Evaluasi Pemukiman Dan Perumahan Kumuh Berbasis Lingkungan Di Kel. Kalibanteng Kidul Kota Semarang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Evaluasi Pemukiman Dan Perumahan Kumuh Berbasis Lingkungan Di Kel. Kalibanteng Kidul Kota Semarang"

Transkripsi

1 Evaluasi Pemukiman Dan Perumahan Kumuh Berbasis Lingkungan Di Kel. Kalibanteng Kidul Kota Semarang Suparto FPTK IKIP Veteran Semarang suparto@gmail.com ABSTRAK Pemukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan hutan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan. Pemukiman berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri-kehidupan dan penghidupan (UU RI No. 4/1992). Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan, misalnya penyediaan air minum, pembuangan sampah, listrik, telephon, jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana mestinya; dan sarana lingkungan yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan serta pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya, seperti fasilitas taman bermain, olah raga, pendidikan, pertokoan, sarana perhubungan, keamanan, serta fasilitas umum lainnya. Perumahan sehat merupakan konsep dari perumahan sebagai faktor yang dapat meningkatkan standar kesehatan penghuninya. Konsep tersebut melibatkan pendekatan sosiologis dan teknis pengelolaan faktor resiko yang berorientasi pada lokasi, bangunan, kualifikasi, adaptasi, manajemen, penggunaan dan pemeliharaan rumah dan lingkungan di sekitarnya, serta mencakup unsur rumah tersebut memiliki penyediaan air minum dan sarana yang memadai untuk memasak, mencuci, menyimpan makanan, serta pembuangan kotoran manusia maupun limbah lainnya (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001). Kawasan pemukiman di dominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, tempat bekerja yang memberi pelayanan dan kesempatan kerja terbatas yang mendukung peri-kehidupan dan penghidupan. Satuan lingkungan pemukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan terstuktur yang memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal. Kata Kunci : Pemukiman dan Perumahan, Berbasis Lingkungan PENDAHULUAN Perumahan dan pemukiman adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan. Pemukiman dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala unsur serta kegiatan yang berkaitan dan yang ada di dalam pemukiman. Pemukiman dapat terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan perumahan sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan menerapkan persyaratan rumah sehat. Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 32

2 kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan. Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Suatu pemukiman kumuh dapat dikatan sebagai pengejawantahan dari kemiskinan, karena pada umumnya di pemukiman kumuhlah masyarakat miskin tinggal dan banyak dijumpai di kawasan perkotaan. Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan, dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya. Makalah ini menyajikan tingkat kekumuhan pemukiman yang terdapat di wilayah Kelurahan Kalibanteng Kidul dan upaya apa saja yang dapat dilakukan demi perbaikan pemukiman wilayah tersebut. KAJIAN TEORI Pengertian Perumahan Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan, misalnya penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan kelu arga dan individu (Komisi WHO tentang Kesehatan dan Lingkungan, 2001). Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Perumahan memberikan kesan tentang rumah beserta prasarana dan sarana lingkungannya. Perumahan menitikberatkan pada fisik, atau benda mati yaitu houses dan land settlement. Pemukiman yang berasal dari kata to settle atau berarti menempati atau mendiami ini berkembang menjadi sebuah proses yang berkelanjutan, yaitu pemukiman tidak menetap, semi menetap dengan pemukiman sementara atau musiman. Perumahan didefinisikan pula sebagai satu ciri rumah yang disatukan di sebuah kawasan petempatan. Di dalam satu unsur perumahan terdapat beberapa sub unsur rumah-rumah dengan segala kemudahan fizikal seperti kedaikedai, sekolah dan lain-lain. Di kawasan perumahan, masyarakat hidup berkelompok dan bersosialisasi antara satu sama yang lain. (Sumaryono, 2006). MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 33

3 Soedarsono, staf Ahli Menteri Negara Perumahan Rakyat Bidang Hukum mengemukakan, jika suatu daerah telah tumbuh dan berkembang, rumah-rumah sebagai suatu proses bermukim yaitu kehadiran manusia dalam menciptakan ruang dalam lingkungan masyarakat dan alam sekitarnya dinamakan perumahan. Jadi dapat dikatakan bahwa perumahan adalah kumpulan rumah-rumah sebagai tempat bermukim manusia dalam melangsungkan kehidupannya Rumah juga dijadikan sebagai tempat berlindung dan merupakan keperluan peringkat ke dua yang mesti dicapai untuk tujuan keselamatan sebelum keperluan-keperluan dalam peringkat yang lebih tinggi dipenuhi. Rumah sebagai keperluan diri dan keluarga yang memisahkan satu keluarga dengan keluarga yang lain. (Ridwan, 2011). Pengertian dan Karakter Kumuh Kumuh adalah keadaan yang mengandung sifat-sifat keusangan, banyak ditujukan kepada keadaan guna lahan atau zona atau kawasan yang sudah sulit diperbaiki lagi, jadi yang telah baik dibongkar, tapi juga dapat ditujukan kepada keadaan yang secara fisik masih cukup baik belum tua, tetapi sudah tidak lagi memenuhi berbagai standar kelayakan (Handoyo, 2009). 1. Kriteria: a. Pemandangan yang tidak enak untuk di pandang karena nilai estetikanya sudah tidak ada lagi; b. Tingkat kesehatan masyarakatnya kurang; c. Penataan ruangnya tidak beraturan; dan d. Tingkat keamanan dan kenyamanan sangat kurang. 2. Indikator: a. Lokasi kumuh biasanya di daerah pinggiran; b. Di lingkungan kumuh kondisi bangunannya kurang handal; c. Penataan ruangnya tidak beraturan dan sangat rapat; d. Kualitas bangunan yang sangat rendah serta sarana dan prasarana lingkungan tidak memenuhi syarat; e. Karena kepadatan yang sangat tinggi, maka mengakibatkan peredaran udara di dalam dan di luar rumah terasa kurang; f. Sarana jalan sangat terbatas dan umumnya banyak yang digenangi air kotor; g. Saluran air buangan tidak berfungsi; h. Banyak tumpukan sampah; i. Karena kepadatan bangunannya yang terlalu rapat dan padat, mengakibatkan daerah tersebut rawan bahaya kebakaran; dan j. Kehidupan sosial masyarakatnya sangat beragam. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 34

4 3. Parameter: a. Kepadatan penduduknya lebih dari 100 Jiwa/Ha; b. Besarnya KDB dan KLB dari bangunannya hampir mendekati atau sama dengan 100 %; c. Ventilasi rumah < 4 M 2 ; d. Sumber air minum atau mandi: kali, selokan, danau, mata air, sumur dangkal tanpa dinding semen jarak dengan sungai/limbah < 5-8 M, sumur dengan dinding semen jaraknya < 8-10 M, sumur pompa jarak dengan limbah < 10 M; e. Untuk kawaasan kumuh yang berada di pinggir sungai, besarnya garis sempa dan sungainya < 50 M, untuk sungai kecil dan < 100 m untuk sungai besar atau tidak ada sama sekali garis sempa dan sungainya. 4. Klasifikasi dari kumuh, dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasinya, yaitu: a. Di pinggiran sungai; b. Di pinggir jalan kereta api; dan c. Di pinggir jalan; Pengertian, Karakter Perumahan dan Kawasan Kumuh Ravianto (2009) mengemukakan bahwa perumahan kumuh atau pemukiman kumuh adalah lingkungan hunian atau tempat tinggal/rumah beserta lingkungannya, yang berfungsi sebagai rumah tinggal dan sebagai sarana pembinaan keluarga, tetapi tidak layak huni ditinjau dari tingkat kepadatan penduduk, sarana dan prasarananya, fasilitas pendidikan, kesehatan serta sarana dan prasarana sosial budaya masyarakat. Kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Kawasan kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia (Lestariningsih, 2007). Kawasan kumuh umumnya dihubunghubungkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi. Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial seperti: kejahatan, obat-obatan terlarang dan minuman keras. Di berbagai negara miskin, kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis. Secara umum, daerah kumuh (slum area) diartikan sebagai suatu kawasan pemukiman atau pun bukan kawasan pemukiman yang dijadikan sebagai tempat tinggal yang bangunan-bangunannya berkondisi sub-standar atau tidak layak yang dihuni oleh penduduk miskin yang padat. Kawasan yang sesungguhnya tidak diperuntukkan sebagai daerah pemukiman di banyak kota besar, oleh penduduk miskin yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap diokupasi untuk dijadikan tempat tinggal, seperti: bantaran sungai, di pinggir rel kereta api, tanah-tanah kosong di sekitar pabrik atau pusat kota, dan di bawah jembatan. Beberapa ciri-ciri daerah kumuh menurut Rikhwanto (2009) antara lain: MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 35

5 1) Dihuni oleh penduduk yang padat, baik karena pertumbuhan penduduk akibat kelahiran maupun karena adanya urbanisasi; 2) Dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap, atau berproduksi sub-sistem yang hidup di bawah garis kemiskinan; 3) Rumah-rumah yang merupakan rumah darurat yang terbuat dari bahan-bahan bekas dan tidak layak; 4) Kondisi kesehatan dan sanitasi yang rendah, biasanya ditandai oleh lingkungan fisik yang jorok dan mudahnya tersebar penyakit menular; 5) Langkanya pelayanan kota seperti: air bersih, fasilitas MCK, listrik, dan sebagainya; 6) Pertumbuhannya tidak terencana sehingga penampilan fisiknya pun tidak teratur dan tidak terurus, seperti: jalan yang sempit, halaman rumah tidak ada, dan sebagainya; dan 7) Kuatnya gaya hidup pedesaan yang masih tradisional; 8) Ditempati secara ilegal atau status hukum tanah yang tidak jelas (bermasalah); 9) Biasanya ditandai oleh banyaknya perilaku menyimpang dan tindak kriminal. Sebab dan Proses Terbentuknya Pemukiman Kumuh 1. Sebab Terbentuknya Pemukiman Kumuh Dalam perkembangan suatu kota sangat erat kaitannya dengan mobilitas penduduknya. Masyarakat yang mampu cenderung memilih tempat huniannya keluar dari pusat kota. Sedangkan bagi masyarakat yang kurang mampu akan cenderung memilih tempat tinggal di pusat kota, khususnya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan di kota (Mandanao, 2007). Tidak tersedianya fasilitas perumahan yang terjangkau oleh kantong masyarakat yang kurang mampu serta kebutuhan akan akses ke tempat usaha menjadi penyebab timbulnya lingkungan pemukiman kumuh di perkotaan. Ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali juga dapat menjadi salah satu penyebab terbentuknya pemukiman kumuh. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan pemukiman-pemukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di pemukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota. 2. Proses Terbentuknya Pemukiman Kumuh. Dibangunnya perumahan oleh sektor non-formal, baik secara perorangan maupun dibangunkan oleh orang lain dapat mengakibatkan munculnya lingkungan perumahan kumuh yang padat, tidak teratur dan tidak memiliki prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi standar teknis dan kesehatan. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 36

6 Munculnya Masalah Akibat Pemukiman Kumuh Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dari segi pemerintahan, pemerintah di anggap dan di pandang tidak cakap dan tidak peduli dalam menangani pelayanan terhadap masyarakat. Sementara pada dampak sosial, pada umumnya sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah, yang di anggap sebagai sumber ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial. Terbentuknya pemukiman kumuh yang sering disebut sebagai slum area dipandang potensial. Penduduk di pemukiman kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari segi latar belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi lingkungan (kota) yang kurang memadai. Kondisi kualitas kehidupan ini yang mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk penghuninya. Terjadinya perilaku menyimpang, karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan keahlian dan kemampuan yang terbatas, selain itu juga karena menerima kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan di kota tidak sesuai dengan yang diharapkan dan tidak dapat memperbaiki kehidupan masyarakat. Masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh pada umumnya terdiri dari golongangolongan yang tidak berhasil mencapai kehidupan yang layak, sehingga tidak sedikit masyarakat yang menjadi pengangguran, gelandangan dan pengemis yang sangat rentan terhadap terjadinya perilaku menyimpang dan berbagai tindak kejahatan. Kondisi kehidupan yang sedang mengalami benturan antara perkembangan teknologi dengan keterbatasan potensi sumber daya yang tersedia juga ikut membuka celah timbulnya perilaku menyimpang dan tindak kejahatan dari para penghuni pemukiman kumuh tersebut. Kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang (deviant behaviour) ini juga diperkuat pola kehidupan kota yang lebih mementingkan diri sendiri atau kelompoknya yang sering bertentangan dengan nilai-nilai moral dan norma-norma sosial dalam masyarakat. Keadaan seperti itu cenderung menimbulkan masalah-masalah baru yang menyangkut: 1. Masalah persediaan ruang yang semakin terbatas terutama masalah pemukiman untuk golongan ekonomi lemah dan masalah penyediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan; dan 2. Masalah perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya kekaburan atau ketiadaan norma pada masyarakat migran di perkotaan. Disamping itu juga pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan mengakibatkan semakin banyaknya pertumbuhan pemukiman-pemukiman kumuh yang menyertainya dan menghiasi areal perkotaan tanpa penataan yang berarti. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 37

7 Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah pemukiman kumuh adalah: 1. Ukuran bangunan yang sangat sempit dan tidak memenuhi standar untuk bangunan layak huni; 2. Rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah pemukiman rawan akan bahaya kebakaran; 3. Sarana jalan yang sempit dan tidak memadai; 4. Tidak tersedianya jaringan drainase; 5. Kurangnya suplai air bersih; 6. Jaringan listrik yang semrawut; 7. Fasilitas MCK yang tidak memadai; HASIL OBSERVASI DAN USULAN Hasil Observasi 1. Gambaran Umum Kelurahan Kalibanteng Kidul Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang berada pada topografi yang relatif datar. Pada tahun 70-an belum dijumpai pemukiman dan perumahan yang padat dibandingkan dengan sekarang. Kini Kelurahan Kalibanteng Kidul memiliki kepadatan penduduk tetap 201,3963 jiwa/ha, perlu diingat bahwa banyak penduduk yang belum tercatat karena banyak dari sebagian penduduk yang membuka tempat kost dan menyewakan sebagian dari rumahnya. 2. Observasi Lapangan Beberapa pemukiman yang diteliti belum tertata dengan baik, dimana jarak antar bangunan sangat padat dengan gang-gang yang tidak teratur. Pada dasarnya rumahrumah ini tidak layak huni, tetapi para penghuni rumah tersebut tidak dapat berbuat banyak untuk memperbaiki rumah mereka, hal ini disebabkan faktor ekonomi. Sebagian besar penghuni pemukiman ini berprofesi sebagai pedagang keliling, ada juga yang berdagang makanan kecil di pelataran rumah mereka. Selain itu kondisi rumah yang mereka tempati termasuk kategori rumah yang tidak layak huni. Luas satu unit bangunan ±15 m2, dinding bangunannya terbuat dari seng, papan, triplek, dan sebagian besar dari tembok. Untuk atap bangunan menggunakan atap genting, asbes, dan seng. Di samping itu, ruang terbuka pada pemukiman ini sulit ditemukan karena telah dipadati oleh pemukiman, sehingga tidak adanya penghijauan untuk mendapatkan udara yang segar. Lebih jelasnya dapat disajikan seperti tersaji pada gambar halaman berikut ini. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 38

8 Gambar 1. Kondisi Kepadatan Pemukiman Wilayah Kelurahan Kalibanteng Kidul Selain kepadatan pemukiman yang tampak pada gambar di atas, kondisi jalan tidak beraturan dan rusak. Semakin ke dalam wilayah pemukiman jalan semakin sempit, berkelok-kelok, dan orientasi gangnya tidak jelas. Beberapa bagian jalan di jumpai anak tangga naik ataupun turun yang curam dan tidak terawat. Terdapat banyak kendaraan bermotor yang berparkiran sehingga menambah untuk mempersempit jalan. Gambar 2. Kondisi Jalan Sempit di Pemukiman Wilayah Kelurahan Kalibanteng Kidul Di sekitar pinggiran jalan utama, terdapat pemukiman-pemukiman kumuh yang mengelilinginya dan memberi dampak buruk terhadap sungai tersebut. Sebab pembuangan limbah cair maupun padat dari pemukiman tersebut di buang ke sungai dan tidak ada pengolahan limbah, sehingga sungai tidak layak untuk di konsumsi secara langsung oleh masyarakat sekitar. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 39

9 Gambar 3. Kondisi Pemukiman dalam Sudut Sungai Usulan Berdasarkan hasil observasi di lapangan, maka perlu adanya usaha perbaikan pada prasarana di pemukiman tersebut, antara lain: 1. Perbaikan pada kamar mandi yang berada di lokasi pemukiman dengan menyediakan WC dan bak mandi dengan harapan tidak ada lagi masyarakat yang membuang air besar di kali; 2. Perbaikan pada bangunan menggunakan bahan bangunan yang ekonomis tetapi secara konstruksi dapat menahan beban yang ada; 3. Perbaikan pada lingkungan dengan cara penataan penghijauan di ruang terbuka; 4. Perbaikan pengolahan sampah agar tidak merusak lingkungan; 5. Perbaikan sanitasi dan drainase; dan 6. Perbaikan jalan di pemukiman. PENUTUP Kesimpulan Tumbuhnya pemukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar yang mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan pemukiman-pemukiman baru sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di pemukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota. Daerah kumuh yang terbentuk ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat menjadi sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti: kejahatan dan sumber penyakit sosial lainnya. Cara mengatasi pemukiman kumuh ini dapat dilakukan oleh pemerintah dengan cara menjalin kerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh tersebut, sehingga permasalahan pemukiman kumuh dapat diatasi dengan tuntas. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 40

10 Berdasarkan hasil observasi lapangan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemukiman di sebagian wilayah Kelurahan Kalibanteng Kidul dapat dikatakan sebagai pemukiman kumuh. Dari hasil observasi, hal-hal yang dapat dijadikan suatu patokan untuk mengukur tingkat kekumuhan dari suatu pemukiman dapat dilihat dari sudut: 1. Faktor ekonomi dan kemiskinan; 2. Jumlah penduduk; 3. Kondisi jalan; 4. Kondisi bangunan; 5. Kerapatan bangunan; 6. Sanitasi; 7. Drainase; 8. Ruang terbuka hijau; 9. Kebersihan lingkungan; dan 10. Rehabilitasi lingkungan dan masyarakat. Saran Permasalahan yang terjadi di lapangan ternyata cukup kompleks. Banyak hal-hal yang mempengaruhi timbul dan prosesnya kawasan menjadi suatu pemukiman kumuh dengan berbagai macam karekteristik persoalan. Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah dalam menangani hal ini, namun masih banyak dijumpai kawasan-kawasan kumuh seperti ini di sebagian Kota Semarang sekarang ini, tepatnya di sebagian wilayah Kelurahan Kalibanteng Kidul, maka diberikan beberapa saran diantaranya adalah: 1. Aspek Lokasi Melihat kondisi permukiman kumuh yang ada suatu tempat akan berbeda pula karakteristik permasalahannya dengan di tempat lain. Ini dapat disebabkan oleh banyak hal yang cukup kompleks. Dari hasil kajian yang telah ada sebelumnya, beberapa karakter non-fisik yang muncul pada kawasan permukiman kumuh antara lain adalah lokasi tersebut berada pada tanah milik atau tanah negara, adanya kesesuaian atau ketidaksesuaian terhadap rencana tata ruang yang telah ditetapkan, nilai strategis lahan yang dilihat secara ekonomis, dan juga adanya kerawanan terhadap kemiskinan. 2. Aspek Bangunan Penataan pembangunan permukiman di Kota Semarang, antara lain: a. Penyediaan rumah murah bagi kaum urban. Salah satu alternatifnya adalah Rumah Susun (Rusun) yang dalam hal ini bisa disediakan oleh Pemerintah Kota Semarang dan swasta. Untuk swasta perlu adanya pemberlakuan insentif dan disinsentif; b. Penyediaan Rumah Murah di pinggir kota yang memungkinkan penghuni dapat memanfaatkan transportasi massal yang ada (adanya insentif dan disinsentif bagi pengembang swasta); MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 41

11 c. Menyiapkan hidran air dan MCK yang memadai sehingga dapat dimanfaatkan untuk keamanan lingkungan. Dengan padatnya bangunan, resiko kebakaran sangat tinggi maka akan sulit pemadam kebakaran menjangkau kawasan kumuh, sehingga perlu sumber air yang siap dimanfaatkan setiap saat; dan d. Pemberlakuan peraturan secara lebih ketat pada daerah yang sudah dilakukan perencanaan tata ruangnya, dan perlu adanya upaya penegakan hukum dan instrumen pengendalian pembangunan. 3. Aspek Ekonomi Memberikan pelatihan kepada masyarakat yang ingin meningkatkan pekerjaan sambilan. Dengan meningkatnya ekonomi, maka dengan sendirinya mereka mampu meningkatkan kualitas lingkungan tempat tinggalnya. Lapangan pekerjaan yang dapat dikaitkan dengan kondisi kualitas lingkungan adalah aspek pariwisata. Komponenkomponen pariwisata adalah seperti tour kota dan yang berhubungan dengan sungai tersebut. Untuk mendukung pariwisata itu tentu lingkungan harus bersih dari sampah dan kotoran-kotoran rumah tangga, sehingga perlu melibatkan rumah tangga dan penduduk sekitar. DAFTAR PUSTAKA Handoyo, Subroto Menatap Masa Depan dengan Lingkungan Sehat. Surabaya: Usaha Nasional. Lestariningsih Kiat Mengatasi Pemukiman Kumuh di Perkotaan. Yogyakarta: Pustaka. Mandanao, Misbah Hidup Sehat Bersama Anak Cucu Kita. Yogyakarta: Pusaka Utama. Handoyo, Subroto Menatap Masa Depan dengan Lingkungan Sehat. Surabaya: Usaha Nasional. Ravianto Penyelesaian Masalah Perumahan dan Pemukimkan Kumuh. Majalah Lingkungan Sehat Seri XXI. Rikhwanto, Imam Aturan Tata Kota Suatu Wilayah Perkotaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ridwan, Razal Tata Kelola Pemukiman dan Perumahan Sehat. Surabaya: Usaha Nasional. Sumaryono Pemukiman dan Perumahan Sehat. Jakarta: Gramedia. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 42

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler Kampung Hamdan merupakan salah satu daerah di Kota Medan yang termasuk sebagai daerah kumuh. Hal ini dilihat dari ketidak beraturannya permukiman warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota di Indonesia merupakan sumber pengembangan manusia atau merupakan sumber konflik sosial yang mampu mengubah kehidupan dalam pola hubungan antara lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran dan terutama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perumahan II.1.1 Pengertian Perumahan Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu permasalahan yang umumnya terjadi di daerah perkotaan. Dampak langsung yang dihadapi oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah mencapai 40,7% (Maran, 2003). Di Indonesia, persentase penduduk kota mencapai 42,4% pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) Bagus Ahmad Zulfikar 1) ; Lilis Sri Mulyawati 2), Umar Mansyur 2). ABSTRAK Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN KUMUH KELURAHAN TANJUNG KETAPANG TAHUN 2016

IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN KUMUH KELURAHAN TANJUNG KETAPANG TAHUN 2016 Syauriansyah Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Esa Unggul LAMPIRAN I LEMBAR KUESIONER MASYARAKAT IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tebing Tinggi adalah adalah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 78 kilometer dari Kota Medan. Kota Tebing Tinggi terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PENGANTAR KAJIAN PERKOTAAN DAN PERUMAHAN

PENGANTAR KAJIAN PERKOTAAN DAN PERUMAHAN PENGANTAR KAJIAN PERKOTAAN DAN PERUMAHAN Aditya Rizkyandi (06512075) Wahyu Tri H (06512066) Alfan Adhi B (04512068) M. Amruddin Nur Zamzam (07512116) Fathurrahman Oemar (08512162) Downtown holly wood,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Kegiatan pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI KELURAHAN PANJISARI KABUPATEN LOMBOK TENGAH. Oleh:

PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI KELURAHAN PANJISARI KABUPATEN LOMBOK TENGAH. Oleh: JurnalSangkareangMataram 9 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI KELURAHAN PANJISARI KABUPATEN LOMBOK TENGAH Oleh: Indah Arry Pratama Dosen Fakultas Teknik Universitas Nusa Tenggara Barat Abstrak: Perkembangan

Lebih terperinci

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : MANDA MACHYUS L2D 002 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pasar Oeba selain sebagai layanan jasa komersial juga sebagai kawasan permukiman penduduk. Kondisi pasar masih menghadapi beberapa permasalahan antara lain : sampah

Lebih terperinci

TINGKAT KEKUMUHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN TAMBORA JAKARTA BARAT

TINGKAT KEKUMUHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN TAMBORA JAKARTA BARAT Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 1 TINGKAT KEKUMUHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN TAMBORA JAKARTA BARAT Oleh Ambarwati, D. Sugandi *), D. Sungkawa **) Departemen Pendidikan Geografi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk di DKI Jakarta bertambah tiap tahunnya. Dari data yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) angka kepadatan penduduk DKI Jakarta pada tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, dimana perkembangannya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah perkembangan wilayah perkotaan. Pembangunan

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

Sabua Vol.7, No.2: Oktober 2015 ISSN HASIL PENELITIAN

Sabua Vol.7, No.2: Oktober 2015 ISSN HASIL PENELITIAN Sabua Vol.7, No.2: 429-435 Oktober 2015 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN ANALISIS TINGKAT KEKUMUHAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TANJUNG MERAH KOTA BITUNG Gerald Mingki 1, Veronica Kumurur 2 & Esli

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian pula dari lingkungan hidup. Menyadari adanya hubungan timbal balik antara permukiman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Permukiman Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. Permukiman perlu ditata agar dapat berkelanjutan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan Kota Jakarta dengan visi dan misi mewujudkan Ibu kota negara sejajar dengan kota-kota dinegara maju dan dihuni oleh masyarakat yang sejahtera. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata diseluruh tanah air dan ditujukan bukan hanya untuk satu golongan, atau

Lebih terperinci

Kata kunci : sanitasi lingkungan, pemukiman nelayan, peran serta masyarakat

Kata kunci : sanitasi lingkungan, pemukiman nelayan, peran serta masyarakat ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan lingkungan di pemukiman nelayan Bandengan Kabupaten Kendal terkait dengan kondisi sanitasi yang tidak sesuai untuk kondisi standar layak suatu

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya laju pertumbuhan penduduk di suatu daerah diikuti pula dengan laju pertumbuhan permukiman. Jumlah pertumbuhan permukiman yang baru terus meningkat

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016 WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis BAB I PENDAHULUAN 1.4. Latar Belakang Permukiman kumuh merupakan permasalahan klasik yang sejak lama telah berkembang di kota-kota besar. Walaupun demikian, permasalahan permukiman kumuh tetap menjadi

Lebih terperinci

Analisa Dampak Negatif Pencemaran Lingkungan Pemukiman Kumuh Dibantaran Sungai Deli-Medan Maimoon

Analisa Dampak Negatif Pencemaran Lingkungan Pemukiman Kumuh Dibantaran Sungai Deli-Medan Maimoon JAUR, Vol 1, No. 1, Nopember 2017, p-issn: 2599-0179, e-issn: 2599-0160 Journal of Architecture and Urbanism Research Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/jaur Analisa Dampak Negatif Pencemaran

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA Vippy Dharmawan 1, Zuraida 2 1+2 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo Nomor 59 Surabaya

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Stiufi Sosiaf'Elipnmi Masyardijft Ling^ngan Xumufi 'Kpta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar RUMAH SEHAT Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar Pengertian Rumah Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang merupakan bagian awal dari suatu penelitian. Bab pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah yang menjelaskan timbulnya alasan-alasan

Lebih terperinci

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) Perancangan Kota CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) OLEH: CUT NISSA AMALIA 1404104010037 DOSEN KOORDINATOR IRFANDI, ST., MT. 197812232002121003 PEREMAJAAN KOTA Saat ini, Perkembangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kelurahan Kapuk merupakan suatu wilayah dimana mengacu pada dokumen Direktori RW Kumuh 2011 dalam Evaluasi RW Kumuh di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011 adalah

Lebih terperinci

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3.1. Analisis Kedudukan Kawasan A. Analisis Kedudukan Kawasan Kawasan prioritas yaitu RW 1 (Dusun Pintu Air, Dusun Nagawiru, Dusun Kalilangkap Barat, dan Dusun Kalilangkap

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Menurut Avelar et al dalam Gusmaini (2012) tentang kriteria permukiman kumuh, maka permukiman di Jl. Simprug Golf 2, Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen dengan tingkat kepadatan penduduknya yang mencolok, di mana corak masyarakatnya yang heterogen dan

Lebih terperinci

PERSYARATAN LINGKUNGAN HUNIAN SEHAT

PERSYARATAN LINGKUNGAN HUNIAN SEHAT PERSYARATAN LINGKUNGAN HUNIAN SEHAT Suparto Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, IKIP Veteran Semarang Email : suparto@gmail.com Abstrak Wilayah yang stretagis merupakan pusat permukiman dan kegiatan

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN BAB 5 HASIL PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Bangunan yang baru menjadi satu dengan pemukiman sekitarnya yang masih berupa kampung. Rumah susun baru dirancang agar menyatu dengan pola pemukiman sekitarnya

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk semakin meningkat dan tidak terkendali. Hal ini menyebabkan kebutuhan permukiman meningkat. Dengan kebutuhan permukiman yang meningkat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting diperhatikan baik pengelolaan secara administrasi, pengelolaan habitat hidup,

BAB 1 PENDAHULUAN. penting diperhatikan baik pengelolaan secara administrasi, pengelolaan habitat hidup, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan satu areal dalam lingkungan hidup yang sangat penting diperhatikan baik pengelolaan secara administrasi, pengelolaan habitat hidup, maupun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset sosial, ekonomi, dan fisik. Kota berpotensi memberikan kondisi kehidupan yang sehat dan aman, gaya hidup

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS UMUM (PSU) PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan dan memiliki potensi kelautan cukup besar, seharusnya mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat nelayan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memperhatikan arti penting permukiman yang tidak dapat dipisahkan dari ruang yang harus dimanfaatkannya, maka lingkup permukiman meliputi masalah-masalah yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Hadi Prasetyo, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Hadi Prasetyo, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berjalannya waktu wilayah perkotaan semakin berkembang diberbagai sektor, sehingga perkembangan wilayah kota yang dinamis membawa berbagai macam dampak bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Kota sebagai pusat berbagai kegiatan baik itu kegiatan perekonomian, kegiatan industri, kegiatan pendidikan, perdagangan, hiburan, pemerintahan dan juga sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah genangan pasang adalah daerah yang selalu tergenang air laut pada waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran rendah di dekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai ibu kota Negara Republik Indonesia, Jakarta memegang peran yang cukup besar dalam skala nasional maupun internasional. Salah satu peranan yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE 4.1. Konsep Dasar Rumah susun sederhana sewa di Kalurahan Pandean Lamper ini direncanakan untuk masyarakat berpenghasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padatnya penduduk di wilayah perkotaan berdampak terhadap daerah perkotaan

I. PENDAHULUAN. Padatnya penduduk di wilayah perkotaan berdampak terhadap daerah perkotaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Padatnya penduduk di wilayah perkotaan berdampak terhadap daerah perkotaan yakni mengakibatkan kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan semakin meningkat. Jika

Lebih terperinci

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya C389 Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya Elpidia Agatha Crysta dan Yanto Budisusanto Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 43 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Umum Kelurahan Depok Berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Depok Nomor : 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Lurah bertanggung

Lebih terperinci

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 27 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI LINGKUNGAN JURING LENENG KABUPATEN LOMBOK TENGAH.

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 27 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI LINGKUNGAN JURING LENENG KABUPATEN LOMBOK TENGAH. ISSN No. 2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram 27 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI LINGKUNGAN JURING LENENG KABUPATEN LOMBOK TENGAH Oleh: Indah Arry Pratama Dosen Fakultas Teknik Universitas Nusa Tenggara

Lebih terperinci

Lingkungan Alam dan Buatan di Sekitar Rumah dan Sekolah. Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas Mars

Lingkungan Alam dan Buatan di Sekitar Rumah dan Sekolah. Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas Mars Lingkungan Alam dan Buatan di Sekitar Rumah dan Sekolah Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas Mars Mengenal Lingkungan Alam dan Buatan Lingkungan merupakan ruang yang kita tempati beserta segala sesuatu yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan sekitar

Lebih terperinci

oleh : Eka Rianta S. Database and Mapping Officer ACF

oleh : Eka Rianta S. Database and Mapping Officer ACF PEMETAAN RESIKO BERMACAM BAHAYA LINGKUNGAN (MULTI RISK HAZARD MAPPING) DI KELURAHAN KAMPUNG MELAYU, CIPINANG BESAR UTARA DAN PENJARINGAN PROPINSI DKI JAKARTA (complement slides) oleh : Eka Rianta S. Database

Lebih terperinci

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PRODUK UNDANG-UNDANG YANG BERPIHAK PADA PERTUMBUHAN EKONOMI, KESEMPATAN KERJA, DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Makalah disampaikan pada Musyawarah Nasional Real

Lebih terperinci

PROFIL KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS

PROFIL KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS BAB 4 PROFIL KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS Kawasan prioritas yang terpilih selanju Permukiman Kumuh Bandar Kidul yang kawasan sentra industri Bandar Kidul (C Kawasan Prioritas Pakalan-Jagalan (Kaw Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan keluarga dan malahan menjadi simbol status. Pembangunan tempat tinggal

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan keluarga dan malahan menjadi simbol status. Pembangunan tempat tinggal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak zaman dahulu rumah telah menjadi kebutuhan utama karena merupakan tempat perlindungan dari hujan, matahari, dan mahluk lainnya. Pada zaman sekarang fungsi perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di alam ini tidak dapat berlangsung, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Tubuh manusia sebagian

Lebih terperinci

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado Windy J. Mononimbar Program Studi Arsitektur dan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

2015 KAJIAN TENTANG PEND IRIAN BANGUNAN D I SEMPAD AN SUNGAI D ALAM MENINGKATKAN KESAD ARAN HUKUM MASYARAKAT AGAR MENJAD I WARGA NEGARA YANG BAIK

2015 KAJIAN TENTANG PEND IRIAN BANGUNAN D I SEMPAD AN SUNGAI D ALAM MENINGKATKAN KESAD ARAN HUKUM MASYARAKAT AGAR MENJAD I WARGA NEGARA YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman, kemajuan teknologi serta pertumbuhan penduduk menimbulkan berbagai permasalahan sosial, terutama pesatnya perkembangan masyarakat diperkotaan

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada Bab V akan diuraikan mengenai kesimpulan dari hasil dan pembahasan pada penelitian yang telah dilakukan. Hasil dan pembahasan terdiri dari kondisi infrastruktur pada permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan sistem sanitasi ( pengelolaan air limbah domestic ) terburuk ketiga di Asia Tenggara setelah Laos dan Myanmar ( ANTARA News, 2006

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) Pokok Bahasan : Kesehatan Lingkungan Masyarakat Sub Pokok Bahasan : SPAL yang memenuhi standar kesehatan. Sasaran : Waktu : Tempat : I. A. Tujuan Instruksi Umum Setelah mengikuti

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Sebagai sebuah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi skala kota, kerangka kebijakan pembangunan sanitasi

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA DAN GAGASAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS TAMMUA

BAB VI RENCANA DAN GAGASAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS TAMMUA BAB VI RENCANA DAN GAGASAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS TAMMUA 6.1. RENCANA DAN PROGRAM PENGEMBANGAN Pembahasan ini adalah untuk mendapatkan rencana dan program pengembangan kawasan permukiman

Lebih terperinci

Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Standar Pelayanan Bidang

Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Standar Pelayanan Bidang Standar Minimal Permukiman Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Standar No 1. Kasiba/ Lisiba - Badan Pengelola Kawasan - Rencana terperinci tata ruang - Jumlah ijin lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Jakarta memiliki luas sekitar 740,3 km² dan lautan 6.977,5 km². Jumlah penduduk di Jakarta bertambah di setiap tahunnya, hal ini menyebabkan bertambahnya tingkat kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI PUSAT KOTA BANDUNG KELURAHAN NYENGSERET

BAB IV ANALISIS PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI PUSAT KOTA BANDUNG KELURAHAN NYENGSERET BAB IV ANALISIS PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI PUSAT KOTA BANDUNG KELURAHAN NYENGSERET 4.1 Analisis Deskriptif Beberapa Aspek Kawasan Sebelum masuk kepada analisis relevansi konsep penanganan permukiman

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK I. UMUM Berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang

Lebih terperinci