SINTESA METIL ESTER SULFONAT DARI METIL ESTER BERBAHAN BAKU PKO PADA SKALA PILOT PLANT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SINTESA METIL ESTER SULFONAT DARI METIL ESTER BERBAHAN BAKU PKO PADA SKALA PILOT PLANT"

Transkripsi

1 1 SINTESA METIL ESTER SULFONAT DARI METIL ESTER BERBAHAN BAKU PKO PADA SKALA PILOT PLANT ARI IMAM SUTANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebahagian atau seluruh dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotokopy, microfilm, dan sebagainya 2

3 3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini Bogor, Februari 2007 Yang menyatakan, Ari Imam Sutanto NIM F

4 4 ABSTRAK ARI IMAM SUTANTO. Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant. Pembimbing : ANI SURYANI, ERLIZA HAMBALI dan PRAYOGA SURYADARMA. Salah satu industri oleokimia berbasis minyak sawit yang mempunyai prospek untuk dikembangkan di Indonesia adalah industri surfaktan. Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang dapat diproduksi secara sintesis kimiawi atau biokimia. Surfaktan telah diaplikasikan secara luas di berbagai industri sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa, pengemulsi, atau bahan penetrasi Salah satu jenis surfaktan berbasis bahan alami yang saat ini sedang banyak diteliti dan dikembangkan adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). Surfaktan MES merupakan salah satu surfaktan anionik yang dapat dibuat dengan menggunakan metil ester dari minyak sawit melalui proses sulfonasi. Penelitian mengenai proses produksi surfaktan MES pada skala laboratorium telah banyak dilakukan dan memberikan hasil produk yang dapat diaplikasikan pada berbagai produk kosmetika, pembersih, personal care product dan untuk aplikasi EOR di pertambangan minyak bumi. Pada tahap peningkatan skala produksi surfaktan MES dari skala laboratorium ke skala pilot plant, perlakuan lama reaksi dan kecepatan pengadukan pada reaktor pemroses penting untuk diperhatikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) mendapatkan kondisi proses yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant, (2) memperoleh karakteristik produk surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO yang dihasilkan, (3) mengetahui kelayakan finansial industri surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO. Proses sulfonasi metil ester minyak inti sawit dilakukan dengan sistem batch menggunakan tangki reaktor sulfonasi skala 100 L. Proses sulfonasi dilakukan dengan mencampurkan metil ester dan reaktan NaHSO3 pada nisbah mol reaktan 1:1,2. Suhu proses yang digunakan adalah 100oC. Pada penelitian ini variable proses yang diduga berpengaruh terhadap kualitas produk MES adalah kecepatan pengadukan selama proses dan lama proses sulfonasi. Perlakukan kecepatan pengadukan terdiri dari 3 taraf, yaitu kecepatan 140, 160 dan 180 rpm. Perlakuan lama proses sulfonasi adalah setiap interval 30 menit selama selang waktu menit. Karakterisasi produk MES yang dihasilkan meliputi uji timol biru, ph, warna (kecerahan), kemampuan menurunkan tegangan permukaan, kemampuan menurunkan tegangan antarmuka, stabilitas emulsi, stabilitas busa, dan daya deterjensi. Penentuan model persamaan hubungan antara paramater kualitas produk dengan perlakukan yang dikenakan digunakan metode penyesuaian kurva (curve fitting method). Penentuan kondisi proses sulfonasi yang dapat digunakan untuk memproduksi MES dengan menggunakan reaktor sulfonasi yang ada dilakukan dengan metode regresi berganda. Kriteria kelayakan investasi yang dianalisis

5 5 yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Retrun (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Pay Back Period (PBP) dan analisis sensitivitas. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa reaktor sulfonasi yang ada dapat digunakan untuk memproduksi surfkatan MES secara batch dengan NaHSO 3 sebagai agen pesulfonasinya. Krakteristik produk MES yang dihasilkan adalah sebagai berikut : (1) uji timol biru : positif, (2) ph MES sebelum proses pemurnian : 3,53-5,94, (3) ph MES setelah proses pemurnian : 5,77-6,21, (4) tingkat kecerahan: 61,90-66,71 L, (5) penurunan tegangan permukaan : 27,75 (55,5%) - 32,90 dyne/cm (65,80%), (6) penurunan tegangan antarmuka : 28,00 dyne/cm (70%) - 31,85 dyne/cm (79,63%), (7) stabilitas emulsi : 72,25-76,25%, (8) stabilitas busa : 4,63-8,06 jam, (9) daya deterjensi yang ditunjukan dengan tingkat kekeruhan : 0,101-0,296 A. Kondisi proses produksi surfaktan MES yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES dengan reaktor sulfonasi yang ada adalah pada perlakuan kecepatan pengadukan 179,6 rpm dan lama reaksi 258,9 menit. Pada kondisi tersebut karakterisk MES yang dihasilkan adalah sebagai berikut : (1) uji timol biru : positif, (2) ph MES sebelum proses pemurnian : 3,60, (3) ph MES setelah proses pemurnian : 5,94, (3) tingkat kecerahan: 62,80 L, (4) penurunan tegangan permukaan : 31,80 dyne/cm (63,68%), (5) penurunan tegangan antarmuka : 30,55 dyne/cm (76,38%), (7) stabilitas emulsi : 74,95%, (8) stabilitas busa : 8,29 jam, (9) daya deterjensi yang ditunjukan dengan tingkat kekeruhan : 0,27 A. Analisis finansial terhadap kelayakan pendirian industri surfaktan MES menunjukkan kebutuhahan dana investasi yang diperlukan adalah sebesar Rp ,-. Perhitungan kriteria investasi memberikan hasil (1) NPV : Rp ,-, (2) IRR : 25,70 persen, (3) B/C : 1,49, (4) PBP : 3,94 tahun, (5) BEP : Rp ,-, dan (6) analisis sensitivitas : proyek masih layak dilaksanakan jika terjadi kenaikan kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen atau jika terjadi penurunan harga jual sebesar 5 persen. Kata kunci : metil ester sulfonat, sulfonasi, surfaktan, skala pilot plant

6 6 ABSTRACT ARI IMAM SUTANTO. Methyl Ester Sulfonates Synthesis from Methyl Ester Based on PKO in Pilot Plant Scale. Tutors: ANI SURYANI, ERLIZA HAMBALI and PRAYOGA SURYADARMA. One of the palm oil-based oleochemical industry which has a great prospect to be developed in Indonesia is the surfactant industry. Surfactant is a surface active agent which can be produced by chemical or biochemical synthesis. Surfactant has been widely applied in several kind of industries as adhesive, wetting, foaming, emulsifier, or penetrating material component. One kind of the natural-based surfactant which currently has been researched and developed is the methyl ester sulfonates (MES) surfactant. MES surfactant is one of the anionic surfactant which can be made using the methyl ester from palm oil through the sulfonation process. Research on the MES surfactant production process at the laboratory scale has been conducted many times and it gives product result that can be applied on many kinds of cosmetics, cleaner, and personal care products, and also for enhanced oil recovery (EOR) application on the oil mining. At the upgrading stage of MES surfactant production scale from the laboratory scale to the pilot plant scale, treatment of reaction time and stirring speed on the processing reactor is important to be noticed. The objectives of this research are: (1) to get the process condition which can be used to produce MES surfactant made from PKO-based methyl ester using sulfonation reactor at the pilot plant scale, (2) to obtain the characteristic of the produced MES surfactant product made from PKO-based methyl ester, (3) to get the financial feasibility of the industry of MES surfactant made from PKO-based methyl ester. Sulfonation process of palm kernel oil methyl ester is conducted using batch system in 100 L scale sulfonation reactor tank. Sulfonation process is conducted by mixing the methyl ester and NaHSO3 reactant at reactant mol ratio 1:1.2. Temperature of the process is 100oC. In this research, process variables which are supposed to influence the quality of MES product are the stirring speed at the process and the duration of sulfonation process. The treatment of stirring process consists of 3 grades, those are at the speed of 140, 160 and 180 rpm. The treatment of sulfonation process duration is in every 30 minutes interval in period of minutes. Characterization of produced MES product includes test of blue thymol, ph, color (brightness), surface tension decreasing ability, interface tension decreasing ability, emulsion stability, foam stability, and detergency. Determination of relational equation model between product quality parameter and treatment, is using the curve fitting method. Determination of sulfonation process condition, which can be used to produce MES using the existing sulfonation reactor, is conducted using the multi-regression method. The analyzed investment feasibility criteria are Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Pay Back Period (PBP) and sensitivity analysis.

7 7 From the result of this research, it can be concluded that the existing sulfonation reactor can be used to produce MES surfactant using batch system with NaHSO 3 as the sulfonating agent. The characteristics of the produced MES product are: (1) blue thymol test gives a positive result, (2) ph before purification : , (3) ph after purification: , (4) brightness level: L, (5) surface tension decreasing: (55.5%) dyne/cm (65.80%), (6) interface tension decreasing: dyne/cm (70%) dyne/cm (79.63%), (7) emulsion stability: %, (8) foam stability: hours, (9) detergency which is indicated by the turbidity level: A. Process condition of MES surfactant production which can be used to produce the MES surfactant using the existing sulfonation reactor is in the treatment where the stirring speed equal to rpm and the reaction length equal to minutes. In that condition, the characteristics of produced MES are: (1) blue thymol test gives a positive result, (2) ph before purification: 3.60, (3) ph after purification: 5.94, (4) brightness level: L, (4) surface tension decreasing: dyne/cm (63.68%), (5) interface tension decreasing: dyne/cm (76.38%), (8) emulsion stability: 74.95%, (8) foam stability: 8.29 hours, (9) detergency level which is indicated by the turbidity level: 0.27 A. Financial analysis on the MES surfactant industry establishment feasibility indicates that required investment fund is Rp 28,123,707, Calculation on investment criteria gives the result as follows: (1) NPV: Rp 13,707,106,258.-, (2) IRR: 25.70%, (3) B/C: 1.49, (4) PBP: 3.94 years, (5) BEP: Rp 1,680,659,331.-, and (6) sensitivity analysis: this project is still feasible to implement if there is an increase of material price equal to 10% or if there is a decrease of selling price equal to 5%. Financial analysis calculation on the MES surfactant industry indicates this industry is feasible to be established. Keywords : methyl ester sulphonates, sulfonation, surfactant, pilot plant

8 8 SINTESA METIL ESTER SULFONAT DARI METIL ESTER BERBAHAN BAKU PKO PADA SKALA PILOT PLANT ARI IMAM SUTANTO Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

9 9 Judul Tesis : Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant Nama Mahasiswa : Ari Imam Sutanto NIM : F Disetujui, Komisi Pembimbing Dr.Ir. Ani Suryani, DEA Ketua Dr.Ir. Erliza Hambali, MSi Anggota Prayoga Suryadarma, STP, MT Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Dr.Ir. Irawadi Jamaran Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 02 Februari 2007 Tanggal Lulus :

10 10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Selama melakukan studi dan menyelesaikan penulisan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Dr.Ir. Ani Suryani, DEA selaku ketua komisi pembimbing atas bimbingan, bantuan, masukan, arahan dan perhatiannya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S2 di IPB. 2. Dr.Ir. Erliza Hambali, MSi, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan dukungan, bimbingan, bantuan, masukan dan arahan baik itu dalam kegiatan studi di IPB maupun di luar kegiatan studi. 3. Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan, bantuan, arahan dan masukkan kepada penulis selama penelitian hingga penyelesaian penulisan tesis ini. 4. Dr.Ir. Dwi Setyaningsi, MSi sebagai penguji luar komisi atas kesediaan waktu, masukkan dan saran yang diberikan demi kesempurnaan tesis ini. 5. Ayahanda Drs. Soebroto, Ibunda Sunarmi, serta adik-adik tercinta Susanto Budi Susilo dan Sri Utami Rahayuningsih atas kesabaran, semangat dan motivasi yang diberikan. 6. PT Adev Prima Mandiri dan segenap crew, khususnya Ir. Mira Rivai, MSi dan Ir. Hisworo R. atas kesempatan dan dukungan yang diberikan. 7. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi IPB atas fasilitas penelitian yang diberikan. 8. Rekan-rekan satu angkatan TIP 2002, khususnya Mb Kia, Dony Hidayat, Zumi Zaidah, dan Dony Sumarna atas kebersamaan dan bantuannya selama ini. 9. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu selama penulis melakukan studi dan penelitian di IPB. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya bagi perkembangan industri oleokimia berbasis sawit di Indonesia. Bogor, Februari 2007 Ari Imam S.

11 11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Februari 1978 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. Soebroto dan Sunarmi. Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di Bogor. Lulus dari SMAN 1 Bogor pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program Undangan Seleksi masuk IPB (USMI). Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun Penulis memulai pekerjaan sebagai staf proyek di Center for Development of Safe Agroindustrial Processes (CDSAP) - IPB pada tahun Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan program Magister pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Saat ini penulis bekerja pada PT Adev Prima Mandiri di Bogor.

12 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang dapat diproduksi secara kimiawi atau biokimia. Surfaktan mempunyai kemampuan untuk menggabungkan bagian antar fase yang berbeda seperti udara-air, atau fase yang memiliki derajat polaritas yang berbeda seperti minyak-air. Sifat khas surfaktan ini disebabkan oleh struktur ampifilik yang dimilikinya, yang berarti dalam satu molekul surfaktan mengandung gugus hidrofilik yang bersifat polar dan gugus hidrofobik yang bersifat nonpolar. Surfaktan telah diaplikasikan secara luas pada berbagai industri seperti industri farmasi, industri deterjen, industri kosmetika, industri kimia, industri pertanian dan industri pangan. Dalam industri-industri tersebut surfaktan digunakan sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa, pengemulsi, atau bahan penetrasi. Secara umum surfaktan dapat dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu kelompok anionik, nonionik, kationik dan amfoterik. Pembagian jenis surfaktan ini berdasarkan muatan ion pada gugus hidrofiliknya. Kelompok surfaktan yang saat ini paling banyak diproduksi dan diaplikasikan secara luas pada berbagai industri adalah surfaktan anionik. Salah satu jenis surfaktan anionik yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). Surfaktan jenis ini dapat diproduksi dengan menggunakan bahan baku minyak sawit. Menurut Matheson (1996 a ), metil ester sulfonat memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, ester asam lemak C 14, C 16 dan C 18 memberikan tingkat deterjensi yang baik. Jenis surfaktan anionik yang lain yang juga banyak terdapat di pasaran adalah linier alkilbenzen sulfonat (LAS). Surfaktan jenis ini merupakan surfaktan yang disintesis secara kimia dari minyak bumi (petroleum). Berkaitan dengan isu lingkungan, surfaktan berbasis bahan alami saat ini menjadi lebih difokuskan untuk dikembangkan. Surfaktan MES merupakan salah satu surfaktan anionik

13 13 yang dapat dibuat dengan menggunakan metil ester dari minyak sawit. Kelebihan minyak sawit jika digunakan sebagai bahan baku surfaktan adalah sifatnya yang terbarukan (renewable resources), lebih bersih (cleaner), dan lebih ramah lingkungan (environment friendly) jika dibandingkan dengan surfaktan berbasis petrokimia. Pada tahun-tahun mendatang kebutuhan surfaktan untuk berbagai industri diperkirakan akan meningkat dan surfaktan MES diperkirakan akan menjadi surfaktan yang paling banyak diproduksi. Menurut data BPS (2006), jumlah impor surfaktan (anionik, kationik, dan nonionik) dalam negeri pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 26,76 ribu ton dengan nilai sekitar US $ 53,57 juta. Kebutuhan akan surfaktan saat ini sebagian besar didominasi oleh industri yang memproduksi beragam produk deterjen, pembersih, perawatan diri, dan kosmetika. Pada Tabel 1 disajikan jumlah dan nilai impor beberapa kelompok surfaktan selama 5 tahun terakhir. Tabel 1. Jumlah dan nilai impor surfaktan Indonesia Surfaktan Anionik Surfaktan Kationik Surfaktan Nonionik Tahun Jumlah (kg) Nilai (US $) Jumlah (kg) Nilai (US $) Jumlah (kg) Nilai (US $) Sumber : BPS (2006) Kegiatan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang saat ini sedang gencar dilakukan di Indonesia akan mempunyai nilai yang sangat strategis di masa yang akan datang. Berbagai produk turunan minyak sawit seperti produk-produk oleokimia termasuk surfaktan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Pengembangan industri hilir kelapa sawit ini didukung oleh ketersediaan bahan baku kelapa sawit yang cukup banyak tersedia di Indonesia. Badan Pusat Statistik (2006) mencatat produksi sawit Indonesia tahun 2005 mencapai 15 juta ton dengan tingkat produksi CPO (crude palm oil) sekitar 12,5 juta ton dan PKO (palm kernel oil) sekitar 2,5 juta ton. Produksi tersebut dihasilkan dari total areal perkebunan sawit yang mencapai 5,6 juta hektar dengan tingkat produktifitas ratarata 3,5 ton/hektar/tahun.

14 14 Saat ini minyak sawit Indonesia lebih didominasi oleh produksi CPO. CPO lebih banyak dimanfaatkan untuk produk pangan seperti untuk minyak goreng, mentega dan shortening. Dengan demikian pemanfaatan PKO untuk produk nonpangan lebih menarik untuk dilakukan. PKO dapat digunakan sebagai sumber bahan baku potensial untuk memproduksi surfaktan MES. Sebelum digunakan sebagai bahan baku surfaktan, PKO direaksikan terlebih dahulu dengan metanol melalui proses transesterifikasi menjadi metil ester. Metil ester ini yang kemudian digunakan sebagai bahan baku pembuatan surfaktan metil ester sulfonat (MES) melalui proses sulfonasi. Kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh suatu industri merupakan salah satu usaha industri tersebut untuk meningkatkan keunggulan bersaing produknya dalam suatu pasar. Termasuk dalam hal ini adalah kegiatan penelitian dan pengembangan untuk produk surfaktan MES. Pekerjaan penelitian mulai dari skala laboratorium hingga skala industri menjadi hal yang sangat penting dilakukan untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Salah satu tahapan penelitian dari pengembangan suatu produk yang perlu dilalui setelah tahapan penelitian skala laboratorium namun sebelum diaplikasikan ke skala industri adalah kegiatan uji coba pada skala pilot plant. Pada uji coba skala pilot plant dilakukan peningkatan skala dari penelitian yang dilakukan pada skala laboratorium ke skala yang lebih besar. Dalam hal ini peningkatan skala dilakukan untuk menunjukkan bagaimana sebuah sistem dalam skala besar dirancang dan dibangun berdasarkan hasil percobaan model pada skala kecil. Peningkatan skala menurut Kataisto (2001) merupakan suatu studi yang mengolah dan memindahkan data hasil percobaan ke dalam skala pilot plant atau dari percobaan skala pilot plant ke dalam skala yang lebih besar. Peningkatan skala dilakukan untuk menguji dan mengidentifikasi variabel-variabel kritis dalam suatu proses. Selain itu juga untuk melihat apakah variabel-variabel pada skala yang lebih kecil memberikan pengaruh yang sama atau berbeda pada saat peningkatan skala. Peningkatan proses dari skala laboratorium ke skala pilot plant dilakukan untuk memperoleh model skala kecil yang nantinya digunakan sebagai disain untuk skala proses atau peralatan yang lebih besar lagi. Keberhasilan peningkatan proses produksi di skala pilot plant dapat dijadikan

15 15 model untuk pengembangan proses ke skala industri. Penelitian mengenai proses produksi surfaktan MES pada skala laboratorium telah banyak dilakukan dan memberikan hasil produk yang dapat diaplikasikan pada berbagai produk kosmetika, pembersih, personal care product dan untuk aplikasi Enhanced Oil Recovery (EOR) di pertambangan minyak bumi. Melihat potensi pengembangan dan pemanfaatan surfaktan MES yang sedemikian besar, maka penelitian untuk memproduksi surfaktan MES pada skala yang lebih besar perlu dilakukan. Penentuan kondisi proses produksi surfaktan MES pada skala pilot plant selain dilakukan untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan hasil percobaan pada skala laboratorium juga dilakukan untuk melihat kinerja alat yang digunakan. Pada tahap peningkatan skala produksi surfaktan MES dari skala laboratorium ke skala pilot plant, kondisi pencampuran pada reaktor pemroses yaitu lama reaksi dan kecepatan pengadukan penting untuk diperhatikan. Pencampuran berkaitan erat dengan terjadinya reaksi kimia dari dua atau lebih zat dalam membentuk hasil reaksi. Reaksi kimia terjadi karena adanya tumbukan antara molekul-molekul dari zat yang bereaksi. Pembentukan produk akibat pencampuran dari pereaksi berhubungan dengan lama reaksi dan kecepatan pengadukan yang digunakan. Setiap reaksi kimia membutuhkan waktu yang berbeda dalam menyelesaikan reaksi sampai menghasilkan produk. Lama reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karakteristik pereaksi dan produk serta kondisi reaksi yang dijalankan (Ebbing dan Wrighton, 1990). Secara umum semakin lama waktu interaksi antar pereaksi maka akan menghasilkan produk yang semakin banyak, namun akan konstan pada suatu waktu tertentu. Interaksi antar pereaksi pada suatu reaksi kimia dapat dilakukan dengan cara perataan pereaksi melalui pengadukan. Pengadukan merupakan salah satu operasi proses yang banyak digunakan secara luas dalam kegiatan produksi pada industri kimia, pangan, farmasi dan lain sebagainya. Pengadukan dilakukan di dalam tangki berpengaduk. Pengadukan dalam proses produksi bertujuan untuk mendapatkan homogenitas pencampuran yang tinggi, dengan waktu pencampuran yang singkat dan konsumsi energi yang rendah. Menurut Tatterson (1991), faktor yang harus diperhatikan pada proses pengadukan adalah : (1) sifat bahan yang akan dicampur, meliputi sifat fisik,

16 16 kimia, biologis, maupun sifat reologi fluida; (2) faktor peralatan, seperti bentuk, ukuran tangki dan pengaduk; dan (3) kondisi pencampuran. Berdasarkan uraian di atas, kondisi pencampuran yaitu lama reaksi dan kecepatan pengadukan yang digunakan dalam reaktor sulfonasi diduga akan memberikan pengaruh terhadap karakteristik surfaktan yang dihasilkan. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian guna mendapatkan kondisi proses sulfonasi terbaik yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant. Selain itu juga untuk mengetahui kelayakan pendirian industri surfaktan MES secara finansial dari penelitian yang dilakukan jika diterapkan pada skala industri, maka perlu dilakukan kajian kelayakan berupa analisis finansial. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan kondisi proses terbaik yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant. 2. Memperoleh karakteristik produk surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO yang dihasilkan. 3. Mengetahui kelayakan finansial industri surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Semakin lama proses sulfonasi berlangsung diduga akan semakin memaksimalkan jumlah MES yang terbentuk, karena dengan semakin lamanya waktu proses sulfonasi maka akan semakin banyak metil ester dan natrium bisulfit yang bereaksi membentuk MES 2. Kecepatan pengadukan yang tinggi pada proses sulfonasi diduga akan menyebabkan jumlah MES yang terbentuk semakin banyak, karena dengan

17 17 putaran pengadukan yang semakin tinggi maka akan memaksimalkan pencampuran metil ester dan natrium bisulfit guna bereaksi membentuk MES. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penentuan kondisi proses sulfonasi metil ester sawit berbasis PKO dengan pereaksi NaHSO 3 mengunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant. Faktor perlakuan yang diteliti adalah lama reaksi dan kecepatan pengadukan yang digunakan pada proses sulfonasi. 2. Karakterisasi surfaktan MES yang dihasilkan. 3. Analisis finansial industri surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO.

18 18 TINJAUAN PUSTAKA Minyak Inti Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk ke dalam famili Arecaceae dan subkelas Monocotyledoneae. Dari buah sawit yang dihasilkan oleh tanaman ini dihasilkan dua jenis minyak sawit yaitu minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO) dan minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO). Minyak sawit kasar atau CPO berupa minyak yang agak kental berwarna kuning jingga kemerah-merahan. CPO mengandung asam lemak bebas (FFA) 5% dan mengandung banyak β-carotene atau pro vitamin A ( ppm). Titik leleh berkisar antara C. Minyak inti kelapa sawit berupa minyak putih kekuning-kuningan yang diperoleh dari proses ekstraksi inti buah kelapa sawit. Kandungan asam lemak bebasnya sekitar 5 % ( sample_report/small.html). Sifat fisik dan karakteristik minyak inti sawit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik minyak inti sawit Sifat Fisik dan Kimia Berat jenis (99 o /15,5 o C) Indeks bias (40 o C) Bilangan iod (g Iod/100 g) Bilangan penyabunan (mg KOH/g contoh) Bahan tak tersabunkan (% b/b) Titik leleh ( o C) Sumber : Swern (1979) Minyak Inti Sawit 0,860 0,873 1,449 1, , Baik minyak sawit kasar maupun minyak inti sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Minyak sawit kasar mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dengan persentase yang hampir sama. Asam palmitat (46,6%) dan asam oleat (39,3%) merupakan asam lemak yang dominan yang terkandung dalam minyak sawit kasar, sedangkan kandungan asam lemak stearatnya sedikit (4,1%). Minyak inti sawit mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh sekitar 21% dan asam lemak jenuh sekitar 79%. Minyak inti sawit dominan mengandung asam laurat (50%) dan asam miristat (15%), sedangkan

19 19 kandungan asam palmitat dan asam stearat masing-masing hanya sekitar 7% dan 2% (Matheson, 1996 a ). Sebagai perbandingan, komposisi asam lemak yang terdapat di dalam minyak sawit kasar (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak inti sawit (PKO) dan minyak sawit kasar (CPO) Asam Lemak PKO (%) CPO (%) Asam Lemak Jenuh : Kaproat (C 6 ) [CH 3 (CH 2 ) 4 COOH] Kaprilat (C 8 ) [CH 3 (CH 2 ) 6 COOH] Kaprat (C 10 ) [CH 3 (CH 2 ) 8 COOH] Laurat (C 12 ) [CH 3 (CH 2 ) 10 COOH] Miristat (C 14 ) [CH 3 (CH 2 ) 12 COOH] Palmitat (C 16 ) [CH 3 (CH 2 ) 14 COOH] Stearat (C 18 ) [CH 3 (CH 2 ) 16 COOH] Arakhidat (C 20 ) [CH 3 (CH 2 ) 18 COOH] Asam Lemak Tak Jenuh : Oleat (C 18:1 ) [CH 3 (CH 2 ) 7 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH] Palmitoleat (C 16:1 ) [CH 3 (CH 2 ) 5 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH] Linoleat (C 18:2 ) [CH 3 (CH 2 ) 4 CH=CHCH 2 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH] Linolenat (C 18:3 ) CH 3 CH 2 CH=CHCH 2 CH=CHCH 2 CH=CH (CH 2 ) 7 COOH Sumber : Salunkhe et al. (1992) 0,1 1, , ,1 1 0,5 2 < 1,2 0,5 5, ,5 8 < 1, < 0,6 5,0 14 < 1,5 Metil Ester Berdasarkan proses pembuatannya, oleokimia dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu oleokimia dasar yang terdiri dari asam lemak, gliserin, metil ester, alkohol lemak (fatty alcohol) dan oleokimia turunan yang merupakan pengolahan lebih lanjut dari oleokimia dasar, seperti metallic soap (stabilizer), alkohol sulfat, alkanolamida dan metil ester sulfonat (MES) (Libanan, 2002). Selanjutnya menurut Matheson (1996 a ), metil ester merupakan produk antara yang dapat digunakan sebagai bahan baku surfaktan yang berasal dari minyak dan lemak selain asam lemak (fatty acid) dan alkohol lemak (fatty alcohol). Metil ester dapat dihasilkan dengan dua cara yaitu : (1) esterifikasi asam lemak dan (2) transesterifikasi trigliserida. Menurut Hui (1996), esterifikasi adalah reaksi antara asam lemak dengan alkohol dengan bantuan katalis untuk

20 20 membentuk ester. Reaksi tersebut ditunjukkan pada Gambar 1. RCOOH + R OH RCOOR + H 2 O Asam lemak Alkohol Ester Air Gambar 1. Reaksi esterifikasi asam lemak (Hui, 1996) Selanjutnya menurut Hui (1996), transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari suatu ester dengan alkohol lainnya dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis, dalam hal ini alkohol menggantikan air. Reaksi transesterifikasi memisahkan ester dari alkohol. Reaksi ini biasa disebut juga alkoholisis dan ditunjukkan dalam Gambar 2. RCOOR + R OH RCOOR + R OH Ester Alkohol Ester Alkohol Gambar 2. Reaksi transesterifikasi (Hui, 1996) Proses transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewani merupakan proses yang efektif untuk mentransformasi molekul trigliserida menjadi molekul asam lemak. Transesterifikasi meliputi reaksi antara alkohol dan molekul trigliserida dengan adanya katalis basa atau asam (Matheson, 1996 a ). Pada Gambar 3 disajikan reaksi alkoholisis antara minyak atau lemak dengan metanol yang menghasilkan metil ester. O R 1 C OCH 2 HOCH 2 O O R 1 C OCH + 3 CH 3 OH HOCH + 3 R C OCH 3 O R 1 C OCH 2 HOCH 2 Trigliserida Metanol Gliserin Metil ester Gambar 3. Reaksi pembentukan metil ester (Matheson, 1996 a )

21 21 Definisi metil ester menurut SNI (1999) adalah ester lemak yang dibuat melalui proses esterifikasi asam lemak dengan metil alkohol dan produknya berbentuk cairan. Syarat mutu metil ester berdasarkan kualitas metil ester yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Syarat mutu metil ester (SNI, 1999) No Jenis Uji Satuan Persyaratan berdasarkan kualitas ME 1 ME 2 ME 3 1. Komposisi asam lemak, % b/b C6 C8 C10 C12 C14 C16 C18 C maks maks. 0,5 maks. 0, maks. 1,0 maks. 1, maks. 0,5 - maks. 1,0 maks. 1, maks. 0,5 2. Bilangan asam mg KOH/g maks. 0,5 maks. 0,5 maks. 0,5 contoh 3. Bilangan mg KOH/g penyabunan contoh 4. Bilangan iod g Iod/100 g maks. 0, Kadar air, % b/b - maks. 0,1 maks. 0,1 maks. 0,1 6. Warna (lovibond) Merah Kuning - - maks. 0,5 maks. 5 maks. 0,5 maks. 5 maks. 0,5 maks Bahan yang tak tersabunkan, % b/b - maks. 0,5 maks. 0,5 maks. 0,5 Surfaktan Surfaktan banyak dimanfaatkan dan digunakan secara luas dalam berbagai produk yang diaplikasikan pada berbagai industri dan rumah tangga karena kemampuannya dalam mempengaruhi tegangan permukaan dan tegangan antarmuka suatu medium. Definisi surfaktan menurut IUPAC (1997) adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan (surface tension) suatu medium dan menurunkan tegangan antarmuka (interfacial tension) antar dua fasa yang sama tetapi berbeda derajat polaritasnya dalam suatu medium yaitu dengan cara melarutkan surfaktan ke dalam medium tersebut. Menurut Perkins (1988), pengertian antarmuka (interface) adalah bidang kontak

22 22 antara dua senyawa dalam fasa yang sama, sedangkan permukaan (surface) adalah jika antarmuka antara dua senyawa tidak dalam fasa yang sama. Selanjutnya Perkins (1988) menambahkan tegangan permukaan dari suatu cairan adalah tekanan internal di bawah permukaan cairan yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik antar molekul cairan itu sendiri. Gaya tarik menarik tersebut menimbulkan tekanan dari dalam cairan melawan tekanan dari atas permukaan cairan, sehingga cairan tersebut cenderung untuk membentuk lapisan antarmuka dengan zat yang lain. Surfaktan dapat mempengaruhi kemampuan dari molekul cairan tersebut agar dapat berinteraksi dengan zat yang lain dengan cara menurunkan tegangan permukaannya. Surfaktan merupakan molekul amphifilik yang memiliki dua gugus yaitu polar dan nonpolar. Gugus nonpolar bersifat hidrophobik (tidak suka air) dan mengandung rantai hidrokarbon dengan gugus alkil atau alkilbenzena. Gugus polar bersifat hidrofilik (suka air) dan mengandung heteroatom seperti O, S, P atau N yang terikat dalam gugus fungsional seperti alkohol, tiol, eter, ester, asam, sulfat, sulfonat, fosfat, amina, amida, dan lain sebagainya (Salager, 2002). Surfaktan diklasifikasikan menjadi empat kelompok besar berdasarkan muatan ion gugus hidrofiliknya (setelah terdiosiasi dalam media cair), yaitu : (1) anionik: gugus hidrofiliknya bermuatan negatif, (2) kationik: gugus hidrofiliknya bermuatan positif, (3) nonionik: gugus hidrofiliknya hampir tidak bermuatan, dan (4) amfoterik: molekul pada gugus hidrofiliknya bermuatan positif dan negatif, tergantung ph medium (Perkins, 1988). Pada Gambar 4 disajikan struktur molekul surfaktan, sedangkan pada Gambar 5 disajikan molekul surfaktan dalam suatu sistem emulsi. Gugus hidrofobik Gugus hidrofilik Gambar 4. Struktur molekul surfaktan (

23 23 Air Minyak Air Minyak (a) (b) Gambar 5. Molekul surfaktan dalam sistem emulsi (a) oil in water (o/w) (b) water in oil (w/o) ( Surfaktan anionik terdisosiasi di dalam air menjadi gugus anion yang bermuatan negatif dan gugus kation yang bermuatan postif. Gugus kationnya secara umum adalah logam alkali (Na +, K + ). Contoh surfaktan anionik adalah natrium lauril eter sulfat, natrium lauril sulfat, dan senyawa amonium. Surfaktan kationik terdisosiasi di dalam air menjadi gugus kation yang bermuatan positif dan gugus anion yang bermuatan negatif. Umumnya gugus anion adalah golongan halogen. Contoh surfaktan jenis ini adalah olealkonium klorida, distearildimonium klorida, dan isostearil etildimonium etosulfat. Surfaktan nonionik tidak terdisosiasi dalam cairan encer, karena gugus hidrofiliknya dari jenis yang tidak dapat terdisosiasi seperti gugus alkohol, phenol, eter, ester atau amina. Contoh surfaktan nonionik adalah poliglikol ester. Surfaktan amfoterik dalam media cair terdisosiasi menjadi gugus anionik dan kationik pada molekul surfaktan yang sama. Contoh surfaktan amfoterik dari jenis sintetis adalah betain dan sulfobetain, sedangkan dari jenis alami adalah asam-asam amino dan fosfolipid (Salager, 2002). Kelompok dan model surfaktan dapat dilihat pada Gambar 6. Diantara kelompok surfaktan, surfaktan anionik diproduksi dalam jumlah yang lebih besar. Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena adanya gugus ionik yang cukup besar, yang biasanya berupa grup sulfat atau sulfonat. Beberapa contoh surfaktan anionik yaitu alkilbenzen sulfonat linear (LAS), alkohol sulfat (AS), alkohol eter sulfat (AES), alfa olefin sulfonat (AOS), parafin (secondary alkane sulfonate, SAS), dan metil ester sulfonat (MES) (Matheson, 1996 b ).

24 24 Kelompok Model Surfaktan ionik Anionik Kationik Amfoterik Surfaktan nonionik : Gugus : Gugus hidrofilik hidrofobik Sumber : ( Gambar 6. Kelompok dan model surfaktan Surfaktan secara umum digunakan untuk menurukan tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi. Selain itu surfaktan akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat penggabungan partikel yang terdispersi. Pada beberapa industri, surfaktan digunakan sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa, pengemulsi, atau bahan penetrasi (Georgiou et al., 1992; Rieger, 1985). Metil Ester Sulfonat Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik. Bagian aktif permukaan (surface-active) surfaktan MES mengandung gugus sulfonat. Formula umum surfaktan MES adalah RSO 3 Na, dimana gugus R merupakan grup hidrokarbon yang dapat didegradasi pada struktur molekul surfaktan. Grup hidrokarbon R berupa alkil dan produk tersebut dapat dicampur secara acak dengan isomer lainnya selama isomer tersebut tidak mengandung rantai bercabang yang dapat mengganggu sifat biodegradable gugus sulfonat (Watkins, 2001). Struktur kimia metil ester sulfonat (MES) dapat dilihat pada Gambar 7. O R CH C OCH 3 SO 3 Na Gambar 7. Struktur kimia metil ester sulfonat (Watkins, 2001)

25 25 Menurut Watkins (2001), jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan metil ester sulfonat (MES) adalah kelompok minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai, atau tallow. Selanjutnya menurut Matheson (1996 b ), MES berbahan minyak nabati memiliki kinerja yang sangat menarik, diantaranya adalah karakteristik dispersi dan sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water), tidak mengandung ion fosfat, ester asam lemak C 14, C 16 dan C 18 memberikan tingkat detergensi terbaik, serta bersifat mudah didegradasi (good biodegradability). Metil ester sulfonat (MES) yang berbentuk concentrated pasta, solid flake, atau granula telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk pembersih (washing and cleaning products). MES dari minyak nabati yang mengandung atom karbon C10, C12 dan C14 biasa digunakan untuk light duty dishwashing detergent, sedangkan MES dari minyak nabati dengan atom karbon C16-18 dan tallow biasa digunakan untuk deterjen bubuk dan deterjen cair (liquid laundry detergent) (Matheson, 1996 b ). Karakteristik dari MES komersial disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik MES komersial Analisa Nilai Metil ester sulfonat (MES) (%) a 83,0 Disodium karboksi sulfonat (%) a 3,5 Metanol (%) a 0,07 Air (%) a 2,3 ph a 5,3 Tegangan permukaan (mn/m) b 39 40,2 Tegangan antar muka (mn/m) b 8,4 9,7 Klett color, 5 % aktif a 310 Di-metil sulfat (%) a 7,2 Sumber : a Sheats dan MacArthur, (2002), b Pore (1993) Proses Produksi Surfaktan MES Minyak sawit yang sebagian besar terdiri dari gugus asam oleat dan palmitat merupakan sumber bahan baku potensial untuk memproduksi surfaktan anionik jenis ester sulfonat. Pembuatan ester sulfonat ini dapat dilakukan melalui proses

26 26 sulfonasi metil ester asam lemak minyak sawit atau inti sawit menghasilkan metil ester sulfonat tanpa melalui reaksi sementara (Hermawan dan Sadi, 1997). Umumnya surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa antara metil ester dan alkohol lemak (fatty alcohol). Beberapa proses yang dapat diterapkan untuk menghasilkan surfaktan, diantaranya yaitu proses sukrolisis untuk menghasilkan surfaktan sukrosa ester, proses amidasi untuk menghasilkan surfaktan alkanolamida, dan proses sulfonasi untuk menghasilkan surfaktan metil ester sulfonat (Sadi, 1994; Libanan, 2002). Proses sulfonasi menghasilkan produk turunan yang terbentuk melalui reaksi kelompok sulfat dengan minyak, asam lemak dan alkohol lemak. Diistilahkan sebagai sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan grup sulfat pada senyawa organik. Jenis minyak yang biasa disulfonasi adalah minyak yang mengandung ikatan rangkap ataupun grup hidroksil pada molekulnya. Pada industri surfaktan, bahan baku minyak yang digunakan adalah minyak berwujud cair yang kaya akan ikatan rangkap (Bernardini, 1983). Proses sulfonasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat, sulfit, NaHSO 3, atau gas SO 3 dengan ester asam lemak (Bernardini, 1983; Watkins, 2001). Menurut Foster (1996), proses sulfonasi menggunakan SO 3 dilakukan dengan melarutkan SO 3 secara langsung dengan udara yang sangat kering dan direaksikan secara langsung dengan bahan baku organik yang digunakan. Sumber gas SO 3 yang digunakan dapat berbentuk SO 3 cair ataupun SO 3 yang diproduksi dari hasil pembakaran sulfur. Reaksi gas SO 3 dengan bahan organik cukup cepat dan bersifat stokiometrik. Proses ini cukup rumit pada berbagai kemungkinan reaksi sehingga diperlukan kontrol proses yang ketat. Proses sulfonasi menggunakan gas SO 3 memiliki biaya proses yang paling rendah dibandingkan dengan menggunakan bahan lainnya pada proses sulfonasi dan menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi. Namun hanya sesuai untuk proses yang bersifat kontinyu dengan volume produksi yang besar, selain itu dibutuhkan peralatan produksi yang mahal dengan tingkat ketepatan yang tinggi, dan disyaratkan personel pengoperasian yang terlatih. Pemilihan proses sulfonasi tergantung pada banyak faktor, diantaranya adalah : karakteristik dan kualitas produk akhir yang diinginkan, kapasitas

27 27 produksi yang disyaratkan, biaya bahan kimia, biaya peralatan proses, sistem pengamanan yang diperlukan, dan biaya pembuangan limbah hasil proses. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah rasio molar reaktan, suhu reaksi, lama reaksi, jenis dan konsentrasi katalis, laju alir bahan, kecepatan pengadukan, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan (SO 3, NaHSO 3, asam sulfit), waktu netralisasi, ph dan suhu netralisasi (Foster, 1996). Reaksi sulfonasi molekul asam lemak dapat terjadi pada tiga sisi, yaitu (1) rantai tidak jenuh (ikatan rangkap), (2) bagian α-atom karbon, (3) gugus karboksil. Kemungkinan terikatnya grup sulfat disajikan pada Gambar 8. H H H O H C C CH CH C CH 2 C H H m H n OH Gambar 8. Kemungkinan terikatnya grup sulfat yang digunakan dalam proses sulfonasi (Jungermann, 1979) Proses sulfonasi dapat juga dikatakan sebagai proses oksidasi. Proses sulfonasi dengan menggunakan senyawa bisulfit sangat menguntungkan karena senyawa bisulfit merupakan sulfometil agen. Natrium bisulfit (NaHSO 3 ) merupakan sulfur padat yang mengandung gugus natrium. Natrium bisulfit tidak bersifat racun meskipun serbuknya dapat menyebabkan iritasi mata dan juga menyesakkan bila terhirup. Natrium bisulfit harus disimpan dalam kondisi sejuk, bersih, di tempat kering dan harus dijauhkan dari bahan-bahan yang bersifat korosif. Dengan penggunaan natrium bisulfit, maka produk MES yang dihasilkan telah berikatan dengan gugus natrium tanpa perlu dilakukan proses netralisasi terlebih dahulu, sehingga penggunaan natrium bisulfit dapat mempersingkat waktu proses pembentukan MES walaupun masih menghasilkan di-salt sebagai produk samping dari reaksi. Reaksi yang terjadi pada proses sulfonasi dengan menggunakan natrium bisulfit dapat dilihat pada Gambar 9.

28 28 NaHSO 3 + O CH 3...CH=CH C OCH 3 O CH 3...CH 2 CH C OCH 3 Natrium bisulfit Metil ester SO 3 Na MES Gambar 9. Reaksi kimia antara metil ester dan natrium bisulfit untuk menghasilkan metil ester sulfonat (Pore, 1993). Terbentuknya di-salt atau disodium karboksi sulfat sebagai produk samping pada proses sulfonasi dapat menghasilkan krakteristik MES yang kurang baik seperti sensitif terhadap air sadah, menurun daya kelarutannya dalam air dingin, daya deterjensi menjadi 50 persen lebih rendah, dan umur simpan produk menjadi lebih singkat. Selain itu keberadaan di-salt ini dapat menyebabkan sifat aktif permukaan surfaktan menjadi lebih rendah (Swern, 1979). Proses terbentuknya dinatrium karboksi sulfonat (di-salt) pada saat proses netralisasi disajikan pada Gambar 10. O O CH 3..CH CH 2 C OCH 3 NaOH + CH 3..CH CH 2 C OCH 3 + H 2 O SO 3 H SO 3 Na (I) Basa Metil ester sulfonat Air O O CH 3..CH CH 2 C OCH 3 + NaOH CH 3..CH CH 2 C ONa + CH 3 OH SO 3 Na SO 3 Na (II) Metil ester sulfonat Basa Dinatrium karboksi sulfonat (di-salt) Metanol Gambar 10. Reaksi kimia pembentukan di-salt dan metanol (MacArthur et al., 2002)

29 29 Lama Reaksi Pembentukan produk dari pereaksi berhubungan dengan lama reaksi. Setiap reaksi kimia membutuhkan waktu yang berbeda dalam menyelesaikan reaksi sampai menghasilkan produk. Lama reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karakteristik pereaksi dan produk serta kondisi reaksi yang dijalankan. Secara umum semakin lama waktu interaksi antar pereaksi maka akan menghasilkan produk yang semakin banyak, namun akan konstan pada suatu waktu tertentu. Interaksi antar pereaksi pada suatu reaksi kimia dapat dilakukan dengan cara perataan pereaksi melalui pengadukan (Ebbing dan Wrighton, 1990). Maharlika (2003) melakukan penelitian untuk melihat pengaruh kondisi rasio mol reaktan dan lama reaksi terhadap produksi surfaktan metil ester sulfonat (MES). Proses sulfonasi dilakukan pada skala laboratorium (100 ml), dengan menggunakan reaktor untuk mereaksikan metil ester minyak sawit sebagai bahan baku utama dengan natrium bisulfit. Proses produksi surfaktan dalam penelitian tersebut dilakukan secara batch, dengan mencampurkan bahan baku, pereaksi dan katalis secara langsung dalam reaktor. Setelah suhu metil ester mencapai 40 o C, natrium bisulfit dimasukkan ke dalam reaktor. Katalis Al 2 O 3 dimasukan sesaat setelah natrium bisulfit selesai dimasukan ke dalam reaktor. Katalis yang ditambahkan sebanyak 1 persen (b/b). Selama proses sulfonasi berlangsung, kecepatan pengadukan dan suhu reaksi dipertahankan stabil pada 400 rpm dengan suhu 80 o C. Kondisi proses sulfonasi yang memberikan pengaruh terbaik dari rasio mol reaktan dan lama reaksi adalah rasio mol 1 : 1,5 dengan lama reaksi 4,5 jam. Hambali et al.(2003) telah melakukan kajian pengaruh suhu dan kecepatan pada proses produksi surfaktan MES dari metil ester berbasis minyak inti sawit. Proses sulfonasi dilakukan dengan menambahkan NaHSO 3 dan katalis Al 2 O 3 sebanyak 1% ke dalam metil ester. Perbandingan metil ester dengan NaHSO 3 yang ditambahkan adalah 1 : 1,2 mol. Proses berlangsung selama 3 jam. Kondisi yang memberikan pengaruh terbaik pada proses sulfonasi untuk memproduksi surfaktan metil ester sulfonat (MES) ditinjau dari suhu dan kecepatan pengadukan adalah pada suhu 100 o C dengan kecepatan pengadukan 500 rpm.

30 30 Penelitian untuk melihat pengaruh konsentrasi katalis Al 2 O 3 pada proses produksi metil ester sulfonat dari metil ester dominan oleat minyak inti sawit telah dilakukan oleh Safitri (2003). Proses sulfonasi dilakukan dengan menambahkan NaHSO 3 dengan perbandingan metil ester dan NaHSO 3 adalah 1 : 1,2. Kondisi proses ditetapkan pada suhu 80 0 C, kecepatan pengadukan 400 rpm, dan lama proses selama tiga jam. Proses sulfonasi yang memberikan pengaruh terbaik didapatkan pada penggunaan katalis Al 2 O 3 dengan konsentrasi 1,5 %. Suryani et al. (2003) telah melakukan optimasi proses produksi MES dari metil ester minyak inti sawit baik sebelum maupun sesudah proses pemurnian MES. Kondisi terbaik untuk proses sulfonasi sebelum pemurnian diperoleh pada perlakuan dengan kecepatan agitasi 300 rpm dan lama reaksi 5 jam. Titik optimasi terbaik untuk proses sulfonasi dan pemurnian MES dengan menggunakan metanol terjadi pada perlakuan kecepatan agitasi 300 rpm, lama reaksi 4,6 jam, dan penambahan metanol sebanyak 50%. Data hasil pengujian produk surfaktan MES yang dilakukan oleh beberapa peneliti disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Data hasil pengujian surfaktan MES yang diproduksi pada berbagai kondisi proses Parameter - ph - Tingkat kecerahan warna (L) - Penuruan tegangan permukaan (mn/m) - Penurunan tegangan antar muka (mn/m) - Stabilitas emulsi (menit) - Lama pembusaan (jam) a) Bahan baku : Metil ester berbasis PKO Katalis : Al 2 O 3 1% Pereaksi : NaHSO 3 Rasio mol : 1 : 1,2 Suhu : 100 o C Kec. pengadukan : 500 rpm Lama proses : 3 jam 4,7 57,72 34,9 34,4 9 14,3 b) Kondisi Proses Bahan baku : Metil ester berbasis PKO Katalis : Al 2 O 3 1,5% Pereaksi : NaHSO 3 Rasio mol : 1 : 1,5 Suhu : 80 o C Kec. pengadukan : 400 rpm Lama proses : 3 jam 4,1 56,91 40,30 Sumber : a) Hambali et al.(2003); b) Safitri (2003); c) Maharlika (2003) 2,1 5,3 - c) Bahan baku : Metil ester berbasis PKO Katalis : Al 2 O 3 1,5% Pereaksi : NaHSO 3 Rasio mol : 1 : 1,5 Suhu : 80 o C Kec. pengadukan : 400 rpm Lama proses : 4,5 jam 4,67 50,86 36,16 34,75 4,25 -

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Inti Sawit (PKO) Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit semula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. Hal ini dikarenakan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Jelantah Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. Minyak jelantah masih memiliki asam lemak dalam bentuk terikat dalam trigliserida sama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Minyak Inti Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Minyak Inti Sawit 18 TINJAUAN PUSTAKA Minyak Inti Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk ke dalam famili Arecaceae dan subkelas Monocotyledoneae. Dari buah sawit yang dihasilkan oleh tanaman ini dihasilkan

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi. Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dengan menggunakan bahan baku dari minyak nabati seperti kelapa

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendididikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendididikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. LAPORAN AKHIR PENGARUH RASIO REAKTAN DAN KOMPOSISI KATALIS TERHADAP PEMBUATAN SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT BERBASIS CPO (CRUDE PALM OIL) MENGGUNAKAN AGEN SULFONAT NaHSO 3 Diajukan Sebagai Persyaratan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. METIL ESTER CPO 1. Minyak Sawit Kasar (CPO) Minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm Oil, CPO) merupakan hasil olahan daging buah kelapa sawit melalui proses perebusan (dengan steam)

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGARUH RASIO REAKTAN DAN WAKTU SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT

LAPORAN AKHIR PENGARUH RASIO REAKTAN DAN WAKTU SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT LAPORAN AKHIR PENGARUH RASIO REAKTAN DAN WAKTU SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT Diajukan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram alir pengepresan biji jarak dengan pengepres hidrolik dan pengepres berulir (Hambali et al. 2006).

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram alir pengepresan biji jarak dengan pengepres hidrolik dan pengepres berulir (Hambali et al. 2006). 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Jarak Pagar Jarak Pagar (Jatropha curcas L) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati non pangan yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Selain tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SURFAKTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SURFAKTAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. SURFAKTAN Surfaktan adalah molekul organik yang jika dilarutkan ke dalam pelarut pada konsentrasi rendah maka akan memiliki kemampuan untuk mengadsorb (atau menempatkan diri) pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Beberapa tahun ini produksi minyak bumi selalu mengalami penurunan, sedangkan konsumsi minyak selalu mengalami penaikan. Menurut Pusat Data Energi dan Sumber Daya

Lebih terperinci

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Tania S. Utami *), Rita Arbianti, Heri Hermansyah, Wiwik H., dan Desti A. Departemen Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN RASIO REAKTAN DALAM PEMBUATAN METIL ESTER SULFONAT DENGAN AGEN PENSULFONASI NAHSO 3 BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT

PENGARUH SUHU DAN RASIO REAKTAN DALAM PEMBUATAN METIL ESTER SULFONAT DENGAN AGEN PENSULFONASI NAHSO 3 BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT PENGARUH SUHU DAN RASIO REAKTAN DALAM PEMBUATAN METIL ESTER SULFONAT DENGAN AGEN PENSULFONASI NAHSO 3 BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT Disusun Sebagai Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Diploma III pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Crude Palm il (CP) Minyak sawit kasar merupakan hasil ekstraksi dari tubuh buah (mesokarp) tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis JACQ).Minyak sawit digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut BP Statistical Review 2011, sejak tahun 2003 untuk pertama kalinya Indonesia mengalami defisit minyak dimana tingkat konsumsi lebih tinggi dibanding tingkat produksi.

Lebih terperinci

Kelompok B Pembimbing

Kelompok B Pembimbing TK-40Z2 PENELITIAN Semester I - 2006/2007 PEMBUATAN ESTER METIL SULFONAT DARI CPO UNTUK SURFACTANT FLOODING Kelompok Dwike Indriany (13003008) Jelita Alamanda (13003092) Pembimbing Dr. Ir. Retno Gumilang

Lebih terperinci

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,

Lebih terperinci

Emulsi Metil Ester Sulfonat dari CPO

Emulsi Metil Ester Sulfonat dari CPO PENGARUH RASIO MOL, SUHU DAN LAMA REAKSI TERHADAP TEGANGAN PERMUKAAN DAN STABILITAS EMULSI METIL ESTER SULFONAT DARI CPO (The effect of Mol ratio, temperature and reaction time on surface tension and stability

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO)

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO) LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO) Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

TRANSESTERIFIKASI PARSIAL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN ETANOL PADA PEMBUATAN DIGLISERIDA SEBAGAI AGEN PENGEMULSI

TRANSESTERIFIKASI PARSIAL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN ETANOL PADA PEMBUATAN DIGLISERIDA SEBAGAI AGEN PENGEMULSI Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 8 No. 1 April 2009, 33-37 TRANSESTERIFIKASI PARSIAL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN ETANOL PADA PEMBUATAN DIGLISERIDA SEBAGAI AGEN PENGEMULSI Rita Arbianti*, Tania Surya

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI H 2 SO 4 DAN SUHU REAKSI PADA PROSES PRODUKSI SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT (MES) DENGAN METODE SULFONASI ABSTRACT

KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI H 2 SO 4 DAN SUHU REAKSI PADA PROSES PRODUKSI SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT (MES) DENGAN METODE SULFONASI ABSTRACT KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI H 2 SO 4 DAN SUHU REAKSI PADA PROSES PRODUKSI SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT (MES) DENGAN METODE SULFONASI Khaswar Syamsu, Ani Suryani, dan Nunung D. Putra Departemen Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci

KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H 2 SO 4. Oleh : SAIFUDDIN ABDU F

KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H 2 SO 4. Oleh : SAIFUDDIN ABDU F KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H 2 SO 4 Oleh : SAIFUDDIN ABDU F03499037 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KAJIAN PROSES

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN METIL ESTER SULFONAT DARI MINYAK INTI SAWIT ABSTRACT

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN METIL ESTER SULFONAT DARI MINYAK INTI SAWIT ABSTRACT S. Hidayati, A. Suryani, P. Permadi, E.Hambali, Kh. Syamsu dan Sukardi OPTIMASI PROSES PEMBUATAN METIL ESTER SULFONAT DARI MINYAK INTI SAWIT Sri Hidayati 1, Ani Suryani 2, Puji Permadi 3, Erliza Hambali

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembuatan surfaktan tidak hanya dalam pencarian jenis surfaktan yang baru untuk suatu aplikasi tertentu di suatu industri, tetapi juga melakukan pencarian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SURFAKTAN DAN KINERJA SURFAKTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SURFAKTAN DAN KINERJA SURFAKTAN II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SURFAKTAN DAN KINERJA SURFAKTAN Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas pada permukaan yang tinggi. Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam disebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN ALTERNATIF METIL ESTER DARI MINYAK JELANTAH PADA SINTESIS METIL ESTER SULFONAT (MES) SEBAGAI OIL WELL STIMULATION AGENT

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN ALTERNATIF METIL ESTER DARI MINYAK JELANTAH PADA SINTESIS METIL ESTER SULFONAT (MES) SEBAGAI OIL WELL STIMULATION AGENT PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN ALTERNATIF METIL ESTER DARI MINYAK JELANTAH PADA SINTESIS METIL ESTER SULFONAT (MES) SEBAGAI OIL WELL STIMULATION AGENT (OWSA) Anisa Intanika Sari Klatatiana, Wario Gusti Widodo,

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID

KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) DARI METIL ESTER MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L.) MENGGUNAKAN SINGLE TUBE FALLING FILM REACTOR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis sifat fisiko-kimia CPO Minyak sawit kasar atau Crude Palm Oil (CPO) yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Asian Agri Grup. Analisis sifat fisiko kimia CPO

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR. PENGARUH SUHU DAN KATALIS CaO PADA SINTESIS METIL ESTER SULFONAT (MES) BERBASIS CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN AGEN H2SO4

LAPORAN AKHIR. PENGARUH SUHU DAN KATALIS CaO PADA SINTESIS METIL ESTER SULFONAT (MES) BERBASIS CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN AGEN H2SO4 LAPORAN AKHIR PENGARUH SUHU DAN KATALIS CaO PADA SINTESIS METIL ESTER SULFONAT (MES) BERBASIS CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN AGEN H2SO4 Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

Keywords: methyl ester sulfonate, methanolysis, emulsifier

Keywords: methyl ester sulfonate, methanolysis, emulsifier STUDI PENGARUH RASIO MOL REAKTAN DAN WAKTU REAKSI PADA PROSES METANOLISIS UNTUK PEMBUATAN METIL ESTER SULFONAT SEBAGAI EMULSIFIER DENGAN AGEN PENSULFONASI NAHSO 3 Chaula Lingga K.P [2308100522], Wahyu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia dengan volume ekspor minyak kelapa sawit mencapai16,436 juta ton pada tahun

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

Studi Kinetika Reaksi Metanolisis Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) Menggunakan Reaktor Batch Berpengaduk

Studi Kinetika Reaksi Metanolisis Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) Menggunakan Reaktor Batch Berpengaduk J. Tek. Kim. Ling. 2017, 1 (1), 28-34 p-issn : 2579-8537, e-issn : 2579-9746 www.jtkl.polinema.ac.id Studi Kinetika Reaksi Metanolisis Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) Menggunakan Reaktor Batch Berpengaduk

Lebih terperinci

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI METANOL DAN LAMA REAKSI PADA PROSES PEMURNIAN METIL ESTER SULFONAT TERHADAP KARAKTERISTIK DETERGEN BUBUK

KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI METANOL DAN LAMA REAKSI PADA PROSES PEMURNIAN METIL ESTER SULFONAT TERHADAP KARAKTERISTIK DETERGEN BUBUK KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI METANOL DAN LAMA REAKSI PADA PROSES PEMURNIAN METIL ESTER SULFONAT TERHADAP KARAKTERISTIK DETERGEN BUBUK RESA SETIA ADIANDRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

HUBUNGAN KUALITAS MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN SECARA BERULANG TERHADAP UMUR SIMPAN KERIPIK SOSIS AYAM OLEH UMMI SALAMAH F

HUBUNGAN KUALITAS MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN SECARA BERULANG TERHADAP UMUR SIMPAN KERIPIK SOSIS AYAM OLEH UMMI SALAMAH F HUBUNGAN KUALITAS MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN SECARA BERULANG TERHADAP UMUR SIMPAN KERIPIK SOSIS AYAM OLEH UMMI SALAMAH F 351040121 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 1 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Sodium Bisulfite as SO 3 Source for Synthesis of Methyl Ester Sulfonate Using RBD Stearin as Raw Material

Sodium Bisulfite as SO 3 Source for Synthesis of Methyl Ester Sulfonate Using RBD Stearin as Raw Material 116 IPTEK, The Journal for Technology and Science, Vol. 18, No. 4, November 27 Sodium Bisulfite as S 3 Source for Synthesis of Methyl Ester Sulfonate Using RBD Stearin as Raw Material Dieni Mansur 1, Nuri

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketertarikan dunia industri terhadap bahan baku proses yang bersifat biobased mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pesat ini merujuk kepada karakteristik bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

Deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat. Saat ini : kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat

Deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat. Saat ini : kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat Sejarah Deterjen Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II Fritz Gunther (Jerman) : penemu surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916 Tahun 1933 deterjen untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jarak Pagar Jarak pagar (Jatropha curcas L.) telah lama dikenal oleh masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, yaitu sejak diperkenalkan oleh bangsa Jepang sekitar tahun 1942.

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu unsur penting dalam industri pengolahan makanan. Dari tahun ke tahun industri pengolahan makanan semakin meningkat sehingga mengakibatkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR. PENGARUH SUHU DAN KATALIS CaO PADA SINTESA SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT BERBASIS CRUDE PALM OIL DENGAN AGEN SULFONASI NaHSO3

LAPORAN AKHIR. PENGARUH SUHU DAN KATALIS CaO PADA SINTESA SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT BERBASIS CRUDE PALM OIL DENGAN AGEN SULFONASI NaHSO3 LAPORAN AKHIR PENGARUH SUHU DAN KATALIS CaO PADA SINTESA SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT BERBASIS CRUDE PALM OIL DENGAN AGEN SULFONASI NaHSO3 Dibuat Sebagai Persyaratan Untuk Mahasiswa Menyelesaikan Pendididikan

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisikokimia ME Stearin Proses konversi stearin sawit menjadi metil ester dapat ditentukan dari kadar asam lemak bebas (FFA) bahan baku. FFA merupakan asam lemak jenuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU, LAMA PEMASAKAN, KONSENTRASI METANOL DAN SUHU PEMURNIAN TERHADAP BILANGAN IOD DAN BILANGAN ASAM SURFAKTAN DARI MINYAK INTI SAWIT

PENGARUH SUHU, LAMA PEMASAKAN, KONSENTRASI METANOL DAN SUHU PEMURNIAN TERHADAP BILANGAN IOD DAN BILANGAN ASAM SURFAKTAN DARI MINYAK INTI SAWIT PENGARUH SUHU, LAMA PEMASAKAN, KONSENTRASI METANOL DAN SUHU PEMURNIAN TERHADAP BILANGAN IOD DAN BILANGAN ASAM SURFAKTAN DARI MINYAK INTI SAWIT The effects of temperature, cooking time, methanol concentration

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO (Crude Palm Oil) merupakan minyak kelapa sawit kasar yang berwarna kemerah-merahan yang diperoleh dari hasil ekstraksi atau pengempaan daging buah kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

Gambar 1. Kelapa Sawit dan Hasil Pengolahan Kelapa Sawit

Gambar 1. Kelapa Sawit dan Hasil Pengolahan Kelapa Sawit BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Sawit (Palm Oil) Dari gambar 1, kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp) dan minyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Biji dan Minyak Jarak Pagar Biji jarak pagar dari PT Rajawali Nusantara ini dikemas dalam kemasan karung, masing-masing karung berisi kurang lebih 30 kg. Hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, (C 17 H 35 COO Na+).Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan melalui kekuatan pengemulsian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber: Anonim, 2017) Gambar 1. Bagian-bagian Buah Kelapa Sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber: Anonim, 2017) Gambar 1. Bagian-bagian Buah Kelapa Sawit BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp) dan minyak yang berasal dari biji (kernel).

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID

KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) DARI METIL ESTER MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L.) MENGGUNAKAN SINGLE TUBE FALLING FILM REACTOR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

THE DETERMINATION OF OPTIMUM CONDITION FOR THE SYNTHESIS OF ALKYL MONOETHANOLAMIDE FROM PALM KERNEL OIL

THE DETERMINATION OF OPTIMUM CONDITION FOR THE SYNTHESIS OF ALKYL MONOETHANOLAMIDE FROM PALM KERNEL OIL 88 THE DETERMINATION OF OPTIMUM CONDITION FOR THE SYNTHESIS OF ALKYL MONOETHANOLAMIDE FROM PALM KERNEL OIL Penentuan Kondisi Optimum Sintesis Alkil Monoetanolamida dari Minyak Inti Sawit Hilyati, Wuryaningsih,

Lebih terperinci

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Kelapa Sawit Kasar (CP) Saat ini ketersediaan minyak bumi semakin terbatas, menyebabkan perhatian terhadap penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif semakin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Surfaktan

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Surfaktan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surface active agent (surfactant) merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang bersifat ampifatik, yaitu senyawa yang mempunyai gugus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari beberapa tanaman golongan Palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ). kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ), merupakan komoditas

Lebih terperinci

APLIKASI DIETANOLAMIDA DARI ASAM LAURAT MINYAK INTI SAWIT PADA PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN ABSTRACT

APLIKASI DIETANOLAMIDA DARI ASAM LAURAT MINYAK INTI SAWIT PADA PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN ABSTRACT E. Hambali, T. K. Bunasor, A. Suryani dan G. A. Kusumah APLIKASI DIETANOLAMIDA DARI ASAM LAURAT MINYAK INTI SAWIT PADA PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN Erliza Hambali, Tatit K Bunasor, Ani Suryani dan Giri Angga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit adalah minyak nabati edibel yang didapatkan dari mesocarp buah pohon kelapa sawit, umumnya dari spesies Elaeis

Lebih terperinci

SINTESIS METIL ESTER SULFONAT MELALUI SULFONASI METIL ESTER MINYAK KEDELAI UNTUK APLIKASI CHEMICAL FLOODING

SINTESIS METIL ESTER SULFONAT MELALUI SULFONASI METIL ESTER MINYAK KEDELAI UNTUK APLIKASI CHEMICAL FLOODING Sintesis Metil Ester Sulfonat Melalui Sulfonasi Metil Ester Minyak Kedelai Untuk Aplikasi Chemical Flooding (Richie Adi Putra) SINTESIS METIL ESTER SULFONAT MELALUI SULFONASI METIL ESTER MINYAK KEDELAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan

I. PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, serta sebagai pendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT (MES) Pada penelitian ini surfaktan MES yang dihasilkan berfungsi sebagai bahan aktif untuk pembuatan deterjen cair. MES yang dihasilkan merupakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Peningkatan nilai tambah produk turunan minyak jarak pagar mutlak diperlukan agar industri biodiesel jarak pagar dapat berkembang dengan baik. Saat ini, perkembangan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU INPUT PADA PROSES PEMBUATAN SURFAKTAN METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) DARI METIL ESTER STEARIN RENNY UTAMI SOMANTRI

PENGARUH SUHU INPUT PADA PROSES PEMBUATAN SURFAKTAN METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) DARI METIL ESTER STEARIN RENNY UTAMI SOMANTRI PENGARUH SUHU INPUT PADA PROSES PEMBUATAN SURFAKTAN METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) DARI METIL ESTER STEARIN RENNY UTAMI SOMANTRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Biji dan Minyak Jarak Pagar Biji jarak pagar yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT. Wellable Indonesia di daerah Lampung. Analisis biji jarak dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES AGING TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA SURFAKTAN MESA JARAK PAGAR SKRIPSI NUR HIDAYAT F

PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES AGING TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA SURFAKTAN MESA JARAK PAGAR SKRIPSI NUR HIDAYAT F PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES AGING TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA SURFAKTAN MESA JARAK PAGAR SKRIPSI NUR HIDAYAT F34061189 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PENGARUH SUHU DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Surfaktan (surface active agent) merupakan bahan kimia yang dapat mengubah sifat permukaan bahan yang dikenainya. Sifat aktif dari surfaktan disebabkan adanya struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permintaan energi global sedang meningkat sebagai hasil dari prtumbuhan dari populasi, industri serta peningkatan penggunaan alat transportasi [1], Bahan bakar minyak

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES SULFONASI DALAM PROSES PRODUKSI METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) MENGGUNAKAN SINGLE TUBE FALLING FILM REACTOR (STFR)

PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES SULFONASI DALAM PROSES PRODUKSI METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) MENGGUNAKAN SINGLE TUBE FALLING FILM REACTOR (STFR) PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES SULFONASI DALAM PROSES PRODUKSI METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) MENGGUNAKAN SINGLE TUBE FALLING FILM REACTOR (STFR) Effects of Temperature and Sulfonation Time on Methyl

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT

PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dihindari ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu bangsa di masa sekarang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Sifat Fisikokimia Metil Ester Stearin Penelitian pembuatan surfaktan metil ester sulfonat (MES) ini menggunakan bahan baku metil ester stearin sawit. Stearin sawit

Lebih terperinci

SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER. Hendrix Yulis Setyawan (F )

SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER. Hendrix Yulis Setyawan (F ) SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER Hendrix Yulis Setyawan (F351050091) Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pasca Sarjana Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO (Crude Palm Oil) merupakan minyak kelapa sawit kasar yang berwarna kemerah-merahan yang diperoleh dari hasil ekstraksi atau pengempaan daging buah kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. products), kosmetik maupun untuk pemucatan kain/tekstil (Hill & Rhode 1999). 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. products), kosmetik maupun untuk pemucatan kain/tekstil (Hill & Rhode 1999). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak produk kimia diproduksi dengan menggunakan bahan baku dari petrokimia atau gas alam, dimana bahan baku ini akan tersedia dalam jumlah yang cukup dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber bahan bakar semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Akan tetapi cadangan sumber bahan bakar justru

Lebih terperinci

SINTESIS SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT DARI PALM OIL METHYL ESTER DAN NATRIUM METABISULFIT DENGAN PENAMBAHAN KATALIS KALSIUM OKSIDA

SINTESIS SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT DARI PALM OIL METHYL ESTER DAN NATRIUM METABISULFIT DENGAN PENAMBAHAN KATALIS KALSIUM OKSIDA Vol.8, No. 2, Maret 2015 J. Ris. Kim. SINTESIS SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT DARI PALM OIL METHYL ESTER DAN NATRIUM METABISULFIT DENGAN PENAMBAHAN KATALIS KALSIUM OKSIDA Nirwana, Irdoni, dan Jatikta Yuniharti

Lebih terperinci