ANALISA YURIDIS NORMATIF PERLINDUNGAN UPAH BAGI TENAGAKERJA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA YURIDIS NORMATIF PERLINDUNGAN UPAH BAGI TENAGAKERJA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN"

Transkripsi

1 ANALISA YURIDIS NORMATIF PERLINDUNGAN UPAH BAGI TENAGAKERJA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (studi kasus kota Surakarta) Oleh: Widi Nugrahaningsih ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa secara yuridis normatif perlindungan upah bagi tenagakerja ditinjau dari undang-undang no.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dengan studi kasus di kota Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian Normatif, atau penelitian doktrinal, oleh karena data dan analisa dari penelitian ini, berdasarkan atas landasan-landasan hukum dan berbagai sumber pustaka yang mengupas mengenai pengupahan para tenagakerja khususnya di kota Surakarta dengan menganalisa berdasarkan undangundang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa perlindungan upah bagi tenagakerja khususnya dikota Surakarta telah diterangkan dalam undang-undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yaitu antara lain adanya disnaker ditingkat kota, dan adanya mediator dalam setiap sengketa hubungan industrial menyangkut upah, serta ditetapkanya berbagai pengaturan tentang upah yaitu diantaranta upah minimum, upah cuti, upah lembur, upah tidak masuk kerja karena berhalangan, dan lain sebagainya. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa jaminan kepastian hukum tentang upah bagi tenagakerja di kota surakarta, dapat dilaksanakan sesuai dengan undangundang no.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dengan intrumen pelaksana yaitu dinas sosial tenagakerja kota Surakarta, diupayakan supaya antar pihak yaitu pengusaha dan pekerja tidak merasa dirugikan terhadap adanya kebijakan yang telah ditetapkan pemerintahh dengan tujuan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kata kunci: analisa perlindungan upah, Perlindungan upah, ketenagakerjaan. 1

2 BAB I PENDAHULUAN Kebijakan mengenai perlindungan pengupahan bagi tenagakerja merupakan salah satu kebijakan yang memerlukan pertimbangan dan perubahan yang dapat berkesinambungan dan dapat mengikuti perkembangan masyarakat, sehingga fungsi hukum yang responsif sangat diperlukan dalam setiap perubahan kebijakan. Mengenai pengupahan, Dengan dasar Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945, Pasal 27 ayat 2, yang berbunyi: Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan Amanat Undang-Undang Dasar inilah yang menjadikan pemerintah memiliki kewajiban untuk terus meningkatkan penghidupan yang layak bagi seluruh warganegaranya. Selanjutnya, mengenai perlindungan upah, Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan diatur dalam Pasal Disebutkan hukum yang tertulis, hukum yang tertulis adalah berupa undang-undang dalam hal ini misalnya UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, PP No.8 Tahun 1981 tentang Perlindungan upah, Permenakertrans No.Per-17/MEN/VIII/2005 tentang komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak, SK mengenai Penetapan upah Minimum. Dan peraturan tertulis yang lainnya. Sedangkan hukum yang berlaku dan hidup di masyarakat yaitu kebiasaan masyarakat baik dari sisi Dinas Tenagakerja (Disnaker) kota Surakarta, Pengusaha, maupun pekerja dalam menyikapi dan melaksanakan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sesuai dengan amanat pasal 88 sampai dengan pasal 98 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan perlu untuk dilaksanakan, oleh karena kebijakan tersebut merupakan salah satu dasar pemberlakuan perlindungan upah bagi tenagakerja, sehingga nasib tenagakerja dapat dilindungi dan mendapat kepastian dalam hal jaminan kepastian hukum. 2

3 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Ketenagakerjaan Dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003 Bab II Pasal 2, Menyebutkan bahwa Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undangundang Dasar Republik Indonesia Tahun Pasal 3 Menyebutkan pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Mengenai hubungan kerja, terdapat aturan yang lebih khusus, yaitu Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, upah diartikan sebagai Suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan oleh peraturan perundangundangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dan buruh termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya. B. Kebijakan tentang Pengupahan Penetapan pengupahan, upah memiliki beberapa klasifikasi yang perlu untuk diperhatikan. Klasifikasi upah merupakan bagian dari keseluruhan upah yang menjadi hak bagi para tenagakerja. Yang Sesuai dengan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kebijakan pengupahan tersebut yaitu: a. Upah Minimum Pengaturan mengenai upah minimum dijelaskan pada pasal Dalam pasal-pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu komponen/ kebijakan pengupahan adalah upah minimum (pasal 88). Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi (pasal 88). Menurut pasal 89 ayat 3 UU No.13 Tahun 2003, upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari 3

4 dewan pengupahan provinsi dan atau Bupati/Walikota. Sedangkan dalam Pasal 88 ayat 3 huruf a, menguraikan bahwa; 1) Upah Minimum berdasarkan wilayah provinsi atau Kabupaten/kota 2) Upah minimum berdasarkan sector pada wilayah provinsi atau Kabupaten/Kota. Dalam pasal 89 ayat 3 Uundang-undang No.13 Tahun 2003, menyatakan bahwa upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan/atau Bupati/Walikota dan upah minimum tersebut wajib dibayar dengan upah berdasarkan kesepakatan para pihak, baik dengan cara mingguan ataupun bulanan dengan ketentuan perhitungan upah didasarkan pada upah bulanan. Pada Pasal 89, 90, 91 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, memberikan ketentuan tentang pemberian upah minimum yaitu sebagai berikut; - Perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari ketetapan upah minimum. - Pekerja tetap, tidak tetap dan dalam masa percobaan diberi upah serendah-rendahnya sebesar Upah Minimum. - Upah minimum berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari satu tahun. - Bagi pekerja dengan sistem borongan / berdasarkan satuan hasil yang dilaksanakan 1 bulan atau lebih, upah rata-rata sebulan serendah-rendahnya sebesar upah minimum di perusahaan yang bersangkutan. - Upah pekerja harian lepas ditetapkan secara upah bulanan yang dibayarkan berdasarkan hari kehadiran dengan upah sehari-hari. - Perusahaan yang telah membayar upah lebih tinggi dari upah minimum dilarang untuk menurunkan upah. 4

5 - Dengan kenaikan upah minimum para pekerja harus memelihara prestasi kerja sehingga tidak lebih rendah dari prestasi kerja sebelum kenaikan upah. - Bagi pengusaha yang tidak mampu memberikan upah minimum, maka dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum, yang diajukan kepada Gubernur melalui Kakanwil Depnaker / Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Bagi pekerja khususnya yang bekerja diperusahaan swasta terdapat ketentuan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Besarnya tidak sama setiap kabupaten/kota tergantung pada kondisi daerah masing-masing. 1 Sedangkan Dasar hukum tentang upah minimum adalah UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri tenagakerja dan transmigrasi (Permenakertrans) RI No: PER-17/MEN/VIII/2005 tentang komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak. dalam Pasal 90 UU No.13 Tahun 2003, juga menjelaskan bahwa Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum dan bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum tersebut dapat dilakukan penangguhan. b. Upah kerja Lembur Menurut UU No.13 Tahun 2003 dan surat keputusan menteri tenagakerja dan transmigrasi (menakertrans) No. Kep. 102/MEN/VI/2004, memberikan ketentuan bahwa kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam/hari dan 14jam/minggu, kecuali kerja lembur dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi. Dalam Pasal 78 Undang-undang No.13 Tahun 2003 disebutkan bahwa pengusaha yang memperkerjakan pekerja melebihi waktu kerja yang telah ditentukan, harus memenuhi syarat: 1 Asri Wijayanti, Log.cit., Hlm.102 5

6 - Ada persetujuan pekerja yang bersangkutan. - Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam satu 1 (satu) hari dan 14 jam dalam 1 minggu. Upah kerja lembur juga diatur dalam SK Menakertrans No.Kep.102/MEN/VI/2004 tentang waktu kerja lembur dan upah kerja lembur memuat ketentuan bahwa upah lembur didasarkan pada upah bulanan dan cara menghitung upah sejam adalah 1 / 173 x Upah sebulan. Rumus tersebut didapat dari, jumlah kerja dalam 1 minggu = 40 jam. Jumlah minggu dalam 1 tahun = 52 minggu 1 tahun =12 bulan Jumlah minggu dalam 1 bulan = 52 / 12 = 4 1 / 3 minggu Jam kerja dalam 1 minggu = 4 1 / 3 x 40 = / 3 Jadi upah 1 jam = 1 /173 x Upah sebulan Dan dalam Undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini juga mengatur tentang besarnya upah lembur bagi para pekerja adalah sebagai berikut: 1) Bila kerja lembur dilakukan pada hari kerja; b) Untuk jam kerja pertama harus dibayar upah sebesar 1,5 kali upah sejam. c) Untuk setiap kerja lembur berikutnya harus dibayr upah sebesar 2 kali upah sejam 2) Lembur dilakukan pada hari istirahat Mingguan dan atau Hari raya Resmi Untuk 6 hari kerja 40 jam seminggu, setiap jam dalam batas 7 jam pertama dibayar 2 kali upah sejam, dan ke-8 dibayar 3 kali upah sejam dan jam lembur ke-9 dan ke-10 dibayar 4 kali sejam. Dan apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek, perhitungan upah lembur 5 jam pertama 6

7 dibayar 2 kali upah sejam, jam ke-6 tiga kali upah sejam dan jam lembur ke-7 dan ke-8 empat kali upah sejam. Untuk waktu 5 hari kerja dan 40 jam seminggu, maka perhitungan upah kerja lembur untuk 8 jam pertama dibayar 2 kali upah sejam, jam ke-9 dibayar 3 kali upah sejam dan jam ke-10 dan ke-11 empat kali upah sejam. Dalam perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan, besarnya upah sebulan adalah sebagai berikut: - Pekerja harian; upah 1 hari x 25 untuk waktu kerja 6 hari dalam 1 minggu dan upah 1hari x 21 untuk waktu kerja 5 hari dalam 1 minggu. - Didasarkan pada upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum tersebut. - Jika upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap dan tidak tetap, dan jumlah upah pokok ditambah tunjangan tetap lebih kecil dari 75% upah keseluruhan, maka dasar perhitungan kerja lembur 75% dari keseluruhan upah. c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan. Tentang upah tidak masuk kerja karena berhalangan, UU No.13 Tahun 2003 pasal 93 menyatakan bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan. Namun dalam pasal 93 (2a) menyatakan bahwa, bila pekerja sakit hingga tidak dapat melakukan pekerjaan, maka pengusaha tetap wajib memberikan upahnya. Kemudian dalam pasal 93 (3) menerangkan tentang presentase besarnya upah yang harus diberikan bila pekerja sakit hingga tidak bias melakukan kerjanya, yaitu; - Empat bulan pertama dibayar 100% dari upah - Empat bulan kedua dibayar 75% dari upah - Empat bulan ketiga dibayar 50% dari upah 7

8 - Bulan selanjutnya 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha. Apabila pekerja perempuan sakit haid hari I dan II maka berhak diberi libur dengan tidak mengurangi upah yang harus diterima, hal ini terangkan juga dalam Pasal 81 jo Pasal 93 (2b). Selanjutnya dalam pasal 93 (2c) jo 95 (4) UU No.13 Tahun 2003, pekerja tetap mendapatkan upahnya bila berhalangan karena; menikah dibayar 3 hari kerja, menikahkan anaknya, mengkhitankan anaknya, membabtiskan anaknya, istri melahirkan/ mengugurkan kandungan kesemua hal tersebut dibayar selama 2 hari kerja. Dan apabila ada anggota keluarga yang meninggal dunia, di bayar selama 1 hari kerja. d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaan. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaan diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dan PP No.8 Tahun 1981 tentang perlindungan upah. - Dalam Pasal 93 (2d), 2 (e) UU No.13 Tahun 2003 menyatakan Bahwa, pekerja tetap mendapatkan upahnya bila tidak melakukan pekerjaannya karena menjalankan kewajiban terhadap Negara, menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya. Dan hal yang sama dengan ini juga diatur dalam Pasal 6 ayat 4 PP No.8 tahun 1981 tentang perlindungan upah. - Selanjutnya dalam pasal 93 ayat 2f UU No.13 Tahun 2003, menyatakan bahwa pekerja tetap berhak mendapatkan upahnya bila pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak memperkerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari oleh pengusaha. e. Upah karena menjalankan Hak Waktu Istirahat Kerjanya. Dasar hukum yang digunakan dalam penerapan mengenai upah karena menjalankan Hak waktu Istirahat Kerjanya, selain dalam UU 8

9 No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1954 tentang istirahat buruh (istirahat tahunan), Keputusan Menteri Tenagakerja dan transmigrasi No:KEP- 51/MEN/IV/2004 tentang istirahat panjang pada perusahaan tertentu. Dan isi ketentuan tersebut adalah; - Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya ½ jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. Hal ini terdapat dalam pasal 79 ayat 2a UU No.13 Tahun Pasal 79 ayat 2b UU No.13 Tahun 2003, mengatur bahwa Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam satu minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Dan istirahat mingguan ini diberikan pada hari yang sama kepada semua orang juga disamakan dengan libur mingguan yang ditentukan sebagai hari istirahat menurut tradisi/ kebiasaan setempat. - UU No.13 Tahun 2003 Pasal 79 ayat 2c mengatur tentang cuti tahunan, yaitu bahwa pekerja berhak atas istirahat tahunan setelah ia mempunyai masa kerja 12 bulan berturut-turut. Dan lamanya istirahat tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja. - Hak istirahat tahunan gugur pada saat dalam waktu 6 bulan setelah lahirnya hak itu tidak dipergunakan haknya. - UU No.13 Tahun 2003 Pasal 79 ayat 2d mengatur mengenai istirahat panjang. Istirahat panjang dilakukan sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ke-7 dan ke-8 masing-masing 1 bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 tahun terus menerus pada perusahaan yang sama, dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya selama 2 tahun berikutnya dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun. 9

10 - Selama menjalankan hak istirahat panjang, pekerja berhak atas upah penuh dan pada pelaksanaan istirahat tahunan tahun ke-8 pekerja hanya berhak atas ½ dari upah. - Jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pekerja belum menggunakan haknya dan belum gugur, maka pekerja berhak atas pembayaran upah dan kompensaasi hak istirahat panjang yang seharusnya diterima. - Setiap pekerja yang menggunakan hak waktu istirahat; mingguan, tahunan, panjang, beribadah, melahirkan dan gugur kandungan, serta menyusui, berhak mendapat upah penuh. Sedangkan istirahat panjang pada tahun ke 8 dan kelipatannya adalah 50%. f. Bentuk dan Cara Pengupahan f.1. Bentuk Upah Mengenai bentuk upah, upah dapat berupa uang, barang, maupun jasa. Sedangkan upah yang berupa uang dalam KUHPerdata Pasal 1602h, menetapkan bahwa pembayarannya harus dilakukan dengan alat pembayaran yang syah di Indonesia, artinya dengan mata uang Indonesia. Jika upah itu ditetapkan dengan mata uang asing, perhitungannya dilakukan menurut kurs pada waktu dan tempat dilakukan pembayaran, hal ini diatur dalam PP No.8 Tahun 1981 tentang perlindungan upah Pasal 13. Selanjutnya dalam PP No.8 Tahun 1981 Pasal 14, Ketentuan batal jika ditetapkan sebagian atau seluruh upah harus dipergunakan secara tertentu, ataupun harus dibelikan barang, kecuali jika penggunaan itu timbul dari peraturan perundangundangan f.2. Cara pembayaran upah Cara pembayaran upah diatur dalam PP No.8 Tahun 1981, dengan pengaturannya adalah sebagai berikut: 10

11 - Pembayaran upah dilakukan ditempat pekerja biasa bekerja atau di kantorperusahaan, kecuali diatur lain. - Jangka waktu pembayaran upah secepat-cepatnya dapat dilakukan seminggu sekali atau selambat-lambatnya sebulan sekali, kecuali bila perjanjian kerja untuk waktu kurang dari satu minggu. Jika upah terlambat dibayar, upah tersebut ditambah dengan 5% untuk tiap hari keterlambatan. Sesudah hari kedelapan, tambahan itu menjadi 1% untuk tiap hari keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 bulan tidak boleh melebihi 50% dari upah yang seharusnya dibayarkan. Penyimpangan terhadap ketentuan ini batal demi hukum. g. Denda dan potongan upah Besarnya pemotongan upah tidak diperbolehkan bila melebihi 50%, Menurut PP No.8 Tahun 1981 tentang perlindungan upah, ketentuan tersebut adalah sebagai berikut; - Denda atas pelanggaran hanya dapat dilakukan jika hal itu diatur secara tegas dalam perjanjian atau peraturan perusahaan. - Besarnya denda harus ditentukan dan dinyatakan dalam mata uang Republik Indonesia. - Jika suatu perbuatan sudah dikenakan denda, pengusaha dilarang untuk menuntut ganti kerugian. - Jika ketentuan-ketentuan diatas dilanggar, maka batal demi hukum. h. Hal-hal Yang Dapat Diperhitungkan dengan Upah Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah diatur dalam PP No.8 Tahun 1981 dengan ketentuan-ketentuan tersebut yaitu Denda, ganti kerugian, potongan upah. i. Struktur dan Skala Pengupahan yang proposional. 11

12 Struktur dan skala pengupahan diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 Pasal 92 dan Peraturan Menteri Tenagakerja No.KEP- 49/MEN/2004 tentang struktur dan skala pengupahan, menjelaskan bahwa struktur upah adalah susunan tingkatan upah dari yang terrendah sampai yang tertinggi atau dari yang tertinggi sampai yang terrendah. Hal lebih lanjut mengenai struktur dan skala pengupahan yang diatur dalam Permenaker No.KEP-49/MEN/2004 adalah sebagai berikut: - Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi. - Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. - Struktur upah adalah susunan tingkatan upah dari yang terendah sampai yang tertinggi atau dari yang tertinggi sampai terrendah. - Skala upah adalah kisaran nilai nominal upah untuk setiap kelompok jabatan. - Pengusaha dalam menyusun struktur dan skala pengupahan memanfaatkan analisa jabatan. - Dasar dari pertimbangan penyusunan struktur upah dapat dilakukan melalui: struktur organisasi, rasio perbedaan bobot perkerjaan antar jabatan, kemampuan perusahaan, upah minimum, kondisi pasar. j. Upah untuk Pembayaran Pesangon Dasar hukum dari upah untuk pembayaran pesangon adalah Pasal 156 san 157 UU No.13 Tahun Pada Pasal 156 ayat 1, bila terjadi pemutusan hubungan kerja, maka pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masakerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Dan perhitungan uang pesangon menurut UU tersebut adalah sebagai berikut: 12

13 - Masa kerja kurang dari 1 Tahun : 1 bulan upah - Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun: 2 bulan upah. - Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun: 3 bulan upah - Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun: 4 bulan upah - Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun: 5 bulan upah - Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun: 6 bulan upah - Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun: 7 bulan upah - Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun: 8 bulan upah - Masa kerja 8 tahun atau lebih: 9 bulan upah j.1. Uang Penghargaan Masa Kerja Pasal 156 ayat 3 mengatur tentang pemberian uang penghargaan masa kerja kepada pekerja yang sudah bekerja tiga tahun lebih. Dan perhitungan uang penghargaan masa kerja ditetapkan sebagai berikut: - 3 tahun < t < 6 tahun : 2 bulan upah kerja - 6 tahun < t < 9 tahun : 3 bulan upah kerja - 9 tahun < t < 12 tahun : 4 bulan upah kerja - 12 tahun < t < 15 tahun : 5 bulan upah kerja - 15 tahun < t < 18 tahun : 6 bulan upah kerja - 18 tahun < t < 21 tahun : 7 bulan upah kerja - 21 tahun < t < 24 tahun : 8 bulan upah kerja - t > 24 tahun : 10 bulan upah kerja 13

14 j.2. Uang penggantian Hak Uang untuk penggantian Hak dapat diperhitungkan sebagai berikut: - Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur. - Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarga ke tempat dimana pekerja diterima bekerja. - Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat. - Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian bersama. k. Upah untuk Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Dasar hukum dari Upah untuk Perhitungan Pajak Penghasilan adalah, Keputusan Menteri Keuangan RI No. 481/Kmk.03/2003 tentang Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh Pemerintah atas penghasilan pekerja dari pekerjaan. Dengan isi ketentuanya adalah: - Pekerja yang mendapat perlakuan PPh yang ditanggung oleh pemerintah adalah wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang bekerja sebagai pegawai tetap atau tidak tetap pada suatu pemberi kerja di Indonesia. - PPh yang terutang atas gaji, upah, serta imbalan lainnya dari pekerjaan yang diterima oleh pekerja diatas, sampai dengan Rp sebulan ditanggung oleh pemerintah, dihitung secara bulanan dan tidak disetahunkan. - PPh yang terutang oleh pekerja, yang ditanggungkan oleh pemerintah dan yang harus dipotong oleh pemberi kerja, wajib dilaporkan baik dalam SPT tahunan PPh sesuai ketentuan yang berlaku. 14

15 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Pemerintah terkait dengan Dinas Tenagakerja di Kota Surakarta. Dinas Tenagakerja memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, terutama bagi para pekerja oleh karena disnaker merupakan salah satu instrumen untuk melindungi para tenagakerja dalam hal implementasi perlindungan pengupahan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Tenagakerja mengacu pada Keputusan Presiden RI Nomor 47 Tahun 2002 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja. Selain memiliki tugas pokok yang telah ditetapkan tersebut, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai fungsi : a. Penyelenggaraan kesekretariatan dinas; b. Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi dan pelaporan; c. Penyelenggaraan rehabilitasi dan bantuan sosial; d. Penyelenggaraan informasi, pelatihan dan penempatan tenaga kerja dalam dan luar negeri; e. Pembinaan pengusaha dan organisasi pekerja, penyelesaian perselisihan dan pengupahan pekerja; f. Pengawasan norma kerja, kesehatan dan keselamatan kerja; g. Penyelenggaraan Ketransmigrasian; h. Penyelenggaraan sosialisasi; i. Pembinaan jabatan fungsional; j. Pengelolaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Dalam bidang pengawasan, pihak Disnaker selaku instrumen pemerintah, juga melakukan tindakan sosialisasi dan pengawasan terhadap pekerja dan pengusaha di kota Surakarta. 15

16 B. Dasar hukum pengupahan terhadap tenagakerja di kota Surakarta. Dalam UU No.13 Tahun 2003 dengan tegas menyatakan bahwa setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal ini Sesuai dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 17 tahun 2004, penentuan UMK mengacu pada hasil survei Kebutuhan Hidup Layak yang dilakukan dewan pengupahan Sedangkan yang menjadi dasar bagi pengupahan tenagakerja di Surakarta adalah sebagai berikut; a) Undang-undang Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) dengan mengingat batang tubuh UUD 1945 inilah kemudian terbentuk UU No.13 Tahun Undang-undang No.13 Tahun 2003 masih menjadi dasar bagi perlindungan tengakerja di Indonesia, sehingga di kota Surakartapun juga menjadikan perundangan tersebut dasar bagi perlindungan tenagakerja. Selain undang-undang ketenagakerjaan tersebut, penetapan pengupahan di kota Surakarta menjadi hak dari pemerintah daerah, mengingat adanya dasar dari UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 13 ayat 1, yang menjelaskan mengenai urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi, salah satunya adalah menyangkut ketenagakerjaan (dalam huruf h) yang mencakup l intas kabupaten/kota. b) Peraturan Pemerintah Peraturan pemerintah No.8 Tahun 1981 tentang Pengupahan ini secara umum masih diberlakukan sebagi dasar pelindungan upah. PP No.8 Tahun 1981 memang telah dibuat dan ditetapkan sebelum adanya UU No.13 Tahun 2003, namun dalam hal substansi mengenai perlindungan pengupahan, PP No.8 Tahun 1981 lebih terperinci dalam perhitungan perlindungannya. 16

17 c) Peraturan Meteri Tenagakerja Beberapa peraturan menteri tenagakerja sampai sekarang masih digunakan oleh pemerintah kota Surakarta dalam kaitan perlindungan tenaga kerja. Peraturan tersebut antara lain; 1. Peraturan Menteri Tenagakerja Dan Transmigrasi No: PER- 17/MEN/VIII/2005 Tentang Komponen Pelaksanaan tahapan Pencapaian Kebutuhan hidup Layak. 2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/ Keputusan menteri tenagakerja dan transmigrasi (menakertrans) No. Kep. 102/MEN/VI/ Peraturan Menteri Tenagakerja No.KEP-49/MEN/2004 tentang struktur dan skala pengupahan. d) Keputusan Gubernur Jawa Tengah Keputusan Gubernur jawa tengah yaitu ikut menentukan Kebutuhan hidup layak yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan upah minimum. 17

18 BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian penulis, dan yang telah di paparkan oleh penulis maka dapat disimpulkan bahwa, analisa mengenai perlindungan upah bagi tenagakerja secara yuridis normatif telah diatur dalam berbagai regulasi, mulai dari kebijakan puncak yaitu Pancasila dan UUD 1945 sampai kepada adanya instrumenintsrumen untuk melaksanakan jalanya perlindungan upah bagi tenagakerja. a. Undang-undang Undang-undnag sebagai kebijakan umum dalam hal kebijakan kepastian hukum mengenai pengupahan, telah dijamin pemerintah indonesia melalui Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) dengan mengingat batang tubuh UUD 1945 inilah kemudian terbentuk UU No.13 Tahun b. Peraturan Pemerintah Sebagai peraturan teknis sebagai peraturan untuk melaksanakan kebijakan umum. Peraturan pemerintah No.8 Tahun 1981 tentang Pengupahan ini secara umum masih diberlakukan sebagi dasar pelindungan upah. PP No.8 Tahun 1981 memang telah dibuat dan ditetapkan sebelum adanya UU No.13 Tahun 2003, namun dalam hal substansi mengenai perlindungan pengupahan, PP No.8 Tahun 1981 lebih terperinci dalam perhitungan perlindungannya. c. Peraturan Meteri Tenagakerja d. Keputusan Gubernur Jawa Tengah e. Peraturan walikota. merupkan peraturan teknis ditingkat kota supaya setiap kebijakan menyangkut pelaksanaan kebijakan pengupahan, dapat dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan. f. Dinas Tenagakerja Dinas tenagakerja merupakan lembaga pemerintah yang memiliki fungsi untuk mensosialisasikan kebijakan pengupahan, dan mengawasi pelaksanaan 18

19 kebijakan pengupahan supaya tidak merugikan pengusaha maupun pekerja, baik dengan menegaskan melalui kebijakan ataupun dengan cara musyawarah. DAFTAR PUSTAKA Abdul Khakim Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Andre Ataujan Membangun hukum, membela keadilan. Filsafat hukum, Yogyakarta: Kanisius. Ashofa Burhan Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta. Asri Wijayanti Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika. Djoko Triyanto Hubungan Kerja di Perusahaan Jasa Konstruksi, Bandung: Mandar Maju. FX Djumialdji Perjanjian Kerja, Edisi Revisi, Jakarta: Sinar Grafika. Hartini Sri Hukum Kepegawaian di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. Husni Lalu Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, edisi revisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Khakim Abdul Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. Lalu Husni Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada. Moh. Mahfud MD Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Gama Media. M.Marwan dan Jimmy P Kamus Hukum dictionary of law complete edition, Surabaya: Reality publisher. Pramudya Hukum itu Kepentingan, Salatiga: Sanggar Mitra Sabda. 19

20 Sendjun H Manulang Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta Surya Tjandra, Yasmine MS Soraya dan Jamaludin Advokasi Pengupahan Didaerah (strategi serikat buruh diera Otonomi Daerah), Jakarta: Trade Union Rights Centre. Suryabrata dan sumadi Metode Penelitian, Jakarta: Rajawali Pers. Widjaja,HAW Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia, Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada. YLBHI, PSHK Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Perundangan dan peraturan Lainnya: Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah. Peraturan Menteri Tenagakerja Dan Transmigrasi No: PER-17/MEN/VIII/2005 Tentang Komponen Pelaksanaan tahapan Pencapaian Kebutuhan hidup Layak. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 Keputusan menteri tenagakerja dan transmigrasi (menakertrans) No. Kep. 102/MEN/VI/2004. Peraturan Menteri Tenagakerja No.KEP-49/MEN/2004 tentang struktur dan skala pengupahan. Keputusan gubernur jawa tengah No /69/2010 tanggal 18 November 2010 tentang upah minimum pada 35 kabupaten/kota diprovinsi jawa tengah Keputusan Menteri Tenagakerja dan transmigrasi No:KEP-51/MEN/IV/2004 tentang istirahat panjang pada perusahaan tertentu. 20

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; DASAR HUKUM * UUD 1945, pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati 1 PENGUPAHAN Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

Lebih terperinci

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan Pengupahan Upah Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu PK,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Jam Kerja, Cuti dan Upah. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

Jam Kerja, Cuti dan Upah. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Jam Kerja, Cuti dan Upah Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal peraturan yang terkait dengan jam kerja, cuti dan upah Waktu Kerja Watu Istirahat Waktu Kerja

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR MENTERI

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Yogyakarta terdapat beberapa penyimpangan yang telah dilakukan owner

BAB III PENUTUP. Yogyakarta terdapat beberapa penyimpangan yang telah dilakukan owner BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah saya lakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Perlindungan waktu istirahat dan upah Shopkeepers di Origin Merch, Sleman,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN Industrial Relation in Indonesia UU No. 13, Tahun 2003 HRM - IM TELKOM 1 DEFINISI KETENAGAKERJAAN. Segala yang berhubungan dengan tenaga kerja pada saat sebelum, selama, dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1 Penyandang Cacat Pasal 67 1. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI RISMAN FAHRI ADI SALDI. NIM : 0810015276. Analisis Terhadap Perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H. 1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk

Lebih terperinci

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA Sistem Penentuan Upah (pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Swalayan 24 Jam tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang, pelaksanaan

BAB III PENUTUP. Swalayan 24 Jam tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang, pelaksanaan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu petugas

Lebih terperinci

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan suatu ciri khas suatu hubungan kerja dan juga tujuan utama dari seorang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN

PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN Dewi Yustiarini 1 1 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: dewiyustiarini@upi.edu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan adalah bagian integral dari masalah ekonomi, maka masalah pembangunan ketenagakerjaan, juga merupakan bagian dari pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam Konstitusi terdapat peraturan peraturan yang mengatur mengenai hak hak seorang warga Negara.

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil setelah dilakukannya penelitian maka dapat disimpulkan, antara lain :

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil setelah dilakukannya penelitian maka dapat disimpulkan, antara lain : 69 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil setelah dilakukannya penelitian maka dapat disimpulkan, antara lain : 1. Pelaksanaan jaminan sosial bagi pekerja harian lepas pada PT. Limpah Sejahtera

Lebih terperinci

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN BAB I PENGUPAHAN Pasal 1 SISTEM PENGUPAHAN 1. Hak untuk menerima gaji timbul pada saat adanya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN BURUH/PEKERJA INFORMAL DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Oleh: Arum Darmawati Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Hukum Ketenagakerjaan Seputar Hukum Ketenagakerjaan Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja (Perjanjian

Lebih terperinci

Oleh : Widi Nugrahaningsih Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK

Oleh : Widi Nugrahaningsih Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH MELALUI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN UPAH TERHADAP TENAGAKERJA DI KOTA SURAKARTA Oleh : Widi Nugrahaningsih Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN TUNJANGAN HARI RAYA MENURUT PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN TUNJANGAN HARI RAYA MENURUT PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN TUNJANGAN HARI RAYA MENURUT PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN A. Pengertian Tunjangan Hari Raya Hari raya keagamaan Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI

BAB III TINJAUAN TEORI BAB III TINJAUAN TEORI A. Ketenagakerjaan 1. Pengertian Ketenagakerjaan Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Ketenagakerjaan adalah hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan membutuhkan bantuan dari orang lain. Untuk dapat mempertahankan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 90 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya, ditarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diajukan dalam tesis ini, yaitu : 1. Pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 BAB I PENDAHULUAN PEMBERIAN UPAH LEMBUR TERHADAP PEKERJA YANG BEKERJA DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

Hubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi Modul ke: Hubungan Industrial Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Proses

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. nomor 13 tahun 2003 disebutkan bahwa kesejahteraan pekerja/buruh

BAB III TINJAUAN TEORITIS. nomor 13 tahun 2003 disebutkan bahwa kesejahteraan pekerja/buruh BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Umum Upah Minimum Upah adalah salah satu sarana yang digunakan oleh pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 31 Undangundang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA Menimbang : KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 Ayat

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan mengenai penentuan upah sehari Sesuai ketentuan Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan No. 13/2003, bahwa waktu kerja adalah: 1. a. 7 (tujuh)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD 1945 terdapat dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan

Lebih terperinci

PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN

PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN 1 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 560 2492 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN KETIDAKSUAIAN PENGUPAHAN KERJA LEMBUR

MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN KETIDAKSUAIAN PENGUPAHAN KERJA LEMBUR MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN KETIDAKSUAIAN PENGUPAHAN KERJA LEMBUR DISUSUN OLEH : TEGUH SANTOSO (13.11.106.701201.1711) M. BACHRUL ULUM (13.11.106.701201.1712) M. ADITYA (13.11.106.701201.1713) ARIEF

Lebih terperinci

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234.

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang

Lebih terperinci

SISTEM PERLINDUNGAN UPAH DI INDONESIA

SISTEM PERLINDUNGAN UPAH DI INDONESIA SISTEM PERLINDUNGAN UPAH DI INDONESIA Evy Savitri Gani Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Ambon E-mail : evysavitrigani@gmail.com ABSTRACT Wages are very important for the workers or laborers. Wage

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PEMBAYARAN UPAH PASAL 88 UUK : BAHWA TIAP PEKERJA/BURUH BERHAK MEMPEROLEH PENGHASILAN YANG MEMENUHI PENGHIDUPAN YANG LAYAK BAGI KEMANUSIAAN

PEMBAYARAN UPAH PASAL 88 UUK : BAHWA TIAP PEKERJA/BURUH BERHAK MEMPEROLEH PENGHASILAN YANG MEMENUHI PENGHIDUPAN YANG LAYAK BAGI KEMANUSIAAN PEMBAYARAN UPAH PASAL 88 UUK : BAHWA TIAP PEKERJA/BURUH BERHAK MEMPEROLEH PENGHASILAN YANG MEMENUHI PENGHIDUPAN YANG LAYAK BAGI KEMANUSIAAN Kebijakan Pengupahan Prinsip yang melandasi peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT PADA KEGIATAN USAHA

Lebih terperinci

Yani Pujiwati, Dewi Kania Sugiharti, dan Nia Kurniati Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Yani Pujiwati, Dewi Kania Sugiharti, dan Nia Kurniati Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Upah Pekerja (Yani Pujiwati, Dewi Kania Sugiharti, dan Nia Kurniati) PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP UPAH PEKERJA Yani Pujiwati, Dewi Kania Sugiharti, dan Nia

Lebih terperinci

PENGUPAHAN YANG MELINDUNGI PEKERJA/BURUH. SUNARNO,SH. MHum Dosen Fakultas Hukum UNISRI

PENGUPAHAN YANG MELINDUNGI PEKERJA/BURUH. SUNARNO,SH. MHum Dosen Fakultas Hukum UNISRI Abstraksi PENGUPAHAN YANG MELINDUNGI PEKERJA/BURUH SUNARNO,SH. MHum Dosen Fakultas Hukum UNISRI Penyebab utama terjadinya perselisihan antara pekerja/buruh dengan pengusaha didominasi oleh masalah pengupahan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SP MDF FSPMI Klari ~ Karawang PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017 GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017 GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DI KOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : bahwa guna

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PER-15/MEN/VII/2005 TENTANG WAKTU KERJA DAN ISTIRAHAT PADA SEKTOR USAHA PERTAMBANGAN UMUM PADA DAERAH OPERASI TERTENTU MENTERI

Lebih terperinci

BAB II PENGAWASAN DINAS KETENAGAKERJAAN TERHADAP PELAKSAANAN UU NO.13 TAHUN 2003 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN

BAB II PENGAWASAN DINAS KETENAGAKERJAAN TERHADAP PELAKSAANAN UU NO.13 TAHUN 2003 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN 28 BAB II PENGAWASAN DINAS KETENAGAKERJAAN TERHADAP PELAKSAANAN UU NO.13 TAHUN 2003 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN 2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Pengawasan Ketenagakerjaan Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, sehingga

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur tegas di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun penghidupan yang layak bagi kemanusian.

BAB I PENDAHULUAN. diatur tegas di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun penghidupan yang layak bagi kemanusian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia harus berupaya memperoleh penghasilan untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Bekerja merupakan salah satu upaya manusia dalam rangka memperoleh

Lebih terperinci

Pasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

Pasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) * * Pasal 150 UUK *Mencakup pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum baik swasta, pemerintah,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unjuk rasa. Penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis dan

BAB I PENDAHULUAN. unjuk rasa. Penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengupahan merupakan masalah yang sangat krusial dalam bidang ketenagakerjaan bahkan apabila tidak profesional dalam menangani tidak jarang akan menjadi potensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA WANITA YANG SEDANG HAMIL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 1 Oleh : Zsa Zsa Kumalasari 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

MEKANISME PENGUSULAN DAN PENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA. Diana Fajarwati ABSTRACT

MEKANISME PENGUSULAN DAN PENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA. Diana Fajarwati ABSTRACT MEKANISME PENGUSULAN DAN PENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA Diana Fajarwati ABSTRACT Minimum regional wages is set by the government based on recommendation of the Board of Governors Wages. Minimum wage of city

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 8

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 8 SP MDF FSPMI Klari Karawang LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 8 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH UMUM Pengaturan pengupahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 disebutkan bahwa Negara menjamin keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya dengan cara pemberian upah yang sesuai dengan undang-undang dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya dengan cara pemberian upah yang sesuai dengan undang-undang dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan pembangunan ketenagakerjaan menurut ketentuan Pasal 4 Undang- Undang No. 13 Tahun 2003, adalah: 1. Memberdayakan dan mendaya gunakan tenaga kerja secara

Lebih terperinci

MENTER! TENAGA KERJA DAN T SMIGRASI KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 102/MENNI/2004 TENTANG

MENTER! TENAGA KERJA DAN T SMIGRASI KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 102/MENNI/2004 TENTANG ... ' J. MENTER! TENAGA KERJA DAN T SMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 102/MENNI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. maka dapat diambil kesimpulan bahwa Peran Dinas Tenaga Kerja Dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. maka dapat diambil kesimpulan bahwa Peran Dinas Tenaga Kerja Dan 1 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Peran Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2015 SALINAN 1 GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI Anita Maharani 1 Abstrak Hubungan industrial, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai hubungan

Lebih terperinci

BAB II MEKANISME KERJA LEMBUR DALAM HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA

BAB II MEKANISME KERJA LEMBUR DALAM HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA BAB II MEKANISME KERJA LEMBUR DALAM HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA 2.1. Hakekat Diperlukannya Kerja Lembur Berbicara mengenai kerja lembur maka kita berbicara tentang suatu keadaan dan atau kegiatan bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang 11 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak, sehingga membutuhkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk menyerap tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia mempunyai cita-cita untuk mensejahterakan rakyatnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu Negara menjamin warga negaranya

Lebih terperinci

Sosialisasi Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/94 Tahun 2017 tanggal 20 Nop 2017 tentang Upah Minimum Pada 35 Kabupaten/Kota Tahun 2018 di

Sosialisasi Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/94 Tahun 2017 tanggal 20 Nop 2017 tentang Upah Minimum Pada 35 Kabupaten/Kota Tahun 2018 di Sosialisasi Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/94 Tahun 2017 tanggal 20 Nop 2017 tentang Upah Minimum Pada 35 Kabupaten/Kota Tahun 2018 di Provinsi Jawa Tengah 1 Dasar Hukum 2 1. Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA Oleh : Basani Situmorang SH,Mhum Dampak dan Trend Outsourcing Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi terpenting. Dilihat

Lebih terperinci

KEPMEN NO. 234 TH 2003

KEPMEN NO. 234 TH 2003 KEPMEN NO. 234 TH 2003 KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.234 /MEN/2003 TENTANG WAKTU KERJA DAN ISTIRAHAT PADA SEKTOR USAHA ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai kebutuhan sosial yang harus dipenuhi, oleh karena itu mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pemberian Upah Lembur terhadap Pekerja yang Bekerja di Hari Libur di PT. Matahari Putra Prima Tbk (Hypermart) Bandung Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak 2.1.1 Pengertian pekerja Istilah buruh sudah dipergunakan sejak lama dan sangat

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017 KAJIAN HUKUM TENAGA HARIAN LEPAS PADA ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE 1 Oleh : Dewi Sainkadir 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman dewasa ini, Indonesia mengalami berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman dewasa ini, Indonesia mengalami berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dewasa ini, Indonesia mengalami berbagai krisis disegala bidang kehidupan termasuk bidang ketenagakerjaan. Bahwa perlindungan terhadap tenaga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN UMK (UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH

PEMBERLAKUAN UMK (UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH PEMBERLAKUAN UMK (UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH oleh Michele Agustine I Gusti Ketut Ariawan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Wages play an important

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan hanya pada bagaimana cara untuk menangani masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan hanya pada bagaimana cara untuk menangani masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai tenagakerja di Indonesia merupakan masalah nasional yang memang sulit diselesaikan. Selama ini pemerintah melihat masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

Pengupahan BAB Peraturan tentang Upah

Pengupahan BAB Peraturan tentang Upah BAB 3 Pengupahan 1. Peraturan tentang Upah Berdasarkan pada Pasal 1 (30), UU.13/2003, yang menyatakan bahwa: Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam. negosiasi terhadap atasan atau pengusaha PT. Vidya Rejeki Tama.

BAB III PENUTUP. Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam. negosiasi terhadap atasan atau pengusaha PT. Vidya Rejeki Tama. 72 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam meningkatkan upah di PT. Vidya Rejeki Tama yang ditempatkan di Universitas Atma Jaya Yogyakarta adalah melakukan pembicaraan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dapat diperoleh kesimpulan bahwa : bekerja selama 12 (dua belas). ini berhak untuk mendapatkan cuti tahunan.

BAB III PENUTUP. dapat diperoleh kesimpulan bahwa : bekerja selama 12 (dua belas). ini berhak untuk mendapatkan cuti tahunan. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan terhadap hasil analisis BAB II tersebut diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa : a. Undang Undang No 13 Tahun 2003 tidak ada menulis bahwa pekerja

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG PENETAPAN BESARNYA UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP), UPAH MINIMUM SEKTORAL DAN SUB SEKTORAL PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2007 Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerja merupakan aset utama dalam sebuah perusahaan karena tanpa adanya pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam menghasilkan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum pada dasarnya tidak membedakan antara pria dan perempuan, terutama dalam hal pekerjaan. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Di dalam Kamus Umum khususnya bidang hukum dan politik hal. 53 yang ditulis oleh Zainul Bahry, S.H., Perlindungan Hukum terdiri dari 2 suku kata yaitu: Perlindungan

Lebih terperinci

TRANSKIP WAWANCARA PENELITIAN KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA, STUDI ANALISIS : PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015

TRANSKIP WAWANCARA PENELITIAN KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA, STUDI ANALISIS : PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015 LAMPIRAN 1 TRANSKIP WAWANCARA PENELITIAN KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA, STUDI ANALISIS : PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015 Nama : Rudi HB Daman Pekerjaan : Ketua Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat

Lebih terperinci