BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gram-positif yang tahan asam dengan pertumbuhan lamban yaitu Mycobacterium

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gram-positif yang tahan asam dengan pertumbuhan lamban yaitu Mycobacterium"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil gram-positif yang tahan asam dengan pertumbuhan lamban yaitu Mycobacterium tuberculosis. M. tuberculosis sebagian besar (80%) menyerang organ paru-paru dengan gejala batuk kronis, demam, berkeringat malam, keluhan pernafasan, letih dan berat badan yang terus menurun. Penularan TB dapat melalui udara saat orang yang terjangkit TB mengalami batuk dan mengeluarkan droplet (percikan dahak) mengandung basil sehingga akan dengan mudah ditularkan kepada orang lain melalui saluran pernafasan. Bakteri M. tuberculosis dapat bertahan beberapa jam dalam kondisi panas lembab (Tjay dan Rahardja, 2005). Pengobatan TB pada umumnya dibagi menjadi obat-obatan primer dan sekunder. Adapun obat-obatan primer yang digunakan yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamida, dan etambutol. Obat-obat ini merupakan obat yang paling efektif dengan toksisitas rendah, namun sering kali mengalami resistensi jika diberikan secara tunggal. Maka dari itu dilakukan terapi kombinasi 3-4 obat untuk menghindari terjadinya resistensi (Tjay dan Rahardja, 2005). Sedangkan untuk obat sekunder yaitu streptomisin, klofazimin, fluorkinolon dan sikloserin. Namun obat ini memiliki efek yang lemah dan lebih toksik daripada obat primer, sehingga hanya digunakan apabila terjadi resistensi atau intoleransi terhadap obat-obatan primer pada pasien TB (Tjay dan Rahardja, 2005). 9

2 10 Penggunaan obat yang tidak tepat oleh pasien TB sering kali terjadi, karena mereka merasa telah sembuh dan mengabaikan kewajiban mereka untuk menyelesaikan terapi. Hal ini menyebabkan terapi yang disarankan pada pasien tidak berjalan dengan baik sehingga menyebabkan gagal dalam terapi dan akan memicu terjadinya resistensi (Tjay dan Rahardja, 2005). Multi-Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) merupakan resistensi yang terjadi terhadap OAT lini pertama yang paling efektif yaitu isoniazid dan rifampisin (WHO, 2015). Pengobatan pada pasien dengan MDR-TB membutuhkan waktu terapi yang lama yaitu 2-3 tahun (Dipiro et al., 2008) dengan menggunakan OAT sekunder seperti streptomisin, klofazimin, fluorkinolon dan sikloserin (Tjay dan Rahardja, 2005). 2.2 Genomik M. tuberculosis Genom H37Rv M. tuberculosis terdiri atas 4,4 X 10 6 bp dan 4000 gen (Gambar 2.1). Genom M. tuberculosis memiliki fitur yang unik dan lebih dari 200 gen yang menyandi enzim untuk metabolisme lemak yang terdiri atas 6% dari totalnya. Sekitar 100 diantaranya diperkirakan berfungsi dalam β-oksidasi dari asam lemak, sedangkan untuk E. coli memiliki 50 enzim yang akan terlibat dalam metabolisme asam lemak. Sejumlah besar enzim M. tuberculosis diduga menggunakan asam lemak untuk tumbuh di dalam jaringan host yang terinfeksi. Hal ini menyatakan bahwa asam lemak merupakan sumber karbon utama bagi patogen (Smith, 2003).

3 11 Gambar 2.1 Genom Lengkap M. tuberculosis H37Rv (Smith, 2003) 2.3 Mekanisme Resistensi Rifampisin (RIF) Rifampisin merupakan antibiotik semisintetik dari derivat rifamycin yang diperoleh dari Streptomyces mediterranei. Rifampisin merupakan bakterisidal yang dapat membunuh mycobacterium. Antibiotik ini cepat berpenetrasi ke dalam jaringan dan masuk ke dalam sel fagosit. Antibiotik ini juga digunakan untuk membunuh beberapa organisme yang tidak dapat diakses oleh antibiotik lainnya, seperti mikroorganisme intraselular (Katzung, 2006). Berdasarkan hasil uji in vitro yang dilakukan, diketahui bahwa antibiotik ini aktif dalam melawan bakteri gram-negatif maupun gram-positif, seperti beberapa bakteri tifus, mycobacterium dan klamidia. Rifampisin dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme kurang dari 1 µg/ml dan diperkirakan pada frekuensi 1:10 6 terjadi resistensi pada semua jenis mikroba (Katzung, 2006).

4 12 Rifampisin mampu berikatan dengan subunit β RNA polimerase DNAdependent sehingga menghambat sintesis rantai RNA. Resistensi dapat terjadi di beberapa poin mutasi pada gen rpob yang merupakan pengkode sub unit β dari RNA polimerase. Jika terjadi mutasi pada gen ini akan mencegah rifampisin untuk dapat berikatan dengan RNA polimerase (Katzung, 2006). Sebagian besar isolat pada M. tuberculosis resisten pada rifampisin dengan cara menunjukan terjadinya mutasi pada gen rpob yang mengkode subunit β dari RNA polimerase. Hal ini menyebabkan perubahan konformasi ikatan obat yang akan mempengaruhi afinitas dari obat tersebut, sehingga mengakibatkan resistensi menjadi semakin berkembang (Telenti et al., 1993; Silva dan Palomina, 2011). Beberapa penelitian lain yang berkaitan dengan resistensi rifampisin menyatakan hampir semua strain yang resisten terhadap rifampisin juga resisten terhadap isoniazid, sehingga resistensi dari rifampisin dapat dikatakan sebagai surrogate marker untuk MDR- TB (Traore, 2000; Silva dan Palomina, 2011). Pada resistensi rifampisin, ditemukan lebih dari 95% mutasi pada M. tuberculosis terjadi di daerah 81 pb yang dikenal dengan daerah Rifampicin Resistant Determining Region (RRDR). Mutasi ini menandakan bahwa level resistensi tertinggi terjadi pada daerah ini (Ramaswamy dan Musser, 1998; Comas et al., 2012). Wilayah RRDR mencakup kodon (Ramaswamy dan Musser, 1998; Silva dan Palomina, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Sun et al (2009), menyatakan bahwa terjadi perubahan asam amino pada kodon 526, 531, 516 dan 533 yang berkaitan dengan resistensi rifampisin. Telah dilaporkan bahwa keempat kodon tersebut merupakan titik mutasi mayor yang sering terjadi dengan

5 13 frekuensi mutasi sebanyak 46,1% pada kodon 526 dan 38,2 % pada kodon 531, sedangkan sisanya pada kodon 516 sebanyak 6,9 % dan 2,9 % pada kodon 533 (Yue, 2004). Beberapa penelitian lain juga menemukan kodon yang sering mengalami mutasi dan berkaitan dengan resistensi rifampisin, yaitu kodon 511, 512, 513, 514, 515, 516, 517, 518, 519, 521, 524 dan 525 (Valim et al., 2000; Mani et al., 2001; Khosravi et al., 2012; Wang et al., 2013; Yasmin et al., 2014). Frekuensi mutasi yang terjadi pada masing-masing kodon tersebut yaitu, pada kodon 511 8,06% merupakan mutasi substitusi (Yasmin et al., 2014), kodon 512 6,8% (Titov et al., 2006), kodon 513 5% (Taniguchi et al., 1996), kodon 514 1,2% yang merupakan mutasi delesi (Valim et al., 2000), kodon 515 1,8 % (Ma et al., 2006), kodon ,2 % (Hirano et al., 1999), kodon 517 2% yang merupakan mutasi delesi (Mani et al., 2001), kodon 518 3,22% yang merupakan mutasi delesi (Yasmin et al., 2014; Mani et al., 2001), kodon 519 merupakan mutasi yang baru ditemukan dan termasuk dalam mutasi delesi (Wang et al., 2013), kodon 524 1,2% merupakan mutasi titik dan kodon 525 sebanyak 2,2% (Titov et al., 2006). Studi yang dilakukan oleh Titov et al (2006) di Belarus melaporkan bahwa jumlah frekuensi mutasi pada kodon 516 lebih kecil dibandingkan dengan studi yang dilakukan oleh Hirano et al (1999) untuk isolat di beberapa negara Asia. Studi yang dilakukan di Belarus didapatkan frekuensi mutasi pada kodon 516 sebanyak 9,1%, sedangkan untuk di negara Asia yaitu 14,4%. Penelitian ini menyatakan bahwa telah ditemukan mutasi dengan frekuensi tertinggi untuk kodon 516 di beberapa negara di Asia (Hirano et al., 1999).

6 Strategi Terapi Pasien dengan Resistensi Rifampisin Implikasi klinis dari resisten pada obat-obat TB bergantung pada agen yang menginfeksi strain tersebut. Resistensi rifampisin terkait dengan hasil klinis yang lebih buruk dan membutuhkan peningkatan durasi terapi dari 6 bulan menjadi 9 bulan, namun beberapa para ahli menyarankan durasi penggunaan obat dilakukan selama 12 bulan. Kehadiran resitensi rifampisin merupakan penanda untuk MDR- TB dengan mayoritas dari beberapa isolat tersebut juga resisten terhadap isoniazid bahkan pada agen lainnya. Selain itu isolat yang resisten dengan rifampisin biasanya juga resisten terhadap rifamycins lainnya seperti rifabutin dan rifapentin (Nachega dan Chaisson, 2003; Sharma dan Mohan, 2004). Resistensi rifampisin ditemukan lebih dari 95% mutasi terjadi pada area inti 81 pb yang dikenal sebagai daerah RRDR. Daerah ini mencakup kodon , mutasi yang terjadi pada kodon tersebut menandakan bahwa level resistensi tertinggi pada daerah ini (Ramaswamy dan Musser, 1998; Silva dan Palomina, 2011; Comas et al., 2012). Terjadinya mutasi pada kodon di dalam area ini (81 pb) merupakan mekanisme utama terjadinya resistensi rifampisin sebanyak 90-95% pada strain M. tuberculosis (Ahmad et al., 2012). Selain itu 90% penderita TB yang resisten terhadap rifampisin juga resisten terhadap isoniazid, maka dari itu resistensi rifampisin dapat dikatakan sebagai surrogate marker untuk MDR- TB (Lewis et al., 2002; Syaifudin dkk., 2007; Silva dan Palomina, 2011). Terapi obat untuk pasien dengan MDR-TB lebih kompleks dibandingkan dengan pasien TB tanpa resistensi. Terapi penggunaan OAT pasien MDR-TB

7 15 yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI (2014) dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Terapi Penggunaan OAT Pasien dengan MDR-TB Jenis Sifat Efek Samping Golongan 1: OAT Lini Pertama Oral Pirazinamid (Z) Etambutol (E) Golongan 2: OAT Suntikan Kanamycin (Km) Amikacin (Am) Capreomycin (Cm) Golongan 3: Fluorokuinolon Levofloksasin (Lfx) Moksifloksasin (Mfx) Golongan 4: OAT Lini Kedua Oral Para-aminosalicylic acid (PAS) Cycloserine (Cs) Bakterisidal Bakteriostatik Bakterisidal Bakterisidal Bakterisidal Bakterisidal Bakterisidal Bakteriostatik Bakteriostatik Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, gout artritis Gangguan penghliatan, buta warna, neuritis perifer Km, Am, Cm memberikan efek samping yang serupa seperti pada penggunaan Streptomisin Mual, muntah, sakit kepala, pusing, sulit tidur, ruptur tendon (jarang) Mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, nyeri sendi, ruptur tendon (jarang) Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati dan pembekuan darah (jarang), hipotiroidisme yang reversible Gangguan sistem saraf pusat: sulit konsentrasi dan lemah, depresi, bunuh diri, psikosis. Gangguan lain adalah neuropati perifer, Stevens Johnson syndrome Ethionamide (Etio) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, anoreksia, gangguan fungsi hati, jerawatan, rambut rontok, ginekomasti, impotensi, gangguan siklus menstruasi, hipotiroidisme yang reversible Golongan 5: Obat yang masih belum jelas manfaatnya dalam pengobatan TB resisten obat. Clofazimine (Cfz), Linezolid (Lzd), Amoxicillin/Clavulanate (Amx/Clv), Thioacetazone (Thz), Imipenem/Cilastatin (lpm/cln), Isoniazid dosis tinggi (H), Clarithromycin (Clr), Bedaquilin (Bdq) (Kementerian Kesehatan RI, 2014)

8 16 Obat antituberkulosis yang biasanya digunakan dalam terapi pasien TB yang resisten obat di Indonesia terdiri atas OAT lini ke-2 yang biasanya digunakan yaitu kanamisin, kapreomisin, levofloksasin, etionamide, sikloserin, moksifiloksasin dan PAS (p-aminosalicylic acid). Untuk obat lini pertama yaitu pirazinamid dan etambutol. Saat dilaporkan adanya resistensi obat pada pasien TB, selama fase awal digunakan terapi obat seperti kombinasi ethionamide, fluoroquinolone, obat bakteriostatik lain seperti ethambutol, pirazinamid dan aminoglikosida (kanamycin, amikacin atau capreomycin) digunakan selama 3 bulan atau sampai konversi sputum. Selama fase lanjutan, digunakan terapi obat seperti ethionamide, fluoroquinolone, obat bakteriostatik lain (ethambutol) yang harus digunakan selama 18 bulan (Sharma dan Mohan, 2004; Kementerian Kesehatan RI, 2014). Pasien yang diterapi untuk obat-obatan MDR-TB harus di terus diawasi secara klinis, seperti demam, batuk, produksi sputum dan peningkatan berat badan. Pada pengawasan secara radiologi contohnya hasil radiografi pada dada, pengawasan hasil laboratorium seperti sedimentasi eritrosit dan pengawasan mikrobiologi pada hasil sputum smear dan kultur (Sharma dan Mohan, 2004). Maka dari itu deteksi cepat diperlukan untuk mendeteksi mutasi yang menyebabkan resistensi rifampisin, salah satunya yaitu deteksi menggunakan metode real-time PCR dengan bantuan suatu desain DNA probe yang dapat mendeteksi mutasi secara spesifik pada daerah RRDR gen rpob M. tuberculosis. Hal ini dapat membantu pemberian terapi yang tepat bagi pasien TB tanpa atau dengan resistensi rifampisin sesegera mungkin (Espasa, 2005).

9 Mutasi Gen Mutasi merupakan perubahan yang terjadi di dalam urutan basa DNA. Mutasi ini terjadi karena kesalahan spontan dalam replikasi DNA atau rekombinasi miosis. Selain itu perubahan urutan DNA pada suatu organsime yang terjadi juga dapat diakibatkan oleh agen fisika dan kimia (Turner et al., 2005). Mutasi merujuk pada setiap perubahan genetik yang terjadi pada urutan DNA. Urutan normal DNA yang belum mengalami mutasi dinamakan wild-type. Namun wild-type tidak mudah untuk didefinisikan karena di alam terdapat banyak individu dalam populasi dan spesies yang sama tetapi memiliki variasi genetik yang signifikan. Maka dari itu wild-type dipilih untuk dapat digunakan sebagai refrensi dalam menentukan mutasi yang terjadi pada masing-masing individu (Ennis, 2001). Mutasi dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu point mutations (mutasi titik) dan rearrangements mutations. Point mutation merupakan mutasi yang mengalami perubahan urutan DNA dengan melibatkan satu atau beberapa nukleotida, sedangkan rearrangements mutations merupakan mutasi yang lebih luas dibandingkan point mutations, yaitu terjadi perubahan kromosom yang melibatkan ratusan segmen atau bahkan jutaan nukleotida (Ennis, 2001). Beberapa contoh point mutations antara lain mutasi transisi, tranversi, frameshift dan mutasi substitusi yang biasanya disebut silent mutation, missens mutations dan nonsense mutations (Ennis, 2001; Campbell et al., 2002; Turner et al., 2005). Contoh mutasi rearrangements antara lain deletion, inversion, translocation dan dulpications. Berdasarkan klasifikasi mutasi tersebut, mutasi

10 18 titik merupakan mutasi yang terjadi pada RRDR (Rifampin Resistance Determining Region) gen rpob bakteri M. tuberculosis. Beberapa penelitian menyatakan bahwa 90% isolat M. tuberculosis dengan rifampisin fenotip terdapat missens mutations yang mengakibatkan substitusi asam amino Ser-531 (41%), His-526 (40%) dan Asp-516 (5%) (Yue et al., 2003). 2.6 Polymerase Chain Reaction (PCR) Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan metode untuk membuat salinan segmen yang spesifik dari suatu untai DNA (Campbell et al., 2002). Metode ini digunakan untuk mengamplifikasi urutan DNA menggunakan sepasang primer yang masing-masing komplemen pada satu ujung urutan target DNA (Turner et al., 2005). Metode PCR pertama kali diperkenalkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985 yang digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali dalam waktu beberapa jam saja (Handoyo dan Rudiretna, 2001). Kelebihan metode ini yaitu lebih cepat dibandingkan pengkloningan gen dengan DNA plasmid ataupun DNA faga yang dilakukan secara in vitro (Campbell et al., 2002), selain itu kelebihan lain yang dimiliki PCR yaitu dapat bekerja menggunakan komponen dalam jumlah yang sedikit (Novel dkk., 2011). Metode PCR memerlukan beberapa komponen dalam reaksinya, antara lain template DNA; sepasang primer; dntps (Deoxynucleotida triphosphate); buffer PCR; magnesium klorida dan enzim DNA polimerase. Enzim yang digunakan yaitu DNA polimerase yang diperoleh dari isolasi bakteri termofilik dan hipertermofilik, maka dari itu enzim ini bersifat termostabil sampai suhu 95ºC

11 19 (Handoyo dan Rudiretna, 2001). Enzim yang paling sering digunakan yaitu taq polymerase yang diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus, bakteri ini dapat bertahan pada tahap denaturasi dengan temperatur 95ºC dalam waktu 1-2 menit dan memiliki waktu paruh lebih dari 2 jam pada suhu ini (Turner et al., 2005). Langkah awal metode PCR yaitu mengisolasi sampel DNA dari bahan klinis atau menggunakan jaringan yang disimpan pada parafin, kemudian dilakukan proses amplifikasi DNA yang telah diisolasi. Pada prinsip kerja teknik PCR terdapat beberapa tahap amplifikasi, antara lain denaturasi, primer annealing dan elongasi (polimerisasi) (Novel dkk., 2011). Tahap awal amplifikasi yaitu denaturasi, pada tahap ini terjadi proses perubahan untaian DNA ganda menjadi untaian DNA tunggal dengan menggunakan suhu 95ºC dan biasanya dilakukan dalam waktu 60 detik (Turner et al., 2005). Untaian ganda DNA template tersebut dipisahkan dengan denaturasi termal dan kemudian dilakukan pendinginan agar mencapai suhu tertentu yang diinginkan, sehingga memberi waktu untuk primer dapat menempel (annealing) pada daerah tertentu dari DNA target (Handoyo dan Rudiretna, 2001). Penempelan primer merupakan tahap kedua dari prinsip kerja PCR yang dilakukan pada suhu 55ºC dalam waktu 30 detik (Turner et al., 2005). Suhu penempelan primer bergantung pada kandungan GC dan T m ºC dari primer yang didesain (Borah, 2011). Tahap ketiga yaitu tahap elongasi atau polimerisasi yang dilakukan pada suhu 72ºC dalam waktu detik, agar tahap polimerasi dapat berjalan lebih optimal maka digunakan dntps dan Mg 2+ dalam campuran reaksinya (Turner et al., 2005). Pada tahap elongasi atau polimerisasi digunakan enzim DNA polimerase yang berfungsi untuk memperpanjang primer dengan

12 20 adanya dntps (datps, dctps, dgtps dan dttps) dan buffer yang sesuai (Handoyo dan Rudiretna, 2001). Pada teknik PCR umumnya dilakukan dalam siklus sesuai kebutuhan. Kemudian diakhir tahap reaksi dilakukan pendinginan pada suhu kamar 4ºC bergantung pada aplikasi dan jenis cycler yang digunakan (McPherson dan Moller, 2006). Metode PCR tidak sepenuhnya efisien, maka dari itu perlu dilakukan pengembangan variasi metode PCR untuk meningkatkan efisiensinya. Beberapa modifikasi PCR yang dapat dilakukan untuk pengembangannya antara lain Multiplex PCR, Nested PCR, Reverse Transcriptase PCR dan Real-time PCR (Turner et al., 2005). Nested PCR digunakan saat dalam proses deteksi memungkinkan untuk mengurangi kontaminasi pada produk selama proses amplifikasi berlangsung dari penyatuan primer yang tidak diperlukan. Metode ini menggunakan dua set primer untuk mendukung proses deteksi (Yusuf, 2010). Reverse Transcriptase PCR digunakan untuk mengkopi RNA menjadi cdna menggunakan reverse transcriptase, kemudian mengamplifikasi cdna dengan PCR dan primer yang spesifik. Pada multiplex PCR menggunakan beberapa set primer dan penambahan beberapa pasang primer ini dapat mengamplifikasi lebih dari satu fragmen DNA dan fragmen tersebut akan dengan mudah dibedakan pada gel jika fragmen tersebut memiliki panjang yang berbeda. Multiplex PCR sering digunakan untuk mendeteksi mikroorganisme yang mengontaminasi air atau makanan dan mikroorganisme yang menginfeksi jaringan (Turner et al., 2005).

13 Real-Time Polymerase Chain Reaction (Real-Time PCR) Real-time PCR merupakan modifikasi atau variasi metode PCR yang memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan beberapa teknik PCR lain. Real time PCR memberikan keuntungan seperti thermal cycler yang dapat menentukan jumlah produk hasil reaksi dengan cara mendeteksi peningkatan ikatan dye dengan DNA sintesis menggunakan fluorometer. Keuntungan lain yang diberikan oleh metode ini antara lain memiliki sensitivitas yang tinggi; reprodusibel menguantifikasi jumlah awal dari template dengan cara memonitoring produk amplifikasi PCR selama proses berlangsung; proses pendeteksian cepat; menganalisis beberapa gen secara simultan; mudah untuk mengolah banyak sampel dan tidak membutuhkan pengecekan akhir menggunakan gel (Turner et al., 2005; McPherson dan Moller, 2006). 2.8 DNA Probe Probe adalah molekul asam nukleat yang memiliki afinitas kuat dan dapat berikatan dengan target DNA secara spesifik atau RNA sekuens. Probe dan sekuens basa dari target harus komplemen satu sama lain. Probe dapat digunakan untuk berbagai metode blotting dan teknik in situ untuk mendeteksi sekuens asam nukleat, selain itu probe juga digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme dan mendiagnosis terjadinya infeksi atau penyakit lainnya (Walker dan Rapley, 2005). DNA probe merupakan salah satu komponen dari real-time PCR yang dapat menentukan keberhasilan proses deteksi pada metode real-time PCR. Kriteria DNA probe yang harus dipenuhi dalam melakukan perancangan, sebagai berikut:

14 22 a) Panjang Nuklrotida DNA Probe Panjang nukleotida untuk sebuah DNA probe yang digunakan berkisar antara basa dengan panjang optimal 20 nukleotida. Panjang yang melebihi 30 nukleotida masih dapat digunakan dengan catatan bahwa quencher fluoresen tidak ditempatkan pada basa paling ujung 3, melainkan diposisi tengah dari sekuens DNA probe, Meuer et al., 2001; McPherson dan Moller, 2006). b) Kandungan GC (%GC) Kandungan GC yang harus dimiliki DNA probe pada umumnya yaitu 40-60% (Borah, 2011). c) T m ºC (Temperature Melting) DNA probe yang baik harus memiliki T m ºC lebih tinggi 5-10ºC dibandingkan T m ºC primer (Anonim c, 2006). d) Runs Runs menunjukkan pengulangan basa yang sama berturut-turut pada untai DNA probe, contohnya AGCGGGGGATGGGG. DNA probe yang baik seharusnya memiliki runs kurang dari 4 basa (Borah, 2011). e) Repeats Repeats menunjukkan pengulangan di nukleotida yang sama berturutturut pada untai DNA probe, contohnya ATATATAT. DNA probe yang baik seharusnya memiliki repeats kurang dari 4 basa (Borah, 2011).

15 23 f) Struktur Hairpin Hairpin merupakan struktur sekunder yang terbentuk akibat interaksi intramolekular, hal ini dapat menghalangi hibridisasi DNA probe dengan DNA target sehingga sedapat mungkin dihindari (Borah, 2011). Untuk nilai G maksimum terbentuknya struktur hairpin yang masih dapat ditoleransi yaitu -3 kcals (Anonim g, 2006; Rychlik, 2010 g) Struktur Dimers Dimers dapat berupa self dimer dan cross dimers, kedua dimer ini terbentuk karena interaksi intermolekular antara dua jenis primer yang sama (self dimers) dan interaksi intramolekular antara sepasang primer (cross dimers) (Borah, 2011). Pada metode real-time PCR, menggunakan bantuan DNA probe untuk metode deteksi adanya mutasi (McPherson dan Moller, 2006). Salah satu jenis DNA probe yang digunakan pada metode real-time PCR yaitu TaqMan probe. Pada metode deteksi TaqMan probe, digunakan tiga nukleotida antara lain primer forward, primer reverse dan probe internal TaqMan. TaqMan probe merupakan oligonukleotida standar yang berikatan secara kovalen dengan reporter fluoresen (FAM atau 6-carboxyfluorescein) pada posisi 5 dan berikatan dengan quencher TAMRA (6-carboxytetramethylrhodamine) pada posisi 3 (McPherson dan Moller, 2006). Pada umumnya TaqMan probe harus memiliki jumlah GC antara 40-60% dan hindari urutan nukleotida identik yang membentang panjang lebih dari 4 pada basa tunggal (Walker dan Rapley, 2005). Jauhkan guanin pada posisi 5 probe

16 24 karena dapat memadamkan fluoresen (McPherson dan Moller, 2006), pastikan bahwa tidak ada daerah yang komplemen dalam probe karena hal ini dapat menyebabkan pembentukan struktur hairpin yang akan menghambat hibridisasi pada target DNA (Walker dan Rapley, 2005). Nilai T m ºC pada desain probe lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai T m ºC primer, yaitu antara 5-10ºC (Anonim c, 2006). Hal penting lainnya yang harus diperhatikan dalam mendesain probe yaitu menjauhkan segala mismatches antara probe dengan target DNA (McPherson dan Moller, 2006). Diagram skematik yang memperlihatkan prinsip real-time PCR menggunakan TaqMan probe dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Diagram Skematik Prinsip Kerja Real-Time PCR Menggunakan TaqMan probe (McPherson dan Moller, 2006) Pada Gambar 2.2 dapat dilihat selama proses penempelan kedua primer dan penempelan probe pada DNA target, terlihat jarak reporter dan quencher

17 25 pada nukleotida terlalu dekat satu sama lain, sehingga sinyal fluoresen tidak dihasilkan. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap ekstensi, aktivitas 5 3 exonuclease dari Taq DNA polymerase akan memutuskan 5 -FAM dari probe dengan cara memisahkan reporter dengan quencher sehingga akan menyebabkan peningkatan fluoresen yang akan diukur selama siklus PCR berlangsung (McPherson dan Moller, 2006). Beberapa kriteria probe harus diperhatikan jika akan menyusun TaqMan probe, yang meliputi panjang TaqMan probe harus lebih panjang dibandingkan primer, biasanya nukleotida. Selain itu nilai T m ºC untuk TaqMan probe sekitar 5-10ºC lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai T m ºC primer (Anonim c, 2006). Hal ini dilakukan agar memungkinkan terjadinya hibridisasi pada gen target selama tahap ekstensi. Berdasarkan beberapa kriteria tersebut dilakukan untuk memastikan apakah emisi fluoresen yang dihasilkan setelah aktvitas 5 3 exonuclease berbanding lurus dengan jumlah target DNA yang diinginkan. Faktor lain yang harus diperhatikan saat mendesain TaqMan probe yaitu menjauhkan G (guanin) pada posisi 5 karena dapat menyebabkan pemadaman sinyal bahkan pada saat probe sudah terlepas. Selain menjauhkan basa G (guanin) pada posisi 5, pada desain TaqMan probe juga harus mengandung basa C (sitosin) lebih banyak dibandingkan dengan basa G (guanin) (McPherson dan Moller, 2006). Pada beberapa kasus dinyatakan bahwa quencher fluorescent tidak dianjurkan untuk ditempatkan pada bagian ujung 3, melainkan harus ditempatkan pada bagian dalam antara nukleotida 18 dan 25 dari posisi 5 jika panjang sekuens melebihi 30 nukleotida. Hal ini dilakukan jika metode deteksi real-time PCR menggunakan TaqMan probe dan

18 26 dapat dipastikan energi yang ditransfer dari reporter fluoresen menuju quencher fluoresen akan lebih efisien (McPherson dan Moller, 2006). Pada desain probe, keberadaan struktur sekunder dapat mempengaruhi spesifisitas rancangan. Keberadaan struktur sekunder disebabkan oleh interaksi intermolekular atau intramolekular, hal ini akan mengakibatkan produk yang dihasilkan hanya sedikit dan bahkan tidak ada. Beberapa struktur sekunder yang dapat menganggu proses penempelan DNA probe antara lain, struktur hairpin; self dimer; cross dimer; repeats; runs; struktur sekunder template dan homolog silang (Borah, 2011). 2.9 Label TaqMan probe Beberapa hal penting harus dipertimbangkan dalam pemilihan label yang akan digunakan pada TaqMan probe. Label yang digunakan harus dipastikan dapat terdeteksi oleh instrumen. Disaat telah menentukan kedua buah label (fluorophor dan quencher) yang akan digunakan, maka pastikan kedua label tersebut kompatibel satu sama lain (Anonim d, 2008). Beberapa tipe label untuk TaqMan probe dapat dilihat pada Tabel 2.2.

19 27 Tabel 2.2 Tipe label Reporter dan Quencher untuk TaqMan probe (Anonim b, 2005) Pada pemilihan label untuk desain DNA probe singleplax, label FAM direkomendasikan sebagai label untuk reporter, karena label tersebut mudah didapatkan, dapat memonitoring amplikon hasil amplifikasi pada setiap siklus PCR, dapat berikatan secara spesifik pada DNA probe dan dapat terdeteksi oleh semua jenis instrumen (Meuer et al., 2001; Anonim c, 2006). Selain itu FAM juga memiliki kemampuan dapat menghasilkan fluoresen yang kuat dibandingkan label lainnya (Mackay, 2007). Pada pemilihan label untuk quencher, terdapat beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam pemilihannya. Maka dari itu direkomendasikan label TAMRA sebagai quencher untuk reporter FAM, karena label TAMRA merupakan label yang kompatibel dengan label FAM dan

20 28 kombinasi antara kedua label ini merupakan kombinasi yang dapat bekerja dengan baik pada saat proses PCR berlangsung (Anonim a, 2004; Anonim c, 2006). Selain pemilihan label, posisi pemasangan kedua label reporter dan quencher untuk TaqMan probe juga harus dipertimbangkan. Lokasi pemasangan kedua label disarankan berjarak nukleotida dengan jarak maksimum 30 nukleotida atau 100Å. Jika probe yang didesain memiliki panjang nukleotida yang lebih panjang dari panjang maksimum, maka quencher harus diletakkan pada bagian tengah dalam untai nukleotida untuk menghasilkan pemadaman yang tepat bagi reporter (Mackay, 2007). Hal ini akan menyebabkan sebuah fenomena yang disebut dengan fenomena FRET, fenomena tersebut merupakan fenomena pemadaman sinyal fluoresen yang dilakukan oleh quencher terhadap reporter saat reaksi belum terjadi, karena sinyal fluoresen yang dihasilkan reporter diserap oleh quencher (McPherson dan Moller, 2006; Dorak, 2007). Selain jarak dan lokasi pemasangan label, posisi basa G yang berada dekat dengan label reporter (FAM) harus sedapat mungkin dihindari. Hal ini dilakukan agar basa G tidak menyebabkan reporter mengalami pemadaman sinyal bahkan saat reporter telah terlepas dari sekuens (Anonim c, 2006; Mcpherson dan Moller, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru (pulmonary tuberculosis),

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena resistensi tuberkulosis ( TB). MDR-TB didefinisikan sebagai keadaan resistensi terhadap setidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. Secara umum penyebaran bakteri ini melalui inhalasi, yaitu udara yang tercemar oleh penderita

Lebih terperinci

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Desain Primer secara in silico untuk Amplifikasi Fragmen Gen rpob Mycobacterium tuberculosis DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis Tuberkulosis (TB) yang resisten terhadap dua atau lebih Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) merupakan tuberkulosis yang

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) merupakan tuberkulosis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) merupakan tuberkulosis yang disebabkan oleh resistensi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) terhadap minimal dua jenis

Lebih terperinci

J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences ISSN:

J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences ISSN: JURNAL METAMORFOSA IV (1): 8 (017) J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences ISSN: 0697 http://ojs.unud.ac.id/index.php/metamorfosa DESAIN TAQMAN PROBE SECARA IN SILICO SEBAGAI PENDETEKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyerang segala usia maupun jenis kelamin. Gambaran penyakit ini

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN : 978-602-97522-0-5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.

Lebih terperinci

DESAIN PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN inha ISOLAT 134 MULTIDRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS (MDR-TB) DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION

DESAIN PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN inha ISOLAT 134 MULTIDRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS (MDR-TB) DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) DESAIN PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN inha ISOLAT 134 MULTIDRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS (MDR-TB) DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION Luh

Lebih terperinci

DESAIN DNA PROBE SECARA IN SILICO SEBAGAI. PENDETEKSI DAERAH RRDR GEN rpob. Mycobacterium tuberculosis UNTUK METODE REAL-

DESAIN DNA PROBE SECARA IN SILICO SEBAGAI. PENDETEKSI DAERAH RRDR GEN rpob. Mycobacterium tuberculosis UNTUK METODE REAL- DESAIN DNA PROBE SECARA IN SILICO SEBAGAI PENDETEKSI DAERAH RRDR GEN rpob Mycobacterium tuberculosis UNTUK METODE REAL- TIME POLYMERASE CHAIN REACTION Skripsi DEK PUETERI DEWI SURYANI 1208505085 JURUSAN

Lebih terperinci

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Debbie S. Retnoningrum Sekolah Farmasi, ITB Pustaka: 1. Glick, BR and JJ Pasternak, 2003, hal. 27-28; 110-120 2. Groves MJ, 2006, hal. 40 44 3. Brown TA, 2006,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

MUTASI C825T GEN katg ISOLAT L5 MULTIDRUG RESISTANT Mycobacterium tuberculosis TESIS RINA BUDI SATIYARTI NIM: Program Studi Kimia

MUTASI C825T GEN katg ISOLAT L5 MULTIDRUG RESISTANT Mycobacterium tuberculosis TESIS RINA BUDI SATIYARTI NIM: Program Studi Kimia MUTASI C825T GEN katg ISOLAT L5 MULTIDRUG RESISTANT Mycobacterium tuberculosis TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh: RINA BUDI

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia tiap tahun dan menduduki peringkat nomor dua penyebab

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang paling sering mengenai organ paru-paru. Tuberkulosis paru merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mycobacterium Tuberculosis 1. Etiologi Mycobacterium adalah salah satu bakteri yang banyak ditemukan di masyarakat. Salah satu spesiesnya adalah Mycobacterium tuberculosis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan. oleh mikroorganisme patogen.menurut WHO tahun 2012,

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan. oleh mikroorganisme patogen.menurut WHO tahun 2012, BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen.menurut WHO tahun 2012, penyakit infeksi membunuh 3,5 juta orang tiap tahunnya. Penyakit

Lebih terperinci

Fakultas Biologi Unsoed

Fakultas Biologi Unsoed TEKMK PCR oleh Drs. Agus Hery Susanto, M.S. staf pengajar Pendahuluan Teknik PCR (polymerase chain reaction) digunakan untuk menggandakan fragmen DNA (urutan basa nukleotida) tertentu secara invitro melalui

Lebih terperinci

DESAIN PRIMER. LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler. oleh : Riani Ulfah

DESAIN PRIMER. LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler. oleh : Riani Ulfah DESAIN PRIMER LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler oleh : Dhaifan Diza A 1303790 Anisa Suci S 1300904 Novia Rahayu A 1302152 Riani Ulfah 1300952 Shabrina

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

ANALISIS PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI PROMOTER inha MULTIDRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS (MDR-TB) DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

ANALISIS PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI PROMOTER inha MULTIDRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS (MDR-TB) DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) ANALISIS PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI PROMOTER inha MULTIDRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS (MDR-TB) DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) I Gusti Ayu Agung Septiari 1 *, Putu Sanna Yustiantara 1,2, dan

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 10. GENETIKA MIKROBA Genetika Kajian tentang hereditas: 1. Pemindahan/pewarisan sifat dari orang tua ke anak. 2. Ekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroorganisme yang tidak dapat dikulturkan dengan teknik standar diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru yang dapat mempelajari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun Bakteri Mtb termasuk ke dalam genus Mycobacterium dengan bentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun Bakteri Mtb termasuk ke dalam genus Mycobacterium dengan bentuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis (Mtb) merupakan jenis bakteri yang menyebabkan penyakit TB. Mtb pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882.

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI PERIODE JANUARI-JUNI

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI PERIODE JANUARI-JUNI EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI PERIODE JANUARI-JUNI 2013 SKRIPSI Oleh: SITI AMINAH K100090017 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

Identifikasi Mutasi Gen rpob Pada Daerah Hulu RRDR Mycobacterium Tuberculosis Multidrug Resistent Isolat P10

Identifikasi Mutasi Gen rpob Pada Daerah Hulu RRDR Mycobacterium Tuberculosis Multidrug Resistent Isolat P10 Identifikasi Mutasi Gen rpob Pada Daerah Hulu RRDR Mycobacterium Tuberculosis Multidrug Resistent Isolat P10 Pratiwi, M. A. 1), Ratnayani, K. 2, 3), Yowani, S.C. 1) Jurusan Farmasi-Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab tuberkulosis (TB),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab tuberkulosis (TB), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab tuberkulosis (TB), suatu penyakit infeksi kronik (Boucau, 2008). Mikobakterium ini dibungkus oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan pangan merupakan salah satu isu yang harus menjadi perhatian baik pemerintah maupun masyarakat. Pengolahan makanan yang tidak bersih dapat memicu terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Persetujuan Komisi Etik

Lampiran 1. Surat Persetujuan Komisi Etik Lampiran 1. Surat Persetujuan Komisi Etik 81 Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian 82 83 84 Lampiran 3. Surat Ijin Pembelian Bakteri 85 Lampiran 4. Rancangan Anggaran Biaya 86 Lampiran 5. Lembar penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Umumnya, Mycobacterium

Lebih terperinci

Skripsi MADE RAI DWITYA WIRADIPUTRA

Skripsi MADE RAI DWITYA WIRADIPUTRA DETEKSI MUTASI DAERAH RRDR GEN rpob PADA ISOLAT DNA SPUTUM PASIEN MULTIDRUG RESISTANTT Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) DENGANN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION-RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Unitas, Vol. 9, No. 1, September 2000 - Pebruari 2001, 17-29 PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) [General Principles and Implementation of Polymerase Chain Reaction] Darmo Handoyo

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Mutschler, 1991). Tuberculosis (TB) menyebar antar individu terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. Tuberkulosis di Indonesia merupakan masalah utama

Lebih terperinci

Identifikasi Mutasi Gen rpob Ser531Leu Mycobacterium tuberculosis Yang Berhubungan Dengan Resistensi Rifampisin

Identifikasi Mutasi Gen rpob Ser531Leu Mycobacterium tuberculosis Yang Berhubungan Dengan Resistensi Rifampisin Artikel Penelitian Identifikasi Mutasi Gen rpob Ser531Leu Mycobacterium tuberculosis Yang Berhubungan Dengan Resistensi Rifampisin The Identification of rpob Ser531Leu Mycobacterium tuberculosis Gene Mutation

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

OPTIMASI PCR (Polymerase Chain Reaction) FRAGMEN 724 pb GEN katg MULTI DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUK AMPLIFIKASI

OPTIMASI PCR (Polymerase Chain Reaction) FRAGMEN 724 pb GEN katg MULTI DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUK AMPLIFIKASI OPTIMASI PCR (Polymerase Chain Reaction) FRAGMEN 724 pb GEN katg MULTI DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUK AMPLIFIKASI Deniariasih, N.W. 1, Ratnayani, K. 2, Yowani, S.C. 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hewan Babi Hewan babi berasal dari Genus Sus, Linnaeus 1758 mempunyai bentuk hidung yang rata sangat khas, hewan ini merupakan jenis hewan omnivora atau hewan pemakan segala.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

KONSTRUKSI PRIMER UNTUK MENDETEKSI MUTASI GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN METODE AMPLIFICATION REFRACTORY MUTATION SYSTEM (ARMS)-PCR

KONSTRUKSI PRIMER UNTUK MENDETEKSI MUTASI GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN METODE AMPLIFICATION REFRACTORY MUTATION SYSTEM (ARMS)-PCR KONSTRUKSI PRIMER UNTUK MENDETEKSI MUTASI GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN METODE AMPLIFICATION REFRACTORY MUTATION SYSTEM (ARMS)-PCR Arif Sardi Biologi, UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH MUTASI GEN rpob PADA KODON 513: ANALISIS PADA ISOLAT PAPUA

STUDI PENGARUH MUTASI GEN rpob PADA KODON 513: ANALISIS PADA ISOLAT PAPUA KO-161 STUDI PENGARUH MUTASI GEN rpob PADA KODON 513: ANALISIS PADA ISOLAT PAPUA Richardo Ubyaan 1,*) Agnes E. Maryuni, 2) dan Alvian Sroyer 3) 1) Program Studi Kimia, FKIP, Universitas Cenderawasih, Jayapura,

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, sebagian kecil oleh bakteri Mycobacterium africanum dan Mycobacterium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2015, United Nation Program on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan bahwa secara global sekitar 36.7 juta orang hidup dengan HIV dan 2.1 juta orang baru terinfeksi

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI TUBERCULOSIS (TBC) Bagian Farmakologi Fak Kedokteran UNLAM

FARMAKOTERAPI TUBERCULOSIS (TBC) Bagian Farmakologi Fak Kedokteran UNLAM FARMAKOTERAPI TUBERCULOSIS (TBC) H. M. Bakhriansyah,, dr., M.Kes Bagian Farmakologi Fak Kedokteran UNLAM TUBERCULOSIS 1 st line drugs rifampin (R), isoniazid (H) dan pirazinamid (Z). Obat first line supplemental:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan manusia tiap tahunnya dan menjadi penyebab kematian kedua dari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Depertemen Kesehatan RI (2008) Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Sampai saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Arti tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Arti tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Arti tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis ). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : Mycobacterium tuberculosis, Resistance, Isoniazid, Rifampin, Streptomycin, Ethambutol. xviii

ABSTRACT. Keywords : Mycobacterium tuberculosis, Resistance, Isoniazid, Rifampin, Streptomycin, Ethambutol. xviii ABSTRACT Background : Tuberculosis is a leading cause disease of death in infectious diseases. Until now there are many cases of M. tuberculosis resistance to primary choice anti tuberculosis drugs (ATD).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang dalam beberapa tahun ini telah menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Penyakit DBD adalah penyakit

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis

ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan Teknik PCR menggunakan Primer X dibandingkan dengan Pemeriksaan Mikroskopik (BTA) dan Kultur Sputum Penderita dengan Gejala Tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Resistensi bakteri M. tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan ketika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Resistensi bakteri M. tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan ketika BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Resistensi bakteri M. tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan ketika bakteri tidak dapat dibunuh dengan OAT (Ditjen PP dan PL, 2013), sedangkan Multidrug Resistant

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan obat saat ini tengah mengalami kemajuan yang cukup pesat dengan semakin banyaknya peneliti yang melakukan penelitian dan menciptakan berbagai macam obat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang biasanya sering menyerang paru, tetapi juga bisa menyerang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

REVERSE TRANSKRIPSI. RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd. Oleh

REVERSE TRANSKRIPSI. RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd. Oleh REVERSE TRANSKRIPSI RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd Oleh UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

AMPLIFIKASI FRAGMEN DAN IDENTIFIKASI MUTASI PROMOTER

AMPLIFIKASI FRAGMEN DAN IDENTIFIKASI MUTASI PROMOTER AMPLIFIKASI FRAGMEN DAN IDENTIFIKASI MUTASI PROMOTER inha, GEN inha DAN GEN katg PADA ISOLAT MULTIDRUG RESISTANCE Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) DENGAN METODE MULTIPLEX POLYMERASE CHAIN REACTION SKRIPSI

Lebih terperinci

MAKALAH GENETIKA PCR ( Polimerase Chain Reaction ) «apikde...

MAKALAH GENETIKA PCR ( Polimerase Chain Reaction ) «apikde... http://apikdewefppundip201wordpress.com/2012/06/29/makalah-gene... 1 of 6 19/12/2012 23:43 APIKDEWEFPPUNDIP2011 Just another WordPress.com site MAKALAH GENETIKA PCR ( Polimerase Chain Reaction ) JUN 29

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Human Immunodeficiency Virus). Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat 9 juta

BAB I PENDAHULUAN. (Human Immunodeficiency Virus). Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat 9 juta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah global utama dan bertanggung jawab terhadap buruknya kesehatan jutaan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci

S T O P T U B E R K U L O S I S

S T O P T U B E R K U L O S I S PERKUMPULAN PELITA INDONESIA helping people to help themselves * D I V I S I K E S E H A T A N * S T O P T U B E R K U L O S I S INGAT 4M : 1. MENGETAHUI 2. MENCEGAH 3. MENGOBATI 4. MEMBERANTAS PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Triple burden disease yang tengah dihadapi Indonesia menimbulkan sejumlah permasalahan. Masalah yang timbul bukan hanya seputar mewabahnya penyakit menular baru,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

membunuh menghambat pertumbuhan

membunuh menghambat pertumbuhan Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami

Lebih terperinci