PAJAK DAN KAITANNYA DENGAN PERTANAHAN. Zaidar, SH, M.Hum. Fakultas Hukum Bagian Hukum Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PAJAK DAN KAITANNYA DENGAN PERTANAHAN. Zaidar, SH, M.Hum. Fakultas Hukum Bagian Hukum Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 PAJAK DAN KAITANNYA DENGAN PERTANAHAN Zaidar, SH, M.Hum Fakultas Hukum Bagian Hukum Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara 1. PENDAHULUAN Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan Undang-undang, tanpa ada tangan prestasi secara langsung yang dapat ditunjuk. Kegunaannya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Pajak kaitannya dengan pertanahan ialah terhadap Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tanggal 27 Desember 1985 jo Undang-undang No. 12 Tahun 1994 bahwa bumi adalah permukaan bumi/tubuh bumi yang ada di bawahnya. Dalam penjelasan Undang-undang No. 12 Tahun 1985 disebutkan permukaan bumi meliputi tanah perairan, pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Jadi tanah merupakan sebagian dari bumi yang dimaksud dengan Undang-undang. Sebagai dasar pertimbangan untuk dikenakannya PBB dan BBHTB terhadap bumi, karena bumi memberikan keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya, dan oleh karena itu wajar apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui pajak. Atas dasar kenikmatan/ kedudukan ekonomi yang lebih baik atas penguasaan tanah, maka pemerintah mengenakan pajak atas penguasaan dan perolehan hak tanah tersebut. Oleh karena itu sesuai dengan ketentuan Perpajakan yang Self Assesment bahwa dalam Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dengan jelas, benar, lengkap dan ditandatangani oleh Wajib Pajak (WP), dan disampaikan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak setempat. Sedangkan untuk BPHB self assesment diantaranya adanya kewajiban wajib pajak menghitung sendiri besar pajaknya dan melakukan pembayaran pajak tanpa menunggu diterbitkannya surat ketetapan pajak. I. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) Dasar hukum dikenakan PBB adalah Undang-undang No. 12 tahun 1985 tanggal 27 Desember 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dan Undang-undang No. 12 Tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-undang No. 12 Tahun digitized by USU digital library 1

2 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 1998 sebagai dasar penetapan sebenarnya Nilai Jual Kena Pajak dan peraturan lainnya sebagai ketentuan operasional penetapan PBB. Subjek dan Objek Pajak Subjek pajak sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang No. 12 tahun 1985 adalah Orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai hak dan/atau memperoleh menfaat atas bumi dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh menfaat atas bangunan. Sedangkan Objek Pajak PBB sesuai Pasal 2 ayat (1) Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Bangunan adalah konstruksi tekhnik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Termasuk pengertian bangunan adalah : - Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, emplasemen dan lain-lain, yang merupakan satu kesatuan dengan kopleks banguna tersebut. - Jalan tol. - Kolam renang. - Pagar mewah. - Tempat olah raga. - Galangan kapal, dermaga. - Taman mewah. - Tempat penampungan/kilang minyak air dan gas, pipa minyak. - Fasilitas lain yang memberikan manfaat. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB. 1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial kesehatan, pendidikan dan kebudayaan yang nyata-nyata tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan. 2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau sejenis dengan itu. 3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah pengembalaan, tanah yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak. 4. Digunakan oleh Perwakilan Diplomatik, konsulat, berdasarkan asas perlakuan timbal balik. 5. Digunakan oleh badan atau perwakilan Organisasi Internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan digitized by USU digital library 2

3 Dasar Pengenaan Dan Cara Menghitung Pajak. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek (NJOP), besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan oleh Menteri Keuangan RI. Wadah klasifikasi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 523/KMK.04/1998 Tanggal 18 Desember Klasifikasi bumi dibagi atas : Golongan A : 50 Klasifikasi Golongan B : 50 Klasifikasi Klasifikasi bangunan dibagi atas : Golongan A : 20 Klasifikasi Golongan B : 20 Klasifikasi Tarif PBB adalah 0,5% Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Kena Pajak sesuai dengan Pasal 6 ayat (3), sedangkan Nilai Jual Kena Pajak yang berlaku sekarang sesuai PP No. 25 Tahun 2002 tanggal 13 Mei 2002 adalh 20% bagi sektor Pedesaan dan perkotaan yang Nilai Jual Objek Pajaknya < ,- sedangkan untuk NJOP > ,- dan PBB di luar sektor Pedesaan dan Perkotaan adalah 40%. Dengan demikian perhitungan PBB adalah : PBB 05% x NJKP Untuk NJOP di atas milyar, PBB = 0,5% x 40% x NJOP Untuk NJOP di bawah 1 Milyar, PBB = 0,5% x 20% x NJOP Keberatan Wajib pajak dapat mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal Pajak atas : - Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) - Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang antara lain : - Surat keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyatakan alasan dengan jelas. - Keberatan diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT, kecuali wajib pajak dapat menunjukkan bukti bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasannya. - Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pengurangan 2003 digitized by USU digital library 3

4 Atas dasar kondisi tertentu terhadap Wajib Pajak, maka Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan RI dengan memberikan pengurangan pajak yang tertuang : a. Karena kondisi tertentu Objek Pajak (OP) yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau sebab-sebab tertentu lainnya. b. Dalam hal Objek Pajak 9OP) terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa. Pembayaran Dan Penagihan PBB yang terutang berdasarkan SPPT harus dulunasi selambatlambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal di terimanya SKP/STP. Apabila PBB atas SPPT/SKP pada saat jatuh tempo belum dibayar/kurang bayar maka dikenakan denda administrasi sebesar 2% per bulan dan maksimal 24 bulan. Pajak terutang dapat dibayar pada Bank, Kantor Pos dan Giro dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan RI. Dasar penagihan pajak adalah SPPT, SKP dan STP (Surat tagihan Pajak atas pokok/kurang bayar ditambah denda). Apabila surat tagihan pajak tidak dibayar sesuai dengan waktu yang ditentukan dapat ditagih dengan surat paksa. Untuk pemungutan PBB telah dilimpahkan penagihannya kepada Gubernur untuk Daerah Tingkat I dan/atau Bupati atau Walikota untuk Daerah Tingkat II sesuai oleh Menteri Keuangan RI No. 1007/KMK/1985. Pembagian Hasil Penerimaan PBB adalah merupakan penerimaan negara yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut : a. 10% biaya penerimaan Pusat b. 9% biaya untuk melakukan pemungutan c. 16,2% biaya untuk Pemerintah Daerah Tingkat I d. 64,8% biaya untuk Pemerintah Daerah Tingkat II. Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan No. 83/KMK.04/1994 tanggal 19 Maret 1994, 10% bagian Pemerintah Pusat dibagikan kepada seluruh Daerah Tingkat II SKB DJA dan DJP Kep. 56/A/44/1996 jo Kep. 50/Pj.6/1996 yaitu 15% dari 10% dibagi secara merata dan 35% dari 1% dibagikan kepada Dati II yang berhasil mencaai Rencana Penerimaan yang ditetapkan. II. BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN 2003 digitized by USU digital library 4

5 BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas anah dan atau bangunan yang selanjutnya disebut pajak. 1. Dasar Hukum Undang-undang No. 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun Undang-undang BPHTB ini sebagaimana pengganti ketentuan mengenai pungutan Bea Balik Nama (BBN) atas pemindahan harta tetap yang berupa tanah atau bangunan berdasarkan ordonansi BBN staatsblad 1924 No Objek Pajak (pasal 2) Yang menjadi Objek Pajak (BPHTB) adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi : A. Pemindahan hak karena : 1. Jual Beli ; 2. Tukar Menukar (BPHTB dikenakan kedua belah pihak) ; 3. Hibah ; 4. Hibah Wasiat ; 5. Waris ; 6. Pemasukan dalam Perseroan atau Badan Hukum lainnya ; 7. Pemisahan Hak yang mengakibatkan Peralihan ; 8. Penunjukan Pembeli dalam Lelang ; 9. Pelaksanaan Putusan Hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap ; 10. Penggabungan Usaha ; 11. Peleburan Usaha ; 12. Pemekaran Usaha ; 13. Hadiah ; B. Pemberian hak baru karena : 1. Kelanjutan pelepasan hak 2. Di luar pelepasan hak. 3. Hak atas Tanah dan atau Bangunan (Pasal 1 ayat (3) jo Pasal 2 ayat (3) : Adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Hak atas tanah dimaksud adalah : hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas rumah susun dan hak pengolahan. 4. Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB (Pasal 3) : Adalah objek pajak yang diperoleh : 2003 digitized by USU digital library 5

6 a. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas pelaksanaan timbal balik ; b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum ; c. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan ; d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perubahan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama ; e. Orang pribadi atau badan karena wakaf ; f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah. 5. Subjek Pajak (Pasal 4) : Yang menjadi Subjek Pajak (BPHTB) adala orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan. 6. Tarif Pajak (Pasal 5) : Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen) : 7. Dasar Pengenaan Pajak (Pasal 6) : a. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) ; b. NPOP adalah harga transaksi/nilai pasar/harga transaksi atau yang tercantum dalam Risalah Lelang. Apabila harga transaksi/nilai pasar tidak ada atau lebih rendah dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan maka dasar pengenaan pajak (BPHTB) yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak PBB ; c. Besarnya NJOP PBB dapat diketahui antara lain melalui SPPT PBB tahun terjadinya perolehan hak. Apabila SPPT PBB tahun terjadinya perolehan hak belum diterima, Wajib Pajak dapat memintanya ke KP PBB atau Kantor Kelurahan/Kantor Kepala Desa. Apabila SPPT PBB tahun terjadinya perolehan hak belum diterbitkan atau tanah dan atau bangunan tidak dikenakan PBB berdasarkan surat keterangan tentang besarnya NJOP PBB tersebut pada KP PBB dengan mengajukan permohonan secara tertulis. Apabila tanah dan atau bangunan belum terdaftar di KP PBB atau belum dikenakan PBB dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan lampirannya (LSPOP) untuk diterbitkan SPPT-nya dan pajak yang terutang dibayar sesuai dengan ketentuan. 8. Cara Menghitung Pajak (Pasal 7 dan 8) : a. Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) atau 5% x NPOPKP. NPOPKP adalah NPOP dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) atau NPOPKP = NPOP - NPOPTKP. Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Kauangan : 2003 digitized by USU digital library 6

7 1. Untuk Wilayah Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Asahan dan Kota Tanjung Balai sebesar Rp ,- 2. Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat termasuk suami/ istri ditetapkan untuk wilayah Kabupaten Asahan, kabupaten Labuhan Batu dan Kota Tanjung Balai ditetapkan sebesar Rp ,- Contoh cara menhitung pajak yang terutang (dengan NPOPTKP) Rp ,- - NPOP = Rp ,- - NPOPTKP = Rp ,- - NPOPKP = Rp ,- - BPHTB yang terutang 5% x Rp ,- Rp ,- b. Khusus untuk perolehan hak karena waris, hibah wasiat dan pemberian hak pengelolaan, cara menghitung besarnya pajak yang terutang sebagai berikut : 1. Waris (pasal 3 ayat (2) jo PP No. 111 tahun 2000) : i. erolehan hak karena waris adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh ahli waris dari pewaris yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia dan terutang BPHTB sejak tanah tersebut didaftarkan ; ii. Besarnya BPHTB yang terutang adalah 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang ; Contoh cara menghitungnya : Seorang ahli waris memperoleh warisan sebidang tanah dan bangunan di atasnya dengan nilai pasar Rp ,- NJOP PBB-nya Rp ,- dan NPOPTKP Rp ,- maka besarnya BPHTB yang terutang : - NPOP Rp ,- - NPOPTKP Rp ,- - NPOPKP Rp. Nihil - BPHTB Terutang 5% x Rp. Nihil = Rp. Nihil - BPHTB yang terutang = 50% x Rp. Nihil Rp. Nihil Seorang ahli waris memperoleh warisan sebidang tanah dan dan bangunan di atasnya dengan nilai pasar Rp ,- NJOP PBB-nya Rp ,- dan NPOPTKP Rp ,- maka besarnya BPHTB yang terutang : - NPOP Rp ,- - NPOPTKP Rp ,- - NPOPKP Rp , digitized by USU digital library 7

8 - BPHTB yang seharusnya terutang : 5% x Rp ,- = Rp. - BPHTB yang terutang = Rp. 50% x Rp ,- = Rp ,- 2. Hibah Wasiat (Pasal 3 ayat (2) jo. PP No. 111 Tahun 2000) : i. Perolehan hak atas wasiat adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan dari pemberi hibah waisiat yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia. ii. Besarnya BPHTB yang terutang adalah 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang. Contoh cara menghitung. Seorang anak memperoleh hibah wasiat dari ayah kandungnya sebidang tanah dan bangunan di atasnya dengan nilai Rp ,- NJOP PBB-nya Rp ,- dan NPOPTKP-nya Rp ,- (menggunakan NPOPTKP sebagaimana dimaksud pada angka 8.a.2), maka besarnya BPHTB yang terutang adalah : - NPOP Rp ,- - NPOPTKP Rp ,- - NPOPKP Rp ,- - BPHTB yang seharusnya terutang 5% x Rp ,- = Rp ,- - BPHTB yang terutang = 50% x Rp ,- = Rp ,- Yayasan Panti Ausahan A memperoleh hibah wasiat dari seseorang seibidang tanah dan bangunan di atasnya dengan nilai pasar Rp ,- NJOP PBB-nya Rp ,- dan NPOPTKP-nya Rp ,- (menggunakan NPOPTKP sebagaimana dimaksud pada angka 8.a.2) maka besarnya BPHTB yang terutang : - NPOP Rp ,- - NPOPTKP Rp ,- - NPOPKP Rp ,- - BPHTB yang seharusnya terutang 5% x Rp ,- = Rp ,- - BPHTB yang terutang = 50% x Rp ,- = Rp ,- 3.a. Saat terutang pajak atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan (penerima hak) mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota digitized by USU digital library 8

9 b. NPOP-nya adalah nilai pasar saat pendaftaran. Dalam hal nilai pasar lebih rendah dari NJOP PBB tahun terjadinya perolehan hak; c. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota hanya dapat melakukan pendaftaran pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa SSB. 4. Hak Pengelolaan (Pasal 3 ayat (2) jo PP No. 112 Tahun 2000) : adalah hak menguasai dari negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerjasama dengan pihak ketiga. a. Besarnya BPHTB karena pemberian hak pengelolaan dalam hal penerima hak adalah Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota, lembaga Pemerintah lainnya, dan PERUM. Perumnas adalah 0% dari BPHTB yang sehqrusnya terutang dalam hal pemberian hak pengelolaan selain tersebut di atas. Contoh cara menghitung : - NPOP = Rp ,- - NPOPTKP = Rp ,- - NPOPKP = Rp ,- b. BPHTB yang seharusnya terutang 5% x Rp ,- = Rp ,- BPHTB yang harus dibayar atas perolehan hak tersebut 0% x Rp ,- = Rp. 0,00 50% x Rp ,- = Rp ,- dalam hal penerima hak pengelolaan bukan Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota, Lembaga Pemerintah Lainnya dan Perum PRUMNAS. c. Saat terutang pajak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya Keputusan Pemberian Hak. d. NPOP-nya adalah nilai pasar. Dalam hal nilai pasar lebih rendah dari pada NJOP PBB, NPOP yang digunakan adalah NJOP PBB tahun terjadinya perolehan hak. c. Penandatanganan dan penerbitan Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan hanya dapat dilakukan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran BPHTB (SBB) atau Surat Ketarangan Bebas BPHTB (SKB) dalam hal penerima hak pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota, Lembaga Pemerintah lainnya dan Perum PERUMNAS (Surat Keterangan Bebas BPHTB sebagai pengganti SSB). f. SKB BPHTB dibuat rangkap 3 (tiga) digitized by USU digital library 9

10 i. Lembar ke-1 untuk Wajib Pajak ; ii. Lembar ke-2 untuk Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota; iii. Lembar ke-3 untuk KP. PBB. 9. Saat dan Tempat Pajak Terutang (Pasal 9) : a. Saat yang menentukan pajak terutang adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, sejak tanggal putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sejak tanggal penerima hak karena waris atau hibah wasiat mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan, dan sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya Surat Keputusan Pemberian Hak. b. Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak (Akta/Risalah Lelang). Surat Keputusan Pemberian Hak hanya dapat ditandatangani atau hanya dapat dilakukan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa SSB. c. Tempat terutang pajak adalah wilayah Kabupaten atau kota atau propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan. 10. Tata Cara Pembayaran Pajak. Pasal 10 jo Keputusan Menteri Keuangan RI No. 517/KMK.04/2000) : a. Pemenuhan kewajiban membayar BPHTB berdasarkan sistem Self Assesment, yaitu Wajib Pajak menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang tanpa menunggu terbitnya Surat Ketatapan Pajak; b. Pajak yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos atau Bank BUMN atau bank BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan Surat Setoran BPHTB (SBB) yang dibuat rangkap 5 : - Lembar ke-1 untuk wajib pajak; - Lembar ke-2 untuk KP. PBB melalui Bank/Kantor Pos Operasional V; - Lembar ke-3 untuk KP. PBB disampaikan oleh WP; - Lembar ke-4 untuk Bank/Kantor Pos Persepsi; - Lembar ke-5 untuk PPAT/Notaris/Kepala Kantor Lelang/Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota disampaikan oleh WP; dalam hal BPHTB yang sharusnya terutang nihil, maka WP tetap harus mengisi SSB dengan keterangan Nihil yang diketahui oleh PPAT/ Notais/Kepala Kantor Lelang/Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Lembar 2,3 dan 4 SSB Nihil sisampaikan oleh WP ke KP. PBB. c. SSB harus diisi dengan benar, jelas dan lengkap serta ditandatangani oleh WP dan petugas Bank/Kantor Pos Persepsi yang menerima pembayaran serta dibubuhi cap disampaikan oleh WP ke KP. PBB dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal pembayaran dengan melampirkan foto copy STTS PBB tahun perolehan hak dan tahun-tahun sebelumnya yang belum kadaluarsa; 2003 digitized by USU digital library 10

11 d. SSB tersebut sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, juga berfungsi sebagai Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) PBB; e. Apabila WP mengalami kesulitan dalam mengisi SSB, tidak mengetahui Nomor Objek Pajak (NOP) PBB, tidak mengetahui Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB tahun terjadinya perolehan hak, hendaklah menghubungi Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP.PBB) yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan/atau bangunan; f. Formulir SSB dapat diperoleh di Kantor PPAT/Notaris, Kantor Lelang, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, KP. PBB, Bank/Kantor Pos Persepsi dan tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala KP. PBB. 11. Penetapan dan Penagihan Pajak (Pasal 11, 12, 13, 14 dan 15) : a. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar Direktur Jenderal Pajak (Kepala KP. PBB) dapat menerbitkan Surat Keterangan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB). b. Apabila ditemukan data baru dan data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkan SKBKB, Kepala KP. PBB dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT). Jumlah kekurangan pajak dalam SKBKBT ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari kekurangan tersebut, kecuali WP melaporkan sendiri sebelum dilakukan pemeriksaan. c. Direktur Jenderal Pajak (Kepala KP.PBB) dapat menerbitkan Surat Tagihan BPHTB (STB) apabila : 1. Pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar; 2. Dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung; 3. WP dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga. Cara menghitung bunga : - Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SSB yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar sebelum dilaksanakan pemeriksaan, sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dihitung sejak berakhirnya penyampaian SSB sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SSB. - Dalam hal pajak terutang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran, sanksi administrasi berupa 2% dihitung sejak jatuh tempo sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan BPHTB (STB) untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. - STB diterbitkan untuk menagih hutang pajak yang bersifat jelas dan pasti sesuai pengakuan Wajib Pajak dalam SSB serta tidak mengandung persengketaan antar fiskus dan Wajib Pajak. Oleh karenanya terhadap STB tidak dapat diajukan 2003 digitized by USU digital library 11

12 keberatan oleh Wajib Pajak, STB dapat digunakan untuk menagih bunga penagihan dalam hal Surat Ketetapan Pajak atau STB tidak atau kurang dibayar setelah lewat jatuh tempo. d. Jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dalam SKBKB atau STB ditambah denda 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutang pajak sampai dengan diterbitkannya SKBKP atau STB; c. Kepala KP. PBB atas nama Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Ketetapan Pajak atau STB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; Surat Keputusan tersebut dapat berupa menambah, mengurangkan atau menghapuskan jumlah pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak atau STB; Apabila setelah diterbitkan surat keputusan pembetulan ternyata masih terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-perundangan perpajakan dapat dilakukan pembetulan lagi. (Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-01/PJ.6/1999 tanggal 6 Januari 1999). f. SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh WP. Apabila kurang atau tidak dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa berdasarkan UU No. 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 19 Tahun Keberatan dan Banding (Pasal 16,17,18 dan 19) : a. WP dapat mengajukan keberatan kepada direktur Jenderal Pajak (Kepala KP. PBB atas : SKBKB, SKBKBT, SKBLB dan SKBN. Keberatan diajukan secara tertulis dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut WP dan disertai alasan yang jelas dan melampirkan foto copy SSB, Asli SKBKB/SKBKBT/SKBN foto copy Akta/Risalah Lelang/Surat Keputusan Pemberian Hak Baru/Putusan Hakim serta foto copy KTP/SIM/Paspor/Kartu Keluarga/Identitas lain yang diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya surat ketetapan, kecuali jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai suatu keberatan. Keputusan keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang. b. Terhadap keputusan keberatan, WP dapat mengajukan permohonan bansing kepada Badan Peradilan Pajak. Permohonan diajukan secara tertulis dengan alasan-alasan yang jelasn dalam jangka waktu paling 2003 digitized by USU digital library 12

13 lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima dengan melampirkan Salinan Keputusan Keberatan. c. Pengajuan keberatan dan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. d. Apabila keberatan dan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebasar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. 13. Pengurangan BPHTB (Pasal 20 ayat (2) UU BPHTB jo Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 518/KMK.04/2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-221/Pj/2002 tanggal 8 Maret 2002). A. Atas permohonan WP dapat diberikan pengurangan BPHTB dalam hal : 1. Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan objek pajak yaitu : a. Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomis ; b. Wajib Pajak badan yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan dan telah menguasai tanah dan/atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun yang dibuktikan dengan surat pernyataan Wajib Pajak dan keterangan dari pejabat pemerintah daerah setempat ; c. Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah sederhana (RS), dan rumah susun sederhana serta rumah sangat sederhana (RSS) yang diperoleh langsung dari pengembang dan dibayar secara angsuran ; atau d. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah. 2. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu yaitu : a. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah nilai Jual Objek Pajak; b. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus; c. Wajib Pajak badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehinggawajib Pajak harus melakukan restrukturisasi usaha atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah; 2003 digitized by USU digital library 13

14 d. Wajib Pajak Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Pembangunan Indonesia, dan Bank Ekspor Impor dalam rangkaian proses penggabungan usaha (merger); e. Wajib Pajak badan yang melakukan pembangunan usaha (merger) atau lepeburan usaha (konsolidasi) dengan atau terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan nilai buku dalam rangka penggaungan atau peleburan usaha dari Direktur Jenderal Pajak; f. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya seperti kebakaran, banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, huru-hara yang terjadi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak penandatanganan akta; atau g. Wajib Pajak orang pribadi veteran, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (Polri), Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI, Purnawirawan Polri atau janda/dudanya yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas Pemerintah. 3. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta milik institusi pelayanan sosial masyarakat. B. Pengajuan Permohonan Pengurangan. 1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan sebagaimana pada huruf a angka q angka 2a, 2b, 2c, 2f dan angka 3 kepada Kepala KP. PBB, sedangkan permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2a dan 2d kepada Direktur Jenderal Pajak. 2. Permohonan diajukan paling lambat jangka waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal pembayaran kecuali terjadi keadaan di luar kekuasaannya, diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dengan melampirkan : a. Untuk permohonan tersebut pada huruf a angka 1, angka 2a, 2b, 2c, 2f dan angka 3. - Foto copy SSB - Foto copy atka/risalah lelang/keputusan pemberian hak baru/putusan hakim - Foto copy KTP/SIM, Paspor/Kartu Keluarga/Identitas lain; - Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa. b. Untuk permohonan tersebut pada huruf a angka 2c, 2d, - SSB dilegalisir; - Foto copy surat keputusan persetujuan penggabungan usaha (merger) dari Direktur Jenderal Pajak atau keputusan lain 2003 digitized by USU digital library 14

15 yang ada hubungannya dengan penggabungan usaha (merger) atau dokumen lain yang membuktikan adanya restrukturisasi usaha dan atau utang usaha karena kebijaksanaan pemerintah. 3. Kepala KP. PBB atau Direktur Jenderal Pajak setelah menerma permohonan, memberikan tanda tangan; 4. Permohonan pengurangan tersebut pada huruf a angka 2c dan 2d diajukan sebelum Akta ditandatangani PPAT/Notaris dan Akta hanya dapat ditandatangani setelah WP menunjukkan tanda terima permohonan pengurangan dari Direktur Jenderal Pajak beserta SSB yang telah dilegalisir; 5. Atas permohonan Wajin Pajak Kepala KP. PBB atau Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak atau Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan sederhana; 6. Permohonan yang tidak memenuhi syarat tidak dianggap sebagai surat permohonan pengurangan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan Kepala KP. PBB atau Kanwil Direktorat Jenderal Pajak memberitahukan kepada Wajib Pajak. C. 1. WP dapa menghitung sendiri besarnya pengurangan BPHTB sebelum melakukan pembayaran sepanjang untuk permohonan sebagaimana tersebut pada huruf a angka 1, 2a, 2b, 2c dan 2 f dan angka 3 namun dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pembayaran, WP wajib mengajukan permohonan pengurangan kepada Kepala KP. PBB. Apabila tidak mengajukan permohonan atau dari hasil pemeriksaan dalam rangka penyelesaian permohonan pengurangan menghasilkan keputusan menolak atau mengabulkan tetapi jumlah BPHTB yang terutang setelah pengurangan ternyata lebih besar daripada yang telah dibayar, maka terhadap jumlah yang kurang dibayar tersebut diterbitkan STB ditambah denda 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan (dua puluh empat bulan). 2. Pengisian SSB tetap dilakukan sebagaimana mestinya kecuali huruf D (jumlah setoran), diisi sebagai berikut : - Memberikan tada X pada huruf D butur c dan mengisi keterangan Pengurangan dihitung sendiri ; - Jumlah setoran baik dengan angka maupun dengan huruf diisi sebesar BPHTB yang seharusnya dibayar dikurangi dengan besarnya pengurangan menurut perhitungan Wajib Pajak; - Besarnya pengurangan mengacu kepada ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a. 3. Apabila setelah diadakannya pemeriksaan atau dari keterangan lain ternyata jumlah BPHTB yang seharusnya terutang lebih besar dari jumlah menurut perhitungan Wajib Pajak dalam SSB, maka terhadap kekurangan tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Kurang Bayar BPHTB (SKBKB) ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka 2003 digitized by USU digital library 15

16 waktu paling lama 24 bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKBKB. 4. Terhadap BPHTB yang kurang dibayar dalam SKBKB tidak dapat diberikan pengurangan kembali. D. Pemberian Pengurangan. Besarnya pengurangan BPHTB ditetapkan oleh Kepala KP. PBB atau kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak atau Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan sederhana yang dituangkan dalam berita acara. 1. Kepala KP. PBB atau Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak, atau Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangannya harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya permohonan; 2. Keputusan dapat berupa mengabulkan seluruhnya, mengabulkan sebagian atau menolak; 3. Apabila lewat jangka waktu 3 bulan keputusan belum diberikan, maka permohonan dianggap dikabulkan dengan mengacu kepeda ketentuan huruf a. 4. Keputusan pengurangan untuk Wajib Pajak tersebut pada huruf a angka 1, 2a, 2b, 2c, 2f dan angka 3 diberikan oleh Kepala KP. PBB atas nama Manteri Keuangan dalam hal pajak yang terutang lebih dari Rp ,- sedangkan keputusan pengurangan untuk wajib pajak tersebut pada huruf a angka 2c dan 2d diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan. 5. Dalam hal kewenangan memberikan keputusan kepada Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak maka Kepala KP. PBB meneruskan permohonan pengurangan BPHTB kepada Kanwil Direktorat Jenderal Pajak atasannya dalam jangka waktu paling lama 14 hari sejak tanggal diterimanya surat permohonan. 6. Keputusan pengurangan : a. Yang diterbitkan oleh Kepala KP. PBB disampaikan kepada Wajib Pajak dan tembusannya kepada Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Pajak ; b. Yang diterbitkan oleh Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak dan tembusannya kepada kepala KP. PBB yang bersangkutan dan Direktur Jenderal Pajak; c. Yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang bersangkutan. 7. Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan pengurangan BPHTB tahun pajak 2000 dan belum diterbitkan keputusannya, maka keputusan pengurangan tersebut mengacu pada ketentuan yang berlaku pada saat terutangnya BPHTB. 14. Pengambilan Kelebihan Pembayaran (Pasal 21 dan 22 Jo Keputusa Menteri Keuangan Republik Indonesia No: KEP-633/KMK.04/ digitized by USU digital library 16

17 Keputusan Dirjen Pajak No : KEP-24/PJ.6/1997 dan Surat Bersama (SKB) Dirjen Pajak dan Dirjen KEP - 27 / PJ.6 / 1997 Anggaran Nomor : 6399b/ A.6 / 61 / 1997 A. Pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dapat diberikan dalam hal: 1. Pajak yang dibayar lebih besar dari yang seharusnya terutang; 2. Pajak yang dibayar tidak seharusnya terutang; 3. Permohonan pengurangan dikabulkan; 4. Keberatan atas Surat Ketetapan BPHTB dikabulkan sebagian atau seluruhnya; 5. Permohonan banding terhadap keputusan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya; 6. Perubahan peraturan. B. Untuk memperoleh pengembalian, WP harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak (Kepala KP. PBB) dengan menyebutkan jumlah kelebihan pembayaran disertai alasan yang jelas dengan melampirkan dokumen pendukung antara lain : 1. Asli SSB; 2. Foto copy Surat Keputusan Keberatan/Banding atau Surat Keputusan Pengurangan; 3. Foto copy Akta/Risalah Lelang/Keputusan Pemberian Hak Baru/ Putusan Hakim; 4. Foto copy KTP/SIM/Paspor/Kartu Keluarga/Identitas lain. C. Kelebihan pembayaran karena keberatan atau banding yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya, dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. 15. Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB (Pasal 23 Jo Keputusan Menteri Keuangan No. 519/KMK.04/2000) : 1. Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan negara yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah dengan imbangan sebagai berikut : a. 20% untuk Pemerintah Pusat; b. 80% untuk Pemerintah Daerah. 2. Jumlah 80% dari dirinci sebagai berikut : a. 16% untuk Daerah Propinsi yang bersangkutan dan disalurkan melalui Rekening Kas Daerah Propinsi; b. 64% untuk Daerah Kabupaten/Kota penghasil dan disalurkan melalui rekening Kas Daerah Kabupaten/Kota. 3. Jumlah 20% bagian Pemerintah Pusat dibagikan secara merata kepada seluruh Kabupaten/Kota setelah dikurangi untuk : 2003 digitized by USU digital library 17

18 a. Pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB sebesar pengeluaran tahun anggaran sebelumnya; b. Biaya administrasi peningkatan pelayanan BPHTB sebesar 1% dari bagian Pemerintah Pusat; c. Pemberian imbalan bunga sebesar pengeluaran pada tahun anggaran sebelumnya. 4. Hasil penerimaan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan 3 merupakan pendapatan asli daerah dicantumkan di dalam APBD. 16. Ketentuan Bagi Pejabat (Pasal 24, 25 dan 26 UU No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTB sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000) : A. 1. PPAT / Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat WP menyerahkan bukti pembayaran pajak; 2. Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat WP menyerahkan bukti pembayaran pajak; 3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat keputusan dimaksud pada saat WP menyerahkan bukti pembayaran pajak; 4. Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat WP menyerahkan bukti pembayaran pajak; 5. Bukti pembayaran pajak dimaksud berupa Surat setoran BPHTB (SSB). B. 1. PPAT/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara Melaporkan pembuatan akta atau Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan ke Direktorat Jenderal Pajak (KB. PBB) selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan berikutnya ; 2. Laporan bulanan tersebut dibuat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan di dalam : - PP No. 34 Tahun Keputusan Menteri Keuangan No. 636/KMK.04/ SKB Kepala BUPLN dan Dirjen Pajak No KEP - 27/PN/1997 KEP - 28 /Pj.6/ SKB Menteri Negara Agraria/Kepala BPN dan Dirjen Pajak No. SKB : 2 Tahun 1998 KEP - 179/Pj/ Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-34/PJ.6/1997 C. 1. PPAT/Notaris dan Pejabat Lelang Negara yang melanggar ketentuan pada huruf A angka 1 dan angka 2 dikenakan sanksi administrai dan denda sebesar Rp ,- untuk setiap pelanggaran; 2003 digitized by USU digital library 18

19 2. PPAT/Notaris yang melanggar ketentuan pada huruf B dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp ,- untuk setiap pelanggaran; 3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak atas Tanah yang melanggar ketentuan pada huruf A angka 3 dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; 4. Pejabat pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan pada huruf A angka 4 dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 5. Kepala Kantor Lelang Negara yang melanggar ketentuan pada huruf B, dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. D. Keterlibatan pejabat dalam pelaksanaan Undang-undang BPHTB ini merupakan bagian dari tugas dan fungsinya selaku pejabat dimaksud dan bukan sekedar membantu. 17. Undang-undang lain yang diacu, diperhatikan, dan dikaitkan dengan pembentukan dan pelaksanaan Undang-undang BPHTB Pembentukan dan pelaksanaan Undang-undang ini memperhatikan, mengacu dan dikaitkan dengan Undang-Undang lainnya, yaitu : a. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; b. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000; c. UU No. 12 Tahun 1985 tetang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1994; d. UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun; e. UU No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak; f. UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun Uraian kerja instansi terkait dalam menunjang pengawasan pelaksanaan pengenaan dan pembayaran BPHTB a. PPAT /Notaris, KLN, Kantor Pertanahan melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Menyerahkan formulir SSB rangkap 5 yang telah disediakan kepada WP yang hendak membuat akta jual beli, pemenang lelang, atau WP yang mengajukan pendaftaran permohonan hak atas tanah. 2. Dengan berkoordinasi dengan KP. PBB, melakukan penelitian keabsahan SSB, melakukan pengecekan jumlah BPHTB yang dibayar sesuai dengan NJOP PBB yang berlaku atau jumlah BPHTB 2003 digitized by USU digital library 19

20 yang seharusnya dibayar, dan jika nilai transaksi lebih besar dari NJOP PBB (bagi Notaris/PPAT) melakukan pengecekan jumlah BPHTB yang dibayar sesuai dengan nilai transaksi. 3. Dalam hal BPHTB yang dibayar oleh Wajib Pajak kurang dari yang seharusnya, maka Wajib Pajak diharuskan terlebih dahulu melunasi BPHTB yang seharusnya terutang. 4. Menyampaikan laporan bulanan pembuatan akta PPAT (untuk PPAT), pembuatan Akta Notaris (Notaris), pembuatan risalah lelang (KLN) disertai foto copy SSB kepada Kepala KP. PBB paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, dan tembusannya dikirimkan ke Kepala Dinas/Sub Dinas Pendapatan Daerah. 5. Membantu memberikan penjelasan dan sosialisasi BPHTB di wilayah kerjanya. b. Dinas/Sub Dinas Pendapatan Daerah melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Mengadministrasikan laporan bulanan pembuatan akta PPAT/Akta Notaris, laporan bulanan pembuatan risalah lelang dari Kantor Lelang dan laporan tindak lanjut penyelesaian Wajib Pajak yang belum atau kurang bayar BPHTB dari Kantor Pertanahan setempat. 2. Melakukan evaluasi laporan bulanan dari PPAT dan Kantor Lelang serta laporan hasil tindak lanjut penyelesaian dari Kantor Pertanahan setempat. 3. Mengkoordinasikan secara periodik upaya-upaya intensifikasi pengenaan BPHTB. 4. Memberikan penjelasan dan sosialisasi BPHTB di wilayah kerjanya. c. Kantor Pelayanan PBB melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Mengadministrasikan laporan/pemberitahuan bulanan dan PPAT/Notaris, Kantor Pertanahan, Kantor Lelang Negara serta SSB lembar 3 dan Wajib Pajak. 2. Meneliti data SSB lembar 3 dan lembar Mengadministrasikan rekening koran dan SSB lembar 2 dari BOV. 4. Mengkonfirmasikan data rekening koran dengan SSB lembar Melaporkan realisasi penerimaan BPHTB kepada Kepala Kanwil DJP. 6. Menerbitkan, mengadministrasikan dan menagih STB, SKBKB, dan SKBKBT yang telah dibayar lunas oleh Wajib Pajak. 7. Membantu wajib pajak dalam hal terjadi kesalahan setor BPHTB dan memproses lebih lanjut ke KPKN. 8. Meneliti pemenuhan kewajiban BPHTB berdasarkan SSB, laporan bulanan PPAT, laporan bulanan risalah lelang oleh Kepala Kantor Lelang/Pejabat Lelang serta pemberitahuan bulanan kantor pertanahan digitized by USU digital library 20

21 9. Menerbitkan STB, SKBKB dan SKBKBT atas wajib pajak yang belum atau kurang bayar BPHTB dan menginformasikan kepada Kantor Pertanahan yang bersangkutan. 10. Memberikan data NJOP dan informasi lain yang diperlukan berkenaan dengan pelaksanaan BPHTB kepada Kantor Pertanahan dan Dipenda serta unit-unit/instansi terkait. 11. Berkoordinasi dengan unit-unit/instansi terkait dalam upaya peningkatan pengawasan pembayaran BPHTB. 12. Memberitahukan kepada Kepala Kantor Pertanahan nama-nama PPAT yang tidak lengkap mengisi laporan dan/atau kurang aktif menyampaikan laporan bulanan pembuatan akta. 13. Memberikan penjelasan dan sosialisasi BPHTB di wilayah kerjanya. 14. Memutahirkan data PBB berdasarkan SSB lembar 3. d. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Mengadministrasikan laporan pelaksanaan BPHTB dan KP.PBB dan unit-unit/instansi terkait. 2. Menghimpun dan memberitahukan daftar PPAT yang tidak lengkap mengisi laporan dan/atau kurang aktif menyampaikan laporan PPAT kepada Kepala Kanwil BPN. 3. Memberikan data NJOP dan informasi lain yang diperlukan dalam pelaksanaan BPHTB kepada Kanwil BPN dan Dipenda. 4. Melakukan pengawasan pelaksanaan pemutakhiran data PBB berdasarkan SSB lembar Melakukan pengawasan penerbitan STB, SKBKB, SKBKBT. 6. Memberikan penjelasan dan sosialisasi BPHTB di wilayah kerjanya. e. Bank Persepsi (Bank Tempat Pembayaran) melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Menerima pembayaran BPHTB sesuai jumlah nominal rupiah pada SSB. 2. Memberikan pengesahan/validasi pada setiap lembar SSB. 3. Menyerahkan SSB yang telah diberikan tanda pengesahan/validasi lembar 1, 3 dan 5 kepada wajib pajak. 4. Mengadministrasikan penerimaan Pembayaran BPHTB dan SSB ke-4 5. Melimpahkan penerimaan pembayaran BPHTB dengan dilampiri SSB lembar 2 kepada BO V setiap Hari Jum at atau hari kerja berikutnya apabila hari Jum at libur. 6. Menyampaikan rekening koran mingguan rangkap 2 kepada BO V. 7. Menyusun rekening koran sampai dengan akhir bulan dan menyampaikan kepada KPKN dan BO V. 8. Membantu memberikan penhjelasan mengenai BPHTB di wilayah kerjanya digitized by USU digital library 21

22 Daftar Singkatan A. BPHTB : Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan B. SPOP : Surat Pemberitahuan Objek Pajak C. LSPOP : Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak D. SPPT PBB : Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan E. STTS PBB : Surat Tanda Terima Setoran Pajak Bumi dan Bangunan F. NJOP : Nilai Jual Objek Pajak G. NPOP : Nilai Perolehan Objek Pajak H. NPOPKP : Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak I. NPOPTKP: Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak J. SSB : Surat Setoran BPHTB K. STB : Surat Tagihan BPHTB L. SKBKB : Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar M. SKBKBT : Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan N. SKBLB : Surat Ketetapan BPHTB Lebih Bayar O. SKBN : Surat Ketetapan BPHTB Nilai Bayar P. SKB : Surat Ketetapan Bebas BPHTB 2003 digitized by USU digital library 22

DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT SETORAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (SSPBB)

DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT SETORAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (SSPBB) LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- /PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, SURAT SETORAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN SURAT SETORAN BEA PEROLEHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

ALUR PENATAUSAHAAN BPHTB

ALUR PENATAUSAHAAN BPHTB ALUR PENATAUSAHAAN FORM : 1 & tgl Akta/RL/SKPHB PPAT/taris /KLN/BPN NOP KOMPILASI LAPORAN/PEMBERITAHUAN BULANAN DARI PPAT/NOTARIS/KA KLN/KA BPN SEKSI PENDATAAN DAN PENILAIAN Mengalihkan Hak (selain Pemberian

Lebih terperinci

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

5/3/2011 DASAR HUKUM BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) OBJEK BEA PEROLEHAN HAK ATAS PENGERTIAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS

5/3/2011 DASAR HUKUM BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) OBJEK BEA PEROLEHAN HAK ATAS PENGERTIAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS DASAR HUKUM BEA PEROLEHAN HAK ATAS (BPHTB) Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Terakhir

Lebih terperinci

Page : 1

Page : 1 LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 59/PJ/2009 TENTANG : BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, SURAT SETORAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN SURAT SETORAN BEA

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya

Walikota Tasikmalaya - 1 - Walikota Tasikmalaya PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor...

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor... UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Copyright (C) 2000 BPHN UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN *9928 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 1997 (21/1997) TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

POSBAKUMADIN CIREBON

POSBAKUMADIN CIREBON UNDANG-UNDANG (UU) Nomor: 21 TAHUN 1997 (21/1997) Tanggal: 29 MEI 1997(JAKARTA) Sumber: LN NO. 1997/44; TLN NO.3688 Tentang BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN. SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG

LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK DAERAH (SSPD) SURAT SETORAN PAJAK DAERAH Lembar 1 PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TIMUR ( S S P D ) Untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DEFINISI, OBYEK BPHTB BAB 1 A DEFINISI 1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB

DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB I. Dasar Hukum Pemungutan PBB 1. UU No. 6 Tahun 1983 diperbaharui dengan UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan 2. UU No. 12 tahun 1985 diperbaharui dengan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP TENTANG BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP TENTANG BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap MATRIKS PERBANDINGAN PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 39 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BUPATI LAMANDAU PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 39 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN BUPATI LAMANDAU PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 39 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang

Lebih terperinci

Pengantar. Pernyataan File ini bebas disebarluarkan oleh siapapun dengan cuma-cuma. 1 UU BPHTB

Pengantar. Pernyataan File ini bebas disebarluarkan oleh siapapun dengan cuma-cuma. 1  UU BPHTB Pengantar Undang-undang Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan [UU BPHTB] pertama kali disahkan dan diundangkan pada tanggal 29 Mei 1997 [UU No. 21 Tahun 1997] kemudian dirubah dengan UU No. 20 Tahun 2000

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

Lebih terperinci

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 07 Tahun 2011 SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KOTA SAMARINDA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Menimbang : a. Mengingat : 1. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 518/KMK. 04/2000 TAHUN 2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 518/KMK. 04/2000 TAHUN 2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 518/KMK. 04/2000 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH,

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH, PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU

Lebih terperinci

MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT

MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT Budi Lazarusli* ABSTRAK Pada tanggal 15 September 29 diundangkan undang-undang baru yakni UU No. 28 Tahun 29 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH

Lebih terperinci

KETENTUN PELAKSANA 14/PMK.03/2009 (NPOPTKP) DST. atep adya barata

KETENTUN PELAKSANA 14/PMK.03/2009 (NPOPTKP) DST. atep adya barata DASAR HUKUM Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.21 Tahun

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN RANCANGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGETAN, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011 NOMOR 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011 NOMOR 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 T E N T A N G BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 T E N T A N G BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 T E N T A N G BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

BUPATI GUNUNGKIDUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 3 JANUARI 2011 NOMOR : 1 TAHUN 2011 TENTANG : BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Sekretariat Daerah Kota

Lebih terperinci

TENTANG` BUPATI PATI,

TENTANG` BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG` BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Dan Dasar Hukum Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan ( BPHTB) 1. Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan ( BPHTB) Menurut Udang-undang Nomor 28 tahun

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pajak

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT 1 BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG

Lebih terperinci

SEPUTAR BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)

SEPUTAR BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) SEPUTAR BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) A. Pengertian BPHTB Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau yang disingkat dengan BPHTB, diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 9 TAHUN 2010 SERI B Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 4 SERI B

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 4 SERI B BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 4 SERI B PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a. bahwa dengan telah diundangkannya

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pajak daerah

Lebih terperinci

Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:

Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) A. Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut: a) Bahwa pajak merupakan sumber penerimaan negara yang penting

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi

Lebih terperinci

Penghitungan Wajib Pajak dalam SSB (Rp) BPHTB yang seharusnya terutang ,00 Pengurangan ( ,00) ( ,00) BPHTB terutang setelah

Penghitungan Wajib Pajak dalam SSB (Rp) BPHTB yang seharusnya terutang ,00 Pengurangan ( ,00) ( ,00) BPHTB terutang setelah Lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-19/PJ.6/1999 Tanggal : A. Cara Pengisian SSB Ir. Wepe Makmur memperoleh hibah sebidang tanah kosong seluas 5.000 m2 dari ayah kandungnya yang bernama

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 1 Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN SALINAN NOMOR 41/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2010 NOMOR 13 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat

Lebih terperinci

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 22 HLM, LD No 15 ABSTRAK : - bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI LAMPUNG TIMUR, : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 269/PJ/2001 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 269/PJ/2001 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL NOMOR KEP - 269/PJ/2001 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN BENTUK SERTA FUNGSI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (SSB)

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA 8 5 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBA TIMUR NOMOR 257.a TAHUN 2010

PERATURAN BUPATI SUMBA TIMUR NOMOR 257.a TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI SUMBA TIMUR NOMOR 257.a TAHUN 2010 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG 1 BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa Pajak Bea Perolehan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI, Menimbang : a. bahwa dengan terbentuknya Kabupaten

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBETULAN, PENGURANGAN, ATAU PEMBATALAN KETETAPAN DAN PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU,

PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf

Lebih terperinci

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANGGARAI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KONAWE UTARA,

BUPATI KONAWE UTARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 4 TAHUN 2012 T E N T A N G PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KABUPATEN KONAWE UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2011 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2011 T E N T A N G LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2011 T E N T A N G BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA CIMAHI NOMOR : 41 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KOTA CIMAHI

PERATURAN WALIKOTA CIMAHI NOMOR : 41 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KOTA CIMAHI PERATURAN WALIKOTA CIMAHI NOMOR : 41 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI ESA HILANG DUA TERBILANG PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI PERATURAN DAERAH KOTA TEBING TINGGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN SALINAN WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN SALINAN BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS RANCANGAN BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci