FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA TIPE KELEKATAN (ATTACHMENT STYLE) DENGAN KECEMBURUAN PADA PASANGAN BERPACARAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi diajukan untuk memenuhi prasyarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi Disusun Oleh : Nenden Damayanti FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M

2 HUBUNGAN ANTARA TIPE KELEKATAN (ATTACHMENT STYLE) DENGAN KECEMBURUAN PADA PASANGAN BERPACARAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Psikologi Oleh : Nenden Damayanti NIM : Di Bawah Bimbingan : Pembimbing I Pembimbing II Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi Drs. Rachmat Mulyono, M.Si.,Psi NIP NIP FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M

3 PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA TIPE KELEKATAN (ATTACHMENT STYLE) DENGAN KECEMBURUAN PADA PASANGAN BERPACARAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 09 Agustus Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi. Sidang Munaqasyah Jakarta, 09 Agustus 2010 Dekan / Pembantu Dekan / Ketua merangkap anggota, Sekretaris merangkap anggota, Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP NIP Anggota Ikhwan Lutfi, M.Si.,Psi Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi NIP NIP Drs. Rachmat Mulyono, M.Si.,Psi NIP

4 Motto Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram (QS Al-Ruum 30:21) Cinta adalah melepaskan diri dari ketakutan (Gerald Jampolsky) Keberanian seseorang makin terukur ketika dia sangat yakin untuk rela dicintai (Sigmund Freud) Ingat selalu kebaikan orang lain kepada kita dan lupakanlah kebaikan kita pada orang lain (Ali bin Abi Thalib r.a) Skripsi ini saya persembahkan kepada bapak dan ibu tercinta serta keluarga, saudara dan sahabat iv

5 ABSTRAKSI (A) Fakultas Psikologi (B) Agustus 2010 M / Syaban1431 H (C) Nenden Damayanti (D) Hubungan Antara Tipe Kelekatan (Attachment Style) Dengan Kecemburuan Pada Pasangan Berpacaran Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (E) xiii + 85 halaman + Lampiran Berkembangnya saling ketergantungan dalam hubungan percintaan dan memasuki tahapan hubungan yang semakin erat, pada satu sisi menjawab kebutuhan emosional satu sama lain. Di sisi lain, dapat berarti bentangan masalah yang menimbulkan ketegangan-ketegangan, antara lain kecemburuan. Salah satu yang mempengaruhi kecemburuan adalah perbedaan pandangan seseorang tentang hubungan percintaan dan ancaman yang ada. Pada tipe kelekatan orang dewasa, yang menyatakan pandangan adanya perbedaan keistimewaan dari suatu hubungan yang akrab/intim termasuk didalamnya reaksi cemburu terhadap ancaman kehilangan. Hubungan romantis biasanya menjadi hubungan attachment, individu dengan perbedaan kecemburuan biasanya tersambung dengan perbedaan pada perilaku attachment. Dengan kata lain kecemburuan merupakan perasaan yang bangkit ketika sebuah hubungan attachment itu terancam oleh orang ketiga. Untuk contoh bahwa cemburu diterima lebih terbuka pada individu tipe insecure, lalu pada tipe secure individu lebih senang memperlihatkan kecemburuan dengan marah (Sharpsteen & Kirkpatrick, 1997). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara tipe kelekatan dengan kecemburuan pada pasangan berpacaran mahasiswa fakultas Psikologi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling dengan jumlah sampel sebanyak 65 mahasiswa dengan status berpacaran. Pengumpulan data menggunakan model skala Likert, yang terdiri dari skala tipe kelekatan dengan 36 item, dan skala kecemburuan dengan 32 item. Reliabilitas pada skala kecemburuan adalah 0.841, dan pada skala tipe kelekatan adalah Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment, diperoleh r- hitung (0.265) lebih besar dari r-tabel (0.250) pada signifikansi hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara tipe kelekatan (attachment style) dengan kecemburuan pada pasangan berpacaran mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Diantara saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini untuk penelitian selanjutnya adalah untuk mendapatkan informasi mengenai v

6 hubungan romantis baik itu tipenya, maupun kejadian-kejadian yang terjadi didalam baiknya menggunakan sampel yang telah memiliki hubungan cinta yang telah stabil, misalnya pada pasangan yang sudah menikah. Kata kunci : Tipe kelekatan (attachment style), kecemburuan, mahasiswa berpacaran (F) Daftar bacaan : 25 buku ( ) + 10 jurnal + 3 internet + 1 skripsi vi

7 KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji hanya bagi Allah SWT di setiap saat dan waktu. Dengan mengucap rasa syukur kehadirat Ilahi Rabbi atas Rahmat dan Inayah-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tetap tercurah kepada hamba yang paling mulia di atas sekalian para hamba, Rasulullah SAW, beserta keluarga, para sahabat serta orang-orang yang menjadi pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini juga tidak dapat selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan, baik secara moril maupun materil dari semua pihak. Oleh karena itu, pantas penulis haturkan ucapan terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini. Diantaranya kepada : 1) Dekan Fakultas Psikologi, Jahja Umar, Ph.D., Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si, Pembantu dekan bidang akademik Fakultas Psikologi Para dosen dan segenap civitas Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas segala ilmu, dan pengalaman, serta kelancaran akademik yang telah diberikan kepada penulis. 2) Dosen pembimbing I, Neneng Tati Sumiati, M.Psi, Psi dan dosen pembimbing II, Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi. serta penguji I, Ikhwan Lutfi, M.Si, Psi terima kasih atas kesabaran dan segala bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini. 3) Dosen Pembimbing Akademik Abdul Rahman Shaleh, M.Si, terima kasih atas dukungan tanpa henti untuk menyelesaikan tugas penulis. 4) Bapak dan Ibu tercinta, yang senantiasa sabar dan tabah untuk selalu memberi dukungan baik materi maupun moral, doa yang tak henti juga kepercayaan penuh untuk anak-anaknya, untuk teh Tuti, teh Ida, teh Lilis, a Asep, dan a Ayep beserta keluarganya begitu berharga segala dukungan dan vii

8 kepercayaannya yang terus mendampingi penulis hingga akhir. Terima kasih dan mohon maaf sebesar-besarnya keluargaku untuk segalanya. 5) Sri Nurhayati, Enur Nuraini, Eva Verawati, kak Mitri teman segala suka dukaku, Ana, Udloh, Ai, Teteh, Ina, Athap, mba Ami, Neneng, Yoga, Chami, Dwi, Rika, Hanana, Munajat, Rita dan seluruh teman-teman mahasiswa di fakultas Psikologi UIN khususnya angkatan 2002/B, Ida, mba Mur, Nuri, Murni, Linda para penghuni kosan pak Lubis Semanggi. Terima Kasih untuk semua atas segala kebersamaannya. 6) Seluruh pihak yang tak tertera namun tanpa mengurangi rasa hormat telah berjasa dan terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah meridhoi dan memberikan pahala yang tak henti-hentinya sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dan ketidaksempurnaan. Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pembaca. Amin Terima Kasih Jakarta, Agustus 2010 Penulis Nenden Damayanti viii

9 DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Persetujuan... ii Halaman Pengesahan... iii Motto... iv Abstrak... v Kata Pengantar... vii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... xii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pembatasan dan Perumusan Masalah Pembatasan masalah Perumusan masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian Manfaat penelitian Sistematika Penulisan BAB 2 KAJIAN PUSTAKA Kecemburuan Pengertian Kecemburuan ix

10 2.1.2 Faktor-faktor Kecemburuan Komponen/Aspek kecemburuan Proses Kecemburuan Tipe-tipe Kecemburuan Gender dan kecemburuan Attachment/kelekatan Pengertian Attachment/Kelekatan Model Mental Kelekatan Tipe Kelekatan/ Attachment Style Kecemburuan, Tipe Kelekatan/Attachment Style Dan Hubungan Romantis Kerangka Berpikir Hipotesis BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian Pendekatan dan metode penelitian Variabel Penelitian Definisi konseptual Definisi operasional variable Pengambilan Sampel Populasi dan sampel Teknik pengambilan sampel x

11 3.4 Teknik pengumpulan data Metode dan instrumen pengumpulan data Skala Kecemburuan Skala Tipe kelekatan Teknik analisis data Prosedur penelitian Persiapan Pelaksanaan Pengolahan data. 61 BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISIS DATA Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia Berdasarkan Tingkat Semester Berdasarkan lama hubungan Deskripsi Data penelitian Deskripsi Skor Statistik Responden Deskripsi Statistik Tipe Kelekatan dan Kecemburuan Deskripsi Statistik Hubungan Tipe Kelekatan (Attachment Style) dengan Kecemburuan..68 xi

12 4.3 Uji Hipotesis Pembahasan Hasil BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Kesimpulan Diskusi Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL Gambar 1 Skema Proses Hubungan Tipe Kelekatan Dengan Kecemburuan Tabel 3. 1 Skor alternatif jawaban kategori pernyataan kecemburuan Tabel 3.2 Blue print kecemburuan try out...50 Tabel 3.3 Blue print kecemburuan penelitian Tabel 3.4 Skor alternatif jawaban pada kategori pernyataan Tipe Kelekatan/Attachment style Tabel 3.5. Blue print attachment style try out Tabel 3.6. Blue print attachment style penelitian Tabel 4.1. Jumlah sampel terpilih Tabel 4.2 Gambaran umum responden berdasarkan rentang usia Tabel 4.3 Gambaran umum responden berdasarkan tingkat semester Tabel 4.4 Gambaran umum responden berdasarkan lama hubungan Tabel 4.5 Deskripsi statistik Kecemburuan dan Tipe Kelekatan 65 Tabel 4.6 Deskripsi Statistik Secure, Avoidant, dan Ambivalent. 66 Tabel 4.7 Deskripsi Data penelitian Tipe kelekatan (Attachment style)..67 Tabel 4.8 Deskripsi Skor Kategori Avoidant, Secure, dan Ambivalent. 67 Tabel 4.9 Deskripsi Data Penelitian Kecemburuan.68 Tabel Deskripsi Skor Kategori Kecemburuan Tabel 4.11 Aman/secure * kecemburuan Crosstabulation 68 Tabel 4.12 Menghindar/Avoidant * kecemburuan Crosstabulation.. 69 Tabel 4.13 Cemas/Ambivalent * kecemburuan Crosstabulation 70 Tabel 4.14 Uji Hipotesis Tipe Kelekatan dan Kecemburuan 72 xiii

14 Tabel 4.15 Korelasi Kecemburuan dengan secure, avoidant dan ambivalent 73 Tabel4.16 Korelasi Parsial secure terhadap avoidant dan ambivalent 74 Tabel 4.17 Korelasi Parsial avoidant terhadap secure dan ambivalent.. 75 Tabel 4.18 Korelasi Parsial ambivalent terhadap secure dan avoidant. 75 xiv

15 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia merupakan usia rata-rata para mahasiswa menjalani kehidupan di kampus. Bloom (dalam Saragih dan Irmawati, 2000 ) menyatakan bahwa dalam kehidupan di kampus mahasiswa menghadapi berbagai permasalahan, baik itu permasalahan yang berhubungan dengan perkuliahan itu sendiri ataupun permasalahan dengan kehidupan sosial mereka. Dengan semua permasalahan yang dihadapi mahasiswa di kampus, akan lebih baik jika mahasiswa mempunyai teman dekat untuk menolong mereka mengatasi segala tekanan. Ditemukan pada mahasiswa yang memiliki tingkat pergaulan yang tinggi dikampus memiliki derajat lebih tinggi dalam hal dukungan/dorongan, keterlibatan dan prestasi di perguruan tinggi (Berger dalam Pham, 2009). Salah satu hubungan pertemanan yang biasa dijalani oleh mahasiswa diantaranya adalah berpacaran. Bird Melville (1994, dalam Nisa, 2010) menyatakan bahwa pacaran adalah pertemuan-pertemuan antara dua orang yang sama secara khusus diarahkan untuk menjalin komitmen ke arah pernikahan. Pada umumnya berpacaran yang serius akan bertujuan kejenjang pernikahan. Oleh 1

16 2 karena itu, masa berpacaran adalah masa untuk membangun suatu hubungan yang kuat dengan saling menerima setiap kelebihan dan kekurangan pasangan kita. Begitu juga hal mahasiswa berpacaran ini berlaku di universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta termasuk di fakultas Psikologi. Pada tahun 2008 berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Rizki Amaliah diperoleh hasil 32 dari 56 mahasiswi fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki status berpacaran dengan rata-rata lama hubungan diatas 6 bulan dengan intensitas pertemuan minimal 3 sampai 5 kali dalam seminggu. Fenomena gaya berpacaran mahasiswa yang salah satunya adalah menghabiskan waktu bersama dengan pasangan seperti pergi dan pulang dari kampus bersama, makan bersama, jalan-jalan dan lainnya secara tak langsung akan membuat suatu keterikatan dan ketergantungan satu pasangan terhadap pasangan lainnya. Berkembangnya saling ketergantungan dalam hubungan percintaan dan memasuki tahapan hubungan yang semakin erat, yang pada satu sisi menjawab kebutuhan emosional satu sama lain, dan di sisi lain juga dapat berarti bentangan masalah yang menimbulkan ketegangan-ketegangan. Hal yang mungkin timbul seiring dengan berkembangnya komitmen antara lain selain kecewa dan kebohongan, adalah cemburu (Widyarini, 2009). Sebagaimana berdasarkan hasil penelitian oleh Knox dan Zusman (2009) terhadap 1319 mahasiswa Amerika diperoleh hasil 41,7% menyatakan dirinya sebagai orang yang pecemburu (Knox dan Schacht, 2010).

17 3 Kecemburuan merupakan kumpulan atau kerjasama dari berbagai macam perbedaan kata-kata, pengertian, dan gambaran. Salah satunya Menurut Pines (1998) kecemburuan adalah reaksi yang rumit dalam merespon ancaman yang terlihat, dimana akan mengakhiri atau menghancurkan suatu hubungan yang dianggap penting (dalam Demirtas dan Donmez, 2006). Hal serupa dikemukan Clanton (1981) bahwa kecemburuan adalah reaksi protektif terhadap ancaman yang hadir pada suatu hubungan yang berharga (dalam Hansen, 1985). Dalam konteks hubungan romantis White dan Mullen (1989) mendefinisikan kecemburuan sebagai pikiran, emosi, dan tindakan kompleks yang berasal dari kehilangan akan (loss of), ancaman (threat to), harga diri (self-esteem) dan keberlangsungan ataupun kualitas dari hubungan romantis. Penerimaan akan kehilangan atau ancaman dihasilkan oleh persepsi akan potensi adanya ketertarikan romantis antara salah satu pasangan dengan saingan ( dalam White, 1999). Hal senada diungkapkan Guerrero dan Anderson (1998), serta Teismann dan Mosher (1978) yakni kecemburuan merupakan sebuah set dari emosi, kognisi, dan respon-respon yang berasal dari sebuah penerimaan adanya ancaman terhadap hubungan oleh saingan (Fleischmann et.al, 2005) Secara relevan beberapa penelitian kecemburuan berfokus pada konstruksi yang kompleks yang terjadi pada individu ketika menghadapi ancaman terhadap hubungan atau pada sikap possesif. Kecemburuan terjadi pada ranah emosi (emotional jealousy) dan kognisi (cognitive jealousy), dan kemudian berpotensi

18 4 berkembang pada perilaku komunikatif (behavioral jealousy). Emotional jealousy termasuk didalamnya menyiapkan sederet emosi seperti marah, perasaan tidak aman, ketakutan, dan kesedihan (Pfeiffer dan Wong; dalam Bevan dan Lannuti, 2002). Cognitive jealousy diartikan sebagai pikiran-pikiran individu akan kekhawatiran, kecurigaan, dan berkenaan dengan kemungkinan hubungan yang dijalani pasangan dengan saingan. Behavioral jealousy diartikan sebagai aksi/aktifitas detektif dan protektif, aksi detektif meliputi menanyakan, memeriksa dan mencari keberadaan pasangan, dan aksi protektif mencakup pada strategi untuk turun tangan memastikan bahwa tidak terjadi keakraban antara pasangan dengan saingan (Pfeiffer dan Wong; dalam Hinde, 1997). Kecemburuan bisa muncul disebabkan oleh faktor eksternal berupa kecenderungan pada perilaku pasangan yang mengikat yang bisa diinterpretasikan sebagai suatu ketertarikan emosional maupun seksual pada orang lain atau sesuatu yang lain dan kurangnya ketertarikan emosional maupun seksual pada pasangan utama. Selain itu kecemburuan dipengaruhi juga oleh faktor internal berupa kecenderungan pada karakteristik tiap individu yang menempatkan mereka pada perasaan-perasaan cemburu, perilaku yang membebaskan dari pasangan. Contohnya termasuk menjadi kurang percaya, memiliki self esteem yang rendah, semakin tingginya keterlibatan dan ketergantungan terhadap hubungan, dan tidak menerima keberadaan pasangan alternatif (Pines, 1992; dalam Knox dan Schacht, 2010).

19 5 Intensitas hubungan memiliki pengaruh juga terhadap kecemburuan, contohnya, menurut Mathes dan Severa (1981) kecemburuan lebih umum terjadi pada individu yang sedang jatuh cinta, yang sangat bergantung secara emosional, dan pasangannya yang kurang memberikan waktu, uang dan emosi (White, 1981). Berbagai penemuan tersebut konsisten dengan teori evolutionary dalam konsep kecemburuan sebagai pelindung pasangan, ungkapan dari komitmen, atau usaha untuk mendapatkan pertanda dari salah satu pasangan (Guerrero dalam Fleischmann et.al., 2005). Inti yang paling mendekati pada kecemburuan adalah lebih kepada perasaan emosional dan perilaku yang timbul ketika hubungan yang berharga terancam oleh saingan. Dalam kecemburuan dibutuhkan sebuah segitiga hubungan sosial antara tiga karakter yaitu; orang yang cemburu, orang yang bersama dengan individu yang berkeinginan cemburu dalam hubungan (pasangan), dan orang yang mengancam akan mengambil tempat orang yang cemburu dalam hubungan dengan pasangan (pesaing) (Kazdin, 2000). Selain itu kecemburuan berhubungan dengan kehilangan kasih sayang, penolakan, kecurigaan, perasaan tidak aman dan kecemasan (Perreti dan Pudowski; dalamfleischmann et.al., 2005). Bisa juga pandangan seseorang tentang hubungan percintaan dan ancaman yang ada saling mempengaruhi. Orang yang memandang hubungan secure, membutuhkan ancaman yang sangat kuat untuk dapat membuatnya cemburu. Namun, bagi individu yang merasa insecure pada suatu hubungan, kecemburuan bisa timbul meskipun ancamannya sangat lemah ( Aditya & Sarwono, 2009).

20 6 Para akademis telah menguji kecemburuan secara mendasar, faktor-faktor yang mengantar pada kecemburuan, dan hasil dari kecemburuan dalam berbagai konteks dan tipe dari hubungan interpersonal. Fenomena studi yang luas ini telah diujikan dalam hubungannya pada variasi yang lebih luas dari faktor psikologis termasuk insecurity, low self-esteem (White, 1981; Melamed, 1991), emotional dependence (Mathes dan Severa, 1981; Buunk, 1982; White dan Mullen, 1989), dan trust (Ellis dan Weinstein, 1986) dan adult romantic jealousy (Sharpsteen dan Kirkpatrick, 1997). Jika kembali pada faktor cemburu yang dipengaruhi oleh cara pandang terhadap hubungan dan ancaman yang ada, memilki konsep terkait dengan tipe kelekatan khususnya tipe kelekatan orang dewasa, yang menyatakan adanya perbedaan pandangan keistimewaan dari suatu hubungan yang akrab/intim termasuk didalamnya perbedaan reaksi cemburu terhadap ancaman kehilangan (Sharpsteen & Kirkpatrick, 1997). Dalam teori kelekatan cinta terlihat sebagai bentuk dasar dari kelekatan, kedekatan, ikatan emosional yang terus menerus, yang berakar semenjak masa bayi (Hazan dan Shaver, 1987; Shaver, 1984; Shaver, Hazan, dan Bradshaw, 1988), para peneliti menganggap bahwa cinta romantis dan kelekatan antara bayi dan pengasuh memiliki kesamaan dinamika emosi (Strong et.al, 2005).

21 7 Attachment/kelekatan merupakan ikatan emosional yang terus menerus, termasuk kecenderungan untuk mencari dan memelihara kedekatan paada orang tertentu, terutama ketika mendapat tekanan (Potter-Efron, 2005). Sedangkan kelekatan pada orang dewasa didefinisikan sebagai kecenderungan yang stabil pada individu untuk berusaha keras mencari dan memelihara kedekatan dengan seseorang atau orang tertentu/khusus yang memberikan potensi subjektif rasa aman dan terlindungi terhadap fisik maupun psikis (Berman dan Sperling; dalam Potter-Efron, 2005). Hendrick menambahkan kelekatan pada dewasa sebagai kelekatan romantis yang diartikan sebagai perilaku yang melibatkan kedekatan dan ikatan dengan seorang pasangan romantis (McGuirk dan Pettijohn, 2008). Bowbly (dalam Bush, 1991) menyatakan bahwa fungsi dari attachment adalah memelihara kedekatan pada figur attachment. Hasil observasinya mengatakan bahwa ketika figur attachment ada individu merasa senang dan merasakan aman. Jika hubungan attachment terancam maka timbul kecemasan, protes dan berusaha membangun kembali hubungan (Bush, 1991). Selain itu kelekatan juga berperan dalam kehidupan emosi manusia. Dimana kebanyakan emosi yang biasanya timbul terjadi selama pembentukan, pemeliharaan, ketidak teraturan dan pembaharuan pada hubungan attachment. Pembentukan pada ikatan dijabarkan sebagai jatuh cinta, pemeliharaan ikatan sebagai mencintai seseorang, dan kehilangan pasangan sebagai kesengsaraan berlebih seseorang. Kesamaannya pada ancaman kehilangan meningkatkan

22 8 kecemasan dan benar-benar kehilangan memberikan penderitaan ketika pada situasi ini menimbulkan kemarahan (Fraley dan Shaver, 2000). Mikulincer dan Horesh (1999) mengasumsikan bahwa orang-orang yang berbeda pola kelekatannya memiliki kecenderungan berpikir, merasakan, dan bertindak secara spesifik didalam hubungan mereka. Sehingga paling tidak sebagian gaya kelekatan seseorang memiliki efek pada perilaku yang disebabkan oleh perbedaan dalam persepsi sosial dan perbedaan kemampuan mengatur efek (Mikulincer dan Sheffi, 2000; dalam Baron dan Byrne, 2005). Dengan kata lain tipe kelakatan/attachment style didefinisikan sebagai suatu tingkah laku hubungan antara dua orang dan bukan suatu sifat yang diberikan kepada bayi oleh orang yang memberi perhatian. Tipe kelekatan ini merupakan jalan dua arah antara bayi dan orang yang memberi perhatian yang harus responsif satu sama lain dan masing-masing harus mempengaruhi tingkah laku orang lain (Semiun, 2006). Perbedaan utama antara kelekatan pada orang dewasa dengan kelekatan pada bayi adalah bahwa sistem perilaku lekat pada orang dewasa saling timbal balik. Dengan kata lain pasangan orang dewasa tidak ditugaskan atau menset aturan mengenai figur lekat, kedua perilaku dan pelayanan kelekatan sebagi figur lekat seharusnya (Crowell dan Treboux, 1995). Dipengaruhi oleh berbagi permasalahan yang ada dalam hubungan romantis, pasangan-pasangan akan mengembangkan kelekatan satu sama lain

23 9 yang dapat berbeda-beda antara pasangan yang satu dengan yang lain. Tipe kelekatan ini akhirnya menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu hubungan romantis. Studi tentang tipe kelekatan orang dewasa secara umum partisipan dikelompokkan kedalam salah satu dari tiga kategori, berdasarkan laporan self mereka yaitu secure, avoidant dan ambivalent. Partisipan juga ditanyai tentang pengalaman masa anak-anak mereka dengan orang tua, masa lalu mereka dan sejarah hubungan romantis mereka serta kepuasaan. Penelitian mencoba menghubungkan laporan self tipe kelekatan responden untuk melaporkan tentang hubungan personal mereka (Mischel dkk, 2004). Hazan dan Shaver (1987), memaparkan tiga tipe kelekatan yang terdiri dari secure dengan ciri memiliki kesiapan untuk berhubungan erat, merasa nyaman bergantung terhadap pasangan, dan tidak ada kekhawatiran bahwa pasangan akan meninggalkannya. kemudian avoidant dengan ciri tidak nyaman dalam kedekatan/keintiman dan kurang percaya terhadap pasangan, sulit mengizinkan diri sendiri untuk bergantung pada pasangan, gugup ketika orang lain terlalu dekat. Dan ambivalent memiliki ciri-ciri mempersepsikan pasangan terlalu jauh, bahwa pasangan tidak mencintai, dan ingin meninggalkan, ingin meleburkan diri sepenuhnya dengan pasangan, merasa pasangan tidak menginginkan kedekatan sebesar keinginannya. Ketiga tipe tersebut merupakan adaptasi dari tiga kategori yang dikemukakan oleh Ainsworth yang dibuat sebagai dasar gambaran dari pengaturan perbedaan individu dalam hal bagaimana orang dewasa berpikir, merasa, dan bertindak dalam suatu hubungan romantis. Utamanya mereka

24 10 berpendapat bahwa ketiga tipe tersebut mempunyai kualifikasi untuk membedakan tipe romantis atau ikatan yang diperbaharui (Fraley dan Shaver, 2000). Sekitar 56% orang dewasa yang bertipe kelekatan aman, ditemukan mereka memiliki kepuasan yang paling besar dan paling berkomitmen terhadap hubungan dibanding dengan tipe kelekatan lain (Shaver dkk, 1988; dalam Pistole, Clark, & Tubbs, 1995; dalam Strong, 2003) % orang dewasa bertipe kelekatan avoidant (Hazan dan Shaver, 1987) Dan sebanyak 19-20% orang dewasa diidentifikasi sebagai tipe anxious-ambivalent (Shaver dkk, 1988; dalam Pistole, Clark, & Tubbs, 1995; dalam Strong, 2003). Penelitian yang bersifat replikasi kemudian dilakukan di berbagai negara seperti Amerika, Israel dan sebagainya, antara lain Trust (Mikuliner, 1990), Depresi dan distress (Buren&Cooley, 2002), Self (Mikuliner, 1995), Kepribadian (Heaven dkk, 2004) ada pun di Indonesia ada tipe kelekatan berkaitan dengan gaya hubungan romantis (Helmi, 1992) dan Gaya berpacaran pada remaja (Sulistiyani, 2002). Menurut Santrock (1999), cinta romantis sangat penting diantara para mahasiswa. Penelitian tentang cinta juga lebih banyak menggunakan mahasiswa sebagai subjek penelitiannya (Brigham, 1986; Brehm, 1992; Santrock, 1999; Taylor dkk, 2000 dalam Saragih dan Irmawati, 2000). Oleh karena hal tersebut peneliti tertarik memilih mahasiswa sebagai subjek, dan juga berdasarkan

25 11 penelitian Rizki Amaliah yang menyatakan 32 dari 56 mahasiswi fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki status berpacaran dengan rata-rata lama hubungan diatas 6 bulan dengan intensitas pertemuan minimal 3 sampai 5 kali dalam seminggu. selanjutnya peneliti memilih untuk fokus pada subjek mahasiswa psikologi yang berstatus berpacaran. Hasil dari penelitian-penelitian mengenai tipe kelekatan pada orang dewasa diatas dapat ditarik kesimpulan umum yaitu, pertama tipe kelekatan pada masa anak-anak tampaknya bermanfaat untuk menjelaskan gaya interaksi sosial pada masa dewasa. Kedua orang dewasa dengan tipe kelekatan berbeda akan mempunyai kualitas hubungan romantis yang berbeda pula. Ketiga perbedaan tipe kelekatan berakar dari model kognisi diri dan orang lain. Cemburu sering dijabarkan sebagai suatu ungkapan yang terjadi ketika seorang individu merasa takut kehilangan pasangan mereka dan sistem kelekatan bekerja berasal dari tiga golongan kejadian yang terfokus pada kehilangan (Sharpsteen &Kirkpatrick, 1997). Dua dari tiga golongan kejadian itu adalah adanya kecemburuan. Pertama salah satu cara untuk mengaktifkan sistem attachment/kelekatan adalah melalui perpisahan dengan figur lekat dan kedua ancaman berpisah dengan figur lekat. Perpisahan dari pasangan individu bisa jadi menyebabkan timbulnya sistem kelekatan mereka, dan tipe mereka akan menunjukkan bagaimana ungkapan cemburu mereka. Cemburu dan sistem

26 12 kelekatan dipicu oleh kejadian sama, penerimaan fungsi yang sama, dan termasuk emosi yang sama (Sharpsteen & Kirkpatrick, 1997). Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana Tipe kelekatan dengan Kecemburuan pada Pasangan Berpacaran Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah Pembatasan Masalah Agar pembatasan masalah lebih terarah, maka diperlukan pembatasan pada ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas guna menghindari adanya salah pengertian sehingga tidak menyimpang ke masalah lain. Karena itu pokok bahasan dari penelitian ini dapat diberi penjeasan sebagai berikut : 1. kecemburuan disini adalah reaksi kompleks berupa emosi, pikiran dan perilaku yang disebabkan kemungkinan atau adanya ancaman dari orang ketiga terhadap hubungan berharga yang sedang dijalani. Aspek emosi diukur sebagai respon apa yang mereka rasakan ketika didalam situasi yang menimbulkan kecemburuan. Aspek kognisi mengukur bagaimana variasi pemikiran mereka yang mengarah pada kecurigaan pada pasangan. Dan aspek perilaku mengukur bagaimana keterikatan mereka terhadap macam-macam tindakan memata-matai dan protektif.

27 13 2. tipe kelekatan (Attachment style) adalah perbedaan individu dalam hal bagaimana berpikir, merasa, dan bertindak dalam suatu hubungan romantis yang dipengaruhi oleh berbagi permasalahan yang ada dalam hubungan romantis. Dimana perbedaan ini dimasukkan dalam tiga kategori yaitu secure dengan ciri memiliki kesiapan untuk berhubungan erat, merasa nyaman bergantung terhadap pasangan, dan tidak ada kekhawatiran bahwa pasangan akan meninggalkannya. kemudian avoidantdengan ciri tidak nyaman dalam kedekatan/keintiman dan kurang percaya terhadap pasangan. Dan ambivalent memiliki ciri-ciri mempersepsikan pasangan terlalu jauh, bahwa pasangan tidak memcintai, dan ingin meninggalkan. 3. Mahasiswa dalam penelitian ini adalah mahasiswa reguler fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berpacaran Perumusan masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara tipe kelekatan (attachment style) dengan kecemburuan pada pasangan berpacaran mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Mengetahui signifikansi hubungan antara tipe kelekatan (menghindar/avoidant, aman/secure dan cemas /ambivalent) dengan kecemburuan

28 14 pada pasangan berpacaran mahasiswa di fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini dibagi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dari teori psikologi pada umumnya, dan khususnya psikologi sosial dan kepribadian berdasarkan tipe kelekatan pada mahasiswa dengan dampak kecemburuan terhadap hubungan. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai tipe kelekatan dengan kecemburuan pasangan berpacaran pada mahasiswa. 1.4 Sistematika penulisan Pada penulisan laporan penelitian ini, penulis menggunakan Pedoman Penyusunan dan Penulisan Skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:

29 15 Bab 1 Pendahuluan Pada bab ini penulis akan menyampaikan uraian latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan. Bab 2 Kajian Pustaka Pada bab ini penulis akan membicarakan tentang landasan teori yang berkaitan dengan masalah penelitian yang digunakan untuk melihat permasalahan yang diteliti, meliputi teori tentang kecemburuan, teori tipe kelekatan, kerangka berpikir, dan hipotesa Bab 3 Metodologi Penelitian Pada bab ini penulis akan mengemukakan tentang metode penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian, meliputi pendekatan penelitian dan metode penelitian, definisi konseptual dan definisi operasional variabel, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, metode dan instrumen penelitian, teknik uji instrumen penelitian, teknik analisa data, dan prosedur penelitian. Bab 4 Hasil Penelitian Pada bab 4 ini penulis mengemukakan tentang gambaran umum responden penelitian, deskripsi skor responden, dan uji hipotesis. Bab 5 Kesimpulan, diskusi, dan saran Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, diskusi dan saran-saran yang perlu diperhatikan untuk penelitian lebih lanjut.

30 16

31 16 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan dipaparkan teori-teori pendukung yang berkaitan dengan tipe kelekatan (Attachment style) dan kecemburuan. Secara rinci, bab ini akan mengulas mengenai teori tipe kelekatan, teori kecemburuan, tipe kelekatan, kecemburuan dan hubungan romantis, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. 2.1 Kecemburuan Pengertian Kecemburuan Secara tata bahasa kata kecemburuan (jealousy) diambil dari bahasa Perancis jalousie, dibentuk dari kata jaloux (jealous) berasal dari bahasa latin zelosus (full of zeal), yang berasal dari bahasa yunani zelosus yang berarti fervour (menyalanyala), warmth (memanas), ardour (panas perasaan) atau keinginan yang intens (Buss, 2000). Menurut Encyclopedia Of Psychology (2000) kecemburuan merupakan emosi, perasaan dan perilaku yang timbul ketika hubungan yang bernilai terancam oleh saingan. Pines (1998) menyebutkan kecemburuan adalah reaksi yang rumit dalam merespon ancaman yang terlihat, dimana akan mengakhiri atau menghancurkan suatu hubungan yang dianggap penting (Demirtas dan Donmez, 2006). Hampir 16

32 17 senada dengan teori dikemukakan oleh Clanton (1981) yang menyebutkan bahwa kecemburuan adalah reaksi protektif untuk menghadapi ancaman pada hubungan yang berharga (dalam Hansen, 1985). White dan Mullen (1989) melengkapi dengan mendefinisikan kecemburuan sebagai a complex thoughts, emotions, and actions that follows the loss of, or threat to, self-esteem and/or existence or quality of the romantic relationship Yang diterjemahkan pikiran, emosi, dan tindakan kompleks yang berasal dari kehilangan akan (loss of), ancaman (threat to) terhadap harga diri (self-esteem) dan keberlangsungan ataupun kualitas dari hubungan romantis (dalam White, 1999). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecemburuan merupakan reaksi emosi, pikiran dan perilaku sebagai respon dari adanya ancaman terhadap suatu hubungan yang dianggap penting atau berharga, dimana disini ancaman tersebut adalah orang ketiga pada suatu hubungan romantis Faktor-faktor Kecemburuan Kecemburuan bisa muncul disebabkan oleh faktor-faktor berikut : 1. faktor eksternal faktor eksternal cenderung pada perilaku pasangan yang mengikat yang bisa diinterpretasikan sebagai :

33 18 a. Suatu ketertarikan emosional maupun seksual pada orang lain atau sesuatu yang lain. b. Kurangnya ketertarikan emosional maupun seksual pada pasangan utama. 2. faktor internal Menurut Pines (1992) faktor internal dari kecemburuan cenderung pada karakteristik tiap individu yang menempatkan mereka pada perasaanperasaan cemburu, perilaku yang membebaskan dari pasangan. Contohnya termasuk menjadi kurang percaya, memiliki self esteem yang rendah, semakin tingginya keterlibatan dan ketergantungan terhadap hubungan, dan tidak menerima keberadaan pasangan alternatif (dalam Knox dan Schacht, 2010). Penjelasan selanjutnya dari faktor internal adalah sebagai berikut : a. Mistrust (ketidak percayaan), jika individu pernah dikhianati pada hubungan sebelummya, individu tersebut kemungkinan akan belajar untuk kurang mempercayai hubungan selanjutnya. Sebagaimana kurang percaya itu berkembang dengan sendirinya dalam kecemburuan. b. Low self-esteem, individu yang memiliki self esteem rendah menekankan untuk menjadi cemburu karena kurangnya rasa self-worth dan dari sini sulit untuk mempercayai siapapun untuk bisa menghargai

34 19 dan mencintai mereka (Khanchandani, 2005 ; dalam Knox dan Schacht, 2010). Perasaan tidak berharga mungkin mengkontribusi pada kecurigaan bahwa orang lain lebih berharga. c. Anxiety, secara umum individu yang mengalami kecemasan tertinggi juga memperlihatkan kecemburuan yang lebih (Khanchandani, 2005 ;dalam Knox dan Schacht, 2010). d. Lack of perceived alternatives, individu yang tidak memiliki alternatif pasangan lain atau tidak merasa tertarik lagi pada orang lain kemungkinan cepat merasa cemburu. Mereka merasa demikian karena jika mereka tidak menjaga pasangannya yang sekarang maka mereka akan sendiri. e. Insecurity, individu yang merasa tidak aman dalam hubungan dengan pasangannya kemungkinan mengalami tingkat kecemburuan yang tinggi. Khancandani (dalam Knox dan Schacht, 2010) menemukan bahwa individu yang memiliki hubungan dengan jangka waktu sebentar, yang kurang berkomitmen pada hubungan, dan yang kurang merasa puas dengan hubungannya, biasanya lebih mudah untuk cemburu. Intensitas hubungan memiliki pengaruh juga terhadap kecemburuan, contohnya, kecemburuan lebih umum terjadi pada individu yang sedang jatuh cinta, yang sangat bergantung secara emosional (Mathes dan Severa dalam Guerrero dan Anderson, 1998), dan pasangannya yang kurang memberikan waktu,

35 20 uang dan emosi. Berbagai penemuan tersebut konsisten dengan teori evolutionary dalam konsep kecemburuan sebagai pelindung pasangan, ungkapan dari komitmen, atau usaha untuk mendapatkan pertanda dari salah satu pasangan (White, 1981; Guerrero et.al., 2004 dalam Fleischmann et.al., 2005). kecemburuan bisa berhubungan dengan kehilangan kasih sayang, penolakan, kecurigaan, perasaan tidak aman dan kecemasan (Perreti dan Pudowski, dalam Fleischmann et.al., 2005). Selain itu pandangan seseorang tentang hubungan percintaan dan ancaman yang ada juga saling mempengaruhi. Orang yang memandang hubungan secure, membutuhkan ancaman yang sangat kuat untuk dapat membuatnya cemburu. Namun, bagi individu yang merasa insecure pada suatu hubungan, kecemburuan bisa timbul meskipun ancamannya sangat lemah ( Aditya & Sarwono, 2009) Komponen/Aspek Kecemburuan Berdasarkan konsep analisa dari White (dalam Hinde, 1997), bahwa kecemburuan berisi tiga komponen yaitu pikiran, perasaan dan perilaku. Pfeiffer dan Wong (1989) menambahkan bahwa antara kognisi, afeksi, dan perilaku yang terdapat pada kecemburuan tidak saling mengikuti satu sama lain, tetapi bisa juga saling mensimulasi dan berinteraksi satu sama lain ( dalam Hinde, 1997). Cognitive jealousy yang diartikan sebagai pikiran-pikiran individu akan kekhawatiran, kecurigaan, dan berkenaan dengan kemungkinan hubungan yang dijalani pasangan dengan saingan. Emotional jealousy termasuk didalamnya

36 21 menyiapkan sederet emosi seperti marah, perasaan tidak aman, ketakutan, dan kesedihan (Pfeiffer dan Wong 1989; dalam Bevan dan Lannuti, 2002). Hal sama dikemukakan berdasarkan beberapa hasil penelitian bahwa kecemburuan berkorelasi dengan perasaan-perasaan seperti marah, sedih, cemas, sakit hati, terancam, merasa dikhianati, tertekan, bingung, tidak aman, tidak tertolong, malu, ditolak, ketidak percayaan frustasi, dan iri (Guerrero dan Anderson, 1998; dalam Brown dan Amatea, 2000). Behavioral jealousy diartikan sebagai aksi/aktifitas detektif dan protektif, aksi detektif meliputi menanyakan, memeriksa dan mencari keberadaan pasangan, dan aksi protektif mencakup pada strategi untuk turun tangan memastikan bahwa tidak terjadi keakraban antara pasangan dengan saingan (Pfeiffer dan Wong, 1989; Hinde, 1997). Adapun konsep perilaku/tindakan pada cemburu adalah perilaku mengikuti secara protektif dan bertindak menyelidiki. Sebagai contoh tindakkan protektif dengan cara turut serta dalam kegiatan pasangan sebagai cara untuk memantau dan memastikan pasangan tidak berinteraksi dengan pesaing (Pfeiffer & Wong, 1989). Spitzberg dan Eloy (1995) memperkenalkan respon komunikasi (communicative responses) sebagai bagian dari komponen dimensi kognisi pada cemburu. Terdapat dua belas tipe respon komunikasi dan respon komunikasi yang telah dibagi dua, yaitu interactive responses dan general responses. Interactive responses cenderung pada komunikasi langsung (face to face communication) atau pasangan mengarahkan komunikasi dengan bertanya pada pasangan tentang dimana keberadaannya dan dengan siapa. General responses terdiri dari komunikasi eksternal (tidak seara langsung) seperti mengecek , handphone (sms, telepon masuk, dan lain-

37 22 lain) pasangan secara diam-diam/ tidak meminta izin. Respon komunikasi (communicative responses) lainnya antara lain negative affect expression (misalnya meperlihatkan raut wajah terluka), integrative communication (misalnya, meminta maaf), distributive communication (misalnya, kekerasan secara verbal), manipulation attempts (misalnya, mencibir), third party contact (mengancam pesaing), dan surveillance behavior (misalnya, memata-matai) (dalam Pfeiffer & Wong, 1989) Proses Kecemburuan Kecemburuan yang dialami seseorang melalui suatu proses dengan melalui tahapan-tahapan. Menurut White ( Brehm, 1992; dalam Aditya & Sarwono, 2009) proses kecemburuan melewati lima tahap dibawah ini : 1. Tahap awal (primary appraisal) Saat seseorang merasakan adanya ancaman pada hubungan percintaannya, maka dimulailah tahap ini. Tahap ini pula yang menunjukkan ambang kecemburuan seseorang. Setiap orang memiliki ambang kecemburuan yang berbeda-beda. Ambang kecemburuan merupakan suatu titik ketika seseorang mulai cemburu. Dalam tahap awal ini, pandangan seseorang tentang hubungan percintaan dan ancaman yang ada saling mempengaruhi. Orang yang memandang hubungan secure, membutuhkan ancaman yang sangat kuat untuk dapat membuatnya cemburu. Namun, bagi individu yang merasa

38 23 insecure pada suatu hubungan, kecemburuan bisa timbul meskipun ancamannya sangat lemah. 2. Tahap kedua (secondary appraisal) Pada tahap kedua ini, individu berusaha untuk memahami situasi dengan lebih baik dan berpkir mengenai cara mengatasi rasa cemburunya. Namun, seringkali dalam tahap ini melibatkan pula pikiran catastrophic, yaitu pengambilan kesimpulan secara ekstrem dan berdasarkan kemungkinan yang terburuk. Contohnya adalah seseorang yang sedang cemburu karena pasangannya tidak membalas SMS, dalam tahap ini mengambil kesimpulan bahwa pasangannya sedang bermesraan dengan orang lain padahal pasangannya tersebut sedang ada kegiatan yang tidak dapat diganggu. 3. Tahap ketiga Tahap ketiga ini melibatkan reaksi emosional. Seseorang yang sedang mengalami kecemburuan biasanya tidak menyadari bahwa yang mereka pikirkan adalah hal yang tidak rasional. Jenis-jenis emosi yang dirasakan saat seseorang sedang mengalami kecemburuan antara lain adalah marah terhadap pasangan dan/atau orang ketiga, cemas akan kehilangan hubungan percintaannya, depresi, dan sedih akan kehilangan yang dialami. 4. Tahap keempat Tahap keempat adalah tahap coping. Menurut Bryson (dalam Brehm, 1992), perilaku coping terhadap kecemburuan dapat dibagi ke dalam dua orientasi tujuan. Pertama adalah usaha untuk mempertahankan hubungan.

39 24 Usaha ini dapat menghasilkan perilaku baik yang konstruktif maupun destruktif. Contoh usaha yang konstruktif adalah membicarakan masalah itu dan bersama-sama mencarikan jalan keluarnya sedangkan usaha yang destruktif adalah menghindari konflik seolah-olah tidak ada masalah sama sekali. Kedua adalah usaha untuk mempertahankan self-esteem. Usaha ini juga bersifat konstruktif namun bisa pula bersifat destruktif. Contoh usaha yang bersifat konstruktif adalah memutuskan hubungan percintaan dengan baik-baik sedangkan contoh usaha yang bersifat destruktif adalah menyerang pasangan baik secara verbal maupun nonverbal. 5. Tahap kelima Tahap kelima adalah hasil dari perilaku coping. Perilaku coping yang konstruktif terhadap kecemburuan akan segera mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan oleh rasa cemburu dan berguna juga untuk efek jangka panjang seperti kesejahteraan orang-orang yang terlibat dan kualitas hubungan tersebut Tipe-tipe Kecemburuan Bringle dan Buunk (Miller dkk, 2007 ; dalam Aditya & Sarwono, 2009), menyatakan bahwa terdapat dua tipe kecemburuan (Aditya & Sarwono, 2009). 1. Reactive jealousy yang terjadi ketika seseorang menjadi sadar terhadap tekanan yang actual pada suatu hubungan yang bernilai (Bringle & Buunk, 1991; Parrott, 1991; Miller dkk, 2007;dalam Aditya & Sarwono, 2009).

40 25 2. Suspicious jealousy terjadi ketika salah satu orang dari pasangan tidak berbuat kesalahan dan salah seorang lainnya merasa curiga namun tidak memiliki bukti (Bringle & Buunk, 1991; Miller dkk, 2007; dalam Aditya & Sarwono, 2009). Suspicious jealousy menyebabkan rasa khawatir, tidak percaya, waspada, dan tingkah laku memata-matai pasangan untuk menguatkan hal-hal yang ia curigai Gender dan kecemburuan Hubungan antara kecemburuan dan gender telah mendapat perhatian dari para ahli, diantaranya adalah Pines dan Aronson (1983) yang meneliti tingkat kecemburuan partisipan dengan sebuah skala dengan nilai 7, dan mereka menemukan indikasi bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan di tingkatan kecemburuan. Hal tersebut menjelaskan perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengeneralisasikan keadaan tersebut, sampai akhirnya beberapa studi menemukan perbedaan yang signifikan dalam reaksi menghadapi cemburu dalam kajian gender (Buunk et al., 1991; Erber dan Erber, 2001; Shetel-Neuber, Byrson, dan Young, 1978). Penelitian-penelitian tersebut memperlihatkan bahwa wanita lebih cenderung pada reaksi emosional dan lakilaki cenderung pada reaksi permusuhan (dalam Demirtas dan Donmez, 2006).

41 26 Selain itu hasil penelitian memperlihatkan bahwa wanita lebih pecemburu dibanding pria (DeWeerth & Kalma, 1997 dalam Edalati & Redzuan, 2010). Buunk (1984) wanita menjadi lebih cemburu dibanding pria ketika mereka berpikir bahwa hubungan pernikahan mereka rusak. Dibanding pria, wanita lebih menyukai membuat percobaan besar untuk mempertahankan hubungan ( Bryson, 1991). Wanita ketika cemburu memakai lebih banyak reaksi emotionalstimulating position (DeWeerth & Kalma, dalam Edalati & Redzuan, 2010). Sheet & Wolfe (2001) menemukan bahwa pria lebih cepat bereaksi dalam hal sexual jealousy, dimana pria akan mengalami distress jika pasangannya melakukan hubungan seksual dengan orang lain. Sementara wanita memperlihatkan lebih kepada emotional jealousy (dalam Edalati & Redzuan, 2010). Selain itu wanita akan mengalami distress saat pasangannya berbagi perhatian dengan orang lain, meskipun pasangannya tersebut belum tentu melakukan hubungan seksual dengan orang lain (Aditya & Sarwono, 2009). 2.2 Attachment/kelekatan Pengertian Attachment/Kelekatan Teori attachment dimulai dari sebuah seminar dengan judul The Influence Of Early Environment In The Development Of Neurosis And Neurotic Character yang diberikan oleh Jhon Bowbly ( ) seorang psikiater di The British Psychoanalytic Society pada tahun Setelah satu periode paper ini diperluas menjadi tiga seri volume, attachment and loss (1969, [direvisi 1982], 1973, 1980) dan dua buku perkuliahan, The Making And Breaking Of Affectional Bonds (1979)

42 27 dan The Secure Base (1988). Ditahun yang sama Ainsworth membantu mengembangkan teori tersebut, lebih penting lagi mengadakan sebuah set metode empiris yang sangat akurat untuk mempelajari proses attachment pada bayi. Dalam kamus lengkap psikologi karangan JP Chaplin (2005) attachment diartikan sebagai pelengketan, perkaitan, relasi, ikatan, tersangkut satu sama lain, hubungan pelekatan, satu daya tarik atau ketergantungan emosional antara dua orang. Bowlby menyatakan bahwa atttachment adalah bentuk tingkah laku yang dapat mengekal, ataupun mendapatkan individu lain (Hasan et.al, 2006). Attachment/kelekatan merupakan ikatan emosional yang terus menerus yang termasuk didalamnya kecenderungan untuk mencari dan memelihara kedekatan dengan orang yang khusus/istimewa. Attachment/kelekatan juga disebutkan sebagai suatu ikatan yang intens dan terus menerus yang secara biological berakar dari fungsi perlindungan dari bahaya (Wilson, 2001; dalam Potter-Efron, 2005). Menurut Flanagan (2003) attachment diartikan sebagai An emotional bond between two people especially mother and infant atau sebuah ikatan emosional antara dua orang, utamanya ibu dan anak. Cox (2001) menyebutkan kelekatan sebagai sebuah ikatan emosional yang kuat dengan orang lain. Hendrick (2004) mendefinisikan attachment sebagai sebuah bagian dari interaksi dengan pengasuh

43 28 yang melibatkan kedekatan fisik, yang secara tak langsung juga kedekatan afeksi emosional (McGuirk dan Pettijhon, 2008). Bowlby dan Ainsworth menambahkan attachment sebagai ikatan afektif yang terus menerus yang dikarakteristikan oleh kecenderungan untuk mencari dan memelihara kedekatan pada figur khusus, terutama ketika dibawah tekanan (Colin, 1996). Kelekatan pada orang dewasa didefinisikan sebagai kecenderungan yang stabil pada individu untuk berusaha keras mencari dan memelihara kedekatan dengan seseorang atau orang tertentu/khusus yang memberikan potensi subjektif rasa aman dan terlindungi terhadap fisik maupun psikis (Berman dan Sperling; dalam Potter-Efron, 2005). Hendrick menambahkan kelekatan pada dewasa sebagai kelekatan romantis yang diartikan sebagai perilaku yang melibatkan kedekatan dan ikatan dengan seorang pasangan romantis (McGuirk dan Pettijohn, 2008). Dari definisi-definisi yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa attachment/kelekatan adalah kecenderungan yang stabil dari perasaan, pemikiran dan perilaku untuk mencari dan memelihara kedekatan dengan seseorang atau orang tertentu/khusus yang memberikan potensi subjektif rasa aman dan terlindungi terhadap fisik maupun psikis

44 Model Mental Lekat (Internal Working Model ) Merujuk pada Bowlby (1982) berdasarkan hubungan antara bayi dengan pengasuh, bayi mengembangkan model lekat (internal working model). Yang merupakan gambaran mental terhadap orang lain, self, atau terhadap hubungan yang membimbing pada pengalaman dan perilaku selanjutnya (Mistchel et.al, 2003). Model mental lekat dapat dikonsep sebagai produk pengulangan pengalaman hubungan kelekatan. Mereka berakar dari proses otak yang sama, yang secara umum membentuk skema untuk mengatur dan memproses informasi yang akan melampaui kapasitas kognisi (Fiske dan Taylor, 1991). Tidak seperti skemata pada kognisi yang sederhana, bagaimanapun juga model mental lekat adalah pemikiran yang memasukkan afeksi dan perlindungan sebaik sebagaimana mendeskripsikan komponen kognitif (Betherton, 1985; Main et al., 1985). Model mental lekat konsisten mengakumulasi pengetahuan mengenai self, figur lekat, dan hubungan kelekatan. Berfungsi secara terpisah diluar dari kesadaran mereka melengkapi individu dengan heuristic (cara memecahkan persoalan lewat pengalaman) untuk mengantisipasi dan menginterpretasi perilaku dan intensitas orang lain, utamanya figur lekat (Rothbard dan Shaver, 1994). Simpson (1995 dalam Helmi, 1999) berpendapat bahwa sistem kelekatan berevolusi secara adaptif sejalan dengan berkembangnya hubungan antar bayi dengan pengasuh utama; dan akan membuat bayi bertahan untuk tetap dekat dengan orang yang merawat dan melindunginya. Pengalaman kelekatan ini akan mempengaruhi model mental (working models) diri apakah sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu memiliki beberapa tahap dalam kehidupannya, salah satunya adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi individu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan sekitarnya. Sepanjang hidup, manusia akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti saat masih menjadi teman dekat atau pacar sangat penting dilakukan agar pernikahan bertahan

Lebih terperinci

PROSES CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN Oleh: Aries Yulianto *

PROSES CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN Oleh: Aries Yulianto * Running Head : PROSES CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN 14 PROSES CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN Oleh: Aries Yulianto * Cemburu, yang dalam hubungan percintaan disebut romantic jealousy (Bringle, 1991),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemburuan merupakan hal yang wajar terjadi dalam sebuah hubungan antarindividu. Afeksi yang terlibat dalam hubungan tersebut membuat individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan orang lain. Setiap manusia, selalu berinteraksi dengan orang-orang yang ada dalam

Lebih terperinci

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Intensi Membeli Air Minum Dalam Kemasan Merek Aqua Pada Mahasiswa FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Intensi Membeli Air Minum Dalam Kemasan Merek Aqua Pada Mahasiswa FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Intensi Membeli Air Minum Dalam Kemasan Merek Aqua Pada Mahasiswa FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Di Susun Oleh: NYA SORAYA RIZKINA (106070002284) Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Adanya interaksi sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Regulasi Diri Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi diri. 2.1.1. Definisi Regulasi Diri Regulasi diri adalah proses

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M.

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M. HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN Nama : Elfa Gustiara NPM : 12509831 Pembimbing : dr. Matrissya Hermita, M.si LATAR BELAKANG MASALAH Saat berada dalam

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pacaran adalah istilah yang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat dapat melihat atau menjadi subjek dalam fenomena pacaran ini

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI HUBUNGAN ANTAR PRIBADI Modul ke: Fakultas Psikologi Macam-macam hubungan antar pribadi, hubungan dengan orang belum dikenal, kerabat, hubungan romantis, pernikahan, masalah-masalah dalam hubungan pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kelekatan (attachment) 2.1.1. Definisi Kelekatan (attachment) Bowlby mengatakan bahwa kelekatan (attachment) adalah ikatan antara bayi dan ibu, sedangkan menurut Papalia dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cinta 1. Pengertian Cinta Stenberg (1988) mengatakan cinta adalah bentuk emosi manusia yang paling dalam dan paling diharapkan. Manusia mungkin akan berbohong, menipu, mencuri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap 7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa

Lebih terperinci

CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN Oleh: Aries Yulianto *

CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN Oleh: Aries Yulianto * CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN 6 CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN Oleh: Aries Yulianto * Hubungan percintaan ditandai oleh adanya kedekatan atau keintiman di antara pasangan. Kehadiran orang lain atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. maka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. maka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara attachment (X) dengan cinta pada individu dewasa yang telah menikah (Y), maka penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial, dimana mereka tidak dapat hidup seorang diri. Manusia selalu membutuhkan orang lain, baik untuk saling membantu, bekerja sama, bahkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bisa diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan. sekitarnya. Salah satu bentuk hubungan yang sering terjalin dan

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan. sekitarnya. Salah satu bentuk hubungan yang sering terjalin dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan sekitarnya. Salah satu bentuk hubungan

Lebih terperinci

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

Hubungan Antara Persepsi Tentang Foto Profil Pada Facebook Dengan Normal Narsisme Remaja

Hubungan Antara Persepsi Tentang Foto Profil Pada Facebook Dengan Normal Narsisme Remaja Hubungan Antara Persepsi Tentang Foto Profil Pada Facebook Dengan Normal Narsisme Remaja Disusun Oleh: NOVITA BARSELIA P. (106070002277) Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Dalam bab terakhir ini peneliti akan menguraikan tentang kesimpulan dari

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Dalam bab terakhir ini peneliti akan menguraikan tentang kesimpulan dari BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab terakhir ini peneliti akan menguraikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan diskusi mengenai hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian. Selain itu,

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah 1 1.PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran attachment styles yang dialami oleh gay yang berada pada rentang usia dewasa muda. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. Seorang perempuan dianggap sudah seharusnya menikah ketika dia memasuki usia 21 tahun dan laki-laki

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENERIMAAN DIRI PADA PASANGAN INFERTILITAS DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI OLEH: MUHAMAD HARIADI

PERBEDAAN PENERIMAAN DIRI PADA PASANGAN INFERTILITAS DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI OLEH: MUHAMAD HARIADI PERBEDAAN PENERIMAAN DIRI PADA PASANGAN INFERTILITAS DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI OLEH: MUHAMAD HARIADI 10861002944 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi attachment Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah suatu hubungan atau interaksi antara 2 individu yang merasa terikat kuat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA ANAK DENGAN PENGENDALIAN DORONGAN SEKSUAL SEBELUM MENIKAH PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA ANAK DENGAN PENGENDALIAN DORONGAN SEKSUAL SEBELUM MENIKAH PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA ANAK DENGAN PENGENDALIAN DORONGAN SEKSUAL SEBELUM MENIKAH PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan salah satu proses yang biasanya dijalani individu sebelum akhirnya memutuskan menikah dengan pasangan. Pada masa pacaran, individu saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Di sepanjang rentang kehidupan, setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECEMASAN PADA IBU YANG HAMIL PERTAMA

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECEMASAN PADA IBU YANG HAMIL PERTAMA HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECEMASAN PADA IBU YANG HAMIL PERTAMA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagaian Prasyarat Mencapai Derajat S-1 Program Studi Psikologis Disusun Oleh MARIANA INDRASTUTI F.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ainsworth (dalam Helmi, 2004) mengartikan kelekatan sebagai ikatan afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini berlangsung lama

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global yang terjadi sekarang ini menuntut manusia untuk berusaha sebaik mungkin dalam menuntut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian kali ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang menggunakan paradigma

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU SKRIPSI HASTANIA HERAYUNINGSIH NIM : 01.40.0079 Alamat : Jl. Udan Riris No. 31 Telogosari Semarang No. Telp : (024) 6730190

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU SKRIPSI HASTANIA HERAYUNINGSIH NIM : 01.40.0079 Alamat : Jl. Udan Riris No. 31 Telogosari Semarang No. Telp : (024) 6730190

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Peneliti menggunakan dua variabel dalam penelitian ini, yaitu:

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Peneliti menggunakan dua variabel dalam penelitian ini, yaitu: BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Peneliti menggunakan dua variabel dalam penelitian ini, yaitu: A. Variabel X: academic locus

Lebih terperinci

ZAMRONI A

ZAMRONI A PENGARUH LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL MAHASISWA DAN INTENSITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM KAMPUS TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA JURUSAN PPKn TAHUN ANGKATAN 2005/2006 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendirian. Manusia sebagai mahkluk sosial membutuhkan interaksi dengan. sendiri dan orang lain sepanjang rentang kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. sendirian. Manusia sebagai mahkluk sosial membutuhkan interaksi dengan. sendiri dan orang lain sepanjang rentang kehidupannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahkluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendirian. Manusia sebagai mahkluk sosial membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN SEKOLAH DENGAN MOTIVASI BELAJAR

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN SEKOLAH DENGAN MOTIVASI BELAJAR HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN SEKOLAH DENGAN MOTIVASI BELAJAR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Oleh : Diana

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MODAL PSIKOLOGI DENGAN KINERJA GURU. Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1) Psikologi

HUBUNGAN ANTARA MODAL PSIKOLOGI DENGAN KINERJA GURU. Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA MODAL PSIKOLOGI DENGAN KINERJA GURU Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1) Psikologi Diajukan Oleh : Estika Apriliana F 100 060 145 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : ERNA IRIYANI F

SKRIPSI. Oleh : ERNA IRIYANI F HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DALAM FACEBOOK DENGAN CEMBURU PADA PASANGAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL PADA SUAMI DI FASE DEWASA AWAL DENGAN DEWASA MADYA DI DESA KEDONDONG KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS

PERBEDAAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL PADA SUAMI DI FASE DEWASA AWAL DENGAN DEWASA MADYA DI DESA KEDONDONG KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS PERBEDAAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL PADA SUAMI DI FASE DEWASA AWAL DENGAN DEWASA MADYA DI DESA KEDONDONG KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode deskriptif kuantitatif. Maka pendekatan penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. metode deskriptif kuantitatif. Maka pendekatan penelitian ini adalah BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Kegiatan teoritis dan empiris pada penelitian ini diklasifikasikan dalam metode deskriptif kuantitatif. Maka pendekatan penelitian ini adalah observasi,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

UNIVERSITAS MURIA KUDUS HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DAN POLA ASUH OTORITER DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MURIA KUDUS SKRIPSI Disusun Oleh: KIMMY KATKHAR 2009 60 032 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KEMANDIRIAN SISWA SMP PLUS MAMBAUL ULUM SUKOWONO JEMBER SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KEMANDIRIAN SISWA SMP PLUS MAMBAUL ULUM SUKOWONO JEMBER SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KEMANDIRIAN SISWA SMP PLUS MAMBAUL ULUM SUKOWONO JEMBER SKRIPSI Oleh: SAIDAH NIM : 07410112 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Tri Zahrotul Jannah NIM

SKRIPSI. Oleh Tri Zahrotul Jannah NIM HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU - SISWA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI SOKANEGARA II PURWOKERTO SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III Inisial A D V Usia 22 tahun 27 tahun 33 tahun Tempat/Tanggal Jakarta, 24 Mei 1986 Jakarta, 19 Maret 1981 Jakarta Lahir Agama Islam Kristen Protestan Katolik Suku

Lebih terperinci

MOTTO. Fadzkuruunii Adzkurkum Maka, ingatlah kepada-ku niscaya Aku pun akan ingat kepadamu (QS. Al-Baqarah ayat 152)

MOTTO. Fadzkuruunii Adzkurkum Maka, ingatlah kepada-ku niscaya Aku pun akan ingat kepadamu (QS. Al-Baqarah ayat 152) MOTTO Fadzkuruunii Adzkurkum Maka, ingatlah kepada-ku niscaya Aku pun akan ingat kepadamu (QS. Al-Baqarah ayat 152) Fabiayyiaalaairobbikumaatukadzibaan Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan bersosialisasi dengan lingkungannya, keluarga, sekolah, tempat les, komunitas, dan lainlain. Manusia pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah internet. Menurut data

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Derajat Sarjana S-1. Oleh: Erdima Oktianti R

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Derajat Sarjana S-1. Oleh: Erdima Oktianti R EVALUASI KECERDASAN EMOSIONAL MELALUI GAMES KREATIF PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMK NEGERI 3 PURWOKERTO KELAS X BUTIK 1 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2013/2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi INTUISI 7 (1) (2015) INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/intuisi HUBUNGAN ANTARA ADULT ATTACHMENT STYLE DENGAN KOMITMEN PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL Binti Khumairoh

Lebih terperinci

SIKAP REMAJA TERHADAP HUBUNGAN SEKS PRA NIKAH DITINJAU DARI JENIS PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN. Skripsi

SIKAP REMAJA TERHADAP HUBUNGAN SEKS PRA NIKAH DITINJAU DARI JENIS PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN. Skripsi SIKAP REMAJA TERHADAP HUBUNGAN SEKS PRA NIKAH DITINJAU DARI JENIS PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Novi Indriastuti

Lebih terperinci

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN ANTAR ETNIS JAWA DAN SUMATERA DI SOLO

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN ANTAR ETNIS JAWA DAN SUMATERA DI SOLO PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN ANTAR ETNIS JAWA DAN SUMATERA DI SOLO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : Retno Mahening F 100

Lebih terperinci

GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA WANITA DEWASA YANG BELUM PERNAH MENIKAH (LAJANG)

GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA WANITA DEWASA YANG BELUM PERNAH MENIKAH (LAJANG) GAMBARAN MAKNA HIDUP PADA WANITA DEWASA YANG BELUM PERNAH MENIKAH (LAJANG) SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pada Program Studi Psikologi Oleh: BONAVENTURA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran dan fungsi ibu dalam kehidupan seorang anak sangat besar. Anak akan lebih merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kesepian 2.1.1 Definisi Kesepian Kesepian didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cinta adalah sebuah perasaan natural yang dirasakan oleh seseorang terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai, saling memiliki,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola attachment, dewasa awal dan pacaran. 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi Attachment Bowlby adalah tokoh pertama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah perubahan dalam pandangan orang dewasa mengenai pernikahan. Hal ini didukung

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Guna Memenuhi Sebagian Prasyarat Mencapai Derajat Sarjana S-1. Oleh : Heronita Permatasari A

SKRIPSI. Disusun Guna Memenuhi Sebagian Prasyarat Mencapai Derajat Sarjana S-1. Oleh : Heronita Permatasari A HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN NILAI-NILAI AGAMA DAN MORAL ANAK KELOMPOK B DI 5 PAUD DI WILAYAH DESA WONOREJO - GONDANGREJO - KARANGANYAR TAHUN 2013 SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KREATIVITAS SISWA SMK SKRIPSI. Oleh YUNIA KIBTIYAH NIM.

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KREATIVITAS SISWA SMK SKRIPSI. Oleh YUNIA KIBTIYAH NIM. HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KREATIVITAS SISWA SMK SKRIPSI Oleh YUNIA KIBTIYAH NIM. 200860010 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2013 i HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Oleh: ATINA HASANAH 2008-60-001 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2012 i HUBUNGAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN SAAT BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN SAAT BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN SAAT BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhui

Lebih terperinci

KESIAPAN MENIKAH PADA WANITA USIA DEWASA AWAL

KESIAPAN MENIKAH PADA WANITA USIA DEWASA AWAL KESIAPAN MENIKAH PADA WANITA USIA DEWASA AWAL Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : TIARA DEWINTA F 100 060 005 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran peserta didik yang dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran peserta didik yang dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik yang dapat mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

PERBEDAAN MOTIVASI KERJA ANTARA PEGAWAI TETAP DENGAN PEGAWAI TIDAK TETAP PADA HOTEL THE ROYAL SURAKARTA HERITAGE SOLO

PERBEDAAN MOTIVASI KERJA ANTARA PEGAWAI TETAP DENGAN PEGAWAI TIDAK TETAP PADA HOTEL THE ROYAL SURAKARTA HERITAGE SOLO PERBEDAAN MOTIVASI KERJA ANTARA PEGAWAI TETAP DENGAN PEGAWAI TIDAK TETAP PADA HOTEL THE ROYAL SURAKARTA HERITAGE SOLO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang

Lebih terperinci