HERPETOFAUNA DI PULAU WAIGEO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HERPETOFAUNA DI PULAU WAIGEO"

Transkripsi

1 HERPETOFAUNA DI PULAU WAIGEO Oleh : Amir Hamidy dan Mulyadi Museum Zoologicum Bogoriense Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Penetahuan Indonesia 2007

2 HERPETOFAUNA DI PULAU WAIGEO Oleh : Amir Hamidy dan Mulyadi LATAR BELAKANG Herpetofauna pulau Waigeo Studi keanekaragaman jenis herpetofauna di Pulau Waigeo ini, merupakan bagian dari Tim Terestrial dalam Ekspedisi Widya Nusantara LIPI Pulau Waigeo berarti pulau air, yang juga merupakan bagian dari kepuluan Raja Ampat, wilayah kepuluan ini terletak di sekitar kawasan Wallacea dan Papua yang memiliki potensi biodiversitas sangat menarik, mengingat proses geologi yang terjadi telah menentukan pola biogeografinya. Keanekaragaman jenis herpetofauna di wilayah Wallacea dan Papua masih kurang diketahui dibandingkan wilayah Indonesia lainnya. Sejarah informasi herpetofauna di pulau Waigeo pertama kalinya adalah van Kampen (1923) mencatat 4 jenis katak, sedangkan de Roiij (1915 dan 1917) mencatat 25 jenis reptil. Survei herpetofauna lanjutan baru dilakukan oleh oleh Richards et al. pada tahun 2005, yang meliputi kepulauan Raja Ampat, telah mencatat 12 jenis katak dan 23 jenis reptil di pulau Waigeo (unpublished data). Jumlah ini sangat berbeda dibandingkan checklist terdahulu, sehingga cheklist herpetofauna dari pulau ini sampai saat ini belum terdokumentasikan dan terpublikasikan kembali. Dari sejarah catatan ilmiah spesimen Museum, masih sangat sedikit dan belum mewakili jenis-jenis dari pulau Waigeo. Penelitian ini bertujuan mengungkap keanekaragaman jenis herpetofauna di pulua Waigeo. Inventarisasi jenis herpetofauna akan dilaksanakan selama 21 hari selama bulan Mei-Juni Metode yang digunakan adalah sampling aktif (eksploratif jelajah ke seluruh wilayah pulau) dan sampling pasif (penangkapan dengan perangkap) di habitat herpetofauna yang sesuai. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan menambah koleksi spesimen Museum, catatan ilmiah dan data potensi keanekaragaman hayati di pulau Waigeo sehingga akan sangat mendukung pengembangan wilayah tersebut dan kawasan Indonesia timur secara umum. Biogeografi Pulau Waigeo (Halmahera vs Papua) Pulau Waigeo termasuk dalam jajaran kepuluan Kepulaun Raja Ampat yang terletak antara pulau Halmahera dan Papua. Pulau-pulau tersebut sangat menarik untuk dikaji biogeografinya, mengingat kawasan ini merupakan pulau-pulau yang berbatasan dengan kawasan Wallacea. Daerah peralihan yang merupakan pertemuan dua asal biogeografi yang sangat berbeda, yaitu Asia dan Australia. Setiadi & Hamidy (unpublished data) telah mencatat 9 jenis amfibi dan 33 jenis reptil dari pulau Halmahera, dibandingkan dengan data komposisi jenis amfibi dan reptil di pulau Waigeo (de Rooij, 1915 & 1917; Richards et al. (unpublished data); van Kampen, 1923), maka terdapat 3 jenis amfibi dan 11 jenis yang ditemukan di kedua pulau tersebut dan Papua. Hal ini cukup menarik karena keberadaan pulau-pulau tersebut sangat mungkin menjadi stepping stone penyebaran jenis-jenis fauna Australia ke kawasan Wallacea. Hipotesis ini harus didukung dengan data fauna yang lebih lengkap dari setiap pulau-pulau perbatasan di sekitar kawasan Wallacea dan Papua. Barir lautan yang memisahkan daratan Papua dengan pulau-pulau sekitarnya menjadikan isolasi bagi fauna-faunanya, amfibi merupakan takson yang tidak memiliki kemampuan untuk menyeberang lautan, maka takson ini sangat terisolasi dengan adanya

3 barir tersebut. Isolasi yang terjadi pada pulau-pulau ini menghadirnya jenis-jenis endemik. Hal ini memberikan harapan ditemukannya karakter biodiversitas yang khas pada setiap pulau. Sejarah Eksplorasi Walaupun Pemerintah Hindia Belanda telah berada di Indonesia sejak tahun 1600 sampai 1949, tetapi sejarah koleksi herpetofauna untuk tujuan ilmiah baru dimulai pada abad ke-19 oleh Komisi Natural Histori, Hindia Belanda. Hal ini telah menjadi pondasi penting pengetahuan herpetologi di Indonesia. Publikasi ilmiah yang komprehensif dan relatif lengkap telah dimulai oleh de Rooij (1915 dan 1917) untuk studi reptil dan Van Kampen (1923) untuk studi Amfibi. Karya monumental de Rooij dan van Kampen telah menjadi dasar bagi studi herpetofauna selanjutnya. Pulau Waigeo sebenarnya telah memiliki sejarah koleksi herpetofauna yang paling tua di kawasan Papua-New Guinea. Jenis katak yang pertama kalinya dideskripsi dari New Guinea adalah Rana papua oleh Lesson pada tahun 1830, berdasarkan spesimen yang dikoleksi dari pulau Waigeo. Beberapa penemuan jenis baru Biawak, yakni Varanus macraei (dari Batanta) oleh Bőhme & Jacobs pada tahun 2001; kemudian Varanus bohmei (dari Waigeo) oleh Jacobs pada tahun 2003 serta Varanus reisingeri oleh Eidenmuller & Wicker pada tahun 2005, merupakan bukti bahwa herpetofauna dari beberapa pulau tersebut masih belum terdokumentasikan dan mungkin saja memiliki tingkat endemisitas yang penting untuk beberapa takson tertentu (Richards et al., 2000). Pentingnya koleksi spesimen van Kampen (1923) telah mencatat 4 jenis katak, sedangkan de Roiij (1915 dan 1917) telah mencatat 25 jenis reptile dari pulau Waigeo. Survei herpetofauna lanjutan yang dilakukan oleh oleh Richards et al. (unpublished data) di pulau Waigeo, telah mencatat 12 jenis katak dan 23 jenis reptil. Dalam jumlah jenis katak, hal ini sangat luar biasa, karena terjadi peningkatan jumlah jenis sebanyak 3 kali, sedangkan untuk reptil terdapat penurunan jenis sebanyak 2. Hal tersebut di atas umum terjadi pada sebuah eksplorasi lanjutan di suatu wilayah, misalnya Iskandar dan Tjan (1996) telah menemukan keanekaragaman amfibi di Sulawesi yang jauh dari perkiraan; van kampen (1923) dan Inger & Stuebing (1997), mengkaji jumlah jenis amfibi di Borneo, meningkat dari 85 menjadi 140 jenis. Pada periode yang sama jumlah jenis amfibi di Philiphina meningkat juga dari 50 (Inger, 1954) menjadi , hal ini kemungkian akan terus meningkat (Brown et al.,1999, 2000). Dalam studi sistematik, koleksi spesimen merupakan hal yang mutlak dilakukan untuk mengakaji keanekaragaman jenis suatu wilayah. Bukti photo tidaklah cukup untuk mengungkap biodiversitas di suatu kawasan. Ada beberapa hal yang menyebabkan koleksi spesimen herpetofauna menjadi hal paling penting ; 1) Identifikasi pada tahap jenis harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan akurat, perbedaan jenis dalam kelas reptilia terletak pada beberapa karakter diagnostik penting, seperti pola sisik di kepala, jumlah sisik di beberapa bagian tubuh, karakter sisik-sisiknya, karater ruas jari-jari kaki dan tangannya, sisik pada ekor dan anus, sedangkan pada amfibi meliputi pola karakter telapak pada jari-jari kaki dan tangan, selaput, proporsi ukuran, kehadiran gigi vomerine dan lain sebagainya. Karakter warna sangat bervariasi, sehingga tidak direkomendasikan untuk menjadi diagnostik karakter, untuk identifikasi. Kesemua hal ini hanya bisa dilakukan pada spesimen yang telah mati dan terawetkan; 2) Dalam penentuan jenis, tidak hanya dilakukan dengan pengkajian karakter morfologi, hadirnya fenomena sibling

4 species (dua jenis berbeda yang tidak bisa dibedakan secara morfologi) menuntut pemecahan kajian lebih mendalam karakter molekulernya, melalui analisis DNA; 3) Bukti koleksi spesimen yang disimpan di Museum akan menjadi bukti otentik ilmiah keberadaan suatu jenis dalam suatu wilayah; 4) Spesimen yang terawetkan dan tersimpan baik di Museum akan menjadi bahan studi lanjutan dan acuan bagi masyarakat nasional maupun internasional dalam mengkaji fauna Indonesia, walaupun untuk ratusan tahun mendatang bahkan sampai waktu yang tidak terbatas. TUJUAN 1. Memperoleh data keanekaragaman jenis herpetofauna di pulau Waigeo. 2. Menemukan jenis-jenis herpetofauna baru dan yang belum terecord di pulau Waigeo. 3. Mengumpulkan spesimen untuk dijadikan koleksi MZB yang mewakili kawasan pulau Waigeo. METODE Koleksi spesimen Koleksi spesimen dilakukan dengan dua metode sampling; yaitu : 1. Puposive sampling Metode ini adalah penelusuran secara acak sejauh mungkin aktif koleksi mencari herpetofauna pada semua lingkungan yang representative dijadikan habitat, meliputi bawah seresah, bawah kayu lapuk, tumpukan bebetauan, lubang-lubang di tanah dan pohon, semak-semak, sumber-sumber air, genangan air dan aliarn sungai (rocky stream), pencarian aktif dilakukan pada malam hari ( ) di sepanjang aliran sungai. 2. Passive sampling Metode ini adalah koleksi herpetofauna dengan menggunakan perangkap. Perangkap yang digunakan berupa glue trap (perangkap lem), total perangkap yang digunakan adalah 40 buah, perangkap-perangkap ini diletakkan di setiap 10 meter sebelah kanan dan kiri line transect yang telah ditentukan sebelumnya, jarak perangkap dengan line transect adalah 5 meter. Perangkap mulai diletakkan pada pukul 08.00, merupakan waktu saat reptilia berjemur untuk mulai aktif. Perangkap ini akan dicek kembali setiap 3 jam berikutnya. Gambar 1. Glue trap untuk koleksi kadal (Scincidae) foto oleh R. T. Purnanugraha Selain glue trap juga digunakan perangkap tali jerat yang didesain untuk untuk koleksi biawak, menggunakan senar pancing dan umpan berupa daging yang telah membusuk.

5 Gambar 2. Trap jerat untuk koleksi Biawak foto oleh A.Hamidy Setiap spesimen yang tertangkap akan disimpan di kantong plastik beroksigen, yang selanjutnya didokumentasikan, difiksasi, diambil materi DNA, serta diawetkan sebagai spesimen museum. Pengawetan spesimen dilakukan sesuai dengan Standar Pengawetan Museum Zoologicum Bogoriense. Gambar 3. Pengawetan spesimen sesuai standar MZB foto oleh A.Hamidy Proses identifikasi : Morfologi Spesimen yang telah terpreservasi diidentifikasi sampai tingkat jenis. Karakter yang diambil datanya merupakan karakter untuk identifikasi sampai pada tingkatan jenis. Untuk reptil karakter umum yang digunakan berhubungan erat dengan pola sisik, perbandingan ukuran kepala dengan tubuh dan pola warna. Sedangkan amfibi meliputi karakter-karakter umum menuju kelompok jenis. Molekuler Kerja molekuler hanya dilakukan sebagai studi lebih mendalam mengenai takson tertentu saja yang dihasilkan dari koleksi lapangan. Hal yang dilakukan secara umum merupakan koleksi materi DNA untuk keperluan studi sistematik.

6 Kompilasi data Dari data jenis yang diperoleh diharapkan menghasilkan checklist jenis-jenis herpetofauna dari pulau Waigeo dan publikasi yang nantinya akan mendukung data herpetofaua kawasan Papua. LOKASI STUDI Lokasi studi untuk inventarisasi herpetofauan ini dilakukan di pulau Waigeo, pada tahap pertama (tahun 2007) ini dikonsentrasikan di sekitar teluk Manyailibit. Gambar 4. Lokasi pulau Waigeo (warna merah) Waigeo Pulau yang memiliki panjang 125 km dan lebar 50 km ini membentang dari 130 derajat-10' sampai 131 derajat-20' bujur timur, dan 0 derajat sampai 0 derajat-28' lintang selatan. Pulau Waigeo hampir terbagi dua oleh Teluk Mayalibit yang memiliki panjang 38 km dan lebar 12 km. Teluk ini memanjang menjorok jauh ke dalam pulau. Koleksi herpetofaua akan dikonsentrasikan pada wilayahwilayah yang memiliki habitat yang relatif belum terganggu, sehingga mengacu pada kawasan lindungan, yaitu Cagar Alam. Terdapat dua Cagar Alam di pulau Waigeo, yaitu Cagar Alam Waigeo Barat seluas ha sesuai dengan SK Menhut No 395/kpts/Um/1981 tertanggal 7 Mei 1981, dan Cagar Alam Waigeo Timur seluas ha sesuai SK Menhut No 251/kpts-II/1992 tanggal 25 November 1992 (Wijaksena, 2005). Wilayah sampling adalah distrik teluk Manyailibit meliputi : Lopintol, Wairabiai, Bayon, Tanjung kontol, dan Mumes. Sebagain besar lokasi sampling termasuk dalam kawasan Cagar Alam Waigeo Barat. Gambar 5. Peta Cagar Alam Pulau Waigeo Barat (sumber : http// Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada tanggal 30 Mei sampai tanggal 13 Juni 2007, mengingat waktu yang tersedia selama 3 minggu (27 Mei-16 Juni 2007) telah terkurangi dengan lamanya perjalanan. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil survei dan koleksi lapangan telah didapatkan 194 spesimen, yang terdiri dari 12 jenis amfibia dan 32 jenis reptilia. Untuk kelas amfibi terdapat 2 jenis suspect new species (katak pohon hijau besar dan katak Callulops), 6 jenis new record untuk pulau

7 Waigeo, dimana 1 diantaranya teridentifikasi sampai kategori genus saja. Sedangkan kelas reptilia, 1 jenis suspect new species (ular), 14 jenis sebagai new record untuk pulau Waigeo, dan 3 jenis teridentifikasi sampai kategori genus. Tabel 1. Jenis-jenis Herpetofauna di pulau Waigeo No Nama Spesies Nama Inggris Status AMFIBIA Hylidae 1 Litoria infrafrenata infrafreanata Australian Giant Treefrog Recorded 2 Litoria sp 1 (hunti group) Australian Giant Treefrog Suspect new species 3 Litoria nigropunctata Black-dotted Treefrog New record 4 Litoria genimaculata Brown-spotted Treefrog New record Microhylidae 5 Asterophrys turpicola New Guinea Bush Frog New record 6 Callulops sp Callulops Frog Suspect new species 7 Cophixalus sp Rainforest Frog New record/unidentified Ranidae 8 Platymantis batantae Batanta Wrinkled Ground Frog New record 9 Platymantis punctatus Wrinkled Ground Frog Recorded 10 Platymantis dorsalis Wrinkled Ground Frog New record 11 Rana papua Papuan Wood Frog Recorded 12 Rana arfaki Arfak Mountains Frog Recorded REPTILIA Lizards Agamidae 13 Hydrosaurus amboinensis Sailfin Lizard Recorded 14 Hypsilurus dilophus Forest Dragon New record Gekkonidae 15 Cyrtodactylus marmoratus Marbled Bow-fingered Gecko New record 16 Cyrtodactylus loriae Boulenger's Bow-fingered Gecko New record 17 Gehyra baliola Dumeril s Dtella New record 18 Hemidactylus frenatus Common House Gecko Cosmopolite 19 Hemidactylus garnotii Indopacific Gecko Cosmopolite Scincidae Lygisaurus novaeguineae New Guinea Four-Fingered New record 20 Skink 21 Crytoblepharus novaeguineae New Guinea Snake-eyed Skink New record 22 Emoia caeruleocauda Pasific Bluetail Emo Skink Recorded 23 Emoia atracostata Mangrove Emo Skink Recorded 24 Emoia physicae Slender Emo Skink Recorded 25 Emoia kordoana Meyer's Emo Skink Recorded 26 Emoia sp Emo Skink Unidentified

8 27 Lamprolepis smaragdina Emerald Skink Recorded 28 Sphenomorphus variegatus Forest Skink Recorded 29 Sphenomorphus sp Forest Skink Unidentified 30 Glaphyromorphus sp Blacktail Skink New record/unidentified 31 Tiliqua gigas Giant Bluetongue Skink New record Varanidae 32 Varanus jobiensis Peach-throated Monitor Recorded 33 Varanus indicus Mangrove Monitor Recorded 34 Varanus doreanus Bluetail Monitor New record Snakes Boidae 35 Candoia aspera New Guinea Viper Boa Recorded Colubridae 36 Stegonotus sp (undescribed) Frog-eating Snake Suspect new species 37 Dendrelaphis calligastra Northern Bronzeback Recorded 38 Boiga irregularis Brown Tree Snake New record Elapidae 39 Micropechis ikaheka Pacific Coral Snake Recorded 40 Laticauda laticauda Black-banded Sea Krait New record Pythonidae 41 Morelia amethestina Srub Python New record 42 Leiopython albertisii White Lipped Python New record Turtles 43 Elseya novaeguineae Snapping Turtle New record Crocodiles Crocodylidae 44 Crocodylus porosus Saltwater Crocodile Recorded Catatan : berdasarkan checklist Iskandar & Ed Colijn (2000); Iskandar & Ed Colijn (2001); Ziegler et. al (2007); Frost (1985); Bauer (1994); de Roiij (1915 & 1917); Pianka et al. (2004); Brown (1991); Manthey & Schuster (1996) dan Iskandar (in press.) Suspect new species : kemungkinan besar jenis baru New record : Record baru spesies untuk pulau Waigeo Unidentified : Belum teridentifikasi Recorded : Telah terecord sebelumnya di pulau Waigeo New record/unidentified : Record baru genus untuk pulau Waigeo dan belum teridentifikasi Cosmopolitan : Common species, widely distributed

9 Tabel 2. Jenis-jenis Herpetofauna di pulau Waigeo, lokasi koleksi dan status konservasinya No Nama Spesies Lokasi AMPHIBIANS Status Konservasi (UU/PP; Red List IUCN;CITES) Hylidae 1 Litoria infrafrenata infrafreanata Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 2 Litoria sp 1 (hunti group) Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 3 Litoria nigropunctata Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 4 Litoria genimaculata Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES Microhylidae 5 Asterophrys turpicola Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 6 Callulops sp Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 7 Cophixalus sp Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES Ranidae 8 Platymantis batantae Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 9 Platymantis punctatus Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 10 Platymantis dorsalis Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 11 Rana papua Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 12 Rana arfaki Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES REPTILES Lizards Agamidae 13 Hydrosaurus amboinensis Lindungan; -; Apendik 1 CITES 14 Hypsilurus dilophus Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES Gekkonidae 15 Cyrtodactylus marmoratus Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 16 Cyrtodactylus loriae Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 17 Gehyra baliola Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 18 Hemidactylus frenatus Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 19 Hemidactylus garnotii Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES Scincidae 20 Lygisaurus novaeguineae Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 21 Crytoblepharus novaeguineae Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 22 Emoia caeruleocauda Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 23 Emoia atracostata Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 24 Emoia sp 25 Emoia physicae Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 26 Emoia kordoana Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 27 Lamprolepis smaragdina Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 28 Sphenomorphus variegatus Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 29 Sphenomorphus sp Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 30 Glaphyromorphus sp Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 31 Tiliqua gigas Lindungan; -; Apendik 1 CITES Varanidae 32 Varanus jobiensis Non Lindungan; -; Apendik 2 CITES

10 33 Varanus indicus Non Lindungan; -; Apendik 2 CITES 34 Varanus doreanus Non Lindungan; -; Apendik 2 CITES Snakes Boidae 35 Candoia aspera Non Lindungan; -; Apendik 2 CITES Colubridae 36 Stegonotus sp Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 37 Dendrelaphis calligastra Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 38 Boiga irregularis Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES Elapidae 39 Micropechis ikaheka Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 40 Laticauda laticauda Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES Pythonidae 41 Morelia amethestina Non Lindungan; -; Apendik 2 CITES 42 Leiopython albertisii Non Lindungan; -; Apendik 2 CITES Turtles 43 Elseya novaeguineae Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES Crocodiles Crocodylidae 44 Crocodylus porosus Lindungan; -; Apendik 2 CITES Keterangan : 1=Lopintol; 2=Wairabiai; 3=Mumes, 4=Bayon, 5=Tanjung kontol; 6=Warsamdin AMFIBI FAMILIA HYLIDAE 1. Litoria infrafrenata infrafrenata (Guenther, 1867) Nama Inggris : Australian Giant Treefrog Spesimen : dua spesimen jantan telah dikoleksi yaitu : MZB Amp dan Litoria infrafreanata Ekologi : Jenis ini termasuk golongan katak pohon yang sangat umum dijumpai pada semua tipe habitat, baik hutan primer, sekunder, persawahan maupun pemukiman. Dari ketinggian 0 meter dpl sampai pada ketinggian 800 mdpl. Umumnya dikoleksi di pohon dengan ketinggian dari permukaan tanah lebih dari 1,5 m, sedangkan jarak horizontal

11 dari sungai atau sumber air dari 0 meter sampai lebih dari 200 meter. Jenis ini umumnya bersuara sangat gaduh sekali (jantan), dan mengumpul pada kolam-kolam dan genangan air di pinggir jalan, pemukiman, hutan maupun pinggir sungai Distribusi : Koleksi berasal dari perkampungan Lopintol (distrik Teluk Manyailibit). Penyebaran jenis ini cukup luas, meliputi Maluku, New Guinea dan Australia (Iskandar & Ed Colijn, 2000). Van Kampen (1923) juga mencatat jenis ini di pulau Waigeo, sedangkan Setiadi & Hamidy (2006; in press.) mencatat jenis tersebar ini diseluruh wilayah Halmahera dan ternate, sedangkan Brogersma (1948) juga mencatat jenis ini dari Pulau Morotai berdasarkan 4 koleksi H. A. Bernstein tahun 1862 yakni RMNH Berdasarkan catatan spesimen koleksi di MZB, jenis ini dikoleksi juga dari Maluku utara maupun selatan (Seram dan Banda), Papua serta pulau Gag. Berdasarkan beberapa karakter, di antaranya perbedaan warna iris mata, maka Richards et al. (2006a & 2006b) telah mendeskripsi 3 jenis baru kelompok katak pohon hijau besar ini dari wilayah utara New Guinea dan bagian selatan New Guinea, yaitu Litoria hunti, Litoria dux dan Litoria sauroni. Litoria infrafreanata Catatan Taksonomi : Jenis ini merupakan satu satunya jenis Litoria yang telah diketahui dari pulau Waigeo (van Kampen, 1923). Populasi yang menghuni Maluku, New Guinea dan Australia adalah anak jenis Litoria infrafreanata infrafreanata, sedangkan populasi di New Ireland, Bismarck dan Papua New Guinea adalah anak jenis Litoria infrafreanata militaria (Iskandar & Ed Colijn, 2000). Bagi MZB, koleksi Litoria infrafreanata infrafreanata kali ini merupakan koleksi pertama jenis ini dari pulau Waigeo.

12 2. Litoria sp. (undescribed species) Spesimen : hanya satu spesimen jantan dikoleksi, yaitu : MZB Amp Nama Inggris : Australian Giant Treefrog Litoria sp. (undescribed species) foto oleh A.Hamidy Ekologi : Jenis ini termasuk golongan katak pohon hijau besar, dijumpai di hutan hutan primer dekat desa Lopintol, pada ketinggian 35 m dpl. Satu spesimen yang dikoleksi, dijumpai di dahan pohon pada ketinggian 3 meter dari permukaan tanah. Sedangkan jarak horizontal dari sungai atau sumber air, 500 meter. Distribusi : Dari informasi spesimen yang telah dikoleksi, berasal dari hutan primer gunung Bomnyai, desa Lopintol (distrik Teluk Manyailibit). Litoria sp. MZB Amp foto oleh A.Hamidy Catatan Taksonomi : Informasi ilmiah mengenai keberadaan taxa ini sangat menarik, karena jenis ini merupakan kelompok katak pohon hijau besar, yang sementara ini telah dikenal beberapa jenis, yaitu Litoria infrafrenata, Litoria graminea, Litoria caerulea. Richards et al. (2006a) mendeskripsi satu jenis kelompok Litoria katak pohon besar hijau ini, yaitu Litoria hunti. Dari beberapa gabungan karakter, Litoria sp. (undescribed species) ini sangat mirip dengan Litoria hunti, yaitu : 1) Memiliki garis putih di sepanjang bibir mandibulanya dan tidak lebih dari batas tympanumnya; 2) Memiliki lipatan kulit putih sepanjang jari bagian luar lengan, dan jari kaki luar sampai

13 tumit (melingkar di tumit); 3) Timpanum berwarna hijau kecuali pada bagian telapak kudanya; 4) Jari tangan dan jari kaki berikut webnya berwarna hijau muda kekuningan; 5) Iris didominasi warna merah. Richards et al mendeskripsikan Litoria hunti dapat dibedakan dengan Litoria lainnya diantarnya oleh kombinasi beberapa karakter, yaitu : 1) Ukurannya yang relatif besar (SVL jantan 57,9-60,4 mm); 2) Strip putih ptial pad pada masing-masing jarinya; 3) Warna tubuh didominasi hijau; 5) Terdapat lipatan kulit putih di lengan dan kaki (dari ujung jari kaki terluar sampai melingkar ke tumit) di madibula yang memnajang tidak lebih dari timpanumnya; 4) Memiliki dua kelompok nusedangkan khusus yang yang membedakan dengan Litoria hunti adalah ukuran SVL (panjang tubuh dari moncong sampai ke anus), yaitu 74 mm, spesimen tunggal yang telah dikoleksi (MZB Amp 13338) adalah jantan dewasa. Sedangkan dari informasi original deskripsi semua tipe Litoria hunti adalah jantan dengan kisaran ukuran SVL 58,4-60,4 mm. Perbedaan lainnya yaitu warna jari tangan dan kakinya, yaitu bagian dorsal hijau kekuningan, sedangkan pada Litoria hunti berwarna oranye. L. Hunti memiliki iris merah, tanpa warna hitam, sedangkan pada spesimen MZB Amp warna iris merah dengan lingkaran hitam bagian luarnya. Dari semua informasi tersebut penulis menempatkan jenis ini sebagai undescribed species 3. Litoria nigropunctata Meyer, 1875 Nama Inggris : Black-dotted Treefrog Spesimen : tiga spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp Litoria nigropunctata Ekologi : Jenis ini termasuk golongan katak pohon kecil (<40 mm), spesimen dikoleksi di dahan di atas sungai dengan ketinggian dari permukaan air 0,5-1,5 m, sedangkan jarak horizontal dari sumber air (sungai) adalah 0 m. Di Waigeo, katak pohon ini hanya dijumpai di hutan primer. Sepasang spesimen yang sedang kawin. Spesimen tersebut dikoleksi dari sungai Wailepe (desa Lopintol), lokasi breedingnya berada di pinggir sungai, pada jarak horizontal 0 m sedangkan jarak vertikalnya 1 m. Distribusi : Jenis ini terdistribusi di Gebe, Serui dan Papua (Iskandar & Ed Colijn, 2000), Yapen (Jobi island) (Frost, 1985). Populasi jenis ini di pulau Halmahera, masih ditempatkan sebagai undescribed species (Setiadi & Hamidy, 2006; in press.; Richards pers comm.). Ketiga spesimen yang dijumpai, dikoleksi dari pinggir sungai Wailepe dan Waipale, desa Lopintol (distrik Teluk Manyailibit).

14 Litoria nigropunctata Catatan Taksonomi : (Richards pres. comm.) masih menggolongkan beberapa populasi giropunctata group di beberapa pulau sekitar Papua dan Halmahera (Setiadi & Hamidy, 2006; in press.) sebagai undescribed species. 4. Litoria genimaculata (Horst, 1833) Nama Inggris : Brown-spotted Treefrog Spesimen : tiga spesimen jantan telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp Litoria genimaculata Ekologi : Jenis ini termasuk golongan katak pohon, tiga spesimen dikoleksi di dahan pada ketinggian 1,5-2 m, dengan jarak horizontal dari sungai adalah 100 m. Sedangkan ketinggian dahan dari tanah adalah 1,5 meter. Pada saat dikolesi, katak pohon ini dijumpai berkumpul pada dua pohon yang saling berdekatan, fenomena ini biasanya terjadi pada kumpulan katak jantan yang siap mengadakan perkawinan di lokasi breeding. Distribusi : Jenis ini terdistribusi di dataran rendah New Guinea, Gebe, Gag island (Iskandar & Ed Colijn, 2000). Frost (1985) mencatat jenis ini terdistribusi di dataran rendah New Guinea dan pulau-pulau sekitarnya. Ketiga spesimen jantan tersebut dikoleksi dari sekitar sungai Waimaririn, Wairabiai (distrik Teluk Manyailibit).

15 Litoria genimaculata Catatan Taksonomi : Keberadaannya di pulau Waigeo merupakan catatan baru untuk jenis ini. Berdasarkan koleksi specimen MZB, terdapat juga jenis ini dikoleksi dari Lopintol dan Waifoi pada tahun 2002 oleh B. Tjaturadi (CI), namun masih baru teridentifikasi sebagai Litoria sp. FAMILIA MICROHYLIDAE 5. Asterophrys turpicola (Schlegel, 1837) Nama Inggris : New Guinea Bush Frog Spesimen : enam spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp Asterophrys turpicola foto oleh A.Hamidy Ekologi : Jenis ini termasuk golongan katak seresah, semua spesimen yang telah dikoleksi, berasal dari hutan sekunder pada ketinggian 0-30 m dpl. Spesimen dikoleksi dari tempat yang jarak horizontal dari sumber air (kolam) atau sungai adalah m. Jenis ini dikenali dengan suara jantan yang melengking seperti burung malam (kwiik..kwiik), seringkali ditemukan di balik seresah daun, namun juga ada dijumpai sedang bersuara di banir akar pohon, terkadang dijumpai berpasangan. Katak ini memiliki prilaku yang agresif jika dipegang, yaitu membuka mulut dan mengigit, fenomena ini tidak umum pada kelompok amfibi. Distribusi : Jenis ini terdisribusi di Pupua dan Papua New Guinea bagian barat (Iskandar & Ed Colijn, 2000). Sedangkan Frost (1985) mencatat jenis ini tersebar di hutan dataran rendah New Guinea namun tampaknya tidak ada di bagian timur Papua New Guinea.

16 Asterophrys turpicola foto oleh A.Hamidy Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting karena merupakan record baru jenis ini di pulau Waigeo. 6. Callulops sp (undescribed specises) Nama Inggris : Rainforest Frog Spesimen : delapan spesimen dikoleksi, yaitu : MZB Amp Callulops sp Ekologi : Jenis ini termasuk golongan katak seresah, semua spesimen yang telah dikoleksi, berasal dari dalam gua di hutan sekunder pada ketinggian <100 m dpl. Spesimen dikoleksi dari tempat yang jarak horizontal dari sumber air (kolam) atau sungai adalah 10 m. Semua specimen ditemukan dalam satu gua yang berupa cerukan dan lorong pendek (panjang <7 m) diantara rekahan batuan yang sempit. Di dalam cerukan tersebut kering, kemungkinan jenis ini hanya menggunakan gua ini sebagai tempat istirahat, mengingat waktu perjumpaan terhadap jenis ini di siang hari pada saat penelusuran gua. Distribusi : Genus ini terdistribusi di kepulauan Maluku, New Guinea, Sebelah utara Queensland dan Australia (Frost, 1985), sedangkan Iskandar & Ed Colijn, (2000) menyebutkan Maluku, New Guinea dan Australia.

17 Callulops sp Catatan Taksonomi : Sampai saat ini telah dideskripsi 17 jenis, namun untuk koleksi specimen dari pulua waigeo ini belum dapat teridentifikasi sampai pada tahap spesies. Namun demikian keberadaan genus ini di pulau Waigeo merupakan record baru untuk pulau ini. 7. Cophixalus sp Nama Inggris : Cross Frog Spesimen : dua spesimen dikoleksi, yaitu : MZB Amp dan Cophixalus sp foto oleh A.Hamidy Ekologi : Jenis ini termasuk golongan katak mulut sempit, umumnya arboreal, semua spesimen yang telah dikoleksi, berasal dari hutan primer pada ketinggian 0-30 m dpl. Spesimen dikoleksi dari tempat yang jarak horizontal dari sumber air (sungai) atau sungai adalah 500 m. Distribusi : Genus ini terdistribusi di kepuluan Filipina selatan, Sulawesi, Kepulauan Lesser Sunda, Maluku, New Guinea dan New Britain (Frost, 1985). Sedangkan (Iskandar & Ed Colijn, 2000) menambahkan catatn distribusi genus ini di Bali.

18 Cophixalus sp Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis ini sangat penting, karena genus ini merupakan record baru untuk pulau Waigeo. FAMILIA RANIDAE 8. Platymantis batantae Zweifel, 1969 Nama Inggris : Batanta Wrinkled Ground Frog Spesimen : dua belas spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp Platymantis batantae Ekologi : Di pulau Waigeo jenis ini termasuk golongan katak seresah yang sering dijumpai di hutan-hutan primer, sekunder dan di sungai pada ketinggian < 100 m dpl. Jarak horizontal dengan sumber air terdekat 0-20 m. S. Distribusi : Jenis ini terdistribusi di pulau Batanta dan pulau Gag (Iskandar & Ed Colijn, 2000). Frost (1985) menyebutkan pulau batantan dan Irian Jaya (New Guinea) sebagai lokasi distribusinya. Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting karena keberadaan jenis ini di pulau waigeo merupakan record baru.

19 9. Platymantis dorsalis (Dumeril, 1853) Nama Inggris : Wrinkled Ground Frog Spesimen : enam spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp Platymantis dorsalis Ekologi : Jenis ini termasuk golongan katak seresah yang sering dijumpai di seresah lantai hutan pada ketinggian < 100 m dpl. Spesimen yang dikoleksi didapatkan pada saat bersuara dari balik seresah pada jarak horizontal dari sumber air 20 m. Distribusi : Jenis ini terdistribusi di Filipina (Frost 1985; Iskandar & ed Colijn, 2000) Maluku? Gag? (Iskandar & ed Colijn, 2000). Belum pernah ada record dari Mainland Papua. Platymantis dorsalis Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting karena jenis ini merupakan record baru untuk pulau Waigeo. Informasi keeradaan jenis ini di pulau Waigeo memberikan gambaran menarik persebaran fauna dari utara Wallacea ke wilayah Papua. 10. Platymantis punctatus Peters & Doria, 1878 Nama Inggris : Wrinkled Ground Frog Spesimen : dua puluh empat spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp

20 Platymantis punctatus Ekologi : Jenis ini termasuk golongan katak umum dijumpai di pulua Waigeo, spesimen yang dikoleksi didapatkan dari pinggir sungai, bersuara di antara bebatuan. Jantan memiliki suara keras dan pendek Took Took. Jenis ini dijumpai pada ketinggian < 500 m dpl. Distribusi : Jenis ini terdistribusi di Batanta, Waigeo dan Papua (Iskandar & Ed Colijn, 2000; Frost, 1985) pegunungan Arfak New Guinea (Frost, 1985). Platymantis punctatus Catatan Taksonomi : katak merupakan jenis umum yang dijumpai di pulua Waigeo. Beberapa koleksi spesimen MZB dari jenis ini juga dikoleksi dari daratan Papua. Dari karakter morfolologi sangat bervariasi, meliputi warna coklat, kehitaman sampai coklat kemerahan bintik putih pada bagian dorsalnya. Kulit umumnya licin dengan granula di sekitar pundak.

21 11. Rana papua Lesson, 1830 Nama Inggris : Papua Wood Frog Spesimen : enam belas spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp Rana papua foto oleh A.Hamidy Distribusi : Jenis ini terdistribusi di Waigeo, Yapen dan Papua (van Kampen, 1923; Iskandar & Ed Colijn, 2000), sedangkan Frost (1985) hanya menyebutkan New Guinea sebagai lokasi distribusinya. Brogersma (1948) mencatat jenis ini juga terdistribusi di pulau Morotai, berdasarkan satu spesimen di RMNH no 8685 yang dikoleksi oleh H.A. Bernstein tahun Ekologi : Jenis ini termasuk golongan katak hanya dijumpai di kolam dan sungai hutan sekunder, pinggiran hutan, pinggiran pemukiman pada ketinggian lokasi m dpl. Spesimen dikoleksi dari tempat yang jarak horizontal dari kolam 0-50 m. Jenis ini biasanya berkumpul pada satu kolam dengan tumbuhan air yang lebat, sehingga sangat sulit untuk terlihat, selain itu apabila merasa terganggu, maka mereka juga akan mengeluarkan alert call. Rana papua Catatan Taksonomi : Type locality jenis ini bersal dari pulau Waigeo, namun koleksi specimen masih sangat dibutuhkan untuk mengkaji taksonomi populasi di beberapa pulau seperti Ternate, Halmahera, Waigeo dan mainland Papua. 12. Rana arfaki Meyer, 1874 Nama Inggris : Arfak Mountains Frog Spesimen : tiga belas spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp

22 Rana arfaki Ekologi : Jenis ini termasuk golongan katak yang berukuran besar, umum dijumpai di Waigeo, di pinggir-pinggir sungai. Semua spesimen dikoleksi dari sungai di hutan primer pada ketinggian lokasi 0-30 m dpl. Spesimen dikoleksi dari tempat yang jarak horizontal dari sungai 0-1,5 m. Distribusi : Jenis ini terdistribusi di Aru, Papua, Papua New Guinea (Iskandar & Ed Colijn, 2000), sedangakn Frost (1985) hanya mencatat jenis ini di pulau Aru dan New Guinea, namun demikian sebelumnya van Kampen (1923) telah mencatat jenis ini sebagai salah satu jenis amfibi di pulau Waigeo. Dari lokasi distribusinya, maka pulau Waigeo merupakan batas distribusinya paling utara. Rana arfaki Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting untuk MZB karena merupakan koleksi baru jenis ini dari kepulauan sekitar Papua. Secara taksonomi jenis ini belum banyak dikaji, mengingat keterbatasan ketersediaan sample.

23 REPTILIA LACERTILIA FAMILIA AGAMIDAE 13. Hydrosaurus amboinensis (Schlosser, 1768) Nama Inggris : Sailfin Lizard Spesimen : - Hydrosaurus amboinensis foto oleh A. Somadijaya Ekologi : Jenis ini merupakan jenis yang dilindungi karena memiliki penyebaran yang terbatas, namun demikian jenis ini umum dijumpai di Waigeo, terutama di sekitar aliran sungai besar, muara dan mangrove. Kelompok agamids ini aktif di siang hari, sering terlihat berjemur di atas bebatuan dan pohon mati di pinggir sungai. Pada malam hari jenis tidur di dahan pohon diatas sungai, atau danau. Distribusi : Jenis ini terdistribusi hanya di Maluku (Iskandar, in press.). Namun De Rooij (1915) menyatakan jenis ini terdistribusi di Celebes, Togian, Buton, Ambon, Seram, Batjan, Ternate, Halmahera, Waigeu, New Guinea dan Filiphina.Di Halmahera dikoleksi dari Halmahera Utara, Timur, Selatan dan Barat. Hydrosaurus amboinensis Catatan Taksonomi : Jenis ini dikenal oleh umum oleh masyarakat lokal sebagai Soa-soa layar, anak jenis yang menghuni Sulawesi dideskripsi oleh Peters tahun 1872 sebagai Lophura amboinensis var celebensis, tetapi (Iskandar in press.) menyatakan populasi ini sebagai spesies tersendiri yaitu H. celebensis. Jenis Hydrosauraus yang lain yang ada di Ternate dan Halmahera adalah Hydosaurus weberi.

24 14. Hypsilurus dilophus (Dumeril & Bibron, 1837) Nama Inggris : Bunglon Naga hutan Spesimen : hanya satu spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6453 Hypsilurus dilophus Ekologi : Jenis dijumpai pada saat berjemur di pucuk pohon pada ketinggian 7 meter di lokasi hutan sekunder. Kelompok Agamids ini, aktif di siang hari, mengkamuflasekan dirinya dengan hijaunya dedaunan. Distribusi : Jenis ini terdistribusi luas, di kepulauan Kei dan Aru, Batanta, New Guinea, pulau Fergusson dan kepulauan d Entrecasteaux (de Roiij, 1915; Manthey & Schuster, 1996) Hypsilurus dilophus foto oleh A.Hamidy Catatan Taksonomi : Keberadaan jenis ini di pulua Waigeo merupakan record baru, sehingga menambah luasan wilayah distribusinya.

25 FAMILIA GEKKONIDAE 15. Cyrtodactylus marmoratus Gray, 1831 Nama Inggris : Marbled Bow-fingered Gecko Spesimen : tujuh spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac Cyrtodactylus marmoratus Ekologi : Jenis ini adalh nocturnal dijumpai di pinggir sungai, merayap di pohon dan jembatan. Semua spesimen dikoleksi dari lokasi dengan ketinggian m dpl di pohon dengan jarak vertikal dari permukaan tanah 1,5 meter. Distribusi : Distribusi jenis sangat luas meliputi kepulauan Indo- Australian (Bauer, 1994). Cyrtodactylus marmoratus Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting karena sampai sekarang MZB belum memiliki koleksi jenis dari pulau Waigeo.

26 16. Cyrtodactylus loriae (Boulenger, 1898) Nama Inggris : Boulenger's Bow-fingered Gecko Spesimen : hanya satu spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6454 Cyrtodactylus loriae Ekologi : Tokek ini merupakan hewan nocturnal dijumpai di pohon besar, specimen dijumpai pada saat turun ke banir akar pohon besar di hutan primer. Pada malam hari biasanya jenis ini berada pada banir-banir akar pohon besar untuk mencari seranngga sebagai mangsanya. Distribusi : Jenis ini terdistribusi di bagian barat daratan New Guinea (Bauer, 1994). Beberapa specimen MZB dikoleksi dari Sorong oleh Djoko T. Iskandar pada tahun Cyrtodactylus loriae Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting karena merupakan record baru jenis ini di pulau Waigeo.

27 17. Hemidactylus frenatus Dumeril & Bibron, 1836 Nama Inggris : Common House Gecko Spesimen : tiga specimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac Hemidactylus frenatus foto oleh M. I. Setiadi Ekologi : Jenis ini sangat umum dijumpai, dikenal sebagai cicak rumah biasa, terutama dijumpai sekitar perumahan. Seringkali terlihat aktif di siang hari (diurnal). Distribusi : Jenis ini terdistribusi sangat luas, yaitu meliputi Asia Selatan, Thailand, Malaysia, Indonesia, Philiphina, Papua New Guinea, Australia and Pasifik (Iskandar, in press.), meliputi wilayah sub tropic dan tropic (Bauer, 1994). De rooij (1915) juga mencatat jenis ini di pulua Waigeo. Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat umum, namun demikian koleksi jenis ini dari Waigeo merupakan yang pertamakalinya untuk MZB. 18. Hemidactylus garnotii Dumeril & Bibron, 1836 Nama Inggris : Indopacific Gecko Spesimen : hanya satu spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6504 Hemidactylus garnotii foto oleh M.I. Setiadi Ekologi : Secara umum jenis ini sangat umum dijumpai, tetapi di Waigeo dijumpai di semak-semak tertangkap di sweep net serangga, pada saat koleksi serangga. Distribusi : Jenis ini terdistribusi sangat luas, yaitu meliputi China, Asia Tenggara, Thailand, Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Tahiti, Filiphina, Irian Jaya, Papua New Guinea dan Pasifik (Iskandar, in press.), India dan Asia Selatan dan Polynesia (Bauer, 1994; Kluge, 2001) Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat umum, namun demikian koleksi jenis ini dari Waigeo, merupakan yang pertamakalinya untuk MZB.

28 19. Gehyra baliola (Dumeril & Dumeril, 1851) Nama Inggris : Dumeril s Dtella Spesimen : hanya satu spesimen dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6520 Ekologi : Jenis dijumpai pohon-pohon besar yang memiliki permukaan batang halus, tumbuh di pinggir-pinggir sungai, sama pada umumnya tokek, seringkali turun ke banir akar untuk mencari serangga pada malam hari. Distribusi : Jenis ini terdistribusi di New Guinea bagian selatan, pulua-pulua di selat Torest dan Great Barrier Reef (Bauer, 1994). Catatan Taksonomi : Keberadaan jenis ini di pulua Waigeo merupakan catatan penting sebagai record baru, mengigat ketdaklaziman tersebut, kajian mendalam terhadap specimen sangat diperlukan. FAMILIA SCINCIDAE 20. Lygisaurus novaeguineae (Meyer, 1874) Nama Inggris : New Guinea Four-Fingered Skink Spesimen : hanya tujuh spesimen berhasil dikoleksi, yaitu : MZB Lac Lygisaurus novaeguineae Ekologi : Spesimen dijumpai di lantai hutan primer di hutan sekitar sungai Waimaririn, Wairabiai dan sungai Waipale Lopintol, distrik teluk Manyailibit. Distribusi : Jenis ini terdistribusi Maluku dan New Guinea (Iskandar, in press.) Catatan Taksonomi : Keberadaan jenis ini di pulua Waigeo merupakan new record dan koleksi baru jenis ini dari pulau Waigeo. 21. Cryptoblepharus novaeguineae Mertens, 1928 Nama Inggris : New Guinea Snake-eyed Skink Spesimen : tiga spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac

29 Cryptoblepharus novaeguineae foto oleh A.Hamidy Ekologi : Spesimen dikoleksi dari atas rerumputan di perumahan desa Lopintol, teluk Manyailibit. Semua spesimen yang dikoleksi dijumpai pada saat memanjat pohon. Kebanyakan jenis dari genus Cryptoblepharus dikenal sebagai kadal pantai yang aktif di permukaan pasir dan di antara tumbuhan pantai. Distribusi : Jenis ini terdistribusi sebelah utara New Guinea (Iskandar, in press.). Cryptoblepharus novaeguineae foto oleh A.Hamidy Catatan Taksonomi : Keberadaan jenis ini di pulua Waigeo merupakan new record dan koleksi baru jenis ini dari pulau Waigeo.

30 21. Emoia caeruleocauda (de Vis, 1892) Nama Inggris : Pasific Bluetail Emo Skink Spesimen : enam belas spesimen telah dikoleksi, yaitu MZB Lac Emoia caeruleocauda Status Taksonomi : Kadal ini telah mengalami banyak perubahan nama, pertama kalinya jenis ini dikenal dengan nama Scincus cyanurus, kemudian mengalami beberapa nng dikenal dan diikuti oleh banyak author adalah Lygosoma cyanura yang diusulkan oleh Boulenger pada tahun Selanjutnya Loveridge pada tahun 1948 mengusulkan nama Emoia caeruleocauda, nama ini cukup diterima dan diikuti oleh author-author selanjutnya sampai sekarang. Distribusi : Borneo, Sulawesi, Philippines, Maluku, New Guinea, Solomon, Pasific (Iskandar, in press.) Habitat : Jenis ini dikoleksi dari habitat hutan sekunder. Di Petea jenis ini dikoleksi pada saat terjebak di perangkap lem yang diletakkan di atas tanah dibawah rumpun pohon bambu. Biologi : Jenis ini merupakan oviparus, jumlah telurnya adalah dua butir, berkembangbiak sepanjang tahun, namun puncak perkembangbiakan adalah bulan November sampai Februari (Brown, 1991). Kadal ini adalah kadal semi arboreal. Emoia caeruleocauda foto oleh A. Somadijaya Deskripsi : Panjang tubuh dewasa (SVL) berukuran 40,3-65 mm untuk jantan, dan 40,9-54,5 untuk betina (Brown, 1991). Pola sisik : terdapat tujuh sisik supraciliaries, sepasang nuchal, sisik loreal anterior berbentuk lebih pendek, sisik supralabial berjumlah enam atau tujuh, sisik lower labial berjumlah enam atau

31 tujuh juga, sisik-sisiknya smooth, jumlah sisik keliling tubuh bagian tengah (Brown, 1991). Pola warna : bagian dorsal berwarna hitam kecoklatan, terdapat tiga garis putih sepanjang tubuhnya, garis strip putih tersebut dimulai dari moncongnya sampai ke posterior tubuhnya, ekor berwarna biru, namun warna ini akan berubah ketika sudah dewasa menjadi coklat tua dengan ekor berwarna coklat muda kemerahan. 22. Emoia atrocostata (Lesson, 1830) Nama Inggris : Mangrove Emo Skink Spesimen : dua spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6505 dan 6506 Emoia atrocostata foto oleh A. Hamidy Ekologi : Spesimen dikoleksi hutan mangrove, jenis ini sering terlihat berjemur di sekitar hutan mangrove. Distribusi : Jenis ini terdistribusi sangat luas, meliputi Mariana, Carorila Barat, palau, Bismarcks, Sepanjang batas Lempeng Pasifik dan Australia, Sebelah barat New Guinea, Pulau-pulau di selat Torest, East Indies, Pulau Christmas, Semenanjung Malaysia, Indochina, Borneo, Philippines, Taiwan dan pulau Miyakoshima di Ryukyus (Brown, 1991). Di WaigeoHalmahera, jenis ini hanya dikoleksi dari Mumes. Emoia atrocostata Catatan Taksonomi : Jenis ini dikenal sebelumnya dikenal sebagai Lygosoma atracostatum (de Rooij, 1915). Koleksi ilmiah jenis ini merupakan yang pertama dari Waigeo untuk MZB.

32 23. Emoia sp. (unidentified species) Nama Inggris : Emo Skink Spesimen : hanya satu spesimen saja yang berhasil dikoleksi, yaitu : MZB 6476 Emoia sp. (unidentified species) Ekologi : Spesimen dikoleksi dari seresah hutan sekunder pada ketinggian < 100 m dpl. Jenis ini termasuk terrestrial. Informasi jenis ini masih belum diketahui. Distribusi : Jenis ini dikoleksi dari gunung Bomnyai, desa Lopintol, distrik Teluk Manyailibit, pulua Waigeo. Emoia sp. (unidentified species) Catatan Taksonomi : Jenis ini mirip Sphenomorphus variegatus juvenile atau Sphenomorphus parvus, tetapi kehadiran strip hitam di sisi lateral dan chin shield, cukup membedakan dari keduanya.

33 24. Emoia physicae (Dumeril & Bibron, 1839) Nama Inggris : Slender Emo Skink Spesimen : enam belas spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac Emoia physicae Ekologi : jenis ini seringkali dijumpai di lantai hutan sekunder dan primer. Informasi ekologi dari jenis ini masih sangat terbatas. Distribusi : Jenis ini terdistribusi di New Guinea tengah dan Tenggara Iskandar in press.; Brown, 1991). Emoia physicae Catatan Taksonomi : Jenis ini dikenal sengai grup besar physicae Iskandar in press.; Brown, 1991). Kajian mendalam sangat dibutuhkan untuk memperjelas status taksonomininya.

34 25. Emoia kordoana (Meyer, 1874) Nama Inggris : Meyer's Emo Skink Spesimen : hanya satu spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6507 Emoia kordoana foto oleh A.Hamidy Ekologi : Spesimen tunggal ini dikoleksi di sekitar pemukiaman desa Lopintol, di semak-semak. Jenis ini merupaka species semi arboreal, sangat gesit lari dan bersembunyi di antara semak belukar. Emoia kordoana foto oleh A.Hamidy Distribusi : Jenis ini terdistribusi di New Guinea, Admiraly, Bismarck (Iskandar in press.; Brown, 1991). Maluku (Brown, 1991). Catatan Taksonomi : Jenis ini dikenal termasik dalam cyanogaster group (Brown, 1991). Koleksi jenis ini dari pulua Waigeo merupakan new record.

35 26. Lamprolepis smaragdina (Lesson, 1830) Nama Inggris : Emerald Skink Spesimen : tiga spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac Lamprolepis smaragdina Ekologi : Spesimen dikoleksi dari sekitar pemukiaman desa Lopintol. Umumnya dijumpai di pohon mangga (Mangifera indica). Jenis ini adalah kadal arboreal. Distribusi : Jenis ini terdistribusi di New Guinea dan Solomon (Iskandar, in press.), namun Barbour (1911) menggolongkan populasi di New Guinea sebagai anak jenis tersendiri, yaitu Lamprolepis smaragdina perviridis. Lamprolepis smaragdina foto oleh A. Hamidy Catatan Taksonomi : Jenis ini dikenal umum di Indonesia Timur, tersebar mulai dari Sulawesi, New Guinea sampai ke Solomon. Ada emat anak jenis yang sudah didekripsi. Populasi yang menghuni Halmahera adalah Lamprolepis smaragdina perviridis. Koleksi ilmiah jenis ini merupakan yang pertama kalinya dari Waigeo untuk MZB.

36 27. Sphenomophus variegatus (Peters, 1867) Nama Inggris : Forest Skink Spesimen : Hanya dua spesimen berhasil dikoleksi, yaitu : MZB Lac Sphenomorphus variegates foto oleh A.Hamidy Ekologi : Spesimen dijumpai di atas tumpukan daun kelapa dan tertangkap di glue trap. Distribusi : Jenis ini hanya terdistribusi di Mindanao, Basilan, Dinagat, Jolo, Leyte, Bohol, Sulu, Camiguin dan Sulawesi (Iskandar, in press.) Catatan Taksonomi : Jenis ini dulunya dikenal sebagai Lygosoma variegatus (de Rooij, 1915). Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting karena jenis ini merupakan record baru untuk pulau Waigeo. Informasi keeradaan jenis ini di pulau Waigeo memberikan gambaran menarik persebaran fauna dari utara Wallacea ke wilayah Papua. 28. Sphenomorphus sp. (unidentified species) Nama Inggris : Forest Skink Spesimen : hanya dua spesimen berhasil dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6511 dan 6512 Sphenomorphus sp. (unidentified species) Ekologi : Spesimen ini dijumpai di seresah hutan sekunder gunung Bomnyai, pada ketinggian < 100 m dpl. Informasi jenis ini masih belum diketahui. Distribusi : Jenis ini hanya ditemukan di gunung Bomnyai, dekat desa Lopintol, distrik teluk Manyailibit. Catatan Taksonomi : kejelasan status jenisnya perlu untuk dikonfermasi.

37 29. Glaphyromorphus sp. (unidentified species) Nama Inggris : Black Tail Skink Spesimen : hanya satu spesimen berhasil dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6477 Ekologi : Spesimen dikoleksi dari glue trap yang dipasang di pinggir sungai berbatu. Informasi ekologi jenis ini masih belum diketahui. Distribusi : Genus ini umumnya tersebar di Australia, Nusa Tenggara dan New Guinea (Iskandar, in press.) Catatan Taksonomi : keberadaan jenis ini di pulua Waigeo merupakan new record. Ciri khas spesifik adalah memiliki alur di tengah pada dorsal tubuhnya. Di MZB dua koleksi; Glaphyromorphus cf nigricaudis dikoleksi oleh D.T. Iskandar dari pulau Gag, dan satu spesimen dari Halmahera (Setiadi & Hamidy, 2006) 30. Tiliqua gigas (Schneider, 1801) Nama Inggris : Giant Bluetongue Skink Spesimen : hanya dua spesimen yang berhasil dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6451 dan 6452 Tiliqua gigas foto oleh A.Hamidy Ekologi : Spesimen dikoleksi pada saat terrperangkap di perangkap tikus, pada saat koleksi mamalia di Wairabiai, sedangkan spesimen yang lain dikoleksi dari bawah tumpukan kayu lapuk di hutan sekunder desa Lopintol, distrik Manyailibit. Jenis ini memilki prilaku difensif yang unik, yaitu mendesis, membuka mulut, meneluarkan lidah sampai mengejar. Sehingga mayarakat lokal sangat takut terhadap jenis ini, dikenal juga sebagai ular kaki empat.

38 Distribusi : Jenis ini terdistribusi di New Guinea (Iskandar in press.). Tiliqua gigas foto oleh A.Hamidy Catatan Taksonomi : Jenis ini pertama kalinya dideskripsi oleh Schneider pada tahun 1801, selanjutnya Oudemans mendeskripsi anak jenis tersendiri Tiliqua gigas keiensis, pada tahun Sedangkan Tiliqua di sebelah selatan New Guinea dan Australia merupakan jenis yang berbeda yaitu Tiliqua scincoides. Jenis ini dibedakan dengan T. gigas, adalah warna lidahnya yang merah, sedangkan T. gigas memiliki warna ujung lidah biru. Koleksi jenis ini merupakan new record untuk pulua Waigeo. FAMILIA VARANIDAE 31. Varanus jobiensis Ahl, 1932 Nama Inggris : Peach-throated Monitor Spesimen : Hanya dua spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6443 dan 6450 Varanus jobiensis foto oleh A. Hamidy Ekologi : Jenis ini jarang dikoleksi dengan trap khusus dengan menggunakan umpan berupa bangkai yang telah membusuk. Jenis ini dijumpai di hutan primer dan sekunder dekat desa Lopintol. Sedangkan spesimen lainnya dikoleksi pada saat tidur di dalam lubang pohon pada posisi vertikal pada ketinggian 1,5 meter. V. jobiensis umumnya dijumpai di hutan dengan vegetasi yang rapat, seringkali dijumpai mencari makan di tanah, berjemur dan akan segera memanjat pohon apabila terancam (Philipp et al. 1999b in Pinka et al. (unpublish data). Data tentang mangsa dari 7 spesimen yang dibedah lambungnya adalah tarantula, serangga, kodok dan telur reptile. Hamper 75 % dari total mangsanya berupa serangga; jangkrik, rhynchota, kumbang, tawon bahkan kupu-kupu (Philipp et al. 1999b in Pinka et al. (unpublish data)

JENIS - JENIS HERPETOFAUNA DI PULAU HALMAHERA

JENIS - JENIS HERPETOFAUNA DI PULAU HALMAHERA JENIS - JENIS HERPETOFAUNA DI PULAU HALMAHERA Hydrosaurus amboinensis foto oleh A. Hamidy Disusun oleh : M. Iqbal Setiadi Amir Hamidy Kerjasama antara Pusat Studi Biodiversitas dan Konservasi Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Taksonomi, Zoogeografi dan Habitat Ular M. ikaheka

PEMBAHASAN Taksonomi, Zoogeografi dan Habitat Ular M. ikaheka PEMBAHASAN Taksonomi, Zoogeografi dan Habitat Ular M. ikaheka Ular M. ikaheka pernah diperkenalkan menjadi dua subjenis yaitu M. ikaheka fasciatus dan M. ikaheka ikaheka oleh beberapa peneliti sebelumnya.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat sumber: (http://www.google.com/earth/) Lampiran 2. Data spesies dan jumlah Amfibi yang Ditemukan Pada Lokasi

Lebih terperinci

AMFIBIA DAN REPTILIA CAGAR ALAM GUNUNG SUPIORI, BIAK-NUMFOR: DAERAH KORIDO DAN SEKITARNYA

AMFIBIA DAN REPTILIA CAGAR ALAM GUNUNG SUPIORI, BIAK-NUMFOR: DAERAH KORIDO DAN SEKITARNYA Berita Biologi Volume 6, Nomor 5, Agustus 2003 AMFIBIA DAN REPTILIA CAGAR ALAM GUNUNG SUPIORI, BIAK-NUMFOR: DAERAH KORIDO DAN SEKITARNYA [Amphibians and Reptiles of Supiori Nature Reserve, Biak-Numfor:

Lebih terperinci

METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014,

METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014, 19 III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014, di areal pertambakan intensif PT. CPB Provinsi Lampung dan PT. WM Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 31 Juli sampai 19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Telur Katak betina dewasa menentukan tempat peletakan telur setelah terjadi pembuahan dan untuk kebanyakan katak pohon telur tersebut terselubung dalam busa. Hal ini

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Ekologi Biawak (Varanus Salvator) di Kawasan Konservasi Pulau Biawak, Idramayu

Keanekaragaman dan Ekologi Biawak (Varanus Salvator) di Kawasan Konservasi Pulau Biawak, Idramayu Keanekaragaman dan Ekologi Biawak (Varanus Salvator) di Kawasan Konservasi Pulau Biawak, Idramayu Oleh Lisa Abstract Pulau Biawak yang terletak di Kabupaten Indramyu, Jawa Barat memilki keunikan dengan

Lebih terperinci

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *) Swamp Eels (Synbranchus sp.) Jenis... di Danau Matano Sulawesi Selatan (Makmur, S., et al.) SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

Lebih terperinci

Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati

Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati Abstrak; Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan

Lebih terperinci

HASIL Daerah Penyebaran Ular M. ikaheka

HASIL Daerah Penyebaran Ular M. ikaheka HASIL Daerah Penyebaran Ular M. ikaheka Ular M. ikaheka berhasil ditangkap pada beberapa lokasi pengamatan sebanyak 14 ekor. Selain itu, terdapat spesimen koleksi sebanyak 17 ekor yang dikoleksi pada Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masuk dalam urutan ketiga dari ketujuh negara dunia lainnya sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa atau sekitar

Lebih terperinci

JENIS-JENIS KADAL (LACERTILIA) DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH HERLINA B.P.

JENIS-JENIS KADAL (LACERTILIA) DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH HERLINA B.P. JENIS-JENIS KADAL (LACERTILIA) DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH HERLINA B.P.04 133 007 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK Oleh: Hellen Kurniati Editor: Gono Semiadi LIPI PUSAT PENELITIAN BIOLOGI LIPI BIDANG ZOOLOGI-LABORATORIUM HERPETOLOGI Cibinong, 2016

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Katak pohon Jawa (Rhacophorus margaritifer Schlegel, 1837) yang memiliki sinonim Rhacophorus barbouri Ahl, 1927 dan Rhacophorus javanus Boettger 1893) merupakan famili

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

USULAN PERLINDUNGAN KURA BANING HUTAN (Manouria emys emys) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

USULAN PERLINDUNGAN KURA BANING HUTAN (Manouria emys emys) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA USULAN PERLINDUNGAN KURA BANING HUTAN (Manouria emys emys) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGUSUL Nama : Hellen Kurniati Pekerjaan : Staf peneliti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

Kisah Profesor ITB yang Namanya Diabadikan Jadi Nama 6 Spesies Hewan

Kisah Profesor ITB yang Namanya Diabadikan Jadi Nama 6 Spesies Hewan Kisah Profesor ITB yang Namanya Diabadikan Jadi Nama 6 Spesies Hewan Ketika suatu spesies baru ditemukan, maka para peneliti yang menemukannya memiliki hak untuk memberikan nama spesies tersebut. Nama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. polifiletik (Pethiyagoda, Meegaskumbura dan Maduwage, 2012). Spesies Puntius

I. PENDAHULUAN. polifiletik (Pethiyagoda, Meegaskumbura dan Maduwage, 2012). Spesies Puntius I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Genus Puntius (famili Cyprinidae) di Asia terdiri dari 220 spesies (namun hanya 120 spesies yang mempunyai nama yang valid. Secara filogenetik genus ini bersifat polifiletik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi 2.1.1. Taksonomi Reptil Reptilia adalah salah satu hewan bertulang belakang. Dari ordo reptilia yang dulu jumlahnya begitu banyak, kini yang

Lebih terperinci

USULAN SANCA BULAN Simalia boeleni (Brongersma, 1953) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

USULAN SANCA BULAN Simalia boeleni (Brongersma, 1953) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA USULAN SANCA BULAN Simalia boeleni (Brongersma, 1953) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGUSUL Nama : Mumpuni dan Amir Hamidy Pekerjaan : Staf peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

Teknik Identifikas Reptil

Teknik Identifikas Reptil Teknik Identifikas Reptil M.Irfansyah Lubis S.Hut Oktober 2008 Ciri-ciri Reptil Vertebral Kulit tertutup sisik Membutuhkan sumber panas eksternal (ectothermal) Fertilisasi internal Telur bercangkang (amniotes)

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

Achmad Barru Rosadi, Adeng Slamet, dan Kodri Madang Universitas Sriwijaya

Achmad Barru Rosadi, Adeng Slamet, dan Kodri Madang Universitas Sriwijaya IDENTIFIKASI JENIS-JENIS REPTILIA (SUB ORDO SAURIA) DI TAMAN WISATA ALAM (TWA) BUKIT KABA KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU DAN KONTRIBUSINYA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI SMA Achmad Barru Rosadi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Struktur Komunitas Struktur komunitas merupakan suatu konsep yang mempelajari sususan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Secara umum

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Reptilia merupakan hewan vertebrata berdarah dingin (Poikilothermic)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Reptilia merupakan hewan vertebrata berdarah dingin (Poikilothermic) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reptilia Reptilia merupakan hewan vertebrata berdarah dingin (Poikilothermic) yang dapat menyesuaikan suhu tubuh dengan lingkungan sekitarnya. Reptilia tidak dapat mengatur suhu

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 8 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Taman Nasional Lore Lindu, Resort Mataue dan Resort Lindu, Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II K-13 Geografi K e l a s XI POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami batas wilayah. 2. Memahami laut dangkal,

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi baik flora maupun fauna. Flora dan fauna tersebut tersebar luas di Indonesia baik di

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) PESISIR BARAT LAMPUNG

KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) PESISIR BARAT LAMPUNG JURNAL HUTAN LESTARI (217) KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) PESISIR BARAT LAMPUNG (The Diversity Herpetofauna

Lebih terperinci

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea)

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea) Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia Kima Lubang (Tridacna crosea) Kima ini juga dinamakan kima pembor atau kima lubang karena hidup menancap dalam substrat batu karang. Ukuran cangkang paling kecil

Lebih terperinci

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial) UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2 1. Berdasarkan teori geologi modern, Indonesia terbentuk dari pertemuan beberapa lempeng benua yaitu... Lempeng Eurasia,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di areal kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Secara umum, areal yang diteliti adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies

I. PENDAHULUAN. buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reptil adalah hewan vertebrata yang terdiri dari ular, kadal cacing, kadal, buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies reptil hidup sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di wilayah 10 Kabupaten dan 2 Provinsi tentu memiliki potensi wisata alam yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER Disusun oleh : Nama NIM : Mohammad Farhan Arfiansyah : 13/346668/GE/07490 Hari, tanggal : Rabu, 4 November 2014

Lebih terperinci

Oleh: Merryana Kiding Allo

Oleh: Merryana Kiding Allo Corak Indah Kayu Eboni (Diospyros celebica Bakh.) CORAK INDAH KAYU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243, telp. (0411)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia secara geografis memiliki sebagian besar wilayahnya berupa pesisir dan pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya interaksi/peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

Selama menjelajah Nusantara, ia telah menempuh jarak lebih dari km dan berhasil mengumpulkan spesimen fauna meliputi 8.

Selama menjelajah Nusantara, ia telah menempuh jarak lebih dari km dan berhasil mengumpulkan spesimen fauna meliputi 8. PENGANTAR PENULIS Indonesia menempati urutan ke dua di dunia, dalam hal memiliki keragaman flora dan fauna dari 17 negara paling kaya keragaman hayatinya. Brasil adalah negara terkaya dengan hutan Amazonnya.

Lebih terperinci

6 Hewan dan tumbuhan langka di dunia dan keterangannya diantaranya sbb:

6 Hewan dan tumbuhan langka di dunia dan keterangannya diantaranya sbb: 6 Hewan dan tumbuhan langka di dunia dan keterangannya diantaranya sbb: 1. Hainan Gibbon Hainan Gibbon Hainan owa hitam jambul atau Gibbon Hainan (Nomascus hainanus), adalah spesies siamang yang hanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

Jurnal MIPA 38 (1) (2015): Jurnal MIPA.

Jurnal MIPA 38 (1) (2015): Jurnal MIPA. Jurnal MIPA 38 (1) (2015): 7-12 Jurnal MIPA http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jm KEANEKARAGAMAN SPESIES AMFIBI DAN REPTIL DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA SERMODAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DS Yudha 1 R

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Syzygium merupakan marga dari suku Myrtaceae (jambu-jambuan) yang memiliki jumlah spesies yang sangat banyak. Tercatat kurang lebih 1200 spesies Syzygium yang tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

E. Kondisi Alam Indonesia

E. Kondisi Alam Indonesia E. Kondisi Alam Indonesia Alam Indonesia dikenal sangat indah dan kaya akan berbagai sumber daya alamnya. Tidak heran jika banyak wisatawan dari berbagai dunia tertarik dan datang ke Indonesia. Kegiatan

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran Satwaliar Kelompok Mamalia Kawasan Gunung Parakasak memiliki luas mencapai 1.252 ha, namun areal yang berhutan hanya tersisa < 1%. Areal hutan di Gunung

Lebih terperinci

GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA 1

GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA 1 GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA 1 LAUT BANDA, CEKUNGAN LAUT TERBESAR DI DUNIA Disusun oleh : Herniyanti Ian K ( K5414025 ) Marina Kurnia H( K5414031 ) Program Studi Pendidikan Geograf Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KORIDOR EKOSISTEM PENTING DI SUMATERA. Herwasono Soedjito Pusat Penelitian Biologi - LIPI

KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KORIDOR EKOSISTEM PENTING DI SUMATERA. Herwasono Soedjito Pusat Penelitian Biologi - LIPI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KORIDOR EKOSISTEM PENTING DI SUMATERA Herwasono Soedjito Pusat Penelitian Biologi - LIPI KEHATI INDONESIA Paling tidak terdapat 47 ekosistem buatan dan alam yang kemudian direklasifikasi

Lebih terperinci

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1 Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Peta Konsep Ciri khusus mahkluk hidup 1. Mencari makan 2. Kelangsungan hidup 3. Menghindari diri dari Hewan

Lebih terperinci

POLICYBrief. Pulau Pejantan: Ekosistem Unik. Ekspedisi Awal Keanekaragaman Hayati. P. Pejantan. Volume 1, No. 1, 2017

POLICYBrief. Pulau Pejantan: Ekosistem Unik. Ekspedisi Awal Keanekaragaman Hayati. P. Pejantan. Volume 1, No. 1, 2017 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN Jl. Gunung Batu No. 5; POLICYBrief Te l p. (0251) 8633234, 7520067; Facs. 8638111

Lebih terperinci

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Embriani BBPPTP Surabaya Gambar. Tanaman Tebu Yang Terserang Tikus Hama/pest diartikan sebagai jasad pengganggu bisa berupa jasad renik, tumbuhan, dan hewan. Hama Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan secara teratur di genangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reptil adalah salah satu fauna yang banyak terdapat di wilayah Indonesia. Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki jenis reptil paling tinggi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

Ular Welang, Bungarus fasciatus (Schneider, 1801), di Lereng Selatan Gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta

Ular Welang, Bungarus fasciatus (Schneider, 1801), di Lereng Selatan Gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta Ular Welang, Bungarus fasciatus (Schneider, 1801), di Lereng Selatan Gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta Abstract Donan Satria Yudha 1), Rury Eprilurahman 1) M. Fahrul Hilmi 2), Iman Akbar Muhtianda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tersebar luas di Daratan Asia Tenggara, Lempeng Sunda, Kepulauan Filipina, dan daerah Wallacea Selatan. Monyet ekor panjang di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 16 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat yaitu hutan pantai, kebun campuran tua, habitat danau, permukiman (perumahan), dan daerah perkotaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

Indonesia: Mega Biodiversity Country

Indonesia: Mega Biodiversity Country ONRIZAL Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara Indonesia: Mega Biodiversity Country Diperkirakan 38.000 spesies tumbuhan (55% endemik) Memiliki 10% tumbuhan berbunga yang ada di dunia 12% binatang

Lebih terperinci

Flona. 114 intisari-online.com

Flona. 114 intisari-online.com Flona 114 intisari-online.com Cabai-cabai yang Tak Pedas Penulis & Fotografer: Iman Taufiqurrahman di Yogyakarta Anda pasti sangat familiar dengan cabai rawit atau cabai keriting. Namun, apakah Anda tahu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Indonesia adalah negara yang dua pertiga luas wilayahnya merupakan laut dengan jumlah pulau sekitar 17.500 buah yang hampir seluruhnya dibatasi laut kecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi Pengertian Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi dibedakan menjadi 3 jenis 1. Adaptasi Morfologi Proses adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

LAPORAN PENGAMATAN AKTIVITAS HARIAN DAN WAKTU AKTIF BUNGLON (Bronchochela sp.) Oleh :

LAPORAN PENGAMATAN AKTIVITAS HARIAN DAN WAKTU AKTIF BUNGLON (Bronchochela sp.) Oleh : LAPORAN PENGAMATAN AKTIVITAS HARIAN DAN WAKTU AKTIF BUNGLON (Bronchochela sp.) Oleh : Elsafia Sari Rizki Kurnia Tohir Rachmi Aulia E34120016 E34120028 E34120065 DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN

Lebih terperinci

KUNCI IDENTIFIKASI AMFIBI

KUNCI IDENTIFIKASI AMFIBI KUNCI IDENTIFIKASI AMFIBI Februari 12, 2011 oleh Noar Muda Satyawan KUNCI IDENTIFIKASI FAMILI AMFIBI 1a Tubuh seperti cacing, tanpa tungkai....ichthyophiidae Satu genus dan species Ichthyophis hypocyaneus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Kethley (1982) menempatkan tungau sebagai anggota Filum Arthropoda, Sub Filum Chelicerata, Kelas Arachnida, Sub Kelas Acari. Ciri yang membedakan tungau

Lebih terperinci

DANAU ANGGI. Gambar 2. Peta Danau Anggi Giji dan Anggi Gita (Google map)

DANAU ANGGI. Gambar 2. Peta Danau Anggi Giji dan Anggi Gita (Google map) DANAU ANGGI Danau Anggi terdiri dari dua danau sejoli yakni Danau Anggi Giji dan Danau Anggi Gita, yang terletak di Pegunungan Arfak, Jazirah Kepala Burung (Vogelkop) Papua, dan termasuk dalam Kabupaten

Lebih terperinci