Juang Akbardin. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudi No.207 Bandung
|
|
- Hendri Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 OPTIMALISASI SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI PERGERAKAN BARANG ANGKUTAN JALAN RAYA BERDASARKAN JARAK DISTRIBUSI TERPENDEK (STUDI KASUS PERGERAKAN BARANG POKOK DAN STRATEGIS INTERNAL REGIONAL JAWA TENGAH) (049T) Juang Akbardin Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudi No.207 Bandung ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah yang terus meningkat membutuhkan suatu penanganan untuk tetap kontinu atau berkembang lebih merata dan menyeluruh pada masing masing zona diprovinsi Jawa Tengah. Distribusi Pergerakan Barang Pokok dan Strategis di Provinsi Jawa Tengah mempunyai peranan yang dominan dalam menjaga dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi provinsi Jawa Tengah dengan hasil hasil produksi dan konsumsi yang dibutuhkan pada masing masing zona di kabupaten Jawa Tengah. Sehingga Sistem distribusi pergerakan barang pokok dan strategis yang ada di Jawa Tengah memerlukan aksesbilitas yang mudah dalam distribusi tersebut. Sistem Pergerakan barang pokok dan strategis berdasarkan acuan pengembangan wilayah dari MP3EI mendefinisikan bahwa jarak jaringan distribusi sedapat mungkin untuk ditentukan jarak terpendek supaya memacu perkembangan wilayah yang minus untuk mengurangi gap kebutuhan barang pokok dan strategis anta daerah atau zona di suatu internal Regional. Dengan kondisi tipical sistem jaringan jalan yang menjadi jaringan distribusi utama pergerakan barang pokok dan strategis di Provinsi Jawa Tengah dengan menentukan jalur jalur distribusi berdasarkan asal tujuan pergerakan. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menentukan jalur distribusi pergerakan barang pokok dan strategis berdasarkan yang terpendek pada zona zona di provinsi Jawa Tengah sebagai representasi aksesbilitas pada sistem pergerakan barang jalan raya di provinsi Jawa Tengah. Pada jalur jalur mana di jaringan jalan di Provinsi Jawa Tengah yang merupakan jalur distribusi terpendek pada distribusi barang pokok dan strategis zona zona tersebut Metode penelitian optimalisasi sistem Jaringan distribusi barang pokok dan strategis di provinsi Jawa Tengah dengan suatu pendekatan riset operasi dengan pemrograman linier untuk menentukan jarak terpendek distribusi antar zona. Dengan mengetahui jarak distribusi terpendek dari sistem jaringan jalan yang ada di Jawa Tengah maka dapat di predikasi distribusi pergerakan tersebut sesuai dengan jaringan jalan yang ada dan pengembangannya. Sehingga tingkat pelayanan jalan pada distribusi jarak terpendek tersebut dapat disesuaikan dengan perkembangan distribusinya. Kata Kunci : Optimalisasi, Sistem Jaringan, Jarak Terpendek 1. PENDAHULUAN Pergerakan distribusi barang di provinsi Jawa Tengah dibangun berdasarkan perkembangan ekonomi masing masing zona atau Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah. Perbedaan tingkat perkembangan ekonomi daerah atau zona tersebut didasarkan pada tingakat PDRB dan input output daerah yang terjadi berdasarkan supply dan demand akan barang komoditas tersebut. Sistem jaringan distribusi barang dari angkutan barang jalan raya dikelompokkan berdasarkan kondisi fisik geografis dasar Provinsi Jawa Tengah berdasarkan kelompok lintasan rute berdasarkan peran, kelas dan fungsi jalan yang terbangun di provinsi Jawa Tengah. Pergerakan Internal Regional merupakan sistem sirkulasi pergerakan yang terjadi di dalam suatu provinsi berdasarkan interaksi yang terjadi antar masing masing zona di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan sebaran pergerakan antar daerah tersebut berdasarkan matrik sebaran pergerakan. Kebutuhan barang sektor komoditas tersebut akan melewati rute atau jaringan jalan di provinsi Jawa Tengah dengan berusaha untuk mendapatkan suatu nilai besaran biaya transportasi yang kecil untuk pendistribusian antar zona tersebut. Sehingga kondisi jaringan jalan memungkinkan untuk melayani distribusi pergerakan antar zona berdasarkan jarak yang akan ditempuh yang akan dipilih seefisien mungkin. Tujuan Penelitian Mengetahui distribusi pergerakan antar zona diprovinsi Jawa Tengah berdasarkan jarak perlintasan rute terpendek sesuai dengan kondisi jaringan rute yang ditentukan dan mengetahui waktu perjalanan (travel time) distribusi Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 2013 T - 27
2 pergerakan lalu lintas barang jalan raya sesuai volume lalu lintas yang terjadi antar zona berdasarkan pergerakan yang terjadi Batasan Penelitian Pada penelitian ini system jaringan distribusi dibatasi berdasarkan rute antar zona yang telah ditentukan berdasarkan status jalan nasional dan jaringan jalan antar zona sesuai matrik jarak antar zona diprovinsi Jawa Tengah. Lokasi Penelitian Peta Jaringan Jalan di Provinsi Jawa Tengah 2. STUDY PUSTAKA Gambar. 1. Peta Jaringan Jalan di Provinsi Jawa Tengah Kapasitas Jalan Kapasitas dapat didefinisikan sebagai tingkat arus maksimum dimana kendaraan dapat diharapkan untuk melalui suatu potongan jalan pada priode waktu tertentu untuk kondisi jalur/jalan, lalulintas, pengendalian lalulintas dan kondisi cuaca yang berlaku. Kapasitas jalan dihitung dengan rumus (MKJI, 1997) C = C o x FC w x FC SP x FC Sf x FC cs (1) Dengan : C = Kapasitas (smp/jam) Co = Kapasitas dasar (smp/jam) FC w = Faktor penyesuain lebar jalur lalulintas FC Sp = Faktor penyesuaian pemisah arah FC Sf = Faktor penyesuaian hambatan samping FC cs = Faktor penyesuaian ukuran kota Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan menggunakan kapasitas (C) maka dapat dihitung rasio antara Q dan C, yaitu derajat kejenuhan sebagaimana rumus dibawah ini (MKJI, 1997) : DS=Q/C (2) Dengan : DS = Derajat kejenuhan Q =Arus kendaraan total dalam waktu tertentu (smp/jam) C = Kapasitas jalan (smp/jam) T - 28 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 2013
3 Proses Pemilihan Rute Arus Lalu Lintas pada suatu ruas jalan dalam suatu jaringan dapat diperkirakan sebagai hasil proses informasi MAT. Diskripsi system Jaringan dan pemodelan pemilihan rute. Model Pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan beberpa faktor pertimbangan yang didasari pengamatan bahwa tidak setiap pengendara dari zona asal dan tujuan akan memilih rute yang sama persis. (Tamin, 2000) Tabel 1. Klasifikasi Model Pemilihan Rute Penetuan Algoritma Secara Umum terdapat dua algoritma dasar yang sering digunakan untuk mencari rute tercepat atau terpendek (termurah). Kedua algoritma tersebut adalah Moore (1957) dan Djiskra (1959). Keduanya diterangkan dengan menggunakan simpul (biaya) ruas antara kedua titik A dan Bdalam suatu notasidengan d AB. Rute diidefinisikan dalam bentuk urutan A C D H dan seterusnya. Sedangkan jarak rute adalah penjumlahan setiap ruas dalam rute tersebut. Dengan menganggap d A adalah jarak minimum antara zona asal dan tujuan dari pohon S di simpul A ;P A adalah simpul sebelum Asehingga ruas (P A, A) adalah bagian dari rute terpendek dari S ke A. (Tamin, 2000). Alasan Pemilihan Rute Model pemilihan rute harus mewakili cirri system transportasi dan salah satu hipotesis pemilihan rute pemakai jalan. Hipotesis Pemilihan Rute yang ada dapat digunakan yang menghasilkan model yang berbeda adalah 1. Pembebanan All or Nothing. Pemakai jalan secara rasional memilih rute terpendek yang meminimkan hambatan transportasi (jarak, waktu dan biaya). 2. Pembebanan Banyak Ruas. Diasumsikan pemakai jalan tidak mengetahui informasi yang tepat mengenai rute tercepat. 3. Pembebanan Berpeluang. Pemakai Jalan menggunakan beberapa faktor rute dengan meminimumkan hambatan trsnportasi Pengunaan Algoritma Djiskra Algoritma yang ditemukan djiskra(1959) dalam iterasinya algoritma akan mencari satu titik yang jumlah bobotnya dari titik terkecil. Titik titik yang terpilih dipisahkan (disebut titik permanen) dan titik tersebut tidak diperhatikan lagi dalam iterasi berikutnya Interaksi antar zona L A = Tata guna lahan di A P A = Bangkitan Pergerakan dari A A B = tarikan pergerakan ke zona B Q AB = Arus Lalu lintas dari zona A ke zona B yang menggunakan rute 1 T = waktu tempuh lalu lintas dari zona A ke zona B yang menggunakan rute 1 pada kondisi arus = Q T 0 C a T Q AB = waktu tempuh pada saat arus = 0 kondisi arus bebas = Capasitas = Indek Tingkat Pelayanan (ITP) Q 1 (1 a) C Q 1 C Q T0 Dengan Notasi : T = Waktu tempuh pada saat arus Q Q T 0 Q C Kriteria Efek Stokastik dipertimbangkan Tidak Ya Efek batasan Kapasitas dipertimbangkan Tidak All or Nothing Stokastik Murni (Dial, Burrel) Ya Keseimbangan Wordrop Keseimbangan Pengguna -Stokastik Sumber : Ortuzar and Willumsen (1994) dalam Tamin 2000 = waktu tempuh pada saat arus = 0 kondisi arus bebas = Arus Lalu Lintas = Kapasitas (3) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 2013 T - 29
4 Penentuan Fungsi Tujuan Fungsi tujuan dari penentuan jarak terpendek berdasarkan interaksi antar zona adalah n n Minimalisasi Z( f ( TQ) C. X (4) X Jarak i ke j C = biaya perjalanan U = kapasitas busur i i1 j1 b Aliran net yang di bangkitkan pada simpul i 3. METODOLOGI Dalam penelitian optimalisasi sistem jaringan distribusi pergerakan barang angkutan jalan raya berdasarkan jarak terpendek pada pergerakan barang pokok dan strategis internal regional provinsi Jawa Tengah didasarkan pada penentuan parameter dan variabel yang menentuakan dalam penelitian ini. Yaitu : Variabel danparameter Penelitian Variabel dan parameter dominan penelitian yang mempengarui antara lain : Tabel. 2. Variabel dan Parameter Penelitian Variabel Parameter 1. Lintasan Rute Jarak Klasifikasi Rute Kategori Rute 2. Jaringan jalan Kapasitas Volume V/C 3. Zona / Node Bangkitan Tarikan Sebaran Pergerakan Sumber : Analisa Data Diagram Alir Penelitian Mulai Optimalisasi Sistem Jaringan Distribusi Pergerakan Barang Angkutan Jalan Raya Berdasarkan Jarak Distribusi Terpendek Pengumpulan Data Studi Pustaka Peta Jaringan Jalan Nasional dan Provinsi Jawa Tengah Data Matrik Jarak antar kota di Jawa Tengah Data Matrik Sebaran Pergerakan Barang Pokok dan Strategis di Jawa Tengah Data Volume Lalu Lintas ruas jalan antar zona di Provinsi Jawa Tengah Data Kapasitas Jalan antar zona di Provinsi Jawa Tengah Data V/C Ratio Jalan antar zona di Provinsi Jawa Tengah Pengolahan Data Menggunakan Algoritma Dkstra Hasil Optimalisasi Analisa Data berdasarkan Fungsi Tujuan Pembentukan Matrik TQ Selesai Gambar 2. Diagram Alir Penelitian T - 30 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 2013
5 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Lintasan Rute Penentuan Lintasan Rute yang ada didasarkan pada data sekunder terkait dengan informasi data yang akurat terkai dengan lintasan yang menjadi jalur pergerakan yang dominan digunakan dlam pergerakan lalu lintas barang di Jawa Tengah.Jarak lintasan rute yang didefinisikan adalah jarak antar zona berdasarkan informasi matrik jarak. Klasifikasi lintasan rute berdasarkan fungsi jalan dari sistem jaringan jalan yang biasa dilintasi angkutan barang fungsi kelas jalan tersebut antara lain : 1. Jalan Arteri Primer 2. Jalan Arteri Sekunder 3. Jalan Kolektor Primer 4. Kolektor Sekunder. Kategori lintasan rute berdasarkan letak geografis rute tersebut di koridor provinsi Jawa Tengah yaitu : 1. Lintasan Rute Pantai Utara 2. Lintasan Rute Tengah 3. Lintasan Rute Penghubung 4. Lintasan Rute Selatan 5. Jalur Non Lintasan Gambar. 3. Diagram Jaringan berbasis zona dan Jarak kabupaten / kota di Jawa Tengah Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 2013 T - 31
6 Tabel. 3. Data Variabel Sistem Jaringan Jalur Lintasan Utara Dari Kabupaten dan Kota ke Kabupaten dan Kota Q = AADT (smp/jam) ITP =V/C C (smp/jam) L = Jarak (km) To (L V) To (MHV) 29 Brebes 35 Kota Tegal Kota Tegal 27 Pemalang Pemalang 34 Kota Pekalongan Kota Pekalongan 25 Batang Batang 24 Kendal Kendal 33 Kota Semarang Kota Semarang 21 Demak Demak 19 Kudus Kudus 18 Pati Pati 17 Rembang Banyumas 3 Purbanlingga Purbalingga 4 Banjarnegara Banjarnegara 7 Wonosobo Wonosobo 23 Temanggung Temanggung 22 Semarang Semarang 32 Kota Salatiga Semarang 33 Kota Semarang Kota Salatiga 9 Boyolali Boyolali 31 Kota Surakarta Kota Surakarta 14 Sragen Kota Surakarta 13 Karanganyar Karanganyar 14 Sragen Banyumas 1 Cilacap Cilacap 5 Kebumen Kebumen 6 Purworejo Purworejo 8 Magelang Magelang 10 Klaten Klaten 31 Kota Surakarta Kota Surakarta 11 Sukoharjo Sukoharjo 12 Wonogiri Wonogiri 13 Karanganyar Sukoharjo 13 Karanganyar Brebes 28 Tegal Kota Tegal 28 Tegal Tegal 2 Banyumas Purbalingga 5 Kebumen Wonosobo 6 Purworejo Temanggung 30 Kota Magelang Kota Magelang 8 Magelang Pemalang 28 Tegal Tegal 3 Purbalingga Pemalang 26 Pekalongan Pekalongan 4 Banjarnegara Kota Pekalongan 26 Pekalongan Batang 26 Pekalongan Batang 7 Wonosobo Kendal 23 Temanggung Kota Semarang 15 Grobogan Demak 15 Grobogan Kudus 15 Grobogan Kudus 20 Jepara Jepara 18 Pati Pati 15 Grobogan Rembang 16 Blora Blora 15 Grobogan Grobogan 14 Sragen Sumber : Analisa Data IRMS Lintasan Tengah LintasanSelatan Lintasan Penghubung Non Lintasan To (LongV) Dari Penentuan Inisialisasi sistem Jaringan yang didefinisikan maka dapat ditentukan Minimalisasi Waktu Perjalanan (Travel Time ) berdasarkan jarak terpendek setelah rute tersebut dipertimbangkan dengan volume ruas jalan, Indek Pelayanan Jalan (DS / Derajat Kejenuhan Jalan ) dan Kecepatan dasar Masing Masing Jenis kendaraan Barang yang didefinisikan. Sehingga hasil dari persamaan fungsi tujuan penentuan TQ pada arus Q (volume) pada jalur terpendek antar zona dapat diketahui nilainya. Berikut hasil Nilai Travel time berdasarkan jarak terpendek berdasarkan kondisi iarus lalu lintas dan tingkat pelayanan jalan yang ada dari zona cilacap ke zona yang ada di jawa Tengah T - 32 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 2013
7 kota asal Cilacap Sumber : Analisa Data Sehingga dari hasil Travel Time masing masing zona dapat disusun matrik travel time pergerakan angkutan barang berdasarkan distribusi pergerakan jarak terpendek yang dilintasi volume lalu lintas (Q). pada (Tabel 5) 5. KESIMPULAN Penggunaan Algoritma Djiskra dalam penentuan jarak terpendek dalam kontek pemilihan rute All or Nothing yang sudah mempertimbangkan kondisi karakteristik jaringan jalan dengan kapasitas, volume dan tingkat pelayanan jalan dapat mengoptimalkan pergerakan dengan tinjauan besaran Travel Time yang diperoleh dalam perjalanan distribusi pergerakan barang tersebut. DAFTAR PUSTAKA» Tabel 4. Travel Time Jalur Jalan terpendek dari Cilacap Menuju ke Kota 1-35 kota tujuan nilai TQ jalur 1 Cilacap 1 0 1=>1 1 Banyumas =>2 1 Purbalingga =>2=>3 1 Banjarnegara =>2=>3=>4 1 Kebumen =>5 1 Purworejo =>5=>6 1 Wonosobo =>5=>6=>7 1 Magelang =>5=>6=>8 1 Boyolali =>5=>6=>8=>10=>31=>9 1 Klaten =>5=>6=>8=>10 1 Sukoharjo =>5=>6=>8=>10=>31=>11 1 Wonogiri =>5=>6=>8=>10=>31=>11=>12 1 Karanganyar =>5=>6=>8=>10=>31=>13 1 Sragen =>5=>6=>8=>10=>31=>14 1 Grobogan =>5=>6=>7=>23=>22=>33=>15 1 Blora =>5=>6=>7=>23=>22=>33=>15=>16 1 Rembang =>5=>6=>7=>23=>22=>33=>15=>16=>17 1 Pati =>5=>6=>7=>23=>22=>33=>15=>18 1 Kudus =>5=>6=>7=>23=>22=>33=>15=>19 1 Jepara =>5=>6=>7=>23=>22=>33=>15=>18=>20 1 Demak =>5=>6=>7=>23=>22=>33=>21 1 Semarang =>5=>6=>7=>23=>22 1 Temanggung =>5=>6=>7=>23 1 Kendal =>5=>6=>7=>23=>24 1 Batang =>5=>6=>7=>25 1 Pekalongan =>2=>3=>4=>26 1 Pemalang =>2=>28=>27 1 Tegal =>2=>28 1 Brebes =>2=>28=>29 1 Kota Magelang =>5=>6=>8=>30 1 Kota Surakarta =>5=>6=>8=>10=>31 1 Kota Salatiga =>5=>6=>7=>23=>22=>32 1 Kota Semarang =>5=>6=>7=>23=>22=>33 1 Kota Pekalongan =>2=>28=>27=>34 1 KotaTegal =>2=>28=> , Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI),(1997) Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta Hillier, Lieberman (2005). Introduction Operation Research 8 Edition, Penerbit Andi Jong Jek Siang (2011), Riset Operasi dan Pendekatan Algoritmis, Penerbit Andi P. Siagian (1987), Penelitian Operasional (teori dan Praktek) Tamin (2000), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 2013 T - 33
8 T - 34 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 2013
9 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 2013 T - 35
BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang
Lebih terperinciASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU
INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua
Lebih terperinciASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU
INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137
Lebih terperinciTABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN
TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t
PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN
No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan
Lebih terperinciASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU
INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471
Lebih terperinciLampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.
LAMPIRAN Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap 15.24 6.68 22.78 1676090 2 Kab. Banyumas 18.44 5.45 21.18 1605580 3 Kab. Purbalingga 20.53 5.63 21.56 879880 4 Kab. Banjarnegara
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013
No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015
No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH
No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,
Lebih terperinciGambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah
36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan
Lebih terperinciKONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH
KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA TENGAH
BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA TENGAH
BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih
Lebih terperinciGambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,
No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.
KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciPENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016
PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA TENGAH
BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015
No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH
BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan
Lebih terperinciKEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99
Lebih terperinciPENEMPATAN TENAGA KERJA
PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi
1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran persebaran IPM dan komponen-komponen penyususn IPM di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh
Lebih terperinciLUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH
LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH OUT LINE 1. CAPAIAN PRODUKSI 2. SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN 3. CAPAIAN
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72
Lebih terperinciPenentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta
Rekaracana Jurnal Online Institute Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas.x Vol xx Agustus 2014 Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta
Lebih terperinciTABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012
Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)
Lebih terperinciKeadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015
KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : ; e-issn :
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : 2550-0384; e-issn : 2550-0392 PENGELOMPOKAN PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS MENURUT KABUPATEN/KOTA DAN PENDIDIKAN TERTINGGI
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH
No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar
Lebih terperinciRUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH
RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah
Lebih terperinciFUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH
FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH 1 Diah Safitri, 2 Rita Rahmawati, 3 Onny Kartika Hitasari 1,2,3 Departemen Statistika FSM Universitas Diponegoro
Lebih terperinciKEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH
KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH TARGET INDIKATOR LKPD YANG OPINI WTP Dalam Perpres No 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan prioritas nasional pencapaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH,
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 wsm 2^17 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH
Lebih terperinciPENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA
PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA TUGAS AKHIR Oleh : PUTRAWANSYAH L2D 300 373 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efektivitas pembelajaran merupakan pencapaian tujuan antara perencanaan dan hasil pembelajaran. Hal ini didukung oleh pernyataan Menurut Elvira (2008: 58), efektivitas
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG
KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan
Lebih terperinci1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun
1.1. UMUM 1.1.1. DASAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Planologi Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, Tanggal 10
Lebih terperinciPENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 016 p-issn : 550-0384; e-issn : 550-039 PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 009-013 MENGGUNAKAN
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi
BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut
Lebih terperinciBAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian
33 A. Gambaran Umum BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Dengan ibu kotanya adalah Semarang. Provinsi ini di sebelah
Lebih terperinciAPLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 2015)
APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 015) Rezzy Eko Caraka 1 (1) Statistics Center Undip, Jurusan Statistika,
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab analisis dan pembahasan ini akan jelaskan tentang pola persebaran jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kemudian dilanjutkan dengan pemodelan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Gambaran Umum Subyek penelitian Penelitian ini tentang pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/kota
Lebih terperinciREKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017
REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL 13-17 JULI 2017 NO SIMBOL JENIS STAND NOMOR STAND INSTANSI 1 1 Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah 2 2 Dinas Ketahanan Pangan Provinsi
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH
BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH 1. Perkembangan Jumlah BPR Merger Sejak paket kebijakan bidang perbankan digulirkan pada bulan Oktober 1988 atau yang dikenal dengan Pakto 88, jumlah
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TARUN 2116 PERUBAHANPERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN2015 KEBUTUHAN DAN HARGAECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIANDI
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 561.4/69/2010 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang
Lebih terperinciPRODUKSI PADI DAN PALAWIJA JAW A TENGAH 1996-2011 ISSN : 0854-6932 No. Publikasi : 33531.1204 Katalog BPS : 5203007.33 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : 245 halaman Naskah : Bidang Statistik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita
Lebih terperinciBOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN PERILAKU PEMBENTUKAN HARGA PRODUK MANUFAKTUR DI JAWA TENGAH
BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN PERILAKU PEMBENTUKAN HARGA PRODUK MANUFAKTUR DI JAWA TENGAH 1. LATAR BELAKANG MASALAH Upaya pengendalian harga dapat dimulai dari mencari sumber-sumber penyebab inflasi
Lebih terperinciIR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961
IR. SUGIONO, MP Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 1 BBPTU HPT BATURRADEN Berdasarkan Permentan No: 55/Permentan/OT.140/5/2013 Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden yang
Lebih terperinciAplikasi Shortest Path dengan Menggunakan Graf dalam Kehidupan Sehari-hari
Aplikasi Shortest Path dengan Menggunakan Graf dalam Kehidupan Sehari-hari Andika Mediputra NIM : 13509057 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,
Lebih terperinciGUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG
GUBERNURJAWATENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG PERKIRAANALOKASIDANABAGI HASILCUKAIHASILTEMBAKAU BAGIANPEMERINTAHPROVINSIJAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATENjKOTADI JAWATENGAHTAHUNANGGARAN2016
Lebih terperinciHASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)
No. 74/12/33 Th.VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM JAWA TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 3,31 JUTA RUMAH TANGGA, TURUN 28,46 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah
Lebih terperinciDINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH
DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH PROGRAM DAN KEGIATAN Penyelenggaraan urusan Energi dan Sumber Daya Mineral dalam rangka mewujudkan desa mandiri/berdikari melalui kedaulatan energi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan fungsi beras sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk. Pentingnya keberadaan beras
Lebih terperinci1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)
LAMPIRAN LAMPIRAN A 1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) NO. KOTA/KABUPATEN PAD DAU DAK BELANJA MODAL PDRB 1 Kab. Banjarnegara 71.107 562.288 65.367
Lebih terperinciSINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017
PAPARAN SEKRETARIS DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017 Ungaran, 19 Januari 2017 Struktur Organisasi
Lebih terperinciSEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH
SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciPROGRAM DAN KEGIATAN SUBID ANALISA AKSES DAN HARGA PANGAN TA BADAN KETAHANAN PANGAN PROV. JATENG
PROGRAM DAN KEGIATAN SUBID ANALISA AKSES DAN HARGA PANGAN TA. 2016 BADAN KETAHANAN PANGAN PROV. JATENG 1 I.Program Peningkatan Ketahanan Pangan (APBD) Peningkatan Akses Pangan Masyarakat dan Pemantauan
Lebih terperinciSebelum melaksnakan pembelajaran guru terlebih dulu membuat Rencana Proses Pembelajaran (RPP), judul penelitian ini terkait dengan tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Pendidikan
Lebih terperinciDAFTAR NOMINASI SEKOLAH PENYELENGGARA UN CBT TAHUN 2015
280 Jawa Tengah Kab. Banjarnegara SMA SMAN 1 Banjarnegara 281 Jawa Tengah Kab. Banjarnegara SMA SMAN 1 Purwareja Klampok 282 Jawa Tengah Kab. Banjarnegara SMK SMK HKTI 1 Purwareja Klampok 283 Jawa Tengah
Lebih terperinciKEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009
KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA TENGAH, Membaca : Surat Kepala Dinas Tenaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam meningkatkan pendapatan suatu pembangunan perekonomian di Indonesia, tentunya diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I - 1
I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana banjir yang terjadi di beberapa wilayah Brebes dirasakan semakin meningkat. Salah satu penyebab terjadinya banjir adalah karena tidak lancarnya aliran
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD)
LAMPIRAN XI PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti
Lebih terperinci