FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user"

Transkripsi

1 STUDI KASUS TENTANG ANAK YANG MEMILIKI PERILAKU SOSIAL NEGATIF DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI I SEDAYU KABUPATEN GROBOGAN TAHUN PELAJARAN 2008/2009 SKRIPSI Oleh: ELY RIYANI NIM : K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

2 STUDI KASUS TENTANG ANAK YANG MEMILIKI PERILAKU SOSIAL NEGATIF DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI I SEDAYU KABUPATEN GROBOGAN TAHUN PELAJARAN 2008/2009 Oleh : ELY RIYANI NIM : K Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 i

3 HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Pembimbing I Disetujui oleh pembimbing Pembimbing II Drs. Wagimin. M.Pd Dra. Sri Wiyanti. M.Si ii

4 iii

5 ABSTRAK Ely Riyani STUDI KASUS TENTANG ANAK YANG MEMILIKI PERILAKU SOSIAL NEGATIF DI SEKOLAH ADA SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI I SEDAYU KABUPATEN GROBOGAN TAHUN PELAJARAN 2008/2009. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret surakarta, Januari Tujuan penelitian ini adalah untuk: (I). mendapatkan gambaran realitas tentang karakteristik atau gejala anak yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah (2). Memperoleh infomasi secara rinci mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya perilaku sosial yang negatif di sekolah. (3). Memperoleh gambaran dampak atau akibat yang terjadi pada anak yang memiliki perilaku sosial yang neggatif di sekolah. (4). Mengetahui pandangan pihak-pihak terkait tentang perilaku negatif tersebut.. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SD Negari I Sedayu Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2008/2009 yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah. Teknik pengumpulan data menggunakan, sosiometri, wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan deskriptif fenomenologis. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa bentuk perilaku sosial negatif yang dilakukan subjek adalah membuat gaduh di kelas, mengganggu teman di kelas, berkelahi, mengancam dan berkata-kata kotor serta menyontek pekerjaan temannya. Faktor penyebab terjadinya perilaku sosial negatif yang berasal dari factor internal yaitu rasa malas, tidak percaya diri, ingin diperhatikan banyak orang,serta ingin menutupi kekurangannya. Penyebab dari factor eksternal yaitu lingkungan keluarga, tayangan TV, paparan media, lingkungan sekolah serta lingkungan masyarakat yang kurang mendukung. Selain hal tersebut subjek terpengaruh oleh kebiasaan keluarga besarnya yang suka bertengkar. Akibat dari perilaku sosial negatif subjek dapat menghambat tercapainya prestasi yang obtimal, tidak diterima oleh kelompok sebaya dan di pandang negative oleh guru. Pandangan pihak terkait tentang perilaku sosial negatif di sekolah yang dilakukan oleh siswa, yaitu: a. Kepala sekolah berpandangan bahwa perilaku sosial negatif digolongkan sebagai perilaku nakal dan karena pengaruh ketidakharmonisan keluarga. b. Guru kelas memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif perilaku sosial negatif pada saat PBM berlangsung untuk menutupi kekurangan dan minta perhatian dari guru dan temannya. c. Guru agama memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif sangat mengganggu KBM dan membuat kesal guru. d. Guru olah raga memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif adalah kenakalan siswa karena sangat merugikan. e. Orang tua siswa memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif karena keteladanan orang tua yang rendah serta pendidikan dalam keluarga yang kurang. v

6 MOTTO Mulai hari ini kembangkan rasa sabar, tidak mudah putus asa dan pantang menyerah Teruslah bersabar dan berdoa Lakukan hal yang baik, yang terpuji, yang indah, yang patut di puji dan terhormat (penulis) vi

7 PERSEMBAHAN Karya ini dipersembahkan kepada : Suami dan Anak tersayang, Ibu dan Ayah tercinta, dan Almamater. vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Yuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat dan kasih-nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Puji syukur berkat bantuan dari berbagai pihak atas segala bentuk bantuanya, disampaikan terimakasih kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi kesempatan dan ijin untuk melakukan penelitian. 2. Bapak Drs. R. Indianto, M.Pd selaku, Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan pembinaan dalam melaksanakan penelitian. 3. Ibu Dra. Siti mardiyati, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan pembekalan dalam melaksanakan penelitian. 4. Bapak Drs. Wagimin. M.Pd, M.Si selaku pembimbing I yang telah sabar memberikan bimbingan, dorongan dan masukan sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik. 5. Ibu Dra. Sri Wiyanti, M..Si selaku pembimbing II yang telah sabar memberikan bimbingan, dorongan dan masukan sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik 6. Tim Penguji skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaga, sehingga penulis dapat melaksanakan ujian skripsi guna menyelesaikan studi di bangku kuliah. 7. Dosen Program Studi Pendidikan Bimbingan konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Sebelas Maret yang telah banyak memberi bekal ilmu pengetahuan sehingga dapat menujang dalam penelitian ini. 8. Bapak Sumali selaku Kepala Sekolah SDN I Sedayu yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di SDN I Sedayu, Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan viii

9 9. Keluarga besar SDN I Sedayu yang turut membantu dalam penyelesaian penelitian 10. Bapak dan Ibu yang senantiasa mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan kuliah 11. Suami dan anakku yang mendoakan dan membantu penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini. Semoga semua amal kebaikan bapak, ibu dan saudara dapat diterima dan mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pendidikan anak di sekolah dasar khususnya dalam memberi bimbingan anak yang berperilaku sosial negatif. Surakarta, Februari 2011 Penulis ix

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAJUAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv HALAMAN ABSTRAK... v HALAMAN MOTTO... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR BAGAN... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Fokus Penelitian... 4 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Manfaat Penelitian... 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Perkembangan Sosial Anak Sekolah Dasar Studi Kasus B. Kerangka Pemikiran BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Bentuk dan Strategi Pelitian C. Subjek Penelitian D. Sumber Data x

11 E. Teknik Pengumpulan Data F. Validitas Data G. Analisis Data H. Prosedur Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sajian Data Penelitian B. Temuan Hasil Penelitian C. Pembahasan Hasil Penelitian BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Implikasi C. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Tabel Hasil Pengamatan Terhadap Perilaku Sosial Negatif Subjek di Halaman Kelas xii

13 DAFTAR BAGAN Halaman Bagan 1. Bagan Langkah Penelitian Studi Kasus Bagan 2. Bagan Kerangka Berpikir xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil Pengamatan Terhadap Perilaku Sosial Negatif Subjek di Sekolah...68 Lampiran 2. Pedoman Observasi...71 Lampiran 3. Pedoman Wawancara...74 Lampiran 4. Hasil Wawancara dengan Responden...80 Lampiran 5. Peta sosiometri Lampiran 6. Peta sosiogram Lampiran7. Surat keterangan telah melakukan penelitian dari SDN I Sedayu Kabupaten Grobogan...89 Lampiran8. Surat ijin menyusun skripsi dari universitas sebelas maret surakarta...90 xiv

15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan dasar yang diselenggarakan untuk mengembangkan sikap, kemampuan dan keterampilan dasar yang diperlukan siswa untuk hidup dalam masyarakat. Di samping itu juga Sekolah dasar mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan lanjut. Syamsu Yusuf LN (2004: 24) menjelaskan bahwa: Siswa sekolah dasar pada umumnya berusia 6 sampai 13.. Ada tiga ciri yang menonjol pada masa ini yaitu: dorongan yang besar untuk berhubungan dengan kelompok sebaya, dorongan ingin tahu tentang dunia sekitarnya, dan perkembangan fisik. Pendapat di atas menujukkan bahwa anak pada usia 6 sampai dengan 13 dalam perkembangannya memasuki usia sekolah dan pada masa ini anak memiliki dorongan yang kuat untuk berhubungan dengan kelompok sebayanya, dorongan ingin tahu tentang dunia sekitarnya, dan menyenangi permainan yang mengarah pada dunia pekerjaan. Syamsu Yusuf LN (2004: 24-25) menjelaskan bahwa masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada umur tertentu yang menunjukkan anak matang untuk masuk sekolah dasar, sebanarnya sukar dikatakan karena kematangan anak tidak ditentukan oleh umur semata-mata. Namun pada umur 6 atau 7 tahun, pada umumnya anak telah matang untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif, anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini dirinci lagi menjadi dua fase, yaitu: 1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, berkisar umur 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun, pada umumnya usia tersebut anak berada pada kelas 1 sampai kelas III. 2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, berkisar umur 9 atau 10 tahun sampai umur 12 atau 13tahun, pada umumnya anak berada pada kelas IV sampai dengan kelas VI. 1

16 2 Penelitian menggunakan kasus anak kelas V SD, secara keseluruhan anak kelas atas memiliki ciri sebagai berikut: a. Adanya minat terhadap kehidupan yang praktis sehari-hari. b. Amat realistik, ingin mengetahui sesuatu yang baru, dan ingin belajar. c. Memiliki minat pada mata pelajaran khusus, menonjolnya bakat-bakat khusus. d. Gemar membentuk kelompok sebaya. Muhibin Syah (1995: 46) menjelaskan bahwa masa anak-anak (late childhoold) berlangsung antara usia 6 sampai 12 tahun dengan ciri-ciri utama Memiliki dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok sebaya (peer group). Sesuai dengan pendapat di atas masa sekolah dasar adalah masa-masa anak senang bersosialisasi dengan teman-teman sebaya serta senang membentuk kelompok-kelompok sebaya untuk dapat bermain serta belajar. Anak akan merasa nyaman bila mereka dapat diterinma dalam suatu kelompok dengan teman-teman sebayanya, dan sebaliknya anak akan merasa tidak nyaman bila tidak bisa diterima dalam kelompoknya. Elizabeth B.Hurlock (2001: ) Akhir masa kanak-kanak sering disebut sebagai usia berkelompok karena ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan merasa tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Anak tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau dengan saudara-saudara kandung atau melakukan kegitan dengan anggota-anggota keluarga. Anak ingin bersama teman-temannya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Pada masa sekolah ini anak ingin memiliki banyak teman. Anak ingin bersama dengan kelompoknya, karena hanya dengan temannya anak dapat bemain dan berolah raga, dan dapat memberikan kegembiraan. Sejak anak masuk sekolah sampai masa puber, keinginan untuk bersama dan untuk diterima oleh kelompok menjadi semakin kuat. Hal ini berlaku baik untuk anak laki-laki maupun perempuan.

17 3 Mengacu pada pendapat Elizabeth B.Hurlock (2001: ) di atas siswa sekolah dasar senang bergaul dan membentuk kelompok-kelompok dengan teman sebayanya, sebagaimana telah dipaparkan di atas secara teoritis bahwa anak sekolah dasar mulai suka bersosialisasi dengn teman sebayanya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan baik di dalam maupun di luar kelas dapat diketahui bahwa dalam bergaul dengan teman-teman di sekolah tidak semua siswa mampu dan dapat diterima dalam suatu kelompok sebaya di sekolah. Adakalanya seorang anak karena kurang pintar atau tidak mampu dalam berinteraksi dengan baik atau memiliki perilaku yang negatif terhadap kelompoknya, yaitu anak yang masa bodoh dengan temannya, pasif, suka mengganggu temannya maka tidak mendapatkan perhatian atau diacuhkan oleh teman-temannya dalam kegiatankegiatan kelompok di sekolah. Keadaan yang demikian pada kenyataanya belum mendapat perhatian dan penanganan yang optimal oleh pihak sekolah, sehingga siswa akan menjadi anak yang terisolir dan tidak diterima teman-teman di dalam kelompoknya, dan dalam perkembangannya akan mengalami hambatan. Kenyataan itulah yang menarik perhatian peneliti untuk memperoleh gambaran realitas secara jelas tentang anak yang tidak diterima dalam kelompoknya di sekolah akibat memiliki perilaku negatif. Salah satu cara yang ditempuh untuk mempelajari secara mendalam tentang kasus tersebut, maka perlu diadakan penelitian dengan judul Studi Kasus tentang Anak yang Memiliki Perilaku Sosial Negatif di Sekolah pada Siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 1 Sedayu Kabupaten Grobogan.

18 4 B. Fokus Penelitian Fokus penelitian adalah segala sesuatu yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Fokus penelitian meliputi: 1. Gejala-gejala siswa yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah 2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab perilaku sosial negatif di sekolah di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan. 3. Akibat-akibat apabila anak memiliki perilaku sosial negatif di Sekolah di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan. 4. Pandangan pihak terkait tentang perilaku sosial negatif di sekolah di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan. C. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi, gambaran dan pengetahuan yang akurat tentang anak yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah. sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mendapatkan gambaran realitas tentang karakteristik atau gejala anak yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah 2. Memperoleh infomasi secara rinci mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya perilaku sosial yang negatif di sekolah. 3. Memperoleh gambaran dampak atau akibat yang terjadi pada anak yang memiliki perilaku sosial neggatif di sekolah pada siswa kelas VI di Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan. 4. Mengetahui pandangan pihak-pihak terkait tentang dampak anak yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah. D. Manfaat Penelitian Penelitian tentang anak yang memiliki perilaku negatif di sekolah pada siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan ini diharapkan dapat memberi kegunaan bagi semua personal sekolah yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling di sekolah.

19 5 1. Manfaat teoritis a Memberi masukan kepada guru secara konkrit tentang gejala anak yang berperilaku negatif di sekolah. b Menjadi bahan pemikiran bagi guru dalam menciptakan hubungan sosial yang dinamis di sekolah. 2. Manfaat praktis a Memberi masukan kepada guru tentang cara mengenali anak yang berperilaku negatif melalui gejala-gejalanya. b Bahan masukan dan pertimbangan para orang tua siswa agar dapat membimbing putra-putrinya, sehingga dapat memecahkan masalah-maslah yang dihadapi putra-putrinya di lingkungan keluarga.

20 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Perkembangan Sosial Anak Sekolah Dasar Secara kodrati manusia tidak mungkin hidup sendiri. Pentingnya kehidupan bersama dalam kelompok untuk memenuhi kebutuhannya, yakni kebutuhan untuk melangsungkan kehidupan, kebutuhan untuk mempertahankan diri dari ancaman terhadap kehidupannya, dan kebutuhan untuk membina keturunannya sebagai penerus kehidupannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kehidupan bersama atau berkelompok menjadi kebutuhan penting bagi setiap individu. Onong Uchjana Effendi (1988: ) menjelaskan bahwa secara umum ada dua jenis kebutuhan yang menyebabkan seseorang memasuki suatu kelompok. Pertama adalah kebutuhan pokok sebagaimana diinginkannya ketika memasuki kelompok; dan kedua adalah kebutuhan sampingan, yaitu kebutuhan untuk selalu bersama-sama dengan kelompoknya. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap individu perlu memasuki suatu kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya serta kelangsungan hidupnya. Setiap individu dalam kehidupanya sehari-hari memerlukan pergaulan dengan orang lain, bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan, melainkan untuk kelangsungan hidup bersama. Oleh karena itu, setiap individu dituntut untuk mampu menyesuaikn diri dengan lingkungan yang ada. Usaha penyesuaian diri pada masing-masing individu tidak semuanya selalu berhasil, karena setiap individu memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang berbeda. Keberhasilan penyesuaian diri dapat menimbulkan rasa puas dan bahagia, sehingga menambah rasa percaya diri dan mendorong untuk memperoleh keberhasilan berikutnya. Sebaliknya, kegagalan dalam penyesuaian diri 6

21 7 membuat seseorang kehilangan kepercayaan pada diri sendiri, sehingga membuat seseorang semakin jauh dari kehidupan bermasyarakat. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyesuaian diri adalah kepribadian dan kemampuan dalam penyesuaian diri. Kesuksesan dan kegagalan dalam penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh faktor tersebut. Vembriarto (1987: 51) menjelaskan bahwa kesuksesan maupun kegagalan dalam penyesuaian diri dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain terutama keluarga dan dari faktor kepribadian yang bersangkutan. Keluarga merupakan lingkungan pertama sebagai pusat pendidikan. Dalam lingkungan keluarga anak pertama kali mengenal lingkungan pegaulan dan mengawali proses interaksi di dalam keluarga. Keluarga memiliki peran menanamkan komunikasi dan interaksi antar individu serta membekali anak untuk dapat bergaul di lingkungan yang lebih luas yaitu di lingkungan sekolah dan masyarakat. Keluarga sebagai masyarakat kecil memiliki tata peraturan yang menuntut perlunya peraturan yang perlu diikuti ataupun dipatuhi. Lingkungan kedua setelah keluarga adalah sekolah. Sekolah sebagai salah satu bagian dari tri pusat pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar yang ikut menyiapkan generasi muda yang sangat tangguh dan mampu membangun dirinya sendiri dan membangun bangsa dan negara. Di sekolah anak tidak hanya memperoleh bermacam-macam ilmu pengetahuan, tetapi juga memperoleh pengalaman, kebiasaan dan keterampilan. Di sekolah anak dapat mengembangkan keseluruhan kecakapan dan kepribadiannya, karena sekolah merupakan salah satu institusi yang mempengaruhi proses sosialisasi anak dari hasil interaksi komunikasi sosial di sekolahnya. Zakiah Daradjat (1987: 96) menjelaskan bahwa sekolah merupakan lembaga sosial atau masyarakat bagi remaja, tempat mereka menghabiskan sebagian waktunya untuk berkumpul dan bergaul dalam umur yang relatif sama serta menyatakan diri dan mendapat tempat di tengah teman-temannya. Melalui sekolah pula

22 8 anak dibekali berbagai pengalaman sosial, belajar,adat, norma sosial, dan nilai moral, sehingga anak mampu mengembangkan pengetahuan dan sosialnya. Perkembangan sosial dimaksudkan sebagai usaha pencapaian kematangan dalam hubungan sosial antara individu satu dengan yang lain, dan dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral atau agama. Perkembangan sosial pada anak-anak sekolah dasar ditandai adanya perluasan hubungan sosial, di samping dengan keluarga juga mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya lebih bertambah luas. Pada usia anak sekolah anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri-sendiri atau egosentris kepada sikap yang kooperatif yaitu bekerja sama atau mau memperhatikan kepentingan orang lain. Anak dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok, anak akan merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya. Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial dapat diperoleh melalui pemberian tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik, maupun tugas yang membutuhkan pikiran serta tugas yang membutuhkan kerjasama. Tugas-tugas kelompok memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menunjukkan prestasinya, tetapi juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. dilaksanakannya tugas kelompok, peserta didik dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati, bertenggang rasa dan bertanggungjawab. a. Perkembangan Sosial Anak SD Kelas Rendah 1) Bentuk Sosialisasi Anak SD Kelas Rendah T. Sutjihati Somantri (2006:43--45) menjelaskan bahwa bentuk tingkah laku sosial yang dijumpai pada masa anak-anak dilandasi oleh pola tingkah laku yang terbentuk pada masa bayi, tetapi beberapa diantaranya

23 9 merupakan bentuk tingkah laku yang baru. Beberapa diantaranya merupakan bentuk tingkah laku yang tidak sosial bahkan anti sosial. Sekalipun demikian bentuk-bentuk tingkah laku tersebut merupakan hal yang penting bagi proses sosialisasi. Bentuk-bentuk tingkah laku sosial yang sering dijumpai pada masa anak-anak adalah: a) Negativisme b) Agresi c) Kerja sama d) Tingkah laku menguasai e) Kemurahan hati f) Ketergantungan g) Persahabatan h) Simpati Negativisme adalah merupakan gabungan antara keyakinan diri, perlindungan diri, dan penolakan terhadap yang berlebihan. Negativisme merupakan akibat suatu situasi sosial, misalnya disiplin yang terlalu keras atau sikap orang dewasa yang tidak toleran. Agresi merupakan tindakan nyata yang mengancam sebagai ungkapan rasa benci. Semua anak kecil dalam batas-batas tertentu bersifat agresif.anak akan menunjukkan kecenderungan untuk mengulangi tindakan agresinya bila tindakan tersebut memberikan hasil yang menyenangkan bagi dirinya, terutama dalan menghadapi frustasi atau kecemasan yang dirasannya. Beberapa penyebab munculnya agresi pada anak-anak antara lain frustasi, keinginan untuk menarik perhatian, kebutuhan akan perlindungan karena rasa tidak aman, dan identifikasi dengan orang tua yang agresif. Kerja sama adalah kemampuan anak untuk bekerja bersama tementemennya. Usia anak-anak anak mulai dapat bekerja sama, makin banyak anak bergaul dengan anak lain, maka makin cepat dia dapat bekerja sama.

24 10 Tingkah laku menguasai diartikan sebagai tindakan untuk mencapai atau mempertahankan penguasaan suatu situasi sosial, bila diarahkan dengan tepat akan berkembang menjadi kepemimpinan. Kemurahan hati yaitu kecenderungan anak untuk mengesampingkan diri sendiri demi kepentingan kelompok. Ketergantungan diartikan sebagai keinginan untuk mendapat bantuan dari orang lain untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukannya sendiri atau dianggapnya tidak dapat dilakukannya sendiri. Pada mulanya menunjukkan ketergantungan pada orang tua, kemudian ketergantungan beralih pada kakak-adiknya sebagai pengganti orang tua, dan ketergantungan kepada kelompok seusianya. Persahabatan adalah Anak-anak menunjukkan persahabatan baik dengan orang dewasa maupun dengan anak-anak lain. Kontak sosial merupakan kebutuhan, bila tidak terpenuhi akan menyebabkan perasaan kurang enak pada diri anak. Simpati diartikan sebagai kemungkinan untuk terpengaruh oleh keadaan emosi orang lain, dan hal ini dimungkinkan dengan adanya kemampuan seseorang untuk membayangkan dirinya pada posisi orang lain. Seorang anak menunjukkan simpati kepada orang lain dengan cara menolong, melindungi, atau mempertahankan orang dari halhal yang mengganggu. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa bentuk tingkah laku sosial yang dijumpai pada masa anak-anak dilandasi oleh pola tingkah aku pada masa bayi, dan beberapa bentuk tingkah laku baru. Bentuk tingkah laku yang tidak sosial, bahkan anti sosial dapat membuat anak menarik diri dari lingkungan sosial dan pada akhirnya anak tidak diterima dalam kelompok sebaya. Syamsu Yusuf LN (2004: ) menjelaskan bahwa masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Kematangan anak bukan semata-mata ditentukan oleh usia, oleh karena itu sulit untuk menentukan usia yang tepat anak matang untuk masuk sekolah dasar. Namun pada umur 6 atau 7 tahun, pada umumnya anak telah

25 11 matang untuk memasuki sekolah dasar. Masa keserasian bersekolah secara relatif anak-anak lebih mudah dididik dari pada masa sebelum dan sesudahnya. Masa tersebut dirinci lagi menjadi dua fase, yaitu: masa kelas rendah dan masa kelas tinggi. Masa kelas rendah yaitu kelas 1 sampai dengan kelas 3 sekolah dasar. Masa kelas rendah sekolah dasar berkisar umur 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak-anak pada masa kelas rendah antara lain seperti berikut. a) Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi, apabila jasmaninya sehat banyak prestasi yang diperoleh. b) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional. c) Adanya kecenderungan memuji diri sendiri atau menyebut nama sendiri. d) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain. e) Apabila tidak dapat menyelesikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting. f) Masa kalas rendah pada usia 6-8 tahun anak menghendaki nilai atau angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah pestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak. Berdasarkan pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa kematangan anak tidak dapat ditentukan oleh usia, namun pada umur 6 atau 7 tahun anak telah matang untuk memasuki sekolah dasar dan mudah untuk dididik. Sumadi Suryabrata (1982:27 28) menjelaskan bahwa masa kelas rendah sekolah dasar adalah umur 6;0 atau 7;0 sampai umur 9;0 atau 10;0. beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah: a) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah. b) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional. c) Ada kecenderungan memuji diri sendiri.

26 12 d) Suka membanding-membandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal itu dirasa menguntungkan; dalam hal ini ada kecenderungan untuk meremehkan anak lain. e) Kalau tidak dapat sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting. f) Pada masa ini (terutama pada umur 6;0 sampai 8;0) anak menghendaki nilai atau angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak. Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerjasama. Anak diawal kehidupannya belum bersifat sosial, belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya, baik orang tua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya. Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh terhadap anak cara menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Syamsu Yusuf (2002: 26) menjelaskan bahwa melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orangtua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentukbentuk tingkah laku sosial. Pada usia anak, bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu adalah sebagai berikut: a) Pembangkangan b) Agresi c) Berselisih atau bertengkar

27 13 d) Menggoda e) Persaingan f) Kerja sama g) Tingkah laku berkuasa h) Mementingkan diri sendiri i) Simpati Pembangkangan yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan, tingkah laku tersebut terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orangtua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Sikap orangtua terhadap tingkah laku melawan pada anak hendaknya orang tua tidak memandangnya sebagai perilaku yang negatif. Dalam hal ini, sebaiknya orangtua dapat memahami tentang proses perkembangan anak, yaitu bahwa secara naluriah anak itu mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi ketergantungan ke posisi mandiri. Tingkah laku melawan merupakan salah satu bentuk dari proses perkembangan setiap individu. Agresi yaitu perilaku menyerang balik secara fisik maupun dengan kata-kata. Agresi merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya. Agresi terwujud dalam perilaku menyerang, seperti: memukul, mencubit, menendang, menggigit, marahmarah, dan mencaci maki. Hukuman terhadap anak yang agresif, menyebabkan meningkatnya agresifitas anak, sebaiknya orangtua berusaha untuk mereduksi, mengurangi agresifitas anak tersebut dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak, atau upaya lain yang bisa meredam agresifitas anak tersebut. Berselisih atau bertengkar terjadi apabila seorang anak merasa terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain. Menggoda, yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal yaitu kata-kata ejekan atau cemoohan, sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang diserangnya. Persaingan yaitu keinginan untuk melebihi orang lain karena dorongan orang lain. Kerja sama, yaitu sikap mau

28 14 bekerja sama dengan kelompok. Pada usia enam atau tujuh tahun, sikap kerja sama tersebut sudah berkembang dengan lebih baik. Tingkah laku berkuasa, yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap seperti bos. Wujud tingkah laku tersebut seperti: meminta, menyuruh, dan mengancam atau memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Mementingkan diri sendiri, yaitu sikap egosentris dalam memenuhi keinginannya. Simpati, yaitu sikap emosi yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati maupun bekerja sama dengannya. Seiring dengan bertambahnya usia, anak mulai dapat mengurangi sikap mementingkan diri dan mulai mengembangkan sikap sosialnya, yaitu rasa simpati terhadap orang lain. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orangtua yang kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tatakrama atau budi pekerti, cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti: bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat egois, senang mengisolasi diri atau menyendiri, kurang memiliki perasaan tenggang rasa, dan kurang mempedulikan norma dalam berperilaku. 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak SD kelas rendah oleh Sunarto dan B. Agung Hartono (1995: ) dijelaskan bahwa perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keluarga, kematangan anak, status sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.

29 15 a) Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga. b) Kematangan Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosi. Di samping itu kemampuan berbahasa ikut pula menentukan, dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik. c) Status sosial ekonomi Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu, ia anak siapa. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya akan mempertimbangkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan hal itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa menjaga status sosial dan ekonomi keluarganya, dalam hal tertentu menjaga status sosial keluarganya itu mengakibatkan anak

30 16 menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi terisolir dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri. d) Pendidikan Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberi warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan atau sekolah.anak bukan saja dikenalkan pada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan pada norma kehidupan bangsa atau nasional dan norma kehidupan antar bangsa. Etika pergaulan dan pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara. e) Kapasitas mental: emosi dan intelegensi Kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi, berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi,kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosi secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh anak yang berkemampuan intelektual tinggi. Pada kasus tertentu, seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan kelompok sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok

31 17 umur yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa) tepat menanggap dan memperlakukannya sebagai anakanak. b. Perkembangan Sosial Anak SD Kelas Tinggi 1) Bentuk Sosialisasi Anak SD Kelas Tinggi T. Sutjihati Somantri (2006:47--49) menjelaskan bahwa kehidupan gang berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Walaupun demikian kontak sosial yang lebih luas dengan anak-anak yang lebih besar dari anakanak tersebut juga turut menentukan pola tingkah laku pada anak-anak selanjutnya. Beberapa pola tingkah laku pada masa anak-anak akhir adalah: a) Kepekaan terhadap penerimaan dan penolakan sosial b) Kepekaan yang berlebihan c) Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas d) Persaingan e) Kesportifan f) Tanggung jawab g) Insight sosial h) Diskriminasi sosial i) prasangka Kepekaan terhadap penerimaan dan penolakan sosial yaitu kepekaan terhadap situasi sosial pada individu. Kepekaan yang berlebihan diartikan sebagai kecenderungan untuk mudah tersinggung dan menginterpretasikan bahwa perkataan dan perbuatan orang lain sebagai ungkapan kebencian. Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas seperti kepekaan yang berlebihan. Sugestibilitas atau kemudahan dipengaruhi oleh orang lain bersumber pada keinginan untuk mendapat perhatian dan penerimaan lingkungan. Kontrasugestibilitas diartikan sebagai kecenderungan untuk berpikir dan bertindak bertentangan dengan saran orang lain. Dalam hal ini anak

32 18 menunjukkan pemberontakan terhadap orang dewasa dengan menunjukkan kontradisi dengan orang dewasa tersebut. Persaingan pada masa anak-anak ada tiga bentuk, yaitu: a) persaingan diantara anggota kelompok untuk memperoleh pengakuan di dalam kelompok b) konflik diantara gang dengan gang yang menjadi saingan c) konflik antara gang dengan pihak masyarakat yang terorganisasi. Kesportifan adalah kemampuan anak untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan aturan permainan; bekerja sama dengan anak-anak lain dengan jalan mengesampingkan kepentingan individu dan meningkatkan semangat kebersamaan kelompok. Tanggung jawab merupakan keinginan untuk turut ambil bagian dalam memikul beban. Anak kecil pada awalnya menunjukkan ketergantungan kepada orang lain; dengan berkembangnya kemampuan verbal dan keterampilan motoriknya, anak mulai belajar untuk menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri dan juga masalah-masalah kelompok. Insight sosial merupakan kemampuan untuk mengambil dan mengerti arti situasi sosial dan orang-orang yang terlibat dalam situasi sosial tersebut. Hal ini bergantung pada empati, yaitu kemampuan anak untuk menempatkan diri dalam posisi psikologi orang lain dan memandang situasi dari sudut pandang orang tersebut. Untuk menyelenggarakan relasi sosial yang baik, anak harus mampu mengamati dan meramalkan tingkah laku, pikiran, dan perasaan orang lain. Kemampuan untuk memperoleh insight sosial dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: a) perbedaan jenis kelamin, anak perempuan cenderung lebih cepat matang dibandingkan dengan anak laki-laki b) kecerdasan c) status anak dalam kelompok dan d) kepribadian anak.

33 19 Perkembangan kemampuan untuk memperoleh insight sosial berkaitan erat dengan perkembangan simpati pada masa anak-anak awal. Diskriminasi sosial sebenarnya sudah ada sejak masa anak-anak awal, tetapi berkembang dengan baik ketika anak itu menjadi anggota suatu gang. Anak-anak menunjukkan sikap bahwa anggota kelompok mempunyai nilai yang sama tetapi orang-orang yang tidak menjadi anggota kelompoknya mempunyai nilai yang lebih rendah. Perbedaan itu dapat disebabkan oleh agama, ras, taraf sosial, ekonomi, dan sebagainya. Diskriminasi diartikan sebagai kecenderungan untuk mengklasifikasikan semua orang termasuk kelompok lain sebagai orang yang lebih rendah dan memperlakukan mereka sesuai dengan pandangan tersebut; kelompok lain itu terbentuk karena perbedaan agama dan ras. Prasangka terbentuk melalui beberapa cara yaitu: a) pengalaman yang tidak menyenangkan ketika berinteraksi dengan suatu kelompok b) nilai-nilai kultur yang diterima begitu saja c) imitasi dari orang tua, guru, temam seusia d) pendidikan yang diperoleh dari orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya mengenai prasangka tertentu. Berdasarkan pendapat di atas, maka kehidupan gang dan kontak sosial yang lebih luas dengan anak-anak yang lebih besar dari anak-anak tersebut menentukan pola tingkah laku pada anak-anak akhir. Syamsu Yusuf LN (2004: ) menjelaskan bahwa masa kelaskelas tinggi sekolah dasar, berkisar umur 9 atau 10 tahun sampai umur 12 atau 13tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa kelas tinggi adalah:

34 20 a) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit, hal ini menimbulkan kecenderungan untuk membandingkan pekerjaanpekerjan yang praktis. b) Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar. c) Menjelang akhir masa kelas tinggi telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, menonjolnya bakat-bakat khusus. d) Sampai berkisar umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau orangorang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas umur 11 tahun pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya. e) Pada masa kelas tinggi, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah. f) Anak-anak pada usia kelas tinggi gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama, dalam permainan itu biasanya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional atau yang sudah ada, tetapi mereka mulai membut peraturan sendiri. Sumadi Suryabrata (1982: ) menjelaskan bahwa masa kelaskelas tinggi sekolah dasar yaitu usia 9:0 atau 10:0 sampai usia 12:0 atau 13:0. beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini ialah: a) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit; hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis. b) Amat realistik, ingin tahu, ingin belajar. c) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan matapelajaran-matapelajaran khusus. d) Sampai kira-kira usia 11:0 anak membutuhkan guru atau orang-oramg dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya; setelah usia 11:0 pada umumnya anak menghadapi tugastugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri.

35 21 e) Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah. f) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan biasanya anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan yang tradisional; mereka membuat peraturan sendiri. Berdasarkan pendapat di atas, maka anak-anak pada usia SD pada dasarnya memiliki kegemaran untuk keluar dari rumah dan bermain dengan kelompok sebayanya, namun ada di antara mereka yang karena sebab-sebab tertentu akan merasa tidak dapat bergaul dan diterima oleh teman-temannya dalam kelompok di sekolah atau dengan kata lain terisolir. 2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak SD Kelas Tinggi. Aankusuma ( menjelaskan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak SD kelas tinggi yaitu: a) Faktor dari dalam (intrinsik) (1) Intelegensi Setiap individu mempunyai intelegensi yang berbeda-beda. Perbedaan intelegensi tersebut berpengaruh dalam daya serap terhadap norma-norma dan nilai-nilai sosial. Orang yang mempunyai intelegensi tinggi pada umumnya tidak kesulitan dalam bergaul, belajar, dan berinteraksi di masyarakat, sebaliknya orang yang intelegensinya di bawah normal akan mengalami berbagai kesulitan dalam belajar di sekolah maupun menyesuaikan diri di masyarakat. Akibatnya terjadi penyimpangan-penyimpangan, seperti malas belajar, emosional, bersikap kasar, tidak bisa berpikir logis. (2) Jenis kelamin Perilaku menyimpang dapat juga diakibatkan karena perbedaan jenis kelamin. Anak laki-laki pada umumya cenderung sok berkuasa dan menganggap remeh pada anak perempuan.

36 22 (3) Umur Umur memengaruhi pembentukan sikap dan pola tingkah laku individu, makin bertambahnya umur diharapkan seseorang bertambah pula kedewasaannya, makin mantap pengendalian emosi, dan makin tepat dalam segala tindakannya. Kadang dijumpai ketidak sesuaian sikap yang dilakukan oleh anak sekolah dasar, sikapnya seperti anak kecil, manja, minta dituruti segala keinginannya. (4) Kedudukan dalam keluarga Keluarga yang terdiri atas beberapa anak, sering kali anak tertua merasa dirinya paling berkuasa dibandingkan dengan anak kedua atau ketiga. Anak bungsu mempunyai sifat ingin dimanjakan oleh kakak-kakaknya maupun orang tuanya. Oleh karena itu, susunan atau urutan kelahiran kadang akan menimbulkan pola tingkah laku, peranan dan fungsi yang berbeda dalam keluarga. b) Faktor dari luar (ekstrinsik) (1) Peran keluarga Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan sosial sangat besar perananya dalam membentuk pertahanan seseorang terhadap serangan penyakit sosial sejak dini. Orang tua yang sibuk dengan kegiatannya sendiri tanpa mempedulikan perkembangan anakanaknya merupakan awal dari rapuhnya pertahanan anak terhadap serangan penyakit sosial. Sering kali orang tua hanya cenderung memikirkan kebutuhan lahiriah anaknya dengan bekerja keras tanpa mempedulikan bagaimana anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan alasan sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Alasan tersebut sangat rasional dan tidak salah, namun kurang tepat, karena kebutuhan bukan hanya materi saja tetapi juga nonmateri. Kebutuhan nonmateri yang diperlukan anak dari orang tua seperti perhatian secara langsung, kasih sayang, dan menjadi teman sekaligus sandaran anak untuk menumpahkan perasaannya. Kasih sayang dan perhatian terhadap anak tersebut cenderung

37 23 diabaikan oleh orang tua, oleh sebab itulah anak akan mencari bentuk-bentuk pelampiasan dan pelarian yang kadang mengarah pada hal-hal yang menyimpang, seperti masuk dalam anggota geng, mengonsumsi minuman keras dan narkoba, dan lain-lain. (2) Peran masyarakat Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak dari lingkungan keluarga akhirnya berkembang ke dalam lingkugan masyarakat yang lebih luas. Ketidakmampuan keluarga memenuhi kebutuhan rohaniah anak mengakibatkan anak mencari kebutuhan tersebut ke luar rumah. Ini merupakan awal dari sebuah petaka masa depan individu, jika di luar rumah anak menemukan sesuatu yang menyimpang dari nilai dan norma sosial. Pola kehidupan masyarakat tertentu kadang tanpa disadari oleh para warganya ternyata menyimpang dari nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat umum, misalnya masyarakat yang suka berjudi. Itulah yang disebut sebagai subkebudayaan menyimpang, misalnya masyarakat yang sebagian besar warganya hidup mengandalkan dari usaha prostitusi, maka anak-anak di dalamnya akan menganggap prostitusi sebagai bagian dari profesi yang wajar. Demikian pula anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat penjudi atau peminum minuman keras, maka akan membentuk sikap dan pola perilaku menyimpang. (3) Pergaulan Pola tingkah laku anak tidak bisa terlepas dari pola tingkah laku anak-anak lain di sekitarnya. Anak-anak lain yang menjadi teman pergaulannya sering kali memengaruhi kepribadian individu, dari teman bergaul tersebut anak akan menerima norma-norma atau nilainilai sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila teman bergaulnya baik, anak akan menerima konsep-konsep norma yang bersifat positif, namun apabila teman bergaulnya kurang baik, anak sering kali akan mengikuti konsep-konsep yang bersifat negatif. Akibatnya

38 24 terjadi pola tingkah laku yang menyimpang pada diri anak tersebut, oleh karena itu, menjaga pergaulan dan memilih lingkungan pergaulan yang baik sangat penting. (4) Media massa Berbagai tayangan di televisi tentang tindak kekerasan, film-film yang berbau pornografi, sinetron yang berisi kehidupan bebas dapat memengaruhi perkembangan perilaku individu. Anak-anak yang belum mempunyai konsep yang benar tentang norma-norma dan nilai-nilai sosial dalam masyarakat, sering kali menerima mentahmentah semua tayangan itu. Penerimaan tayangan-tayangan negatif yang ditiru mengakibatkan perilaku social negative atau menyimpang. c. Perilaku Sosial Anak SD Monty P. Satiadarma (2001: 49) menjelaskan bahwa bila individu mempersepsikan bahwa seseorang itu baik, maka individu tersebut akan bersikap baik kepada orang tersebut. Jika individu itu memiliki sikap baik kepada orang tersebut, perilaku individu tersebut kepadanya akan baik pula. Masa krisis pertama (trotzalter), ketika anak bersikap keras kepala, perkembangan rasa sosial tampak seakan-akan terhenti. Tetapi yang sesungguhnya terjadi malah sebaliknya. Masa krisis pertama merupakan permulaan timbulnya kesadaran akan aku -nya; dengan kata lain merupakan permulaan sikap objektif. Sebenarnya sikap krisis pertama itu tempat meletakkan dasar untuk perkembangan sosial yang sesungguhnya. Ketika anak mulai bersekolah, anak menyambut teman-teman barunya dengan rasa gembira. Semua murid di kelas adalah temannya, kemudian anak membentuk kelompok-kelompok tersendiri, setiap anak menggabungkan dirinya kedalam salah satu kelompok. Makin lama anak makin banyak memegang peranan dalam kelompoknya. Selanjutnya anak mulai mengetahui bahwa dirinya memiliki bakat dan kepandaian dalam bidang tertentu. Perkembangan selanjutnya muncullah anak yang berkemampuan senagai pemimpin dan anak yang hanya mengikut temannya tanpa inisiatif.

39 25 Perkembangan sosial dan kepribadian mulai dari usia prasekolah sampai akhir masa sekolah ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial, anak mulai melepaskan diri dari keluarga, mendekatkan dirinya pada orang lain di samping anggota keluarganya. Meluasnya lingkungan sosial bagi anak menyebabkan anak menjumpai pengaruh-pengaruh yang ada di luar pengawasan orang tuanya. Anak bergaul dengan teman-teman mempunyai guru yang berpengaruh terhadap proses emansipasinya. Pada proses emansipasi dan individuasi teman-teman sebaya mempunyai peranan yang dapat membantu menumbuhkan kepercayaan dirinya, di samping itu perkembangan motifasi dan identitas kelamin sangat penting, karena kesadaran jenis kelamin akan dapat membantu memahami diri dan menumbuhkan motifasi sesuai dengan keadaan dirinya, juga perkembangan pengertian norma atau moralitas mendapatkan kemajuan yang esensial dalam periode ini, yakni semakin berkembang anak diharapkan semakin dapat menyasuaikan diri dengan norma yang ada dan secara otomatis akan berperilaku sesuai dengan norma yang diyakini. d. Kelompok Sebaya Anak SD Masa T.K dan S.D anak mempunyai kontak yang intensif dengan temanteman sebaya, anak-anak saling mempengaruhi satu sama lain. Anak berusaha untuk menjadi anggota suatu kelompok; kelompok teman sebaya yang akrab terjadi pada anak usia sekolah dasar. Anak pada mulanya tidak mengerti tingkah laku yang dipuji atau dihargai dan tingkah laku yang tidak dipuji atau dihargai, anak belum tahu apa yang harus dilakukan untuk dapat diterima dalam kelompok. Sering dapat dilihat bahwa anak menirukan anggota kelompok yang paling aktif dan paling berkuasa. Kelompok-kelompok anak dalam taman kanak-kanak dan kelaskelas permulaan sekolah dasar belum mempunyai aturan-aturan, kelompokkelompok tadi baru merupakan kelompok-kelompok informal tanpa struktur dan tanpa aturan. Baru diantara usia tahun timbullah kelompok yang ada organisasinya, dengan aturan-aturan dan perjanjian-perjanjian

PERKEMBANGAN SOSIAL PENGERTIAN PERKEMBANGAN SOSIAL 3/22/2012

PERKEMBANGAN SOSIAL PENGERTIAN PERKEMBANGAN SOSIAL 3/22/2012 PERKEMBANGAN SOSIAL PENGERTIAN PERKEMBANGAN SOSIAL Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai

Lebih terperinci

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL I. PENGERTIAN DAN PROSES SOSIALISASI Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1990). Tuntutan sosial pada perilaku

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK MAKALAH IPS TERPADU PENYIMPANGAN SOSIAL DAN UPAYA-UPAYA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SISWA DI SEKOLAH

TUGAS KELOMPOK MAKALAH IPS TERPADU PENYIMPANGAN SOSIAL DAN UPAYA-UPAYA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SISWA DI SEKOLAH TUGAS KELOMPOK MAKALAH IPS TERPADU PENYIMPANGAN SOSIAL DAN UPAYA-UPAYA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SISWA DI SEKOLAH Disusun Oleh : Nama : 1. Hesti Diana Sari 2. Irma Wati 3. Irza Tri Mahendra 4. Mario Vinsensius

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI

PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI Titing Rohayati 1 ABSTRAK Kemampuan berperilaku sosial perlu dididik sejak anak masih kecil. Terhambatnya perkembangan sosial anak sejak kecil akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE A. Konsep Keterampilan Sosial Anak Usia Dini 1. Keterampilan Sosial Anak usia dini merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan imajinasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menuntut ilmu, tetapi juga untuk mencari teman, dari berteman itulah maka

BAB I PENDAHULUAN. untuk menuntut ilmu, tetapi juga untuk mencari teman, dari berteman itulah maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu tempat bagi peserta didik untuk menuntut ilmu selain di rumah dan lingkungan yang juga dapat memberikan ilmu kepada anak. Sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti jenjang pendidikan, baik jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyesuaian Sosial 2.1.1 Pengertian penyesuaian sosial Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Agar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses

BAB I PENDAHULUAN. Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses tumbuh kembang dengan pesat di berbagai aspek perkembangan. Salah satunya adalah aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan belajar dalam keluarga adalah merupakan lingkungan belajar yang pertama bagi anak untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan belajar dalam keluarga adalah merupakan lingkungan belajar yang pertama bagi anak untuk mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan belajar dalam keluarga adalah merupakan lingkungan belajar yang pertama bagi anak untuk mendapatkan berbagai hal, berperan memberikan warna dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang UPI Kampus Serang Iis Jamilah, 2016

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang UPI Kampus Serang Iis Jamilah, 2016 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Anak usia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 7 BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Perilaku Sosial Perilaku sosial adalah perilaku yang dimiliki individu di mana perilaku itu akan muncul pada waktu individu itu berinteraksi

Lebih terperinci

KEKERASAN DALAM BERPACARAN

KEKERASAN DALAM BERPACARAN KEKERASAN DALAM BERPACARAN SKRIPSI Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Reza Riana Putri F 100 070 152 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anugerah manusia sebagai mahluk sosial, baik secara internal ( sosial untuk

BAB I PENDAHULUAN. anugerah manusia sebagai mahluk sosial, baik secara internal ( sosial untuk BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Masalah Kepribadian merupakan hal penting bagi setiap manusia, karena dari kepribadian itulah setiap perilaku dan aktivitas manusia bisa dinilai, apakah baik atau buruk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh: SISKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi mendefinisikan perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial Penyesuaian sosial adalah sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan sosial (IPS) di tingkat sekolah dasar (SD). Pembelajaran IPS

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan sosial (IPS) di tingkat sekolah dasar (SD). Pembelajaran IPS 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini berawal dari keresahan penulis terhadap pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) di tingkat sekolah dasar (SD). Pembelajaran IPS masih dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan sangat menentukan bagi perkembangan serta kualitas diri individu dimasa

Lebih terperinci

BAYU PUTRI ALDILA SAKTI NIM F

BAYU PUTRI ALDILA SAKTI NIM F HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PENDIDIKAN BERBASIS INTERNASIONAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI DALAM PEMBELAJARAN PADA SISWA SMA NEGERI 1 BOYOLALI SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA 4.1. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Proses Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Menurut Reiss (dalam Lestari, 2012;4), keluarga adalah suatu kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk sosial, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK TURUN MENJADI ANAK JALANAN Terdapat tiga faktor internal yang disebutkan dalam penelitian ini, yaitu impian bebas, ingin

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Masa akhir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Masa akhir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir masa kanak-kanak (late Childhood) berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Masa akhir kanak-kanak ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia, berdampak pada psikologis anak, anak tidak mampu berteman dengan anak lain atau bermain dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, salah satunya adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari Komnas Perlindungan anak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia dalam kehidupannya. Kemajuan zaman memiliki nilai yang positif dalam kehidupan manusia, dimana pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup diri pribadi tidak dapat melakukan sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain. Terdapat ikatan saling ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu

Lebih terperinci

Eka Rezeki Amalia A. ARTIKEL Sumber: Didownload tanggal 21 Maret 2008

Eka Rezeki Amalia A. ARTIKEL Sumber:  Didownload tanggal 21 Maret 2008 Eka Rezeki Amalia 06320004 A. ARTIKEL Sumber: http://www.whandi.net Didownload tanggal 21 Maret 2008 Memahami Kebutuhan Khas Remaja, Antara Psikologis dan Sosiologis Rabu, 31 Januari 2007 22:40:44 Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

PROFIL KEPRIBADIAN 16 PF PADA SISWA PELAKU BULLYING

PROFIL KEPRIBADIAN 16 PF PADA SISWA PELAKU BULLYING PROFIL KEPRIBADIAN 16 PF PADA SISWA PELAKU BULLYING SKRIPSI Diajukan Oleh : Indrastiti RatnaWardhani F 100 070 105 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011 PROFIL KEPRIBADIAN 16 PF PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing lagi untuk diperbincangkan. Jumlah perceraian di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini masalah pendidikan yang menyangkut akhlak, moral, etika, tata krama dan budi pekerti luhur mencuat di permukaan, karena banyak perilaku yang menyimpang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pendidik yang mendidik anak disekolah. Hanya saja, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pendidik yang mendidik anak disekolah. Hanya saja, lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Madrasah Ibtidaiyah atau Sekolah Dasar adalah salah satu usaha untuk mendidik anak Indonesia menjadi generasi selanjutnya dalam memajukan negara yang mempunyai akhlakul

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN HUBUNGAN SOSIAL SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN SMK 1 PUNDONG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN HUBUNGAN SOSIAL SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN SMK 1 PUNDONG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN HUBUNGAN SOSIAL SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN SMK 1 PUNDONG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI Oleh : DARMANTO NPM : 12144200124 PROGRAM STUDI BIMBINGAN

Lebih terperinci

DIDI KASIANDI NIM

DIDI KASIANDI NIM PENERAPAN MODEL KONSELING BEHAVIORISTIK UNTUK MENGATASI KETIDAKDISIPLINAN SISWA TERHADAP TATA TERTIB SEKOLAH KELAS VII SMP NEGERI 2 BAE KUDUS TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Oleh DIDI KASIANDI NIM.200831069

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MASA REMAJA (ADOLESENCE) PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir logis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sibling Rivalry 1. Definisi Sibling Rivalry Sibling adalah perasaan tidak nyaman yang ada pada anak berkaitan dengan kehadiran orang asing yang semula tidak ada (dalam hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan.

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha pembinaan dan pengembangan generasi muda terus ditingkatkan sejalan dengan proses pembangunan nasional yang terus berlangsung baik didalam pendidikan formal sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar terhadap kehidupan remaja baik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

2015 UPAYA ORANG TUA DALAM MEMBANTU PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK PRASEKOLAH

2015 UPAYA ORANG TUA DALAM MEMBANTU PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK PRASEKOLAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Orang tua merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi setiap anak, karena waktu yang dihabiskan anak paling banyak di rumah.upaya yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,

Lebih terperinci

STUDI KASUS PENERAPAN MODEL KONSELING REALITAS UNTUK MENGATASI RENDAHNYA MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII B SMP 3 BAE KUDUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

STUDI KASUS PENERAPAN MODEL KONSELING REALITAS UNTUK MENGATASI RENDAHNYA MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII B SMP 3 BAE KUDUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012 STUDI KASUS PENERAPAN MODEL KONSELING REALITAS UNTUK MENGATASI RENDAHNYA MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII B SMP 3 BAE KUDUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Oleh YENI VERAYANTI NIM. 200831091 PROGRAM STUDI BIMBINGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis dalam mengembangkan segenap potensi yang ada pada diri manusia, tingkat pendidikan suatu bangsa merupakan cermin kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak-anak. Kata remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak-anak. Kata remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja merupakan waktu di mana seseorang berada di dalam umur belasan tahun. Pada masa remaja seseorang tidak bisa dikatan sudah dewasa maupun anak-anak. Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan baik formal, informal

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan baik formal, informal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci