan lembaga yang bergerak di bidang sosial untuk membantu anak-anak yang sudah tidak memiliki orang tua. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Fenomena perempuan bercadar merupakan sebuah realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat kita. Fenomena yang terjadi secara alamiah dalam setting dunia

Lebih terperinci

Resiliensi Seorang Wanita Dalam Menghentikan Perilaku Merokok dan Minum Alkohol HELEN YOHANA SIRAIT

Resiliensi Seorang Wanita Dalam Menghentikan Perilaku Merokok dan Minum Alkohol HELEN YOHANA SIRAIT Resiliensi Seorang Wanita Dalam Menghentikan Perilaku Merokok dan Minum Alkohol HELEN YOHANA SIRAIT 13512371 Latar belakang 1. Perilaku Merokok & Minum Alkohol : Lebih banyak terjadi pada kaum laki - laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, aspek paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. kasus seperti keluarga yang telah bercerai. Latar belakang keluarga yang bercerai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. kasus seperti keluarga yang telah bercerai. Latar belakang keluarga yang bercerai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Narapidana hukuman mati dapat terlibat dalam kasus karena telah memiliki pengalaman hidup yang negatif. Pengalaman hidup yang negatif sebelum terlibat dalam kasus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang dihasilkan dari kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku orang-orang

BAB III METODE PENELITIAN. yang dihasilkan dari kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku orang-orang BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Prastowo) mendiskripsikan penelitian kualitatif sebagai sebuah metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal

BAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal BAB II PROFIL INFORMAN Dalam bab sebelumnya telah dikemukakan tentang alasan apa saja yang mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal pasangan mahasiswa yang hamil diluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan yang terjadi pada era globalisasi saat ini menuntut adanya persaingan yang semakin ketat dalam dunia kerja. Hal ini mengakibatkan adanya tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah suatu perilaku yang masih

BAB V PEMBAHASAN. anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah suatu perilaku yang masih BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Pada anak autis perilaku tantrum sering muncul sebagai problem penyerta kerena ketidakstabilan emosinya, banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab Metode Penelitian dibagi menjadi enam bagian. Pada bagian pertama dijelaskan tentang pendekatan penelitian. Pada bagian kedua akan dijelaskan tentang subjek penelitian termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius yang berpegang pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran agamanya dalam sikap atau tingkah laku serta keadaan hidup

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada remaja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ann I. Alriksson-Schmidt, MA, MSPH, Jan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai situasi selama rentang kehidupannya, begitu pula pada keluarga yang memiliki anak dengan hidrosefalus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti menginginkan memiliki keluarga yang bahagia. Menurut Sigmund Freud, pada dasarnya keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, budayanya serta budaya orang lain. Pembelajaran bahasa juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, budayanya serta budaya orang lain. Pembelajaran bahasa juga dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat untuk melakukan komunikasi dan bekerja sama dengan orang lain serta alat untuk mengidentifikasi diri. Bahasa memiliki peranan didalam perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian

BAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian Bandung Berkebun di usia pergerakannya yang masih relatif singkat tidak terlepas dari kemampuannya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah di PalangkaRaya ini memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Impian setiap pasangan adalah membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Dalam menjalani rumah tangga setiap pasangan pasti memiliki berbagai keinginan yang

Lebih terperinci

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN 71 5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN 5.1. Diskusi Dari penelitian ini ditemukan bahwa dalam hal peran subjek sebagai orang tua anak tunaganda, keduanya terlibat aktif dalam hal pendidikan anaknya, dengan

Lebih terperinci

BAB III TEMUAN PENELITIAN. kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua.

BAB III TEMUAN PENELITIAN. kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua. BAB III TEMUAN PENELITIAN Dalam bab ini saya akan membahas temuan hasil penelitian terkait studi kasus kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua. Mengawali deskripsi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan bagi individu yang belajar atau mengikuti pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metodologi guna mendapatkan data-data dari berbagai sumber sebagai bahan analisa. Menurut Kristi E. Kristi Poerwandari dalam bukunya yang berjudul Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan Arus kemajuan zaman dan teknologi pada era globalisasi saat ini pendidikan selalu suatu hal yang tidak dapat dihindari. Sama halnya dalam mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Fenomena gagal Ujian Nasional merupakan sebuah realitas sosial yang terjadi di dunia pendidikan kita. Fenomena yang terjadi dalam seting nyata ini

Lebih terperinci

1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu?

1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu? Lampiran 1 Kerangka Wawancara Anamnesa Dimensi Cohesion Separateness/Togetherness 1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan. BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK Bab ini akan membahas tentang temuan data yang telah dipaparkan sebelumnya dengan analisis teori pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan merupakan tujuan paling mendasar dalam kehidupan individu, dan untuk mencapai kesuksesan tersebut banyak hal yang harus dilakukan oleh individu, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan orang yang sedang dalam proses pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut maupun akademi. Mahasiswa adalah generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah merasakan kesedihan, kekecewaan, kegagalan serta kondisi sulit lainnya. Hal ini sesuai dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi seorang sarjana merupakan gerbang awal bagi mahasiswa untuk memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu universitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu hal atau peristiwa yang baru saja atau sedang terjadi. Orang tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu hal atau peristiwa yang baru saja atau sedang terjadi. Orang tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di jaman globalisasi telah mengalami berbagai perkembangan yang begitu cepat. Salah satu hal yang mengalami perkembangan dengan cepat adalah perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2010 meluncurkan program bantuan biaya pendidikan Bidikmisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 79 BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Analisis Subjek Berdasarkan hasil penelitian melalui observasi, wawancara, tes proyeksi dan analisis yang telah dilakukan terhadap ketiga subjek, maka dapat dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas X. Hal ini terlihat dari jumlah pendaftar yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Lebih terperinci

DUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS

DUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS DUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh : ARHAM

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki atribut fisik dan/atau kemampuan belajar yang berbeda dari anak normal, sehingga membutuhkan program individual dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan (Kartono, 2007). Pendidikan di Indonesia diatur dengan jelas pada pasal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Penghayatan hidup tak bermakna yang menyertai pengalaman derita di

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Penghayatan hidup tak bermakna yang menyertai pengalaman derita di BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Penghayatan hidup tak bermakna yang menyertai pengalaman derita di awal tunanetra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup Bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup Bangsa Indonesia sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, setiap manusia memiliki dambaan untuk hidup bersama dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua. Perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak yang sehat dan memiliki tumbuh kembang yang baik merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah. Anak merupakan berkah yang sangat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbeda-beda baik itu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan

I. PENDAHULUAN. berbeda-beda baik itu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati tercipta dengan sifat yang unik, berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Setiap individu memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

PENANGANAN ANAK BERMASALAH DENGAN KASIH SAYANG

PENANGANAN ANAK BERMASALAH DENGAN KASIH SAYANG PENANGANAN ANAK BERMASALAH DENGAN KASIH SAYANG Kita sering mendengar kasus anak-anak yang memiliki masalah di sekolah dan di rumah,seperti suka mencuri, suka berkelahi, mengganggu orang lain, suka berbohong,

Lebih terperinci

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Wahyu Cahyono hanyasatukata@yahoo.com / 0813 140 23 148 Tim Pengembang Dukungan Psikologis Awal Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga Outline

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap keluarga yang amat mendambakannya. Berbagai harapan hadir ketika anak mulai ada di dalam perut Ibu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. maupun pengamatan lapangan. Pada Bab ini peneliti akan menguraikan data

BAB IV ANALISIS DATA. maupun pengamatan lapangan. Pada Bab ini peneliti akan menguraikan data BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Analisis data merupakan bagian dari tahap penelitian kualitatif yang berguna untuk mengkaji data yang telah diperoleh peneliti dari para informan maupun pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang selalu mengharapkan kehidupan yang bahagia. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat dan normal, baik secara fisik maupun mental.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1. Kesimpulan Bab ini berusaha menjawab permasalahan penelitian yang telah disebutkan di bab pendahuluan yaitu melihat gambaran faktor-faktor yang mendukung pemulihan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta terbukanya pasar global akan menstimulus kita untuk selalu meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orang tua, atau pasangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan seiring dengan itu, angka kemiskinan terus merangkak. Kenaikan harga

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan seiring dengan itu, angka kemiskinan terus merangkak. Kenaikan harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mengalami permasalahan di bidang sosial, politik, ekonomi. Permasalahan yang paling umum dirasakan masyarakat adalah permasalahan ekonomi dan seiring

Lebih terperinci

RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X

RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X Nama NPM : 13511208 Dosen Pembimbing : Hanum Inestya Putri : Dr. Hendro Prabowo, S.Psi. BAB I : PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba membekali diri dengan berbagai keterampilan dan pendidikan yang lebih tinggi agar

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam barang serta jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Kualitatif Pendekatan kualitatif bertujuan untuk mempelajari dinamika atau permasalahan, memperoleh pemahaman menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Dampak skizofrenia bagi keluarga sangatlah besar, ini menyebabkan seluruh keluarga ikut merasakan penderitaan tersebut. Jika keluarga tidak siap dengan hal ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH

KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH RIA SULASTRIANI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam gambaran kemandirian remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak merupakan salah satu bagian dari tujuan mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak merupakan salah satu bagian dari tujuan mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan anak merupakan salah satu bagian dari tujuan mencerdaskan bangsa. Dengan adanya pendidikan, anak-anak diasah melalui seperangkat pengetahuan untuk

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK TURUN MENJADI ANAK JALANAN Terdapat tiga faktor internal yang disebutkan dalam penelitian ini, yaitu impian bebas, ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. syndrome, hyperactive, cacat fisik dan lain-lain. Anak dengan kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. syndrome, hyperactive, cacat fisik dan lain-lain. Anak dengan kondisi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan kondisi yang berbedabeda. Ada anak yang lahir dengan kondisi yang normal, namun ada juga anak yang lahir dengan membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perceraian di Indonesia semakin meningkat di sepanjang tahun. Berdasarkan data dari Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI tahun 2010, angka perceraian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Pernyataan ini bukan tanpa sebab,

Lebih terperinci

dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu. Dalam pendekatan kualitatif dilakukan pemahaman

dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu. Dalam pendekatan kualitatif dilakukan pemahaman BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian mengenai Proses Penyesuaian Diri di Lingkungan Sosial pada Remaja Putus Sekolah. Metodologi penelitian

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kim dan Gudykunts (1997) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif adalah bentuk komunikasi yang dapat mengurangi rasa cemas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. industri semakin meningkat. Banyak perusahaan perusahaan baru yang

BAB 1 PENDAHULUAN. industri semakin meningkat. Banyak perusahaan perusahaan baru yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan memasuki era perdagangan bebas saat ini, tantangan dalam bidang industri semakin meningkat. Banyak perusahaan perusahaan baru yang bermunculan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk mencetak lulusan yang tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai dari gempa bumi berkekuatan 8.9 SR diikuti tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam

Lebih terperinci