BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Waduk merupakan suatu kolam besar tempat menyimpan/menampung air ketika debit tinggi untuk digunakan pada debit rendah serta sebagai persediaan berbagai kebutuhan. Waduk buatan dibangun dengan cara membuat bendungan dan dialiri air sampai kapasitas tersebut penuh. Pada pekerjaan pembangunan waduk diperlukan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil survei pengukuran, observasi lapangan dan analisa laboratorium. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara mengumpulkan data yang tersedia pada instansi-instansi. Kebutuhan data primer terutama data/informasi spasial diperlukan untuk memenuhi tahapan perencanaan dan pelaksanaan, sehingga pekerjaan pembangunan waduk dapat tepat sasaran dan efektif. Sebagaimana kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang semakin pesat, teknologi pemetaan pun sudah sedemikian berkembang, baik dalam teknik akuisisi data maupun proses pengolahan dan penyajiannya. Alat serta metode akuisisi data dapat dipilih dengan mempertimbangkan berbagai aspek, salah satunya terkait dengan obyek atau daerah yang akan dipetakan Metode pengumpulan data spasial dalam pekerjaan pembangunan waduk dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi Electronic Total Station (ETS) maupun 3D Laser Scanner, dengan memberikan ketelitian yang tinggi, namun kedua teknologi tersebut membutuhkan biaya yang sangat mahal dan waktu yang relatif lama. Sehingga diperlukan suatu metode alternatif yang dapat digunakan dengan ketelitian baik, biaya yang murah dan waktu yang relatif cepat, yaitu menggunakan metode fotogrametri jarak dekat secara aerial. Fotogrametri jarak dekat merupakan suatu teknik pengukuran tiga dimensi tanpa kontak langsung dengan obyek dan menggunakan kamera untuk mendapatkan geometri obyek (Cooper & Robson, 1996). Salah satu cara pengambilan data pada fotogrametri jarak dekat yaitu pengambilan foto secara aerial, menggunakan wahana udara tanpa awak dan kamera format kecil (non metrik) sebagai instrumen pemotretan 1

2 2 udara. Pemanfaatan wahana udara tanpa awak sebagai wahana pembawa kamera telah banyak diaplikasikan pada beberapa pekerjaan, antara lain digunakan dalam pekerjaan desain jalur kereta api, jalan, perkebunan, pertambangan, konstruksi. Pada era globalisasi ini, perkembangan teknologi wahana udara tanpa awak di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dengan kehadiran beberapa produk wahana udara tanpa awak yang beredar dan digunakan oleh instansi pemerintah maupun swasta. Salah satu produk wahana udara tanpa awak yang sedang berkembang di Indonesia adalah Aibotix. Aibotix merupakan perusahaan produsen/pengembang wahana udara tanpa awak tipe multicopter yang berasal dari Jerman dan tergabung dalam salah satu bagian dari perusahaan Hexagon group. Kegiatan aplikatif ini dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan wahana udara tanpa awak Aibotix yang digunakan dalam pekerjaan pembangunan waduk. Pekerjaan pembangunan waduk dengan area yang relatif luas membutuhkan metode alternatif ini, sehingga dapat menghasilkan model yang dapat merepresentasikan bentuk/dimensi, model elevasi digital dan dapat menyajikan model genangan air waduk serta mengetahui kapasitas volume air waduk. Kegiatan aplikatif ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan data spasial yang dibutuhkan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan waduk Bajulmati, Banyuwangi, Jawa Timur. I.2. Lingkup Kegiatan Agar tidak menyimpang dari permasalahan dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka lingkup kegiatan pada kegiatan aplikatif ini sebagai berikut: 1. Kegiatan aplikatif ini dibatasi pada Area Of Interest seluas 150 ha di waduk Bajulmati. 2. Teknik pengumpulan data foto udara dengan menggunakan wahana udara tanpa awak Aibotix. 3. Data Ground Control Point sudah ada hasil survei GPS dengan metode RTK radio menggunakan GPS geodetik Leica GS10 dan Leica GS Model elevasi digital yang digunakan adalah model permukaan digital. 5. Pemodelan area genangan dan perhitungan volume air waduk diperoleh dengan menggunakan software 3D Reshaper.

3 3 I.3. Tujuan Kegiatan aplikatif ini bertujuan untuk melakukan pemodelan waduk Bajulmati dengan menggunakan wahana udara tanpa awak Aibotix. I.4. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari kegiatan aplikatif ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat menghasilkan orthophoto, model 3D serta model elevasi digital pada kawasan pembangunan waduk Bajulmati. 2. Dapat mengetahui model area genangan air waduk Bajulmati. 3. Dapat mengetahui kapasitas volume air pada Area Of Interest pemotretan udara. I.5. Landasan Teori Waduk Waduk adalah tampungan untuk menyimpan air pada waktu kelebihan agar dapat dipakai pada waktu diperlukan (Soedibyo, 2003:7). Waduk Bajulmati merupakan waduk serbaguna (multipurpose dam) dan mempunyai tipe bendungan berupa center core rock fill dam. Waduk tipe serbaguna merupakan waduk yang dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan. Tujuan pembangunan waduk Bajulmati adalah sebagai penyedia air baku untuk air bersih, irigasi, pembangkit micro hydropower, pengembangan wisata pada kompleks hutan taman nasional Baluran, perikanan dan konservasi air. Bendungan tipe center core rockfill dam merupakan bendungan tipe urugan batu dengan inti kedap air, yang dibangun dari hasil penggalian bahan (material) sebagai bahan pembentuk bangunan asli, tanpa tambahan bahan lain yang bersifat campuran secara kimiawi. Perencanaan bendungan memerlukan langkah-langkah yang matang mulai pengumpulan data sampai perencanaannya. Langkah awal yang dilakukan adalah adalah survei pendahuluan untuk mendapatkan data-data dasar mengenai kondisi lokasi daerah proyek dalam bentuk data teknis dan non teknis. Data-data hasil survei diteliti dan dianalisis untuk mendapatkan informasi teknis sebagai data masukan dalam perencanaan konstruksi bendungan. Perencanaan juga mempertimbangkan faktor-

4 4 faktor non teknis. Hasil perencanaan dalam bentuk dimensi konstruksi dan hidrolik ditransformasikan ke dalam bentuk gambar. Selanjutnya, dijadikan dasar untuk perhitungan estimasi biaya dan analisa ekonominya. Pelaksanaan pembangunan memerlukan jadwal kerja yang teliti dan mempunyai urutan-urutan yang efektif sehingga setiap komponen pekerjaan tidak saling tumpang tindih. Tahapan umum dalam perencanaan pembuatan bendungan/waduk yaitu : 1. Studi kelayakan pendahuluan (pre feasibility study) 2. Studi kelayakan (feasibility study) 3. Perencanaan tekis (detailed design) 4. Pelaksanaan pembangunan (construction) Dalam hal tersebut, bidang ilmu geodesi dan geomatika diperlukan sebagai penyedia data-data dasar, antara lain: peta topografi, peta udara Fotogrametri Digital Definisi Era digital semakin meluas sejak teknologi komputerisasi mengalami perkembangan yang cepat. Teknologi telah mengubah sistem analog menjadi digital dalam banyak bidang terutama untuk aplikasi fotogrametri jarak dekat dan satelit fotogrametri. Pekerjaan yang fleksibel dan ekonomis menjadi unsur utama keterlibatan sistem digital dalam aplikasi fotogrametri jarak dekat. Beberapa keuntungan menggunakan foto digital (Atkinson 1996): 1. Foto digital dapat ditampilkan dan diolah menggunakan komputer (tidak perlu alat optis ataupun mekanis). 2. Sistem pengolahannya stabil. 3. Penajaman gambar dapat dilakukan. 4. Automatisasi dapat dilakukan. Penggunaan kamera digital erat kaitannya dalam perkembangan era digital dan keekonomisannya untuk aplikasi fotogrametri jarak dekat. Kamera digital merupakan salah satu jenis kamera non-metrik yang sering digunakan untuk berbagai kepentingan. Kamera digital mamiliki komponen utama yang terdiri atas lensa, sensor, dan media penyimpanan. Kamera ini memiliki karakteristik desain yang berbeda dengan kamera analog. Perbedaan utamanya ialah pada media film seluloid yang diganti oleh sensor

5 5 optik elektrik seperti Charge Couple Device (CCD) atau Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS). CCD berfungsi mengubah photo yang jatuh mengenai permukaan sensor menjadi elektron yang selanjutnya elektron ini diakumulasikan ke dalam kapasitor dan diubah menjadi bentuk sinyal elektronik. CCD memiliki keunggulan di mana sensor lebih peka terhadap cahaya sehingga pada kondisi redup tanpa bantuan flash masih bisa menangkap obyek dengan baik. Semakin banyak piksel yang terdapat di dalam sensor, maka resolusinya semakin tinggi. Konsekuensi yang ditimbulkan ialah media penyimpanannya memerlukan kapasitas yang lebih besar (Suharsana 1997). Kamera digital juga dilengkapi dengan Liquid Crystal Display (LCD), yaitu layar monitor mini yang digunakan untuk melihat secara langsung hasil pemotretan yang dilakukan. Adanya LCD ini dapat membantu pengguna untuk memilih dan mengatur menu secara interaktif, serta apabila hasil pemotretan kualitasnya kurang baik, maka dapat langsung dihapus, kemudian dilakukan pemotretan ulang. Terdapat sebuah istilah yang dikenal dengan nama ppi (pixel per inch) pada kamera digital. Ppi menunjukkan jumlah piksel per inchi linear dalam sebuah foto. Resolusi foto tidak dapat dipisahkan dengan ppi. Semakin besar ppi maka jumlah piksel per satuan inchinya semakin banyak, sehingga obyek pada foto akan semakin jelas atau resolusi fotonya baik Prinsip dasar fotogrametri Prinsip yang digunakan dalam fotogrametri secara umum adalah prinsip kolinearitas (kesegarisan) yang dapat didefinisikan bahwa titik utama kamera, koordinat titik pada foto, dan posisi 3 dimensi titik tersebut pada ruang berada pada satu garis lurus. c Gambar I. 1. Kondisi kolinearitas (Atkinson, 1996).

6 6 Dalam fotogrametri, posisi dari sebuah obyek pada ruang didefinisikan pada sistem koordinat kartesian 3D. Pada awalnya, obyek didefinisikan pada sistem koordinat berkas. Kemudian dilakukan transformasi koordinat untuk mendapatkan koordinat obyek pada sistem koordinat tanah. Kedua sistem koordinat tersebut terdapat perbedaan orientasi dan skala, sehingga transformasi koordinat terdiri dari translasi, rotasi dan perubahan skala. Pusat dari sistem koordinat berkas merupakan pusat dari lensa kamera (pusat perspektif). Titik pusat lensa kamera diketahui, sehingga berkas sinar dari obyek yang melewati pusat lensa kamera akan jatuh pada sebuah titik pada bidang foto yang dapat diketahui koordinat fotonya. Persamaan kolinearitas untuk titik obyek A dan titik a yang terlihat pada foto dapat ditulis dalam persamaan matriks sebagai berikut (Atkinson, 1996). x a x o r 11 r 12 r 13 X A X O [ y a y o ] = μ 1 [ r 21 r 22 r 23 ] [ Y A Y O ] (I.1) c r 31 r 32 r 33 Z A Z O xa - xo= c [r 11 (X O X A ) + r 12 (Y O Y A ) + r 13 ( Z O Z A )] [r 31 (X O X A ) + r 32 (Y O Y A ) + r 33 ( Z O Z A )] (I.2) ya - yo = c [r 21 (X O X A ) + r 22 (Y O Y A ) + r 23 ( Z O Z A )] [r 31 (X O X A ) + r 32 (Y O Y A ) + r 33 ( Z O Z A )]..(I.3) Matriks R merupakan matriks rotasi : Rω = [ 0 cos ω sin ω]..(i.4) 0 sin ω cos ω cos φ 0 sin φ R φ = [ ]..(I.5) sin φ 0 cos φ cos κ sin κ 0 R κ = [ sin κ cos κ 0]..(I.6) R = RωRφRκ..(I.7) Elemen dari matriks rotasi diberikan pada persamaan I.8 berikut. cos ω. cos κ sin ω. sin φ. cos κ + sin ω. sin κ cos ω. sin φ. cos κ + sin ω. sin κ [ cos ω. sin κ sin ω. sin φ. sin κ + cos ω. cos κ cos ω. sin φ. cos κ + sin ω. cos κ ] sin φ sin ω. cos φ cos ω. cos φ.(i.8) Keterangan : xa, ya = koordinat titik A di foto.

7 7 xo, yo = koordinat titik pusat foto. XA, YA, ZA = koordinat titik A di permukaan bumi. XO, YO, ZO = koordinat pusat kamera. c = panjang fokus kamera. rij = elemen matriks rotasi. Rω = matriks rotasi terhadap sumbu X. Rφ = matriks rotasi terhadap sumbu Y. Rκ = matriks rotasi terhadap sumbu Z. I Kalibrasi kamera Kalibrasi kamera adalah suatu proses yang sangat penting dalam pengukuran Fotogrametri. Kalibrasi kamera merupakan proses penentuan parameter orientasi dalam dari sebuah kamera. Sebuah kamera dikatakan telah terkalibrasi apabila parameter panjang fokus (fx, fy), principle point, dan distorsi lensa (K1, K2, K3, P1, P2) telah diketahui. 1. Panjang fokus Panjang fokus adalah jarak tegak lurus antara titik pusat lensa (titik fokus) dengan bidang proyeksi kamera (CCD/CMOS) dalam kamera digital atau film dalam kamera analog. Nilai panjang fokus ini harus diketahui karena berhubungan dengan pengukuran obyek. Pada beberapa software pengolahan data, terdapat dua buah nilai panjang fokus hasil kalibrasi kamera yaitu panjang fokus dalam satuan panjang (mm) dan panjang fokus dalam piksel. Piksel pada sensor kamera non metrik kualitas rendah memiliki bentuk persegi panjang sehingga ukuran piksel ke arah x dan y berbeda, hal itu menyebabkan hasil dari kalibrasi kamera akan menyajikan nilai panjang fokus ke arah x (fx) dan panjang fokus ke arah y (fy) dalam satuan piksel. Panjang fokus fx sebenarnya merupakan hasil dari panjang fokus lensa f (dengan satuan milimeter) dan sx yaitu ukuran dari elemen individu sensor (dengan satuan piksel/milimeter), sama halnya dengan fy yang diperoleh dari panjang fokus lensa f dan sy. Berkaitan dengan foto udara tegak dikenal dengan istilah principle distance yaitu jarak tegak lurus antara titik pusat kamera dengan foto. Jarak ini sama

8 8 dengan panjang fokus yang telah terkalibrasi dan dikoreksi antara pembesaran/pengurangan rasio dengan penyusutan film atau ekspansi. 2. Titik pusat foto/principle point Principle point merupakan titik utama hasil proyeksi tegak lurus titik pusat perspektif (titik pusat proyeksi) pada bidang foto. Titik ini merupakan titik utama pada sistem koordinat foto. 3. Distorsi lensa Distorsi menyebabkan tidak tepatnya proyeksi dari pusat perspektif lensa terhadap bidang foto sehingga letak proyeksinya tidak tepat pada pusat sistem koordinat foto. Distorsi merupakan ketidaksesuaian bentuk obyek yang ada di dunia nyata dengan bentuk obyek pada foto. Hal ini disebabkan karena lensa yang digunakan memiliki kualitas yang kurang baik sehingga terjadi perubahan arah sinar yang keluar dari lensa dan yang masuk menjadi tidak sejajar. Distorsi pada lensa meyebabkan kesalahan geometrik atau bentuk obyek pada foto, namun tidak mengurangi ketajamannya dari hasil pemotretan kamera. Kesalahan tersebut mengakibatkan adanya penyimpangan geometri pada foto dengan geometri obyek sebenarnya. Distorsi lensa dibedakan menjadi dua yaitu distorsi radial dan tangensial (Wolf, 1993). Distorsi radial adalah pergeseran linier titik foto dalam arah radial terhadap titik utama dari posisi idealnya. Distorsi lensa biasa diekspresikan sebagai fungsi polinomial dari jarak radial (Δr) terhadap titik utama foto. Distorsi radial ke arah luar dianggap positif dan ke arah dalam dianggap negatif. Distorsi radial ke arah dalam disebut sebagai pinchusion distortion, dan distorsi radial ke arah luar disebut barrel distortion. Perbedaan keduanya dapat dilihat pada Gambar I. 2.

9 9 Gambar I. 2. Pinchusion distortion dan barrel distortion Distorsi radial dideskripsikan sebagai fungsi polinom dari jarak radial terhadap titik utama foto. δx = (x x p )(K 1 r 3 + K 2 r 5 + K 3 r 7 )... (I.9) δy = (y y p )(K 1 r 3 + K 2 r 5 + K 3 r 7 ). (I.10) dengan nilai r : r 2 = (x x p ) 2 +(y y p ) 2... (I.11) Dimana : δx, δy = besar distorsi radial K1, K2, K3 = parameter distorsi radial r = jarak radial Distorsi tangensial adalah pergeseran linier titik di foto pada arah normal (tegak lurus) garis radial melalui titik foto tersebut. Distorsi tangensial disebabkan kesalahan sentering elemen-elemen lensa dalam satu gabungan lensa dimana titik pusat elemen-elemen lensa dalam gabungan lensa tersebut tidak terletak pada satu garis lurus. pergeseran ini biasa dideskripsikan dengan dua persamaan kuadratik untuk pergeseran pada arah x (δx) dan arah y (δy). δx = [P1 [ r (x xp) 2 ] + 2P2 (x xp) (y yp)] (1+P3r 2 ) (I.12) δy = [2P1(x xp) (y yp) + 2P2( r (y yp) 2 )] (1+P3r 2 ).(I.13) Dimana : δx = besarnya pergeseran pada arah x δy = besarnya pergeseran pada arah y P1, P2, P3 = parameter distorsi tangensial r = jarak radial.

10 Geometri foto udara Foto udara tegak adalah foto udara yang dibuat dari pesawat terbang dengan arah sumbu optik kamera tegak lurus atau mendekati tegak lurus. Idealnya sumbu optik kamera kalaupun mengalami kemiringan tidak lebih dari 1º. Hanya saja dalam kenyataan pekerjaan pemotretan banyak mengalami gangguan (getaran pesawat dan dorongan angin) menyebabkan terjadinya perubahan posisi pesawat, bagian depan pesawat terdorong ke atas dan mengalami pergeseran ke arah sumbu Y sehingga foto udara yang benar-benar vertikal tidak dapat diperoleh. Oleh karena itu masih terdapat toleransi terhadap kemiringan/kesendengan sumbu optik ini sampai dengan 3º, lebih dari angka ini foto udara dianggap sebagai foto udara condong (tilted photograph). Khusus untuk foto udara condong terdapat teknik dan formula untuk pengukuran tersendiri, yang berbeda dari formula yang digunakan pada foto udara tegak. Gambar I. 3. Geometri sebuah foto udara tegak (Wolf, 1983) Beberapa formula persamaan yang biasa digunakan untuk menganalisis dan menghitung berbagai aspek pada fotogrametri mengasumsikan bahwa foto udara benar-benar tegak, meskipun kenyataannya mungkin tidak benar-benar tegak. Asumsi lainnya yang dipakai untuk menganalisis koordinat foto udara adalah bahwa sistem sumbu koordinat mempunyai titik asal pada titik utama (principal point) foto udara dan bahwa semua koordinat telah dikoreksi terhadap penyusutan, distorsi lensa, distorsi pembiasan atmosfer, dan distorsi lengkungan permukaan bumi. Oleh karena itu dalam setiap pengukuran perlu kehati-hatian agar tidak keliru dalam menarik kesimpulan.

11 Ground Sampling Distance (GSD) Ground Sampling Distance atau resolusi spasial adalah ukuran terkecil dari obyek yang terekam oleh kamera. Panjang dan lebar sensor kamera berpengaruh pada luas cakupan area yang terpotret. Panjang dan lebar sensor menentukan dalam perhitungan panjang basis udara untuk memperoleh pertampalan yang diinginkan. Ground Sampling Distance (GSD) juga dapat diartikan sebagai jarak di atas tanah yang diwakili tiap 1 piksel pada foto udara. Berikut ini rumus untuk memperoleh nilai GSD foto udara: GSD = resolusi piksel x asf...(i.14) atau, GSD = ( l/jumlah piksel ) x ( Hrata-rata/f )...(I.15) Keterangan : asf l Hrata-rata f : angka skala foto : ukuran lebar sensor : Tinggi terbang rata rata : fokus kamera Penjelasan dari parameter rumus Ground Sampling Distance (GSD) sebagai berikut. 1. Resolusi piksel. Piksel (dari bahasa picture element) merupakan unsur gambar atau representasi sebuah titik terkecil dalam sebuah gambar grafis yang dihitung per inchi. Jumlah piksel dalam sensor menentukan tingkat kehalusan foto atau resolusi yang dihasilkan. Resolusi piksel merupakan ukuran dari 1 buah piksel. Semakin kecil ukuran sebuah piksel semakin halus gambar yang dihasilkan. Rumus resolusi piksel adalah sebagai berikut. Resolusi piksel = panjang sensor/jumlah piksel (I.16.) 2. Skala foto Skala foto merupakan perbandingan antara jarak antar obyek di foto dengan jarak obyek yang sama di lapangan. Skala foto dapat juga berupa perbandingan antara panjang fokus kamera pemotretan dengan tinggi terbang wahana. Skala rata rata = f H.. (I.17) rata rata

12 12 Keterangan : f : panjang fokus kamera Hrata-rata : tinggi terbang rata-rata 3. Ukuran sensor kamera Kamera analog menggunakan plat film sebagai sensor, sedang pada kamera digital sensor yang digunakan berupa plat CCD (Charge Coupled Device) ataupun CMOS (Complementary Metal Oxide Semiconductor). Ukuran sensor pada kamera digital non-metrik yang ada saat ini sangat beragam Parameter Orientasi Luar/External Orientation Parameter Parameter orientasi luar dapat diperoleh dengan menggunakan 2 cara, yaitu cara pertama dengan proses restitusi foto, sedangkan cara kedua bundle adjustment atau triangulasi udara. 1. Orientasi pada foto udara Kraus (2007) menyebutkan bahwa proses orientasi meliputi: a. Model stereo dalam sistem koordinat 3D dibuat dari dua buah foto b. Setelah itu, model ditransformasikan ke dalam sistem koordinat 3D (XYZ) dalam sistem koordinat tanah Hubungan antara koordinat model (x, y, z) dengan koordinat tanah (X, Y, Z) dapat dijelaskan dalam persamaan (1.18) berikut. X xi x ( Y) = ( yi) + mr ( y) (I.18) Z zi z Proses pembentukan model melalui dua buah foto dan transformasi sistem koordinat sebagi berikut.

13 13 Gambar I. 4. Proses orientasi foto Keterangan: xi, yi, zi : oordinat pusat proyeksi kamera x, y, z : koordinat obyek pada sistem koordinat model X, Y, Z : koordinat obyek pada sistem kordinat tanah m : skala pada sistem xyz R : matriks rotasi 3D dalam sistem xyz ke sistem XYZ yang didefiniskan dalam Ω, φ, κ P1, P2,..P4 : obyek di permukaan bumi b : basis foto/jarak antara dua pusat foto yang bersebelahan O1, O2 : pusat proyeksi kamera Ω : rotasi pada sumbu x foto φ : rotasi pada sumbu y foto κ : rotasi pada sumbu z foto Santoso (2004) menyatakan bahwa Interior Orientation, Relative Orientation dan Absolute Orientation merupakan tahapan pembentukan

14 14 model 3D dari pasangan foto atau disebut dengan restitusi foto. Restitusi dapat diartikan sebagai pengembalian sesuatu yang hilang, atau rekonstruksi model (3D) dari pasangan foto (2D). Model ini kemudian digunakan sebagai panduan penurunan peta. Proses orientasi adalah sebagai berikut. a. Dalam konteks fotogrametri, dikenal beberapa sistem koordinat yang berhubungan dengan foto udara, yaitu: sistem koordinat foto, sistem koordinat model, dan sistem koordinat peta/tanah. Sistem koordinat foto adalah sistem koordinat dua dimensi sebuah foto dengan titik originnya adalah titik perpotongan garis tepi (fiducial mark). Foto yang diperoleh dari pemotretan udara, baik yang menggunakan kamera digital maupun analog yang kemudian disiam, memiliki sistem koordinat piksel, sehingga perlu ditransformasi ke sistem koordinat foto. Transformasi dari sistem koordinat piksel ke sistem koordinat foto merupakan salah satu bagian tahapan dalam orientasi dalam. Model matematis untuk orientasi dalam adalah Affine 2D (Mensah, 1999 dalam Harintaka, 2008). Transformasi Affine 2D dirumuskan dalam persamaan (1.15) dan (1.16) berikut x = a1 + a2u + a3v..... (1.19) y = a4 + a5u + a6v (1.20) dalam hal ini a1, a2, a3, a4, a5, a6 merupakan parameter transformasi yang terlebih dahulu ditentukan dengan menggunakan hasil pengukuran minimal 3 buah tanda tepi hasil kalibrasi kamera dengan posisinya dalam sistem koordinat piksel. Jika diketahui 4 atau lebih tanda tepi maka dengan persamaan (1.19) dan (1.20) dilakukan estimasi kuadrat terkecil. b. Orientasi relatif yaitu dua berkas sinar yang sepadan/berpasangan dari proyektor kiri dan kanan. Bila minimal 5 pasang sinar berpotongan, maka seluruh pasangan sinar dari kedua berkas membentuk model 3D. Dengan cara digital, orientasi relatif menggunakan syarat kesebidangan (coplanarity).

15 15 c. Dalam orientasi absolut, model 3D relatif yang masih dalam sistem koordinat instrumen (sembarang) ditransformasikan ke dalam sistem definitif. Pada tahap ini diperlukan minimal 3 titik kontrol model. Secara analog, terhadap model relatif dilakukan penyekalaan dan pendataran. Bila dilakukan secara numerik, maka yang digunakan rumus yang digunakan adalah transformasi sebangun 3D. 2. Bundle Block Adjustment Bundle Adjustment merupakan persamaan baku yang dapat diaplikasikan untuk beberapa orientasi fotogrametri dan masalah penentuan titik. (Konecny, 2003 dalam Tanjung, 2006). Prinsip bundle adjustment adalah menggunakan inverse persamaan (I.18) yang dimodifikasi untuk menunjukkan koordinat foto merupakan fungsi dari koordinat peta, sebagaimana ditunjukkan persamaan (I.21) dengan r 11,, r 33 merupakan fungsi rotasi terhadap sumbu X,Y,Z. Pembentukan matriks R atau R T (transpose matriks R) dapat dilihat secara detail pada Kraus (1994), Morgan (2004) dan Wolf (1983). Persamaan konform tiga dimensi yang terbentuk dalam rumus (I.21) : xp r11 r21 r31 Xp Xo ( yp) = 1 ( r12 r22 r32) [ Yp Yo]... (I.21) λ zp r13 r23 r33 Zp Zo Untuk menunjukkan bahwa posisi sebuah obyek yang berada di foto, di permukaan tanah dan pusat proyeksi berada dalam satu garis lurus maka dapat dibangun sebuah persamaan kolinier atau persamaan kesegarisan, yaitu dengan cara membagi baris ke-1 dan baris ke-2 dengan baris ke-3, sehingga diperoleh persamaan (I.22) dan (I.23) : xp = f r₁₁(xp xo)+r₂₁(yp yo)+r₃₁(zp zo)... (I.22) r₁₃(xp xo)+r₂₃(yp yo)+r₃₃(zp zo) yp = f r₁₂(xp xo)+r₂₂(yp yo)+r₃₂(zp zo) (I.23) r₁₃(xp xo)+r₂₃(yp yo)+r₃₃(zp zo) Persamaan (I.21) dan (I.22) merupakan persamaan non linear dan masih memiliki enam parameter yang belum diketahui nilai Xo, Yo, Zo, ω,φ,κ. Karena persamaan tersebut bukan merupakan persamaan liner maka dilakukan proses linearisasi dengan menggunakan deret Taylor yaitu

16 16 dengan menurunkan persamaan ke masing-masing parameter, sehingga diperoleh persamaan (I.23) dan (I.24) : xp = (xp)o + δxp δxo δxo + δxp δyo δxo + δxp δzo δxo + δxp δω δxp δxp δω + δφ + δκ δφ δκ (I.24) yp = (yp)o + δyp δxo δxo + δyp δyo δxo + δyp δzo δxo + δyp δω δyp δyp δω + δφ + δκ δφ δκ.. (I.25) Proses pembentukan persamaan normal untuk menyelesaikan persamaan (I.24) dan (I.25) dapat dilihat lebih lanjut pada Kraus (1994), Morgan (2004) dan Wolf (1983). Dalam proyek pemetaan udara, untuk keperluan efisiensi biaya dan mempercepat proses, dipergunakan titik kontrol tanah/gcp seminimum mungkin. Umumnya GCP ditempatkan pada setiap interval 4 s.d. 6 basis foto (Koneckny, 2003 dalam Harintaka, 2008). Untuk perapatan GCP tersebut dipergunakan triangulasi udara, dimana secara matematis menggunakan teknik hitungan Bundle Block Adjustment (BBA). Perapatan GCP ini menggunakan titik sekutu (umumnya berjumlah 6 buah) antar foto yang bertampalan, yang disebut sebagai tie point atau titik von Gruber. Keseluruhan GCP atau tie point tersebut dilakukan perataan (adjusment) secara serempak dengan menggunakan persamaan (I.24) dan (I.25) dengan ditambah koordinat titik (P) sehingga persamaan (I.24) dan (I.25) dapat diperluas menjadi persamaan (I.26) dan (I.27) berikut. xp = (xp)o + δxp δxo δxp δκ δκ + δxp δxp δxp + δxp δyp yp = (yp)o + δyp δxo δyp δκ δκ + δyp δxp δxp + δyp δyp δxo + δxp δyo δyo + δxp δzo δxp δxp δzo + δω + δφ + δω δφ δxp δyp + δzp... (I.26) δzp δxo + δyp δyo δyo + δyp δzo δyp δyp δzo + δω + δφ + δω δφ δyp δyp + δzp... (I.27) δzp Penentuan Posisi dengan GNSS Metode Real Time Kinematic Menurut Roberts (2004) mengatakan bahwa GNSS (Global Navigation Satellite System) merupakan suatu sistem navigasi dan penentuan posisi geospasial (bujur, lintang, dan ketinggian) dan waktu dengan cakupan dan referensi global yang

17 17 menyediakan informasi posisi dengan ketelitian yang bervariasi, yang diperoleh dari waktu tempuh sinyal radio yang dipancarkan dari satelit ke receiver. Beberapa satelit navigasi yang merupakan bagian dari GNSS dimiliki dan dikelola oleh beberapa negara, seperti GPS (Global Positioning System) milik Amerika, GLONASS milik Rusia, GALILEO milik Uni Eropa, COMPASS milik China, IRNSS (Indian Regional Navigation Satellite System) milik India, dan QZSS (Quasi-Zenith Satellite System) milik Jepang (Rizos, 2000). GPS (Global Positioning System) adalah sistem navigasi dan penentuan posisi berbasis satelit yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca. GPS didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti dan juga informasi waktu secara kontinyu di seluruh dunia (Abidin, 2007). Konsep penentuan posisi dengan GPS adalah space resection (pengikatan ke belakang) dengan jarak, yaitu dengan mengukur jarak ke beberapa satelit GPS yang telah diketahui koordinatnya secara simultan. Penentuan posisi GPS dilakukan dengan metode absolut dan metode relatif. 1. Penentuan posisi GPS dengan metode absolut. Penentuan posisi metode absolut merupakan metode penentuan posisi GPS yang paling mendasar, disebut juga dengan point positioning. Ketelitian yang dihasilkan dengan metode absolut tidak begitu tinggi, karena pada umumnya metode ini menggunakan data pseudorange, ataupun carrier beat phasecarrier beat phase yang telah diketahui cycle ambiguity nya. 2. Penentuan posisi GPS dengan metode relatif. Penentuan posisi metode relatif adalah metode penentuan posisi dengan cara menentukan vektor jarak antara dua stasiun pengamat. Vektor jarak ini lebih dikenal dengan jarak basis (baseline). Penentuan posisi dengan metode relatif sering disebut juga dengan penentuan posisi secara diferensial (differential positioning) atau Differential Global Positioning System (DGPS). Pada metode relatif, data ukuran pengamatan dapat berupa data pseudorange maupun carrier beat phase. Pada penentuan posisi teliti cenderung menggunakan data carrier beat phase (Leick, 1995). Penentuan posisi GPS metode relatif memiliki ketelitian yang relatif tinggi karena data yang digunakan berupa data pseudorange dan/atau data fase

18 18 dengan pengurangan data yang diamat oleh dua receiver GPS secara bersamaan. Dengan adanya proses pengurangan data, kesalahan jam receiver dan satelit dapat dihilangkan, serta kesalahan dan bias troposfer, ionosfer, atau ephemeris dapat direduksi. Tabel I. 1. Perbedaan penentuan posisi metode absolut dan metode relatif (Abidin, 2002) Parameter Metode absolut Metode relatif Jumlah receiver Satu receiver Minimal dua receiver Data yang Biasanya data pseudorange Bisa menggunakan digunakan dan data fase digunakan data pseudorange apabila ambiguitas fase dan/atau data fase sudah diketahui/diestimasi bersama dengan posisinya Ketelitian Tergantung pada tingkat Bervariasi dari titik ketelitian data serta menengah sampai geometri satelit tinggi Aplikasi utama Untuk navigasi Survei pemetaan, survei geodesi, maupun navigasi ketelitian tinggi Penentuan posisi dengan metode RTK merupakan penentuan posisi secara diferensial menggunakan data fase. Pada dasarnya, pengamatan dengan metode real time menggunakan satu receiver berada pada stasiun referensi yang koordinatnya telah diketahui. Receiver tersebut mengamati satelit GPS secara terus menerus, yang kemudian dengan menggunakan komunikasi tertentu, data koordinat serta koreksi pseudorange maupun fase dikirim secara kontinyu kepada satu atau lebih receiver rover untuk memperoleh posisi secara real time relatif terhadap stasiun referensi (Abidin, 2000).

19 19 Dalam penggunaan sistem RTK mempunyai tiga komponen penting: a. Stasiun referensi atau base station, terdiri dari receiver dan antenna. Base station berfungsi untuk mengolah data diferensial dan melakukan koreksi carrier phase yang dikirim via radio modem dari base station ke rover. Koreksi yang dihasilkan receiver pada base station masih dalam bentuk digital dan tidak dapat langsung dikirimkan ke stasiun rover, sehingga perlu diubah dalam bentuk gelombang radio. b. Stasiun rover, berfungsi untuk mengidentifikasi satelit-satelit pada daerah pengukuran dan menerima data diferensial dan koreksi carrier phase dari base station via radio link dengan radio modem. Koreksi carrier phase yang diterima oleh stasiun rover digunakan untuk mendapatkan posisi yang teliti. c. Data link (hubungan data) diferensial, berfungsi untuk mengirimkan data diferensial dan koreksi carrier phase dari base station ke rover melalui radio modem yang memanfaatkan band frekuensi UHF (Ultra High Frequency), VHF (Very High Frequency) ataupun HF (High Frequency) selain itu juga dapat memanfaatkan modem telepon dan GSM. Ketelitian tipikal posisi yang diberikan oleh sistem RTK adalah sekitar 1 s.d. 5 cm, dengan asumsi ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar (Abidin, 2000). Menurut Diggelen (1997), ada tiga jenis solusi pengukuran pada metode RTK, yaitu: a. Fixed. Receiver sudah terhubung dengan base station, memiliki ketelitian posisi 1 sampai dengan 5 cm, ambiguitas fase sudah terkoreksi, jumlah satelit yang ditangkap > 4, dan bias multipath sudah terkoreksi. b. Float. Receiver sudah terhubung dengan base station, memiliki ketelitian posisi > 5 cm, ambiguitas fase belum terkoreksi, jumlah satelit yang ditangkap 4 (too few satellite), bias multipath belum terkoreksi. c. Standalone. Receiver tidak terhubung dengan base station, memiliki ketelitian posisi > 1 m, ambiguitas fase belum terkoreksi, jumlah satelit yang ditangkap 4 (too few satellite), bias multipath belum terkoreksi. Abidin (2000) menyebutkan bahwa kesalahan GPS dapat dikelompokkan menjadi 5, yaitu:

20 20 1. Kesalahan dari satelit, yang terdiri dari: a. Ketidakpastian ephemeris. Kesalahan yang muncul karena orbit satelit yang disampaikan oleh ephemeris tidak sama dengan orbit satelit yang sebenarnya. b. Ketidakpastian jam satelit. Ketidakpastian jam satelit dapat menyebabkan kesalahan yang bisa mencapai 300 km. c. Selective availability. Penerapan kesalahan orbit yang disengaja. 2. Kesalahan dari medium propagasi. a. Bias troposfer. Ketebalan lapisan troposfer yang berkisar antara 9 s.d 16 km dapat berpengaruh terhadap sinyal GPS yang melewatinya, dimana sinyal GPS mengalami refraksi yang menyebabkan perubahan arah dan kecepatan sinyal GPS. b. Bias ionosfer. Kandungan elektron pada lapisan ionosfer dapat mempengaruhi propagasi sinyal GPS dalam kaitannya dengan kecepatan, arah, polarisasi, dan kekuatan sinyal GPS yang melaluinya. 3. Kesalahan pada receiver GPS. a. Ketidakpastian jam receiver. b. Koordinat stasiun GPS. c. Kesalahan yang terkait dengan antenna. d. Noise. 4. Kesalahan pada data pengamatan. a. Ambiguitas fase. Jumlah gelombang penuh yang tidak terukur oleh receiver GPS. b. Cycle slips. Ketidakkontinyuan jumlah gelombang penuh dari fase pembawa gelombang yang diukur karena pengamatan sinyal oleh receiver terputus. 5. Lingkungan sekitar receiver GPS. a. Multipath. Fenomena sinyal dari satelit GPS menuju receiver melewati dua atau lebih lintasan (path) yang berbeda. b. Imaging.

21 Teknologi UAV (Unmanned Aerial Vehicle) Aibotix Aibotix merupakan perusahaan produsen/pengembang wahana udara tanpa awak tipe multicopter yang berasal dari Jerman dan tergabung dalam salah satu bagian dari perusahaan Hexagon group. Aibotix adalah robot udara ultra-modern yang mudah untuk terbang dan memiliki tingkat robotika tinggi. Wahana terbang tersebut telah dikembangkan dengan teknologi terbaru multi-rotor, dan mampu membawa berbagai muatan sensor. Aibotix dapat dikendalikan dari jarak jauh, atau dapat diprogram sebelumnya melalui personal computer/laptop. Aibotix memiliki 6 baling-baling (hexacopter) yang terbang mandiri, khusus dirancang untuk menuntut tugas dalam kegiatan survei dan inspeksi industri. Wahana terbang tersebut dapat selalu menargetkan diri dalam semua mobilisasinya dan secara mandiri dapat membuat resolusi tinggi gambar maupun video. Aibotix mendukung untuk digunakan dalam berbagai tugas yaitu survei seperti di pertambangan, tempat pembuangan sampah, stok batubara, penciptaan gambar topografi, dokumentasi kemajuan konstruksi, survei dalam kota, foto udara, inspeksi saluran listrik overhead dan transmisi menara, pemeriksaan turbin angin, inspeksi jembatan, bendungan, inspeksi pipa minyak dan gas, pemeriksaan rel kereta api, dsb. Dalam satu set Aibotix dilengkapi oleh beberapa komponen yaitu 1 unit wahana pembawa kamera, 1 unit Live Video Package (LVP) untuk display langsung menampilkan video dari wahana tersebut, 1 unit Remote Control yang mampu menampilkan beberapa informasi seperti ketinggian terbang, lama pemotretan/terbang, tekanan udara, temperatur, kecepatan. Gambar I. 5. Bagian dari Aibotix (sumber:

22 22 Teknologi Aibotix yaitu dilengkapi beberapa komponen sensor yang terpasang dalam sistem tersebut. Tabel I. 2. Teknologi sensor pada sistem Aibotix. Sensor Sensor percepatan yang digunakan untuk mendapatkan posisi accelerometer dari wahana dengan melakukan integral percepatan itu sendiri sebanyak dua kali terhadap waktu. Sensor Sensor yang berfungsi untuk mengukur kecepatan sudut yang gyroscope dialami oleh wahana pada pitch, roll dan yaw. Sensor Instrumen yang digunakan untuk mengukur kekuatan atau arah magnetometers medan magnet di sekitar alat/wahana tersebut. Sensor Sensor yang digunakan untuk mengukur tekanan udara serta barometer mendeteksi peramalan cuaca. Sensor Sensor yang bekerja berdasarkan prinsip pantulan gelombang ultrasonic suara dan digunakan untuk mendeteksi keberadaan suatu objek tertentu di depannya Pembentukan dan Visualisasi Model 3D Model 3D dalam komputer grafis merupakan representasi secara matematis dari objek 3D yang dalam pembuatannya dibantu perangkat lunak khusus pemodelan 3D. Proses menampilkan model 3D sebagai gambar dua dimensi disebut e-3d render atau menggunakan simulasi komputer dalam menampilkan model 10 fisiknya (Yilmaz, 2000). Beberapa faktor yang mempengaruhi akurasi pembentukan model 3D yaitu (Anonim, 2015): 1. Resolusi foto Foto dengan resolusi yang tinggi, mampu menghasilkan akurasi yang tinggi karena lokasi objek dapat diketahui secara tepat. Resolusi foto mendefinisikan kemampuan suatu kamera digital atau film scanner. 2. Kalibrasi kamera Kalibrasi merupakan suatu proses penentuan panjang fokus kamera, principal point, dan distorsi lensa.

23 23 3. Sudut antara foto. Titik dan objek yang sama akan muncul jika pemotretan ditujukan pada objek dengan sudut yang kecil. Misalnya, suatu titik akan muncul jika dua foto dilakukan pemotretan dengan jarak yang dekat. 4. Kualitas orientasi foto Kualitas orientasi foto merupakan faktor orientasi luar (exterior orientation). Salah satu faktor yang berpengaruh pada akurasi suatu objek adalah posisi setiap kamera yang teliti. 5. Redundansi foto Sebuah titik atau posisi objek akan lebih teliti jika muncul pada banyaknya foto yang akan dilakukan proses, dibandingkan hanya dengan dua foto. 6. Target Posisi foto lebih mudah diidentifikasi jika menggunakan target. Ketelitian titik 3D akan tepat jika lokasi pada setiap foto saling terikat Aristia (2014) menjelaskan bahwa pada umumnya tujuan dari pengolahan foto dalam survei udara dengan wahana udara tanpa awak adalah untuk membangun model 3D bertekstur. Prosedur pengolahan foto dan pembentukan model 3D dengan software Agisoft Photoscan terdiri dari empat tahap utama Tahap alignment. Pada tahap ini diawali dengan proses image matching, serta menemukan posisi kamera untuk setiap gambar dan memasukkan parameter kalibrasi kamera untuk menghilangkan efek distorsi pada foto. Sehingga sparse point cloud dan formasi posisi kamera terbentuk. Sparse point cloud merupakan hasil penyelarasan dari beberapa foto dan tidak akan langsung digunakan dalam prosedur pembentukan model 3D. Misalnya, sparse point cloud dapat digunakan sebagai referensi dalam pengeditan model 3D. Sebaliknya, untuk formasi posisi kamera diperlukan untuk proses selanjutnya dalam pembentukan model 3D Tahap membangun dense point cloud. Dense point cloud merupakan salah satu metode yang paling sesuai untuk memodelkan obyek yang memiliki tekstur. Metode ini termasuk metode semi-otomatis karena proses pembentukan point cloud dapat dilakukan secara otomatis dengan melakukan sedikit pengaturan setelah semua foto yang diperlukan melalui proses

24 24 referencing terlebih dahulu. Dengan kemampuan menghasilkan point cloud yang sangat kecil dan rapat pembentukan model menghasilkan bentuk yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Proses pengolahan foto dengan metode ini dilakukan secara stereo matching kualitas point cloud yang dihasilkan sangat bergantung pada proses image matching daerah yang bertampalan pada foto Tahap membangun mesh. Prinsip dasar pembentukan mesh adalah melakukan pembentukan poligon di permukaan obyek berdasarkan titik-titik dense point cloud. Poligon-poligon tersebut pada umumnya berbentuk segitiga dan segiempat yang kemudian digabungkan satu sama lain sehingga membentuk suatu permukaan obyek yang solid. Pada perangkat lunak Agisoft PhotoScan poligon yang menyusun permukaan model 3D disebut face/surface sedangkan titik-titik perpotongan antar poligon yang membentuk jaring segitiga disebut vertex. Gambar I. 6. Face dan vertex penyusun permukaan model 3D ( Tahap pemberian tekstur pada obyek. Pemberian tekstur ini bisa dilakukan dengan cara memanggil tekstur dari foto aslinya atau memberikan tekstur yang tersedia dalam software pengolahan data.

25 25 Mulai Masukan foto Align foto (Otomatisasi identifikasi tie point) -Exterior orientation -Koordinat tie point - Kalibrasi kamera Build dense cloud Pembentukan mesh Pembentukan tekstur Model 3D Selesai Gambar I. 7. Diagram alir pengolahan model 3D pada software Agisoft PhotoScan I.5.6. Pemodelan Digital Elevation Model (DEM) Pemodelan permukaan merupakan istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan suatu proses menyajikan permukaan nyata atau tiruan secara matematis. Pemodelan permukaan bumi merupakan kategori khusus dari pemodelan permukaan yang berkaitan dengan problem khusus untuk menyajikan bentuk permukaan bumi (Djurdjani, 1999).

26 26 Gambar I. 8. Pembentukan digital elevation model pada kegiatan fotogrametri (Priastina, 2006 dalam Giri, 2012) Digital elevation model merupakan model permukaan bumi yang terbentuk dari titik titik yang memiliki nilai koordinat 3 Dimensi (X, Y, Z). Titik-titik tersebut dapat berupa titik sample permukaan bumi atau titik hasil interpolasi atau ekstrapolasi titiktitik sample. Digital elevation model dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, seperti pengukuran langsung dilapangan, photogrametric data capture (manual, semi otomatis, dan otomatis), digitasi peta topografi, dan dari sumber lain (RADAR, sonar, laser altimetry). Digital Elevation Model (DEM) dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu Digital Surface Model (DSM) dan Digital Terrain Model (DTM) (intermaps, 2012). Digital surface model adalah model permukaan bumi digital yang memuat elevasi fitur-fitur alami permukaan tanah dan segala obyek yang ada di permukaan tanah, baik obyek alami maupun obyek buatan manusia (Intermap, 2012). Perolehan data digital surface model bisa melalui data dari peta, image matching, maupun pengukuran secara langsung dilapangan. Pada proses pembuatan data digital surface model dengan fotogametri, semua objek yang ada pada permukaan bumi baik objek alami dan objek buatan manusia dianggap sebagai permukaan tanah. Pohon, bangunan dan objek apa saja yang ada pada permukaan bumi pada saat melakukan foto udara akan dimodelkan sebagai data digital surface model. Sedangkan digital terrain model adalah model medan digital yang hanya memuat elevasi fitur-fitur alami permukaan tanah terbuka

27 27 tanpa obyek penutup di atasnya baik alami maupun buatan manusia (Intermap, 2012). Digital terrain model adalah sistem informasi yang menyimpan, memanipulasi, dan menampilkan informasi tentang permukaan. Informasi yang ditampilkan adalah permukaan tanahnya saja. Istilah Digital terrain model ini pertama kali diperkenalkan oleh Miller dan La Flame pada tahun Sejak itu istilah ini banyak digunakan dan dikembangkan dibidang surveying, geologi, geografi, sipil dan perencanaan serta disiplin ilmu kebumian lainnya. Distribusi data Digital Terrain Model (DTM) adalah sebagai berikut: 1. Digital terrain model grid mempunyai titik-titik digital terrain model yang tersebar secara merata pada seluruh permukaan model dan teratur dalam interval tertentu. Titik digital terrain model dapat berupa titik sampel maupun titik hasil interpolasi titik sampel. Permukaan model terbentuk oleh grid yang menghubungkan titik digital terrain model. 2. Digital terrain model TIN menggunakan titik-titik yang tersebar secara tidak teratur pada permukaan model. Permukaan model TIN adalah jaring bidang segitiga yang terbentuk dari triangulasi titik-titik digital terrain model. 3. Digital terrain model kontur menyajikan topografi permukaan bumi dalam bentuk garis-garis kontur yang menghubungkan titik-titik yang memiliki nilai ketinggian yang sama. Digital terrain model kontur didapat dari tracing/plotting model stereo citra dan dari hasil interpolasi digital terrain model Grid atau TIN. I.5.7. Perhitungan Volume dengan Software 3DReshaper Perhitungan volume air waduk dalam software 3DReshaper dikenal dengan menggunakan overbreak and underbreak atau yang biasa dikenal dengan metode cut and fill. Metode cut and fill yaitu menghitung luasan dua penampang serta jarak antara penampang atas (penampang muka air) dan penampang bawah (model elevasi digital) tersebut. Dengan mengetahui data penampang atas dan penampang bawah, maka dapat dihitung luas masing-masing penampang. Volume dihitung dari DEM yang dibentuk dari jaring-jaring segitiga (TIN). Jaring segitiga inilah yang akan membentuk suatu geometri prisma dari dua surface. Surface dibedakan menjadi dua yaitu design surface

28 28 dan base surface. Design surface merupakan surface yang akan dihitung volumenya sedangkan base surface merupakan surface yang dijadikan sebagai alas. Visualisasi penghitungan volume dapat dilihat pada gambar I.10. Gambar I. 9. Visualisasi penghitungan volume dengan metode cut and fill (Geodis-Ale, 2012) Gambar I.9 di atas menunjukan bahwa volume total dari suatu area dihitung dari penjumlahan volume semua prisma. Volume prisma dihitung dengan mengalikan permukaan proyeksi (Ai) dengan jarak antara pusat massa dari dua segitiga yaitu desain surface dan base surface (di). Rumus penghitungan volume dengan prism method dapat dilihat pada rumus I.28. (Geodis-Ale, 2012) Vi = Ai x di... (I.28) Keterangan: Vi Ai di : Volume prisma : Luas bidang permukaan proyeksi : Jarak antara pusat massa dua segitiga surface desain dan base desain. Rumus penentuan volume di atas secara terperinci dapat dijelaskan oleh rumus triangular prism yang dikemukakan oleh Pfilipsen. Persamaan triangular prism dapat dilihat pada persamaan I.31, I.32, dan I.33 (Pfilipsen, 2006) sebagai berikut. hmi = hi1+hi2+hi3 (I.31) 3 Vi = Fi x hmi... (I.32) n V = i=0 Vi = Fi x hmi..... (I.33)

29 29 Keterangan: i : segitiga ke-i n : jumlah seluruh segitiga hi1, hi2 : tinggi tiap titik pada satu segitiga hmi : tinggi rata-rata dari satu segitiga V : volume objek Vi : volume dari satu segitiga Fi : area dari satu segitiga

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang American Society of Photogrammetry (Falkner dan Morgan, 2002) mendefinisikan fotogrametri sebagai seni, ilmu dan teknologi mengenai informasi terpercaya tentang objek fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 pasal 1 tentang Cagar Budaya menjelaskan bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PT. Bukit Asam (Persero) adalah salah satu BUMN di Indonesia yang bergerak dalam bidang penyedia energi yang berada di desa Tanjung Enim, kecamatan Lawang kidul, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1 BB II DSR TEORI 2.1. Pemetaan Peta adalah penyajian grafis dari seluruh atau sebagian permukaan bumi pada suatu bidang datar dengan skala dan sistem proyeksi peta tertentu. Peta menyajikan unsurunsur di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemodelan tiga dimensi suatu obyek di atas permukaan bumi pada saat ini dapat dilakukan dengan cara teristris maupun non-teristris, menggunakan sensor aktif berupa

Lebih terperinci

II.1. Persiapan II.1.1. Lokasi Penelitian II.1.2. Persiapan Peralatan Penelitian II.1.3. Bahan Penelitian II.1.4.

II.1. Persiapan II.1.1. Lokasi Penelitian II.1.2. Persiapan Peralatan Penelitian II.1.3. Bahan Penelitian II.1.4. DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... v PERNYATAAN... vi PERSEMBAHAN... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR ISTILAH... xvi INTISARI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Di zaman modern ini, ilmu dan teknologi Geodesi dan Geomatika terus berkembang guna menyediakan dan mendukung tersedianya data spasial. Bukan hanya data spasial topografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tugu Yogyakarta adalah sebuah monumen yang menjadi simbol Kota Yogyakarta. Monumen ini berada tepat di tengah perempatan Jalan Pengeran Mangkubumi, Jalan Jendral Sudirman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, menyebutkan Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tediri dari tiga lempeng bumi yang bergerak secara aktif, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Teknologi foto udara saat ini sudah berkembang sangat pesat, yaitu dari analog menjadi digital. Hal itu merupakan upaya untuk mendapatkan gambaran permukaan bumi secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tersedianya data spasial, tidak lepas dari keberadaan ilmu Geodesi dan Geomatika. Ilmu Geodesi dan Geomatika memiliki kompetensi dalam penyediaan data spasial dua

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi BB 2 DSR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi Pemetaan objek tiga dimensi diperlukan untuk perencanaan, konstruksi, rekonstruksi, ataupun manajemen asset. Suatu objek tiga dimensi merupakan

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH BAB 3 PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas prosedur yang dilakukan pada percobaan ini. Fokus utama pembahasan pada bab ini adalah teknik kalibrasi kamera, penentuan offset GPS-kamera, akuisisi data di lapangan,

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN

I. BAB I PENDAHULUAN I. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi, penggunaan action camera untuk pengumpulan data geospasial menjadi sesuatu yang penting dan menjadi populer. Berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Efisiensi biaya pada pemetaan menggunakan metode foto udara sangat dipengaruhi oleh jenis kamera yang digunakan. Untuk luas area yang relatif lebih kecil (±100ha) pemotretan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi saat ini berpengaruh besar pada bidang survei dan pemetaan. Metode pengumpulan data spasial saat ini tidak hanya dilakukan secara langsung di lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada era pembangunan dewasa ini, kebutuhan akan informasi mengenai posisi suatu obyek di muka bumi semakin diperlukan. Posisi suatu obyek terkait langsung dengan kualitas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I (Individu)

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I (Individu) LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I (Individu) KALIBRASI KAMERA DENGAN SOFTWARE PHOTOMODELER SCANNER TANGGAL PRAKTIKUM : 2 Desember 2014 Disusun Oleh NAMA NIM KELAS : Nur Izzahudin : 13/347558/TK/40748 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi pengolahan data fotogrametri semakin pesat. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil pengolahan data fotogrametri khususnya data foto udara

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011)

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011) BAB 2 STUDI REFERENSI Penelitian ini menggunakan metode videogrametri. Konsep yang digunakan dalam metode videogrametri pada dasarnya sama dengan konsep dalam metode fotogrametri. Konsep utamanya adalah

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 2 STUDI REFERENSI BAB 2 STUDI REFERENSI Pada bab ini akan dijelaskan berbagai macam teori yang digunakan dalam percobaan yang dilakukan. Teori-teori yang didapatkan merupakan hasil studi dari beragai macam referensi. Akan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2. 1 Fotogrametri

BAB II DASAR TEORI 2. 1 Fotogrametri BAB II DASAR TEORI 2. Fotogrametri Salah satu teknik pengumpulan data objek 3D dapat dilakukan dengan menggunakan teknik fotogrametri. Teknik ini menggunakan foto udara sebagai sumber data utamanya. Foto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi berupa ruang yang sangat luas tetapi terbatas. Keterbatasan ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang berdampak pada

Lebih terperinci

BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI

BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI Pada bab ini akan dijelaskan tentang perbandingan tingkat kualitas data, terutama perbandingan dari segi geometri, selain itu juga akan dibahas mengenai

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI

PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI BAB 3 PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI Bab ini menjelaskan tahapan-tahapan dari mulai perencanaan, pengambilan data, pengolahan data, pembuatan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI LITERATUR

BAB 2 STUDI LITERATUR BAB 2 STUDI LITERATUR Dalam bab ini akan dibahas studi referensi dan dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini. Terutama dibahas tentang pemodelan 3D menggunakan metode fotogrametri rentang dekat

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Disampaikan Dalam Acara Workshop Geospasial Untuk Guru Oleh Ir.Endang,M.Pd, Widyaiswara BIG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911

Lebih terperinci

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Di dalam dunia pertambangan tidak terlepas dari hal mengenai kelerengan. Hal ini dapat dilihat dari struktur dan bentuk dari final wall yang terbentuk akibat proses penambangan

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN

BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN 3.1. Perencanaan Pekerjaan Perencanaan pekerjaan pemetaan diperlukan agar pekerjaan pemetaan yang akan dilakukan akan berhasil. Tahap pertama dalam perencanaan

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Candi Borobudur merupakan candi terbesar di Indonesia. Candi yang berada di wilayah administratif Kabupaten Magelang dan terletak di atas bukit. Candi Borobudur dikeliling

Lebih terperinci

PEMBUATAN MODEL ORTOFOTO HASIL PERKAMAN DENGAN WAHANA UAV MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FOTOGRAMETRI

PEMBUATAN MODEL ORTOFOTO HASIL PERKAMAN DENGAN WAHANA UAV MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FOTOGRAMETRI PEMBUATAN MODEL ORTOFOTO HASIL PERKAMAN DENGAN WAHANA UAV MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FOTOGRAMETRI Virgus Ari Sondang 1) 1) Program Studi Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Jl.

Lebih terperinci

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR 51 BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR 5.1 Data Airborne LIDAR Data yang dihasilkan dari suatu survey airborne LIDAR dapat dibagi menjadi tiga karena terdapat tiga instrumen yang bekerja secara

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Konsep Dasar Pengolahan Citra Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Definisi Citra digital: kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik (array) dua-dimensi yang berisi nilai-nilai real

Lebih terperinci

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK Oleh : Sarkawi Jaya Harahap 3511 1000 04 Dosen Pembimbing : Hepi Hapsari Handayani, S.T, Ms.C Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r) BAB IV ANALISIS 4.1. Analisis Kalibrasi Kamera Analisis kalibrasi kamera didasarkan dari hasil percobaan di laboratorium dan hasil percobaan di lapangan. 4.1.1. Laboratorium Dalam penelitian ini telah

Lebih terperinci

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. BAB III PENGOLAHAN DATA 3.1. Pengolahan Data LIDAR 3.1.1. Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. Sistem LIDAR Jarak Laser Posisi

Lebih terperinci

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (20XX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1 Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi

Lebih terperinci

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan :

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan : Tujuan : KOREKSI GEOMETRIK 1. rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar kordinat citra sesuai dengan kordinat geografi 2. registrasi (mencocokkan) posisi citra dengan citra lain atau

Lebih terperinci

METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY

METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY Husnul Hidayat*, Agung Budi Cahyono, Mohammad Avicenna Departemen Teknik Geomatika FTSLK-ITS, Kampus ITS

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL Nama : Rukiyya Sri Rayati Harahap NIM : 12/334353/GE/07463 Asisten : 1. Erin Cakratiwi 2. Lintang Dwi Candra Tanggal : 26 November 2013 Total:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukaan bumi yang tidak rata membuat para pengguna SIG (Sistem Informasi Geografis) ingin memodelkan berbagai macam model permukaan bumi. Pembuat peta memikirkan

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR III.1 Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) atau sering juga disebut DEM, merupakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Unmanned Surface Vehicle (USV) atau Autonomous Surface Vehicle (ASV)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Unmanned Surface Vehicle (USV) atau Autonomous Surface Vehicle (ASV) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unmanned Surface Vehicle (USV) Unmanned Surface Vehicle (USV) atau Autonomous Surface Vehicle (ASV) merupakan sebuah wahana tanpa awak yang dapat dioperasikan pada permukaan air.

Lebih terperinci

TAHAPAN STUDI. Gambar 3-1 Kamera Nikon D5000

TAHAPAN STUDI. Gambar 3-1 Kamera Nikon D5000 BAB 3 TAHAPAN STUDI Dalam bab ini akan dibahas rangkaian prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini yang dimulai dari peralatan yang digunakan, proses kalibrasi kamera, uji coba, dan pengambilan data

Lebih terperinci

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data...

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data... DAFTAR ISI 1. BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Pertanyaan Penelitian... 4 1.4 Tujuan Penelitian... 4 1.5 Manfaat Penelitian... 4 2. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Salah satu kegiatan eksplorasi seismic di darat adalah kegiatan topografi seismik. Kegiatan ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan komoditas bahan tambang melimpah. Batubara merupakan salah satu komoditas bahan tambang tersebut. Dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat dengan bantuan penyelarasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Listrik merupakan sumber energi yang paling vital di dunia ini. Perusahaan Listrik Negara (PLN) terus berupaya memberikan pelayanan terbaik dalam memasok energi listrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya permintaan akan pemetaan suatu wilayah dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula berbagai macam metode pemetaan. Dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.1.1 Mengetahui perhitungan paralaks dengan menggunakan pengukkuran lembar per lembar dan orientasi stereoskopik 1.1.2 Menghitung base photo, tinggi terbang, serta skala foto

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Volume penggalian dan penimbunan suatu material merupakan hal yang penting dalam banyak pekerjaan teknik dan pertambangan.

1.1 Latar Belakang Volume penggalian dan penimbunan suatu material merupakan hal yang penting dalam banyak pekerjaan teknik dan pertambangan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Volume penggalian dan penimbunan suatu material merupakan hal yang penting dalam banyak pekerjaan teknik dan pertambangan. Akurasi bentuk dan estimasi volume dari material

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

Key word : digital surface model, digital terrain model, slope based filtering.

Key word : digital surface model, digital terrain model, slope based filtering. ABSTRACT Aerial photogrametry is one of methods to produce digital elevation model data. Nowaday, almost aerial photogrametry use image matching technique to make digital elevation model data. The main

Lebih terperinci

Analisa Kalibrasi Kamera Sony Exmor Pada Nilai Orientasi Parameter Interior untuk Keperluan Pemetaan (FUFK)

Analisa Kalibrasi Kamera Sony Exmor Pada Nilai Orientasi Parameter Interior untuk Keperluan Pemetaan (FUFK) A160 Analisa Kalibrasi Kamera Sony Exmor Pada Nilai Orientasi Parameter Interior untuk Keperluan Pemetaan (FUFK) Mohammad Avicenna, Agung Budi Cahyono, dan Husnul Hidayat Departemen Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRIP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill

Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRIP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Jun, 2013) ISSN: 2301-9271 1 Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRIP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill Firman Amanullah dan Khomsin Jurusan

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Objek tiga dimensi (3D) merupakan suatu objek yang direpresentasikan dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi. Data objek tiga dimensi secara spasial umumnya diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia hidup di bumi yang merupakan dunia 3D. Para peneliti dan insinyur kebumian telah lama mencoba membuat tampilan grafis tentang aspek spasial 3D dari dunia nyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peta merupakan representasi dari permukaan bumi baik sebagian atau keseluruhannya yang divisualisasikan pada bidang proyeksi tertentu dengan menggunakan skala tertentu.

Lebih terperinci

Transformasi Datum dan Koordinat

Transformasi Datum dan Koordinat Transformasi Datum dan Koordinat Sistem Transformasi Koordinat RG091521 Lecture 6 Semester 1, 2013 Jurusan Pendahuluan Hubungan antara satu sistem koordinat dengan sistem lainnya diformulasikan dalam bentuk

Lebih terperinci

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis Pendahuluan Data yang mengendalikan SIG adalah data spasial. Setiap fungsionalitasyang g membuat SIG dibedakan dari lingkungan analisis lainnya adalah karena berakar pada keaslian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kamera

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kamera BAB II DASAR TEORI.1 Kamera Dalam ilmu fotogrametri, dilihat dari teknik pengambilan datanya, foto dibedakan menjadi dua kategori yaitu foto udara dan foto terestrial. Pada foto terestrial proses perekaman

Lebih terperinci

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) Direktorat Pengukuran Dasar Deputi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2011 MODUL

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Metode Real Time Point Precise Positioning (RT-PPP) merupakan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi saat ini sudah semakin maju, hal ini juga berkaitan erat dengan perkembangan peta yang saat ini berbentuk digital. Peta permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 3.1 Data yang Digunakan Data GPS yang digunakan dalam kajian kemampuan kinerja perangkat lunak pengolah data GPS ini (LGO 8.1), yaitu merupakan data GPS yang memiliki panjang

Lebih terperinci

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan PERPETAAN - 2 Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yang sebagian datanya diperoleh dari photo

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

ANALISIS KETINGGIAN MODEL PERMUKAAN DIGITAL PADA DATA LiDAR (LIGHT DETECTION AND RANGING) (Studi Kasus: Sei Mangkei, Sumatera Utara)

ANALISIS KETINGGIAN MODEL PERMUKAAN DIGITAL PADA DATA LiDAR (LIGHT DETECTION AND RANGING) (Studi Kasus: Sei Mangkei, Sumatera Utara) Geoid Vol. No., Agustus 7 (8-89) ANALISIS KETINGGIAN MODEL PERMUKAAN DIGITAL PADA DATA LiDAR (LIGHT DETECTION AND RANGING) Agung Budi Cahyono, Novita Duantari Departemen Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus

Lebih terperinci

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP Oleh A. Suradji, GH Anto, Gunawan Jaya, Enda Latersia Br Pinem, dan Wulansih 1 INTISARI Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90 BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil dari setiap proses yang telah dilakukan dan dibahas pada bab sebelumnya baik dari kalibrasi kamera sampai pada pengolahan data yang telah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fotogrametri Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh pengukuran-pengukuran yang terpercaya dari benda-benda di atas citra fotografik (Avery, 1990). Fotogrametri

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA PERPETAAN - 2 KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan Extra

Lebih terperinci

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016 Model Data pada SIG Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 1 Materi Sumber data spasial Klasifikasi

Lebih terperinci

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan Pengumpulan dan Integrasi Data Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengetahui sumber data dari GIS dan non GIS data Mengetahui bagaimana memperoleh data raster dan vektor Mengetahui

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki daerah pegunungan yang cukup luas. Tingginya tingkat curah hujan pada sebagian besar area pegunungan di Indonesia dapat menyebabkan

Lebih terperinci

Pemetaan Foto Udara Menggunakan Wahana Fix Wing UAV (Studi Kasus: Kampus ITS, Sukolilo)

Pemetaan Foto Udara Menggunakan Wahana Fix Wing UAV (Studi Kasus: Kampus ITS, Sukolilo) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-403 Pemetaan Foto Udara Menggunakan Wahana Fix Wing UAV (Studi Kasus: Kampus ITS, Sukolilo) Ahmad Solihuddin Al Ayyubi, Agung

Lebih terperinci

Metode Titik Kontrol Horisontal 3.1. Metode Survei Klasik Gambar. Jaring Triangulasi

Metode Titik Kontrol Horisontal 3.1. Metode Survei Klasik Gambar. Jaring Triangulasi 3. Metode Titik Kontrol Horisontal Dalam pekerjaan survei hidrografi di lapangan, survei topografi juga perlu dilakukan untuk menentukan kerangka kawasan pantai secara geografis. Dimana survey topografi

Lebih terperinci

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV 3.1. Persiapan Sebelum kegiatan survei berlangsung, dilakukan persiapan terlebih dahulu untuk mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkan selama kegiatan survei

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Galian dan Timbunan Galian dan timbunan atau yang lebih dikenal oleh orang-orang lapangan dengan Cut and Fill adalah bagian yang sangat penting baik pada pekerjaan pembuatan

Lebih terperinci

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan Model Data Spasial by: Ahmad Syauqi Ahsan Peta Tematik Data dalam SIG disimpan dalam bentuk peta Tematik Peta Tematik: peta yang menampilkan informasi sesuai dengan tema. Satu peta berisi informasi dengan

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

3. KAMERA UDARA. 12 inchi=304,8mm 8,25 inchi = 209,5 mm 6 inchi = 152,4 mm 3,5 inch = 88,9 mm Universitas Gadjah Mada

3. KAMERA UDARA. 12 inchi=304,8mm 8,25 inchi = 209,5 mm 6 inchi = 152,4 mm 3,5 inch = 88,9 mm Universitas Gadjah Mada 3. KAMERA UDARA Di dalam fotogrametri terdapat sedemikian banyak instrumen penting, hingga tidak mudah untuk menyatakan mana yang paling penting. Akan tetapi ra merupakan salah satu instrumen terpenting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian bertempat di kawasan sebagian kawasan PLTA Garung lebih tepatnya mencakup dua Desa yaitu : Desa Tlogo dan Desa Kejajar, Kecamatan garung,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM BAB II DASAR TEORI 2.1 DEM (Digital elevation Model) 2.1.1 Definisi DEM Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk penyajian ketinggian permukaan bumi secara digital. Dilihat dari distribusi titik

Lebih terperinci