BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman,"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara astronomis Kecamatan Depok terletak pada LS dan Antara BT dengan ketinggian tempat pada kisaran mdpal. Letak Kecamatan Depok berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta yang berjarak 5,5 Km dari Ibu Kota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan berjarak 10 Km dari Ibu Kota Kabupaten Sleman. Kecamatan Depok mempunyai luas 3555 Ha yang terdiri dari Desa Caturtunggal memiliki luas wilayah 1104 ha, Desa Condongcatur 950 ha, dan Desa Maguwoharjo memiliki luas wilayah sebesar 1501 ha. Kecamatan Depok terdiri dari 58 Dusun yaitu 20 dusun terletak di Desa Caturtunggal, 18 dusun terletak di Desa Condongcatur, dan 20 dusun terletak di Desa Maguwoharjo. Secara administratif Kecamatan Depok dibatasi oleh : a. Sebelah Utara : Desa Wedomartani Kecamatan Ngemplak dan Desa Minomartani Kecamatan Ngaglik b. Sebelah Selatan: Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta dan Kecamatan Banguntapan 47

2 48 c. Sebelah Barat: Desa Sinduadi Kecamatan Mlati d. Sebelah Timur: Desa Purwomartani Kecamatan Kalasan Kecamatan Depok sebagai salah satu kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta memiliki posisi strategis, sehingga fungsi-fungsi kekotaan di Kecamatan Depok ikut tumbuh dan berkembang. Kecamatan Depok Merupakan kawasan strategis yang tumbuh sangat cepat. Kebijakan yang dikembangkan adalah pengendalian kepadatan bangunan serta sarana prasarana infrastruktur wilayah. Peta administrasi dan peta citra Kecamatan Depok dapat dilihat pada peta berikut ini :

3 Gambar 3. Peta Administrasi Kecamatan Depok 49

4 Gambar 4. Peta Citra Quickbird Kecamatan Depok 50

5 51 2. Hidrologi Berdasarkan kondisi akifernya Kecamatan Depok memiliki kondisi air tanah yang baik. Akifer di Kecamatan Depok juga mempunyai permeabilitas yang tinggi dengan kedalam sumur yang bervariasi antara 7 m sampai 15 m. Daerah penelitian ini juga dilalui beberapa jaringan sungai. Di Desa Caturtunggal dan Condongcatur di lewati oleh dua buah sungai di sebelah barat di lewati oleh sungai Gajah Wong dan di sebelah timur dilewati oleh sungai Tambakbayan, sementara itu untuk selokan di wilayah ini juga dilalui oleh saluran irigasi selokan Mataram. Air dari selokan Mataram dimanfaatkan oleh penduduk untuk keperluan pertanian, akan tetapi pertanian di Desa Caturtunggal hanya sebagian kecil saja. Kondisi air tanah di daerah penelitian cukup baik, hal ini dibuktikan dengan sebagian besar masyarakat yang memanfaatkan sumur sebagai sumber air minum dan sumur tersebut pada musim kemarau tidak kering. Di wilayah Desa Maguwoharjo di sebelah barat dilewati oleh sungai Sembung dan sungai Tambakbayan dan di sebelah timur dilewati oleh sungai Keming, selain itu Desa Maguwoharjo juga dilewati oleh selokan Mataram. Air dari sungai maupun dari selokan tersebut oleh penduduk dimanfaatkan untuk keperluan pertanian. Kondisi air tanah di Desa Maguwoharjo ini cukup baik yang dibuktikan dengan sebagian besar

6 52 masyarakat yang memanfaatkan sumur sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari. Berikut disajikan dalam tabel berikut : Tabel 16. Nama Sungai Yang Melintasi Kecamatan Depok Desa Sungai Caturtunggal Gajahwong, Tambakbayan, Pelang, Code Maguwoharjo Tambakbayan. Buntung, Pelang Condongcatur Pelang, Buntung, Gajahwong, Tambakbayan Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut data kecamatan dalam angka yang disajikan pada Tabel 13 penduduk Kecamatan Depok pada tahun 2011 sebanyak jiwa dengan total luas wilayah 35,55 Km 2, sehingga kepadatan penduduk di Kecamatan Depok sebesar Jiwa/Km 2 dengan kepadatan penduduk tertinggi di Desa Caturtunggal yaitu Jiwa/Km 2. Sedangkan kepadatan penduduk terendah berada di Desa Maguwoharjo dengan jumlah jiwa/km 2. Tabel 17. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Depok Tahun 2011 Luas Jumlah Jumlah Total Jumlah Kepadatan Desa (Km2) Penduduk Penduduk Penduduk/Jiwa Jiwa/Km2 Laki-Laki Perempuan Caturtunggal 11, Maguwoharjo 15, Condongcatur 9, Jumlah 35, Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011 Jumlah dan kepadatan penduduk yang tinggi pada suatu wilayah akan berdampak pada peningkatan kebutuhan akan lahan untuk permukiman dan sarana prasana. Dengan adanya kepadatan penduduk yang tinggi

7 53 memerlukan penambahan sarana sosial ekonomi seperti : peningkatan kebutuhan permukiman, penambahan fasilitas lapangan kerja, sarana pendidikan dan peningkatan sarana serta pelayanan kesehatan. Desa Caturtunggal merupakan wilayah yang mempunyai jumlah penduduk paling besar dibandingkan dengan desa-desa yang lainnya yaitu sebesar jiwa. Adanya jumlah penduduk yang tinggi tersebut menyebabkan peningkatan kebutuhan permukiman sementara lahan yang tersedia sempit sehingga mengakibatkan semakin padatnya permukiman. 4. Fasilitas Ekonomi Perkembangan fisik Kota Yogyakarta yang meningkat setiap tahunnya memberikan dampak terhadap perkembangan dari berbagai fasilitas yang ada di Kecamatan Depok. Konsentrasi jumlah fasilitas yang terdapat di Kecamatan Depok pada tahun 2011 yang tertinggi terdapat di Desa Caturtunggal sebanyak fasilitas. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah penduduk yang tinggi terdapat di Desa Caturtunggal sehingga pertumbuhan fasilitas ekonomi juga meningkat sedangkan di Desa Condongcatur jumlah fasilitas ekonomi sebanyak di dominasi oleh fasilitas ekonomi warung kios sebanyak dan terendah di Desa Maguwoharjo yaitu sebanyak dan didominasi oleh warung kios sebanyak 972 (lihat tabel 18 ).

8 54 Tabel 18. Jumlah Fasilitas Ekonomi Menurut Desa di Kecamatan Depok Tahun 2011 Desa Pasar Pertoko Warung Restoran Bank Jumlah umum an kios /KUD fasilitas Caturtunggal Maguwoharjo Condongcatur Jumlah total Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011 Berdasarkan dari Tabel jenis warung kios sangat mendominasi di Kecamatan Depok yaitu sejumlah Dengan adanya fasilitas ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena membuka peluang kerja bagi masyarakat. Fasilitas ekonomi yang terdapat di Desa Caturtunggal lebih banyak dibandingkan dengan Desa Maguwoharjo dan Desa Condongcatur. Hal ini dikarenakan letak Desa Caturtunggal yang dekat dengan Kota Yogyakarta. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Desa Caturtunggal mempunyai peluang besar dalam bidang ekonomi dibandingkan dengan Desa Maguwoharjo dan Desa Condongcatur. 5. Fasilitas Pendidikan Fasilitas pendidikan yang terdapat di Kecamatan Depok dikategorikan sangat maju dengan adanya berbagai sekolah maupun perguruan tinggi. Fasilitas pendidikan di Kecamatan Depok telah tersedia dengan lengkap mulai dari TK hingga perguruan tinggi. Tersedianya fasilitas pendidikan telah menjadikan Kecamatan Depok berkembang pesat dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Hal ini terlihat dengan meningkatnya bangunan fisik berupa permukiman yang dimanfaatkan untuk rumah huni,

9 55 kos/kontrakan, rumah makan, warung/ pertokoan dan lain sebagainya. Perkembangan ini tidak hanya dari fasilitas fisik saja tetapi juga pertambahan jumlah masyarakat tiap tahunnya, sebab meningkatnya warga pendatang terutama siswa/ mahasiswa baru tiap tahunnya. Tabel 19. Jumlah Fasilitas Pendidikan Menurut Desa Di Kecamatan Depok Tahun 2011 SD SMP SMA Desa SLB TK N S N S N S PT Jumlah Fasilitas Caturtunggal Maguwoharjo Condongcatur Jumlah Total Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011 Berdasarkan Tabel jenis sarana pendidikan di Desa Caturtunggal secara keseluruhan berjumlah 78 unit yang terdiri dari TK sebanyak 26 unit, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 21 unit, SLTP sebanyak 7 unit, SLTA 7 unit, dan Peguruan Tinggi sebanyak 19 unit. Adanya salah satu perguruan tinggi negeri yang cukup terkenal yaitu Universitas Gadjah Mada dan Universitas Negeri Yogyakarta menjadikan daya tarik dari wilayah ini sehingga menyebabkan orang dari luar Yogyakarta tertarik untuk datang untuk tinggal menetap maupuan tinggal sementara di Kecamatan Depok. Dengan banyaknya para pendatang maka menjadikan Kecamatan Depok semakin padat yang berdampak pada peningkatan akan kebutuhan permukiman. Secara keseluruhan jumlah fasilitas pendidikan di Desa Maguwoharjo dengan Desa Condongcatur cukup berimbang jumlahnya. Adanya fasilitas

10 56 pendidikan yang lengkap akan membawa kemajuan daerah ini karena penduduk akan lebih mudah untuk memperoleh pendidikan dan tidak perlu bepergian jauh untuk mendapatkan pendidikan. Dengan pendidikan penduduk yang tinggi maka diharapkan akan dapat memajukan daerah ini, upaya tersebut dapat dicapai dengan menyediakan sarana pendidikan yang memadai. 6. Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan merupakan salah satu fasilitas yang sangat penting, hal ini berkaitan dengan kesejahteraan penduduk yaitu kesehatan penduduk karena kualitas dari sumberdaya manusia dapat dilihat dari aspek kesehatan masyarakat. Kecamatan Depok telah memiliki pusat kesehatan dengan persebaran yang merata di tiap desanya seperti, puskesmas sebanyak 3 buah, puskesmas pembantu sebanyak 2 buah, poliklinik umum sebanyak 11 buah serta RS bersalin sebanyak 5 buah dan yang paling banyak adalah tempat praktek dokter sebanyak 420 buah. Berikut disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 20. Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Desa Di Kecamatan Depok Tahun 2011 Desa Puskesmas Puskesmas Praktek Poliklinik RS Pembantu Dokter Bersalin Caturtunggal Maguwoharjo Condongcatur Jumlah Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011

11 57 Menurut Tabel fasilitas kesehatan yang paling banyak adalah tempat praktek dokter sekitar 420 buah. Desa Caturtunggal merupakan desa yang mempunyai tempat praktek dokter paling tinggi yaitu 201 buah, hal ini disebabkan banyaknya penduduk di Desa Caturtungal sehingga diperlukan fasilitas kesehatan yang banyak pula. Desa Condongcatur sebanyak 112 buah dan Desa Maguwoharjo sebanyak 107 buah. Adanya fasilitas kesehatan yang lengkap merupakan salah satu alasan perkembangan permukiman. Semakin bertambahnya jumlah masyarakat maka membutuhkan fasilitas kesehatan yang beragam dan sesuai dengan kebutuhannya. 7. Sarana Transportasi Sarana Transportasi merupakan sarana penting dalam menunjang pembangunan wilayah. Hal ini dikarenakan sarana transportasi mendukung kebutuhan penduduk dalam mobilitas serta pergerakan arus barang dan jasa yang memberikan kebutuhan penduduk dalam suatu wilayah. Sarana trasportasi juga merupakan faktor penting dalam menunjang pembangunan antar wilayah dengan terciptanya hubungan antar satu wilayah dengan wilayah lain sehingga mempercepat proses pembangunan. Sarana transportasi yang paling penting adalah jalan, karena sebagai penghubung moda transportasi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 21 dibawah ini :

12 58 Tabel 21. Panjang Jalan Menurut Jenis Jalan Per Desa Di Kecamatan Depok Tahun 2011 (Km) Desa Jalan Aspal Jalan Diperkeras Jalan Tanah Jumlah Caturtunggal 6,693 6,994 1,624 15,311 Maguwoharjo 3,346 6,428 2,103 11,877 Condongcatur 4,162 7,010 1,024 12,196 Jumlah 14,201 20,432 4,751 39,384 Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011 Tabel 22. Panjang Jalan Menurut Status Jalan Di Kecamatan Depok Tahun 2011 (Km) Jenis Jalan Panjang (Km) Jalan Negara 14 Jalan Propinsi 14 Jalan Kabupaten 38 Jalan Desa 267 Sumber : Monografi Kecamatan Depok Tahun 2011 Sarana transportasi di Kecamatan Depok sudah memiliki kualitas yang sangat baik hal ini terlihat dengan adanya jalan aspal dengan panjang 14,201 km, jalan diperkeras dengan panjang 20,432 km, dan Jalan tanah dengan panjang 4,751 km. Hal ini dikarenakan Kecamatan Depok merupakan daerah aglomerasi perkotaan, pusat pendidikan dan perekonomian sehingga keadaan jalan di wilayah ini sangat baik. Beberapa jalan yang memiliki status seperti Jalan Negara dengan panjang 14 Km kemudian Jalan Propinsi 14 Km, Jalan Kabupaten 38 Km dan Jalan Desa 267 Km. Dengan aksesibilitas yang cukup tinggi menjadikan Kecamatan Depok semakin maju dan juga memberikan daya tarik kepada masyarakat untuk membuat permukiman.

13 59 B. Interpretasi Penggunaan Lahan Permukiman dan Non Permukiman 1. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di suatu wilayah merupakan suatu pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan. Penggunaan lahan menunjukkan adanya dinamika dari eksploitasi oleh manusia terhadap sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, penggunaan lahan dapat dipandang sebagai hasil akhir dari pengaruh timbal balik yang terjadi dalam tempat lingkungan hidup manusia. Penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Depok pada tahun 2011 sebagian besar didominasi oleh bangunan dengan jumlah total 1892,32 ha. Hal ini karena Kecamatan Depok merupakan wilayah aglomerasi perkotaaan yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta dimana wilayah ini dipusatkan sebagai pusat pendidikan, perdagangan dan jasa. Sedangkan penggunaan lahan sawah sebesar 506,00 ha dan tanah kering berjumlah 217,68 ha. Berikut disajikan dalam tabel berikut : Tabel 23. Penggunaan Lahan di Kecamatan Depok Tahun 2011 Desa Sawah (Ha) Tanah Kering (Ha) Bangunan (Ha) Lainlain (Ha) Jumlah (Ha) Caturtunggal 44,80 52,02 798,92 208, Maguwoharjo 343,00 113,39 536,60 508, Condongcatur 118,20 49,27 556,80 225, Jumlah 506,00 217, ,32 942, Sumber : Kecamatan Depok Dalam Angka 2011

14 60 Wilayah yang paling padat oleh bangunan yaitu Desa Caturtunggal seluas 798,92 ha. Luas lahan pertanian di Desa Caturtunggal sangat sempit sementara itu peruntukan lahan untuk bangunan sangat besar dari waktu ke waktu. Penyempitan lahan pertanian yang terjadi di Desa Caturtunggal dikarenakan wilayah tersebut merupakan daerah pinggiran kota yang terkena dampak perkembangan kota paling besar sehingga pembangunan pada wilayah ini juga semakin cepat. Pembangunan tersebut dapat berupa pembangunan rumah, sekolah, pertokoan, jalan dan fasilitas-fasilitas lainnya. Dari pembangunan tersebut yang paling besar adalah pembangunan rumah/ permukiman. Rumah mukim yang dibangun dimanfaatkan sebagai tempat usaha ataupun sebagai tempat tinggal yang menyebabkan lahan menjadi semakin sempit dan harganya menjadi semakin mahal. Akibat semakin banyaknya pembangunan rumah maka menyebabkan semakin padatnya permukiman. Di Desa Maguwoharjo lahan pertanian masih cukup luas yaitu seluas 343 ha. Hal tersebut dikarenakan wilayah yang berkembang hanya yang dekat dengan jalan utama saja. Lahan kosong yang tersedia di Desa Maguwoharjo juga masih cukup luas dibandingkan dengan Desa Caturtunggal maupun Desa Condongcatur sehingga masih memungkinkan untuk dibangun permukiman baru. Objek penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian berupa blok permukiman, sehingga data yang digunakan dibagi menjadi dua yaitu :

15 61 a) Penggunaan Lahan Untuk Blok Permukiman Unsur-unsur intrepretasi citra untuk mengenali pemukiman ini diantaranya : 1) Warna : coklat atau orange ( dilihat dari kenampakan atap bangunan biasanya terbuat dari genteng) 2) Bentuk : persegi panjang 3) Ukuran : umumnya berukuran hampir sama atau seragam. 4) Asosiasi : permukiman di didirikan dekat jalan untuk memudahkan aksesibilitas. 5) Pola : mengikuti arah jalan (pola rumah mukim biasanya menghadap ke arah jalan) Tabel 24. Hasil Interpretasi Penggunaan Lahan Untuk Permukiman Kenampakan di citra Pola teratur Pola semi teratur Pola tidak teratur Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 b) Penggunaan Lahan Untuk Bangunan Non Permukiman Penggunaan lahan bangunan non permukiman merupakan bangunan yang didirikan yang mempunyai fungsi selain rumah tinggal antara lain : gedung kantor, pom bensin. Pasar, bangunan sekolah/

16 62 kampus dan sebagainya. Unsur-unsur interpretasi untuk mengenali non pemukiman ini diantaranya : 1) Gedung sekolah/kampus/perkantoran, pada citra dikenali dengan ukuran bangunan yang besar. Bentuk bangunan berupa huruf U, L, I atau bentuk persegi panjang. Untuk gedung sekolah terdapat lapangan dan tiang bendera. 2) Pom bensin, melalui citra tampak bentuk dan ukuran yang seragam, dimana letaknya berada di tempat yang strategis, mempunyai ruang yang luas sebagai tempat antrean. 3) Pasar dan pertokoan melalui citra tampak bentuk dan ukuran atap yang seragam yaitu mempunyai jarak antar atap yang relatif rapat dan teratur, kondisi ramai dan dekat dengan jalan utama. Tabel 25. Hasil Interpretasi Penggunaan Lahan Untuk Non Permukiman Kenampakan di citra Pom Bensin Pasar Sekolah Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 c) Penggunaan Lahan Non Permukiman Objek penggunaan lahan selain bangunan permukiman dan bangunan non permukiman masuk dalam penggunaan lahan non bangunan, karena pada umumnya objek tersebut berupa lahan yang

17 63 pemanfaatannya bukan untuk mendirirkan bangunan. penggunaan lahan non bangunan diantaranya yaitu : 1) Sawah, pada citra tampak bertekstur halus dan teratur, bentuknya berupa empat persegi panjang atau berupa petak-petak, berwarna hijau dan terdapat pematang. 2) Bandara, pada citra tampak jalur penerbangan dan ada pesawat yang sedang parkir, dan berupa lahan kosong yang sangat luas. 3) Lapangan sepak bola, melalui citra tampak berwarna hijau (rumput) atau berona cerah ( tanah) mempunyai tektur halus dan seragam Tabel 26. Hasil Interpretasi Penggunaan Lahan Untuk Permukiman Kenampakan di citra Sawah Bandara Stadion sepak bola Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 C. Uji Akurasi Interpretasi Citra Quickbird Hasil interpretasi citra perlu dilakukan uji akurasi guna mengetahui tingkat persentase akurasi data yang dihasilkan dari interpretasi citra on screen pada Citra Quickbird. Variabel penelitian yang perlu untuk dilakukan uji akurasi antara lain : kepadatan permukiman, pola

18 64 Kategori Lapangan permukiman, jenis atap permukiman, lebar jalan masuk, dan kualitas permukaan jalan. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 27 berikut : Kepadatan permukiman Tabel 27. Uji Akurasi Hasil Interpretasi Citra Kategori Hasil Interpretasi Pola permukiman Jenis atap permukiman Lebar jalan masuk Kualitas permukaan jalan Jumlah Ketelitian Interpretasi (%) Kepadatan permukiman Pola permukiman Jenis atap permukiman Lebar jalan masuk Kualitas permukaan jalan Jumlah Ketelitian dari citra = x 100 = 92 % Hasil uji akurasi hasil interpretasi citra yaitu sebesar 92 %. Kategori pada tabel yang berupa variabel penelitian selanjutnya akan diuji akurasi amasing-masing, sehingga akan diperoleh hasil uji akurasi pada tiap-tiap kategori. 1. Uji Akurasi Kepadatan Permukiman Kepadatan permukiman diidentifikasi dari jumlah rumah pada tiap satuan blok permukiman pada citra Quickbird. Hasil interpretasi kepadatan permukiman selanjutnya di cek lapangan dan di buat uji ketelitian guna mengetahui tingkat akurasi dan ketelitian hasil

19 65 interpretasi citra. Pada variabel kepadatan permukiman tingkat ketelitian interpretasi untuk kategori kepadatan rendah adalah 75 %, kepadatan sedang adalah 69 %, dan kepadatan tinggi adalah 85 %. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 28 sebagai berikut : Tabel 28. Uji Akurasi Kepadatan Permukiman Kategori Lapangan Kategori Hasil Interpretasi Rendah Sedang Tinggi Jumlah Omisi Komisi Ketelitian Interpretasi (%) Rendah Sedang Tinggi Jumlah Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra = x 100 = 90 % Hasil uji ketelitian interpretasi untuk kepadatan permukiman yaitu sebesar 90 %. Kesalahan saat interpretasi yang terjadi disebabkan oleh perkiraan jumlah rumah dalam satuan blok permukiman. Hal ini dikarenakan batas antara permukiman tidak jelas dan ukuran permukiman bervariasi terutama di daerah kepadatan tinggi dan kepadatan sedang. 2. Uji Akurasi Pola Permukiman Pola permukiman diidentifikasi dari keteraturan tata letak permukiman terhadap jalan dalam satuan blok permukiman. Uji ketelitian pola permukiman teratur adalah 100 %, pola permukiman semi teratur adalah 88 % dan pola permukiman tidak teratur adalah 80 %. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 29 sebagai berikut :

20 66 Tabel 29. Uji Akurasi Pola Permukiman Kategori Lapangan Kategori Hasil Interpretasi Semi Tidak Teratur teratur teratur Jumlah Omisi Komisi Ketelitian Interpretasi (%) Teratur Semi ,5 88 teratur Tidak teratur Jumlah Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra = x 100 = 95 % Hasil uji ketelitian interpretasi untuk pola permukiman sebesar 95 %. Membuktikan bahwa data yang diperoleh dari hasil interpretasi citra Quickbird termasuk ke dalam tingkat akurasi dan kepercayaan tinggi, sehingga dapat di analisis. Tingkat ketelitian yang tinggi di karenakan mudahnya interpretasi pola permukiman menggunakan citra Quickbird. Hal ini dikarenakan pola permukiman dapat di asosiasikan dengan jalan dan penampakan permukiman yang berjejer rapi sangat jelas terlihat dari citra. Kesalahan dalam identifikasi pola permukiman terjadi disebabkan oleh permukiman dengan ukuran yang bervariasi dalam satuan blok permukiman, terutama daerah permukiman padat.

21 67 Kategori Lapangan 3. Uji Akurasi Jenis Atap Permukiman Interpretasi jenis atap berdasarkan rona dan warna atap yang menandakan tingkat gelap/ cerah dan warna abu-abu/ coklat sehingga dapat diidentifkasi jenis atap dari seng dengan rona cerah berwarna abu-abu dan genteng dengan rona gelap berwarna coklat. Berdasarkan hasil uji ketelitian jenis atap diperoleh tingkat ketelitian sebagai berikut Tabel 30. Uji Akurasi Jenis Atap Permukiman Kategori Hasil Interpretasi Baik Sedang Buruk Jumlah Omisi Komisi Ketelitian Interpretasi (%) Baik Sedang Buruk Jumlah Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra = x 100 = 90 % Dalam tabel dapat diketahui bahwa presentase jenis atap baik adalah 100%, jenis atap sedang adalah 71 % dan jenis atap buruk adalah 60%. Ketelitian hasil interpretasi secara menyeluruh adalah 90%. 4. Uji Akurasi Lebar Jalan Masuk Permukiman Lebar jalan masuk permukiman diidentifikasi dari keberadaan jalan yang menghubungkan antara permukiman dalam satu blok permukiman dengan jalan utama. Hasil uji ketelitian diperoleh bahwa kategori jalan dengan lebar 3-6 m mempunyai presentase ketelitian 100

22 68 % dan kategori jalan dengan lebar < 3 m mempunyai presentase ketelitian 100 %. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 31 sebagai berikut : Tabel 31. Uji Akurasi Lebar Jalan Masuk Permukiman Kategori Lapangan Kategori Hasil Interpretasi Lebar 3-6 Lebar < 3 meter meter Jumlah Omisi Komisi Ketelitian Interpretasi (%) Lebar 3-6 meter Lebar < meter Jumlah Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra = x 100 = 100 % Hasil uji ketelitian lebar jalan masuk permukiman adalah 100 %. Hal ini dikarenakan mudahnya dalam identifikasi jalan pada saat interpretasi citra. Sangat jelas terlihat perbedaan antara jalan dengan lebar 3-6 m dibandingkan dengan jalan dengan lebar < 3 m. jalan dengan lebar 3-6 m umumnya dekat dengan jalan utama, sedangkan jalan dengan lebar < 3 m jauh dari jalan utama. 5. Uji Akurasi Kualitas/ Kondisi Permukaan Jalan Masuk Permukiman Kualitas permukaan jalan berkaitan dengan kondisi fisik jalan. Berdasarkan uji ketelitian diketahui bahwa kualitas permukaan jalan kategori baik adalah 88 %, kategori sedang 62 %, dan kategori buruk 50 %. Lebih jelasnya disajikan dalam tabel 32 sebagai berikut :

23 69 Tabel 32. Uji Akurasi Kualitas/ Kondisi Permukaan Jalan Masuk Permukiman Kategori Hasil Interpretasi Omisi Komisi Ketelitian Baik Sedang Buruk Jumlah Kategori Interpretasi Lapangan (%) Baik Sedang Buruk Jumlah Sumber: Hasil interpretasi dan cek lapangan 2014 Ketelitian dari citra = x 100 = 80 % Hasil uji ketelitian kualitas permukaan jalan adalah 80 %. Kesalahan yang banyak terjadi karena identifikasi kondisi permukaan jalan di wilayah permukiman agak sulit karena banyaknya penghalang berupa pohon dan bangunan. Perbedaan waktu perekaman citra juga sangat mempengaruhi kondisi di lapangan. Data yang digunakan berupa citra quickbird perekaman yahun 2010, sedangkan cek lapangan dilakukan tahun 2014, hal ini membuat banyak perbedaan saat cek lapangan. 6. Uji Akurasi Tingkat Kerentanan Kebakaran Permukiman Hasil kerentanan kebakaran permukiman juga perlu untuk dilakukan uji akurasi guna mengetahui tingkat akurasi data. Sampel yang digunakan Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Systematic Random Sampling. Dengan jumlah titik sampel yang akan di cek dilapangan 54 titik. Kemudian 54 titik sampel

24 70 dibagi menjadi 3 kategori klas, yaitu tidak rentan dengan jumlah 1 sampel, agak rentan dengan 20 sampel, dan rentan dengan 33 sampel. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam tabel 33 sebagai berikut : Tabel 33. Matrik Konfusi Uji Akurasi Tingkat Kerentanan Kebakaran Permukiman Kategori Hasil Interpretasi Kategori Lapangan Omisi Komi Tidak Agak Jumlah si rentan rentan Rentan Tidak 0 0 rentan % Agak 10 % 20 % rentan % Rentan ,5 % 6 % 82 % Jumlah % Sumber: Pengolahan Citra Quickbird dan Survey Lapangan 2014 Tabel 34. Perhitungan Omisi Komisi Akurasi Interpretasi Klasifikasi Omisi Komisi Akurasi Interpretasi Tidak rentan 0 x100 = 0% 0 x100 = 0% 1 x100 = 100 % Agak rentan 2 x100 = 10% 4 x100 = 20% 18 x100 = 75% Rentan 4 x100 = 12,5% 2 x100 = 6% 28 x100 = 82% Sumber : Pengolahan Citra Quickbird dan Survey Lapangan 2014 Ketelitian (%) Dari tabel diatas terlihat bahwa untuk ketelitian tingkat kerentanan kebakaran permukiman akurasi interpretasi berkisar antara 75% sampai dengan 100% dan akurasi keseluruhan adalah 87% dengan kesalahan omisi/komisi maksimal sebesar 20%. Hal ini menunjukkan untuk tingkat kerentanan kebakaran permukiman metode indentifikasi

25 71 secara keseluruhan dapat diterima menurut kriteria Short dengan tingkat akurasi interpretasi keseluruhan >85% dan omisi/komisi <20%. Uji ketelitian terhadap tingkat kerentanan kebakaran permukiman didapatkan Nilai ketelitian tidak rentan 100%, agak rentan 75% dan rentan 82%, sehingga dapat diketahui tingkat ketelitian seluruh hasil peta tingkat kualitas lingkungan permukiman sebesar 87% Matriks kesalahan pada tabel 33 dihitung akurasinya sebagai berikut: Producer Accuracy User Accuracy A = 1/1 = 100% A = 1/1 = 100% B = 18/20 = 90% B = 18/20 = 90% C = 28/33 = 85% C = 28/32 = 87% Overall Accuracy = % = 87% Nilai user accuracy pada kelas tidak rentan adalah sebesar 100% yang berarti 100% peluang bahwa piksel yang terklasifikasi pada citra sebagai daerah yang tidak rentan kebakaran adalah benar-benar daerah tidak rentan kebakaran pada kenyataan di lapangan. Nilai producer accuracy pada kelas tidak rentan adalah 100% yang berarti ada 100% daerah tidak rentan kebakaran di lapangan pada area penelitian diklasifikasikan secara benar. Nilai user accuracy pada kelas agak rentan adalah sebesar 90% yang berarti 90% peluang bahwa piksel yang terklasifikasi pada citra sebagai daerah yang agak rentan kebakaran adalah benar-benar daerah agak rentan kebakaran pada kenyataan di lapangan. Nilai producer accuracy pada kelas tidak

26 72 rentan adalah 90% yang berarti ada 90% daerah agak rentan kebakaran di lapangan pada area penelitian diklasifikasikan secara benar. Nilai user accuracy pada kelas rentan adalah sebesar 87% yang berarti 87% peluang bahwa piksel yang terklasifikasi pada citra sebagai daerah yang rentan kebakaran adalah benar-benar daerah rentan kebakaran pada kenyataan di lapangan. Nilai producer accuracy pada kelas rentan kebakaran adalah 85% yang berarti ada 85% daerah rentan kebakaran di lapangan pada area penelitian diklasifikasikan secara benar. Tingkat overall accuracy sebesar 87 % yang berarti keseluruhan data yang digunakan dapat dipercaya dan sesuai dengan kenyataan di lapangan. Perhitungan akurasi dengan Indeks Kappa (IK) adalah sebagai berikut: IK = (54 x 47) (1 x1) + (20 x 20) + (33 x 32) x 100 = 90 % 54² - (1 x1) + (20 x 20) + (33 x 32) Hasil perhitungan Indeks Kappa adalah 90 % yang berarti hasil klasifikasi tersebut mampu menghindari 90% kesalahan yang muncul. Indeks Kappa merupakan multivariansi diskrit yang digunakan untuk menentukan akurasi. Nilai indeks kappa menunjukkan konsistensi akurasi hasil klasifikasi. (Lillesand & Kiefer,2008:590)

27 73 D. Hasil dan Pembahasan 1. Pemetaan Potensi Kebakaran Permukiman a. Variabel Kepadatan Permukiman Variabel kepadatan permukiman dibagi menjadi 3 kelas yaitu kepadatan tinggi, kepadatan sedang, dan kepadatan rendah. Permukiman dengan kepadatan tinggi mudah diidentifikasi melalui citra karena kondisi objek permukiman yang saling berdekatan atau berdempetan antar bangunan rumah mukim. Kepadatan sedang diidentifikasi dari jarak antar rumah yang jarang, diantara bangunan rumah yang satu dengan yang lainnya masih terdapat pohon yang merupakan halaman samping. Kepadatan jarang diidentifikasi dengan letak permukiman yang saling berjauhan karena adanya pemisah seperti halaman yang luas. Lebih jelasnya dapat dilihat perbandingan kenampakan pada citra dengan kenampakan di lapangan pada tabel dibawah ini:

28 74 Tabel 35. Hasil Interpretasi Variabel Kepadatan Permukiman No 1 Kenampakan obyek pada citra Kenampakan obyek di lapangan Kelas Kepadatan tinggi 2 Kepadatan sedang 3 Kepadatan rendah Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 Pemberian nilai/harkat pada kepadatan permukiman dengan cara membatasi blok permukiman dan menafsir jumlah atap pada tiap rumah mukim kemudian membandingkan dengan luas blok permukiman. Tiap blok permukiman dibatasi oleh satuan jalan, sehingga memudahkan untuk memberikan batas dan memberi penilaian kepadatan permukiman. Persebaran blok permukiman berdasarkan kepadatan permukiman di Kecamatan Depok dapat dilihat pada gambar Peta Kepadatan Permukiman berikut ini :

29 Gambar 5. Peta Kepadatan Permukiman Kecamatan Depok 75

30 76 Berdasarkan gambar Peta Kepadatan Permukiman dapat diketahui tingkat atau persentase kepadatan permukiman di tiap kelurahan. Berikut disajikan dalam tabel : Tabel 36. Luas dan Persentase Variabel Kepadatan Permukiman Kecamatan Depok No Kelas Luas (Ha) Persentase (%) 1 Kepadatan tinggi 749,333 25,47 2 Kepadatan sedang 384,915 13,08 3 Kepadatan rendah 461,062 15,67 4 Non Permukiman 1346,222 45,77 Total 2941, Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 37. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Kepadatan Permukiman No Kriteria Desa Caturtunggal Jml Luas (Ha) Jml Desa Condongcatur Luas (Ha) Desa Maguwoharjo Jml Luas (Ha) Blok Blok Blok 1 Kepadatan tinggi 2 Kepadatan sedang 3 Kepadatan rendah , , , , , , , , ,415 Total , , ,295 Sumber : Hasil analisis data, 2014

31 77 Berdasarkan hasil analisis perhitungan pada tabel dapat disimpulkan bahwa blok permukiman di Kecamatan Depok didominasi oleh kepadatan bangunan tinggi dengan luas 749,333 Ha atau 25,47% dari luas Kecamatan Depok. Desa Caturtunggal mempunyai permukiman dengan kepadatan tinggi seluas 361,493 Ha. Kepadatan permukiman tinggi diakibatkan oleh banyaknya fasilitas pendidikan yang ada. Terdapat bangunan kampus besar seperti Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gadjah Mada merupakan alasan semakin banyaknya bangunan terbangun, umumnya digunakan rumah mukim seperti kos maupun digunakan untuk usaha seperti warung makan, toko, dan sebagainya. Permukiman dengan kepadatan sedang seluas 124,009 Ha dan Permukiman dengan kepadatan rendah seluas 65,826 Ha. Desa Condongcatur dengan permukiman paling padat seluas 304,89 Ha. Adanya fasilitas kesehatan seperti rumah sakit Internasional Jogja, fasilitas pendidikan seperti kampus UPN, UII, AMIKOM juga memberikan pengaruh untuk mendirikan bangunan di sekitarnya. Selain banyaknya bangunan kampus dan fasilitas ekonomi, adanya jalan ringroad membuat aksesbilitas menjadi mudah dan cepat sehingga masyarakat mendirikan bangunan/ permukiman di sepanjang jalan. Permukiman dengan kepadatan sedang seluas 94,976 Ha dan Permukiman dengan kepadatan rendah seluas 122,821 Ha.

32 78 Desa Maguwoharjo mempunyai kepadatan permukiman dengan tingkat kepadatan tinggi hanya seluas 82,95 Ha, kepadatan sedang 165,93 Ha, dan kepadatan rendah seluas 272,415 Ha. Daerah Maguwoharjo merupakan daerah yang didominasi oleh penggunaan lahan sawah sehingga daerah permukiman mempunyai kepadatan rendah. Daerah permukiman dengan kepadatan tinggi hanya berada di sekitar jalan utama atau jalan ringroad. b. Variabel Pola Permukiman Pola permukiman adalah keteraturan bangunan rumah mukim dalam satu blok permukiman. Pola ini dibedakan menjadi 3 yaitu pola teratur, pola agak teratur dan pola tidak teratur. permukiman yang mempunyai pola tidak teratur umumnya kondisi bangunan satu sama lain tidak beraturan, dapat dilihat dari ukuran, bentuk atap bangunan dan luas bangunan tidak sama. Pola permukiman agak teratur dengan bangunan rumah mukim mempunyai kondisi bangunan dengan bentuk dan luas bangunan yang sama satu sama lain, terutama pada arah bangunan yang menghadap ke jalan. Lebih jelasnya dapat dilihat perbandingan kenampakan pada citra dengan kenampakan di lapangan pada tabel dibawah ini:

33 79 Tabel 38. Hasil Interpretasi Variabel Pola Permukiman No 1 Kenampakan obyek pada citra Kenampakan obyek di lapangan Kelas Pola tidak teratur 2 Pola semi teratur 3 Pola teratur Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 Penilaian variabel tata letak bangunan dilakukan dengan cara menghitung jumlah bangunan rumah mukim yang tertata kemudian dibandingkan dengan jumlah bangunan rumah mukim yang ada dalam satu blok permukiman. Setelah dilakukan identifikasi blok permukiman berdasarkan tata letak bangunan, maka persebaran di Kecamatan Depok dapat dilihat pada gambar Peta Pola Permukiman berikut ini

34 Gambar 6. Peta Pola Permukiman Kecamatan Depok 80

35 81 Berdasarkan gambar Peta Pola Permukiman dapat diketahui tingkat atau persentase pola permukiman di tiap kelurahan. Berikut disajikan dalam tabel Tabel 39. Luas dan Persentase Variabel Pola Permukiman Kecamatan Depok No Kriteria Luas (Ha) Persentase (%) 1 Pola teratur 266,480 9,05 2 Pola semi teratur 471,340 16,02 3 Pola tidak teratur 857,490 29,15 4 Non Permukiman 1346,222 45,77 Total 2941, ,00 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 40. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Pola Permukiman No Kriteria Desa Caturtunggal Jml Luas (Ha) Desa Condongcatur Jml Luas (Ha) Desa Maguwoharjo Jml Luas (Ha) Blok Blok Blok 1 Teratur 69 73, , ,168 2 Semi teratur , , ,767 3 Tidak teratur , , ,36 Total , , ,295 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Pada tabel dapat dilihat bahwa blok permukiman di daerah penelitian mempunyai pola atau tata letak bangunan yang bervariasi. Blok permukiman di Kecamatan Depok dengan pola teratur

36 82 mempunyai luas 266,48 Ha atau sebesar 9,05% dari luas Kecamatan Depok. Blok ini banyak dijumpai sebagai blok perumahan yang mempunyai struktur bangunan yang teratur baik dari ukuran maupun posisi penempatannya satu dengan yang lain. Pola permukiman di Desa Caturtunggal, dilihat dari hasil analisis pada tabel didominasi dengan pola tidak teratur yaitu 312,757 Ha. Persebaran yang paling banyak dan mengelompok berada di sekitar kampus UGM dan UNY. Faktor tingginya kebutuhan akan bangunan rumah mukim dan sempitnya lahan yang digunakan untuk dibangunnya permukiman baru menyebabkan tata letak bangunan menjadi tidak teratur. Desa Condongcatur merupakan daerah yang sangat dominan dengan pola semi teratur yaitu luasannya 215,499 Ha, dimana persebarannya sangat merata. Adanya jalan utama yaitu jalan ringroad memudahkan aksesibilitas dan mempengaruhi pola permukiman yang sebagian besar semi teratur menghadap jalan. Pola permukiman teratur seluas 147,815 Ha didominasi oleh perumahan kelas menengah ke atas. Pola permukiman di Desa Maguwoharjo umumnya pola tidak teratur dengan luas 385,36 Ha. Kondisi wilayah yang umumnya persawahan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pola permukiman menjadi tidak teratur. Masyarakat membangun rumah

37 83 saling berkelompok sesuai dengan jarak sawah yang dimiliki untuk memudahkan akses. c. Variabel Jenis Atap Permukiman Kualitas atap bangunan dilihat dari jenis bahan yang digunakan untuk atap bangunan dan daya tahan terhadap ancaman bahaya seperti kebakaran. Jenis bahan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan atap antara lain seng, genteng, asbes, dan rumbia mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap penjalaran api saat terjadi kebakaran. Atap bangunan dikatakan baik jika atap bangunan tersebut terhindar dari bahaya seperti kebakaran. Permukiman dengan jenis atap genteng dan asbes mempunyai daya tahan tinggi terhadap kebakaran dibandingkan jenis atap seng dan rumbia. Hasil interpretasi variabel kualitas atap dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 41. Hasil Interpretasi Variabel Jenis Atap Permukiman Kecamatan Depok No Kenampakan obyek pada citra Kenampakan obyek di lapangan Kelas 1 Jenis atap genteng 2 Jenis atap asbes/seng Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010

38 84 Penilaian jenis atap permukiman dilakukan dengan menjumlah rumah mukim yang menggunakan atap permanen di dalam blok permukiman kemudian dibandingkan dengan seluruh jumlah atap banguan di blok permukiman tersebut. Dari hasil interpretasi di Kecamatan Depok jenis atap yang gunakan ada dua yaitu terbuat dari genteng dan asbes. Sebagian besar rumah mukim menggunakan atap permanen terbuat dari genteng dan hanya sebagian kecil terbuat dari asbes dan umumnya bangunan industri. Untuk persebaran blok permukiman berdasarkan kualitas atap bangunan di Kecamatan Depok dapat dilihat pada peta kondisi atap permukiman Kecamatan Depok berikut ini :

39 Gambar 7. Peta Kondisi Atap Permukiman Kecamatan Depok 85

40 86 Berdasarkan Gambar di atas, jenis atap bangunan di Kecamatan Depok hanya ada 2 klas yaitu kelas baik dengan atap berupa genteng dan kelas sedang dengan atap berupa asbes dan seng. Diantara 2 klas tersebut, klas baik dengan atap permanen berupa genteng sangat mendominasi jumlah dan luasannya yaitu 1425,087 Ha atau 48,45 % dari luas Kecamatan Depok. Untuk mengetahui perbandingan luas masing-masing tiap desa dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 42. Luas dan Persentase Kondisi Atap Permukiman Kecamatan Depok No Kelas Luas (Ha) Persentase (%) 1 Baik 1425,087 48,45 2 Sedang 170,223 5,79 3 Buruk 0 0,00 4 Non Permukiman 1346,222 45,77 Total 2941, Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 43. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Kondisi Atap Permukiman Desa Caturtunggal Desa Condongcatur Desa Maguwoharjo No Kelas Jml Luas (Ha) Jml Luas (Ha) Jml Luas (Ha) Blok Blok Blok 1 Baik , , ,359 2 Sedang 53 70, , ,936 3 Buruk Total , , ,295 Sumber : Hasil analisis data, 2014

41 87 Dilihat dari hasil analisis pada tabel diatas, umumnya yang digunakan berupa genteng, sedangkan atap dari rumbia sudah tidak ditemukan lagi. Sehingga untuk kelas kondisi atap buruk tidak ada. Dari tabel dan peta menunjukkan persebaran yang merata di tiap-tiap desa. Desa Caturtunggal mempunyai kondisi atap permukiman baik dengan jumlah permukiman sebanyak 395 blok dengan luas 480,572 Ha. Dan kondisi atap permukiman sedang dengan jumlah permukiman sebanyak 53 blok dengan luas 70,756 Ha. Desa Condongcatur mempunyai kondisi atap permukiman baik dengan jumlah permukiman sebanyak 426 blok dengan luas 447,835 Ha. Dan kondisi atap permukiman sedang dengan jumlah permukiman sebanyak 141 blok dengan luas 74,852 Ha. Sedangkan Desa Maguwoharjo mempunyai kondisi atap permukiman baik dengan jumlah permukiman sebanyak 294 blok dengan luas 481,359 Ha. Dan kondisi atap permukiman sedang dengan jumlah permukiman sebanyak 24 blok dengan luas 39,936 Ha. d. Variabel Kualitas Bahan Bangunan Rumah Mukim Kualitas bahan bangunan didasarkan pada jenis bahan yang digunakan dalam kontruksi bangunan dan daya tahan jenis bahan bangunan terhadap kebakaran. Bahan bangunan di utamakan yang mampu menahan penjalaran api saat terjadi kebakaran. Jenis bahan bangunan yang dianggap paling baik kualitasnya antara lain beton,

42 88 bata, dan batako karena tidak mudah menjalarkan api. Sedangkan bahan bangunan seperti kayu dan bambu mudah menjalarkan api saat terjadi kebakaran. Penilaian variabel kualitas bahan bangunan dilakukan dengan cara menghitung jumlah bangunan rumah mukim sesuai dengan jenis bahan bangunan kemudian dibandingkan dengan jumlah bangunan rumah mukim yang ada dalam satu blok permukiman. Setelah dilakukan identifikasi blok permukiman berdasarkan kualitas bahan bangunan, maka persebaran di Kecamatan Depok dapat dilihat pada gambar Peta kualitas bahan bangunan berikut ini :

43 Gambar 8. Peta Kualitas Bahan Bangunan Kecamatan Depok 89

44 90 Berdasarkan peta dapat diketahui bahwa kualitas bahan bangunan di Kecamatan Depok hanya ada 2 klas yaitu kelas tidak mudah terbakar dan kelas agak mudah terbakar. Permukiman dengan kualitas bahan bangunan tidak mudah terbakar dapat berupa bahan bangunan dari beton, bata dan batako. Sedangkan permukiman dengan kualitas bahan bangunan agak mudah terbakar berupa perpaduan antara bahan bangunan beton, bata dan batako dengan bahan bangunan dari kayu, bambu atau rumbia. Untuk lebih jelasnya disajikan pada tabel sebagai berikut : Tabel 44. Luas dan Persentase Kondisi Kualitas Bahan Bangunan Kecamatan Depok No Kelas Luas (Ha) Persentase (%) 1 Tidak mudah terbakar 1415,087 48,10 2 Agak mudah terbakar 180,223 6,13 3 Mudah terbakar 0 0,00 4 Non Permukiman 1346,222 45,77 Total 2941, Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 45. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Kualitas Bahan Bangunan Kecamatan Depok No Kelas Desa Caturtunggal Jml Blok Luas (Ha) Desa Condongcatur Jml Blok Luas (Ha) Desa Maguwoharjo Jml Blok Luas (Ha) 1 Tidak mudah terbakar , , ,733 2 Agak mudah 55 71, , ,562

45 91 terbakar 3 Mudah terbakar Total , , ,295 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Menurut tabel di Desa Caturtunggal mempunyai permukiman dengan kualitas bahan bangunan tidak mudah terbakar sebanyak 392 blok dengan luas 480,326 Ha. Sedangkan permukiman dengan kualitas bahan bangunan agak mudah terbakar sebanyak 55 blok dengan luas 71,002 Ha. Desa Condongcatur mempunyai permukiman dengan kualitas bahan bangunan tidak mudah terbakar sebanyak 426 blok dengan luas 447,835 Ha. Sedangkan permukiman dengan kualitas bahan bangunan agak mudah terbakar sebanyak 141 blok dengan luas 74,852Ha. Desa Maguwoharjo mempunyai permukiman dengan kualitas bahan bangunan tidak mudah terbakar sebanyak 288 blok dengan luas 478,733Ha. Sedangkan permukiman dengan kualitas bahan bangunan agak mudah terbakar sebanyak 30 blok dengan luas 42,562 Ha. e. Variabel Lebar Jalan Masuk Lebar jalan masuk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lebar jalan yang menghubungkan jalan lingkungan permukiman dengan jalan utama pada masing-masing blok permukiman. Lebar jalan masuk dipilih sebagai salah satu penentu kualitas lingkungan karena dari lebar jalan dapat dilihat apakah akses jalan menuju rumah mukim baik atau buruk dengan asumsi kemudahan transportasi dari dan ke permukiman.

46 92 Tabel 46. Hasil Interpretasi Variabel Lebar Jalan Masuk No 1 Kenampakan obyek pada citra Kenampakan obyek di lapangan Kelas Agak lebar (Lebar jalan 3 6 m ) 2 Sempit (Lebar jalan < 3 m) Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010 Penentuan variabel lebar jalan masuk dilakukan dengan cara mengidentifikasi kenampakan obyek pada citra kemudian diberi atribut klas lebar > 6 meter m dengan asumsi bahwa dapat dengan mudah dilalui oleh dua/tiga mobil secara bebas, masuk dalam kriteria baik dan diharkat dengan 3. Lebar jalan masuk 3-6 meter masuk dalam kelas jalan masuk agak lebar dan diberi harkat 2. Untuk klas blok permukiman dengan lebar jalan masuk < 3 meter dengan asumsi hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki maupun berkendaraan bermotor, diklasifikasikan dalam kelas jalan masuk sempit, kemudian diharkat dengan 1. Dari hasil identifikasi tersebut, kemudian dapat dilihat persebaran blok permukiman berdasarkan lebar jalan masuk permukiman pada Peta Lebar Jalan Masuk Kecamatan Depok berikut ini

47 Gambar 9. Peta Lebar Jalan Kecamatan Depok 93

48 94 Berdasarkan gambar Peta Lebar Jalan Masuk Kecamatan Depok dapat diketahui tingkat atau persentase jalan masuk di tiap kelurahan. Berikut disajikan dalam tabel 47 dan tabel 48 sebagai berikut : Tabel 47. Luas dan Persentase Variabel Lebar Jalan Masuk Permukiman Kecamatan Depok No Kriteria Luas (Ha) Persentase(%) 1 Lebar jalan > 6 m Lebar jalan 3-6 m 703,86 23,93 3 Lebar jalan < 3 m 891,45 30,31 4 Non Permukiman 1346,222 45,77 Total 2941, Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 48. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Lebar Jalan Masuk Permukiman No Kriteria Desa Caturtunggal Jml Blok Luas (Ha) Desa Condongcatur Jml Blok Luas (Ha) Desa Maguwoharjo Jml Blok Luas (Ha) 1 Lebar jalan > 6 m 2 Lebar jalan 3-6 m 3 Lebar jalan < 3 m , , , , , ,832 Total , , ,295 Sumber : Hasil analisis data, 2014 Dilihat dari hasil analisis pada tabel, lebar jalan masuk permukiman di Kecamatan Depok untuk kelas lebar > 6 m tidak ada.

49 95 Hal ini dikarenakan di Kecamatan Depok dilewati jalan arteri yaitu ring road utara dan jalan Solo, sehingga aksebilitas dari permukiman ke jalan utama tidak begitu jauh dan tidak lebar. Desa Caturtunggal, lebar jalan < 3 meter merupakan yang paling besar luasannya bila dibandingkan dengan lebar jalan 3-6 meter, yaitu 327,328 Ha. Padatnya permukiman di Desa Caturtunggal sangat mempengaruhi lebar jalan masuk permukiman. Dilewatinya jalan kolektor seperti jalan Gejayan dan jalan Solo, membuat lebar jalan masuk permukiman tidak begitu lebar. Lebar jalan masuk permukiman di Desa Condongcatur juga didominasi oleh lebar jalan < 3 meter. Hal ini karena banyaknya rumah kos yang saling berhimpitan, adanya jalan Kaliurang dan ring road utara membuat aksebilitas dari permukiman ke jalan utama tidak lebar dan tidak begitu jauh. Desa Maguwoharjo merupakan daerah dengan luasan paling besar untuk lebar jalan < 3 meter di Kecamatan Depok yaitu 409,832 Ha. Hal ini disebabkan banyak penduduk membuat jalan sendiri menuju jalan utama, persebarannya di sekitar jalan ring road utara dan menuju stadion Maguwoharjo. Jauhnya permukiman dengan fasilitas ekonomi dan perdagangan juga mempengaruhi kondisi lebar jalan. f. Variabel Kondisi Permukaan Jalan Masuk Permukiman Kondisi jalan berkaitan dengan kondisi fisik jalan. Penilaian kondisi permukaan jalan ditentukan menurut persentase jalan yang

50 96 telah diperkeras baik menggunakan aspal maupun cor semen. Untuk lebih jelasnya disajikan tabel dan gambar peta kualitas jalan sebagai berikut Tabel 49. Hasil Interpretasi Kualitas / Kondisi Permukaan Jalan Masuk Permukiman No Kenampakan obyek pada citra Kenampakan obyek di lapangan Kelas 1 Jalan tanah 2 Jalan diperkeras dengan semen/ cone blok 3 Jalan diperkeras dengan aspal Sumber : Citra Quickbird Kecamatan Depok 2010

51 Gambar 10. Peta Kualitas Jalan Kecamatan Depok 97

52 98 Berdasarkan persebaran kondisi permukaan jalan masuk permukiman di Kecamatan Depok pada gambar di atas, kondisi jalan diperkeras kategori klas sedang merupakan yang paling banyak persebaran dan luasannya. Hal ini dapat dilihat juga pada tabel berikut: Tabel 50. Luas dan Persentase Variabel Kondisi Jalan Masuk Permukiman Kecamatan Depok No Kelas Luas (Ha) Persentase (%) 1 Baik (Jalan > 75 % diperkeras) 635,279 21,60 2 Sedang (Jalan 40% - 75 % diperkeras) 796,05 27,06 3 Buruk (Jalan < 40 % tidak diperkeras) 163,981 5,57 4 Non Permukiman 1346,222 45,77 Total 2941, Sumber : Hasil analisis data, 2014 Tabel 51. Jumlah Blok Permukiman Berdasarkan Kondisi Jalan Masuk Permukiman No Kelas Desa Caturtunggal Jml Blok Luas (Ha) Desa Condongcatur Jml Blok Luas (Ha) Desa Maguwoharjo Jml Blok Luas (Ha) 1 Baik (Jalan > 75 % diperkeras) 2 Sedang (Jalan 40% - 75 % diperkeras) 3 Buruk (Jalan < 40 % tidak diperkeras) , , , , , , , , ,421 Total , , ,295 Sumber : Hasil analisis data, 2014

53 99 Kondisi permukaan jalan yang belum diperkeras yaitu berupa jalan tanah, dimana pada citra dapat dikenali dengan warna coklat dengan jumlah blok permukiman yang jarang. Sedangkan untuk kondisi jalan yang telah diperkeras aspal, pada citra akan tampak berwarna abu-abu gelap dan jalan yang menggunakan cor semen/ coneblok akan tampak berwarna putih cerah. Untuk klas kriteria baik di Kecamatan Depok mencapai 635,279 Ha atau 21,6% dari total luasan di Kecamatan Depok. Desa Caturtunggal, paling banyak kondisi jalannya adalah jalan Sedang (Jalan 40%-75 % diperkeras) seluas 337,44 Ha. Persebarannya berada di sekitar kampus UGM, UNY dan Jalan Gejayan. Walaupun berdekatan dengan Kota Yogyakarta dan banyaknya fasilitas-fasilitas ekonomi dan pendidikan, tetapi kondisi jalannya termasuk dalam kelas sedang. Hal ini karena daerah tersebut banyak dibangun permukiman padat yang membutuhkan akses jalan, sehingga tiap blok permukiman membuat jalan dengan cor semen/coneblok. Desa Condongcatur merupakan daerah yang paling besar dalam kelas kondisi jalan yang baik yaitu 441 blok dengan luas 357,57 Ha. Persebarannya banyak dijumpai di sekitar jalan ring road utara dan jalan kaliurang. Hal ini disebabkan karena daerah tersebut merupakan daerah dengan permukiman yang teratur dan juga banyak fasilitas perdagangan seperti toko dan swalayan sehingga kondisi jalan yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penggunaan Lahan Kecamatan Depok 5.1.1. Interpretasi Penggunaan Lahan dari Citra Quickbird Hasil interpretasi penggunaan lahan dari Citra Quickbird Kecamatan Depok adalah

Lebih terperinci

ANALISIS KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN

ANALISIS KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN ANALISIS KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Citra Quickbird untuk menperoleh data variabel penelitian. Digunakan teknik

BAB III METODE PENELITIAN. Citra Quickbird untuk menperoleh data variabel penelitian. Digunakan teknik BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini memanfaatkan Citra Quickbird untuk menperoleh data variabel penelitian. Digunakan teknik interpretasi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT Lili Somantri Jurusan Pendidikan Geografi, FPIPS, UPI, L_somantri@ymail.com

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman yang terdiri dari Desa Caturtunggal, Desa Maguwoharjo dan Desa Condongcatur (Gambar 3).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk yang meningkat cepat selalu membawa perubahan, salah satunya adalah perubahan pada tingkat kualitas lingkungan. Laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1 Kondisi Administratif 3.1.1. Batas Wilayah Kecamatan Depok Kecamatan Depok merupakan bagian dari kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Batas Wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

Interpretasi Citra dan Foto Udara

Interpretasi Citra dan Foto Udara Interpretasi Citra dan Foto Udara Untuk melakukan interpretasi citra maupun foto udara digunakan kreteria/unsur interpretasi yaitu terdiri atas rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kawasan yang pesat di perkotaan memberikan tantangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kawasan yang pesat di perkotaan memberikan tantangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan yang pesat di perkotaan memberikan tantangan dan permasalahan bagi perencana maupun pengelola kota, dan akan menjadi lebih semakin berkembang karena

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN/WILAYAH YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN KAWASAN/WILAYAH YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN KAWASAN/WILAYAH YOGYAKARTA 3.1. Kondisi Wilayah DI Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Administratif Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang merupakan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CITRA GEOEYE-1 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN NGAGLIK, KABUPATEN SLEMAN

PENGGUNAAN CITRA GEOEYE-1 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN NGAGLIK, KABUPATEN SLEMAN PENGGUNAAN CITRA GEOEYE-1 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN NGAGLIK, KABUPATEN SLEMAN Denny Noviandi Wiratama dennydidon@gmail.com Barandi Sapta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem transportasi terutama infrastruktur jaringan jalan merupakan salah satu modal utama dalam perkembangan suatu wilayah. Pada daerah perkotaan, terutama, dibutuhkan

Lebih terperinci

UNSUR DAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA INDERAJA DARI GOOGLE EARTH

UNSUR DAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA INDERAJA DARI GOOGLE EARTH UNSUR DAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA INDERAJA DARI GOOGLE EARTH Oleh: Bambang Syaiful Hadi JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FIS UNY 1. RONA Rona adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Potensi Desa/ Kelurahan (2007), Desa Tlekung secara administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk khususnya di wilayah perkotaan dipengaruhi dari berbagai faktor-faktor yang menyebabkan suatu daerah menjadi padat penduduknya. Hal ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Obyek. Perkembangan kota tergantung dari lokasi, kepadatan kota, dan berkaitan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Obyek. Perkembangan kota tergantung dari lokasi, kepadatan kota, dan berkaitan 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Obyek Perkembangan kota tergantung dari lokasi, kepadatan kota, dan berkaitan dengan masa lalu atau sejarah terbentuknya kota serta berkaitan dengan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

V. HASIL ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN 63 V. HASIL ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN A. Luas Perubahan Lahan Perkebunan Karet yang Menjadi Permukiman di Desa Batumarta I Kecamatan Lubuk Raja Kabupaten OKU Tahun 2005-2010 Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013 ISBN:

Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013 ISBN: ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA Tyastiti Nugraheni, Agus Dwi Martono, Aditya Saputra Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

oleh : Eka Rianta S. Database and Mapping Officer ACF

oleh : Eka Rianta S. Database and Mapping Officer ACF PEMETAAN RESIKO BERMACAM BAHAYA LINGKUNGAN (MULTI RISK HAZARD MAPPING) DI KELURAHAN KAMPUNG MELAYU, CIPINANG BESAR UTARA DAN PENJARINGAN PROPINSI DKI JAKARTA (complement slides) oleh : Eka Rianta S. Database

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

PENGARUH KEBERADAAN FASILITAS PENDIDIKAN TERHADAP POLA KERUANGAN LAHAN TERBANGUN (Kasus: Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman)

PENGARUH KEBERADAAN FASILITAS PENDIDIKAN TERHADAP POLA KERUANGAN LAHAN TERBANGUN (Kasus: Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman) PENGARUH KEBERADAAN FASILITAS PENDIDIKAN TERHADAP POLA KERUANGAN LAHAN TERBANGUN (Kasus: Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman) Mathias Angger Yudistira anggergeografi@yahoo.co.id Sri Rum Giyarsih srirum@ugm.ac.id

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN 3.1. Tinjauan Umum Kota Yogyakarta Sleman Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa bagian selatan dengan jumlah penduduk 3.264.942 jiwa,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN

BAB III TINJAUAN KAWASAN BAB III TINJAUAN KAWASAN 3.1. Tinjauan Wilayah D.I. Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 110º.00-110º.50 Bujur Timur dan antara 7º.33-8 º.12 Lintang Selatan. Secara

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104 35-105

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah. dengan batas-batas administratif sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah. dengan batas-batas administratif sebagai berikut: 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Desa Argomulyo merupakan salah satu desa di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

ANALYSIS OF ROAD GREEN BELT ADQUACY LEVEL IN DEPOK DISTRICT, SLEMAN REGENCY USING REMOTE SENSING TECHNIQUE AND GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM

ANALYSIS OF ROAD GREEN BELT ADQUACY LEVEL IN DEPOK DISTRICT, SLEMAN REGENCY USING REMOTE SENSING TECHNIQUE AND GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM ANALISIS TINGKAT KETERCUKUPAN JALUR HIJAU JALAN DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALYSIS OF ROAD GREEN BELT ADQUACY LEVEL IN DEPOK

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

BAB III Tinjauan Lokasi dan Rumah Sakit Hewan di Yogyakarta 3.1 Tinjauan Kondisi Umum Kabupaten Sleman

BAB III Tinjauan Lokasi dan Rumah Sakit Hewan di Yogyakarta 3.1 Tinjauan Kondisi Umum Kabupaten Sleman BAB III Tinjauan Lokasi dan Rumah Sakit Hewan di Yogyakarta 3.1 Tinjauan Kondisi Umum Kabupaten Sleman 3.1.1 Sejarah Perda no.12 tahun 1998, tanggal 9 Oktober 1998 metetapkan tanggal 15 Mei tahun 1916

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1 Kondisi Administratif Gambar 3.1. Peta Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sekitarnya Sumber : www.jogjakota.go.id Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 7 30' - 8 15' lintang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi. IV. KEADAAN UMUM WILAYAH Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, secara makro Kabupaten Sleman terdiri dari daerah dataran rendah yang subur pada bagian selatan,

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN

ANALISIS KONDISI KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN ANALISIS KONDISI KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas

Lebih terperinci

Perencanaan dan Perancangan Maguwoharjo Sport Center BAB III TINJAUAN WILAYAH / KAWASAN BAB III TINJAUAN WILAYAH / KAWASAN

Perencanaan dan Perancangan Maguwoharjo Sport Center BAB III TINJAUAN WILAYAH / KAWASAN BAB III TINJAUAN WILAYAH / KAWASAN BAB III TINJAUAN WILAYAH / Perencanaan dan perancangan sebuah bangunan sangat dipengaruhi dengan lokasi bangunan tersebut berada. Bangunan olahraga bertipe sport center yang berlokasi di Yogyakarta apabila

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA 3.1. TINJAUAN UMUM 3.1.1. Kondisi Administrasi Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di sekitarnya sehingga batas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi ANALISIS PRIORITAS PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH PERMUKIMAN MELALUI PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN KOTAGEDE SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan aspek fisik maupun aspek sosial dan budaya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan aspek fisik maupun aspek sosial dan budaya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permukiman sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia memerlukan perhatian khusus dalam pembangunannya, karena masalah permukiman berkaitan dengan aspek fisik

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada sampai

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada sampai 31 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Propinsi Lampung. Oleh karena itu, selain merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Sleman 3.1.1 Kondisi Geografis Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN KOTA YOGYAKARTA BAGIAN SELATAN DENGAN FOTO UDARA PANKROMATIK HITAM PUTIH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN ARTERI DAN KOLEKTOR DI KECAMATAN DEPOK DAN KECAMATAN NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN

ANALISIS KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN ARTERI DAN KOLEKTOR DI KECAMATAN DEPOK DAN KECAMATAN NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN ANALISIS KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN ARTERI DAN KOLEKTOR DI KECAMATAN DEPOK DAN KECAMATAN NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN Di susun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada jurusan

Lebih terperinci

Keyword: Quickbird image data, the residential area, evaluation

Keyword: Quickbird image data, the residential area, evaluation PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD UNTUK EVALUASI PERSEBARAN KAWASAN PERUMAHAN TIDAK BERSUSUN OLEH PENGEMBANG TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG DI KECAMATAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN Ervan Primanda ervanprimanda@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3.1. Analisis Kedudukan Kawasan A. Analisis Kedudukan Kawasan Kawasan prioritas yaitu RW 1 (Dusun Pintu Air, Dusun Nagawiru, Dusun Kalilangkap Barat, dan Dusun Kalilangkap

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

STUDI LITERATUR UKDW DATA. Profil Kota Yogyakarta (DIY) Potensi Kota Yogyakarta Potensi Kota Yogyakarta dalam bidang olahraga Data - data sekunder

STUDI LITERATUR UKDW DATA. Profil Kota Yogyakarta (DIY) Potensi Kota Yogyakarta Potensi Kota Yogyakarta dalam bidang olahraga Data - data sekunder K ERANGKA B ERPIKIR LATAR BELAKANG Minimnya prestasi di bidang olahraga renang Kesimpulan Perlu wadah baru sebagi tempat berlatih renang yang memiliki fasilitas lengkap JDL (Pusat Olahraga Aquatic di Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA Kondisi Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA Kondisi Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA 3.1. Kondisi Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Administratif dan Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini mencakup penggunaan lahan, faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, dan dampak perubahan penggunaan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi dengan alam sekelilingnya atau lingkungannya. Seiring dengan perkembangan zaman,

Lebih terperinci

BAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI

BAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI BAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Boyolali 3.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110 22'

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU

PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU Feki Pebrianto Umar 1, Rieneke L. E. Sela, ST, MT², & Raymond Ch. Tarore, ST, MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang terletak di kawasan utara Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Subang yaitu 2.051.76 hektar atau 6,34% dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung sebagai salah satu kota yang perkembangannya sangat pesat dihadapkan pada berbagai kebutuhan dalam memenuhi kehidupan perkotaan. Semakin pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD

STUDI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD STUDI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui tingkat

Lebih terperinci

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi 23 PROFIL DESA Pada bab ini akan diuraikan mengenai profil lokasi penelitian, yang pertama mengenai profil Kelurahan Loji dan yang kedua mengenai profil Kelurahan Situ Gede. Penjelasan profil masingmasing

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisiografis a. Letak, Luas dan Batas Wilayah Desa Punduh Sari merupakan bagian dari wilayah administratif di Kecamatan Manyaran

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang

BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang 1. Keadaan Fisik a. Letak 62 Kelurahan Proyonangan Utara merupakan kelurahan salah satu desa pesisir di Kabupaten Batang Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen dengan tingkat kepadatan penduduknya yang mencolok, di mana corak masyarakatnya yang heterogen dan

Lebih terperinci

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara Sumber: Chapman, D. J (2004) Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

Lebih terperinci

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler Kampung Hamdan merupakan salah satu daerah di Kota Medan yang termasuk sebagai daerah kumuh. Hal ini dilihat dari ketidak beraturannya permukiman warga

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini akan mengemukakan hasil temuan data pada lokasi yang berfungsi sebagai pendukung analisa permasalahan yang ada. 4.. Gambaran Umum Desa Pulorejo 4... Letak geografis

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota Pekanbaru yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

Lebih terperinci

STUDIO 3 PERENCANAAN & PENGEMBANGAN WILAYAH KELURAHAN GANDUS 1

STUDIO 3 PERENCANAAN & PENGEMBANGAN WILAYAH KELURAHAN GANDUS 1 STUDIO 3 PERENCANAAN & PENGEMBANGAN WILAYAH Raghanu Yudhaji 2014280001 Retno Kartika Sari 2014280003 Resty Juwita 2014280021 Antya Franika 2014280013 Aprido Pratama 2014280024 Khoirurozi Ramadhan G 2014280005

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Awal berdirinya pemerintahan Kecamatan Bumi Waras terbentuk berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM. Awal berdirinya pemerintahan Kecamatan Bumi Waras terbentuk berdasarkan 77 IV. GAMBARAN UMUM A. Keadaan Umum Kecamatan Bumi Waras 1. Keadaan Umum Awal berdirinya pemerintahan Kecamatan Bumi Waras terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012,

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Kabupaten Sleman 1. Kondisi Geografis Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak diantara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penyusunan penelitian ini dilakukan dengan menentukan tingkat bahaya banjir yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK INTERNAL WILAYAH PERENCANAAN

KARAKTERISTIK INTERNAL WILAYAH PERENCANAAN Karakteristik wilayah perencanaan yang akan diuraikan meliputi kedudukan kota dalam lingkup wilayah, karakteristik fisik, karakteristik kependudukan, karakteristik perekonomian, karakteristik transportasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 1960 menjadi sejarah dalam sistem penguasaan dan kepemilikan tanah di Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Sistem penguasaan tanah oleh Belanda

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA Bangunan Rehabilitasi Alzheimer di Yoyakarta merupakan tempat untuk merehabilitasi pasien Alzheimer dan memberikan edukasi atau penyuluhan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sleman DIY. Simpang ini menghubungkan kota Jogjakarta dengan kota-kota lain di

BAB I PENDAHULUAN. Sleman DIY. Simpang ini menghubungkan kota Jogjakarta dengan kota-kota lain di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Simpang antara Jalan Laksda Adisucipto dengan Jalan Ring Road Utara Jogjakarta berada pada wilayah desa Maguwoharjo kecamatan Maguwoharjo kabupaten Sleman DIY. Simpang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Data Pusat Rehabilitasi Narkoba di Yogyakarta 3.1.1 Esensi Pusat Rehabilitasi Narkoba adalah suatu sarana yang melaksanakan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medis

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN 6.1. Struktur Peruntukan Lahan e t a P Gambar 6.1: Penggunaan lahan Desa Marabau 135 6.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan a. Rencana Penataan Kawasan Perumahan Dalam

Lebih terperinci

Identifikasi Kawasan Rawan Kebakaran di Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan dengan Sistem Informasi Geografis

Identifikasi Kawasan Rawan Kebakaran di Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan dengan Sistem Informasi Geografis Identifikasi Kawasan Rawan Kebakaran di Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan dengan Sistem Informasi Geografis Nisfi Sasmita 1, Rina Reida 1, Ida Parida Santi 1, Daratun Nurahmah 1, Neny Kurniawati

Lebih terperinci