De-sekuritisasi Papua, Upaya Memutus Rantai Kekerasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "De-sekuritisasi Papua, Upaya Memutus Rantai Kekerasan"

Transkripsi

1 De-sekuritisasi Papua, Upaya Memutus Rantai Kekerasan Sejumlah pihak meyakini de-sekuritisasi dan pengurangan personil militer akan mengurangi kasus kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua. Upaya ini membutuhkan perubahan cara pandang aparat, politik, dan kebijakan keamanan di Papua, secara mendasar. Akankah pendirian Kodam baru memupus asa ini? Sebulan setelah dilantik sebagai kepala negara, Presiden Joko Widodo menyetujui rencana pembentukan Komando Daerah Militer (Kodam) baru di tanah Papua. Bersamaan dengan itu, juga akan dibentuk Komando Armada Tengah untuk Angkatan Laut di wilayah Timur. Hal ini disampaikan Jokowi setelah menggelar pertemuan tertutup dengan Panglima TNI, Jenderal Moeldoko, di Istana Bogor, medio November 2014 silam. Sebelumnya, usulan mengenai rencana pembentukan Kodam baru tersebut berasal dari Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Dalam acara pemberian pengarahan Presiden Jokowi kepada para Panglima Komando Utama (Pangkotama) TNI se-indonesia, Moeldoko mengusulkan pembentukan komando gabungan wilayah pertahanan, serta pembentukan Kodam Manado dan Papua. Alasannya, antara lain, untuk memperkuat pertahanan dan mempermudah koordinasi TNI di Papua. Penambahan Kodam di Papua, sesuai rencana strategi (renstra) sudah disiapkan. Tapi yang pertama di Manado sudah mulai dijalankan. Harapan kita untuk Papua tahun depan sudah bisa dijalankan," ujar Moeldoko di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, sebagaimana dilansir sejumlah media ibukota, Desember 2014 silam. Lebih lanjut, dia menjelaskan, luasnya wilayah Papua menyulitkan rentang kendali bagi seorang pemimpin di mana Pangdam harus mengendalikan seluruh prajuritnya yang sangat jauh. Moeldoko menyangkal adanya kepentingan politik dalam rencana pembentukan Kodam baru di Papua tersebut. Menurut dia, rencana ini murni untuk kepentingan pertahanan. Terlepas dari alasan Panglima TNI di atas, kebijakan keamanan baru di Papua mengundang tanda tanya besar, terlebih di tengah rantai siklus kekerasan yang tak kunjung reda. Sejumlah pihak menilai, pembentukan Kodam baru mengindikasikan peningkatan pendekatan keamanan yang justru akan kontraproduktif dengan upaya penyelesaian masalah kekerasan politik dan pelanggaran HAM di Papua yang terjadi selama ini. Kekerasan demi kekerasan: kontradiksi sekuritisasi Yafed Leonard Franky, pegiat hak asasi manusia dari Yayasan Pusaka, menuturkan, kekerasan di Papua terus terjadi dan semakin meluas. Menurut dia, hal ini terjadi karena pendekatan dan cara pandang aparat keamanan TNI dan Polri belum berubah. Boleh jadi ini dikarenakan dominasi pandangan militeristik yang melihat rakyat sipil di Papua sebagai lawan dan ancaman, atau digerakkan oleh kepentingan kekuasaan dan ekonomi,

2 maupun pandangan diskriminatif. Sehingga, selalu saja terjadi kekerasan dan menggunakan alat kekerasan untuk menaklukkan rakyat Papua, meskipun melanggar hukum, tutur Angky, begitu dia kerap disapa. Sekadar catatan, sepanjang 2014 saja ELSAM mencatat 102 kasus kekerasan dan pelanggaran HAM terjadi di Papua. Sebagian besar kasus kekerasan yang terjadi di 19 kabupaten/kota di Papua ini melibatkan aparat keamanan dan anggota aparat keamanan, anggota TNI, dan kelompok sipil bersenjata yang diduga merupakan binaan tentara. Terakhir, terjadi peristiwa penembakan oleh aparat keamanan di Paniai yang menewaskan 4 orang anak sekolah dan 1 remaja pada Desember 2014 silam (Selengkapnya, lihat infografis). Namun, jika menengok ke belakang, kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua sudah berlangsung lama seiring dengan dilakukannya operasi militer. Sejarah mencatat, operasi militer di Papua sudah dilakukan sejak 1952 di bawah komando Ali Kahar. Namun saat itu, operasi militer dilakukan untuk mengkonfrontasi Belanda yang masih bercokol di sana. Sejak itu, nama-nama seperti Beny Moerdani, Ali Murtopo, dan Sarwo Edhie Wibowo, bergantian memimpin operasi militer Papua. Puncaknya adalah ketika Ali Murtopo memimpin operasi militer antara untuk mengawal proses integrasi Papua hingga pelaksanaan Pepera. Sejak itulah terjadi kekerasan politik dan pelanggaran HAM di Papua. Pasalnya, menjelang Pepera kelompok militer Indonesia getol melakukan intimidasi dan memperlakukan orang Papua semenamena. Tokoh-tokoh intelektual dan masyarakat yang tidak setuju dengan integrasi Papua ke Indonesia ditekan dengan intimidasi dan teror, diberi minuman keras, dan perlakuan semena-mena lainnya. Hingga kini, berbagai gejolak politik di Papua selalu diselesaikan dengan jalan kekerasan. Rezim boleh berubah, presiden boleh berganti, tapi siklus kekerasan di Papua tidak pernah berhenti. Kekerasan selalu ada di Papua. Ada siklus kekerasan yang sulit untuk dihentikan karena rezim militer yang berada di atas segalanya seiring kebijakan dan pendekatan keamanan yang dilakukan pemerintah untuk Papua. Oleh karena itu, sejumlah pihak menilai rencana pembentukan komando teritorial militer baru di Papua kian mempersulit penyelesaian masalah pelanggaran HAM dan kekerasan politik. Cahyo Pamungkas, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai, kian intensifnya pendekatan sekuritisasi isu Papua, setidaknya menimbulkan dua dampak serius. Pertama, mengurangi kepercayaan dan dukungan dunia internasional. Sebagai contoh, pada 2010 salah seorang anggota Kongres Amerika Serikat menyatakan dukungan terhadap kemerdekaan Papua. Ini menunjukkan kecaman dunia internasional terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Saya kira itu yang pertama untuk menilai pendekatan sekuritisasi, papar Cahyo. Kedua, lanjut dia, meningkatnya ketidakpercayaan orang asli Papua terhadap pemerintah. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan pemimpin-pemimpin di Papua, terutama di kalangan pemimpin komunitas gereja, yang menyuarakan pelanggaran HAM di Papua. Sebagai contoh, tak lama setelah kasus peristiwa Paniai berdarah, pendeta Socrates menyerukan agar Jokowi sebaiknya dilarang merayakan natal di Papua sebelum

3 menyelesaikan kasus ini. Itulah bukti bahwa pendekatan keamanan menjadi kontraproduktif, tegasnya. Ketiga, dari data-data korban kekerasan juga semakin meningkat. Pada 2012, ada 63 orang tewas. Kebanyakan yang meninggal adalah warga sipil, dan jumlahnya semakin meningkat sepanjang Catatan dokumentasi ELSAM mencatat selama periode , setidaknya terdapat 169 warga sipil yang tewas, dan 783 orang mengalami luka-luka. Jumlah ini masih belum termasuk jumlah korban dari aparat dan anggota TNI sendiri, serta kelompok sipil bersenjata. Menurut Cahyo, hal ini menunjukkan pendekatan sekuritisasi itu sudah tidak bisa dipertahankan, justru akan semakin menambah perasaan bahwa identitas orang Papua sebagai bangsa orang yang berbeda dengan bangsa Indonesia. Dominasi tentara, derita rakyat Papua Saat ini, di Papua yang luasnya tiga setengah kali Pulau Jawa memiliki satu Kodam dengan empat Korem dan 14 Kodim serta 113 Koramil. Pada 2012, perkiraan jumlah pasukan TNI di Papua mencapai orang, dengan rincian: TNI AD orang, TNI AL orang, dan TNI AU 570 orang. Jumlah ini mendekati setengah dari jumlah prajurit TNI yang digelar dalam situasi Darurat Militer di Aceh pada 2003 silam. Ironis memang, mengingat saat ini baik Papua maupun Papua Barat tidak sedang berada dalam status Darurat Militer maupun Sipil. Bahkan, dengan pembentukan Kodam baru, jumlah pasukan TNI di Papua bisa bertambah dua kali lipat! Josie Susilo, wartawan Kompas untuk daerah Papua, menuturkan, jumlah tentara di Papua memang terlalu berlebihan. Saat ini memang belum ada data resmi soal berapa jumlah personil militer di Papua. Tapi dia memperkirakan setidaknya untuk Polda Papua saja ada personil. Kalau ditambah, jumlah tentara di sana mungkin menjadi orang, papar Josie. Bayangkan, dengan jumlah penduduk 4 juta orang, di Papua terdapat 2 Kodam dan 2 Polda. Ini berlebihan, ujar Josie. Sebagai orang yang lama tinggal dan menyinggahi banyak tempat di Papua, Josie cukup mengenal dengan baik wilayah dan aspek demografi Papua. Menurut dia, daerah yang paling padat penduduk di Papua hanya Jayapura. Sementara di derah pedalaman setiap 1 Km hanya bisa ditemui rata-rata 1-2 keluarga saja. Tapi lalu mengapa harus mendatangkan militer banyak-banyak? gugat Josie. Lebih lanjut Josie menuturkan, dengan kehadiran militer di banyak titik mungkin semuanya menjadi terawasi dengan baik. Tapi kalau di kampung-kampung, khususnya pos daerah rawan, kehadiran militer di sana justru dapat memicu rasa tidak aman warga. Padahal, kalau kita lihat sendiri, tidak ada potensi bahaya di sana. Artinya, militer sendiri yang menciptakan mitos tentang adanya bahaya atau daerah rawan di Papua. Dengan menyebut ada pos rawan atau tim khusus, mereka menciptakan satu situasi yang melegitimasi kehadiran mereka di sana, papar Josie. Sementara itu, baik tentara atau aparat bersenjata di sana tidak pernah mengakui kekerasan yang mereka lakukan di Papua. Menurut Josie, mereka memang selalu mencari kambing hitam, selalu menyalahkan simpatisan OPM atau KNPP. Terhadap kasus penembakan di Papua, misalnya, mereka menyalahkan KNPP. Mereka selalu mengatakan: bukan kami pelakunya, tidak mungkin itu kami pelakunya, dan segala

4 macam. Tapi ketika dilakukan pengecekan, akhirnya ketahuan yang melakukan mereka, ujar Josie. Ironisnya, semakin hari dominasi militer di Papua kian tak terbendung. Mereka tak hanya menjalani peran di sektor keamanan, tetapi juga mulai masuk ke ranah bisnis, dan pembangunan. Pada 2012, misalnya, seiring dengan pelaksanaan program Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), pemerintah mengeluarkan Perpres No. 40 tahun 2012 tentang pembangunan ruas-ruas jalan. Pembangunan infrastruktur jalan ini diyakini bakal membuka keterisolasian Tanah Papua. Namun alih-alih memberi ruang bagi keterlibatan masyarakat asli dalam membangun tanah Papua, pemerintah bersama DPR justru mengerahkan Satuan Zeni TNI untuk mengawal pembangunan ruas-ruas jalan P4B ini. Penggunaan satuan pasukan tentara ini untuk mengurangi pengaruh para kontraktor pendatang yang menjamur di tanah Papua, begitu dalih pemerintah (Tempo). Pandangan kritis pun muncul dari beberapa pihak, salah satunya adalah Otto Nur Abdullah, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dengan mencermati berbagai kebijakan dan praktik pembangunan di Papua, Otto melihat pendekatan yang dilakukan pemerintah selama ini lebih menyerupai pendekatan kolonial. Hal ini jelas merupakan langkah yang kontradiktif bagi upaya penyelesaian masalah Papua. Pemerintah kolonial Belanda dulu melakukan tiga hal. Pertama, mengirim tentara; kedua, mengirim pejabat birokrasi, dan; ketiga, membangun jalan, ujar Otto. Dalam hal ini, jalan dibangun demi kelancaran aliran logistik yang terkait dengan proses penundukkan. Artinya, jalan dibuat untuk mobilitas amunisi dan pasukan. Kalau dalam konteks sekarang, ditambah dengan mobilitas sumber daya alam yang sama sekali tidak bersentuhan dengan kesejahteraan dan kenyamanan hidup sebagai warga negara di Papua. Oleh karena itu, saya katakan pendekatannya sangat kolonial, tegas dia. Angky mempunyai pandangan yang kurang lebih senada. Dia melihat pembangunan infrastruktur ini bermata dua. Di satu sisi, pembangunan infrastruktur memang populer untuk membuka daerah terisolasi, tetapi di sisi lain, juga memberi jalan lapang buat kepentingan investasi untuk mengeruk sumber daya setempat dan menjadi sasaran pasar. Pihak-pihak yang berkepentingan tentu akan terus memelihara dan menggunakan pendekatan keamanan dalam menjalankan bisnis yang saling menguntungkan, ucap dia. Itulah mengapa pendekatan keamanan juga digunakan sekaligus untuk mengontrol ruang gerak masyarakat, menaklukan, dan melucuti hak-hak rakyat. Ini dilakukan supaya rakyat menerima kepentingan pemerintah yang ditumpangi kepentingan bisnis korporasi, lanjut Angky. De-sekuritisasi butuh nyali Jokowi Menimbang berbagai dampak sekuritisasi tersebut, Angky berharap kebijakan keamanan di Papua ditinjau ulang. Dia menghimbau perlu adanya perubahan dalam cara pandang

5 aparat dalam menyelesaikan permasalahan. Selain itu, harus ada penegakkan hukum dan secara konsisten dilakukan secara berkesinambungan. Misalnya, dengan memberikan sangsi pada pihak-pihak yang melanggar dan menciptakan rasa keadilan. Josie juga berpandangan serupa. Ke depannya, kata Josie, kehadiran militer harus dikurangi dan diarahkan untuk hanya berkonsentrasi di area perbatasan saja. Namun demikian, bagi Otto, kendati tak bisa ditawar-tawar lagi, mengakhiri dominasi militer (de-sekuritisasi) di Papua tampaknya tak semudah membalik telapak tangan. Menurut dia, tantangan utamanya adalah bagaimana mengefektifkan daya kontrol rezim terhadap pergerakan militer di Papua. Bercermin dari pengalaman Aceh, pergerakan militer seharusnya ada di bawah kontrol Presiden. Jika tidak, sulit untuk mengendalikan gerak-gerik tentara di lapangan. Sebagai contoh, di Aceh dulu pernah terjadi kesimpangsiuran komando militer. Antara Presiden, Panglima TNI, dan hasil perjanjian damai, saling berbeda dalam memberi intruksi. Walhasil, pergerakan militer di lapangan tidak terkontrol. Baru kemudian setelah Presiden SBY mampu mengontrol militer, proses perdamaian pun berjalan, dan pelanggaran HAM di Aceh turun drastis. Semua harus satu komando. Kontrol tentara harus di bawah Presiden. Kita lihat sejak zaman Habibie hingga Megawati, kontak senjata terus berlangsung di Aceh karena mereka tak mampu mengontrol militer, kenang Otto. Baru di era SBY, mulai mencoba mengontrol militer meskipun dengan susah payah sambil membangun komunikasi dengan elite politik yang berlawanan di Aceh. Jadi alurnya jelas. Nah, sekarang Jokowi mau apa dengan Papua?. Jika kelompok militer masih mengangkat senjata, menurut Otto, itu menunjukkan bahwa rezim Jokowi belum mampu mengontrol sepenuhnya gerak-gerik mereka di Papua. Masalah kebijakan kemiliteran atau pertahanan dan keamanan terkait dengan Polri di Papua juga belum jelas. De-sekuritisasi dan pengurangan aparat militer di Papua jelas akan mengurangi kasus kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua. Namun, seperti yang disampaikan Otto, hal ini membutuhkan perubahan politik dan kebijakan keamanan di Papua secara mendasar. Selain menghilangkan faktor-faktor penyebab pelanggaran HAM, perubahan politik dan kebijakan keamanan di Papua harus diorientasikan pada upaya penyelesaian konflik Papua secara damai. Ini akan menjadi langkah radikal yang membutuhkan kemauan politik dan keberanian Presiden Jokowi.[]

daftar isi Ironi Pasal Makar dan Pembungkaman Kebebasan

daftar isi Ironi Pasal Makar dan Pembungkaman Kebebasan daftar isi 4 EDITORIAL Memoria Passionis Papua Kekerasan politik dan pelanggaran HAM masih terus berlangsung di Papua. Teror, intimidasi, kekerasan aparat, masih kerap mewarnai keseharian orang asli Papua.

Lebih terperinci

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Oleh Dr. Muridan S. Widjojo (Koordinator Tim Kajian Papua LIPI) Ballroom B Hotel Aryaduta Jakarta, Senin,13 Desember 2010 Refleksi: 1. catatan

Lebih terperinci

Telah terjadi penembakan terhadap delapan TNI dan empat warga oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bagaimana tanggapan Anda terkait hal ini?

Telah terjadi penembakan terhadap delapan TNI dan empat warga oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bagaimana tanggapan Anda terkait hal ini? Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus beraksi dalam beberapa bulan terakhir di Papua. Aparat keamanan dan kepolisian jadi sasaran, termasuk warga sipil. Sudah banyak korban yang tewas karenanya, termasuk

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Konflik TNI-Polri selama periode pasca Reformasi, 80% merupakan aksi perkelahian dalam bentuk penganiayaan, penembakan, pengeroyokan dan bentrokan; dan 20% sisanya merupakan

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Te

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Te BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2017 KEMHAN. Pelibatan TNI. Pencarian dan Pertolongan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELIBATAN TENTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cikal bakal lahirnya TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Cikal bakal lahirnya TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada awal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat mempertahankan kemerdekaan, banyak orang Indonesia berjuang untuk membentuk pasukan mereka sendiri atau badan perjuangan Masyarakat. Tradisi keprajuritan

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 No.1459, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Prajurit TNI. Status Gugur/Tewas. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG STATUS GUGUR ATAU TEWAS BAGI PRAJURIT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

Negara Jangan Cuci Tangan

Negara Jangan Cuci Tangan Negara Jangan Cuci Tangan Ariel Heryanto, CNN Indonesia http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160426085258-21-126499/negara-jangan-cuci-tangan/ Selasa, 26/04/2016 08:53 WIB Ilustrasi. (CNN Indonesia)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sejak awal integrasi ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun 1976, Timor Timur selalu berhadapan dengan konflik, baik vertikal maupun

Lebih terperinci

Habibi Serahkan Dokumen Tragedi 98

Habibi Serahkan Dokumen Tragedi 98 Habibi Serahkan Dokumen Tragedi 98 Bakal Ada yang Kejang2 Jelang Pilpres 2019 Friday, May 12, 2017 https://www.detikmetro.com/2017/05/habibi-serahkan-dokumen-tragedi-98.html DETIK METRO - Presiden ke-3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahaya narkotika, ilegal fishing, dan perusakan lingkungan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. bahaya narkotika, ilegal fishing, dan perusakan lingkungan. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan era globalisasi dapat dilihat pada aspek kemajuan mengenai ilmu pengetahuan teknologi, komunikasi, dan informasi. Perkembangan dan kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat yang dilakukan oleh beberapa teroris serta bom bunuh diri.

BAB I PENDAHULUAN. Pusat yang dilakukan oleh beberapa teroris serta bom bunuh diri. BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Kasus teroris tidak pernah habis untuk dibahas dan media merupakan sebuah sarana atau alat untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat mengenai peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

KEADILAN UNTUK MASYARAKAT PAPUA

KEADILAN UNTUK MASYARAKAT PAPUA KEADILAN UNTUK MASYARAKAT PAPUA Disusun Oleh : Nama : Rian Eka Putra Nim : 11.11.5130 Dosen : Drs. Tahajudin Sudibyo Kelompok : D Untuk memenuhi salah satu syarat Mata Kuliah Pendidikan Pancasila JURUSAN

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P No.379, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Penanganan Konflik Sosial. Penggunaan dan Pengerahan. Kekuatan TNI. Bantuan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.403, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHAN. Pengamanan. Wilayah Perbatasan. Kebijakan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGAMANAN WILAYAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

Tuduhan Amnesty Internasional terhadap Sudan terkait penggunaan senjata kimia di Jabal Murrah

Tuduhan Amnesty Internasional terhadap Sudan terkait penggunaan senjata kimia di Jabal Murrah Tuduhan Amnesty Internasional terhadap Sudan terkait penggunaan senjata kimia di Jabal Murrah Rabu, 28 September 2016, Taryana Hassan, Direktur Riset Krisis dan Bencana di Lembaga Amnesty Internasional

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pencarian dan Pertolongan adalah segala usaha dan

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pencarian dan Pertolongan adalah segala usaha dan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2017 HANKAM. Pencarian dan Operasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6061) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1.Latar Belakang. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sebab tanah

BAB I PENGANTAR. 1.1.Latar Belakang. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sebab tanah 1 BAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sebab tanah mempunyai arti dan peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanah tidak hanya bernilai ekonomis

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementeria

2016, No Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementeria BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.398, 2016 KEMHAN. Pasukan. Misi Perdamaian Dunia. Pengiriman. Kebijakan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN PENGIRIMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa bersejarah 10 November 1945 yang dikenal dengan Hari Pahlawan. Pertempuran tiga pekan yang terjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang terdiri atas beragam suku dengan ciri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang terdiri atas beragam suku dengan ciri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri atas beragam suku dengan ciri dan kekhasan budaya masing-masing. Keaneka-ragaman etnis yang dimiliki Indonesia, menjadi konsekuensi-konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang dalam satu kesatuan yang bulat dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang dalam satu kesatuan yang bulat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dinamika sejarah terletak pada kemampuan untuk memandang dimensi waktu sekaligus, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang dalam satu kesatuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.190, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. Wilayah. Penataan. Penetapan. Perencanaan. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.368, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Luar Negeri. Pengungsi. Penanganan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN

Lebih terperinci

Ketika Pembangunan Berwatak Brutal

Ketika Pembangunan Berwatak Brutal Ketika Pembangunan Berwatak Brutal Indeks pembangunan manusia Papua tak bergerak naik, sementara tingkat kemiskinan masih tinggi. Benarkah kebijakan dan praktik pembangunan di Papua tak pernah menyentuh

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 88 TAHUN 2000 TENTANG KEADAAN DARURAT SIPIL DI PROPINSI MALUKU DAN PROPINSI MALUKU UTARA PRESIDEN

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.175, 2015 Pertahanan. Misi Pemeliharaan Perdamaian. Pengiriman. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2015 TENTANG PENGIRIMAN MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN

Lebih terperinci

No.1086, 2014 KEMENHAN, Pemakaman. Veteran. Penyelenggaraan

No.1086, 2014 KEMENHAN, Pemakaman. Veteran. Penyelenggaraan No.1086, 2014 KEMENHAN, Pemakaman. Veteran. Penyelenggaraan PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMAKAMAN VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG PENGAMANAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN, MANTAN PRESIDEN DAN MANTAN WAKIL PRESIDEN BESERTA KELUARGANYA SERTA TAMU NEGARA SETINGKAT KEPALA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 121 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bab terakhir ini, peneliti akan memaparkan mengenai kesimpulan dan rekomendasi dari penulisan skripsi yang berjudul " Refungsionalisasi Tentara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG PENGAMANAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN, MANTAN PRESIDEN DAN MANTAN WAKIL PRESIDEN BESERTA KELUARGANYA SERTA TAMU NEGARA SETINGKAT KEPALA

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 61 TAHUN 2011 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH (KOMINDA) JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 61 TAHUN 2011 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH (KOMINDA) JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 61 TAHUN 2011 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH (KOMINDA) JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

Jokowi dan Skenario Kapolri Selasa, 20 Januari 2015

Jokowi dan Skenario Kapolri Selasa, 20 Januari 2015 Jokowi dan Kapolri Selasa, 20 Januari 2015 Ketuk palu keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas pro dan kontra pengangkatan Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan telah kita ketahui bersama. Pengangkatan

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012); 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang

2016, No Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012); 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang No. 397, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pencarian dan Pertolongan Bantuan Militer Asing. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN MILITER ASING

Lebih terperinci

Membuka Ruang Kritis. Menolak Lupa

Membuka Ruang Kritis. Menolak Lupa Membuka Ruang Kritis Menolak Lupa http://sorgemagz.com Membuka Ruang Kritis, Menolak Lupa Oleh: Daywin Prayogo 1 You never need an argument against the use of violence, you need an argument for it Noam

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Sebagai bagian dari agenda untuk mewujudkan kondisi aman dan damai, upaya secara komprehensif mengatasi dan menyelesaikan permasalahan separatisme yang telah

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS PERDAMAIAN-PEMBANGUNAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: PROMOSI PERDAMAIAN BERKESINAMBUNGAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SECARA ADIL

LAPORAN ANALISIS PERDAMAIAN-PEMBANGUNAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: PROMOSI PERDAMAIAN BERKESINAMBUNGAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SECARA ADIL LAPORAN ANALISIS PERDAMAIAN-PEMBANGUNAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: PROMOSI PERDAMAIAN BERKESINAMBUNGAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SECARA ADIL Studi ini bertujuan meneliti penyebab dan dampak konflik antara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar.

Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar. Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar. BY HANDOKO WIZAYA ON OCTOBER 4, 2017POLITIK https://seword.com/politik/partai-pdip-dan-pembasmian-pki-melalui-supersemar/ Menurut Sekretaris Jenderal

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN GERAKAN ACEH MERDEKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang sebelumnya dijajah oleh Jepang selama 3,5 tahun berhasil mendapatkan kemerdekaannya setelah di bacakannya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V, penulis memaparkan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Kesimpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. mencari mitra kerjasama di bidang pertahanan dan militer. Karena militer dapat

BAB V KESIMPULAN. mencari mitra kerjasama di bidang pertahanan dan militer. Karena militer dapat BAB V KESIMPULAN Kerjasama Internasional memang tidak bisa terlepaskan dalam kehidupan bernegara termasuk Indonesia. Letak geografis Indonesia yang sangat strategis berada diantara dua benua dan dua samudera

Lebih terperinci

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2018 KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6180) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA. 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik)

BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA. 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik) BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik) Dilihat dari gambaran umum dan penyebab konflik, maka dapat diciptakan sebuah model 2x2 matriks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Bangsa Gayo menurut daerah kediaman dan tempat tinggalnya dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut Tawar, Gayo Linge yang

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA MENTERI LUAR NEGERI DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 08 TAHUN 2006 NOMOR 35 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN BERSAMA MENTERI LUAR NEGERI DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 08 TAHUN 2006 NOMOR 35 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI LUAR NEGERI DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 08 TAHUN 2006 NOMOR 35 TAHUN 2006 TENTANG PEMANTAU ASING DALAM PEMILIHAN GUBERNUR/WAKIL GUBERNUR, BUPATI/WAKIL BUPATI, DAN WALIKOTA/WAKIL

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA KEJAHATAN KEMANUSIAAN DALAM DESKRIPSI UU NO. 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM

BAB III PENYAJIAN DATA KEJAHATAN KEMANUSIAAN DALAM DESKRIPSI UU NO. 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM 39 BAB III PENYAJIAN DATA KEJAHATAN KEMANUSIAAN DALAM DESKRIPSI UU NO. 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM A. Deskripsi Undang Undang No. 26 Tahun 2000 1. Ketentuan Umum Ketentuan umum terdapat dalam

Lebih terperinci

Markas Komando Daerah Militer di Pontianak BAB I PENDAHULUAN

Markas Komando Daerah Militer di Pontianak BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kondisi geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdiri dari ribuan pulau yang terbentang di khatulistiwa serta terletak pada posisi silang yang sangat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

DATA PELANGGARAN HAM DI INDONESIA 1. Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu yang Belum Tersentuh Proses Hukum

DATA PELANGGARAN HAM DI INDONESIA 1. Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu yang Belum Tersentuh Proses Hukum DATA PELANGGARAN HAM DI INDONESIA 1 Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu yang Belum Tersentuh Proses Hukum No Nama Kasus Th Jumlah Korban Keterangan 1 Pembantaian massal 1965 1965-1970 1.500.000 Korban sebagian

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI JAWA BARAT 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa hak beragama adalah

Lebih terperinci

Pernyataan Pers Bersama, Presiden RI dan Kanselir Jerman, Jerman, 18 April 2016 Senin, 18 April 2016

Pernyataan Pers Bersama, Presiden RI dan Kanselir Jerman, Jerman, 18 April 2016 Senin, 18 April 2016 Pernyataan Pers Bersama, Presiden RI dan Kanselir Jerman, Jerman, 18 April 2016 Senin, 18 April 2016 PERNYATAAN PERS BERSAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAN KANSELIR JERMAN KANTOR KANSELIR JERMAN, BERLIN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN TUGAS BANTUAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BENCANA ALAM, PENGUNGSIAN DAN BANTUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG PERNYATAAN KEADAAN BAHAYA DENGAN TINGKATAN KEADAAN DARURAT MILITER DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Cari Kuburan Massal untuk Pelurusan Sejarah

Cari Kuburan Massal untuk Pelurusan Sejarah Cari Kuburan Massal untuk Pelurusan Sejarah Selasa, 26 April 2016 01:43 http://www.beritametro.co.id/feature/cari-kuburan-massal-untuk-pelurusan-sejarah Aktivis HAM menemukan kuburan massal yang diduga

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL Jakarta, 16 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEMENHAN. Pembina Administrasi. Veteran. Dukungan.

KEMENHAN. Pembina Administrasi. Veteran. Dukungan. No.1085, 2014 KEMENHAN. Pembina Administrasi. Veteran. Dukungan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG DUKUNGAN KEPADA PEMBINA ADMINISTRASI VETERAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan, baik oleh masyarakat

`BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan, baik oleh masyarakat `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan, baik oleh masyarakat berbagai material dan lingkungan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb No.580, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengamanan Perbatasan. Pengerahan Tentara Nasional Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGERAHAN

Lebih terperinci

Buku Letjen (Pur) Sintong Panjaitan yang membikin heboh

Buku Letjen (Pur) Sintong Panjaitan yang membikin heboh Buku Letjen (Pur) Sintong Panjaitan yang membikin heboh Diterbitkannya buku Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando tentang berbagai pengalaman Letjen (Pur) Sintong Panjaitan,yang diluncurkan 11 Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti yang kita ketahui dua figur tersebut pernah menjadi presiden Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kerangka utama yang mendasari pembentukan bangsa dan negara Republik Indonesia. Upaya kelompok atau golongan

Lebih terperinci

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia Dipresentasikan pada The Indonesian Forum seri 3 The Indonesian Institute. Kamis, 3 Maret 2011 Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia Ir.

Lebih terperinci

kliping ELSAM KLP: RUU KKR-1999

kliping ELSAM KLP: RUU KKR-1999 KLP: RUU KKR-1999 KOMPAS - Senin, 28 Jun 1999 Halaman: 1 Penulis: FER/AS Ukuran: 5544 RUU HAM dan Komnas HAM: Jangan Hapuskan Pelanggaran HAM Orba Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

(1) PENCERMATAN DAN PERNYATAAN

(1) PENCERMATAN DAN PERNYATAAN (1) PENCERMATAN DAN PERNYATAAN (1) Kepolisian Negara Kesatuan Republik Indonesia (Polri) dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 19 Agustus 1945 (harap cermati : As Fajar, Inti

Lebih terperinci

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja Lampiran Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Maret 2011 Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja membuat graffiti politik, puluhan orang tewas ketika pasukan keamanan menindak Demonstran Mei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI BIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a No.12, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6181) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

pembentukan komisi kepresidenan

pembentukan komisi kepresidenan Keluarga korban pelanggaran HAM usul pembentukan komisi kepresidenan Setara dan keluarga korban mengatakan tidak ada rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran Published 3:47 PM, March 29, 2016 TUNTUT KEADILAN.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2026, 2015 KEMELU. Perwakilan Rawan. Perwakilan Berbahaya.Pencabutan. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PERWAKILAN RAWAN DAN

Lebih terperinci

MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN

MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN I. Pengantar 1. Sebuah capaian signifikan dalam mengahiri konflik sipil berkepanjangan di Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI KEMENTERIAN PERTAHANAN, KEMENTERIAN LUAR NEGERI, KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, TENTARA NASIONAL INDONESIA, BADAN INTELIJEN NEGARA, DEWAN KETAHANAN NASIONAL, LEMBAGA

Lebih terperinci

digunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum

digunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Masukan Draf Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional 2011 Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jakarta, 4 Juli 2011 No Pasal Tanggapan 1 Definisi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN GERAKAN ACEH MERDEKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Standar Pelayanan Pengkoordinsian Pengamanan Kunjungan Tamu Negara Setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan Negara Asing

Standar Pelayanan Pengkoordinsian Pengamanan Kunjungan Tamu Negara Setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan Negara Asing - 262-3. Standar Pelayanan Pengkoordinsian Pengamanan Kunjungan Tamu Negara Setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan Negara Asing STANDAR PELAYANAN PENGKOORDINASIAN PENGAMANAN KUNJUNGAN TAMU NEGARA

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Peresmian Monumen Perjuangan Mempertahankan NKRI, tgl.22 Juli 2013, Jakarta Senin, 22 Juli 2013

Sambutan Presiden RI pd Peresmian Monumen Perjuangan Mempertahankan NKRI, tgl.22 Juli 2013, Jakarta Senin, 22 Juli 2013 Sambutan Presiden RI pd Peresmian Monumen Perjuangan Mempertahankan NKRI, tgl.22 Juli 2013, Jakarta Senin, 22 Juli 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN MONUMEN PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL. BAB

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL. BAB LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2015 SOSIAL. Stabilitas Nasional. Konflik. Penanganan. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5658) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku

I. PENDAHULUAN. pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang perjalanan sejarah RI pernah meletus suatu perlawanan rakyat terhadap pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku

Lebih terperinci