MENGUAK POTENSI EKOLOGI, SOSIAL, DAN PERIKANAN MALUKU BARAT DAYA: SEBUAH TEMUAN AWAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENGUAK POTENSI EKOLOGI, SOSIAL, DAN PERIKANAN MALUKU BARAT DAYA: SEBUAH TEMUAN AWAL"

Transkripsi

1 MENGUAK POTENSI EKOLOGI, SOSIAL, DAN PERIKANAN MALUKU BARAT DAYA: SEBUAH TEMUAN AWAL Penulis: Estradivari 1, Nara Wisesa 1, Adrian Damora 1, Christian Handayani 1, Amkieltiela 1, Berbudi Wibowo 2, Ignatius Tri Hargiyatno 2, dan Hakim Miftakhul Huda 2 November 2015 Pendahuluan Informasi anekdotal mengenai keindahan dan kekayaan alam laut Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) sudah sering didengar di berbagai kalangan. Beberapa pelaku wisata bahari biasa menyebut kawasan ini sebagai salah satu lokasi penyelaman terbaik di Indonesia, karena memiliki air laut yang sangat jernih, tutupan karang yang padat, serta kumpulan ikan-ikan karang dan pelagis dalam jumlah melimpah dan beragam. Beberapa pelaku perikanan, bahkan dari luar negeri sekalipun, mengakui besarnya potensi perikanan di kawasan ini dan mereka datang untuk memanfaatkan sumber daya alam lautnya. Belum lagi informasi mengenai nilai sosial budaya yang masih terus terjaga hingga saat ini. Terlepas dari besarnya potensi yang dimiliki, tekanan terhadap sumber daya laut terus terjadi dan diprediksi akan semakin intensif seiring dengan pertumbuhan MBD sebagai kabupaten baru. Selain itu, kondisi geografis yang berbatasan langsung dengan Timor Leste dan Australia menjadikan MBD sebuah kawasan strategis yang harus dijaga oleh Indonesia, terutama terkait kedaulatan bangsa dan pengelolan sumber daya alam. Namun untuk mendukung upaya itu, data dan informasi mengenai sumber daya ekologi, sosial, dan perikanan yang terdapat di Kabupaten MBD masih terhitung minim sehingga para pengelola tidak memiliki landasan ilmiah yang kuat untuk merumuskan bentuk pengelolaan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan secara tepat. Berdasarkan alasan tersebut, tim peneliti gabungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Barat Daya, Universitas Pattimura, Institut Pertanian Bogor, WWF-Indonesia, dan Wildlife Conservation Society Indonesia Program berkolaborasi untuk melaksanakan survei cepat di Kabupaten MBD dalam rangka mengumpulkan informasi terkait kondisi ekologi, sosial dan perikanan. Tujuan utama dari survei cepat ini adalah untuk: (1) menyediakan masukan untuk model ilmiah dalam mengidentifikasi kawasan prioritas untuk produktivitas perikanan; (2) mendukung upaya perencanaan spasial laut yang komprehensif berdasarkan data terbaik yang tersedia; (3) melengkapi data yang sudah ada sebelumnya untuk menyediakan resolusi yang lebih detil terkait kondisi di kawasan ini, dan untuk mengisi kekurangan data EAFM di WPP 714 dan 718. Secara keseluruhan, hasil dari survei cepat berguna dalam mendukung program kerja pemerintah provinsi dalam membentuk Provinsi Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional dan pemerintah nasional dalam membentuk 20 juta hektar KKP di Indonesia sampai dengan tahun Survei cepat ekologi, sosial dan perikanan di Kabupaten Maluku Barat Daya Kegiatan survei cepat ekologi, sosial dan perikanan berlangsung dari tanggal 1 15 November 2015 dan melibatkan 16 peneliti gabungan dengan keahlian khusus. Pengambilan data ekologi dilakukan di 30 lokasi terumbu karang, 1 WWF-Indonesia 2 Balitbang - KKP

2 sementara pengambilan data sosial dan perikanan dilakukan di 14 desa contoh yang tersebar di Kabupaten MBD (Gambar 1). Survei cepat ini mengumpulkan informasi terkait kondisi ekologi, sosial dan perikanan melalui pengumpulan data sekunder dari kantor pemerintah dan sumber lain, dan pengumpulan data primer menggunakan metode pengamatan langsung di air untuk survei ekologi, dan wawancara informan kunci, diskusi kelompok terarah dan pengambilan data ikan tangkapan di pasar ikan untuk survei sosial dan perikanan. Parameter utama yang diamati untuk (1) ekologi adalah tutupan komunitas bentik, kesehatan karang keras, kelimpahan dan biomassa ikan target, dan sebaran spesies panji; (2) sosial dan perikanan adalah kesejahteraan manusia, pemanfaatan sumber daya laut dan tata kelola sumber daya laut. Gambar 1. Lokasi pengambilan data ekologi, sosial dan perikanan di Kabupaten Maluku Barat Daya Data dan informasi yang dihasilkan dari lembar fakta ini merupakan hasil temuan awal dari kegiatan survei cepat dan masih bersifat umum. Laporan ilmiah lengkap yang berisikan hasil analisa data yang lebih dalam dan komprehensif serta rekomendasi pengelolaan yang sesuai baru akan tersedia pada bulan April Sekilas tentang Kabupaten Maluku Barat Daya Kabupaten MBD merupakan salah satu kabupaten baru hasil pemekaran wilayah Kabupaten Maluku Tenggara pada tahun 2009, dengan Tiakur sebagai ibukota kabupatennya. Kabupaten MBD berbatasan langsung dengan Laut Banda di sebelah Utara, Laut Timor dan Selat Wetar di bagian Selatan, Kepulauan Alor di sebelah Barat dan Kepulauan Tanimbar di sebelah Timur. Keseluruhan Kabupaten MBD terdiri dari tiga gugusan kepulauan, yaitu Gugus Kepulauan Terselatan, Gugus Lemola, dan Gugus Kepulauan Babar. Luas wilayah Kabupaten MBD adalah km 2 dimana 11,94% wilayahnya merupakan daratan (8.648 km 2 ), dan 88,06% adalah lautan. Maluku Barat Daya merupakan salah satu kawasan prioritas konservasi dan pengelolaan perikanan berkelanjutan di Indonesia, karena berada di Bentang Laut Sunda Banda kawasan seluas 151 juta hektar yang merupakan bagian dari Segitiga Terumbu Karang yang memiliki keanekaragaman hayati laut yang tertinggi di dunia.

3 Kondisi umum ekologi laut Kabupaten MBD memiliki 48 pulau yang membentang dari barat ke timur. Topografi pulau-pulau di bagian Barat, seperti Wetar dan Romang umumnya berbukit dan berpegunungan dengan ketinggian antara meter. Sementara pulau-pulau di sisi Timur, meski tetap berbukit, namun umumnya berupa pulau limestone dan sering memiliki karakteristik berundak yang merupakan hasil dari kenaikan muka pulau dan perubahan muka air laut secara periodik. Hampir keseluruhan pulau dibatasi oleh daerah-daerah pantai yang datar dengan kedalaman rendah di muka pantai dan relatif terjal dengan kemiringan hampir vertikal (70-90 derajat) setelah tubir sampai ke kedalaman ratusan meter. Kondisi terumbu karang di muka pantai, atau dalam bahasa lokal dikenal dengan meti - daerah intertidal dari muka pantai sampai dengan kepala tubir - umumnya didominasi oleh karang keras dan karang lunak yang tersebar secara acak (patchy) dan diisi oleh patahan karang dan pasir diantaranya. Daerah ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut yang relatif tinggi dan seringkali dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat untuk menangkap ikan dan biota bentik. Di daerah tubir, atau sekitar kedalaman 10 meter dimana kondisi ekosistem terumbu karang diamati, umumnya masih bersifat baik. Substrat dasar banyak dipadati oleh berbagai jenis karang keras dan karang lunak dengan berbagai jenis bentuk pertumbuhan. Tim ekologi menemukan lebih dari 60 genus karang yang teramati dalam transek dengan genus dominan berupa Tubastrea, Fungia, Montipora, Acropora, dan Porites. Sebagian karang keras yang diamati masih berstatus sehat, sementara hanya sebagian kecil yang berstatus tidak sehat umumnya disebabkan oleh faktor alami seperti ditumbuhi alga, sedimen, kompetisi, gigitan ikan dan pigmentasi dan bukan terjangkit oleh penyakit yang bersifat menular dan mematikan. Sejalan dengan hasil pengamatan komunitas bentik, komunitas ikan karang yang diamati juga umumnya memiliki kekayaan jenis dan kelimpahan yang relatif tinggi. Tidak jarang ditemukan juga kumpulan ikan (schooling) dalam jumlah puluhan hingga ratusan. Ukuran ikan karang yang ditemukan pun cukup beragam, dan masih banyak ditemui ikan-ikan yang ukurannya masih relatif besar. Dari data ekologi yang dikumpulkan, bisa terlihat bahwa rantai makanan di banyak lokasi di Kabupaten MBD masih bersifat fungsional, dimana masih ditemukan berbagai jenis ikan dari mata rantai terbawah (herbivora) sampai di paling atas (pemangsa utama). Selain melakukan pengamatan bentik dan ikan karang, sepanjang survei juga ditemui banyak spesies-spesies panji/karismatik, termasuk diantaranya beberapa jenis hiu, penyu, manta, burung laut dan paus. Kesejahteraan masyarakat Jumlah penduduk Kabupaten MBD sebesar jiwa pada tahun 2010 (BPS Kabupaten Maluku Barat Daya dalam Angka, 2014) dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,87%. Untuk aspek pendidikan, meski sarana dan prasarana pendidikan masih relatif minim dan tidak merata, namun sebagian besar penduduknya merupakan lulusan sekolah menengah. Bahkan tidak sedikit yang menempuh jenjang perguruan tinggi. Sebagian besar mata pencaharian utama masyarakat adalah berkebun. Mereka umumnya menjual hasil kebun ke desa atau pulau tetangga, baik dengan sistem pembayaran atau barter. Kecuali di Pulau Luang dimana seluruh masyarakatnya adalah nelayan dan pembudidaya rumput laut, kegiatan perikanan atau menangkap ikan di Kabupaten MBD umumnya dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan protein harian. Meski bukan sebagai mata pencaharian utama, perikanan menjadi bagian penting dari kehidupan harian dan budaya masyarakat MBD. Ikan masih menjadi sumber protein utama bagi masyarakat. Tradisi dan adat istiadat, terutama terkait adat pernikahan dan pemerintahan desa, masih cukup kental di kalangan masyarakat MBD. Di sebagian besar desa contoh, fungsi kepala desa juga mencakup fungsi dari raja, dan di beberapa desa, hanya masyarakat dari marga raja yang bisa mencalonkan diri menjadi kepala desa. Masyarakat MBD juga mempunyai modal sosial yang tinggi terkait ketertiban bermasyarakat dan desa memiliki berbagai peraturan desa yang mengatur tata hubungan bermasyarakat. Sanksi hukuman yang cukup berat, baik secara adat maupun ekonomi, juga masih ditegakkan dengan baik oleh perangkat desa. Sistem kepemilikan tanah di sebagian besar wilayah MBD masih belum bersertifikat hak milik dan merupakan tanah adat. Konflik sosial yang diamati di desa contoh umumnya hanya bersifat kasuistis. Sebagian besar konflik yang

4 terjadi biasanya terkait dengan permasalahan pemanfaatan lahan. Konflik sosial ini seringkali diselesaikan secara kekeluargaan dengan mediasi tokoh adat. Pemanfaatan sumber daya laut Pemanfaatan sumber daya laut masyarakat MBD terbagi menjadi dua, yaitu pemanfaatan di dalam meti (zona intertidal), dan di luar meti (inshore dan offshore). Di dalam meti, masyarakat memanfaatkan sumber daya laut melalui kegiatan bameti yaitu mengumpulkan biota berekonomis tinggi pada saat air surut, seperti beberapa jenis teripang di antaranya teripang susu (Bohadschia marmorata) dan teripang pasir (Holothuria scabra), lola (Trochus niloticus), batulaga (Turbo marmoratus), bia mata bulan (Turbo spp.), bia marsegu (Cymbiola vespertilio), kima (Tridacna spp.), dan lobster (Panulirus spp.). Selain melakukan kegiatan bameti, khusus masyarakat Pulau Luang juga memanfaatkan daerah meti untuk budidaya rumput laut dari jenis kotoni (Eucheuma cottonii). Kegiatan budidaya rumput laut juga pernah dilakukan di desa dan pulau lain, namun tidak sebesar dan intensif seperti di Pulau Luang, dan umumnya kurang berhasil karena sering terjadi kegagalan panen yang disebabkan hama berupa ikan dan pasang surut ekstrim di sekitar desa. Pemanfaatan sumber daya laut di luar meti menargetkan ikan-ikan bersirip. Untuk ikan karang, jenis-jenis yang umum ditangkap oleh masyarakat adalah lain jenis kerapu (famili Serranidae), kakap (famili Lutjanidae), baronang (Siganus spp.), kakatua (famili Scaridae), dan sikuda (Lethrinus spp.). Sementara ikan pelagis yang sering ditangkap terdiri dari ikan pelagis kecil: layang (Decapterus spp.), kembung (Rastrelliger spp.), ikan tembang (Sardinela spp.), ikan terbang (Cypsilurus spp.), julung-julung (Hemiramphus spp.), kuwe (Caranx spp.), dan teri (Stolephorus spp.) serta ikan pelagis besar: tuna sirip kuning (Thunnus albacares), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus spp.), dan tongkol (Euthynnus affinis dan Auxis thazard). Sektor perikanan di Kabupaten MBD tergolong dalam perikanan berskala kecil. Hal ini tercermin dari teknologi pemanfaatan ikan yang digunakan. Armada penangkapan yang digunakan nelayan-nelayan di Kabupaten ini semuanya termasuk sebagai armada kecil dengan jangkauan daerah penangkapan yang kecil. Jenis armada yang digunakan terdiri dari perahu tanpa motor, perahu motor tempel sederhana dan perahu motor tempel cepat. Alat tangkap yang digunakan masyarakat umumnya sama di setiap pulau, yaitu terdiri dari jaring insang (gill net), pancing (handline), bubu (traps), panah, dan tombak (spear). Di pulau-pulau yang lebih berkembang dan dekat pusat pemerintahan, seperti Pulau Kisar, Pulau Leti dan Pulau Moa, alat tangkap lain ditemukan, berupa pukat cincin (dalam bahasa lokal disebut jaring bobo) serta rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikannya. Secara umum, komoditas perikanan tangkap maupun budidaya di Kabupaten MBD bernilai ekonomis penting dan bernilai jual tinggi. Masyarakat juga mengakui bahwa sumber daya laut mereka masih sangat melimpah dan dalam kondisi baik. Meski begitu, hal ini tidak didukung oleh rantai pemasaran ikan hasil tangkapan yang relatif sempit. Sebagian besar masyarakat hanya memanfaatkan hasil tangkapan hanya untuk konsumsi pribadi. Karena tidak adanya sarana dan prasarana penyimpanan dingin di Kabupaten MBD, maka ikan segar yang ditangkap hanya dijual ke kalangan penduduk desa atau desa/pulau tetangga saja. Komoditas perikanan segar yang tidak laku dijual biasanya diasinkan atau diasapkan oleh masyarakat, dan dijual ke luar pulau apabila ada pembeli atau kapal perintis datang. Beberapa waktu terakhir ini, beberapa investor perusahaan-perusahaan besar dari luar kawasan mulai berdatangan ke beberapa pulau untuk membeli hasil tangkapan nelayan terutama jenis kerapu dan napoleon, dan juga rumput laut kering. Tata kelola sumber daya laut Sistem sasi di Kabupaten MBD masih bisa ditemui di hampir seluruh desa contoh. Sasi merupakan sistem buka tutup tradisional untuk pemanfaatan sumber daya laut tertentu yang berlaku secara turun menurun dan umumnya mengatur jenis yang boleh diambil, waktu buka tutup, lokasi pemanfaatan, siapa yang boleh memanfaatkan dan sanksi apabila melanggar aturan. Tidak seperti praktik sasi di beberapa lokasi lain di Provinsi Maluku, unsur adat dan tradisi dalam praktik sasi di kabupaten MBD sudah banyak berkurang. Sasi di kawasan ini sudah berbasis gereja, di mana pendeta bersama kepala desa mengatur sasi, dan pembukaan sasi juga dipengaruhi oleh permintaan pasar. Unsur adat dalam sasi masih sedikit terlihat dalam penentuan sanksi dan pengaturan pembukaan sasi, meski hanya terlihat di beberapa desa contoh.

5 Secara rata-rata, pembukaan sasi dilakukan setiap satu sampai tiga tahun sekali, umumnya dilakukan setelah ada pembeli dari luar datang dan melakukan penawaran. Di pulau-pulau sebelah barat (dari Wetar hingga Sermata), pembeli yang datang kebanyakan adalah orang-orang dari Sulawesi Selatan. Sementara, di pulau-pulau sekitar Babar, pembeli yang datang adalah pedagang-pedagang keturunan Tiongkok dari Tepa, Saumlaki, dan Tual. Hampir semua desa memberlakukan sasi terhadap komoditas bernilai ekonomi tinggi termasuk diantaranya lola (Trochus niloticus), teripang (Holothuridae), batulaga (Turbo marmoratus). Di beberapa desa contoh, terdapat beberapa komoditas tambahan lainnya yang juga di sasi seperti contohnya kima dan lobster. Sasi tidak berlaku terhadap komoditas komoditas ikan atau hewan-hewan laut lainnya yang dimanfaatkan sebagai sumber protein harian masyarakat. Sanksi terhadap pelanggar sasi bersifat normatif (teguran dari tokoh adat dan dianggap sebagai dosa) dan nominal (sanksi berupa denda yang diatur oleh adat maupun peraturan desa). Selain sasi, pemanfaatan sumber daya laut lainnya, seperti penangkapan ikan belum diatur secara spesifik oleh pemerintah dan masyarakat setempat. Sebagai kabupaten baru, pemerintah kabupaten saat ini masih fokus dalam memberikan bantuan kapal, alat tangkap dan pelatihan kepada masyarakat. Meski begitu, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten MBD telah memiliki rencana untuk pengembangan wilayah konservasi di masa depan. Ancaman dan tantangan terhadap sumber daya laut Berdasarkan hasil survei, ancaman terhadap sumber daya laut terbagi menjadi dua kategori, yaitu ancaman langsung maupun tidak langsung. Ancaman langsung umumnya berasal dari nelayan andon - nelayan dari luar kawasan - yang sering datang dan mencuri hasil sumber daya laut dengan cara merusak. Nelayan andon ini sebagian besar berasal dari Alor, namun ada juga dari lokasi lain di Indonesia. Mereka umumnya menggunakan bom ikan, potasium dan menyelam menggunakan kompresor. Pencurian sumber daya laut oleh nelayan andon ini terjadi hampir di seluruh Kabupaten MBD dan menargetkan ikan-ikan berekonomis tinggi atau biota yang di sasi. Masyarakat secara aktif memantau dan mengusir nelayan andon ini, namun umumnya tidak terlalu banyak membuahkan hasil karena nelayan andon ini datang dengan armada kapal yang lebih modern, dengan jumlah besar, dan datang pada saat nelayan tidak bisa melaut karena cuaca. Ancaman tidak langsung berasal dari semakin tingginya jumlah pembeli yang masuk ke dalam kawasan untuk membeli hasil tangkapan nelayan. Para pembeli ini memiliki modal yang cukup besar dan datang secara reguler. Pembeli ini biasanya yang menentukan harga pasar dan komoditas yang layak untuk dijual. Masyarakat menjadi pihak penerima dengan posisi tawar yang rendah. Sebagai contoh, pembeli menurunkan harga jual rumput laut hampir 50% dari harga awal dalam beberapa tahun terakhir. Dengan penurunan harga ini, masyarakat tidak dapat berbuat apapun selain menerima, karena tidak adanya pasar lain yang tersedia dimana masyarakat dapat menjual komoditas hasil tangkapan mereka. Ketiadaan aturan-aturan spesifik mengenai pemanfaatan sumber daya laut dan rendahnya pengawasan juga membuka celah untuk para pembeli dalam melakukan transaksi. Masih maraknya pengambilan jenis-jenis biota dilindungi untuk kepentingan ekonomi adalah sebagai salah satu contohnya. Saat ini, jumlah pembeli yang datang ke Kabupaten MBD semakin banyak dan semakin beragam. Terlepas dari tingginya potensi ekologi, sosial dan perikanan di Kabupaten MBD, tekanan/ancaman terhadap sumber daya laut bisa menjadi tinggi apabila tidak dikelola dengan baik. Sementara kemampuan masyarakat dalam menghadapi ancaman ini mungkin tidak sebaik atau secepat ancaman terjadi. Masyarakat saat ini dihadapkan oleh berbagai keterbatasan dalam pemanfaatan sumber daya laut, seperti tidak adanya fasilitas/infrastruktur penyimpanan dingin ikan hasil tangkapan, keterbatasan teknologi penangkapan (armada dan alat tangkap), kesulitan untuk mendapatkan bahan bakar, dan keterbatasan pemasaran untuk komoditas perikanan, budidaya dan perkebunan. Dari hasil wawancara, mereka sangat mengharapkan bantuan dari pihak eksternal. Tanpa adanya peraturan pengelolaan sumber daya laut dan sosialisasi yang jelas dan menyeluruh, masyarakat umumnya menerima dan mencoba apapun yang diberikan oleh pihak luar. Sebagai contoh, bantuan budidaya rumput laut yang terjadi di beberapa desa tanpa disertai pelatihan yang memadai mengakibatkan banyak masyarakat yang mengalami gagal panen. Contoh lainnya adalah pemberian bantuan alat tangkap pukat cincin yang sebenarnya sudah dilarang penggunaannya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, namun masih menjadi alat tangkap andalan di masyarakat. Bahkan masyarakat sering membuat kelompok nelayan sendiri demi mendapatkan bantuan alat tangkap ini. Ketiadaan pasar juga membuat masyarakat memilih menjual hasil tangkapannya ke negara lain, seperti kasusnya di daerah Wetar

6 yang menjual hasil tangkapannya ke Timor Leste, atau ke pembeli dari negara lain dimana kapal-kapal asing masuk ke perairan kabupaten untuk membeli ikan hidup secara langsung. Hal ini jelas menyebabkan kerugian secara ekonomi dan menurunkan devisa negara Indonesia. Bergerak ke arah yang lebih baik Pengelolaan kawasan dan pengembangan sektor perikanan dengan prinsip keberlanjutan di Kabupaten MBD menjadi krusial untuk memastikan bahwa alam tetap terjaga dan masyarakat dapat secara terus menerus mendapatkan manfaat dari sumber daya alat melalui keuntungan ekonomi dan sosial. Pemerintah kabupaten dan provinsi, dengan bantuan dari pemerintah pusat dan mitra perlu bekerja sama dalam menentukan bentuk dan aturan pengelolaan yang paling tepat dan efektif untuk Kabupaten MBD. Selain itu, pengawasan terhadap pemanfaatan sumber daya laut juga harus ditingkatkan. Khusus untuk sektor perikanan, pemerintah juga perlu memperbaiki sarana dan prasarana yang menunjang pengembangan perikanan, termasuk membangun fasilitas tempat penyimpanan hasil tangkapan, memperhatikan rantai pemasaran yang memudahkan nelayan untuk memasarkan hasil tangkapan dan budidaya, dan mengurangi berbagai aktivitas perikanan yang ilegal, tidak diatur dan tidak dilaporkan (Illegal, Unregulated, Unreported Fishing). Informasi lebih lanjut mengenai kegiatan survei cepat ekologi, sosial dan perikanan, dapat dilihat di atau hubungi: Estradivari Marine Conservation Science Coordinator WWF-Indonesia #SELESAI#

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

Status Kondisi Sosial, Pemanfaatan Sumber Daya Laut dan Habitat Pesisir di Teluk Sawai

Status Kondisi Sosial, Pemanfaatan Sumber Daya Laut dan Habitat Pesisir di Teluk Sawai Status Kondisi Sosial, Pemanfaatan Sumber Daya Laut dan Habitat Pesisir di Teluk Sawai Ignatia Dyahapsari, Fikri Firmansyah, Nara Wisesa WWF-Indonesia E-mail: idyahapsari-temp@wwf.id Dipresentasikan dalam

Lebih terperinci

Kekayaan Provinsi Sulawesi Tenggara Bagian Timur: Sebuah Temuan Awal Ekologi, Spesies, dan Perikanan Tahun 2016

Kekayaan Provinsi Sulawesi Tenggara Bagian Timur: Sebuah Temuan Awal Ekologi, Spesies, dan Perikanan Tahun 2016 Kekayaan Provinsi Sulawesi Tenggara Bagian Timur: Sebuah Temuan Awal Ekologi, Spesies, dan Perikanan Tahun 2016 Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia Pendahuluan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nelayan mandiri memiliki sejumlah karakteristik khas yang membedakannya dengan nelayan lain. Karakteristik tersebut dapat diketahui dari empat komponen kemandirian, yakni

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Pulau Maratua berada pada gugusan pulau Derawan, terletak di perairan laut Sulawesi atau berada dibagian ujung timur Kabupaten

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia Status Ekosistem Terumbu Karang Perairan Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar dan Laut Sekitarnya, Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur, dan Perairan Sekitarnya Tahun 2017 Sebuah Temuan Awal dari XPDC

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 40 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Fisik Geografis Wilayah Kota Ternate memiliki luas wilayah 5795,4 Km 2 terdiri dari luas Perairan 5.544,55 Km 2 atau 95,7 % dan Daratan 250,85 Km 2 atau

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Luas perairan laut indonesia diperkirakan sebesar 5,4 juta km 2 dengan garis pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu wilayah yang termasuk ke dalam pesisir laut di Sumatera Utara adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah 5.625 km 2. Posisinya sangat strategis

Lebih terperinci

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2015 Tim Penyusun: Budi Sulistiyo Erish Widjanarko Hariyanto Triwibowo Ifan Ridho Suhelmi Ucapan Terima Kasih

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km 2 terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km 2 dan daratan 5,779.123 Km 2. Dengan luas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR BARAT SELATAN PULAU KEI KECIL KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA

KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR BARAT SELATAN PULAU KEI KECIL KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jurnal Galung Tropika, 3 (3) September 2014, hlmn. 127-131 ISSN 2302-4178 KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR BARAT SELATAN PULAU KEI KECIL KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Fishing Activity In South West

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, 2000). 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, 2000). 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Gili Indah yang terletak di wilayah perairan laut bagian barat pulau Lombok Nusa Tenggara Barat, merupakan salah satu kawasan pesisir di Indonesia yang mengalami

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas, terdiri dari wilayah perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km 2 dan zona ekonomi ekslusif (ZEE)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan perikanan di Indonesia secara umum bersifat terbuka (open access), sehingga nelayan dapat dengan leluasa melakukan kegiatan penangkapan di wilayah tertentu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

SPESIES TERKAIT EKOLOGI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN HIU OLEH NELAYAN ARTISANAL TANJUNG LUAR

SPESIES TERKAIT EKOLOGI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN HIU OLEH NELAYAN ARTISANAL TANJUNG LUAR SPESIES TERKAIT EKOLOGI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN HIU OLEH NELAYAN ARTISANAL TANJUNG LUAR Agus Arifin Sentosa, Umi Chodrijah & Irwan Jatmiko Dipresentasikan dalam: SIMPOSIUM NASIONAL HIU DAN PARI KE-2

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Pada bab IV ini Penulis akan menyajikan Gambaran Umum Obyek/Subyek yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi, kondisi ketenagakerjaan, kondisi penanaman modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konstelasi sistem agribisnis perikanan, pasar merupakan salah satu komponen penting yang menjadi ujung tombak bagi aliran komoditas perikanan setelah dihasilkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Permasalahan Sosial Budaya dalam Implementasi Peraturan tentang Perlindungan Spesies Hiu di Tanjung Luar, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim

Lebih terperinci

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : FRANSISKUS LAKA L2D 301 323 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000-2015 ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Hari Suharyono Abstract Gorontalo Province has abundace fishery sources, however the

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 61 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis 4.1.1 Kota Ambon Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas Kota Ambon adalah 377 Km 2 atau 2/5 dari luas wilayah Pulau Ambon.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

Investasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan membangun perikanan Indonesia. Wawan Ridwan

Investasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan membangun perikanan Indonesia. Wawan Ridwan Investasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan membangun perikanan Indonesia Wawan Ridwan Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 9 10 Mei 2017 (c) Nara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. 303 BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan sumberdaya dan potensi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT

PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT Oleh Paulus Boli Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil Jakarta, 9 10 Mei 2017

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada pertumbuhan tanaman, hewan, dan ikan. Pertanian juga berarti kegiatan pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, petani dan nelayan selalu lebih miskin dibandingkan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, petani dan nelayan selalu lebih miskin dibandingkan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan yang tinggal di pedesaan merupakan penyumbang terbesar jumlah penduduk miskin di Indonesia. Pada umumnya, petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 16 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Halmahera Utara sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku Utara, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ALAM HAYATI PESISIR DI KABUPATEN ALOR

KONDISI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ALAM HAYATI PESISIR DI KABUPATEN ALOR RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN KONDISI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ALAM HAYATI PESISIR DI KABUPATEN ALOR Ir. Jotham S. R. Ninef, M.Sc. (Ketua Tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Laut Provinsi NTT)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas dari pada daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki luas wilayah dengan jalur laut 12 mil adalah 5 juta km² terdiri dari luas daratan 1,9 juta km², laut territorial 0,3 juta

Lebih terperinci

PEMANTAUAN KESEHATAN TERUMBU KARANG UNTUK MELIHAT EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN BERBASIS ZONASI

PEMANTAUAN KESEHATAN TERUMBU KARANG UNTUK MELIHAT EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN BERBASIS ZONASI PEMANTAUAN KESEHATAN TERUMBU KARANG UNTUK MELIHAT EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN BERBASIS ZONASI Evi Nurul Ihsan, Estradivari, Amkieltiela, La Hamid, Mulyadi, Purwanto, Dedi Parenden

Lebih terperinci

4. KONDISI SISTEM SOSIAL EKOLOGI WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI SISTEM SOSIAL EKOLOGI WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI SISTEM SOSIAL EKOLOGI WILAYAH PENELITIAN Secara geografis Desa Olele terletak di perairan selatan Provinsi Gorontalo dan termasuk pada kawasan Teluk Tomini pada koordinat 0 0 24 41.25 LU dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan, luas wilayah lautnya lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan, luas wilayah lautnya lebih besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan, luas wilayah lautnya lebih besar daripada luas daratannya. Total garis pantai Indonesia merupakan yang terpanjang di dunia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan pulau-pulau kecil yang walaupun cukup potensial namun notabene memiliki banyak keterbatasan, sudah mulai dilirik untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin. Kondisi

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGANTAR ILMU PERIKANAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Bumi Yang Biru begitu Kecilnya dibandingkan Matahari Bumi, Planet Biru di antara Planet lain The Blue Planet 72 % Ocean and 28 % Land Laut Dalam Al Qur

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT 4.1 Wilayah Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota Liwa terbentuk pada tanggal 24 September 1991 berdasarkan Undang-undang Nomor 06 tahun 1991. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

POTENSI SUMBERDAYA ALAM perikanan dan kelautan yang dimiliki Indonesia sangat besar. Namun, potensi ini belum dikelola dan dimanfaatkan secara benar,

POTENSI SUMBERDAYA ALAM perikanan dan kelautan yang dimiliki Indonesia sangat besar. Namun, potensi ini belum dikelola dan dimanfaatkan secara benar, POTENSI SUMBERDAYA ALAM perikanan dan kelautan yang dimiliki Indonesia sangat besar. Namun, potensi ini belum dikelola dan dimanfaatkan secara benar, bertanggung jawab dan berkelanjutan demi kesejahteraan

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU 48 IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU 4.1 Geografi dan Pemerintahan 4.1.1 Geografi Secara geografi Kabupaten Kepulauan Aru mempunyai letak dan batas wilayah, luas wilayah, topografi, geologi dan

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU DAMPAK EKONOMI TERHADAP KEBIJAKAN LARANGAN PENANGKAPAN IKAN (KASUS BANDA NEIRA, PROVINSI MALUKU DAN KABUPATEN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT) OLEH: LUKMAN ADAM PUSAT

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN DI PULAU-PULAU KECIL PROVINSI MALUKU UTARA

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN DI PULAU-PULAU KECIL PROVINSI MALUKU UTARA 1 PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN DI PULAU-PULAU KECIL PROVINSI MALUKU UTARA Chairullah Amin, S.E., M.Si. Fakultas Ekonomi, Universitas Khairun Ternate Anggota Peneliti JiKTI Provinsi Maluku

Lebih terperinci

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk

Lebih terperinci

Identifikasi Lokasi Prioritas Konservasi di Indonesia Berdasarkan Konektivitas Darat-Laut

Identifikasi Lokasi Prioritas Konservasi di Indonesia Berdasarkan Konektivitas Darat-Laut Identifikasi Lokasi Prioritas Konservasi di Indonesia Berdasarkan Konektivitas Darat-Laut Christian Novia N. Handayani, Estradivari, Dirga Daniel, Oki Hadian, Khairil Fahmi Faisal, Dicky Sucipto, Puteri

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Tobelo 4.1.1 Kondisi kewilayahan Kecamatan Tobelo 1) Letak geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak pada posisi koordinat 0 o 40

Lebih terperinci

II. TinjauanPustaka A. Definisi Sasi

II. TinjauanPustaka A. Definisi Sasi II. TinjauanPustaka A. Definisi Sasi Sasi merupakan bentuk aturan pengelolan sumberdaya alam berbasis masyarakat yang telah dilakukan oleh masyarakat pedesaan di Maluku. Sasi merupakan kearifan tradisional

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.50/MEN/2011 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

KAWASAN LUMBUNG IKAN NASIONAL MALUKU AKAN DI KEMBANGAKAN

KAWASAN LUMBUNG IKAN NASIONAL MALUKU AKAN DI KEMBANGAKAN KAWASAN LUMBUNG IKAN NASIONAL MALUKU AKAN DI KEMBANGAKAN Sejak digelarnya Sail Banda 2010, Pemerintah telah menetapkan Maluku sebagai lumbung ikan nasional. Maluku memiliki potensi produksi ikan tangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan Otonomi Daerah yang diamanatkan melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang termaktub pada pasal 117, yang berbunyi : "Ibukota Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas keseluruhan sekitar ± 5,18 juta km 2, dari luasan tersebut dimana luas daratannya sekitar ± 1,9 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Dengan luasnya wilayah perairan yang dimiliki oleh negara Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut Arafura merupakan salah satu bagian dari perairan laut Indonesia yang terletak di wilayah timur Indonesia yang merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keragaman bentuk kehidupan di bumi. Keanekaragaman hayati terjadi pada semua lingkungan mahluk hidup, baik di udara, darat, maupun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci