Laporan Penelitian. Studi Penilaian Guru Melalui Video dengan Memanfaatkan Data PIRLS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan Penelitian. Studi Penilaian Guru Melalui Video dengan Memanfaatkan Data PIRLS"

Transkripsi

1 Laporan Penelitian Studi Penilaian Guru Melalui Video dengan Memanfaatkan Data PIRLS DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN JAKARTA 2009

2 i

3 KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA Keterampilan Membaca Kemampuan Berliterasi Versi PIRLS Kompetensi Pembelajaran Membaca di SD Strategi Pembelajaran Membaca Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemampuan Membelajarkan Membaca Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Membaca Model Langkah-Tindakan-Strategi Terbaik Guru dalam Pembelajaran Membaca Penelitian yang Relevan Kerangka Teori Kinerja Guru BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Subjek Penelitian Instrumen Pengembangan dan Validasi Instrumen Prosedur Pelaksanaan Penelitian Skenario Pengumpulan Data (untuk Satu Sekolah) ii

4 3.7. Analisis Data Jadwal Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN Karakteristik Sekolah Subjek Penelitian Kategori Sekolah Subjek Prestasi Sekolah Subjek Penelitian Proporsi Jumlah Murid Kelas IV terhadap Total Waktu Belajar di Kelas IV Kondisi Lokasi Sekolah Subjek Mutu Lingkungan Sekolah Model Penilaian Kinerja Guru Kemampuan Guru Membelajarkan Membaca Pemahaman Langkah Guru Membelajarkan Membaca Efektivitas Pembelajaran Membaca Penggunaan Waktu dalam Pembelajaran Membaca Hasil Penilaian Kemampuan Guru Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Guru Faktor Pendidikan Faktor Pengalaman Mengajar Faktor Pengalaman Mengajarkan BI Faktor Status Guru di Kelas Kemampuan Siswa Memahami Bacaan Kemampuan Siswa Memahami Bacaan Berdasarkan Hasil Tes Lokal Kemampuan Memahami Bacaan Informasi Kemampuan Memahami Bacaan Sastra Kemampuan Memahami Bacaan Keseluruhan Kemampuan Memahami Bacaan Berdasarkan Kebiasaan Berbahasa iii

5 Kemampuan Memahami Bacaan Berdasarkan Kebiasaan Membaca Korelasi Pemahaman Bacaan Berdasarkan Jenis Bacaan Kemampuan Memahami Bacaan Berdasarkan Hasil Tes PIRLS Kemampuan Memahami Bacaan Informasi Kemampuan Memahami Bacaan Sastra Kemampuan Memahami Keseluruhan Bacaan (Informasi dan Sastra) Korelasi Hasil Tes Lokal dan Tes PIRLS Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Membaca Siswa Faktor Kebiasaan Berbahasa Faktor Kebiasaan Membaca di Rumah Faktor Keberadaan Sekolah Pengaruh Kemampuan Guru Mengajarkan Membaca terhadap Kemampuan Membaca Siswa Pengaruh Kemampuan Guru Mengajarkan Membaca (Kelompok) terhadap Kemampuan Membaca Siswa Pengaruh Pendidikan Guru terhadap Kemampuan Membaca Siswa Pengaruh Pengalaman Mengajar (Umum) Guru terhadap Kemampuan Membaca Siswa Pengaruh Pengalaman Guru Mengajarkan Bahasa Indonesia terhadap Kemampuan Membaca Siswa Pengaruh Status Guru dalam Kelas terhadap Kemampuan Membaca Siswa BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Karakteristik Sekolah Subjek Model Penilaian Kinerja Guru Kemampuan Guru Membelajarkan Membaca Pemahaman Bahasan Umum Langkah Guru Membelajarkan Membaca Efektivitas Pembelajaran Membaca iv

6 Penggunaan Waktu dalam Pembelajaran Membaca Hasil Penilaian Kemampuan Guru Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Guru Faktor Pendidikan Guru Faktor Pengalaman Mengajar Faktor Pengalaman Mengajarkan BI Faktor Status Guru di Kelas Kemampuan Membaca Pemahaman Kemampuan Membaca Pemahaman Berdasarkan Hasil Tes Lokal Kemampuan Membaca Pemahaman Berdasarkan Jenis Bacaan Kemampuan Membaca Pemahaman Berdasarkan Kebiasaan Berbahasa Kemampuan Membaca Pemahaman Berdasarkan Kebiasaan Membaca Kemampuan Membaca Pemahaman Berdasarkan Hasil Tes PIRLS Korelasi Hasil Tes Lokal dan Tes PIRLS Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Membaca Siswa Faktor Kebiasaan Berbahasa Indonesia Faktor Kebiasaan Membaca di Rumah Faktor Keberadaan Sekolah Pengaruh Kemampuan Guru Mengajarkan Membaca terhadap Kemampuan Membaca Siswa Pengaruh Kemampuan Guru Mengajarkan Membaca (berkelompok) terhadap Kemampuan Membaca Siswa Pengaruh Pendidikan Guru terhadap Kemampuan Membaca Siswa Pengaruh Pengalaman Mengajar (Umum) Guru terhadap Kemampuan Membaca Siswa Pengaruh Pengalaman Guru Mengajarkan Bahasa Indonesia terhadap Kemampuan Membaca Siswa Pengaruh Status Guru dalam Kelas terhadap Kemampuan Membaca Siswa v

7 BAB VI Simpulan Rekomendasi Daftar Pustaka vi

8 Tabel 3. 1 Rencana Sekolah Subjek Penelitian Tabel 3. 2 Sekolah Subjek Penelitian Tabel 3. 3 Jadwal Pengambilan Data per Sekolah Tabel 3. 4 Jadwal Penelitian Tabel 4. 1 Kondisi Sekolah Dibandingkan dengan Sekolah Lainnya Tabel 4. 2 Macam Prestasi Sekolah, Guru, dan Siswa Tabel 4. 3 Persentase Jumlah Murid Kelas IV terhadap Total Siswa Tabel 4. 4 Jumlah Rerata Waktu Belajar Kelas IV Tabel 4. 5 Lokasi Sekolah Tabel 4. 6 Mutu Lingkungan Sekolah Tabel 4. 7 Kegiatan Pokok Siswa dan Guru dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Tabel 4. 8 Proporsi Penggunaan Waktu Pembelajaran Membaca Tabel 4. 9 Pemahaman Skor Kemampuan Guru dalam Membelajarkan Membaca Pemahaman Tabel Rata-Rata Skor Kemampuan Guru per Aspek Tabel Ranking Keterlaksanaan Butir Kegiatan Mengajar Tabel Pengelompokan Guru Berdasarkan Jenjang Pendidikan Tabel Uji Beda Kemampuan Mengajar Berdasarkan Jenjang Pendidikan Tabel Pengelompokan Guru Berdasarkan Lama Mengajar Tabel Uji Beda Kemampuan Mengajar Berdasarkan Pengalaman Mengajar Tabel Pengelompokan Guru Berdasarkan Pengalaman Mengajarkan Bahasa Indonesia Tabel Uji Beda Kemampuan Mengajar Berdasarkan Pengalaman Mengajarkan Bahasa Indonesia Tabel Pengelompokan Guru Berdasarkan Statusnya dalam Kelas Tabel Uji Beda Kemampuan Mengajar Berdasarkan Status Guru dalam Kelas Tabel Pemahaman Bacaan Informasi (Lokal) Berdasarkan Sekolah Tabel Pemahaman Bacaan Sastra (Lokal) Berdasarkan Sekolah Tabel Pemahaman Keseluruhan Bacaan (Lokal) Berdasarkan Sekolah Tabel Pemahaman Bacaan Berdasarkan Kebiasaan Berbahasa Tabel Pemahaman Bacaan Berdasarkan Kebiasaan Membaca Tabel Korelasi Pemahaman Bacaan Berdasarkan Jenis Bacaan Tabel Pemahaman Bacaan Informasi (PIRLS) Berdasarkan Sekolah Tabel Pemahaman Bacaan Sastra (PIRLS) Berdasarkan Sekolah Tabel Pemahaman Keseluruhan Bacaan (PIRLS) Berdasarkan Sekolah Tabel Perbandingan Skor Kemampuan Membaca Berdasarkan Tes Lokal dan Tes PIRLS Tabel Korelasi Skor Kemampuan Membaca Lokal dan PIRLS Berdasarkan Skor Rerata Sekolah vii

9 Tabel Korelasi Skor Kemampuan Membaca Lokal dan PIRLS Berdasarkan Skor Individu Siswa Tabel Uji Beda Skor Kemampuan Membaca Berdasarkan Kebiasaan Berbahasa Tabel Uji Beda Skor Kemampuan Membaca Berdasarkan Kebiasaan Membaca Tabel Uji Beda Skor Kemampuan Membaca Berdasarkan Sekolah Tabel Uji Beda Kemampuan Membaca Siswa Berdasarkan Kemampuan Guru Tabel Pengelompokan Siswa Berdasarkan Kemampuan Guru Tabel Pengelompokan Siswa Berdasarkan Pendidikan Guru Tabel Uji Beda Kemampuan Membaca Berdasarkan Pendidikan Guru Tabel Uji Beda Kemampuan Membaca Berdasarkan Pengalaman Guru 118 Tabel Pengelompokan Siswa Berdasarkan Pengalaman Guru Tabel Pengelompokan Siswa Berdasarkan Pengalaman Guru Mengajarkan Bahasa Indonesia Tabel Uji Beda Kemampuan Membaca Berdasarkan Pengalaman Guru Mengajarkan Bahasa Indonesia Tabel Pengelompokan Siswa Berdasarkan Status Guru dalam Kelas Tabel Uji Beda Kemampuan Membaca Berdasarkan Status Guru dalam Kelas Tabel 5. 1 Kemampuan Membaca Pemahaman Berdasarkan Tes Lokal Tabel 5. 2 Kemampuan Membaca Pemahaman Versi PIRLS viii

10 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu faktor yang dianggap penting dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan adalah kinerja guru. Kinerja guru menjadi penting karena guru merupakan perancang, pelaksana, sekaligus penilai dalam aktivitas pembelajaran. Sebagai perancang pembelajaran, guru merupakan penentu ke arah mana pembelajaran akan dibawa. Sebagai pelaksana pembelajaran, guru merupakan pelaku, pengarah, sekaligus sebagai pemberi motivasi agar keseluruhan aktivitas pembelajaran berjalan dengan maksimal. Sebagai penilai pembelajaran, guru merupakan aktor yang melakukan pengamatan, pengawasan, dan penilaian terhadap keberhasilan pembelajaran. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kualitas pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kinerja guru. Kinerja guru yang baik akan menjadikan pembelajaran semakin baik, sebaliknya kinerja guru yang jelek akan menjadikan pembelajaran berjalan tidak maksimal. Dalam aktivitas pembelajaran, kinerja guru akan tercermin dari cara guru mempersiapkan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai aktivitas pembelajaran. Kualitas persiapan guru akan berdampak pada pelaksanaan pembelajaran, dan kualitas pelaksanaan pembelajaran akan berpengaruh pada hasil pembelajaran. Dengan demikian, kesiapan guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran akan berdampak pada kualitas proses dan kualitas hasil pembelajaran. Kualitas hasil tersebut akan tampak pada hasil belajar siswa. Jadi, dapat dikatakan bahwa kinerja guru akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran membaca, di sekolah dasar (SD), kinerja guru akan tercermin pada rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) membaca, pelaksanan pembelajaran membaca, dan penilaian pembelajaran membaca. Secara 1

11 keseluruhan, hasil pembelajaran membaca akan tampak pada keterampilan siswa dalam membaca. Lemah atau tidaknya keterampilan/kemampuan membaca mengindikasikan kualitas pembelajaran membaca yang dilakukan guru. Pembelajaran membaca merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan modern ini. Pentingnya pembelajaran membaca ini terkait dengan pentingnya kemampuan membaca dalam kehidupan. Dalam kehidupan modern, kemampuan berliterasi yang diwujudkan dalam bentuk membaca merupakan hal bersifat fundamental. Hal itu disebabkan membaca merupakan kemampuan yang melandasi kemampuan berliterasi lainnya (Suyono, 2005). Dengan kata lain, untuk mengetahui informasi secara tertulis diperlukan kemampuan membaca, karena dengan membaca seseorang akan mudah mempelajari sesuatu hal atau keterampilan baru dengan tidak banyak memerlukan penjelasan. Membaca juga dapat meningkatkan wawasan berfikir dan memperluas pengetahuan, sebab bahan bacaan merupakan alat komunikasi masyarakat berbudaya dan berperan penting dalam kehidupan sosial. Semakin banyak kita membaca, akan semakin banyak pula informasi yang kita miliki, karena membaca merupakan suatu kegiatan yang kompleks yang di dalamnya terlibat berbagai aspek keterampilan yang menuntut adanya suatu pemahaman untuk memperoleh pesan dan informasi dari sebuah teks. Meskipun membaca merupakan hal yang sangat esensial dalam kehidupan, tetapi kondisi di lapangan menunjukkan hal lain. Kemampuan membaca siswa sekolah ada kecenderungan rendah. Akhir-akhir ini ditengarai lemahnya kemampuan siswa dalam membaca. Salah satu penelitian yang mengungkap lemahnya kemampuan siswa, dalam hal ini siswa kelas IV SD/MI, adalah penelitian PIRLS. PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) adalah studi internasional dalam bidang membaca pemahaman pada anak-anak di seluruh dunia yang disponsori oleh The International Association for The Evaluation Achievement (IEA). PIRLS adalah studi literasi membaca yang dirancang untuk mengetahui kemampuan anak sekolah dasar dalam memahami bermacam-macam bacaan. Penilaiannya difokuskan pada dua jenis bahan bacaan yang sering dibaca 2

12 anak-anak, baik membaca di sekolah maupun di rumah, yaitu membaca cerita/karya sastra dan membaca untuk memperoleh dan menggunakan informasi. Studi dalam siklus lima tahunan yang dilaksanakan oleh IEA ini dilaksanakan pada tahun 2001 dan Pada tahun 2001 Indonesia tidak mengambil bagian karena pada tahun 1999 telah ikut serta dalam studi serupa. Dari studi tahun 1999 itu diketahui bahwa keterampilan membaca kelas IV SD/MI Indonesia berada pada tingkat terendah di Asia Timur seperti dapat dilihat dari perbandingan skor rata-rata berikut ini: 75.5 (Hong Kong), 74.0 (Singapura), 65.1 (Thailand), 52.6 (Filipina), dan 51.7 (Indonesia). Studi itu juga melaporkan bahwa siswa Indonesia hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan karena mereka mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal bacaan yang memerlukan pemahaman dan penalaran. Pada tahun 2006 Indonesia berpartisipasi dalam kegiatan PIRLS yang diikuti 45 negara. Keikutsertaan Indonesia dalam studi ini adalah untuk mendapatkan informasi kemampuan siswa Indonesia di bidang literasi membaca dibandingkan dengan siswa di negara lain. Hasil studi itu menunjukkan bahwa (rata-rata) anak Indonesia berada pada urutan keempat dari bawah (IEA, 2007). Hasil penelitian tersebut mengindikasikan lemahnya kemampuan membaca siswa SD/MI Indonesia. Lemahnya kemampuan tersebut patut diduga karena lemahnya pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran membaca. Lemahnya pembelajaran membaca patut diduga karena kemampuan guru dan kondisi sekolah. Sejalan dengan hal tersebut, penilaian terhadap kinerja guru di kelas perlu mendapat perhatian khusus. Untuk itu, perlu dilakukan penelaahan secara khusus (melalui video) untuk mengungkap kinerja guru membaca di kelas. Selama ini kemampuan dan kinerja guru telah banyak dievaluasi melalui berbagai jenis tes atau self report. Evaluasi yang demikian kurang memberikan informasi tentang kemampuan guru dalam mengajar. Melalui tes hanya akan diketahui pengetahuan guru terhadap hal-hal yang akan dibelajarkan, misalnya pengetahuan tentang kurikulum, silabus, rencana 3

13 pembelajaran, berbagai strategi pembelajaran, dan pengetahuan tentang teknik penilaian. Melalui tes tidak akan diketahui kondisi nyata pelaksanaan pembelajaran di kelas. Bisa jadi, pengetahun yang maksimal tidak diikuti pelaksanaan pembelajaran yang maksimal. Padalah kemampuan guru dalam transfer of knowledge juga mempunyai peran sangat penting dalam peningkatan prestasi siswa. Oleh karena itu, penilaian kemampuan guru dalam mengajar secara nyata perlu dilakukan. Melalui penilaian secara nyata menggunanakan rekaman akan diketahui potret guru secara utuh, mulai dari membuka pembelajaran membaca sampai dengan menutup pembelajaran. Studi penilaian kinerja guru melalui videotape ini merupakan salah satu upaya untuk memperoleh gambaran utuh kinerja guru dalam pembelajaran, termasuk informasi tentang kelemahan dan kekurangan guru dalam kegiatan bejar mengajar di kelas. Melalui rekaman videotape analisis akan dapat dilakukan secara akurat dan cermat. Keakuratan dan kecermatan tersebut dapat diperoleh karena analisis dapat dilakukan berulang-ulang dan dapat dilakukan dengan mencermati bagian-bagian tertentu dalam pembelajaran yang perlu mendapat penekanan dalam analisis. Melalui rekaman, analisis juga dapat dilakukan oleh beberapa orang penilai. Pada tahun 2008, Pusat Penilaian Pendidikan sudah melakukan studi penilaian guru matematika melalui video dengan memanfaatkan data TIMSS. Hasil studi itu memberikan informasi bahwa sebagian besar guru matematika melaksanakan pembelajaran secara konvensional, hanya sebagian kecil guru yang menggunakan pendekatan kontekstual dan melakukan penilaian dengan benar. Sejalan dengan hal tersebut, pada tahun 2009 ini Pusat Penilaian Pendidikan melakukan studi penilaian kinerja guru membaca pemahaman melalui video dengan memanfaatkan sekolah yang terlibat dalam PIRLS. Lemahnya kemampuan membaca pemahaman versi PIRLS juga patut diduga karena penggunaan tes yang bersifat internasional. Penggunaan tes yang bersifat internasional memungkinkan teks yang digunakan sebagai bahan bacaan tes tidak dikenali anak Indonesia. Kalau ternyata teks yang digunakan demikian kondisinya, lemahnya kemampuan membaca siswa sangat bisa dimaklumi. Untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya tentang 4

14 kemampuan membaca siswa diperlukan tes yang didasarkan bacaan berlatar Indonesia. Untuk itu, pendeskripsikan kemampuan membaca siswa berdasarkan tes PIRLS dan tes yang berlatar Indonesia perlu dilakukan. Lemahnya kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV juga patut diduga karena kondisi sekolah yang bersangkutan. Kondisi sekolah yang dimaksud meliputi kondisi sarana-prasarana, jumlah siswa dalam sekolah dan dalam kelas, akses ke sekolah, dan prestasi sekolah. Kondisi tersebut menjadikan sekolah tertentu menjadi sekolah papan atas atau sekolah papan bawah. Kondisi tersebut tentu akan berpengaruh pada kemampuan siswa dalam membaca pemahaman. Sejalan dengan hal tersebut, diperlukan studi penilaian kemampuan guru melalui video dengan memanfaatkan data PIRLS. Pemanfaatan data PIRLS sebatas pada penggunaan tes PIRLS untuk mengukur kemampuan membaca dan pemilihan subjek penelitian, yaitu sekolah yang dijadikan subjek penelitian PIRLS Rumusan Masalah Sejalan dengan latar belakang tersebut di atas dan berdasarkan TOR dari Pusat Penilaian Pendidikan, masalah umum yang muncul dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kinerja guru dalam pembelajaran membaca di kelas IV SD/MI. Secara khusus, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Bagaimanakah karakteristik SD/MI yang menjadi subjek penelitian ini? 2) Bagaimanakah model penilaian kinerja guru melalui rekaman video dalam melaksanakan pembelajaran membaca pemahaman bahasa Indonesia bagi siswa kelas IV SD/MI? 3) Bagaimanakah kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman di kelas IV SD/MI? 4) Adakah faktor-faktor yang diduga memengaruhi kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman? 5) Bagaimanakah kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV SD/MI? 5

15 6) Adakah faktor-faktor yang diduga memengaruhi kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV SD/MI? 7) Adakah pengaruh yang signifikan kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman terhadap kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV SD/MI? 1.3. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kinerja guru dalam pembelajaran membaca di kelas IV SD/MI. Secara rinci, tujuan penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut. 1) Mendeskripsikan karakteristik SD/MI yang menjadi subjek penelitian ini. 2) Mengembangkan model penilaian kinerja guru melalui rekaman video dalam melaksanakan pembelajaran membaca pemahaman bahasa Indonesia bagi siswa kelas IV SD/MI. 3) Mendeskripsikan kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman di kelas IV SD/MI. 4) Mendeskripsikan faktor-faktor yang diduga memengaruhi kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman. 5) Mendeskripsikan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV SD/MI. 6) Mendeskripsikan faktor-faktor yang diduga memengaruhi kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV SD/MI. 7) Mendeskripsikan pengaruh kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman terhadap kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV SD/MI Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat yang cukup luas, mulai dari manfaat yang bersifat praktis sampai dengan manfaat teoretis. Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat dalam rangka pengembangan teori pembelajaran 6

16 membaca dan teori membaca. Secara praktis, penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut. Potret/profil pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya membaca, hasil penelitian ini akan memberi gambaran yang utuh dan nyata pelaksanaan pembelajaran di Indonesia. Potret tersebut akan sangat bermanfaat dalam rangka pengembangan pembelajaran membaca. Melalui rekaman tersebut juga dapat diketahui sisi baik dan sisi lemah pembelajaran. Dengan potret tersebut juga akan dapat diketahui arah pembinaan pembalajaran membaca. Deskripsi kemampuan membaca siswa kelas IV akan memberikan gambaran yang utuh tentang keberhasilan pembelajaran bahasa Indonesia. Melalui deskripsi tersebut akan diketahui titik-titik lemah kemampuan membaca siswa. Dengan diketahuinya titik lemah kemampuan siswa dalam membaca akan segera diketahui langkah-langkah pembinaannya. Diketahuinya hubungan kemampuan membaca siswa dan potret pembelajaran membaca serta diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja guru akan segera diketahui langkah-langkah pembinaan terhadap guru. Dengan demikian, hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang sangat praktis dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran membaca. Hasil penelitian ini juga akan dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dalam rangka mengambil kebijakan yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa Indonesia, khsususnya pembelajaran membaca. Di sisi lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan argumentasi yang cukup memadai terhadap hasil studi PIRLS. Melalui penelitian ini diharapkan kondisi pembelajaran membaca dapat dideskripsikan secara mantap sehingga rendahnya kemampuan membaca siswa dapat ditelusuri. Dengan demikian, berbagai hal yang berhubungan dengan rendahnya kemampuan membaca dan kondisi pembelajaran membaca dapat dikaji lebih cermat. 7

17 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keterampilan Membaca Keterampilan membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif. Membaca pada hakikatnya merupakan suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan meta kognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menerjemakan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Proses membaca secara garis besar terdiri atas recording, decoding, dan meaning. Recording merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyianya sesuai dengan sitem tulisan yang digunakan. Proses decoding (penyandian) merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Proses recording dan decoding biasanya berlangsung pada kelas-kelas awal, yaitu SD kelas I,II, dan III yang dikenal dengan istilah membaca permulaan. Penekanan membaca pada tahap ini ialah proses perseptual, yaitu pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa. Semntara itu prose memahami makna (meaning) lebih ditekankan di kelas-kelas tinggi SD (Rahim, 2007; Syafi i, 1999). Di samping keterampilan decoding, pembaca juga harus memiliki keterampilan memahami makna (meaning). Pemahaman makna berlangsung melalui berbagai tingkat, mulai dari tingkat pemahaman literal sampai kepada pemahaman interpretatif, dan evaluatif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa membaca merupakan gabungan proses perseptual dan kognitif. Menurut pandangan tersebut, membaca sebagai proses visual merupakan proses menerjemakan simbol tulis de dalam bunyi. Sebagai suatu prose berpikir, membaca mecakup pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan membaca kreatif. Dengan demikian, membaca merupakan suatu proses yang sangat kompleks yang didalamnya melibatkan berbagai aspek keterampilan dan kemampuan, baik yang bersifat maknanya maupun pemahaman. 8

18 Menurut Burns (dalam Rahim, 2007), membaca merupakan proses yang kompleks. Proses ini melibatkan sejumlah kegiatan fisik dan mental. Proses membaca teridiri atas 9 aspek, yaitu sensori, persptual, urutan, pengalaman, pikiran, pembelajaran, asosiasi, sikap, dan gagasan. Proses membaca dimulai dengan sensori visual yang deperoleh melalui pengungkapan simbol-simbol grafis melalui indera penglihatan. Anak-anak belajar membedakan secara visual di antara simbol-simbol grafis (huruf atau kata), yang digunakan untuk merepresentasikan bahasa lisan. Kegiatan berikutnya adalah tindakan perseptual, yaitu aktivitas mengenal suatu kata sampai pada suatu makna berdasarkan pengalaman yang lalu. Kegiatan persepsi melibatkan kesan sensori yang masuk ke otak ketika seseorang membaca. Otak menerima gambaran kata-kata, kemudian mengungkapkannya dari halaman cetak berdasarkan pengalaman pembaca sebelumnya dengan objek, gagasan, atau emusi yang dipresentasikan oleh suatu kelas. Pembaca mengenali simbolsimbol tulis dalam bentuk kata, frasa, dan kalimat. Pembaca kemudian menginterpretasi teks yang dibaca berdasarkan pengalamannya. Berdasarkan tujuannya, membaca dapat dipilah menjadi dua, yaitu membaca intensif dan membaca ekstensif. Membaca intensif adalah membaca secara cermat untuk memahami suatu teks secara tepat dan akurat. Yang termasuk kategori membaca intensif, antara lain, membaca dokumendokumen resmi, membaca surat, buku-buku pelajaran, karya ilmiah, dan membaca artikel. Kemampuan membaca intensif merupakan kemampuan memahami detail secara akurat, lengkap, dan kritis terhadap fakta, konsep, gagasan, pendapat, pengalaman, pesan, dan perasaan yang ada pada teks. Membaca intensif ini sering diidentikkan dengan teknik membaca untuk belajar. Dengan keterampilan membaca intensif ini, para siswa/mahasiswa dapat memahami baik pada tingkatan literal, interpretatif, kritis, dan evaluatif. Membaca ekstensif adalah membaca untuk kesenangan dengan penekanan pada pemahaman umum, bukan pemahaman detil isi teks sebagaimana membaca intensif. Dalam membaca ekstensif seseorang dituntut untuk dapat mengakses sebanyak mungkin judul buku/artikel/ berita dengan 9

19 topik-topik yang sudah populer. Membaca ekstensif dilakukan dalam rangka menumbuhkan kesenangan dan kemauan membaca beragam wacana tulis. Dengan membaca ekstensif seseorang dapat meningkatkan kemampuan dan minat bacanya. Membaca ekstensif memiliki beberapa karakteristik berikut. (1) Membaca dilakukan terhadap sebanyak mungkin teks (bisa dilakukan di luar kelas). (2) Topik dan bentuk wacana yang dibaca bervariasi. (3) Pembaca memilih sendiri buku/teks yang ingin dibaca (memperhatikan minat). (4) Tujuan membaca berhubungan dengan kesenangan, memperkaya informasi, dan pemahaman umum terhadap isi teks/wacana. (5) Membaca ekstensif akan memperkuat penguatan diri sendiri. (6) membaca ekstensif bersifat individual dan bersifat membaca senyap. (7) Membaca dilakukan dengan kecepatan cukup (tidak cepat dan tidak lambat). (8) Pembaca tidak diberi tes sesudah membaca (pembaca hanya memberikan respon personal/komentar terhadap apa yang dibaca). Kemampuan membaca pemahaman dapat dipilah menjadi empat tingkatan, yaitu 1) pemahaman literal, 2) interpretasi, 3) membaca kritis, dan 4) membaca kreatif. Tingkat pemahaman yang pertama adalah pemahaman literal. Dalam pemahaman literal pembaca hanya memahami makna apa adanya, sesuai dengan makna simbol-simbol bahasa yang ada dalam bacaan. Pembaca hanya menangkap sesuatu yang secara tersurat ada dalam teks. Pemahaman interpretasi mengarah pada pemahaman secara tersirat. Pada tingkat ini pembaca sudah mampu menangkap pesan secara tersirat. Artinya di samping pesan-pesan secar tersurat seperti pada tingkat pemahaman literal, pembaca juga dapat memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya tidak tertera secara eksplisit dalam teks. Pemahaman kritis mengarah pada pemahaman yang lebih kompleks. Pada tingkat ini, pembaca tidak hanya mampu menangkap makna tersurat dan tersirat. Pembaca pada tingkat ini mampu menganalisis dan sekaligus membuat sintesis dari informasi yang diperolehnya melalui teks. Di samping itu pembaca juga mampu melakukan evaluasi atau penilaian secara akurat. Artinya, pembaca tahu persis akan kebenaran atau kesalahan isi wacana berdasarkan pengetahuan 10

20 dan data-data yang dimilikinya tentang informasi yang ada dalam bacaan. Pembaca pada tingkat ini sudah mampu membuat kritik terhadap satu bacaan atau sebuah buku. Pemahaman kreatif mengarah pada kemampuan pembaca untuk melakukan tindak lanjut dari aktivitas membaca. Selesai membaca, pembaca akan mencoba atau bereksperimen membuat sesuatu yang baru berdasarkan isi teks Kemampuan Berliterasi Versi PIRLS Literasi membaca didefinisikan sebagai tingkat kemampuan dalam menggunakan informasi tertulis sesuai dengan situasi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan itu berkenaan dengan keterampilan memahami, menggunakan, dan melakukan refleksi terhadap bacaan sesuai dengan tujuan membacanya, yaitu untuk menambah dan mengembangkan pengetahuan dan potensi diri, serta untuk berperan di masyarakat (OECD, 2003). Pengertian literasi di atas berbeda dengan definisi umum tentang literasi yang biasanya dibatasi hanya pada kemampuan membaca secara harfiah dari teks tertulis. Konsep literasi membaca dalam PISA dibatasi oleh tiga dimensi, yaitu format bahan bacaan, jenis tugas membaca atau aspek membaca, dan situasi kapan bacaan itu digunakan. Dimensi pertama adalah format teks yang dibagi ke dalam teks berkelanjutan (continuous texts) dan teks tidak berkelanjutan (non-continuous texts). Teks berkelanjutan terdiri atas teks yang padat kalimat dan diatur dalam paragraf serta dapat dalam bentuk struktur yang lebih besar seperti bagian, bab, atau buku. Teks takberkelanjutan adalah teks yang tidak dalam bentuk kalimat yang padat kata melainkan dalam format non-teks yang biasanya memerlukan pendekatan atau cara membaca yang berbeda. Dimensi kedua adalah tugas membaca yang dibagi ke dalam tiga aspek. Pertama, tugas untuk menemukan informasi, tepatnya mencari informasi di dalam suatu teks. Kedua, tugas untuk menginterpretasikan teks, yaitu kemampuan untuk membangun makna dan menarik simpulan dari 11

21 informasi tertulis. Ketiga, tugas melakukan refleksi dan mengevaluasi teks. Tugas ini dimaksudkan untuk menghubungkan informasi tertulis dengan pengetahuan, gagasan, dan pengalaman sebelumnya. Dimensi ketiga adalah situasi atau konteks yang merupakan kategorisasi teks berdasarkan pada tujuan teks itu ditulis, hubungan teks itu dengan orang lain, dan konteks yang sifatnya umum. Teks yang dipilih dalam PISA memaksimalkan keanekaragaman situasi, yaitu situasi pribadi, pendidikan, pekerjaan, dan umum. Kemampuan berliterasi dipilah menjadi lima. Sebagai gambaran berikut dipaparkan tingkatan tertinggi dan terendah. Pencapaian pada Tingkat Literasi-5 (di atas Nilai 625). Para siswa yang dapat mencapai tingkat literasi-5 dalam PISA 2003 ini memiliki kemampuan membaca yang canggih, seperti menemukan informasi yang rumit dalam teks yang tidak dikenal sebelumnya, mempertunjukkan pemahaman yang terperinci, menarik simpulan dari informasi yang ada di dalam teks, dan mengevaluasi dengan kritis, membangun hipotesis, serta mengemukakan konsep yang mungkin bertentangan dengan harapannya sendiri. Siswa yang memiliki kemampuan membaca seperti ini diharapkan akan memberikan kontribusi pada negara dengan menjadi pemikir atau pekerja yang dapat disejajarkan dengan pekerja tingkat dunia di masa yang akan datang. Pencapaian pada Tingkat Literasi-1 (Nilai 335 sampai 407) atau di bawah Nilai 335. Literasi membaca yang didefinisikan oleh PISA lebih mengarah pada pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam menerapkan kemampuan membacanya untuk belajar lebih lanjut, dan bukan hanya keterampilan teknis dalam tingkat belajar membaca. Karena sedikit sekali siswa di negara OECD yang belum memperoleh keterampilan teknis membaca ini, PISA tidak dimaksudkan untuk mengukur hal-hal seperti bagaimana siswa dapat mengeja dengan baik, mengenal banyak kosakata, atau menjadi pembaca yang baik. Sejalan dengan pandangan kontemporer tentang literasi membaca, PISA lebih memusatkan perhatiannya untuk mengukur kemampuan siswa dalam membangun, mengembangkan, dan melakukan penilaian dari apa yang mereka baca dengan jenis dan format teks yang biasa mereka temukan dalam 12

22 kehidupan sehari-hari. Kemampuan membaca yang masih pada tarap 'belajar membaca' inilah yang termasuk ke dalam Tingkat Literasi-1. Siswa yang dapat mencapai tingkat literasi ini umumnya hanya mampu untuk membaca teks yang paling sederhana yang dikembangkan dalam PISA, seperti menemukan informasi yang ada di dalam bacaan sederhana, mengidentifikasi tema utama suatu teks atau menghubungkan informasi sederhana dengan pengetahuan sehari-hari. Siswa yang memperoleh nilai di bawah 335, yaitu di bawah Tingkat literasi-1, tidak akan dapat mengerjakan soal-soal PISA. Hal itu tidak berarti bahwa mereka tidak memiliki keterampilan membaca. Mereka hanya akan mampu mengerjakan setengah dari seluruh soal yang diberikan untuk Tingkat literasi-1. Siswa pada tingkat literasi yang rendah ini akan mengalami kesulitan dalam menggunakan kemampuan membacanya yang terbatas sebagai alat belajar, untuk menambah dan memperluas pengetahuan dan keterampilan dalam bidang studi yang mereka minati sendiri. Dengan pencapaian keterampilan di bawah Tingkat literasi-1 ini, mereka diperkirakan akan mengalami kesulitan dalam persiapan mereka melanjutkan pendidikan atau memasuki dunia kerja dan lebih jauh lagi tidak akan mampu memanfaatkan kemampuan membacanya untuk meneruskan belajar sepanjang hayat. Sebanyak 14% siswa OECD berada pada Tingkat literasi-1, dan 8% di bawah Tingkat literasi-1. Di Finlandia dan Korea, hanya 5% dari siswanya berada pada Tingkat literasi-1, dan 1% di bawah itu. Pada negara OECD lainnya, persentase siswa yang hanya bisa mencapai atau di bawah Tingkat literasi-1 adalah antara 10 sampai 52 persen. Seperempat negara anggota OECD masih memiliki antara 2 sampai 5 persen siswa yang berada di bawah Tingkat literasi-1. Pada negara-negara Mexico, Turki, Yunani, Slovakia, Italia, Luxembourg, Jerman, Portugal, Spanyol, Austria, dan Hungaria, lebih dari 20% siswanya hanya berada pada Tingkat literasi-1. Kondisi yang sama juga terjadi pada negara non-oecd Tunisia, Brazil, Serbia, Thailand, Uruguay, Federasi Rusia, dan Indonesia. Sebanyak 25%--34% persen siswa Indonesia, sebagaimana 13

23 juga siswa di Mexico, Brazil, dan Tunisia, tidak dapat mencapai Tingkat literasi Kompetensi Pembelajaran Membaca di SD Pembelajaran membaca di sekolah dasar di Indonesia menjadi bagian tidak terpisahkan dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran membaca tidak berdiri sendiri sebagai sebuah mata pelajaran. Pembelajaran membaca merupakan salah satu aspek pembelajaran bahasa Indonesia yang diarahkan untuk mengembangkan kompetensi membaca. Dengan demikian, pembelajaran membaca dapat dilakukan terpadu dengan pembelajaran keterampilan berbahasa lainnya. Pembelajaran membaca di SD dikembangkan berdasarkan ramburambu yang telah digariskan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Salah satu hal penting yang harus ditaati guru dalam mengembangkan pembelajaran membaca adalah pencapaian standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD). Dalam Standar Isi telah digariskan standar kompetensi yang harus dibelajarkan kepada siswa. SK untuk pembelajaran membaca kelas 1 sampai dengan kelas 4 dapat dipaparkan sebagai berikut. Memahami teks pendek dengan membaca nyaring (1/1). Memahami teks pendek dengan membaca lancar dan membaca puisi anak (1/2). Memahami teks pendek dengan membaca lancar dan membaca puisi anak (2/1). Memahami ragam wacana tulis dengan membaca nyaring dan membaca dalam hati (2/2). Memahami teks dengan membaca nyaring, membaca intensif, dan membaca dongeng (3/1). Memahami teks dengan membaca intensif ( kata) dan membaca puisi (3/2). Memahami teks agak panjang ( kata), petunjuk pemakaian, makna kata dalam kamus/ensiklopedi (4/1). 14

24 Memahami teks melalui membaca intensif, membaca nyaring, dan membaca pantun (4/2). Standar kompetensi tersebut dijabarkan lebih rinci ke dalam kompetensi dasar. Kompetensi dasar inilah yang menjadi pijakan operasional guru dalam melakukan pembelajaran membaca. Kompetensi dasar yang harus dibelajarkan kepada siswa kelas 1 sampai dengan kelas 4 SD dapat dipaparkan sebagai berikut. Membaca nyaring suku kata dan kata dengan lafal yang tepat (1/1). Membaca nyaring kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat (1/1). Membaca lancar beberapa kalimat sederhana yang terdiri atas 3-5 kata dengan intonasi yang tepat (1/2). Membaca puisi anak yang terdiri atas 2-4 baris dengan lafal dan intonasi yang tepat (1/2). Menyimpulkan isi teks pendek (10-15 kalimat) yang dibaca dengan membaca lancar (2/1). Menjelaskan isi puisi anak yang dibaca (2/1). Membaca nyaring teks (15-20 kalimat) dengan memperhatikan lafal dan intonasi yang tepat (2/2). Menyebutkan isi teks agak panjang (20-25 kalimat) yang dibaca dalam hati (2/2). Membaca nyaring teks (20-25 kalimat) dengan lafal dan intonasi yang tepat (3/1). Menjelaskan isi teks ( kata) melalui membaca intensif (3/1). Menceritakan isi dongeng yang dibaca (3/1). Menjawab dan atau mengajukan pertanyaan tentang isi teks agak panjang ( kata) yang dibaca secara intensif (3/2). Membaca puisi dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat (3/2). Menemukan pikiran pokok teks agak panjang ( kata) dengan cara membaca sekilas (4/1). 15

25 Melakukan sesuatu berdasarkan petunjuk pemakaian yang dibaca (4/1). Menemukan makna dan informasi secara tepat dalam kamus/ensiklopedi melalui membaca memindai (4/1). Menemukan kalimat utama pada tiap paragraf melalui membaca intensif (4/2). Membaca nyaring suatu pengumuman dengan lafal dan intonasi yang tepat (4/2). Membaca pantun anak secara berbalasan dengan lafal dan intonasi yang tepat (4/2). Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut, guru mengembangkan indikator pembelajaran, materi pembelajaran, dan strategi pembelajaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran membaca di SD dikembangkan berdasarkan SK dan KD yang telah digariskan oleh Pemerintah. Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bila guru dalam membelajarkan membaca selalu terpaku pada aturan tersebut. Sebenarnya, guru dapat mengembangkan pembelajaran ke arah yang lebih baik lagi. Akan tetapi, birokrasi sering menghambat guru dalam melakukan kreasi dalam melakukan pembelajaran. Keterikatan/ketaatan pada aturan masih disikapi para pejabat sekolah sebagai cara untuk melihat keberhasilan pembelajaran Strategi Pembelajaran Membaca Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, termasuk pembelajaran membaca, adalah pendekatan komunikatif, yaitu pendekatan yang mengarahkan pembelajaran membaca sebagai kegiatan berkomunikasi secara tulis. Dalam rambu-rambu kurikulum 2004 yang menjadi dasar pengembangan KTSP dinyatakan secara tersurat bahwa dalam pembelajaran bahasa Indonesia digunakan pendekatan komunikatif. Hal tersebut didasarkan atas fungsi utama bahasa adalah sebagai alat untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, setiap warga dituntut untuk terampil berbahasa, termasuk terampil membaca. Bila setiap warga sudah terampil 16

26 berbahasa, komunikasi antarwarga akan berlangsung dengan baik (Depdiknas, 2003). Penggunaan pendekatan komunikatif tersebut mengamanatkan kepada guru agar pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan pada hakikat bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Dalam berkomunikasi tulis, ada pihak yang berperan sebagai penyampai maksud, yaitu penulis, dan penerima maksud, pembaca. Agar komunikasi terjalin dengan baik, kedua pihak harus bekerja sama dengan baik. Kerja sama yang baik itu dapat diciptakan dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain memperhatikan siapa yang diajak berkomunikasi, situasi, tempat, isi komunikasi, dan media yang digunakan. Sejalan dengan pernyataan di atas, orientasi pembelajaran bahasa Indonesia berubah dari pembelajaran dengan penekanan pada aspek bentuk kepada pembelajaran yang menekankan pada aspek fungsi bahasa, yaitu sebagai alat komunikasi (Subyakto-Nababan, 1993). Dengan demikian, kamahiran siswa berkomunikasi menjadi hal utama dalam pembelajaran. Tugas guru adalah melatih siswa agar mahir berkomunikasi, yaitu mahir menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam berbagai ragam peristiwa komunikasi berbahasa Indonesia. Termasuk dalam kemahiran berkomunikasi ini adalah kemahiran berkomunikasi tulis. Oleh karena itu, pembelajaran menulis seharusnya didasarkan pada realitas penggunaan bahasa sebagaimana yang terjadi di masyarakat dan benar-benar digunakan sebagai alat komunikasi oleh masyarakat dengan berbagai ragam dan fungsinya. Demikian juga halnya dengan pembelajaran membaca. Pembelajaran membaca perlu diarahkan pada kemampuan siswa secara nyata dapat memaknai bacaan. Sejalan dengan hal tersebut, Depdiknas (2003) menyarankan beberapa rambu-rambu pembelajaran yang perlu diperhatikan guru dalam membelajarkan keterampilan berbahasa. Rambu-rambu tersebut adalah sebagai berikut. (1) Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran membaca perlu diarahkan pada kemampuan 17

27 berkomunikasi secara tertulis, yaitu kemampuan memahami teks sebagai sarana komunikasi tulis. (2) Pelaksanaan pembelajaran membaca sebaiknya disajikan secara terpadu dengan pembelajaran keterampilan berbahasa lainnya. (3) Pembelajaran membaca harus mengakomodasi semua aspek bahasa mulai yang terkecil sampai dengan yang terbesar yang diajarkan dengan prinsip mudah ke sukar, sederhana ke rumit, dan lingkungan yang sempit ke lingkungan yang luas. (4) Pembelajaran membaca diarahkan pada upaya mempertajam kepekaan perasaan siswa termasuk dalam konteks analitik yang mendalam sehingga diharapkan mencapai proses berpikir dan bernalar. (5) Butir pembelajaran membaca dalam kurikulum merupakan bahan yang disarankan untuk dibelajarkan dan perlu dikembangkan sesuai dengan situasi. (6) Sumber belajar menulis dapat berupa buku pelajaran yang diwajibkan, buku pelajaran yang sesuai, buku pelengkap, ensiklopedi, kamus, media cetak, media elektronika, lingkungan sekitar, nara sumber, pengalaman dan minat anak, serta hasil kerja anak. (7) Penilaian pembelajaran keterampilan membaca harus tetap mengacu pada rambu-rambu umum yang memperhatikan berbagai aspek sesuai dengan jenis kegiatan membaca. Sejalan dengan pembelajaran berbahasa tersebut, pembelajaran membaca selayaknya diarahkan untuk membimbing siswa mencapai tingkat pemahaman yang akan berguna dalam kehidupannya. Untuk itu, langkahlangkah berikut layak dijadikan pedoman bagi guru dalam melakukan pembelajaran membaca. Menangkap rincian yang meliputi kemampuan mengidentifikasi, membandingkan, dan mengklasifikasikan gagasan-gagasan yang dituangkan penulis. 18

28 Menangkap urutan (sequence) gagasan yang dipergunakan penulis untuk mendukung pokok-pokok pikirannya. Menemukan sebab akibat. Menemukan gagasan pokok dan gagasan penunjang. Meramalkan konsekuensi-konsekuensi yang bakal muncul pada bagian berikutnya dari bacaan. Menilai maksud yang dikemukakan; Berlatih memecahkan masalah yang dilemparkan oleh penulis. Secara garis besar kegiatan pembelajaran membaca dapat dipilah menjadi tiga, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Dalam kegiatan perencanaan, tugas guru adalah merencanakan pembelajaran membaca secara utuh sesuai dengan aturan yang berlaku. Rencana pembelajaran membaca ini dituangkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). RPP tersebut kemudian diaktualisasikan dalam pembelajaran di kelas. Dalam mengaktualisasikan pembelajaran membaca di kelas guru perlu mengembangkannya sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran membaca yang meliputi tiga tahapan membaca. Ketiga tahapan tersebut perlu dikembangkan sesuai dengan konteks di lapangan. Secara garis besar, ketiga tahapan tersebut adalah sebagai berikut. Secara umum, tujuan melakukan kegiatan dalam tahap pramembaca adalah untuk memotivasi siswa agar mereka tertarik pada teks. Secara khusus, kegiatan pada tahap pramembaca dimaksudkan untuk (1) mengaktifkan skemata pengetahuan siswa; (2) melatih siswa agar siswa mempunyai tujuan tertentu sebelum membaca; dan (3) memberikan motivasi dan rasa percaya diri pada siswa. Tujuan utama mengaktifkan skemata adalah menghubungkan kemampuan yang telah dimiliki dengan kemungkinankemungkinan yang akan ada dalam teks bacaan. Widdowson (dalam Carrel, 1988) menyatakan bahwa membaca adalah proses pengombinasian informasi tekstual dengan informasi yang dimiliki pembaca berkaitan dengan teks. Lebih lanjut dinyatakan bahwa proses 19

29 membaca bukan sekedar proses menyarikan informasi dari teks, tetapi membaca adalah proses mengaktifkan seperangkat pengetahuan yang dimiliki pembaca untuk menggali atau memperluas informasi-informasi baru yang terdapat dalam teks. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika membaca dipandang sebagai sebuah dialog antara pembaca dengan teks. Membaca pada hakikatnya adalah upaya menangkap gagasan penulis sesuai dengan kebutuhan pembaca. Oleh sebab itu, siswa perlu dilatih untuk memiliki tujuan dalam membaca. Pembaca memiliki tujuan yang berbeda sewaktu membaca. Pertanyaan-pertanyaan pengarah dapat membantu siswa mengefisienkan kegiatan membaca selaras dengan tujuannya. Sebagai contoh: untuk melatih siswa agar membaca dengan tujuan tertentu, misalnya menemukan gagasan pokok paragraf dari teks yang dibaca, maka siswa dapat diminta untuk menjawab pertanyaan berikut: apakah yang dimaksud dengan gagasan pokok dalam paragraf, apa ciri kalimat yang memuat gagasan pokok? Apakah yang dimaksud gagasan penjelas? Apakah ciri kalimat yang dikategorikan sebagai kalimat penjelas? Kegiatan pramembaca ini dapat dilakukan secara individu atau kelompok. Dengan demikian mereka mempunyai sesuatu dalam pikiran mereka untuk dicari ketika mereka membaca teks. Dengan kata lain, pertanyaan yang diajukan pada tahap pramembaca menjadi tujuan mereka membaca yang diharapkan dapat memotivasi mereka menjawab pertanyaan setelah membaca teks. Upaya lain yang perlu dilakukan guru dalam kegiatan pramembaca adalah memberikan motivasi dan mengembangkan rasa percaya diri siswa. Dengan rangsangan awal berupa gambar terkait dengan teks yang dibaca, atau mengemukakan fakta-fakta menarik dan aktual terkait dengan teks yang akan dibaca, sebenarnya seorang guru telah memberikan motivasi dan membangkitkan minat baca siswa terhadap teks. Selain itu, guru dapat mengembangkan rasa percaya diri sebelum siswa melihat teks tersebut. Siswa sering mendapat kesulitan terutama bila mereka menemukan atau menghadapi teks otentik yang biasanya di atas kemampuan linguistik mereka. Salah satu cara menghadapi kesulitan teks tersebut adalah memberikan tugas yang mudah, misalnya kita memberi tugas yang dapat diselesaikan melalui 20

30 pengorganisasian isi dan sub-judul. Guru dapat memberikan latihan memasangkan paragraf dengan judul atau sub judulnya. Dengan cara tersebut, guru membantu menghilangkan rasa frustasi walaupun teks tersebut penuh dengan kesulitan linguistik. Ilustrasi isi teks dengan menggunakan gambar juga dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam memahami teks yang agak sulit. Tahap berikutnya setelah kegiatan pramembaca adalah kegiatan membaca. Tahap membaca merupakan tahap yang paling penting dalam proses pembelajaran membaca. Untuk dapat memahami teks secara utuh, siswa perlu menguasai bebagai teknik membaca, mengenali bagaimana tujuan penulisan itu dicapai, dan memahami makna teks. Dalam membaca dikenal berbagai teknik membaca sesuai dengan tujuan membaca. Teknik membaca tersebut antara lain adalah teknik skimming dan scanning, inferensi, memahamai hubungan antarkalimat, dan menyambung kalimat dengan gagasan. Skimming maupun scanning merupakan teknik membaca khusus yang diperlukan untuk membaca cepat dan efesien. Teknik membaca skimming, dilaksanakan dengan melihat secara menyeluruh teks secara cepat untuk memperoleh intinya, untuk mengetahui bagaimana teks itu disusun, atau untuk memperoleh gagasan mengenai maksud penulis. Scanning adalah teknik membaca untuk mengetahui hal-hal tertentu yang ada dalam sebuah teks. Inferensi mengarah pada penggunaan petunjuk-petunjuk sintaksis, logis, dan budaya untuk menemukan makna dari elemen yang tidak diketahui. Bila elemen yang tidak diketahui adalah kata, maka formasi kata dan derivasi akan memainkan peranan yang penting. Ketidakmampuan untuk menyimpulkan makna elemen yang tidak diketahui sering menimbulkan keputusasaan pada diri siswa ketika mereka menghadapi teks yang baru. Problem yang sama timbul ketika siswa tidak dapat memahami struktur kalimat. Hal ini akan menghalangi pemahaman siswa bila teks terdiri dari kalimat-kalimat kompleks. Aspek lain yang penting dalam mempersiapkan siswa adalah memahami berbagai alat yang digunakan untuk menghasilkan textual cohesion dan memahami penggunaan reference dan kata sambung. Reference termasuk 21

31 semua alat yang memungkinkan hubungan leksikal dalam teks, misalnya elemen yang sebelumnya disebut. Siswa perlu menyadari bahwa teks merupakan jaringan ide-ide yang berhubungan dengan menggunakan referensi. Latihan di bawah ini dapat membantu siswa mengenali penggunaan referensi dengan cepat. Tahapan berikutnya setelah membaca adalah tahap pascabaca. Tahap setelah membaca ini meliputi kegiatan menjawab pertanyaan pemahaman dan mengerjakan tugas yang berkaitan dengan teks yang dibaca. Pertanyaan dapat diberikan untuk mengetahui apakah siswa telah memahami teks dengan baik. Selain itu, pertanyaan pemahaman yang baik dapat menjadi stimulus untuk merefleksikan apa yang telah dibaca siswa (reflective reading). Masalahnya adalah pertanyan yang bagaimana yang dapat memberikan stimulus untuk reflective reading? Untuk menjawab tersebut kita perlu mengetahui beragam jenis pertanyaan pemahaman. Beragam pertanyaan ini dapat dipilih berdasarkan tingkat kemampuan membaca. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dilihat tingkat kemampuan membaca yang akan dilatihkan kepada siswa Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemampuan Membelajarkan Membaca Kemampuan seseorang dalam membelajarkan membaca pemahaman diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor diri guru maupun faktor di luar diri guru, misalnya faktor sarana dan prasarana sekolah. Faktor diri guru yang diduga berpengaruh pada kemampuan membelajarkan membaca pemahaman adalah faktor pendidikan, pengalaman menjadi guru, pengalaman menjadi guru bahasa Indonesia, dan pendidikan/pelatihan khusus yang diikuti. Pendidikan merupakan hal yang sangat esensial dalam pengembangan diri seseorang. Demikian juga halnya dengan jenjang pendidikan yang dimiliki oleh seorang guru. Pendidikan yang bersifat khas yang memang dirancang secara khusus untuk mempersiapkan calon guru bahasa akan memberikan hasil yang berbeda dengan pendidikan yang bersifat umum. Guru yang tidak 22

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis melalui media

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN Dalam bab ini diuraikan proses pengembangan model penilaian otentik dalam pembelajaran membaca pemahaman yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dikuasai oleh peserta didik, yaitu kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca,

BAB I PENDAHULUAN. harus dikuasai oleh peserta didik, yaitu kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran Bahasa Indonesia mempunyai empat aspek kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik, yaitu kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan menyimak, berbicara dan menulis. Tek (tulisan) berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan menyimak, berbicara dan menulis. Tek (tulisan) berfungsi sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa, selain keterampilan menyimak, berbicara dan menulis. Tek (tulisan) berfungsi sebagai media interaksi penulis dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis serta menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pemberian makna terhadap tulisan, sesuai dengan maksud penulis. Membaca

BAB II KAJIAN TEORI. pemberian makna terhadap tulisan, sesuai dengan maksud penulis. Membaca BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Membaca Menurut Dechant (melalui Zuchdi, 2008:21), membaca adalah proses pemberian makna terhadap tulisan, sesuai dengan maksud penulis. Membaca pada hakikatnya

Lebih terperinci

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari

Lebih terperinci

2016 PENGARUH TEKNIK SCRAMBLE TERHADAP KEMAMPUAN MENENTUKAN IDE POKOK DAN MEMPARAFRASE DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

2016 PENGARUH TEKNIK SCRAMBLE TERHADAP KEMAMPUAN MENENTUKAN IDE POKOK DAN MEMPARAFRASE DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pengajaran membaca pemahaman merupakan salah satu aspek pokok dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dalam kegiatan membaca siswa dituntut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ada empat keterampilan berbahasa yang diterima oleh peserta didik secara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ada empat keterampilan berbahasa yang diterima oleh peserta didik secara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada empat keterampilan berbahasa yang diterima oleh peserta didik secara berurutan. Keterampilan tersebut adalah mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas delapan hal. Pertama, dibahas latar belakang masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa sekolah dasar. Kemudian, dibahas identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan pikirannya secara ilmiah dalam komunikasi ilmiah. Sarana yang digunakan dalam pembelajaran

Lebih terperinci

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012 Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Jenjang : SMP/SMA Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012 1. Mengungkapkan secara lisan wacana nonsastra 1.1 Menggunakan wacana lisan untuk wawancara 1.1.1 Disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dari membaca. Roger Farr (Damaianti, 2001:4) mengemukakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dapat dari membaca. Roger Farr (Damaianti, 2001:4) mengemukakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Membaca merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan seseorang karena dengan membaca kita dapat mengetahui segala hal. Banyak ilmu yang kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan salah satu pemersatu bangsa. Melalui bahasa manusia dapat berinteraksi dengan manusia lainnya karena manusia merupakan makhluk sosial yang

Lebih terperinci

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Sertifikasi Guru Tahun 2012

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Sertifikasi Guru Tahun 2012 Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Jenjang : SMP/SMA Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Sertifikasi Guru Tahun 2012 1. Mengungkapkan secara lisan wacana nonsastra 2. Mengungkapkan wacana tulis nonsastra 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budayanya dan budaya orang lain, serta mengemukakan gagasan dan

BAB I PENDAHULUAN. budayanya dan budaya orang lain, serta mengemukakan gagasan dan 1 BAB I PENDAHULUAN peserta didik agar dapat mengenali siapa dirinya, lingkungannya, budayanya dan budaya orang lain, serta mengemukakan gagasan dan perasaannya. Penggunaan bahan ajar yang jelas, cermat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Secara luas dapat diartikan bahwa

Lebih terperinci

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Dalam penelitian diperlukan suatu metode dan teknik penelitian yang sesuai dengan masalah yang diteliti sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan.

Lebih terperinci

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) 34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada hakikatnya manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, tidak langsung dapat berdiri sendiri, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, memengaruhi atau dipengaruhi orang lain. Melalui bahasa, orang dapat

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, memengaruhi atau dipengaruhi orang lain. Melalui bahasa, orang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa bahasa lisan dan bahasa tulis. Melalui bahasa seseorang dapat mengemukakan pikiran dan keinginannya kepada orang

Lebih terperinci

35. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E)

35. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E) 35. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik

Lebih terperinci

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB-A)

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB-A) 32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB-A) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia menuntut siswa untuk mampu menuangkan pikiran serta perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang pendidikan nasional. Sesuai dengan fungsi pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang pendidikan nasional. Sesuai dengan fungsi pendidikan nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dikuasai dalam bidang pendidikan nasional. Sesuai dengan fungsi pendidikan nasional pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menulis merupakan salah satu cara manusia untuk mengungkapkan sebuah ide atau gagasan kepada orang lain melalui media bahasa tulis. Bahasa tulis tentu berbeda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling melengkapi

Lebih terperinci

2013 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI METODE MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR

2013 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI METODE MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan dasar bagi pengetahuan manusia. Bahasa juga dikatakan sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh setiap manusia dengan yang lain. Sebagai alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa terampil berbahasa dan mampu berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan siswa berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Membaca Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual,

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA Standar Guru C C2 C3 C4 C5 C6 Menggunakan secara lisan wacana wacana lisan untuk wawancara Menggunakan wacana lisan untuk wawancara Disajikan penggalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah mempertinggi kemahiran siswa dalam menggunakan bahasa meliputi kemahiran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan yang tersurat maupun yang tersirat. Anthony (1971) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pesan yang tersurat maupun yang tersirat. Anthony (1971) mengatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membaca merupakan suatu keterampilan berbahasa untuk memahami pesan yang tersurat maupun yang tersirat. Anthony (1971) mengatakan bahwa membaca adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teoretis. Membaca merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai oleh

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teoretis. Membaca merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai oleh BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teoretis 1. Hakikat Membaca Membaca merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai oleh setiap individu. Tarigan (2008: 7), membaca adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

MEMAHAMI HAKEKAT DAN ASPEK-ASPEK DALAM READING (MEMBACA)

MEMAHAMI HAKEKAT DAN ASPEK-ASPEK DALAM READING (MEMBACA) MEMAHAMI HAKEKAT DAN ASPEK-ASPEK DALAM READING (MEMBACA) Riska Aulia Sartika. Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar. riskaauliasartika66@gmail.com.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan ISSN 2252-6676 Volume 4, No. 1, April 2016 http://www.jurnalpedagogika.org - email: jurnalpedagogika@yahoo.com KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) merupakan bagian penting dalam kerangka pengembangan pendidikan nasional yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN METODE PQ4R (PREVIEW QUESTION READ REFLECT RECITE REVIEW) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA MEMINDAI SISWA SEKOLAH DASAR

2015 PENERAPAN METODE PQ4R (PREVIEW QUESTION READ REFLECT RECITE REVIEW) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA MEMINDAI SISWA SEKOLAH DASAR BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan berisi pengantar atau bab untuk mengawali pembahasan penelitian yang akan dilaksanakan. Adapun hal-hal yang akan dibahas pada bab pendahuluan ini, yaitu: A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdapat empat aspek keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdapat empat aspek keterampilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdapat empat aspek keterampilan bahasa yakni menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Berdasarkan empat aspek keterampilan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia sehingga memegang peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan pada keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah kegiatan yang bertujuan. Sebagai kegiatan yang bertujuan, maka segala sesuatu yang dilakukan guru

Lebih terperinci

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B)

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) 33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik

Lebih terperinci

peningkatan kualitas kehidupan, serta pertumbuhan tingkat intelektualitas, dimensi pendidikan juga semakin kompleks. Hal ini tentu membutuhkan desain

peningkatan kualitas kehidupan, serta pertumbuhan tingkat intelektualitas, dimensi pendidikan juga semakin kompleks. Hal ini tentu membutuhkan desain Eni Sukaeni, 2012 Penggunaan Model Penemuan Konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kualitas kehidupan, serta

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN PERSUASI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS V

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN PERSUASI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS V MODEL PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN PERSUASI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS V Isdianti Isdianti15@yahoo.com Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia, sebagai salah satu identitas atau pembeda dari bangsa lain, selain sebagai bahasa persatuan juga berkedudukan sebagai bahasa negara dan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari sudut pandang: (i) hakikat menulis, (ii) fungsi, tujuan, dan manfaat menulis, (iii) jenis-jenis

Lebih terperinci

Nurdia Artu. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK

Nurdia Artu. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas IV SDN Pembina Liang Melalui Penerapan Strategi Survey Questions Reading Recite Review (SQ3R) Nurdia Artu Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1). Pembelajaran menurut Sugandi (2006: 9) adalah seperangkat peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1). Pembelajaran menurut Sugandi (2006: 9) adalah seperangkat peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bisa diartikan sebagai sebuah proses kegiatan pelaksanaan kurikulum suatu lembaga pendidikan yang telah ditetapkan (Sudjana, 2001: 1). Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunus Abidin, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunus Abidin, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan paradigma dunia tentang makna pendidikan, pendidikan dihadapkan ada sejumlah tantangan yang semakin berat. Salah satu tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan cerminan, ide, gagasan, sikap, nilai dan ideologi penggunanya. Bahasa merupakan sarana pembentukan kemampuan berpikir manusia. Bahasa berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Bahasa merupakan sesuatu yang penting untuk dikuasai karena bahasa adalah sarana interaksi dan alat komunikasi antar manusia. Negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang semakin maju diperlukan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan intelek tingkat tinggi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekolah. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ada empat komponen

I. PENDAHULUAN. sekolah. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ada empat komponen 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bahasa Indonesia merupakan suatu mata pelajaran yang diberikan pada siswa di sekolah. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ada empat komponen keterampilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia secara formal mencakup pengetahuan kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi pembelajaran mengenai asal-usul

Lebih terperinci

Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas I MIS Sinoutu Melalui Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS)

Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas I MIS Sinoutu Melalui Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) Peningkatan Membaca Permulaan Siswa Kelas I MIS Sinoutu Melalui Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) Muslimin, Muh. Tahir, dan Idris Patekkai Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika adalah ilmu yang berkembang sejak ribuan tahun lalu dan masih berkembang hingga saat ini. Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang cerdas ditentukan oleh kualitas pendidikan di negaranya. Semakin

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang cerdas ditentukan oleh kualitas pendidikan di negaranya. Semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa yang cerdas ditentukan oleh kualitas pendidikan di negaranya. Semakin baik kualitas pendidikan disuatu negara akan menghasilkan bangsa yang cerdas. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bahasa Indonesia secara umum mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi sosial. Pada dasarnya bahasa erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Manusia sebagai anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia mengarahkan siswa untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional sehingga bahasa Inggris tidak hanya diajarkan di SMP dan SMA saja melainkan diajarkan pula di jenjang sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. Perkembangan ini memiliki dampak semakin terbuka dan tersebarnya informasi dan pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. emosional peserta didik. Bahasa juga merupakan penunjang keberhasilan dalam. memelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa

I. PENDAHULUAN. emosional peserta didik. Bahasa juga merupakan penunjang keberhasilan dalam. memelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik. Bahasa juga merupakan penunjang keberhasilan dalam memelajari

Lebih terperinci

Pezi Awram

Pezi Awram 315 PROBLEMATIKA MEMBACA CEPAT SISWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Pezi Awram Pezi.awram@yahoo.com ABSTRAK Makalah ini disusun untuk menjelaskan problema apa saja dalam membaca cepat khususnya siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran pendidikan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bab lima ini akan dikemukakan tentang simpulan hasil penelitian dan pengembangan model pembelajaran, implikasi atas simpulan yang diajukan, dan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak akan lepas dari dunia pembelajaran. Kita semua sebagai elemen di dalamnya memerlukan bahasa yang baik dan benar dalam proses pembelajaran. Pembelajaran

Lebih terperinci

2015 EFEKTIVITAS METODE STEINBERG DENGAN BIG BOOK TERHADAP KETERAMPILAN MEMBACA NYARING DAN MEMBACA PEMAHAMAN DI SEKOLAH DASAR

2015 EFEKTIVITAS METODE STEINBERG DENGAN BIG BOOK TERHADAP KETERAMPILAN MEMBACA NYARING DAN MEMBACA PEMAHAMAN DI SEKOLAH DASAR BAB I PENDAHULUAN Pada bab pertama pendahuluan dipaparkan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, siginifikansi dan manfaat penelitian, serta struktur organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin jelas dan terstruktur pula pikirannya. Keterampilan hanya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa Indonesia hendaknya mengarah pada tujuan pengetahuan bahasa sampai penggunaannya, oleh karena itu harus benar-benar dipahami siswa. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar siswa terampil dalam berbahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar siswa terampil dalam berbahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar siswa terampil dalam berbahasa dan mampu berkomunikasi secara lisan maupun tulisan dengan baik dan benar. Keterampilan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS IV SD BERDASARKAN TES INTERNASIONAL DAN TES LOKAL

KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS IV SD BERDASARKAN TES INTERNASIONAL DAN TES LOKAL KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS IV SD BERDASARKAN TES INTERNASIONAL DAN TES LOKAL Imam Agus Basuki Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Abstract: This article is aimed

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi kepribadian, pengetahuan, kemampuan maupun tanggung jawabnya. dalam yaitu dari diri manusia itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. segi kepribadian, pengetahuan, kemampuan maupun tanggung jawabnya. dalam yaitu dari diri manusia itu sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk mengembangkan dan menggali potensi yang dimiliki oleh manusia untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkompeten.

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF NARASI DENGAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGDOWO KLATEN TAHUN AJARAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF NARASI DENGAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGDOWO KLATEN TAHUN AJARAN PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF NARASI DENGAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGDOWO KLATEN TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Salah

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa meliputi empat aspek yaitu menyimak, berbicara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa meliputi empat aspek yaitu menyimak, berbicara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa meliputi empat aspek yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut saling menunjang dan saling berkaitan. Kemahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilham Zamzam Nurjaman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian  Ilham Zamzam Nurjaman, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum mengamanatkan agar pembelajaran bahasa di sekolah diselenggarakan secara lebih bermakna. Melalui pembelajaran bahasa, siswa memperoleh keahlian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bersifat sangat penting demi terwujudnya kehidupan pribadi yang mandiri dengan taraf hidup yang lebih baik. Sebagaimana pengertiannya menurut Undang-undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi sehingga bahasa

I. PENDAHULUAN. penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi sehingga bahasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sarana interaksi sosial karena bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual dan emosional peserta didik. Bahasa juga merupakan penunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki hubungan yang sangat erat dalam kehidupan bermasyarakat karena bahasa merupakan alat komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan adalah seperangkat sasaran kemana pendidikan itu di arahkan. Tujuan pendidikan dapat dimaknai sebagai suatu sistem nilai yang disepakati kebenaran

Lebih terperinci

MENGANALISIS ASPEK-ASPEK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN MEMBACA. Sumarni. Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

MENGANALISIS ASPEK-ASPEK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN MEMBACA. Sumarni. Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan MENGANALISIS ASPEK-ASPEK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN MEMBACA Sumarni Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas muhammadiyah Makassar Sumarnisape9@gmail.com

Lebih terperinci

Tabel. 1. Empat Jenis Keterampilan Berbahasa

Tabel. 1. Empat Jenis Keterampilan Berbahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar berbahasa pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Seseorang yang memiliki keterampilan berbahasa secara optimal dalam proses berkomunikasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah ditekankan pada aspek keterampilan berbahasa dan bertujuan agar peserta didik mampu dan terampil berkomunikasi baik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan wajib untuk dilaksanakan oleh semua anak di Indonesia. Oleh sebab itu pemerintah mewajibkan setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pidato. Ketika menulis teks pidato, banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti kosa kata,

I. PENDAHULUAN. pidato. Ketika menulis teks pidato, banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti kosa kata, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu aspek dari keterampilan berbahasa yang perlu dimiliki oleh siswa. Melalui menulis siswa bisa mengekspresikan kekayaan ilmu, pikiran,

Lebih terperinci

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. A. Latar Belakang

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. A. Latar Belakang 07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasian dalam mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu lainnya. Menurut Wibowo (Hidayatullah, 2009), bahasa adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. individu lainnya. Menurut Wibowo (Hidayatullah, 2009), bahasa adalah sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu alat komunikasi antara satu individu dengan individu lainnya. Menurut Wibowo (Hidayatullah, 2009), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Ke- : 1, 2, 3, 4 Alokasi Waktu : 4 40 menit Standar Kompetensi : Memahami pembacaan puisi Kompetensi Dasar : Menanggapi cara pembacaan puisi 1. mengungkapkan isi puisi 2. menangkap isi puisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari bahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarsesama manusia. Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa

I. PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa digunakan manusia sebagai alat untuk berkomunikasi, bersosialisasi, dan beradaptasi. Melalui bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung saat tulisan tersebut dibaca oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung saat tulisan tersebut dibaca oleh orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis adalah kemampuan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tulis. Seorang penulis berkomunikasi melalui tulisan mereka untuk mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI PEMBELAJARAN KEMAMPUAN MENULIS DIALOG SEDERHANA MELALUI METODE KONTEKSTUAL

BAB II LANDASAN TEORI PEMBELAJARAN KEMAMPUAN MENULIS DIALOG SEDERHANA MELALUI METODE KONTEKSTUAL 17 BAB II LANDASAN TEORI PEMBELAJARAN KEMAMPUAN MENULIS DIALOG SEDERHANA MELALUI METODE KONTEKSTUAL 2.1 Kedudukan Pembelajaran Menulis Dialog Sederhana Dalam KTSP Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas

Lebih terperinci

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) 271 33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia yaitu menyangkut bahasa yang digunakan oleh warga negara Indonesia dan sebagai bahasa persatuan antar warga, yang merupakan salah satu

Lebih terperinci